estetika batik pedesaan di bekonang sukoharjo

15
1 ESTETIKA BATIK PEDESAAN DI BEKONANG SUKOHARJO Amin Sulistiyowati Akademi Seni dan Desain Indonesia Surakarta Email : [email protected] ABSTRAK Batik mengalami perluasan daerah, keberadaan batik juga ditemukan di daerah Bekonang. Pola batik Bekonang terinspirasi dari lingkungan alam sebagai sumber ide pembuatannya. Inspirasi ide tersebut tampil dalam bentuk flora dan fauna. Terdapat beberapa unsur yang menjadi cirikhas pada batik Bekonang. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaan batik Bekonang, bagaimana jenis dan fungsi batik Bekonang, dan bagaimana batik Bekonang ditinjau dari estetika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan keberadan batik Bekonang, mengetahui jenis dan fungsinya, serta menganalisis batik Bekonang dari segi estetikanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan estetika Wilfried van Damme untuk menganalisa karya seni batik dengan karakter kedaerahanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, keberadaan batik Bekonang dipengaruhi oleh pola keraton. Pada awalnya pola batik Bekonang hanya berupa pola batik klasik keraton tetapi pada perkembangannya muncul pola batik petani. Kedua, batik Bekonang terbagi menjadi tiga jenis menurut periode perkembangan yaitu batik kreasi, batik gabungan, dan batik sugesti alam. Memiliki tiga jenis menurut tekniknya yaitu batik tulis Bekonang, batik cap/stempel Bekonang, dan batik kombinasi Bekonang. Dari hasil varian tersebut batik Bekonang dapat difungsikan sebagai bahan pembuat produk lain, seperti pelangkap busana pengantin dan asesoris. Ketiga, ditinjau dari estetika batik Bekonang terdapat pada visual, tekstur, dan aroma seperti malam. Kata kunci: batik, estetika, Bekonang.

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

ESTETIKA BATIK PEDESAAN DI BEKONANG

SUKOHARJO

Amin Sulistiyowati Akademi Seni dan Desain Indonesia Surakarta

Email : [email protected]

ABSTRAK

Batik mengalami perluasan daerah, keberadaan batik juga ditemukan di daerah

Bekonang. Pola batik Bekonang terinspirasi dari lingkungan alam sebagai

sumber ide pembuatannya. Inspirasi ide tersebut tampil dalam bentuk flora dan

fauna. Terdapat beberapa unsur yang menjadi cirikhas pada batik Bekonang.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaan batik

Bekonang, bagaimana jenis dan fungsi batik Bekonang, dan bagaimana batik

Bekonang ditinjau dari estetika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan

keberadan batik Bekonang, mengetahui jenis dan fungsinya, serta menganalisis

batik Bekonang dari segi estetikanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan

estetika Wilfried van Damme untuk menganalisa karya seni batik dengan karakter

kedaerahanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, keberadaan batik

Bekonang dipengaruhi oleh pola keraton. Pada awalnya pola batik Bekonang

hanya berupa pola batik klasik keraton tetapi pada perkembangannya muncul

pola batik petani. Kedua, batik Bekonang terbagi menjadi tiga jenis menurut

periode perkembangan yaitu batik kreasi, batik gabungan, dan batik sugesti alam.

Memiliki tiga jenis menurut tekniknya yaitu batik tulis Bekonang, batik

cap/stempel Bekonang, dan batik kombinasi Bekonang. Dari hasil varian tersebut

batik Bekonang dapat difungsikan sebagai bahan pembuat produk lain, seperti

pelangkap busana pengantin dan asesoris. Ketiga, ditinjau dari estetika batik

Bekonang terdapat pada visual, tekstur, dan aroma seperti malam.

Kata kunci: batik, estetika, Bekonang.

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

2

A. KEBERADAAN BATIK BEKONANG

Bekonang merupakan desa yang terletak di timur sungai Bengawan Solo yang memiliki sentra

industri gamelan, pembuatan genting, pembuatan CIU/ alkohol dan salah satu yang menarik

di Bekonang adalah industri batik.

