etika kristen ii

Upload: white

Post on 10-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pelajaran teologi

TRANSCRIPT

3

ETIKA KRISTEN II

Bila disistematisasikan, maka arti keseluruhan kesusilaan menunjukkan bahwa norma itu baik dan menunjukkan sikap terhadap norma itu serta menyatakan bahwa kelakuan harus sesuai dengan norma. Jadi etika adalah bagian dari filsafat moral yang merupakan ilmu pengetahuan normatif tentang perbuatan manusia mengenai benar atau tidak benar. Etika adalah merupakan bagian dari filsafat moral dan filsafat moral adalah bagian dari filsafat yang disebut filsafat praktis, Makmurtono (1989) menuliskan :Filsafat adalah usaha menerangkan segala sesuatu menurut dasar-dasar yang terdalam (pertama). Filsafat moral seperti halnya dengan filsafat adalah usaha menerangkan moral menurut dasar-dasar yang terdalam. Etika seperti halnya filsafat merupakan usaha menerangkan apa yang baik bagi manusia.

Etika sebagai bagian dari filsafat moral mempelajari fakta pengalaman yang nyata, tetapi tidak berhenti pada penguraian,etika berusaha membahas keharusan manusia untuk ditaati agar menjadi manusia yang baik dalam arti moral. Perbuatan manusia haruslah selaras atau sesuai dengan kodrat sebagai manusia. Tetapi apa yang terjadi dalam praktek, sering kali atau bahkan sama sekali tidak demikian antara keharusan dan kenyataan dalam perbuatan yang konkret.

Dalam kehidupan manusia dimana moral merupakan sesuatu dan sesuatu itu asasi dalam hidupnya, jelas menunjukkan perlunya orang akan norma karena tidak cukup mengerti hakikatnya moral, tetapi memerlukan norma terutama dalam praktek moral. Sunoto (1985) menyebut etika normatif sebagai berikut : Etika normatif ialah etik yang telah mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana yang buruk, dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh seseorang. Di samping etika normatif ada pula kita sebut etika sosial, yaitu etika yang membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Misalnya dalam keluarga, masyarakat, dalam negara atau bangsa. Karena itu Sunoto (1985) memberikan arti etika demikian :

Etika ialah filsafat yang praktek (praksiologi) etika membicarakan seluruh kepribadian baik hati nurani, ucapan dan perbuatan manusia baik sebagai pribadi maupun kelompok. Meskipun hati nurani adalah yang paling penting, tetapi ia adalah yang paling sukar untuk diketahui. Demikian pula ucapan masih agak sukar diduga. Perbuatan dan tingkah lakulah yang paling mudah untuk diamati. Oleh karena itu etika ialah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik buruk.Pada hakikatnya aturan yang bersiat etik adalah pendorong, agar orang berbuat menurut norma tertentu. Sedangkan obyek etika menurut Sunoto (1985) ialah :

Sebenarnya yang menjadi objek ialah manusia seutuhnya, artinya ya hatinya, ucapannya dan perbuatannya. Akan tetapi untuk mengetahui hati dan ucapan manusia adalah sukar. Oleh karena itu yang mudah ialah perbuatan manusia yang dijalankan dengan sadar. Perbuatan yang dilakukan tanpa kesadaran tidak dinilai baik atau buruk. Misalnya perbuatan orang gila, anak kecil, orang mabuk.

Suatu negara akan kuat bila dasar negaranya berasal dari dan berakar pada diri bangsa itu sendiri. Dan Bangsa Indonesia mempunyai dasar negara yang bukan jiplakan dari luar Bangas Indonesia, akan tetapi asli dari Indonesia. Dengan kata lain unsur-unsur dasar negara yaitu Pancasila telah dimiliki oleh bangsa kita sejak dulu. Dalam bahasa, adat istiadat serta kebudayaan bangsa Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu dengan melalui pendekatan etika akan memahami mendalam tentang Pancasila, melalui pendekatan ini akan diketahui apakah Pancasila cukup etik, maksudnya bukan mengenai ajaran moral Pancasila tetapi bagaimana Pancasila dilihat dari etika.

Sebagai pribadi dari suatu negara yang berdasarkan Pancasila, yaitu negara Republik Indonesia dituntut untuk bersikap etis dalam nilai moral, kembali Sunoto (1985) menyatakan himbauannya :

Perbuatan bermoral adalah pengejawantahan dari sikap hidup dan pandangan hidup bermoral, Perbuatan adalah pengejawantahan dari kehendak yang didorong oleh pertimbangan-pertimbangan rasa dan putusan akal. Perbuatan dapat dinilai sebagai bermoral jika kehendak dan perasaan serta akal dalam melaksanakan fungsinya berdasarkan atas nilai moral.

