eoa

33
Laporan kasus ERUPSI OBAT ALERGI Oleh: RIYANI RADIYUS 10101028 Pembimbing : Dr. Imawan Hardiman. Sp.KK KKS BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD. BANGKINANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB 2015

Upload: nurulamini

Post on 15-Jul-2016

16 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

eoa

TRANSCRIPT

Page 1: EOA

Laporan kasus

ERUPSI OBAT ALERGI

Oleh:

RIYANI RADIYUS10101028

Pembimbing :

Dr. Imawan Hardiman. Sp.KK

KKS BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD. BANGKINANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB

2015

Page 2: EOA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah

dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang

berjudul “erupsi obat alergi” yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti

KKS Ilmu Kulit dan Kelamin. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter

pembimbing yaitu dr. Imawan Hardiman, Sp.KK yang telah bersedia

membimbing penulis, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.

Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat

kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan

laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.

Bangkinang,16 Januari 2015

Penulis

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 2

Page 3: EOA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I : PENDAHULUAN 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Definisi 5

2.2 Epidemiologi 5

2.3 Faktor risiko 5

2.4 Patogenesis 6

2.5 Manifestasi klinis 7

2.6 Penegakan diagnosis 10

2.7 Pemeriksaan penunjang 11

2.8 Diagnosis banding 12

2.9 Penatalaksanaan 15

2.10 Gambaran jenis-jenis obat 16

2.11 Prognosis 17

BAB III : LAPORAN KASUS 18

DAFTAR PUSTAKA 25

BAB IPENDAHULUAN

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 3

Page 4: EOA

1.1 Latar Belakang

Erupsi obat dapat terjadi akibat pemakaian obat, yaitu obat yang diberikan

oleh dokter dalam resep, atau obat yang dijual bebas, termasuk campuran jamu-

jamuan, yang dimaksud dengan obat adalah zat yang dipkai untuk menegakkan

diagnosis, profilaksis, dan pengobatan. Pemberian obat secara topikl dapat pula

menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan oleh kulit.

Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption adalah reaksi alergi pada

kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan

cara sistemik. Obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis,

profilaksis, dan pengobatan.

Erupsi obat berkisar antara erupsi ringan sampai berat yang mengancam

jiwa manusia. Obat makin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat,

sehingga reaksi terhadap obat juga meningkat yaitu reaksi simpang obat (adverse

drug reaction) atau RSO.

Salah satu bentuk erupsi obat alergi adalah eritoderma. Eritoderma berasal

dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma, dermatos (skin = kulit),

merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit

yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu

ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara

sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik,

eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi.

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 4

Page 5: EOA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 1,2

Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption adalah reaksi alergi pada

kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan

cara sistemik. Obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis,

profilaksis, dan pengobatan.

2.2 Epidemiologi 1,3

Menurut hasil penelitian Chatterjee et al. (2006), insidens erupsi obat

alergi mencapai 2,66% dari total 27.726 pasien dermatologi selama setahun.

Erupsi obat alergi terjadi pada 2-3% pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi

hanya 2% yang berakibat fatal. Insidens erupsi obat alergi pada negara

berkembang berkisar antara 1% – 3%. Di India, kasus erupsi obat alergi mencapai

2-5%. Erupsi obat alergi terjadi 2-3% dari seluruh reaksi silang obat. Hampir 45%

dari seluruh pasien dengan erupsi di kulit merupakan kasus erupsi obat alergi.

Insidens erupsi obat alergi lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria Lebih dari

50% kasus Sindrom Steven Johnsons dan hampir 90% penderita toxic epidermal

necrolysis terkait dengan penggunaan obat.