Masyarakat Bekonang memiliki profesi sebagai petani yang memiliki keahlian lain berupa

membatik dengan menuangkan ide berupa pola dalam selembar kain batik, yaitu pola

pedesaan dan pola keraton serta mengkombinasikan. Pola kehidupan masyarakat yang

mengandalkan hasil dari pertanian ini mereka masih mampu mempertahankan keberadaan

batik Bekonang yang awalnya bisa membatik karena faktor keturunan. Masyarakat membatik

saat tidak bekerja di sawah, hasil batiknya tidak sehalus batik Keraton tetapi mereka mampu

membuat pola yang sama dan mampu menafsirkan. Penambahan–penambahan pola

bersumber dari para pembatik terinspirasi dengan lingkungan sekitar. Penambahan yang

dituangkan ini tidak lepas dari segi keindahan dimana para pengrajin tidak asal menempelkan

pola, tetapi mereka juga memikirkan komposisi untuk mencapai nikmat indah.

Pola pedesaan berupa pola yang terinspirasi dari lingkungan sekitar, berupa hewan-hewan

yang berada di sawah misalkan kupu-kupu, burung kecil, belalang, tanaman, jagung, daun-

daun yang merambat. Batik Bekonang memiliki kekhasan yang terlihat dari jenis betik, fungsi

batik, maupun sajian visualnya.

Karya-karya yang dihasilkan pada suatu daerah memiliki nilai khusus sebagai ciri khasnya.

Gerbrands menggunakan istilah etno-estetis sehingga penelitian ini masuk dalam nilai estetika

(Van Damme, 1991: 171). Etno-estetika1 memiliki tujuan membahas mengenai karya suatu

daerah dengan konteks sejarah, makna dan bentuk, para pengrajin/ pencipta individual yang

bersangkutan (Van Damme, 1991: 172). Estetika yang dimaksud adalah memasukkan bakat

dalam penyusunan disain yang tidak jauh dari unsur-unsur kedaerahan. Karya disain

kedaerahan dapat menunjukan bentuk khusus.

Fenomena kebudayaan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat Bekonang

sebagai kawasan industri batik menarik untuk diteliti karena wujud yang ditampilkan

merupakan karya kedaerahan. Batik dalam penelitian ini merupakan batik yang berada di

daerah Bekonang.

Dalam penelitian ini peneliti mendiskripsikan mengenai keberadaan batik Bekonang, jenis

dan fungsi batik Bekonang, dan batik Bekonang yang ditinjau dari estetikanya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi batik Bekonang diawali dari kemunculan,

kejayaan batik Bekonang dengan melewati beberapa proses hingga mengalami kemunduruan

serta batik Bekonang berjaya kembali. Kondisi tersebut berhubungan dengan masyrakat

1 Pada tahun 1967, Gerbrands menulis: “istilah ethno-estetika disarankan kepada saya pada

tahun 1959 oleh almarhum Melville J. Herskovits, kemudian Profesor Antropologi pada Universitas Northwestern, Evanston, III., setelah suatu pergantian surat-surat lebih dari satu periode beberapa tahun tentang bagaimana pendekatan yang mana merupakan jenis seni khusus biasanya disebut dengan “primitif” (Gerbrands 1967: 7 dalam Van Damme 1991:171).

Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

3

Bekonang. Penelitian ini mengkaji pola batik Bekonang serta fungsinya dalam masyarakat

desa Bekonang. Selain itu, penelitian ini menganalisis estetika yang digunakan dalam batik

Bekonang.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai batik

Bekonang, serta melalui penelitian ini keberadaan batik Bekonang bisa diakui oleh

masyarakat luas. meningkatkan derajat sosial masyarakat Bekonang dari sektor industri batik

sebagai penunjang kemajuaan perekonomian. Selain itu mampu memperkenalkan batik

Bekonang dengan citra prodaknya sehingga lebih dapat dikenal dipasar dalam lingkup yang

lebih luas.

Penelitian ini diawali dengan melakukan prariset sebelum melakukan riset sesuai proposal

penelitian. Prariset yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain meninjau lokasi yang akan

menjadi tempat penelitian, para pembatik yang masih aktif, melihat karya-karya batik yang

sudah siap dipasarkan. Prariset yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain

mengumpulkan karya batik Bekonang, mengumpulkan sumber-sumber pustaka yang

berkaitan dengan objek penelitian, melakukan wawancara dengan para pembatik dan

pengusaha batik serta para informan koperasi batik Sukowati yang berada di Desa Bekonang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan teori Wilfred Van Damme dalam “Some Notes on

Defining Aesthetics in the Antropological Literature” (1991) menyatakan bahwa konsep

estetika yang digunakan dalam pembuatan desain, kelokalan dari etnis dapat dilihat dari

aroma, rasa, tekstur, iklim. Bisa diartikan dalam mengkonsepsikan pola batik ini tidak lepas

dari wujud kebudayaan dan kondisi alam sekitar.

