esai_ind

7
Tugas Bahasa Indonesia Menulis Esai Disusun oleh : Stefanus Erdana Putra (25/XII IA-2) Pengampu : Dra. Susini SMAN 3 SURAKARTA JALAN PROF. W.Z. JOHANNES NOMOR 58 (0271) 648681 Tahun Pelajaran 2012/ 2013

Upload: seputra30

Post on 04-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gt

TRANSCRIPT

Page 1: esai_ind

Tugas Bahasa IndonesiaMenulis Esai

Disusun oleh :Stefanus Erdana Putra (25/XII IA-2)

Pengampu : Dra. Susini

SMAN 3 SURAKARTAJALAN PROF. W.Z. JOHANNES NOMOR 58

(0271) 648681

Tahun Pelajaran 2012/ 2013

Rokok Murah, Bikin Mati Lebih Cepat

Belakangan ini, jumlah perokok di Indonesia semakin bertambah. Hal ini disebabkan

kurangnya sosialisasi bahaya merokok yang terdapat pada bungkus rokok dan harga rokok yang

Page 2: esai_ind

amat murah di pasaran. Karena rokok menimbulkan ketagihan, dapat dikatakan bahwa rokok

adalah narkoba termurah yang dapat dijual bebas. Dengan selembar uang Rp 1.000,00 seseorang

telah mampu mendapatkan sebatang rokok yang mengandung 4.000 zat kimia. Kenikmatan

tersembunyi dan bersyarat yang didapatkan perokok inilah yang mendorong peningkatan jumlah

perokok di Indonesia, baik perokok aktif maupun pasif.

Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey yang baru saja diluncurkan pada tahun 2012,

Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara dengan jumlah perokok aktif terbesar setelah

Cina. Sebanyak 67,7% pria dewasa di Indonesia adalah perokok. Di samping itu, berdasarkan

data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dilakukan oleh BPS (Badan Pusat Statistik)

pada tahun 2009 dan 2012 diperoleh kenaikan pada jumlah perokok baik dewasa maupun anak-

anak di Indonesia. Kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada perokok perempuan (baik dewasa

ataupun remaja) serta anak-anak. Pada tahun 2009 jumlah perokok perempuan dewasa di

Indonesia adalah 1,3 % yang kemudian pada tahun 2012 angka tersebut naik menjadi 4,5 % (naik

3,5 kali lipat). Sementara itu, untuk perempuan remaja (usia 15-19 tahun) pada tahun 2009

tercatat sebanyak 0,2 % dan naik menjadi 1,9 % pada tahun 2012 (naik 9,5 kali lipat). Untuk

perokok anak-anak (usia 5-9 tahun) sendiri, pada tahun 2009 tercatat sebesar 0,4 % dan naik

menjadi 1,8 % pada tahun 2012 (naik lebih dari 4 kali lipat). BPS juga mencatat bahwa konsumsi

rokok di Indonesia selama tahun 2012 telah mencapai 270 miliar batang. Data – data yang cukup

mengejutkan muncul pula dari peningkatan jumlah penderita penyakit jantung dan paru di

Indonesia. Jumlah penderita penyakit jantung dan paru – paru di Indonesia tercatat telah

meningkat drastis hingga sebesar 85% antara tahun 1985 hingga 2000. Sementara itu, Kepala

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,

dr. Toni M. Aprami Sp.PD., Sp.JP., juga menyebutkan bahwa 82% penderita penyakit jantung

adalah perokok. Sungguh suatu fakta yang begitu mencengangkan bagi kita.

Lantas, bagaimana cara mengurangi jumlah perokok di Indonesia? Bagaimana keterkaitan

antara jumlah perokok dan penderita penyakit jantung dan paru – paru? Mengapa pemerintah

Indonesia harus menaikkan harga rokok? Tulisan – tulisan di bawah ini akan menjelaskan

permasalahan – permasalahan tersebut.

Secara tidak sadar, masyarakat Indonesia telah menurunkan standar kesehatan mereka

dengan menghisap rokok. Perokok aktif yang menghisap lima hingga sepuluh batang rokok

dalam sehari memiliki 95% kemungkinan terkena kanker paru–paru dan mulut. Di samping itu, ia

Page 3: esai_ind

juga beresiko mengalami impotensi, serangan jantung, dan mandul. Apalagi jika perokok aktif

tersebut adalah seorang ibu yang sedang hamil. Ia sudah menyebabkan bayi yang dikandungnya

mengalami keterbelakangan mental. Orang yang merokok juga merugikan orang lain di

sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Berdasarkan penelitian WHO selama 20 tahun

terakhir, perokok pasif sangat mungkin terkena penyakit kardiovaskuler dan jantung.

Kemungkinan tersebut adalah sebesar 3 kali kemungkinan perokok aktif terserang penyakit itu.

Sayang, kesadaran masyarakat akan hal ini masih sangat rendah. Dengan demikian, jika jumlah

perokok bertambah, penderita penyakit jantung dan paru – paru juga akan bertambah besar.

