essay teori damai demokrasi

24
Sebelum penulis menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam pertanyaan soal UAS semester 6 mata kuliah Rezim Internasional, yaitu “Apakah menyebarkan demokrasi melalui paksaan (by force) dan/ atau intervensi (intervention) terhadap negara lain dapat dibenarkan?“, maka sebelumnya menurut penulis kita harus dapat memahami beberapa hal berikut, yaitu : Apa itu The Democratic Peace Theory ? Apakah ‘demokrasi’ suatu sistem sempurna ? Apa itu peperangan dan perdamaian ? Apakah tidak mungkin sesama penganut demokrasi berperang ? Apa ada pandangan lain sebagai penunjang perdamaian ? Setalah memahami poin-poin diatas baru kita menjawab rumusan masalah inti yang diajukan dengan menggunakan ‘pisau bedah’ analisa berdasarkan poin-poin-poin tersebut. Mudah untuk menjawab pertanyaan inti sebenarnya secara normatif, secara normatif tidak berhak suatu pihak manapun baik itu individu, kelompok, maupun negara dalam memaksakan pemahamannya atas suatu hal kepada pihak lain. Maka pertanyaan inti pun telah terjawab, jawabannya adalah tidak dapat dibenarkan pemaksaan suatu pengadopsian 1

Upload: ethutemy

Post on 24-Jun-2015

1.018 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Essay Teori Damai Demokrasi

Sebelum penulis menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam pertanyaan

soal UAS semester 6 mata kuliah Rezim Internasional, yaitu “Apakah menyebarkan

demokrasi melalui paksaan (by force) dan/ atau intervensi (intervention) terhadap

negara lain dapat dibenarkan?“, maka sebelumnya menurut penulis kita harus dapat

memahami beberapa hal berikut, yaitu :

Apa itu The Democratic Peace Theory ?

Apakah ‘demokrasi’ suatu sistem sempurna ?

Apa itu peperangan dan perdamaian ?

Apakah tidak mungkin sesama penganut demokrasi berperang ?

Apa ada pandangan lain sebagai penunjang perdamaian ?

Setalah memahami poin-poin diatas baru kita menjawab rumusan

masalah inti yang diajukan dengan menggunakan ‘pisau bedah’ analisa

berdasarkan poin-poin-poin tersebut.

Mudah untuk menjawab pertanyaan inti sebenarnya secara normatif, secara normatif

tidak berhak suatu pihak manapun baik itu individu, kelompok, maupun negara dalam

memaksakan pemahamannya atas suatu hal kepada pihak lain.

Maka pertanyaan inti pun telah terjawab, jawabannya adalah tidak dapat dibenarkan

pemaksaan suatu pengadopsian sistem demokrasi oleh suatu negara kepada negara lain

dengan alasan apapun, termasuk pengklaiman bahwa sistem demokrasi (liberal) adalah

sistem terbaik yang dapat menciptakan perdamaian.

Tapi tentu di dunia akademisi tidak semudah itu, untuk menjawab suatu

permasalahan dibutuhkan suatu teori untuk dapat ‘membunuh’ teori lain sehingga dapat

muncul suatu perspektiv baru yang dianggap secara subjektiv adalah yang terbaik.

Baik kita mulai pemaparan mengenai pemahaman secara teoritis dalam upaya

menjawab rumusan masalah yang diajukan.

1

Page 2: Essay Teori Damai Demokrasi

I. The Democratic Peace Theory ( Teori Demokrasi Damai)

I.1. Pengertian demokrasi 1

Sebelum mengetahui secara dalam mengenai The Democratic Peace Theory,

maka kita harus paham apa itu ‘demokrasi’ terlebih dahulu. Demokrasi pun

memiliki banyak tafsir berbeda antara suatu pihak dengan pihak lainnya, tetapi

menurut penulis demokrasi yang dimaksud dalam The Democratic Peace Theory

adalah demokrasi dalam perspektiv liberal. Berikut pengertiannya:

