bab ii kajian pustaka - repository.uinbanten.ac.idrepository.uinbanten.ac.id/3846/4/bab ii...
TRANSCRIPT
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Etika
1. Pengertian Etika
Menurut Kanter etika berasal dari kata yunani
ethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat tinggal, padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap,
cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti
adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya
dengan moral.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, etika dirumuskan
dalam pengertian sebagai berikut:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak;
21
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.1
Ahmad Amin menjelaskan bahwa etika adalah
suatu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk,
yang menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
seseorang kepada yang lain, menyatakan tujuan yang harus
dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.2
Menurut Agoes arti etika dapat dilihat dari dua hal
berikut:
1. Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas
yang berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan
norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau
masyarakat.
2. Etika sebagai ilmu atau tata susila, adalah pemikiran /
penilaian moral. Etika sebagai pemikiran moral bisa
1 Sukrisno Agoes I Cenik Ardana, Etika bisnis dan profesi, (Jakarta:
Salemba Empat, Edisi Revisi: 2013), h. 26 2 Abdul Haris, Etika Hamka (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang:
2010), h. 34
22
saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran
terhadap moralitas tersebut bersifat kritis, metodis, dan
sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja
mencoba merumuskan suatu teori, konsep, asas, atau
prinsip-prinsip tentang perilaku manusia yang dianggap
baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut
dianggap baik atau tidak baik, mengapa menjadi baik
itu sangat bermanfaat, dan sebagainya.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
etika adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku
baik dan buruk, benar dan salah seseorang untuk dapat
mencapai tujuan yang sudah dibuat.
2. Teori Etika
1. Egoisme
Rachels memperkenalkan dua konsep yang
berhubungan dengan egoisme, yaitu: egoisme etis dan
egoisme psikologis. Kedua konsep ini tampak mirip karena
keduanya menggunakan istilah egoisme, namun keduanya
mempunyai pengertian yang berbeda.
23
Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh
kepentingan diri sendiri (self-interest) seperti “Bila saya
bekerja keras agar memperoleh penghasilan yang lebih
besar”, “ Jika saya menyelesaikan tugas sesuai dengan
waktu yang ditentukan”. Egoisme etis berkeyakinan bahwa
satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri untuk
bekerja. Sedangkan egoisme psikologis adalah suatu teori
yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia
dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish). Menurut
teori ini, orang boleh saja yakin bahwa ada tindakan mereka
yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua
tindakan tersebut hanyalah ilusi.
2. Utilitarianisme
Menurut Bertens, utilitarianisme berasal dari kata
latin utilis, kemudian menjadi kata inggris utility yang
berarti bermanfaat. Menurut teori ini, suatu tindakan dapat
dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah yang
sangat terkenal," the greatest happiness of the greatest
24
numbers”. Jadi, ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat
dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu -
apakah memberi manfaat atau tidak. Itulah sebabnya,
paham ini disebut juga paham teleologis.
3. Deontologi
Menurut Bertens, istilah deontologi berasal dari kata
yunani deon yang berarti kewajiban. Paham deontologi
mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada
kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau
akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan
tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis atau
tidaknya suatu tindakan. Suatu perbuatan tidak pernah
menjadi baik karena hasilnya baik. Hasil baik tidak pernah
menjadi alasan untuk membenarkan suatu tindakan ,
melainkan hanya karena kita wajib melaksanakan tindakan
tersebut demi kewajiban itu sendiri.
4. Teori Hak
Teori hak atau yang sekarang lebih banyak dikenal
dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak mendapat
25
dukungan masyarakat dunia termasuk dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Menurut teori hak, suatu tindakan
atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan
tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).
5. Teori Keutamaan
Teori keutamaan tidak lagi mempertanyakan suatu
tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-
sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar
bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau
karakter yang mencerminkan manusia hina. Dengan
demikian, karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai
disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh
seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah
laku yang secara moral dinilai baik.
6. Teori Etika Teonom
Sebagaimana diakui oleh semua penganut agama di
dunia bahwa ada tujuan tertinggi (tujuan akhir) yang ingin
dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi,
yaitu untuk memperoleh kebahagiaan surgawi kebahagiaan
26
rohaniah yang melampaui semua hal yang bersifat duniawi.