Di samping dampak pada bidang kesehatan, jumlah perokok yang bertambah juga

menurunkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Banyak orang yang sudah kecanduan

merokok rela menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk membeli rokok. Tindakan ini

menyebabkan mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari mereka. Padahal, orang

yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya adalah orang yang menjadi beban ketergantungan

negara.

Berbagai upaya pengendalian jumlah perokok di Indonesia yang dikenal sebagai smoking

cessation program seharusnya sudah mulai dilakukan oleh pemerintah. Beberapa alternatif cara

menurunkan jumlah perokok yang dapat dilakukan oleh pemerintah misalnya: mencantumkan

gambar-gambar kanker dan kelainan janin pada bungkus rokok dengan segera, mengiklankan

rokok sebisa rnungkin dengan rnenghindari adanya unsur entertainment, meningkatkan alokasi

cukai tembakau untuk dana iklan layanan kesehatan anti rokok, menaikkan harga rokok,

menambahkan peringatan bergambar pada bungkus rokok, dan sebagainya. Jumlah perokok juga

dapat dikurangi dengan beberapa tindakan tegas seperti kewajiban menandatangani surat

informed consent bagi warga negara yang ingin membeli rokok. Informed consent pada warga

yang ingin merokok intinya berisi pernyataan – pernyataan perihal pemahaman tentang semua

akibat yang ditimbulkan oleh rokok, jaminan ketersediaan sandang, pangan, papan, serta

pendidikan keluarga yang tidak terpengaruhi oleh pembelian rokok, serta kesiapan menghadapi

semua penyakit dan kerugian material akibat rokok. Langkah ini sudah dijalankan oleh

pemerintah Singapura dan memberikan hasil yang cukup memuaskan pada penurunan jumlah

perokok di negara tersebut.

Dalam PP Nomor 109/2012, pemerintah memang telah mengatur bahwa setiap pabrik

rokok di Indonesia harus mencantumkan peringatan bahaya merokok di setiap bungkus rokok dan

Page 4: esai_ind

iklan rokok mereka. Akan tetapi, sejauh ini peringatan bahaya merokok yang ada hanyalah

berukuran amat kecil dan cenderung tidak dipedulikan orang. Orang justru menjadi lebih tertarik

membeli rokok karena kemasannya yang menarik. Padahal, rokok yang sering dijuluki sebagai

“Tuhan sembilan cm” itu menyimpan begitu banyak bahaya bagi kesehatan, perekonomian

pribadi, bahkan perekonomian nasional. Sayangnya, masyarakat yang sudah mengetahui bahaya

ini cenderung mengabaikannya. Sementara yang belum tahu akan menjadi buta sama sekali

karena kurangnya informasi dan sosialisasi. Itulah sebabnya peningkatan harga rokok, penulisan

bahaya merokok dalam ukuran yang lebih besar, dan sosialisasi gambar-gambar bahaya merokok

perlu segera diadakan secara terpadu oleh pemerintah Indonesia, sehingga jumlah kerugian akibat

rokok dapat dikurangi.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan yang cukup erat

antara rendahnya harga rokok di Indonesia maupun kurangnya peringatan bahaya merokok yang

termuat pada bungkus rokok dengan kenaikan jumlah perokok serta penderita penyakit paru –

paru dan jantung di Indonesia antara tahun 2009 hingga 2012. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja

sama banyak pihak untuk dapat menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Pada tingkat makro,

legislasi berupa peraturan yang mempunyai kekuatan mengikat akan dapat menjadi pondasi bagi

upaya pengendalian bahaya merokok. Untuk itu, diperlukan lobi dan upaya yang kuat, khususnya

dari sektor kesehatan maupun indutri rokok. Selain itu, pada tingkat mikro, berbagai upaya dalam

bentuk smoking cessation program harus terus digalakkan agar dapat diciptakan model intervensi

yang dapat diterapkan pada berbagai situasi dan kondisi.

Di sisi lain, tidaklah berlebihan jika masyarakat dan pemerintah Indonesia mau belajar

dari Singapura, Jerman, dan Thailand. Negara – negara tersebut memang tidak melarang industri

rokok beroperasi. Namun, mereka mewajibkan pabrik rokok untuk mencantumkan tulisan bahaya

merokok dalam ukuran yang besar dan disertai gambar – gambar yang menakutkan pada bungkus

rokok yang diproduksi. Di samping itu, rokok juga dijual dengan harga mahal, bahkan mencapai

Rp 100.000,00 per bungkusnya. Alangkah baiknya, jika pemerintah Indonesia mau menerapkan

cara tersebut. Dengan menerapkan penulisan peringatan dalam ukuran yang lebih besar dan

meninggikan harga rokok, pabrik rokok tidak akan mengalami kerugian yang signifikan.

Sekaligus dengan cara ini, jumlah perokok di Indonesia pasti akan berkurang.