essay uas rue-komen lintang
TRANSCRIPT
PROSPEK BOSNIA-HERZEGOVINA SEBAGAI ANGGOTA
BARU UNI EROPA
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Regionalisme Uni Eropa
Dosen Pengampu:
Dr. Siti Muti’ah Setiawati, M.A
Annisa Gita Srikandini, MA.
Oleh:
Ezka Amalia (09/283366/SP/23675)
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
PROSPEK BOSNIA-HERZEGOVINA SEBAGAI ANGGOTA
BARU UNI EROPA
Kebijakan perluasan dan penambahan anggota atau yang kita kenal sebagai
enlargement dalam tubuh Uni Eropa hingga saat ini masih berlangsung. Hal ini tidak
dapat dipungkiri mengingat Uni Eropa merupakan regionalisme yang paling
sempurna dibandingkan regionalisme yang lain karena telah memenuhi syarat-syarat
terbentuknya regionalism seperti liberalisasi perdagangan hingga full economic
integration sehingga banyak negara-negara tetangga Uni Eropa yang tertarik untuk
bergabung. Uni Eropa sendiri juga menargetkan negara-negara mana saja yang
menurut Uni Eropa berpotensi untuk masuk ke dalam Uni Eropa. Salah satunya
adalah Bosnia-Herzegovina.
Bosnia-Herzegovina merupakan salah satu negara yang terletak di wilayah
Balkan dan telah cukup lama menjalin hubungan dengan Uni Eropa jika kita
melihatnya dari awal mula keterlibatan Uni Eropa dalam upaya penyelesaian konflik
di negara pecahan Yugoslavia tersebut. Mulai terlibat dalam upaya penyelesaian
konflik Bosnia-Herzegovina sejak tahun 1991 atau awal mula konflik, hingga saat
inipun Uni Eropa masih hadir di negara yang merdeka tahun 1995 tersebut. Kehadiran
Uni Eropa di Bosnia-Herzegovina hingga saat ini kemudian memunculkan
pertanyaan, bagaimana sebenarnya pospek Bosnia-Herzegovina sebagai anggota Uni
Eropa pasca konflik yang melanda negara tersebut? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, dalam esai ini penulis akan membagi tulisan menjadi empat sub tulisan yaitu
pertama kondisi domestik Bosnia-Herzegovina, kedua proses eropanisasi Bosnia-
Herzegovina menuju Uni Eropa, ketiga prospek Bosnia-Herzegovina sebagai anggota
Uni Eropa dan terakhir kesimpulan. Menurut penulis, Bosnia-Herzegovina masih
harus menempuh jalan yang panjang untuk menjadi negara anggota baru Uni Eropa.
Hal ini dikarenakan masih belum stabilnya politik negara tersebut akibat kentalnya
etnonasionalisme.
Kondisi Domestik Bosnia-Herzegovina Pasca Konflik
Konflik antar etnis yang terjadi di Bosnia-Herzegovina dimulai ketika Kroasia
memerdekakan diri dari Slovenia dan parlemen Bosnia yang memutuskan untuk ikut
melepaskan diri dari federasi Yugoslavia. Etnis Serbia yang terhitung minoritas di
1
Bosnia-Herzegovina masih menginginkan untuk tetap bergabung dengan Yugoslavia.
Dengan sisa tentara sebanyak 60.000 di kawasan Bosnia, Serbia melakukan
pembersihan etnis untuk mempertahankan Bosnia di bawah kekuasaan Serbia.
Pembersihan etnis sendiri tidak hanya ditujukan pada muslim Bosnia, tetapi juga pada
etnis Kroasia yang masih ada di Bosnia. Konflik tersebut sendiri membuat kerusakan
yang parah terhadap infrastruktur dan perekonomian Bosnia-Herzegovina. Konflik
kemudian diakhiri dengan ditandatanganinya Dayton Agreement di Paris, Perancis
pada tanggal 14 Desember 1995. Isi dari perjanjian tersebut adalah:1
1. Bosnia dan Herzegovina serta Federasi Republik Yugoslavia – Kroasia (the
Republic of Croatia and the Federal Republic of Yugoslavia/FRY) saling
menghargai kedaulatan masing-masing;
2. Bosnia dan Herzegovina serta Federasi Republi Yugoslavia – Kroasia (FRY)
saling mengakui;
3. Memiliki komitmen, serta menghargai Hak Asasi Manusia (HAM); dan
4. Mengakui kewenangan Mahkamah Keamanan Amerika Serikat untuk
membangun perdamaian.