Demokrasi (liberal) adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan

suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan

warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga

kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan

dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada

dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga

jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling

mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga

pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan

kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang

menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat

(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan

legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau

oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang

diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum

legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Suatu negara akan dianggap benar-benar menerapkan sistem demokrasi jika

negara tersebut telah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, seperti dibawah

ini:2

1 Astarizon, “Demokrasi”, http://www.astarizon.org/wawasan/demokrasi.html2 Aim Abdulkarim, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang Demokratis, (Jakarta: PT Grafindo Media Pratama, 2006)

2

Page 3: Essay Teori Damai Demokrasi

Kedaulatan rakyat;

Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;

Kekuasaan mayoritas;

Hak-hak minoritas;

Jaminan hak asasi manusia;

Pemilihan yang bebas dan jujur;

Persamaan di depan hukum;

Proses hukum yang wajar;

Pembatasan pemerintah secara konstitusional;

Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;

Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

I.2. Memahami Teori Demokrasi Damai

Teori Demokrasi Damai (The Democratic Peace Theory) adalah suatu

teori atau pemahaman bahwa jika dibangunnya suatu sistem demokrasi dalam

suatu negara maka negara tersebut akan cenderung untuk menghindari perang

terkecuali untuk melakukan pertahanan diri. Pemahaman ini dicetuskan oleh

Immanuel Kant seorang filsuf Jerman pada sekitar tahun 1795.3

Ada dua alasan teoretik yang dapat menjelaskan mengapa negara

demokrasi tidak memerangi negara demokrasi lainnya. Dua alasan ini mengacu

pada penjelasan Zeev Maoz dan Bruce Russet (1993) tentang “ Penjelasan

Struktural dan Penjelasan Normatif ” :4

Penjelasan Struktural

Hal ini dikarenakan dalam suatu negara penganut sistem

demokratis maka prosedur pembuatan kebijakan memiliki hambatan

struktural (checks and balance). Hambatan seperti ini diyakini akan

mencegah negara demokrasi dalam memulai perang. Pada tingkat umum

penjelasan dari struktural menyatakan bahwa para elit di negara

3 Mtholyoke, “Immanuel Kant Perpetual Peace: A Philosophical Sketch”, http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/kant/kant1.htm4 Portalhi, “kritik terhadap teori perdamaian demokrasi”, http://portalhi.web.id/?p=124

3

Page 4: Essay Teori Damai Demokrasi

demokrasi dikendalikan oleh warga negara, sehingga upaya suatu negara

demokrasi untuk melakukan mobilisasi perang dapat dihambat.

Dalam negara demokrasi, badan legislatif adalah contoh lembaga

struktural yang dapat menghambat eksekutif ketika ingin memutuskan

perang. Dengan adanya hambatan tersebut, negara-negara demokrasi

dapat dicegah untuk memulai perang. Untuk itu ketika dua negara

demokrasi saling berkonfrontasi satu sama lain secara internasional,

mereka tidak akan mungkin terburu-buru untuk menjerumuskan

negaranya dalam perang karena pemimpin mereka akan memiliki lebih

banyak waktu untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai.

Sementara itu satu jenis penjelasan struktural lainnya menyatakan

bahwa proses berdemokrasi seperti kebebasan berbicara dari publik dapat

membuat negara-negara demokrasi terhindar dari hal-hal yang dapat

menimbulkan kesalahpahaman (missperception), karena publik tidak

akan menghendaki negaranya terjerumus dalam perang.

Penjelasan Normatif

Sebagaimana penjelasan struktural, penjelasan normatif juga

memiliki dua asumsi yang cukup penting. Penjelasan normatif pertama

dari perdamaian demokratik menyatakan bahwa norma-norma yang

dimiliki negara-negara demokrasi diyakini dapat mencegah perang di

antara mereka. Salah satu versi dari argumen ini menilai bahwa negara

liberal tidak akan memerangi negara liberal lainnya, karena hal itu dapat

melukai prinsip-prinsip pokok liberalisme.

Negara-negara liberal hanya akan memulai perang ketika ia

bermaksud memapankan tujuan-tujuan liberalnya seperti peningkatan

kebebasan individual di negara lain. Negara liberal tidak dapat

memapankan tujuan liberalnya apabila memerangi negara liberal lainnya.