Batik Desa Bekonang yang diteliti menggunakan sample meliputi batik kreasi, batik

gabungan, dan batik sugesti alam. Wilayah Bekonang merupakan daerah yang strategis untuk

perindustrian batik. Masyarakat Bekonang rata-rata berprofesi sebagai petani sawah. Disela

profesinya tersebut, membatik merupakan alternatif selingan pekerjaan yang digeluti oleh

masyarakat Bekonang. Karya batik yang dihasilkan di Bekonang dari periode 1960-an hingga

1990-an terus mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut, tampak pada perubahan

penggunaan pola Keraton menjadi pola petani. Pola petani merupakan pola kreasi yang dibuat

oleh para pembatik Bekonang dengan alam sekitar sebagai sumber inspirasinya.

Pada tahun 1960-an, pola batik Bekonang masih mengadopsi pola batik Keraton. Tahun 1970-

an, Bekonang berhasil menggabungkan pola batik Keraton dan pola batik petani. Tahun 1980-

an, Bekonang masih menggunakan pola petani dengan penggunaan teknik baru yaitu granit.

Tahun 1990-an hingga sekarang batik Bekonang terus mengembangkan pola petani dengan

mengombinasikan warna dari alam dan sintetis. Dalam perkembangannya, batik Bekonang

juga mengalami masa pasang surut. Masa kemrosotan terjadi mulai periode 1960-an,

kemudian kembali Berjaya mulai periode 1970an.

Bekonang menjadi sentra batik sejak berdirinya Koperasi Sukowati pada tahun 1962 di

Kabupaten Sukoharjo. Berdirinya Koperasi Sukowati dipicu oleh perpecahan yang terjadi

pada Koperasi Batik Batari yang saat itu melayani kebutuhan batik di Karisedenan Surakarta.

Melalui koperasi tersebut, para pengrajin batik diberikan modal produksi berupa kain mori

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

4

dan malam. Dengan kompensasi, hasil dari batik yang diproduksi dipasarkan melalui koperasi

tersebut. Para pembatik di Bekonang masih di dominasi oleh kaum perempuan atau ibu-ibu

rumah tangga.

B. JENIS DAN FUNGSI BATIK DESA BEKONANG

Badan dari artikel harus tersusun dalam satu kolom. Dokumen ini dipersiapkan dalam

format yang harus digunakan oleh setiap penulis dalam artikelnya. Untuk menjaga mutu

penampilan jurnal, setiap artikel yang dikirim harus sesuai dengan spesifikasi berikut ini:

Batik daerah Bekonang menurut periode perkembangan dibagi menjadi tiga pola kreasi, pola

gabungan, dan pola sugesti alam. Pola kreasi merupakan pola yang masih mengacu pada

pakem keraton. Pola gabungan merupakan pola yang terdiri dari pola keraton sebagai alas dan

pola petanen sebagai selingan. Pola sugesti alam merupakan pola yang penggamabarannya

sesuai dengan ide dasar alam sekitar.

Menurut teknik dan proses pembuatannya, batik Bekonang terdiri dari tiga jenis, yaitu batik

tulis, batik cap, dan batik kombinasi. Batik tulis merupakan batik yang teknik pembuatannya

menggunakan canting manual. Batik cap merupakan batik yang dalam pembuatannya

menggunakan teknik cap atau stempel. Sedangkan, batik kombinasi merupakan batik yang

pembuatannya menggabungkan dua buah teknik, yaitu canting manual dan cap atau stempel.

Ketiga jenis batik Bekonang tersebut membutuhkan bahan yang sama, yaitu kain mori

bertekstur halus. Kain mori yang sering digunakan sebagai bahan pembuat batik Bekonang

adalah jenis kain mori primissima dan prima.