Pasca konflik antar etnis tersebut, Bosnia-Herzegovina mendapatkan statusnya
sebagai sebuah negara merdeka meskipun di bawah administrasi internasional.2
Administrasi internasional awalnya dilakukan oleh pihak NATO, namun kemudian
dilakukan oleh pasukan penjaga perdamian dari Uni Eropa pada tahun 2004 melalui
EUFOR guna membantu Bosnia-Herzegovina menciptakan stabilitas dalam negeri.
Namun sayangnya, hingga saat ini stabilitas belum dapat tercapai di Bosnia-
Herzegovina yang dibuktikan dengan masih tingginya nasionalisme etnis, terutama di
ranah politik yang kemudian mempengaruhi rakyat biasa. Masing-masing etnis
menginginkan untuk menjadi pemegang tampuk kekuasaan. Misalnya saja pihak
Republik Srpska yang merupakan wilayah otonomi yang menginginkan untuk
membentuk negara sendiri.3 Selain itu, saat ini rakyat Bosnia-Herzegovina semakin
1 University of Minnesota, Summary of the Dayton Peace Agreement on Bosnia-Herzegovina (online), <http://www1.umn.edu/humanrts/icty/dayton/daytonsum.html>, diakses 5 April 2012.
2 BBC, “Bosnia-Herzegovina Country Profile”, BBC News (online), 12 Januari 2012, <http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/country_profiles/1066886.stm>, diakses 22 Juni 2012.
3 C. Whitlock, “Old Troubles Threaten Again in Bosnia”, The Washington Post (online), 23 Agustus 2009, <http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/08/22/AR2009082202234_pf.html>, diakses 18 Juni 2012.
2
terpolarisasi dengan pindahnya etnis-etnis Serbia, Kroasia dan Muslim Bosnia ke
wilayah-wilayah dimana etnis mereka merupakan etnis mayoritas.
Jika kita melihat dari segi sistem politik dan pemerintahan, Bosnia-
Herzegovina menganut sistem demokrasi konsosiasional berdasarkan etnis. Sistem
yang diterapkan berdasarkan Dayton Agreement ini sangat kompleks. Dalam struktur
pemerintahannya, pemerintahan Bosnia terdiri dari negara federal, kesatuan, distrik
dan kanton. Jabatan presiden diberikan secara bergilir kepada setiap perwakilan etnis
yang ada di Bosnia-Herzegovina setiap delapan bulan sekali, dengan presiden pertama
yang menjabat adalah kandidat yang mendapatkan jumlah suara terbanyak. Pemilihan
umum (Pemilu) pertama setelah konflik antar etnis dilaksanakan pada 14 September
1996. Namun pemilu tersebut dinyatakan sebagai pemilu yang tidak bebas dan tidak
adil serta tidak memenuhi ketentuan yang ada di dalam Dayton Agreement.4
Pemilu diadakan lagi pada tanggal 12-13 September 1998. Pada pemilu tahun
tersebut pun tidak lepas dari permasalahan dan kritikan. Misalnya saja menurut
laporan yang dikeluarkan oleh Office for Democratic Institutions and Human Rights,
muncul permasalahan seperti desain surat suara yang membingungkan, tidak
terbukanya informasi terkait dana yang dikeluarkan oleh para kandidat, dan lain-lain.
Pemilu di Bosnia kembali digelar pada tahun 2002, 2006 dan 2010. Pada pemilu
tahun 2010, menurut OSCE/ODIHR pemil u tersebut dinilai demokratis, memenuhi
standar internasional serta menunjukkan perkembangan yang bagus di Bosnia-
Herzegovina. Namun, prospek pemilu dan perhatian media memanaskan kembali
tendensi partai politik dan pejabat pemerintah untuk terlibat dalam hal retorika
nasionalis berbasis etnis.