Dengan kata lain, demokrasi tidak berperang satu sama lain

karena ideologi liberal tidak memberikan justifikasi bagi peperangan

antara negara demokrasi liberal.

4

Page 5: Essay Teori Damai Demokrasi

Sementara itu versi kedua dari penjelasan normatif menyatakan

bahwa demokrasi memiliki suatu norma yang diwujudkan dalam bentuk

resolusi damai atas konflik. Norma ini diterapkan antar dan dalam negara

demokrasi. Negara demokrasi seperti kita ketahui dapat menyelesaikan

konflik domestik mereka tanpa kekerasan, dan melalui skenario itulah

mereka dapat pula menyelesaikan perselisahan internasional mereka

secara damai.

II. Beberapa Kritik Terhadap Demokrasi

Setelah kita sedikit memahami mengenai Teori Demokrasi Damai, kita harus

mengetahui bahwa sistem atau ideologi ini tidaklah sempurna, berikut adalah beberapa

kekurangan yang menjadi kritik kaum anti-demokratik.

Plato : 5

o Plato mengkritik penerapan demokrasi pada masa Yunani Kuno, yaitu

kekalahan Athena dalam peperangan Peloponesia pada 404 SM antara

Athena dan Sparta. Menurutnya, kekalahan Athena tersebut akibat

ketidakmampuan sistem demokrasi untuk memenuhi kebutuhan rakyat di

bidang politik, moral, dan spiritual.

o Kematian guru tercinta Plato, yaitu Socrates, yaitu akibat rekayasa

hukuman pemerintahan demokrasi Athena. Kejadian traumatik tersebut

membuat Plato berkesimpulan bahwa sistem pemerintahan demokrasi

tidak baik karena dipenuhi kebobrokan (dekadensi) moral para penguasa

demokrasi Athena saat itu.

Thomas Hobbes (1588-1679), menurutnya rakyat tidak dapat dipercaya untuk

membuat keputusan tersendiri sebagaimana diterapkan dalam sistem demokrasi

karena rakyat cenderung mementingkan kepentingan mereka sendiri (selfishly

motivated). Watak alami rakyat adalah jahat dan tidak dapat dipercaya untuk

memerintah.6

5 Newsvine, “Plato's Criticisms of Democracy”, http://newsvine.com/_news/2008/02/16/1305759-platos-criticisms-of-democracy6 Anti-democracy,” Bioethics and Deliberative Democracy: Five Warnings from Hobbes”, http://www.anti-democracy.com/2010/02/article-bioethics-and-deliberative.html

5

Page 6: Essay Teori Damai Demokrasi

Carol Gould, menyatakan bahwa teori demokrasi (liberal) yang berdiri di atas

landasan prinsip individualisme liberal yang menjunjung kebebasan individu

tidak relevan lagi pada saat ini. Sebab prinsip seperti itu hanya akan

menciptakan manusia yang egois dan asosial, yang menguntamakan kepentingan

sendiri. Dengan demikian prinsip individualisme liberal memberikan

pembenaran terhadap ketimpang kehidupan sosial dan ekonomi dalam struktur

sosial masayarakat.7

Noreena Hertz, menurutnya praktik demokrasi telah dibajak oleh kekuatan

korporasi-korporasi internasional yang mampu mempengaruhi dan menaklukkan

negara-negara dengan kekuatan modalnya. Korporasi-korporasi tersebut tampil

menjadi kekuatan ekonomi yang jauh lebih berkuasa daripada pejabat negara

yang terpilih melalui pemilihan umum yang demokratis sekalipun. Korporasi-

korporasi yang sepak terjangnya melintasi pelbagai penjuru bumi tersebut

kerapkali memanipulasi dan menekan pemerintah dengan cara legal maupun

ilegal sekaligus. Para pemimpin politik pada zaman ini, meski dipilih melalui

pemilihan umum, cenderung melayani kepentingan korporasi multinasional

yang sejak empat dekade ini merupakan aktor ekonomi politik internasional

yang sangat penting disamping negara. Kondisi inilah yang menyebabkan

terancamanya demokrasi pada suatu negara sehingga terjadi the death of

democracy.8

III. Hakekat Sebuah Peperangan dan Perdamaian

Mengapa kita harus membicarakan peperangan? Hal ini dikarenakan bahwa Teori

Demokrasi Damai mengklaim dirinya merupakan teori yang dapat menciptakan

perdamaian abadi jika semua negara didunia mengadopsi sistem demokrasi.9 Karena itu

kita pahami definisi peperangan sebagai berikut.