Teori ini mengatakan bahwa karakter moral manusia
ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya
dengan kehendak Allah.
7. Teori Prinsip Tanggung jawab Hans Jonas
Jonas mengamati bahwa Etika tradisional hanya
memperhatikan akibat tindakan manusia dalam lingkungan
dekat dan sesaat. Etika macam ini tidak dapat lagi
menghadapi ancaman global kehidupan manusia dan semua
kehidupan ini. Oleh karena itu Jonas menekankan
pentingnya berfokus pada tanggung jawab. Intinya adalah
kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas keutuhan
kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa depan.
3. Persamaan dan Perbedaan Etika dan Etiket
Persamaan Etika dan Etiket:3
1. Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah-
istilah ini hanya kita pakai mengenai manusia, hewan
tidak mengenal etika dan etiket.
3 K. Bertens, ETIKA (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Edisi Revisi:
2013), h. 7
27
2. Baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia
secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku
manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Justru
karena sifat normatif ini kedua istilah tersebut mudah
dicampuradukkan.
Perbedaan Etika dan Etiket
1. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan
manusia
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan
3. Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan dalam
satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam
kebudayaan lain, sedangkan etika lebih bersifat absolut.
4. Jika kita berbicara tentang etiket, kita hanya
memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedang
etika menyangkut manusia dari segi dalam.
4. Etika Kerja
Istilah profesi, profesional, dan profesionalisme
sudah sangat sering dipergunakan baik dalam percakapan
28
sehari-hari maupun dalam berbagai tulisan di media massa,
jurnal ilmiah, atau buku teks. Menurut Kanter profesi
adalah pekerjaan dari kelompok terbatas orang-orang yang
memiliki keahlian khusus yang diperolehnya melalui
training atau pengalaman lain, atau diperoleh melalui
keduanya sehingga penyandang profesi dapat membimbing
atau memberi nasehat/saran atau juga melayani orang lain
dalam bidangnya sendiri.4
Etika kerja adalah bagian dari etika khusus atau
etika terapan yang membahas masalah-masalah etika yang
terkait dengan profesi yang dijalani oleh seseorang.
Menurut sumaryono, profesi adalah sebuah pekerjaan yang
dijalankan dalam rangka melayani kepentingan umum dan
lebih menitikberatkan pada pengabdian. 5
Setiap bangsa sudah pasti memiliki etos kerjanya
sendiri yang terbentuk oleh perkembangan kebudayaannya
sendiri dan senantiasa akan menjadi ciri khas bangsa
4 Sukrisno Agoes I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi.. h. 122
5 Abdul Haris, Etika Hamka. (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang:
2010). h. 163
29
tersebut. Seperti yang diketahui Indonesia adalah salah satu
negara yang mempunyai etos kerja yang rendah dan rentang
distribusinya.6
Etika kerja seorang karyawan tidak selamanya
berbentuk tertulis (kode etik) yang biasa diterapkan oleh
setiap lembaga, melainkan penyadaran diri dari karyawan
akan etika kerja dan memiliki tanggungjawab sosial yang
dapat diakui oleh sesama karyawan maupun pimpinan serta
berpengetahuan dan menjalankan profesi sesuai dengan
keahlian.
B. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang
mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana
mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain
untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang
direncanakan. Ilmu kepemimpinan telah semakin
6 Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Membangun Etos Kerja dan Logika
Berpikir Islami. (Malang: UIN Malang Press, 2009). h. 67
30
berkembang seiring dengan dinamika perkembangan hidup
manusia.