Selain itu, pada tahun 2009 negosiasi terkait reformasi konstitusional gagal
dilakukan. Apalagi pada saat itu dimungkinkan adanya propaganda media dan
dukungan terhadap etnonasional selama istirahat sementara dalam proses negosiasi
oleh para elit politik.5 Kemudian pada tahun 2010, Majelis Nasional Republik Srpska
secara unilateral mengadopsi hukum terkait properti yang berlaku hanya di negara
bagian tersebut. Hal ini merusak prospek bagi perjanjian properti milik negara yang
4 International Crisis Group, “Elections in Bosnia-Herzegovina”, International Crisis Group (online), 22 September 1996, <http://www.crisisgroup.org/en/regions/europe/balkans/bosnia-herzegovina/016-elections-in-bosnia-and-herzegovina.aspx>, diakses 22 Juni 2012.
5 V. Džihić, “Europeanization and new constitutional solutions - a way out of the vicious crisis cycle of crises in Bosnia and Herzegovina”, < http://www.cpi.hr/en-10665_bosnia_and_herzegovina_how_to_come_to_a_sustainable_solution.htm>, diakses 23 Juni 2012.
3
berkelanjutan. Pada saat yang sama, DPR gagal mengadopsi undang-undang
kependudukan dan sensus rumah tangga. Kemudian pada pertengahan tahun 2011,
Bosnia-Herzegovina gagal memenuhi persyaratan bagi ditutupnya Office of the High
Representative (OHR), termasuk dalam menyikapi isu kekayaan negara dan reformasi
konstitusional.
Kondisi Bosnia-Herzegovina pasca konflik juga dapat kita lihat melalui
perekonomiannya. Konflik yang terjadi semenjak Bosnia-Herzegovina
memerdekakan diri mengakibatkan perekonomian Bosnia-Herzegovina hancur. Pasca
konflik, jumlah penganggiran melebihi 40% dari keseluruhan jumlah penduduk.
Pendapatan negara merosot drastis dan banyak penduduk yang meninggalkan Bosnia-
Herzegovina. Sejumlah usaha sudah dilaksanakan untuk membangun kembali
perekonomian Bosnia-Herzegovina. Misalnya dalam bidang moneter, pada tahun
1997 diperkenalkan mata uang Bosnia-Herzegovina yaitu Konvertible Marka (BAM
atau KM) yang dihubungkan dengan euro dan hasilnya inflasi rendah serta menjadi
salah satu mata uang paling stabil di wilayah Eropa sebelah tenggara. Pengenalan
BAM sendiri juga tidak tanpa masalah. Misalnya saja masalah nama mata uang dan
desainnya sehingga OHR harus turun tangan untuk menyelesaikan kebuntuan
tersebut.6 Sektor perbankan pun berhasil direformasi dengan jumlah kepemilikan
asing sebanyak 85%. Selain itu, Bosnia-Herzegovina juga melakukan privatisasi
terhadap BUMN-BUMN. Namun sayangnya, privatisasi ini juga diikuti oleh praktik
korupsi.
Perbaikan ekonomi Bosnia-Herzegovina juga dibantu oleh sektor pariwisata
yang terus tumbuh dengan adanya destinasi pariwisata ski yang terkenal.
Pertumbuhan ekonomi di Bosnia-Herzegovina memang sempat menunjukkan
peningkatan yang ekspresif, namun dengan pendapatan absolut yang rendah karena
perekonomian yang masih lemah.7 Selain itu, privatisasi hingga saat ini dianggap
masih lamban. Pembuatan lapangan pekerjaan pun juga masih lamban yang
menyebabkan tidak adanya perubahan yang signifikan pada jumlah pengangguran.
6 M. A. Starr, “Monetary Policy in Post Conflict Countries: Restoring Credibility”, Department of Economic Working Paper Series, No. 2004-07, September 2004, <http://w.american.edu/cas/economics/repec/amu/workingpapers/2004-07.pdf>, diakses 23 Juni 2012, hal. 10.
7 K. Bayliss, “Post-conflict Privatization: A Review of Developments in Serbia and Bosnia-Herzegovina”, ESAU Working Paper 12, Agustus 2005, <http://kms1.isn.ethz.ch/serviceengine/Files/ISN/23291/ipublicationdocument_singledocument/0615f227-c419-4f45-a2c4-e47c31dc2674/en/esau_wp12.pdf>, diakses 23 Juni 2012, hal. 34.