Dengan demikian dapat dikatakan secara umum, bahwa etika normatif Bangsa Indonesia adalah dasar negara yaitu Pancasila, yang harus dihayati dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan berpegang teguh kepada norma Pancasila, maka segala tantangan akan dapat diatasi. Demikian juga tantangan untuk menjadikan manusia dan masyarakat Pancasila akan dapat diatasi asalkan Pancasila tetap dipakai sebagi norma, karena Pancasila bersifat normatif. Dalam masyarakat Pancasila harus dapat membuahkan manusia dan masyarakat Pancasila. Mengenai Pancasila sebagai normatif Bangsa Indoensia, Sunoti (1985) menyatakan :

Bagi Bangsa Indonesia Pancasila merupakan kenyataan dan kebenaran yang berasal dari mereka sendiri dan yang telah mereka terima sebagai filsafat dan pandangan hidup mereka. Karena itu bagi Bangsa Indonesia, Pancasila adalah suatu postulat. Sebagai suatu postulat maka Pancasila merupakan ukuran bagi seluruh kegiatan masyarakat, kenegaraan dan perorangan. Sebagai ukuran Pancasila mempunyai kedudukan yang jelas dan tegas dan berdiri tegak serta mandiri di tengah-tengah berbagai aliran kefilsafatan. Oleh karena itu dalam hal baik-buruk yang berlaku di Indonesia menggunakan Pancasila sebagai ukuran adalah tepat.Pancasila sebagai norma berarti pula Pancasila tersebut sebagai garis pengaruh. Istilah garis pengarah maksudnya menunjukkan adanya suatu tujuan atau arah tertentu, arah itulah yang akan dituju bangsa Indonesia agar tidak keliru arahnya dan tidak tersesat ke suatu yang tidak dikehendaki maka perlu adanya petunjuk atau pengarah. Petunjuk ini ada dimaksudkan agar tetap berjalan di garis lurus menuju arah yang sudah ditentukan. Karena tujuan yang hendak di capai adalah masyarakat adil dan makmur materiil spiritual berdasarkan Pancasila, maka Pancasila adalah tepat sekali sebagai garis pengarah.

Pandangan hidup suatu bangsa merupakan suatu masalah yang sangat asasi bagi kekokohan dan kelestarian suatu bangsa. Patutlah bangsa Indonesia merasa bangga mempunyai pandangan hidup yang dinamakan Pancasila itu. Dalam ketetapan MPR-RI No 2/MPR/1978, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara RI, dan sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, ditegaskan oleh Panggabean (1981) demikian: Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat akar di dalam kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.

Kekuatan manusia pada hakikatnya tidak terletak pada kemampuan fisiknya atau kemampuan jiwanya semata-mata melainkan kemampuan manusia itu terletak dalam kemampuannya bekerja sama dengan manusia lainnya, dengan manusia lainnya dalam masyarakat itulah manusia menciptakan kebudayaan, manusia mempunyai arti bila dapat hidup di antara manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat,seseorang tidak akan dapat berbuat apa-apa. Pancasila memandang bahwa kebahagiaan manusia akan tercapai jika dapat dikembangkan hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara manusia dengan masyarakat. Karena itu Pancasila harus diamalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, dalam kehidupan kemasyarakatan maupun dalam kehidupan kenegaraan. Dan untuk mewujudkan pengamalan Pancasila itu haruslah semua pihak dari warga bangsa Indonesia seperti yang dituliskan oleh Panggabean (1981) guna melestarikan keampuhan dan kesaktian Pancasila itu perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah. Pancasila menempatkan manusia dalam keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia sangat memerlukan kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggung jawab positif, tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting artinya bagi pergaulan dan kesejahteraan hidup yang sehat dan dalam pergaulan antara manusia dengan masyarakat dirasa perlu adanya asas hukum atau norma yang mengatur baiknya hubungan manusia ini, boleh dikatakan: perbedaan antara pokok kemasyarakatan dengan asas hukum di dalam negara ialah bahwa yang pertama mendasarkan diri pada kehidupan dan hubungan antar manusia di dalam masyarakat secara konkret, sedangkan asas hukum merupakan bentuk kaidah atau norma hukum yang abstrak yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat itu secara normatif.