Ricky W. Griffin mengatakan pemimpin adalah
individu yang mampu mempengaruhi perilaku orang lain
tanpa harus mengandalkan kekerasan; pemimpin adalah
individu yang diterima oleh orang lain sebagai pemimpin.7
Menurut Richard L hughes, Robert C. Ginnett dan
Gordon J. chorpy, kepemimpinan merupakan suatu sains
(science) dan seni (arts). Sebagai suatu sains kepemimpinan
merupakan bidang ilmu yang memenuhi persyaratan
sebagai ilmu pengetahuan antara lain mempunyai objek,
metode, teori, dan penelitian ilmiah. Ilmu kepemimpinan
mempunyai ratusan teori ilmiah yang membentuk tubuh
ilmu kepemimpinan. Ilmuwan dan teoretisi kepemimpinan
melaksanakan penelitian saintifik. Kepemimpinan juga
merupakan suatu seni, yaitu kepemimpinan diterapkan
dalam praktik memimpin sistem sosial. Orang yang
menguasai ilmu kepemimpinan belum tentu jadi pemimpin
7 Irham Fahmi , Buku Manajemen: teori, kasus, dan solusi, (Bandung:
Alfabeta, Cetakan Ketiga: 2014), h.58
31
yang baik. Kepemimpinan merupakan pengalaman manusia
yang rasional dan emosional.8
2. Teori Kepemimpinan
Mengenai teori kepemimpinan yaitu dengan
menyajikan tiga pendekatan lebih baru terhadap persoalan:
suatu teori atribusi kepemimpinan, kepemimpinan
karismatik, dan kepemimpinan transaksional lawan
transformasional.
1. Teori Kepribadian Perilaku
Studi dari University of Michigan menyatakan
bahwa ada dua gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu: 1)
pemimpin yang job-centered yaitu pemimpin yang
berorientasi pada tugas menerapkan pengawasan ketat
sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan
menggunakan prosedur yang telah ditentukan. 2) pemimpin
yang berpusat pada bawahan yaitu pengambilan keputusan
pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam
8 Wirawan, KEPEMIMPINAN Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi,
Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2013), h. 8
32
memuaskan kebutuhan dengan cara penciptaan lingkungan
kerja.
Studi dari Ohio State University menyatakan
bahwa terdapat dua faktor dari kepemimpinan yaitu: 1)
membentuk struktur yaitu melibatkan perilaku dimana
pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan
hubungan didalam kelompok, membangun pola dan saluran
komunikasi yang jelas, dan menjelaskan cara mengerjakan
tugas yang benar. 2) konsiderasi yaitu melibatkan perilaku
yang menunjukkan persahabatan, saling percaya,
menghargai, kehangatan, dan komunikasi antara pemimpin
dan karyawannya.
2. Teori Kepemimpinan Situasional
Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang
menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya,
sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan
suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini
mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan
diagnostik dalam perilaku manusia.
33
3. Teori Kepemimpinan Karismatik (Max Weber)
Teori kepemimpinan karismatik merupakan suatu
perpanjangan dari teori-teori atribusi. Teori ini
mengemukakan bahwa pemimpin memiliki anugerah
berupa kualitas yang luar biasa, wibawa, heroik yang
membuat mereka mampu memotivasi pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang luar biasa.9
4. Pemimpin dan Kepemimpinan
Pemimpin dan kepemimpinan adalah ibarat
sekeping mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan,
dalam artian bisa dikaji secara terpisah namun harus dilihat
secara satu kesatuan. Seorang pemimpin harus memiliki
jiwa kepemimpinan, dan jiwa kepemimpinan yang dimiliki
dari seorang pemimpin tidak bisa diperoleh dengan cepat
dan segera namun sebuah proses yang terbentuk dari waktu
ke waktu hingga akhirnya mengkristal dalam sebuah
karakteristik. Dalam artian ada sebagian orang yang
memiliki sifat kepemimpinan namun dengan usahanya yang
9 Veihzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan perilaku
organisasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Edisi Ketiga: 2012), h. 9
34
gigih mampu membantu lahirnya penegasan sikap
kepemimpinan pada dirinya tersebut.
Seorang pemimpin dengan kualitas kepemimpinan
yang dimiliki bukan hanya sekedar berusaha untuk
melaksanakan tugas dan berbagai rutinitas pekerjaan saja,
namun lebih dari itu ia merupakan symbol dari lembaga.
Sebagimana yang dikatakan oleh Aan Komariah bahwa,
“Kepemimpinan merupakan satu aspek penting dalam
sebuah lembaga yang merupakan faktor penggerak
organisasi melalui penanganan perubahan dan manajemen
yang dilakukannya, sehinga keberadaan pemimpin bukan
hanya sebagai simbol yang ada atau tidaknya tidak menjadi
masalah, tetapi keberadaannya memberi dampak positif
bagi perkembangan organisasi”.
5. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kualitas Kinerja
Karyawan
Dalam suatu organisasi fungsi dan peran
pemimpin dalam mendorong pembentukan organisasi yang
diharapkan menjadi dominan. Pada era globalisasi
35
kepemimpinan yang dibutuhkan adalah yang memiliki nilai
kompetensi yang tinggi, dan kompetensi itu bisa diperoleh
jika pemimpin tersebut telah memiliki experience
(pengalaman) dan science (ilmu pengetahuan) yang
maksimal.
Seorang pemimpin memiliki pengaruh besar
dalam mendorong peningkatan kinerja para karyawan.
Peningkatan kualitas kinerja para bawahan memiliki
pengaruh pada penciptaan kualitas kerja sesuai dengan
pengharapan. Seorang pemimpin harus mampu
mengarahkan bawahannya untuk memiliki kompetensi
dalam bekerja. Karena dengan kepemilikan kompetensi
karyawan tersebut akan mampu mendorong peningkatan
kualitas kinerja keuangan perusahaan. Kita bisa melihat
perbedaan antara karyawan yang memiliki kompetensi dan
yang rendah nilai kompetensinya, pada hasil kinerja yang
mereka hasilkan. Untuk itu setiap pemimpin bukan hanya
dituntut untuk mampu bekerja secara maksimal namun juga
mengerti dimana permasalahan yang dimiliki oleh setiap
36
karyawan selama ini. Termasuk permasalahan dalam
mengembangkan bakat yang dimiliki oleh seorang
karyawan.
6. Hubungan Pemimpin dan Karyawan
Dalam konteks hubungan antara pemimpin dan
karyawan sangat dipengaruhi oleh gaya pemimpin yang
dimiliki. Ini disebabkan pemimpin memiliki kekuasaan dan
otoritas lebih dalam usaha membentuk terwujudnya suatu
model manajemen organisasi yang diharapkan. Dari
berbagai literatur dalam konteks hubungan antara pemimpin
dan karyawan ada dua gaya kepemimpinan yang
diterapkan, yaitu:
1. Pemimpin dengan gaya orientasi tugas (task-oriented),
dan
2. Pemimpin dengan gaya orientasi karyawan (employee-
oriented).
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang lebih
mengutamakan berorientasi tugas (task-oriented) cenderung
sangat mengejar target atau pengerjaan project dengan hasil
37
maksimal, dan menempatkan para karyawan serta seluruh
sumber daya yang dimiliki demi tercapainya target. Pada
pemimpin dengan gaya orientasi tugas ini akan terlihat pada
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menghindari sifat suka melalaikan tugas
2. Mengedepankan profesionalitas hasil kerja sesuai
dengan target
3. Berusaha memberikan kepuasan kepada klien, mitra
bisnis, birokrat, konsumen dan lainnya sesuai dengan
permintaan
4. Menghindari cacat kerja atau produk yang tidak
sempurna
5. Mengedepankan service purna jual kepada para
konsumen, klien, dan lainnya
6. Menjunjung tinggi terwujudnya reputasi perusahaan
sesuai dengan amanat visi dan misi perusahaan,
termasuk memberikan kepuasan kepada para pemegang
saham.
38
Adapun pemimpin dengan gaya orientasi
karyawan (employee-oriented), adalah pemimpin yang
memiliki pandangan dan konsep kaderisasi. Konsep
kaderisasi tersebut terlihat dengan cara pemimpin berusaha
membesarkan para karyawan yang dianggap memiliki
potensi untuk didik dan diberi pelatihan kepemimpinan,
dengan tujuan pegawai tersebut suatu saat diharapkan akan
mampu memberi pengaruh bagi kemajuan lembaga. Konsep
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan
dianggap lebih demokratis.10
C. Kinerja Karyawan
1. Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja atau performance merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program
kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui
perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat
diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok
10
Irham Fahmi, Buku Manajemen: teori, kasus, dan solusi… h. 76
39
karyawan telah mempunyai kriteria atau standar
keberhasilan tolok ukur yang ditetapkan oleh organisasi.
Oleh karena itu, jika tanpa tujuan dan target yang
ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang
atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila
tidak ada tolok ukur keberhasilannya.