4
Misalnya saja pada tahun 2009, banyak penduduk Bosnia Herzegovina yang
kehilangan pekerjaan mereka, sebanyak 500.000 pensiunan hidup hanya dengan
300KM setiap bulan dan tingkat pesimisme terhadap ekonomi negara tersebut naik
hingga angka 90%.8
Proses “Eropanisasi” Bosnia-Herzegovina Menuju Uni Eropa
Proses eropanisasi dilakukan oleh Uni Eropa untuk mempersiapkan Bosnia-
Herzegovina ke arah integrasi dengan Uni Eropa. Tindakan ini pun bukan tanpa
perhitungan untung dan rugi. Dengan melakukan eropanisasi berupa upaya
menciptakan negara Bosnia-Herzegovina yang stabil dan demokratis, Uni Eropa akan
mampu menerapkan dan memperlihatkan kekuatan normatif mereka. Kekuatan
normatif Uni Eropa tersebut merupakan salah satu dasar dari kebijakan luar negeri
Uni Eropa yaitu dengan mempromosikan nilai-nilai atau norma-norma yang tertulis di
dalam pasal dua dan tiga Treaty on European Union atau yang juga dikenal dengan
Perjanjian Maastricht yaitu demokrasi, penegakan hukum, HAM, penghormatan
terhadap martabat manusia, prinsip persamaan dan solidaritas, penghormatan terhadap
Piagam PBB dan hukum internasional, pembangunan yang berkelanjutan serta good
governance.9 Selain itu, dengan menciptakan stabilitas di Bosnia-Herzegovina, Uni
Eropa khususnya negara-negara anggota yang wilayahnya berdekatan dengan Bosnia-
Herzegovina akan lebih terjamin stabilitas serta keamanan mereka. Oleh karena itu,
tidak mengherankan hingga sekarang ini Uni Eropa masih melakukan upaya
eropanisasi demi mewujudkan Bosnia-Herzegovina yang stabil.
Kebijakan eropanisasi yang dilakukan oleh Uni Eropa pertama kali setelah
ditandatanganinya Dayton Agreement adalah menetapkan persyaratan politik dan
ekonomi untuk pembangunan hubungan bilateral negara-negara di wilayah Balkan
bagian barat atau Regional Approach pada tahun 1997. Pada tahun 1998, EU-BiH
Consultative Task Force dibentuk untuk proses pembangunan perdamaian dan
perlindungan terhadap penduduk sipil. Kemudian, pada tahun 1999, Uni Eropa
mengeluarkan Stability Pact for South-eastern Europe pada tahun 1999 yang
8 Džihić, “Europeanization and new constitutional solutions - a way out of the vicious crisis cycle of crises in Bosnia and Herzegovina”, diakses 23 Juni 2012.
9 A. Voh Boštic, “Analysing EU’s Civil Society Development in Bosnia and Herzegovina”, Journal on European Perspectives of the Western Balkans, vol. 3, no. 1 (4), April 2011, <http://www.europeanperspectives.si/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=45>, diakses 18 Juni 2012, hal. 93.
5
ditujukan untuk memperkuat perdamaian, demokrasi, HAM dan ekonomi di wilayah
Balkan.
Uni Eropa juga mengusulkan Stabilisation and Association Process (SAP)
yang ditujukan untuk menstabilkan negara-negara di wilayah Balkan dan mendorong
mereka untuk beralih ke sistem ekonomi pasar, mempromosikan kerjasama regional
dan kemungkinan untuk menjadi anggota UE. Kebijakan SAP sendiri baru diakui
sebagai kebijakan Uni Eropa kepada negara-negara Balkan pada tahun 2003. Selain
itu, program CARDS juga dikeluarkan oleh UE (Community Assistance for
Reconstruction, Development and Stabilisation)10 yang bertujuan untuk memberikan
bantuan teknik dan finansial kepada negara-negara Balkan, termasuk Bosnia-
Herzegovina, hingga negara-negara tersebut siap untuk menjadi anggota EU; dan lain-
lain. Pada tahun 2000, Dewan Eropa yang bertemu di Santa Maria da Feira pada
tanggal 19 dan 20 Juni memutuskan bahwa seluruh negara yang ada dalam SAP
merupakan kandidat potensial untuk menjadi negara anggota Uni Eropa.11
Keseluruhan program atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa tersebut
bertujuan untuk menciptakan kestabilan di Bosnia-Herzegovina.