Alat yang digunakan untuk membuat batik Bekonang ada dua, yaitu canting dan cap atau

stempel. Canting merupakan alat yang digunakan dalam proses pembuatan batik tulis,

sedangkan cap atau stempel yang terbuat dari tembaga digunakan untuk memproduksi batik

dengan teknik cap. Hasil yang didapatkan dari kedua alat ini berbeda. Jika pada penggunaan

canting, didapatkan hasil batik yang tidak rapi, maka pada penggunaan cap, hasil batik yang

didapatkan lebih berpola rapi. Namun, dalam segi harga jual batik tulis lebih unggul dari pada

batik cap atau kombinasi. Di Bekonang, jenis batik masih didominasi oleh jenis batik tulis

dari pada batik cap atau kombinasi.

Gambar 1 Canting (Foto Amin, 2014)

Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

5

Pada tahun 1960-an, Batik Bekonang masih mengadopsi pola batik keraton. Pada tahun 1975-

an, batik Bekonang mulai menggunakan pola selingan. Setelah tahun 1980-an, batik

Bekonang menggunakan pola hewan dan tumbuhan. Sumber ide pembuatan pola batik

Bekonang adalah lingkungan alam sekitar Bekonang.

Batik Bekonang memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai busana, sebagai aksesoris, dan sebagai

pelengkapan dalam upacara. Sebagai busana, batik Bekonang terus mengalami

perkembangan. Batik Bekonang yang dulunya hanya dijadikan sebagai kain jarik, sekarang

telah berkembang sebagai busana sehari-hari. Batik Bekonang sebagai aksesoris, mulai

digunakan sekitar tahun 1990-an, yaitu penggunaan kain jarik sebagai scraf atau tas.

Gambar 3 Batik Bekonang (Dok. Batik Bekonang tahun1975-an dengan warna khas

Bekonang Koleksi “Timlo.net” , repro foto, 2014)

Gambar 2 Alat cap

(Download batikwarisanbudaya.blogspot.com, 10 Agustus 2014, 22:05)

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

6

C. ESTETIKA BATIK DESA BEKONANG

Estetika batik Bekonang dapat terlihat dari unsur visual, rabaan, aroma, dan naratif. Unsur

visual pada batik Bekonang terdiri dari motif, pola, warna, dan komposisi. Motif pada

batik Bekonang berupa hewan, tumbuhan, dan bangunan. Pola batik Bekonang berupa

pola geometris dan non geometris. Warna pada batik Bekonang yang tergolong pola

kreasi tahun 1960-an sampai 1970-an menggunakan warna sogan, hitam dan biru tua.

Sementara pada pola gabungan tahun 1980-an hingga 1990-an menggunakan warna

modern, seperti: merah, kuning, hijau, biru, ungu dan orange.

Penggunaan bahan mori primissima dan prima pada keempat periode ini, menghasilkan

unsur rabaan atau unsur tekstural halus. Unsur tekstural halus berasal dari adanya benang

pakan dan lungsi pada kain mori yang memiliki kerapatan tenunan tinggi. Unsur aroma

pada empat periode ini memiliki kesamaan, yaitu aroma dari malam yang merupakan

bahan perintang pada proses pembatikan.

Batik Bekonang pada pola kreasi tahun 1960-an masih mengacu pada batik keraton,

terdapat pola Sido Mukti, Kakrasana, Babon angrem, dan Ceplok Cakar. Unsur naratif

pada pola Sido Mukti menceritakan adanya ketenangan dan kemulyaan dalam hidup. Pola

Kakrasana menceritakan adanya kobaran semangat untuk menciptakan kehidupan damai

dan sejahtera. Pola Babon Angrem menceritakan tentang kesabaran. Ceplok Cakar

menceritakan tentang proses kehidupan.

Gambar 4 Aksesoris Tas Pola Batik Bekonang

(Koleksi Owen’s Joe, repro foto 2014)

Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

7

Gambar 6 Pola Kreasi

Pola Sido Mukti, Batik Bekonang tahun

1960-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013)

Bagan 1 Komposisi Pola Kreasi Pola Sido Mukti

Gambar 7 Pola Kreasi

Pola Semen Kakrasana, Batik Bekonang

tahun 1960-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013)

Bagan 2 Komposisi Pola Kreasi Pola Semen Kakrasana

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

8

Gambar 8 Pola Kreasi

Pola Babon Angrem, Batik Bekonang

tahun 1960-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013)