2.3 Faktor Risiko Timbulnya Erupsi Obat Alergi 1,3,6

Faktor-faktor risiko yang menimbulkan erupsi obat adalah:

1.Jenis kelamin dan usia

Banyak orang menyatakan bahwa anak-anak lebih jarang tersensitisasi

akibat obat jika dibandingkan dengan orang dewasa. Akan tetapi beberapa jenis

kasus erupsi obat alergi yang memiliki prognosis buruk lebih sering mengenai

anak-anak. Pada anak – anak, ruam merah yang timbul akibat virus sering

mengaburkan gambaran klinis erupsi alergi obat akibat antimikroba yang

diberikan. Wanita lebih sering menderita erupsi obat alergi dibandingkan pria.

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 5

Page 6: EOA

2. Faktor genetik

Erupsi obat alergik berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan

misalnya pada kasus nekrolisis epidermal toksik akibat sulfonamida. Hal ini

berhubungan dengan gen human leukocyte antigen. Diantara para remaja yang

memiliki orang tua dengan riwayat alergi antibiotika, 25,6% remaja tersebut juga

memiliki alergi obat yang sama.

3. Pajanan obat sebelumnya

Hal yang terpenting dari erupsi alergi obat adalah pajanan obat yang

sebelumnya menimbulkan alergi ataupun obat – obatan lainyang memiliki struktur

kimia yang sama.Akan tetapi, alergi obat tidak bersifat persisten. Setelah pajanan,

imunnoglobulin e dapat bertahan dari 55 hongga 2000 hari.

4. Riwayat penyakit yang dimiliki

Pasien dengan riwayat penyakit asma cenderung mudah menderita

dermatitis atopi.

5. Bentuk obat

Beberapa jenis obat seperti antibiotika beta laktam dan sulfonamida

memiliki potensial untuk mensensitisasi tubuh.

6. Cara masuk obat

Obat yang diaplikasikan secara kutaneus cenderung lebih menyebabkan

erupsi alergi obat. Antibiotika beta laktam dan sulfonamida jarang digunakan

secara topikal karena alasan ini. Dosis dan durasi pemberian obat juga berperan

dalam timbunya erupsi alergi obat.

2.4 Patogenesis 1,3,6,7

Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah

mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis. Umumnya

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 6

Page 7: EOA

erupsi obat alergi timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme

imunologis. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang

disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan

dalam metabolism.

Menurut Lee & Thomson (2006), terdapat empat mekanisme imunologis.

Reaksi pertama yaitu reaksi tipe I (reaksi anafilaksis) merupakan mekanisme yang

paling banyak ditemukan. Pada tipe ini, imunoglobulin yang berperan ialah

imunoglobulin E yang mempunyai afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil.

Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi, tetapi bila dilakukan

pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai

antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti

histamin, serotonin, bradikinin, dan heparin. Mediator yang dilepaskan ini akan

menimbulkan bermacam-macam efek misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang

paling ditakutkan adalah timbulnya syok.

Mekanisme kedua adalah reaksi tipe II (reaksi autotoksis) dimana terdapat

ikatan antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M dengan antigen yang

melekat pada sel. Aktivasi system komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi

yang berakhir dengan lisis. Mekanisme ketiga adalah reaksi tipe III (reaksi

kompleks imun) dimana antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk

kompleks antigen antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah

satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem

komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai

akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme keempat adalah reaksi tipe

IV (reaksi alergi seluler tipe lambat). Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T

yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe

lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen.

2.5 Manifestasi Klinis 1,3,4

Erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan

kulit lain pada umumnya, yaitu:

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 7

Page 8: EOA

1. Erupsi makulapapular atau morbiliformis

Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi

eksantematosa dapat diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat

erupsi generalisata dan simetris yang terdiri atas eritema dan selalu ada gejala

pruritus. Kadang-kadang ada demam, malaise, dan nyeri sendi. Lesi biasanya

timbul dalam 1-2 minggu setelah dimulainya terapi. Erupsi jenis ini sering

disebabkan oleh ampisilin, obat anti inflamasi non steroid, sulfonamid, dan

tetrasiklin.