Selain bantuan-bantuan ekonomi maupun yang berhubungan dengan
hal-hal berbau sipil, UE akhirnya juga menggunakan kekuatan militer sebagai bentuk
bantuan penanganan konflik di Bosnia. Pada Januari 2003, UE meluncurkan misi
polisi pertamanya di Bosnia yaitu European Union Police Mission (EUPM) yang
merupakan misi pertama dari European Security and Defence Policy (ESDP). EUPM
bertujuan untuk menciptakan layanan polisi yang berkelanjutan, profesional dan
multietnis yang beroperasi sesuai dengan standar Eropa dan internasional.12
Kemudian pada Desember 2004 UE meluncurkan operasi militer terbesarnya
yaitu EUFOR Althea yang bertujuan untuk menjaga stabilitas di Bosnia. Kedua misi
militer tersebut berada di bawah ESDP (European Security and Defense Policy) dan
bertujuan untuk meningkatkan pengaruh UE sehingga nantinya dapat
mempromosikan nilai-nilai yang dijunjung oleh UE. November 2005, negosiasi
10 Minsitry of Foreign and European Affairs Republic Croatia, CARDS (online), <http://www.mvep.hr/ei/default.asp?ru=615&sid=&akcija=&jezik=2>, diakses 3 April 2012.
11 I. G. Bărbulescu & M. Troncotă, “The Ambivalent Role of the EU in Western Balkans - “Limited Europenization” between Formal Promises and Practical Constraint. The Case of Bosnia-Herzegovina”, Romanian Journal of European Affairs, vol. 12, no. 1, Maret 2012, hal. 9.
12 Bărbulescu & Troncotă, “The Ambivalent Role of the EU in Western Balkans - “Limited Europenization” between Formal Promises and Practical Constraint. The Case of Bosnia-Herzegovina”, hal. 10.
6
Stabilisation and Association Agreement dilaksanakan di Sarajevo dan disusul pada
tahun 2006 pertemuan RPM (Reform Process Monitoring) serta diadakannya
pemilihan umum.13 Pemilu yang diharapkan mampu mengarahkan Bosnia-
Herzegovina ke arah reformasi pada kenyataannya tidak terbukti dengan kembalinya
prinsip etnisitas dalam politik.
Kemudian pada tahun 2007, didirikanlah OHR atau Office of the High
Representative untuk Bosnia dan juga ditandatanganinya perjanjian terkait fasilitasi
visa dan pendaftaran kembali. Selain itu, pada akhir tahun 2007, Bosnia mendapatkan
paket reformasi dari UE sebagai hasil dari SAA dan pada saat yang sama polisi di
Bosnia menghadapi krisis politik yang besar semenjak penandatangan Dayton
Agreement. Krisis yang dipicu oleh ketakutan etnis Serbia terhadap pembatasan veto
etnis akhirnya dapat diselesaikan setelah lagi-lagi UE terlibat dengan menyetujui
perubahan prosedural namun pada akhirnya memundurkan reformasi di Bosnia.14
Pada Februari 2008, aktifitas dan kompetensi SAP ditransfer ke Regional
Cooperation Council yang berada di bawah kepemilikan regional Balkan dan
memberikan insentif bagi regional tersebut untuk reformasi yang terkoordinasi.15
Selain itu, pada tahun 2008 juga diadakan pembicaraan terkait liberalisasi visa, serta
penandatanganan perjanjian pembiayaan untuk instrument pre-aksesi (IPA) dan
adanya kemitraan baru antara Uni Eropa dengan Bosnia-Herzegovina. IPA sendiri
ditujukan untuk membantu negara kandidat maupun kandidat potensial memenuhi
kriteria Copenhagen yang telah ditetapkan oleh Uni Eropa untuk menjadi anggota Uni
Eropa. Melalui status sebagai kandidat potensial, Bosnia diperbolehkan untuk
mendapatkan bantuan finansial dalam proyek di bawah dua komponen pertama IPA
yaitu Transition Assistance and Institution Building and Cross-Border Cooperation.16
Prioritas IPA bagi Bosnia sendiri diatur dalam European Partnership tahun 2008.
