essay nuklir dan penerimaan masyarakat

3
Fatmawati Nurcahyani Mahasiswi Teknokimia Nuklir STTN BATAN Yogyakarta Semester 6 NUKLIR di MATA INDONESIA PLTN mulai dikenalkan di Indonesia sejak tahun 1968 melalui seminar Cipayung atas prakarsa Dirjen Tenaga Listrik, Departemen PUTL bekerjasama dengan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Seminar berikutnya diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 19- 24 Januari 1970 yang melahirkan usulan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2-PLTN). Sejak saat itu, teknologi PLTN mulai mendapat perhatian serius oleh para ahli nuklir di Indonesia. Persiapan lebih serius dimulai setelah Presiden pada tanggal 11 Desember 1989, meresmikan labolatoria BATAN, LIPI dan BPPT dikawasan Puspitek Serpong, menginstruksikan agar dilakukan usaha persiapan sebaik-baiknya untuk membangun suatu PLTN di Indonesia. Seiring dengan rencana pemerintah membangun PLTN tersebut, di dalam masyarakat berkembang tanggapan-tanggapan yang bernada setuju dan tidak setuju atau paling tidak bertanya-tanya mengenai rencana tersebut. Munculnya penolakan terhadap pembangunan PLTN disebabkan karena bagi masyarakat awam, kata-kata nuklir mengandung rasa ngeri. Sebagian besar dari mereka hanya mengetahui bahwa nuklir itu sama dengan bom atom dan nuklir tidak aman, karena mereka mengetahui tentang nuklir dari tragedi Three Miles Island, Chernobyl dan Fukushima yang mengerikan. Pengetahuan mereka

Upload: fatmawati-maelyn-n

Post on 01-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Essay Nuklir Dan Penerimaan Masyarakat

Fatmawati Nurcahyani

Mahasiswi Teknokimia Nuklir STTN BATAN Yogyakarta

Semester 6

NUKLIR di MATA INDONESIA

PLTN mulai dikenalkan di Indonesia sejak tahun 1968 melalui seminar Cipayung

atas prakarsa Dirjen Tenaga Listrik, Departemen PUTL bekerjasama dengan Badan

Tenaga Atom Nasional (BATAN). Seminar berikutnya diselenggarakan di Yogyakarta pada

tanggal 19-24 Januari 1970 yang melahirkan usulan dibentuknya Komisi Persiapan

Pembangunan PLTN (KP2-PLTN). Sejak saat itu, teknologi PLTN mulai mendapat

perhatian serius oleh para ahli nuklir di Indonesia. Persiapan lebih serius dimulai setelah

Presiden pada tanggal 11 Desember 1989, meresmikan labolatoria BATAN, LIPI dan

BPPT dikawasan Puspitek Serpong, menginstruksikan agar dilakukan usaha persiapan

sebaik-baiknya untuk membangun suatu PLTN di Indonesia. Seiring dengan rencana

pemerintah membangun PLTN tersebut, di dalam masyarakat berkembang tanggapan-

tanggapan yang bernada setuju dan tidak setuju atau paling tidak bertanya-tanya

mengenai rencana tersebut.

Munculnya penolakan terhadap pembangunan PLTN disebabkan karena bagi

masyarakat awam, kata-kata nuklir mengandung rasa ngeri. Sebagian besar dari mereka

hanya mengetahui bahwa nuklir itu sama dengan bom atom dan nuklir tidak aman, karena

mereka mengetahui tentang nuklir dari tragedi Three Miles Island, Chernobyl dan

Fukushima yang mengerikan. Pengetahuan mereka tentang nuklir memang tidak salah,

tetapi masih banyak fakta menarik tentang nuklir yang belum mereka ketahui.

Kenyataannya bahwa radiasi itu sangat dekat dalam kehidupan kita sehari-hari seperti

radiasi dari sinar kosmis, gelombang electromagnetic yang dikirimkan ke hp, tv, dsb nya

bahkan radiasi itu berada dalam tubuh kita sendiri dalam bentuk karbon-14 maupun

kalium- 40, serta penjelasan mengenai pemanfaatan nuklir di bidang energi, Pertanian,

dan peternakan.

Ketidaktahuan masyarakat awam akan manfaat energi nuklir sering dimanfaaatkan

oknum – oknum tertentu untuk melancarkan aksi menolak pembangunan PLTN di

Indonesia guna mencapai tujuan tertentu.

Page 2: Essay Nuklir Dan Penerimaan Masyarakat

Secara garis besar, masyarakat yang kurang senang akan kehadiran PLTN dapat

digolongkan menjadi tiga kelompok, pertama adalah kelompok masyarakat awam, bagi

mereka nuklir menimbulkan rasa takut, karena kurang paham terhadap sifat-sifat atau

karakter nuklir itu. Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa budayawan, politikus,

tokoh keagamaan dan beberapa anggota masyarakat umum lainnya. Ke dua adalah

masyarakat yang sedikit pahamnya tentang nuklir. Mereka menyangsikan kemampuan

orang Indonesia dalam megoperasikan PLTN dengan aman, termasuk pengambilan

limbah radioaktif yang timbul dari pengoperasian PLTN itu. Termasuk dalam kelompok ini

adalah beberapa LSM dan kalangan akademis. Ke tiga adalah kelompok masyarakat yang

cukup paham tentang nuklir tetapi mereka menolak kehadiran PLTN. Karena mereka

melihat PLTN dari kacamata berbeda sehingga keluar argumen-argumen yang berbeda

pula. Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa pejabat dan mantan pejabat

pemerintah yang pernah berhubungan dengan masalah keenergian, kelistrikan dan

penukliran.

Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pihak yang setuju untuk

menyajikan yang benar dan objektif ditinjau dari sisi sosio-kultural, politik, ekonomi dan

lingkungan dengan porsi yang lebih besar sehingga dapat mengimbangi lantunan

teknisnya.