Peperangan berdasarkan pengertian dari Kamus Oxford adalah, “A state of armed

conflict between different nations, states, or armed group”.10

7Journals Cambridge,” Globalizing Democracy and Human Rights Carol Gould”, http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=54531488 Racialicious, “Herts critical Democracy”, http://www.racialicious.com/2009/11/04/capitalism-isnt-a-love-story-noreena-hertz-the-new-world-order/9 Loc.Cit., Mtholyoke10 Askoxford, http://www.askoxford.com/concise_oed/warx?view=uk

6

Page 7: Essay Teori Damai Demokrasi

Dalam Bahasa Indonesia, “Suatu keadaan konflik bersenjata antara negara, bangsa,

atau kelompok bersenjata yang berbeda.”

Penulis menganggap pemahaman perang dalam konteks ini sesuai dengan

pemahaman Immanuel Kant karena beliau adalah seorang filsuf pada tahun 1795 yang

mana tentu peperangan pada zaman itu hanya dipahami dalam konteks ini, berbeda

dengan zaman sekarang yang memahami perang dalam konteks lebih luas.

Setelah kita memahami definisi perang tersebut, lalu kita harus memahami alasan

suatu pihak terlibat perang, ada beberapa alasan menurut penulis pribadi mengapa

perang dapat terjadi :

Perbedaan ideologi

Memperluas kekuasaan politik dan/ atau wilayah

Perbedaan kepentingan

Kebutuhan sumber daya

Selanjutnya kita pahami definisi dari ‘damai’ berdasarkan Kamus Oxford, damai

adalah,”freedom from disturbance; tranquillity or freedom from or the ending of war”.11

Dalam Bahasa Indonesia, ”bebas dari gangguan; ketenangan atau kebebasan dari

peperangan”.

Dengan kata lain Teori Damai Demokrasi haruslah bisa menciptakan kedamaian

dalam artian tidak adanya suatu peperangan dalam bentuk kontak senjata maupun dalam

hal luas misalnya seperti Perang Ekonomi pada konteks saat ini, serta dapat menjamin

manusia dari gangguan ketenangan dan kebebasan dari perang yang seperti kaum

pendukungnya katakan.

IV. ‘Peperangan’ Sesama Penganut Teori Demokrasi

Kita mengetahui bahwa satu-satunya negara yang menggembar-gemborkan

demokrasi (liberal) adalah Amerika Serikat. Karena itu kita jadikan negara ini suatu

patokan implementasi dari ide Teori Damai Demokrasi.

AS vs. Chili

11 Ibid.7

Page 8: Essay Teori Damai Demokrasi

Sulit untuk dapat mencerna implementasi nyata atas Teori Damai Demokratik

terlebih ketika pemerintah AS berniat menggulingkan seorang penguasa yang terpilih

secara demokratik Presiden Salvadro Allende di Chili, dan menempatkan pembunuh

yang kejam (Pinochet) seorang otoriter yang bersahabat dengan AS ditampuk

kekuasaan. Chili, yang meskipun pemilunya berlangsung secara demokratis, tetapi

mereka tidak dimasukkan sebagai negara demokratis dalam kategori ‘Teori Damai

Demokratik’, karena agaknya hal itu akan membuat sulit bagi Teori Damai Demokratik

untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana sebuah negara demokrasi seperti

pemerintah AS tidak mau mengakui mereka sebagai negara demokrasi.

Padahal, sejumlah studi menunjukkan bahwa pada tahun 1970, Chili tercatat sebagai

salah satu dari negara demokratis yang paling stabil dan awet di Amerika Latin.