2. Urtikaria dan angioedema

Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtikaria, kadangkadang disertai

angioedema. Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadinya asfiksia bila

menyerang glotis. Keluhannya umumnya gatal dan panas pada tempat lesi.

Biasanya timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria

dapat disertai demam, dan gejala-gejala umum, misalnya malese, nyeri kepala

dan vertigo. Angioedema biasanya terjadi di daerah bibir, kelopak mata, genitalia

eksterna, tangan dan kaki. Kasus-kasus angioedema pada lidah dan laring harus

mendapat pertolongan segera. Penyebab tersering ialah penisilin, asam

asetilsalisilat, dan obat anti inflamasi non steroid.

3. Fixed drug eruption

Fixed drug eruption disebabkan khusus obat atau bahan kimia

(Docrat,2005). Fixed drug eruption merupakan salah satu erupsi kulit yang sering

dijumpai. Kelainan ini umumnya berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau

lonjong dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi

yang lama, baru hilang, bahkan sering menetap. Dari namanya dapat diambil

kesimpulan bahwa kelainan akan timbul berkali-kali pada tempat yang sama.

Tempat predileksinya di sekitar mulut, di daerah bibir dan daerah penis pada laki-

laki sehingga sering disangka penyakit kelamin karena berupa erosi yang kadang-

kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat. Obat penyebab yang

sering ialah sulfonamid, barbiturat, trimetropin dan analgesik.

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 8

Page 9: EOA

4. Eritroderma (dermatitits eksfoliativa)

Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai

skuama. Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacam macam penyakit lain di

samping alergi karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik temasuk

keganasan pada sistem limforetikular (penyakit Hodgkin, leukemia). Pada

eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama; skuama baru timbul

pada stadium penyembuhan. Obat-obat yang biasa menyebabkannya ialah

sulfonamid, penisilin, dan fenilbutazon.

5. Purpura

Purpura adalah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan yang tidak

hilang bila ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi

obat. Biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki

atau tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah

kecoklatan dan disertai rasa gatal.

6. Vaskulitis

Vaskulitis ialah radang pembuluh darah. Kelainan kulit dapat berupa

palpable purpura yang mengenai kapiler. Biasanya distribusinya simetris pada

ekstremitas bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis biasanya disertai demam,

mialgia, dan anoreksia. Obat penyebab ialah penisilin, sulfonamid, obat anti

inflamasi non steroid, antidepresan dan antiaritmia. Jika vaskulitis terjadi pada

pembuluh darah sedang berbentuk eritema nodosum. Kelainan kulit berupa

eritema dan nodus yang nyeri dengan eritema di atasnya disertai gejala umum

berupa demam dan malese. Tempat predileksinya di daerah ekstensor tungkai

bawah. Eritema nodosum dapat pula disebabkan oleh beberapa penyakit lain

misalnya tuberkulosis, infeksi streptokokus dan lepra. Obat yang dianggap sering

menyebabkan eritema nodosum ialah sulfonamid dan kontrasepsi oral.

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 9

Page 10: EOA

7. Reaksi fotoalergik

Gambaran klinis reaksi fotoalergi sama dengan dermatitis kontak alergik,

lokalisasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan dapat

meluas ke daerah tidak terpajan matahari. Obat yang dapat menyebabkan

fotoalergi ialah fenotiazin, sulfonamida, obat anti inflamasi non steroid, dan

griseofulvin.

8. Pustulosis eksantematosa generalisata akut

Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut jarang terdapat,

diduga dapat disebabkan oleh alergi obat, infeksi akut oleh enterovirus,

hipersensitivitas terhadap merkuri dan dermatitis kontak. Kelainan kulitnya

berupa pustul-pustul miliar nonfolikular yang timbul pada kulit yang eritematosa

dapat disertai purpura dan lesi menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada

waktu demam tinggi, dan pustul pustul tersebut cepat menghilang sebelum 7 hari

yang kemudian diikuti deskuamasi selama beberapa hari.