Bagan 3 Komposisi Pola Kreasi

Pola Babon Angrem

Gambar 9 Pola Kreasi

Pola Ceplok Cakar, Batik Bekonang

tahun 1960-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013)

Bagan 4 Komposisi Pola Kreasi Pola Babon Angrem

Pola batik gabungan tahun 1970-an merupakan gabungan pola keraton dan petani. Periode ini

terdapat pola kopi pecah dan buketan burung; kawung dan buketan burung;kreno dan buketan

burung; usus dan buketan burung. Pola kopi pecah dan buketan burung menceritakan adanya

kegembiraan atau keceriaan dalam kehidupan. Pola kawung dan buketan burung menceritakan

adanya kesedihan yang merupakan bagian dari kehidupan warna dan alur kehidupan. Pola

kirno dan buketan burung menceritakan adanya bagian dari kehidupan yang lebih baik. Pola

usus dan buketan menceritakan pola kehidupan masyarakat Bekonang.

104

Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

9

Gambar 10 Pola Gabungan

Pola Kopi Pecah dan buketan burung, Batik

Bekonang tahun 1970-an, koleksi “Adi

Busana”.

(Foto Amin, 2013).

Bagan 5 Komposisi Pola Gabungan

Pola Kopi Pecah dan Buketan Burung

Gambar 11 Pola Gabungan

Pola Kawung dan Buketan Burung, Batik

Bekonang tahun 1970-an

(Foto Amin, 2013).

Bagan 6 Komposisi Pola Gabungan

Pola Kawung dan Buketan Burung

Bagian

alas pola

Biji kopi

Ranting

Burung

Daun

Bagian alas

pola

kawung

Burung

Sulur

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

10

Gambar 12 Pola Gabungan

Pola Kirno dan Buketan Burung, Batik

Bekonang tahun 1970-an

(Foto Amin, 2013).

Bagan 7 Komposisi Pola Gabungan

Pola Kirno dan Buketan Burung

Gambar 13 Pola Gabungan

Pola Usus dan Buketan Burung, Batik

Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an,

koleksi “Adi Busana” (Foto Amin, 2013).

Bagan 8 Komposisi Pola Gabungan

Pola Usus dan Buketan Burung

Batik pola petanen atau sugesti alam tahun 1980-an hingga tahun 1990-an menggunakan pola

petani. Pola yang terdapat pada periode ini terdiri dari pola Kupu-kupu, pola Bunga, pola

Godong rambat dan kembang pete. Unsur naratif pada pola Kupu-kupu menceritakan adanya

kebebasan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan adanya saling keterbutuhan antar sesama

makhluk hidup. Pola Bunga menceritakan adanya kehidupan tanaman pada lingkungan

sekitar alam Bekonang. Pola Godong Rambat menceritakan adanya kehidupan tanaman yang

berada di sawah desa Bekonang. Pola kembang pete menceritakan kehgidupan yang subur di

desa Bekonang.

Bagian

alas

pola

burun

gKirn

o burung

Tanama

n sulur Bbur

ung

Bagian

alas usus

ayambur

ung

burungTan

aman sulur

Bburun

g

Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

11

Gambar 14 Pola Petanen/Sugesti Alam

Pola Kupu-kupu, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Supriyati”.

(Foto Amin, 2014)

Bagan 9 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam Pola Kupu-kupu

Gambar 15 Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Bunga, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013).

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

12

Bagan 10 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam Batik Bunga

Gambar 16 Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Godong Rambat, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Supriyati”.

(Foto Amin, 2014).

Bagan 11 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Godong Rambat

Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

13

Gambar 17 Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Kembang Pete, Batik Bekonang tahun 1980-an hingga 1990-an, koleksi “Adi Busana”.

(Foto Amin, 2013).

Bagan 12 Komposisi Pola Petanen/ Sugesti Alam

Pola Kembang Pete

D. SIMPULAN

Batik merupakan ungkapan rasa yang tergambar pada sehelai kain dengan menggunakan

perintang malam. Di daerah Bekonang memiliki sentra industri yang beragam, salah satunya

adalah batik. Batik Bekonang merupakan hasil karya masyarakat sekitar yang memanfaatkan

lingkungan sebagai sumber ide pembuatan batiknya. Alam Bekonang mampu menghasilkan

karya-karya batik dengan ciri khasnya, seperti pola petani yang visualnya berisi sulur sebagai

peniru bentuk tanaman sawah. Hal ini disebabkan karena Bekonang merupakan daerah agraris

yang masih banyak dijumpai sawah. Oleh sebab itu, sebagian besar mata pencaharian

masyarakatnya adalah sebagai seorang petani. Namun, keberadaan batik di Bekonang mampu

menyerap masyarakat sekitar untuk mau membatik di sela waktu senggangnya.