Pemilihan pada tahun 1970 membawa Salvador Allende, kandidat yang didukung oleh

koalisi sayap kiri Popular Unity, ke tampuk kekuasaan. Kebijakan ekonominya

bertujuan untuk mereformasi redistribusi yang melawan kepentingan pribadi elit,

termasuk kepentingan ekonomi Amerika Serikat di Chili. Washington telah berupaya

mencegah terpilihnya Allende dengan mendukung kandidat-kandidat yang menjadi

rivalnya; pasca pemilihan Allende, Amerika Serikat terlibat secara aktif dalam

mendukung oposisi pada partai politik, militer Chili, dan lembaga lainnya. Konfrontasi

tersebut berpuncak pada kup militer yang dipimpin oleh Augusto Pinochet pada tahun

1973, yang memberikan jalan bagi lebih dari lima belas tahun kediktatoran militer

Cili.12

AS vs. Hamas

Kemenangan demokratik Hamas (Harakah al-Muqâwamah al-Islâmiyah) dalam

pemilu legislatif Palestina 25 Januari 2006, sedikit banyaknya telah mengubah peta dan

arus perpolitikan Palestina. Hamas menang telak dengan perolehan 57,6 % suara atau 80

kursi dari 120 kursi parlemen.13

Berbeda dengan rekan serumpunnya Fatah, tipikal Hamas dilihat terlalu ‘buas’

untuk diajak berunding apalagi bersahabat, sehingga ditakutkan akan menjadi batu

sandungan bagi kepentingan-kepentingan AS dan Israel di Timur Tengah.

12 Loc.cit., Portalhi13 Tempointeraktiv, “Hamas Menang Pemilu”, http://www.tempointeraktif.com/hg/luarnegeri/2006/01/26/brk,20060126-72998,id.html

8

Page 9: Essay Teori Damai Demokrasi

Sikap arogansi Israel dan AS terhadap kemenangan Hamas ini terlihat dari tindakan

embargo yang dilakukannya terhadap pemerintahan Hamas dan Palestina. Kalau Israel

memulainya dengan pemutusan hubungan komunikasi dengan pemerintah Hamas,

penutupan Jalur Gaza dan penetapan final perbatasan wilayah Israel, maka sekutunya

AS ikut serta melakukan embargo terhadap Palestina, baik politik, ekonomi, sosial dan

kesejahteraan.

AS juga dengan lantang mengajak sekutu negaranya untuk turut memboikot

Palestina (Hamas) seperti yang dilakukannya dan mengutus Condoleza Rice dan

beberapa pejabat tinggi gedung putih untuk mengadakan lawatan ke sejumlah negara

demi meyakinkan dunia bahwa Palestina tidak mungkin mencapai keadilan.14

Bahkan AS sangat mendukung Fatah (partai oposisi) untuk menggulingkan

pemerintahan sah Hamas. Konflik pun berlanjut dimana Hamas mendapat tekanan dari

dunia barat termasuk AS, Eropa, Israel, dan saudaranya sendiri Fatah. Dan sampai kini

pun konflik ini belum berakhir.

Inilah fakta yang sesungguhnya terjadi, karena AS dalam hubungan luar negerinya

hanya melihat negara lain sebagai ‘teman disaat dibutuhkan’ dan tidak pernah

mendasari hubungannya pada persamaan ideologi (demokrasi). Uniknya lagi, AS

pernah juga memasukkan negara-negara sahabat yang non-demokratik tetapi bisa

dipercaya seperti Mesir, Saudi Arabia, Pakistan, Singapura, Indonesia dimasa Presiden

Soeharto, Yugoslavia dimasa Presiden Tito, Portugal dimasa Presiden Salazar, Spanyol

dimasa Presiden Franco, Turki di bawah rezim militer, dan banyak negara Amerika

Latin sebelum ‘trend’ demokrasi dikumandangkan. Karena itu, meskipun pemerintahan

berdasarkan otokrasi, otoriter-diktator, rezim militer dan lainnya adalah negara yang

tidak demokratis, tetapi itu tidak berarti bahwa AS dapat dengan mudah melepaskan

mereka sebagai sekutu, dan itu juga tidak berarti bahwa demokrasi akan membuat

mereka lebih bisa dipercaya. Chili dan Hamas adalah salah satu bukti konkret.