13 Bărbulescu & Troncotă, “The Ambivalent Role of the EU in Western Balkans - “Limited Europenization” between Formal Promises and Practical Constraint. The Case of Bosnia-Herzegovina”, hal. 11.
14 Bărbulescu & Troncotă, “The Ambivalent Role of the EU in Western Balkans - “Limited Europenization” between Formal Promises and Practical Constraint. The Case of Bosnia-Herzegovina”, hal. 12.
15 Bărbulescu & Troncotă, “The Ambivalent Role of the EU in Western Balkans - “Limited Europenization” between Formal Promises and Practical Constraint. The Case of Bosnia-Herzegovina”, hal. 12.
16 Bărbulescu & Troncotă, “The Ambivalent Role of the EU in Western Balkans - “Limited Europenization” between Formal Promises and Practical Constraint. The Case of Bosnia-Herzegovina”, hal. 13.
7
Setelah pada tahun 2009 Bosnia gagal menciptakan kemajuan bagi negaranya
terkait kegagalan dalam negosiasi reformasi konstitusi, pada tahun 2010, OHR di
bawah Valentin Inzko, Komisi Eropa mengadopsi sebuah proposal yang
memperbolehkan warga negara Bosnia bepergian ke negara-negara Schengen tanpa
visa. Meski dianggap sebagai hal yang sukses, tidak dapat dipungkiri kurangnya
koordinasi dan adaptasi yang koheren muncul dalam persyaratan UE.
Prospek Bosnia-Herzegovina sebagai Anggota Uni Eropa
Perluasan keanggotaan Uni Eropa sudah dimulai semenjak regionalisme
tersebut bernama European Coal and Steel Community dengan enam negara anggota
yaitu Jerman, Italia, Luxembourg, Belgia, Belanda dan Perancis. Terhitung Uni Eropa
telah melakukan perluasan keanggotaan hingga enam kali yaitu pada tahun 1973
(Denmark, Irlandia dan Inggris), tahun 1981 (Yunani), tahun 1986 (Spanyol), tahun
1995 (Austria, Finlandia dan Swedia), tahun 2004 (Ceko, Estonia, Hungaria, Latvia,
Lithuania, Malta, Polandia, Siprus, Slovakia dan Slovenia), serta tahun 2007
(Bulgaria dan Rumania). Perluasan keanggotaan tersebut membuat jumlah anggota
negara Uni Eropa hingga saat ini mencapai 27 negara. Uni Eropa kemudian juga
berencana untuk memperluas negara anggotanya hingga ke wilayah Balkan, salah
satunya adalah Bosnia-Herzegovina.
Untuk bergabung menjadi anggota Uni Eropa, Dewan Eropa pada Desember
1993 telah menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh negara-negara yang
menginginkan untuk menjadi anggota Uni Eropa. Persyaratan tersebut sering disebut
sebagai Copenhagen Criteria. Dalam Copenhagen Criteria, kandidat negara anggota
Uni Eropa diharuskan memiliki: a) institusi negara yang stabil yang menjamin
demokrasi, penegakan hukum, HAM dan penghormatan serta perlindungan terhadap
minoritas; b) ekonomi pasar yang berfungsi, serta kemampuan untuk mengatasi
tekanan dari persaingan dan kekuatan pasar yang ada di dalam Uni Eropa; dan c)
kemampuan memikul tanggung jawab sebagai anggota Uni Eropa, khususnya pada
tujuan politik, ekonomi dan moneter Uni Eropa.17 Lebih lanjut, negara yang menjadi
kandidat negara anggota Uni Eropa diharuskan menerapkan peraturan dan prosedur
Uni Eropa. Sedangkan untuk negara yang mendapat predikat kandidat potensial
17 European Commission, “Conditions for Enlargement”, 30 Januari 2012, <http://ec.europa.eu/enlargement/the-policy/conditions-for-enlargement/index_en.htm>, diakses 23 Juni 2012.
