etnografi kuda lumping jalanan

8
Pendahuluan Era perkembangan iptek atau yang lazim disebut dengan era globalisasi sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia. Globalisasi ditandai dengan keberadaan dunia yang seolah tanpa sekat, tidak berbatas, semua bergerak cepat tanpa ada dinding pembatas, luasnya samudara dan menghamparnya daratan seolah tidak menjadi halangan semua orang untuk berkomunikasi, saling silang mempengaruhi dan terpengaruh dunia luar. Hal ini tentunya menimbulkan berbagai implikasi dengan segala aspek kehidupan, baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Kebudayaan merupakan sebuah hal yang tidak terlepaskan dari adanya fenomena globalisasi. Keadaan tersebut dapat dipahami, karena dalam fenomena globalisasi memungkinkan kita bertukar segala hal. Kebudayaan merupakan suatu hal yang mendapat pengaruh yang besar dengan adanya fenomena globalisasi. Kebudayaan sendiri merupakan seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009:144). Artinya bahwa setiap tindakan manusia yang diperoleh dengan cara belajar merupakan sebuah kebudayaan, dalam hal ini reflek bukan meerupakan sebuah kebudayaan karena reflek tidak diperoleh dengan cara belajar. Kebudayaan memiliki dua dimensi , yaitu wujud dan isi. Wujud kebudayaan ada tiga yaitu: (a) wujud

Upload: umar2809

Post on 27-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

entnografi kuda lumping

TRANSCRIPT

Page 1: Etnografi Kuda Lumping Jalanan

Pendahuluan

Era perkembangan iptek atau yang lazim disebut dengan era globalisasi sangat

berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia. Globalisasi ditandai dengan keberadaan

dunia yang seolah tanpa sekat, tidak berbatas, semua bergerak cepat tanpa ada dinding pembatas,

luasnya samudara dan menghamparnya daratan seolah tidak menjadi halangan semua orang

untuk berkomunikasi, saling silang mempengaruhi dan terpengaruh dunia luar. Hal ini tentunya

menimbulkan berbagai implikasi dengan segala aspek kehidupan, baik dari segi ilmu

pengetahuan, teknologi, pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

Kebudayaan merupakan sebuah hal yang tidak terlepaskan dari adanya fenomena

globalisasi. Keadaan tersebut dapat dipahami, karena dalam fenomena globalisasi

memungkinkan kita bertukar segala hal. Kebudayaan merupakan suatu hal yang mendapat

pengaruh yang besar dengan adanya fenomena globalisasi.

Kebudayaan sendiri merupakan seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya

manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar

(Koentjaraningrat, 2009:144). Artinya bahwa setiap tindakan manusia yang diperoleh dengan

cara belajar merupakan sebuah kebudayaan, dalam hal ini reflek bukan meerupakan sebuah

kebudayaan karena reflek tidak diperoleh dengan cara belajar. Kebudayaan memiliki dua

dimensi , yaitu wujud dan isi. Wujud kebudayaan ada tiga yaitu: (a) wujud kebudayaan sebagai

suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (b)

wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia dalam

masyarakat; dan (c) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

(Koentjaraningrat 1990:187). Isi kebudayaan sering juga disebut unsur-unsur kebudayaan

universal terdiri dari tujuh unsur, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial,

(4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi,

dan (7) kesenian (Koentjaraningrat 1990:204). Dalam 7 unsur kebudayaan yang dikemukakan

oleh Koenjraningrat, kesenian merupakan unsur yang masuk dalam kebudayaan.

Setiap masyarakat tentunya memiliki kesenian yang berbeda-beda, banyak faktor yang

mempengaruhi sebuah masyarakat memiliki kesenian berberbeda, salah satunya adalah pengaruh

Page 2: Etnografi Kuda Lumping Jalanan

dari lingkungan luar dan keadaan suatu masyarakat. Kaitannya dengan globalisasi, ternyata

berpengaruh pada pola kesenian yang ada di Indonesia, salah satu kesenian yang mengalami

perubahan itu adalah kesenian kuda lumping.

Kuda lumping merupakan salah satu kesenian yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Kesenian ini berupa tarian yang dilakukan oleh laki-laki ataupun permpuan dengan

menggunakan miniatur kuda yang terbuat dari rajutan bambu serta pernak-pernik yang khas.