V. Paradigma/ Teori Penunjang Perdamaian Disamping Democratic Peace

Theory

14 Ynetnews, “Rice: Hamas' power must come with responsibility

”, http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-3554094,00.html9

Page 10: Essay Teori Damai Demokrasi

Selama penulis menjalani perkuliahan kurang lebih 6 semester atau 3 tahun,

penulis melihat banyak paradigma atau sebuah pandangan mengenai suatu

penciptaan perdamaian yang memang memiliki perspektiv yang berbeda-beda, tapi

tetap pada tujuan yang sama yaitu menciptakan suatu perdamaian. Berikut adalah

dua paradigma atau pemahaman yang penulis telah dapatkan selama perkuliahan :

Realisme

Paradigma ini melihat bahwa dunia ini sebenarnya bersifat anarkis (tidak

ada kekuatan yang dapat mengendalikan semua negara), karena itu

dibutuhkan suatu penciptaan power (militer) agar suatu negara dapat

mempertahankan negaranya secara mandiri. Di dalam paradigma ini ada

sebuah teori yang bernama balance of power atau keseimbangan

kekuatan. Teori ini berpendapat bahwa suatu perdamaian akan tercipta

jika kekuatan negara-negara tersebut berimbang. Sebagai analogi, pada

saat ini Amerika Serikat (AS) dapat dikatakan suatu negara super power,

karena itu untuk mengimbangi kekuatannya maka dibutuhkan suatu

kekuatan tandingan agar AS tidak bertindak semenamena dalam

menyatakan perang terhadap negara lain, dan kekuatan tandingannya

adalah jika China dan Rusia bersatu misalnya. Karena adanya

keseimbangan kekuatan tersebut maka perang tidak akan terjadi dan

perdamaian tercipta.

Liberalis

Paradigma ini lahir akibat melihat adanya kehancuran teramat parah

pasca Perang Dunia I, baik dalam segi korban jiwa, material, dan

lainnya. Mereka berpendapat karena dunia ini anarkis karena itu

dibutuhkan suatu institusi yang bersifat internasional yang mempunyai

suatu hak memberikan punishment bagi negara yang menganggu

perdamaian dan ketentraman dunia. Mereka optimis institusi ini (yang

diakui hampir semua negara dunia, contoh LBB atau PBB) akan menjaga

kelanggengan perdamaian dunia tersebut. Didalam paradigma ini ada

sebuah teori bernama dependensi atau teori ketergantungan, karena

negara-negara tadi telah diikat dalam suatu institusi tentu mereka akan

10

Page 11: Essay Teori Damai Demokrasi

menjalin komunikasi dan interaksi antar sesamanya sehingga

menciptakan suatu ketergantungan. Karena ketergantungan ini mereka

akan berpikir berulang kali untuk berperang.

Sebenarnya masih banyak pradigma-paradigma maupun teori lain yang

mempunyai tujuan sama yaitu menciptakan perdamaian dunia, bukan hanya Teori

Damai Demokrasi saja.

VI. Menjawab Rumusan Masalah Inti

Kita telah melihat berbagai analisa dan suatu pemaparan teoritis diatas mengenai

Teori Damai Demokrasi dan hal-hal lain yang terkait. Penjabaran-penjabaran diatas kita

akan gunakan dalam ‘membedah’ untuk menjawab rumusan masalah inti yaitu “Apakah

menyebarkan demokrasi melalui paksaan (by force) dan/ atau intervensi (intervention)

terhadap negara lain dapat dibenarkan ?”.

Kita mengetahui klaim mengenai Teori Demokrasi Damai dan argumen

penopangnya yang mengatakan bahwa dengan sistem demokrasi yang diterapkan oleh

semua negara maka akan tercipta kedamaian abadi. Apakah atas dasar ini mereka bisa

memaksakan kehendak kepada negara lain untuk mengadopsinya melalui paksaan atau

intervensi? Tentu tidak. Anggapan bahwa demokrasi adalah suatu sistem yang akan

menciptakan perdamaian memiliki penilaian subjektivitas yang amat tinggi. Kita dapat

melihat banyak cara untuk menciptakan perdamaian seperti beberapa paradigma-teori

yang telah dijelaskan diatas. Karena itu setiap negara berhak untuk menentukan sistem

apakah yang terbaik untuk diterapkan kepada pemerintahannya sekaligus menciptakan

perdamaian bagi dunia.