8
sebagai anggota baru Uni Eropa, negara tersebut harus mampu mengadopsi standar
yang ditetapkan oleh Uni Eropa dan beberapa persyaratan khusus lainnya.
Bosnia-Herzegovina sendiri merupakan kandidat potensial sebagai anggota
baru Uni Eropa. Status tersebut mengacu kepada keputusan Dewan Eropa yang
dikenal dengan Thessaloniki Agenda pada tahun 2003.18 Jika kita melihat upaya
eropanisasi yang dilakukan oleh Uni Eropa untuk Bosnia-Herzegovina, seharusnya
negara tersebut mendapatkan manfaat yang banyak dan mampu melaksanakan
reformasi sehingga nantinya meningkat statusnya menjadi negara kandidat. Namun,
pada kenyataannya jika kita melihat kondisi domestic Bosnia-Herzegovina sendiri,
upaya-upaya yang dilakukan oleh Uni Eropa tidak merubah keadaan Bosnia-
Herzegovina secara signifikan.
Jika kita melihat upaya yang dilakukan oleh Bosnia-Herzegovina demi
mendapatkan setidaknya status negara kandidat anggota Uni Eropa, Bosnia-
Herzegovina tidak akan membutuhkan waktu yang lama. Uni Eropa memperkirakan
bahwa Bosnia-Herzegovina setidaknya baru akan bergabung dengan Uni Eropa pada
tahun 2015. Saat ini, Bosnia-Herzegovina sendiri sudah berhasil memperlihatkan
perkembangan dari empat bidang yang diajukan oleh Uni Eropa sebagia persyaratan
agar program SAA dapat terlaksana. Empat bidang tersebut adalah pembaruan polisi,
kerjasama dengan pengadilan kejahatan perang internasional, pembaruan penyiaran
serta administrasi publik.19 Meskipun demikian, perubahan atau reformasi di Bosnia-
Herzegovina masih terhitung lamban.
Memang upaya Uni Eropa telah mengakhiri konflik antar etnis yang terjadi di
Bosnia-Herzegovina. Namun, hanya sebatas itu saja keberhasilan Uni Eropa. Dengan
masih kentalnya etnonasionalisme di Bosnia-Herzegovina, kestabilan politik tidak
mungkin tercapai. Pemilu yang sudah beberapa kali diadakan di negara pecahan
Yugoslavia tersebut tidak menjadi sebuah jaminan bagi stabilitas politik Bosnia-
Herzegovina. Hal ini dapat dibuktikan dengan seringnya pemimpin-pemimpin di
Bosnia yang mewakili etnis-etnis yang ada di negara tersebut sulit untuk menyamakan
pendapat, terutama terkait masa depan Bosnia-Herzegovina. Apalagi hingga saat ini
masih timbul perbedaan pendapat terkait reformasi konstitusional.
18 European Commission, “Bosnia-Herzegovina- Relations with the EU”, <http://ec.europa.eu/enlargement/potential-candidates/bosnia_and_herzegovina/relation/index_en.htm>, diakses 23 Juni 2012.
19 BBC News, “EU enlargement: The next eight”, 2 Maret 2012, < http://www.bbc.co.uk/news/world-europe-11283616>, diakses 23 Juni 2012.
9
Selain itu, dari pihak Uni Eropa sendiri mulai timbul “enlargement fatigue”
dari negara-negara anggota. Negara-negara anggota Uni Eropa yang berjumlah 27
negara tidak bersedia untuk memperluas keanggotaan Uni Eropa. Ditambah lagi saat
ini Uni Eropa sedang menghadapi krisis ekonomi dan permasalahan dalam
implementasi Lisbon Treaty. Dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa jalan
Bosnia-Herzegovina untuk menjadi anggota Uni Eropa masih jauh.