9. Disamping kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi kelainan berupa eritema

multiforme, sindrom Stevens-Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.

2.6 Penegakan diagnosis 1,3,4,7

Dasar diagnosis erupsi obat alergi adalah anamnesis yang teliti mengenai

obat-obatan yang dipakai, kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga

beberapa hari sesudah masuknya obat, dan rasa gatal yang dapat pula disertai

demam yang biasanya subfebris. Selain itu dilihat juga kelainan kulit yang

ditemukan baik distribusi yang menyeluruh dan simetris serta bentuk kelainan

yang timbul.

Penegakkan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari

jenis lesi dan distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya.

Data mengenai semua jenis obat yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data

kronologis mengenai cara pemberian obat serta jangka waktu antara pemakaian

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 10

Page 11: EOA

obat dengan onset timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan. Tetapi ada kalanya

hal ini sulit untuk dievaluasi terutama pada penderita yang mengkonsumsi oba

yang mempunyai waktu paruh yang lama atau mengalami erupsi obat alergi yang

bersifat persisten.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Erupsi Obat Alergi 4,6,7

Pemeriksaan diagnostik untuk kasus erupsi obat alergi adalah dengan

mengkonfirmasi marker biokemikal atau marker imunologi yang menyatakan

aktivasi jalur imunopatologi reaksi obat. Pemilihan pemeriksaan penunjang

didasarkan atas mekanisme imunologis yang mendasari erupsi obat. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilaksanakan untuk memastikan penyebab erupsi obat

alergi adalah:

1. Biopsi kulit

Pemeriksaan histopatologi dan imunofloresensi direk dapat membantu

menegakkan diagnosis erupsi obat alergi. Hal ini dapat dilihat dari adanya

eosinofil dan edema jaringan. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak dapat

menentukan obat penyebab erupsi.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengevaluasi dan menegakkan

diagnosis serta melihat kemungkinan etiologi penyebab erupsi. Pemeriksaan ini

mencakup perhitungan darah lengkap (atypical lymphocytosis, neutrophilia,

eosinophilia, dan lain-lain) serta fungsi kerja hati dan ginjal. Peningkatan jumlah

eosinofil dapat menunjukkan erupsi obat alergi dimana bila perhitungan eosinofil

lebih dari 1000 sel/mm3 menunjukkan erupsi obat alergi yang serius. Level obat

dapat terdeteksi apabila terdapat overdosis dari obat tersebut.

3. Pemeriksaan uji tempel dan uji provokasi

Uji tempel (patch test) memberikan hasil yang masih belum dapat dipercaya. Uji

provokasi (exposure test) dengan melakukan pemaparan kembali obat yang

dicurigai adalah yang paling membantu untuk saat ini, tetapi risiko dari timbulnya

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 11

Page 12: EOA

reaksi yang lebih berat membuat cara ini harus dilakukan dengan cara hati-hati

dan harus sesuai dengan etika maupun alasan mediko legalnya.

2.8 Diagnosis Banding 1,2

1. Dermatitis medikamentosa

Memiliki bentuk lesi eritem dengan atau tanpa vesikula, berbatas tegas,

dapat soliter atau multipel. Penyebabnya dari obat-obatan yang masuk kedalam

tubuh melalui mulut, suntikan atau anal. Keluhan utama pada penyakit biasanya

gatal dan suhu badan meninggi. Gejala dapat akut, subakut atau kronik. Untuk

lokalisasinya bisa mengenai seluruh tubuh. Apabila di bandingkan dengan

melasma bedanya yaitu plak hiperpigmentasi batas nya tidak tegas.