Karya yang dihasilkan di daerah Bekonang masih terpengaruh oleh batik keraton. Dalam

perkembangan batik Bekonang diketahui bahwa pada periode 1960-an polanya memiliki

kesamaan pola keraton. Kemudian, pada periode 1970-an pola batik Bekonang merupakan

gabungan dari pola petani dan pola batik keraton. Pada periode1980-an dan periode 1990-an

pola batik petani mengalami perkembangan sehingga menghasilkan pola-pola yang lebih

beragam.

Vol. 4 | No. 1 | Tahun 2017

14

Pola batik Bekonang pada prosesnya menggunakan kain mori berkualitas dengan tenunan

lungsi dan pakan rapat. Penggunaan pewarna kain mori batik Bekonang pada periode 1960-an

dan 1970-an di dominasi dengan penggunaan pewarna sintetis. Namun pada

perkembangannya di tahun 1980-an sampai 1990-an selain pewarna sintetis, juga banyak

menggunakan pewarna alam.

Batik daerah Bekonang menurut periode perkembangan dibagi menjadi tiga pola kreasi, pola

gabungan, dan pola sugesti alam. Pola kreasi merupakan pola yang masih mengacu pada

pakem keraton. Pola gabungan merupakan pola yang terdiri dari pola keraton sebagai alas dan

pola petanen sebagai selingan. Pola sugesti alam merupakan pola yang penggamabarannya

sesuai dengan ide dasar alam sekitar.

Batik Bekonang memiliki tiga varian menurut teknik pembuatannya, yaitu batik tulis

Bekonang, batik cap Bekonang, dan batik kombinasi Bekonang. Batik tulis Bekonang

merupakan batik yang menggunakan teknik manual lukis dengan menggunakan canting. Batik

cap Bekonang merupakan batik yang menggunakan teknik stempel/ cap. Sementara, batik

kombinasi Bekonang merupakan batik dengan gabungan teknik canting manual dan

cap/stempel. Hasil dari varian batik Bekonang tersebut dapat difungsikan sebagai bahan untuk

membuat berbagai macam barang kebutuhan, seperti: busana dan ragamnya, aksesoris untuk

wanita, dan kelengkapan upacara pernikahan.

Keindahan visual batik Bekonang terlihat pada penggunaan motif, pola, warna, dan

komposisi. Pola pada batik Bekonang berupa hewan, tumbuhan, dan bangunan. Pola batik

Bekonang berupa pola geometris dan non geometris. Warna pada batik Bekonang periode

1960-an sampai periode 1970-an menggunakan warna sogan, hitam dan biru tua. Sementara

pada periode 1980-an hingga 1990-an menggunakan warna modern, seperti: merah, kuning,

hijau, biru, ungu dan orange. Komposisi yang digunakan pada periode 1960-an adalah

simetris terpusat; periode 1970-an adalah asimetris; periode 1980-an dan 1990-an adalah

asimetris dan simetris.

Ditinjau dari estetika, Batik Bekonang memiliki sensasi keindahan yang terlihat pada visual,

tekstur dan aroma. Batik Bekonang memiliki tekstur kain mori yang halus dikarenakan

penggunaan jenis kain yang berkualitas, yaitu kain mori primissima. Kain tersebut memiliki

sifat dan karakter yang sesuai untuk dijadikan bahan baku pembuatan batik Bekonang. Kain

mori primissima memiliki daya resap pewarna yang kuat dan dalam proses pencantingan atau

pengecapannya tidak mengalami banyak kendala.

Keindahan lain batik Bekonang terlihat pada unsur aroma. Aroma yang ditimbulkan pada

batik Bekonang berasal dari malam. Malam merupakan bahan dasar utama pembuat batik

yang berasal dari gajih hewan, damar mata kucing (pohon damar), gondorukem, lilin paraffin,

malam tawon, gajih binatang.