Menurut Gomes kinerja karyawan merupakan
fungsi perkalian dari usaha karyawan (effort), yang
didukung dengan motivasi yang tinggi, dengan kemampuan
karyawan (ability), yang diperoleh melalui latihan-latihan.
Kinerja yang meningkat, berarti performansi yang baik,
akan menjadi feedback bagi usaha, atau motivasi pekerja
pada tahap berikutnya.
Kinerja karyawan dapat diartikan sebagai prestasi,
hasil atau kemampuan yang dicapai atau diperlihatkan
dalam pelaksanaan kerja, kawajiban, atau tugas. Dari sisi
terminologis, Mangkunegara berpendapat bahwa kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
40
oleh seorang karyawan dalam melaksankan tugasnya sesuai
dengan tangggung jawab yang diberikan kepadanya.11
Dari beberapa pengertian diatas dapat diartikan
bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai dari kerja
karyawan yang menggabungkan usaha karyawan dan
kemampuan karyawan, dan rasa tangggungjawab karyawan
terhadap suatu pekerjaan.
Dalam suatu organisasi dikenal ada tiga jenis
kinerja yang dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:12
1. Kinerja operasional (operation performance), kinerja ini
berkaitan dengan efektivitas penggunaan setiap sumber
daya yang digunakan oleh lembaga seperti modal.
Sejauh mana penggunaan tersebut secara maksimal
untuk mencapai visi dan misinya.
2. Kinerja administratif (administrative performance),
kinerja ini berkaitan dengan kinerja administrasi
organisasi. Termasuk didalamnya struktur administratif
11 Undang Ahmad Kamaluddin Muhammad Alfan, Etika Manajemen
Islam… h. 133 12
Moeheriono, Pengukuran kinerja berbasis kompetensi, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, Edisi Revisi, Cetakan kedua: 2014), h. 98
41
yang mengatur hubungan otoritas wewenang dan
tanggung jawab dari orang yang menduduki jabatan.
Selain itu, berkaitan dengan kinerja mekanisme aliran
informasi antar unit kerja dalam lembaga.
3. Kinerja strategi (strategic performance), kinerja ini
berkaitan atas kinerja perusahaan dievaluasi ketepatan
perusahaan dalam memilih lingkungannya dan
kemampuan adaptasi perusahaan khususnya secara
strategi perusahaan dalam menjalankan visi dan
misinya.
2. Teori Kinerja
Teori kinerja menurut teori Gibson menyebutkan
bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi
kerja dan kinerja, yaitu:13
1. Variabel individu, dikelompokkan pada sub variabel
kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan
demografis. Sub variabel kemampuan dan keterampilan
merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan
13
Supardi, Kinerja Guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2013),
h. 31
42
kinerja. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan
kompetensi kerja yang dimiliki seseorang. Terdapat lima
jenis kompetensi, yaitu: pertama, Knowledge, adalah ilmu
yang dimiliki individu dalam bidang pekerjaan atau area
tertentu; kedua, Skill, adalah kemampuan untuk kinerja
fisik ataupun mental; ketiga, Self Concept, adalah sikap
individu, nilai-nilai yang dianut citra diri; keempat, Traits,
adalah karakteristik fisik dan respon yang konsisten atas
situasi atau informasi tertentu; kelima, Motives, adalah
pemikiran atau niat dasar konstan dan mendorong individu
untuk bertindak atau berperilaku tertentu.
2. Variabel psikologis terdiri dari sub variabel persepsi, sikap
kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak
dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial pengalaman kerja
sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis
seperti persepsi, sikap kepribadian, dan belajar merupakan
hal yang kompleks dan sulit diukur.
3. Variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap
perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi
43
digolongkan dalam sub variabel sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Aspek kepemimpinan yang memengaruhi kerja dapat
diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan supervisi.
Dan gabungan sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur dan desain pekerjaan akan membentuk iklim kerja.
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
organisasi maupun individu. Tempe mengemukakan bahwa:
“ faktor-faktor yang memengaruhi kinerja karyawan adalah
lingkungan, perilaku manajemen, desain jabatan, penilaian
kinerja, umpan balik dan administrasi pengupahan”.