Sesama manusialah yang menjadi titik tolak dari usaha untuk memahami manusia itu sendiri, manusia dan masyarakat dan manusia dengan segenap lingkungannya dimana hidup. Manusia yang hendak dipahami bukanlah manusia yang luar biasa melainkan di samping manusia yang memiliki kelemahan-kelemahan juga kekuatan, manusia yang memiliki kemampuan-kemampuan juga memiliki keterbatasan, yang memiliki sifat-sifat baik, namun juga memiliki sifat yang kurang baik. Karena sifat sifat manusia itu, seseorang perlu memiliki pedoman atau normatif etis yang dapat disepakati bersama dalam masyarakat.

Bangsa Indonesia telah dihantar oleh Tuhan untuk bertindak bijaksana, dengan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Berkat Tuhan itu memberi arti bahwa Pancasila itu sebagai asas Bangsa Indonesia untuk bernegara, bermasyarakat dan berbangsa. Ini merupakan norma yang cukup fleksibel juga berarti keharusan yang bersifat tuntutan-tuntutan yang sepantasnya ditaati. Dengan artian inilah yang dipakai kata cretaria (norma), dengan norma moral orang dapat mengukur dan menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.

Pancasila sebagai etika normatif bangsa Indonesia maka diperlukan suatu rumusan sebagai pedoman penghayatan dan pengalaman Pancasila yang sering dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa, Ekaprasetia Pancakarsa berasal dari bahasa sansekerta.

Eka berarti satu atau tunggal, Prasetia berarti janji atau tekat dan Panca berarti lima serta Karsa berarti kehendak yang kuat. Dengan demikian arti Ekaprasetia Pancakarsa adalah tekat yang tunggal untuk melaksanakan 5 kehendak. Hubungannya dengan Tap MPR II/MPR/1978, maka lima kehendak yang kuat adalah kehendak untuk melaksanakan kelima sila dari Pancasila. Tekat yang tunggal karena memang tekat itu sangat kuat tak tergoyahkan.Jelas bahwa Pancasila adalah etika normatif bagi bangsa Indonesia sebagai upaya pemerintah untuk lebih memantapkan penghayatan dan pelaksanaan Pancasila itu agar segenap warga negara Republik Indonesia tanpa terkecuali senantiasa menghayati dan mengamalkan Pancasila. Butir-butir Pancasila merupakan wujud ringkas penjabaran dari kelima sila dari Pancasila yang sekaligus sebagai petunjuk normatif Bangsa Indonesia serta juga sebagai asas untuk bernegara,bermasyarakat dan berbangsa.

Di dalam buku kecil pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (1978) dalam sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pada alinea ketiga dan empat ditegaskan :

Demikian pula perlu dipupuk sikap memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan agar dapat berdiri sendiri. Dengan sikapnya yang demikian ia tidak menggunakan hak miliknya untuk usaha-usaha hal negatif terhadap orang lain, juga tidak untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan hidup mewah serta perbuatan lain yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Demikian juga dipupuk sikap menghargai hasil karya orang lain. Yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama, kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.Etika Kristen merupakan dinamisasi dan tujuan untuk kemuliaan Tuhan saja. Etika Kristen bukan merupakan kesimpulan yang dibuat oleh para anthropolog dan sosiolog, karena etika Kristen tidak hanya membahas masalah sosial saja, melainkan juga masalah keselamatan manusia sebagai makhluk sosial. Karena yang dibutuhkan bukanlah anthropologia ilmiah, melainkan perbuatan yang bertanggung jawab. Seperti pernyataan Abineno (1983) :

Sebab yang dibutuhkan umat manusia dewasa ini bukanlah suatu antropologi ilmiah yang abstrak dengan suatu etika di sampingnya, tetapi suatu antropologi sebagai etika. Soal tentang pengetahuan dari manusia adalah serentak juga soal tentang perbuatan yang bertanggung jawab daripadanya.

Dijelaskan bahwa etika Kristen tidak hanya membahas masalah sosial saja, melainkan juga masalah keselamatan umat manusia itu sebagai mahluk sosial, karena keselamatan itu seharusnya merangkum seluruh umat manusia, kembali Abineno (1983) menuliskan :

Keselamatan ini bukan hanya terbatas pada beberapa orang (pilihan) saja, tetapi merangkumi seluruh umat manusia. Karena itu Kristus mengutus murid-muridNya ke dalam dunia untuk memberitakan Injil kepada segala bangsa (oikumene) dan membaptis mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus (Matius 28:19). Tiap-tiap orang yang dibaptis adalah buah sulung dari ciptaan baru yang dimulai di dalam Dia.

Norma etika hierarki merupakan prinsip etika yang dapat diandalkan dalam etika Kristen, karena mempunyai nilai moral yang lebih tinggi serta dapat diterapkan secara logis dan manusiawi.