Kesimpulan
Keterlibatan Uni Eropa dalam penyelesaian konflik etnis serta pasca konflik di
Bosnia-Herzegovina tidak bisa dilepaskan dari kemungkinan perluasaan keanggotaan
Uni Eropa di wilayah Balkan. Apalagi jika kita melihat dari program-program yang
dikeluarkan oleh Uni Eropa dan ditujukan kepada negara-negara di Balkan,
khususnya Bosnia-Herzegovina. Sayangnya, program-program tersebut tidak diikuti
oleh perkembangan yang signifikan di Bosnia-Herzegovina. Masih kentalnya
etnonasionalisme, masifnya korupsi dan kejahatan terorganisir menjadi halangan bagi
reformasi dan stabilitas politik di Bosnia-Herzegovina. Hal ini tentunya menghambat
perjalanan Bosnia-Herzegovina untuk menjadi anggota Uni Eropa, atau setidaknya
meningkatkan status mereka menjadi negara kandidat.
10
DAFTAR PUSTAKA
Artikel Online
BBC, “Bosnia-Herzegovina Country Profile”, BBC News (online), 12 Januari 2012,
<http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/country_profiles/1066886.stm>, diakses 22
Juni 2012.
BBC News, “EU enlargement: The next eight”, 2 Maret 2012, <
http://www.bbc.co.uk/news/world-europe-11283616>, diakses 23 Juni 2012.
Džihić, V., “Europeanization and new constitutional solutions - a way out of the
vicious crisis cycle of crises in Bosnia and Herzegovina”,
<http://www.cpi.hr/en-
10665_bosnia_and_herzegovina_how_to_come_to_a_sustainable_solution.ht
m>, diakses 23 Juni 2012.
European Commission, “Bosnia-Herzegovina- Relations with the EU”,
<
http://ec.europa.eu/enlargement/potential-candidates/bosnia_and_herzegovina/
relation/index_en.htm>, diakses 23 Juni 2012.
European Commission, “Conditions for Enlargement”, 30 Januari 2012,
<http://ec.europa.eu/enlargement/the-policy/conditions-for-enlargement/
index_en.htm>, diakses 23 Juni 2012.
International Crisis Group, “Elections in Bosnia-Herzegovina”, International Crisis
Group (online), 22 September 1996,
<http://www.crisisgroup.org/en/regions/europe/balkans/bosnia-herzegovina/
016-elections-in-bosnia-and-herzegovina.aspx>, diakses 22 Juni 2012.
Minsitry of Foreign and European Affairs Republic Croatia, CARDS (online),
<http://www.mvep.hr/ei/default.asp?ru=615&sid=&akcija=&jezik=2>, diakses
3 April 2012.
University of Minnesota, Summary of the Dayton Peace Agreement on Bosnia-
Herzegovina (online),
<http://www1.umn.edu/humanrts/icty/dayton/daytonsum.html>, diakses 5 April
2012.
Whitlock, C., “Old Troubles Threaten Again in Bosnia”, The Washington Post
(online), 23 Agustus 2009,
<
11
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/08/22/AR200908
2202234_pf.html>, diakses 18 Juni 2012.
Artikel Jurnal
Bărbulescu, I.G., & Troncotă, M., “The Ambivalent Role of the EU in Western
Balkans - “Limited Europenization” between Formal Promises and Practical
Constraint. The Case of Bosnia-Herzegovina”, Romanian Journal of European
Affairs, vol. 12, no. 1, Maret 2012, hal. 1-34.
Voh Boštic, A., “Analysing EU’s Civil Society Development in Bosnia and
Herzegovina”, Journal on European Perspectives of the Western Balkans, vol.
3, no. 1 (4), April 2011, <http://www.europeanperspectives.si/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=45>, diakses 18 Juni 2012,
hal. 91-113.
Working Paper
Bayliss, K., “Post-conflict Privatization: A Review of Developments in Serbia and
Bosnia-Herzegovina”, ESAU Working Paper 12, Agustus 2005,
<
http://kms1.isn.ethz.ch/serviceengine/Files/ISN/23291/ipublicationdocument_si
ngledocument/0615f227-c419-4f45-a2c4-e47c31dc2674/en/esau_wp12.pdf>,
diakses 23 Juni 2012, hal. 1-112.
Starr, M.A., “Monetary Policy in Post Conflict Countries: Restoring Credibility”,
Department of Economic Working Paper Series, No. 2004-07, September 2004,
<http://w.american.edu/cas/economics/repec/amu/workingpapers/2004-07.pdf>,
diakses 23 Juni 2012, hal. 1-32.
12