Batik Bekonang memiliki unsur naratif pada masing-masing periode, diantaranya periode

1960-an, periode 1970-an, periode 1980-an dan periode 1990-an. Periode 1960-an

menceritakan mengenai ketanangan dan semangat untuk menciptakan kemulyaan hidup.

Periode 1970-an unsur naratif menceritakan mengenai alur kehidupan yaitu kebahagiaan dan

Amin Sulistiyowati Estetika Batik Pedesaan di Bekonang Sukoharjo

15

kesedihan. Periode 1980-an dan periode 1990-an unsur naratif menceritakan adanya

kehidupan tumbuhan dan hewan yang ada di alam desa Bekonang, serta menceritakan adanya

ketergantungan antar sesama makhluk hidup.

KEPUSTAKAAN

Beardsley, Monroe C dan Herbert M. Schueller, “Aesthetic Inquiry: essays on Art Criticsm and the Philosophy

of Art”, “The Use of Works Art”, 1967.

Dharsono, Budaya Nusantara: Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka terhadap Pohon Hayat pada Batik.

Bandung: Rekayasa Sains, 2007.

Dharsono dan Sunarmi, Estetika Seni Rupa Nusantara. Surakarta: ISI Press, 2007.

__________ dan Soedarmono, Estetika Seni Rupa Nusantara. Surakarta: ISI Press, 2007.

Djumena, Nian S., Ungkapan Seheali Batik: Djambatan, 1986.

__________, Batik Dan Mitra: Djambatan, 1990.

Doellah, Santosa, Batik: Pengaruh Jaman dan Lingkungannya. Surakarta: Danar Hadi, 2002.

Hamzuri, Batik Klasik. Jakarta : Djambatan, 1981.

Holloway, Immy. Basic Concepts Of Cualitative Research. Oxfoard: Blackwell, 1997.

Haryono, Timbul, Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam prespektif arkeologi seni, 2008.

Honggopuro, Kalinggo, K.R.T., Batik Sebagi Busana Dalam Tatanan DanTuntunan. Surakarta: Yayasan Peduli

keraton, 2002.

Holt, Claire, Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia. Terj. R.M. Soedarsono. Bandung: Art Line, 2000.

Irma, et.al., Kamus Mode Indonesia. Gramedia: Jakarta, 2011.

Jasper, J.E. dan M. Pringadi, Seni Kerajinan Pribumi Hindia Beland. III Seni Bathik, Dicetak dengan Ijin

Pemerintah dan Diedarkan di Gravenhage oleh De Boek dPan Kunstdrukkerij V/N Mouton & CO, 1916.

Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta : Djambatan, 1997.

________________. Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1974.

Samroni, Imam, et al. Daerah Istimewa Surakarta: Wacana Pembentukan Propinsi Daerah Istimewa Surakarta

Ditinjau Dari Prespektif Historis, Sosiologis, Filosofis Dan Yuridis. Yogyakarta: Pura pustaka. 2010.

Setiadi, Elly M.,et al., Ilmu Sosial Budaya. Jakarta: Kencana, 2013.

Susanto, Sewan S.K., Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, 1973.

Susanto, Mike, Diksi Rupa. Jogjakarta: Kanisius, 2002.

Daftar Jurnal

Van Damme, Wilfred, “Some Notes On Defining Aesthetics In The Antropological Literature” , 1991.

Narasumber

Adnan, Koesnaryatmo (47), Ketua Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554.

Banto, Ahmad (77), Pengrajin Batik. Tegalan, Sayangan, Kelurahan Wonorejo Polokarto.

Dharsono (66), Guru Besar Seni Rupa Institut Seni Indonesia Surakarta.

HS, Harsono (63), Sekretaris Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554.

Maymunah, Sri Rahayu (54), Pengusaha Batik Bekonang. Mayor Ahmadi no.111 Bekonang Kec. Mojolaban.

Sunarto (75), Bendahara Koperasi Batik Sukowati. Jl. Pemuda no.28 Solo 57554.

Supriyati (35), Pengrajin Batik. Dawung rt.03 rw.01 Ds. Godok, Kec. Polokarto.

Sukiyem (50), Pengrajin Batik. Tegalan, Sayangan, Kelurahan Wonorejo Polokarto.

DAFTAR SUMBER LAIN

batikwarisanbudaya.blogspot.com

rizqy_agung.com

owens joe rumah mode

timlo.net