Demokrasi hanyalah salah satu sistem yang mungkin dapat menciptakan suatu

perdamaian, tetapi bukan satu-satunya sistem yang dapat menciptakan perdamaian.

Terlebih kita dapat melihat bahwa demokrasi itu sendiri bukanlah suatu sistem yang

sempurna tetapi juga memiliki banyak kekurangan, seperti yang telah dijelaskan diatas.

Selain itu demokrasi tidak menyentuh semua akar persoalan dari hakekat

peperangan itu sendiri, penulis telah menjelaskan penyebab peperangan diatas. Memang

salah satunya adalah perbedaan ideologi, tapi jika kita berandai-andai semua negara

menerapkan demokrasi, lalu apa benar tidak akan terjadi peperangan? Belum tentu.

11

Page 12: Essay Teori Damai Demokrasi

Karena alasan penyebab peperangan pun ada lagi selain perbedaan ideologi, seperti

perbedaan kepentingan, kebutuhan sumber daya, dan lainnya.

Karena itu demokrasi tidak bisa menjadi jaminan akan terjadinya perdamaian karena

banyak hal lain yang menjadi alasan untuk berperang disamping ideologi, maka dari itu

untuk apa memaksa negara lain untuk mengadopsi sistem yang tidak ada jaminan penuh

menciptakan perdamaian?.

Dalam penerapannya pun ini jauh dari teori, kita lihat negara Amerika Serikat (AS)

yang merupakan ‘dedengkot’-nya demokrasi (liberal) pada kenyataanya menyerang

negara lain yang juga mengadopsi sistem demokrasi. AS menggulingkan pemerintahan

sah Chili khususnya Presiden Allende yang terpilih melalui mekanisme demokratis,

melalui tangan seorang diktator Pinochet dalam sebuah kudeta.

AS juga berusaha menggulingkan pemerintahan parlemen terpilih sah secara

demokratis di Palestina (Hamas) melalui banyak cara, seperti mengembargo secara

ekonomi, sosial, kesejahteraan dan mengajak seluruh sekutunya untuk melakukan hal

yang sama, mempropagandakan bahwa Hamas tidak akan bisa memimpin Palestina,

hingga mengecap partai ini sebagai gerakan terroris.

Hal ini terbukti bahwa pada kenyataannya sesama penganut demokrasi saja masih

tetap saling menyerang. Lucunya AS malahan berteman baik dengan negara yang

notabene bukan penganut demokrasi seperti yang telah dijelaskan diatas. Walaupun

perang tersebut bukan dalam konteks kontak senjata secara langsung, tapi tetap saja

teori ini gagal dalam menjelaskan fenomena ini. Ini membuktikan perdamaian bukan

hanya tercipta melalui suatu sistem pemerintahan saja.

Kalau kita melihat hal tersebut (penyerangan AS) sepertinya teori ini malah berbalik

menjelaskan bahwa Teori Damai Demokrasi hanyalah suatu alasan bagi suatu negara

untuk menyerang negara lain yang sebenarnya tujuan utamanya adalah kepentingan

negara (national interest) tetapi dibungkus rapih dengan ‘tujuan perdamaian’.

Jika kita melihat paradigma atau teori lain yang juga memiliki tujuan menciptakan

perdamaian seperti realis-balance of power dan liberal-dependency, dan pandangan-

pandangan lainnya, maka kita melihat teori tersebut jarang yang berkutat pada sistem

12

Page 13: Essay Teori Damai Demokrasi

pemerintahan. Kebanyakan berkutat pada power, yang penafsiran power saat ini pun

bermacam-macam.