Dalam pertunjukannya seringkali penari mendapat kekuatan magis sehingga tidak sadarkan diri,

bahkan tidak jarang sang penari memakan barang-barang yang berbahaya.

Konon kesenian kuda lumping sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan masa lampau,

banyak daerah di nusantara yang masih melestariakan kebudayaan kuda lumping hingga saat ini.

Tarian kuda lumping banyak dijumpai di banyak dearah pulau Jawa dan masing-masing daerah

mengakui bahwa kebudayaan kuda lumping berasal dari daerahnya. Akan tetapi peralihan dari

perkembangan zaman yang terus berjalan membuat banyak perubahan dalam kesenian ini.

Kesenian kuda lumping yang ada sekarang telah mengalami berbagai perubahan baik dalam

bentuknya maupun dalam lokasi dimana kesenian itu digelar. Seperti apa yang peneliti temukan

di jalanan kota Semarang, dimana kesenian kuda lumping mangalami perubahan yang signifikan.

Pembahasan

Rubahnya wajah Kuda Lumping

Kesenian kuda lumping merupakan salah satu kesenian dari sekian banyak kesenian yang

dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kesenian ini merupakan kesenian yang berasal dari pulau Jawa.

Tidak ada sumber pasti mengenai asal mula kesenian ini muncul, banyak dari daerah yang ada di

Jawa yang mengakui kesenian kuda lumping merupakan kebudayaan asli dari daerah mereka.

Banyak versi mengenai dimana sebenarnya asal mula kesenian ini, termasuk penamaan kesenian

ini pun berbeda-beda diberbagai daerah di Jawa, akan tetapi dari banyaknya versi tersebut

tetaplah ada kesamaan dalam penampilan yang dipertunjukan oleh para tokoh yang memainkan

kuda lumping.

Bila melihat kesenian kuda lumping sebelumnya, maka kesenian ini umumnya digelar

pada acara-acara besar seperti khitanan, upacara pernikahan atau menyambut tamu agung, akan

Page 3: Etnografi Kuda Lumping Jalanan

tetapi fenomena yang ada sekarang menunjukan bahwa kesenian ini dipertontonkan dijalanan.

Seperti apa yang saya temukan di jalan kali garang kota Semarang. Dimana kesenian kuda

lumping dipertontonkan dibawah lampu lalu lintas. Selain itu terdapat perubahan antara kuda

lumping yang ada sebelumnya dengan apa yang ada sekarang, agar lebih mudah memahai

perubahan atau perbedaan maka akan ditampilkan tabel sebagai berikut:

Pementasan Kuda Lumping yang

ada di Jalan

Pementasan Kuda Lumping yang

sesungguhnya/dahulu

Keseragaman pakaian tidak

diperhatikan

Keseragaman diperhatikan

Tidak memakai miniatur berbentuk

kuda sebagai pelengkap tarian

Memakai miniatur berbentuk kuda

sebagai pelengkap tarian

Pewarnaan wajah (make up) sebagai

penguat karakter tidak diperhatikan,

dan tidak ada maksud

Pewarnaan wajah (make up) sebagai

penguat karakter diperhatikan, dan

memiliki maksud tertentu. Contoh:

Buto (gambaran makhluk yang jahat)

menggunakan make up yang tebal, alis

yang panjang serta membuat efek wajah

terlihat menyeramkan.

Lagu yang dibawakan untuk

mengiringi tarian tidaklah penuh

Lagu yang dibawakan untuk mengiringi

tarian tidaklah penuh

Dalam pagelaran ataupun pertunjukannnya kuda lumping yang ada di jalanan para penari

hanya menampilkan tarian tanpa mengunakan miniatur kuda diiringi satu lagu tanpa penyanyi

dengan waktu yang relatif singkat. Hal tersebut dilakukan karena lampu lalu lintas yang menyala

berwarna merah, tanda berhenti, tidak berlangsung terlalu lama. Hal ini sependapat dengan apa

yang dikemukakan oleh Kaplan dan Robert A. Manners (2002:112) bahwa ”adaptasi adalah

proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungan”. Lingkungan yang tidak

memungkinkan para penari kuda lumping menari satu lagu penuh membuat sehingga kesenian

itu dilakukan dengan waktu yang singkat.