Norma-norma budaya tidak dapat dianggap sesuatu yang mutlak di dalam pendidikan Kristen. Namun perlu diingat bahwa demokrasi adalah sebagian dari warisan Alkitabiah dan berpangkal dari hubungan manusia terhadap Allah yang telah menciptakan selaku manusia yang merdeka.

Cully (1976) menuliskan :

Tapi norma bagi pendidikan Kristen adalah Allah sendiri, yang dinyatakan dalam Yesus Kristus. Kabar baik bahwa Allah telah menebus umatnya melalui pribadi dan karya Yesus Kristus, Anak-Nya, adalah pengakuan yang sentral dari orang-orang Kristen sepanjang abad-abad. Oleh sebab itu isi dan metode asuhan Kristen harus ditetapkan dalam hubungan dengan Dia. Norma gereja letaknya dalam satu oknum historis, yang serentak adalah Kepala bagi masa sekarang dan pengharapan bagi masa yang akan datang dan kekekalan. Ia suatu norma obyektif, sebab keberadaannya adalah lebih dari pada hasil rumusan hati dan akal-budi manusia-manusia.

Melihat sejarah nasional dalam terang sejarah suci, dan tujuan nasional dalam terang tujuan-tujuan Allah yang kekal. Norma etis Kristen dapat dijalankan secara demokratis di antara manusia-manusia hanya apabila anggota-anggotanya masing-masing hidup dan berada dalam suatu ikatan yang mendalam terhadap norma mereka, yakni pribadi Tuhan Yesus Kristus itu. Kehidupan umat Kristen senantiasa dituntut untuk menjadi teladan bagi sesamanya, dengan demikian diperlukan ciri-ciri khas tabiat Kristen, yaitu :1. Integritas : Kelakuan moral yang berakar dalam identitas penuh dan utuh. Hidup perlu arah yang tunggal agar tidak disesatkan oleh pengaruh-pengaruh yang berlainan. Integritas bertentangan dengan sikap munafik, yaitu ke tidak sesuaian antara sikap lahiriah yang kelihatan dan sikap batin yang tidak kelihatan.

2. Pengertian tentang kehendak Allah dan kepekaan kepada apa yang baik. Kepekaan akan memampukan orang mengambil keputusan yang tepat tentang kasus tertentu. Kepekaan menolong orang membedakan antara unsur-unsur yang kurang penting. Sedangkan pengertian etis kita mengenai kasus tertentu senantiasa dipengaruhi oleh norma-norma. Pengalaman keselamatan memampukan kita melihat kehidupan dengan pandangan yang berbeda. Misalnya kepentingan sesama akan menjadi lebih penting daripada kepentingan diri sendiri.

3. Kebajikan-kebajkan. Kebajikan kebajikan Kristen bukanlah kumpulan sifat-sifat yang berbeda-beda melainkan membentuk suatu kesatuan. Semua berakar dalam kehidupan yang dipusatkan pada Tuhan. Dalam teologia Kristen sifat-sifat baik dari orang Kristen memang sering disebut suatu kebajikan.4. Serupa dengan Kristus Yesus. Serupa dengan Kristus Yesus, berarti mengikuti Kristus Yesus, mentaati-Nya sebagai Tuhan Allah. Dengan demikian Tuhan Yesus Kristus mempunyai wibawa mutlak sebagai pengajar dan sebagai teladan. Karena itu, kita sebagai pengikut Kristus Yesus harus mempunyai pusat kehidupan yang tidak terikat oleh dunia ini, melainkan senantiasa mengikuti Kristus saja. Baik dalam pola kehidupan, kasih dan perhatian. Demikianlah beberapa ciri-ciri tabiat umat Kristen yang patut dilaksanakan dalam kehidupan di dunia ini.Mempelajari mengenai undian dan etika dari segi umum dan Alkitab, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa saran utamanya ternyata sebenarnya tidaklah hanya kepada tanda yang bernama undian itu. Melainkan kepada manusianya yang melaksanakan bahwa undian itu bermasalah atau tidak.

Telah jelas dari segi umum sistem undian digunakan dalam dua sifat :

1. Dapat digunakan secara positif

2. Dapat digunakan secara negatif (perjudian/taruhan)

Sedangkan dari pengertian Alkitab, secara sederhana undian itu dapat digunakan dua hal juga, yaitu :

1. Dapat digunakan untuk menentukan kehendak Tuhan bagi umatnya, atau bagaimana pembagian tanah perjanjian hendak dibagikan.

2. Dapat digunakan juga untuk perjudian masyarakat.