Selain itu jika ada negara yang tetap memaksakan Teori Damai Demokrasi ini

kepada negara lain bukankah akan menghina kedaulatan negara tersebut, apakah ada

negara yang kedaulatannya ingin di hina seperti itu. Terlebih jika pemaksaan atau

intervensi tersebut dilakukan melalui peperangan, maka hal lucu pun akan terjadi

dimana pihak yang memaksakan teori yang katanya ‘menciptakan perdamaian’ tetapi

dengan jalan ‘menciptakan peperangan’, lalu jika hal ini terjadi siapa yang akan percaya

kebenaran teori ini? Hal ini terjadi ketika AS menginvasi Irak atas dasar pembebasan

rakyat Irak atas kediktatoran Saddam Husein dan mengenalkan demokrasinya, yang

ternyata belakangan ketahuan bahwa motif invasi tersebut adalah kandungan minyak di

Irak. Parahnya AS banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam operasi

militernya tersebut.

Kesimpulannya, dengan alasan apapun tidak dapat dibenarkan suatu negara

memaksakan atau intervensi terhadap negara lain agar menerapkan sistem demokrasi,

dikarenakan banyak hal seperti ketidakmampuan demokrasi menciptakan perdamaian

itu sendiri, ketidak sempurnaan demokrasi, penghinaan atas kedaulatan negara lain,

ketidakbenaran pemaksaan atau intervensi dalam bentuk apapun apalagi perang yang

identik dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia, ketidakpercayaan pihak lain terhadap

demokrasi, dan kebebasan setiap negara di dunia dalam menentukan sistem

pemerintahan yang terbaik bagi mereka.

Format Penulisan

Tipe tulisan : Times New Roman

Ukuran : 12

Spasi : 1,5

13

Page 14: Essay Teori Damai Demokrasi

Margin : kiri-kanan 3,5 cm

Jumlah kata dalam pembahasan : 3017

Tipe footnote : Chicago style

Daftar Pustaka

Buku

Abdulkarim, Aim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang Demokratis, Jakarta: PT Grafindo Media Pratama.

Website/ situs

Anti-democracy,” Bioethics and Deliberative Democracy: Five Warnings from

14

Page 15: Essay Teori Damai Demokrasi

Hobbes”, http://www.anti-democracy.com/2010/02/article-bioethics-and-deliberative.html, (diakses tgl. 14 Juni 2010, pkl. 13.10 wib)

Astarizon, “Demokrasi”, http://www.astarizon.org/wawasan/demokrasi.html, (diakses tgl. 13 Juni 2010, pkl. 08.25 wib)

Askoxford, http://www.askoxford.com/concise_oed/warx?view=uk, (diakses tgl. 14 Juni 2010, pkl. 14.20 wib)

Journals Cambridge,” Globalizing Democracy and Human Rights Carol Gould”, http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=5453148, (diakses tgl. 14 Juni 2010, pkl. 12.20 wib)

Mtholyoke, “Immanuel Kant Perpetual Peace: A Philosophical Sketch”, http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/kant/kant1.htm, (diakses tgl. 13 Juni 2010, pkl. 09.15 wib)

Newsvine, “Plato's Criticisms of Democracy”, http://newsvine.com/_news/2008/02/16/1305759-platos-criticisms-of-democracy, (diakses tgl. 14 Juni 2010, pkl. 12.45 wib)

Portalhi, “Kritik Terhadap Teori Perdamaian Demokrasi”, http://portalhi.web.id/?p=124, (diakses tgl. 13 Juni 2010, pkl. 10.20 wib)

Racialicious, “Herts Critical Democracy”, http://www.racialicious.com/2009/11/04/capitalism-isnt-a-love-story-noreena-hertz-the-new-world-order/, (diakses tgl. 14 Juni 2010, pkl. 10.15 wib)

Tempointeraktiv, “Hamas Menang Pemilu”, http://www.tempointeraktif.com/hg/luarnegeri/2006/01/26/brk,20060126-72998,id.html, (diakses tgl. 14 Juni 2010, pkl. 14.30 wib)

Ynetnews, “Rice: Hamas' power must come with responsibility”, http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-3554094,00.html, (diakses tgl. 14 Juni 2010, pkl. 14.30 wib)

15

Page 16: Essay Teori Damai Demokrasi

16