Sedangkan Kopelman mengatakan bahwa: “ Kinerja
organisasi ditentukan oleh empat faktor antara lain yaitu: 1)
lingkungan, 2) karakteristik individu, 3) karakteristik
organisasi, 4) karakteristik pekerjaan”.14
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kinerja
karyawan sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu
14 Supardi, Kinerja Guru… h. 50
44
yang terdiri atas pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
motivasi, kepercayaan, nilai-nilai, serta sikap. Karakteristik
individu sangat dipengaruhi oleh karakteristik organisasi
dan karakteristik pekerjaan.
D. Tinjauan Ekonomi Islam terhadap Etika kerja, dan
Kepemimpinan
1. Tinjauan Islam terhadap Etika Kerja dan
Kepemimpinan
Etika bersama agama berkaitan erat dengan
manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan
perilakunya. Islam meletakkan teks suci sebagai dasar
kebenaran, sedangkan filsafat barat meletakkan akal
sebagai dasar. Teori etika islam pasti bersumber dari dari
prinsip keagamaan. Teori etika yang bersumber keagamaan
tidak akan kehilangan substansi teorinya, karena teori etika
Imanuel Kant dibangun berdasarkan metafisika banyak
orientasi etika klasik dan modern bercorak keagamaan
45
tanpa kehilangan warna teorinya. Keimanan menentukan
perbuatan; keyakinan menentukan perilaku.15
Dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 35, Allah
SWT berfirman:
Artinya:
Dan Kami Berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah engkau
dan istrimu di dalam surge, dan makanlah dengan nikmat
(berbagai makanan) yang ada disana sesukamu. (tetapi)
janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk
orang-orang yang dzolim.16
Pemimpin dalam islam sering disebut juga dengan
kata Umara yang sering disebut juga dengan ulul amri yang
berarti orang yang mendapat amanah untuk mengurus
urusan orang lain. Selain umara pemimpin juga sering
disebut dengan khodimul ummah yang mempunyai arti
15
Faisal Badroen dkk, Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: Kencana,
2006). h. 36 16 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah,
(Surabaya: Duta Ilmu) h. 7
46
seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi
sebagai pelayan masyarakat. Seorang pemimpin perusahaan
harus berusaha berpikir cara-cara agar perusahaan yang
dipimpinnya maju, karyawan sejahtera, serta lingkungannya
menikmati kehadiran perusahaan tersebut. Bagi pemimpin
yang bersikap melayani, maka kekuasaan yang dipimpinnya
bukan sekedar kekuasaan yang bersifat formalistik karena
jabatannya, melainkan sebuah kekuasaan yang melahirkan
sebuah power.17
Kepemimpinan dalam Qur’an Surat Al-An’am
ayat 165, Allah SWT berfirman:
Artinya:
Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan
kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang
melarang orang berbuat jahat dan Kami timpakan kepada
17
Didin Hafiduddin Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah dalam
Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2003). h. 119
47
orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan
mereka selalu berbuat fasik.18
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
No Nama
Peneliti
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Syarif
Hidayatullah
(2012)
Pengaruh
Motivasi Kerja
terhadap
Kinerja
Karyawan
X: Motivasi Kerja
Y: Kinerja
Karyawan
Motivasi kerja
berpengaruh secara
signifikan terhadap
kinerja karyawan,
dengan nilai 2,849 >
2.069 pada Bank BJB
Syari’ah Cabang
Serang
2. Eka Diah
Yustina
Shofuroh
(2016)
Pengaruh
kepemimpinan
terhadap
produktivitas
kerja karyawan
X:Kepemimpinan
Y:Produktivitas
Kerja Karyawan
32,5% variabel
kepemimpinan
berpengaruh terhadap
produktivitas kerja
karyawan pada Divisi
Gudang PT. Kencana
Gemilang Tangerang
3. M. Nur
Ghufron
(2015)
Pengaruh Etika
Kerja Islam
dan
Kepemimpinan
terhadap
Kinerja
Karyawan
X1: Etika Kerja
Islam
X2:Kepemimpinan
Transformasional
Y: Kinerja
Pegawai
32,4% variabel kinerja
karyawan dapat
dijelaskan oleh
variabel etika kerja
islam dan
kepemimpinan
transformasional
18
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemah… h. 231