Page 4: Etnografi Kuda Lumping Jalanan

Kendati kesenian kuda lumping yang sekarang telah berbeda dengan apa yang ada

dahulu, tetapi kuda lumping sekarang masih memiliki identitas yang sama dengan yang

terdahulu, yang dengan bahasa saya masih ada “roh” yang sama baik di kesenian kuda lumping

yang dulu dengan kuda lumping yang ada sekarang. Meskipun perubahan dapat dimulai di mana

pun dalam sistem, (dalam institusi peripheral maupun inti) jika perubahan itu tidak bereaksi

dengan institusi inti itu dan mentrnasformasikannya, maka sistem sebagai suatu keseluruhan

tidak akan mengalami perubahan tipe budaya (Kaplan dan Robert A. Manners, 2002:65).

Selanjutnya menurut Kaplan dan Robert A. Manners,( 2002:65) mengatakan bahwa akan tetapi,

dalam kebanyakan kasus transformasi itu bersifat parsial atau baru saja mulai, maka yang terjadi

adalah campuran yang agak ganjil antara institusi lama dan institusi baru dimana yang lama

cenderung dominan. Dalam hal ini kesenian kuda lumping menemukan bentuk yang baru,

dimana walaupun sudah termasuki unsur yang baru tetapi tetap memiliki identitas unsur yang

lama. Hal ini dikarenakan masih adanya ideologi yang tertanam kuat di kesenian kuda lumping.

Teori noe evolusi Steward mengatakan bahwa institusi inti (ideologi) merupakan unsur yang

paling susah untuk dirubah dalam sebuah kebudayaan.

Kuda Lumping untuk hidup

Adanya perubahan yang terjadi pada kesenian kuda lumping tersebut karena adanya

perkebangan dunia, dimana pengaruh globalisasi merangsak ke segala bidang kehidupan

termasuk budaya. Globalisasi membuat kesenian kuda lumping seolah merupakan pertunjukan

yang bersifat tua dan lusuh. Anggapan tersebut membuat kesenian kuda lumping tidak diminati

lagi. Menurut pelaku kesenian kuda lumping yang ada di jalanan kota Semarang, keadaan

tersebut membuat mereka kesulitan untuk mendapatkan undangan untuk mempertunjukan

kesenian yang mereka punya. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka

mendapatkan uang dari pertunjukan kesenian kuda lumping. Adanya kendala itu membuat para

penari kuda lumping turun kejalanan untuk mendapatkan penghasilan.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatkan oleh Seomarwoto (2004:45) bahwa untuk dapat

bertahan dan menjaga kelangsungan hidup, setiap individu harus peka terhadap perubahan yang

ada di lingkungan. Hal ini dikarenakan kelangsungan untuk beradaptasi mempunyai nilai bagi

kelangsungan setiap makhluk hidup di dunia. Makin besar kemampuan beradaptasi, maka makin

besar pula kelangsungan hidup suatu jenis. Artinya bahwa, para pelaku kesenian kuda lumping

Page 5: Etnografi Kuda Lumping Jalanan

melakukan adaptasi dengan keadaan yang ada untuk melanjutkan kehidupannya. Dengan mereka

merubah pagelaran kesenian kuda lumping kejalanan, mereka tidak lagi kesulitan untuk

mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Penutup

Simpulan:

1. Seiring dengan munculnya era global, kesenian kuda lumping mengalami perubahan

diberbagai sisi, mulai dari bentuk hingga tempat pagelaran kesenian dilangsungkan.

Kendati demikian tetapi kesenian kuda lumping tetaplah memiliki roh yang sama, dalam

arti dalam tataran gagasan atau ide masih belum banyak berubah karena disitilah unsur

kebudayaan yang paling sulit unutuk berubah.

2. Faktor penyebab perubahan kesenian kuda lumping dilatarbelakangi masalah ekonomi,

para pelaku kesenian berusaha beradaptasi dengan keadaan yang ada, dimana kesnian

kuda lumping kini tidak lagi diminati sehingga para pelaku keseniaan menggati caranya

untuk memperoleh pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, D. & Manners, R.A. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koenjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Soemarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:

Djambatan.