Gambar : Dermatitis medikamentosa

Pada pemeriksaan lesi berwarna hitam berbatas tegas, makula

hiperpigmentasi akibat inflamasi di sertai gatal setelah penggunaan obat,

pengunaan obat yang menyebabkan fixed drug eruption diantaranya yaitu Aspirin,

Salisilat, Sulfonamid, Tetrasiklin, Penisilin. Pada pasien yang menyebabkan

penyakit fixed drug eruption kemungkinan meminum salah satu obat diatas.

Untuk menentukan diagnosis pasti dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium :

1. hitung eosinofil (menggunakan mikroskop)

2. uji kulit

3. tes provokasi

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 12

Page 13: EOA

tes ini dilakukan untuk penderita yang diduga menderita kelainan kulit yang

disebabkan penggunaan obat-obatan yang digunakan peroral.

Prognosis umumnya baik.

2. Dermatitis Kontak Alergi

Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi

hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan

kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi.

Manifestasi Klinis:

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada

keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas

jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula

dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat

kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak

jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;

mungkin penyebabnya juga campuran. Sifat alergen dapat menentukan gambaran

klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa

menyebabkan dermatitis purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis

granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan

kosmetik.

Gambar : DKA

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 13

Page 14: EOA

2.9 Penatalaksanaan 1,3,4,7

Seperti pada penyakit immunologis lainnya, pengobatan erupsi obat alergi

adalah dengan menetralkan atau mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh.

Penghentian obat yang dicurigai menjadi penyebab harus dihentikan secepat

mungkin. Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Obat

kortikosteroid yang sering digunakan adalah prednison. Pada kelainan urtikaria,

eritema, dermatitis medikamentosa, purpura, eritema nodosum, dan eksantema

fikstum dosis standar untuk orang dewasa adalah 3 x 10 mg sampai 4 x 10 mg

sehari. Antihistamin yang bersifat sedatif dapat juga diberikan jika terdapat rasa

gatal. Kecuali pada urtikaria, efeknya kurang jika dibandingkan dengan

kortikosteroid.

Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kelainan kulit apakah kering

atau basah. Jika dalam keadaan kering dapat diberikan bedak salisilat 2%

ditambah dengan obat antipruritus seperti mentol ½-1% untuk mengurangi rasa

gatal. Jika dalam keadaan basah perlu digunakan kompres, misalnya larutan asam

salisilat 1%. Pada bentuk purpura dan eritema nodosum tidak diperlukan

pengobatan topikal. Pada eksantema fikstum, jika kelainan membasah dapat

diberikan krim kortikosteroid, misalnya hidrokortison 1% sampai 2 ½%. Pada

eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan mengalami

skuamasi dapat diberikan salep lanolin 10% yang dioleskan sebagian-sebagian.

2.10 Gambaran Jenis-Jenis Obat yang menyebabkan Erupsi Obat Alergi2,6,7

Menurut penelitian Saha et al (2012), jenis-jenis obat yang paling sering

menyebakan erupsi obat alergi adalah sulfonamid yaitu sekitar 17%, lalu diikuti

flurokuinolon sekitar 11,3%, analgesik sekitar 11,3%, anti epilepsi sekitar 11,3%,

allopurinol sekitar 7,5%, dan azitromicin sekitar 5,70%. Menurut penelitian

Young, Jong & Joo (2011), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi

obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 34,10%, lalu diikuti

golongan anti konvulsan sekitar 32,88%, dan golongan anti inflamasi non steroid

sekitar 21,51%.

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 14

Page 15: EOA

Menurut penelitian Nandha, Gupta & Hashmi (2011), jenis-jenis obat yang

paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu

sekitar 48,30%, lalu diikuti golongan anti inflamasi non steroid sekitar 21,90%.

Menurut penelitian Shah, Desai & Dikshit (2011), jenis-jenis obat yang paling

sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu

kotrimoksazole sekitar 15% dan flurokuinolon sekitar 15%. Menurut penelitian

Hotchandani, Bhatt & Shah (2010), jenis-jenis obat yang paling sering

menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 61,4%,

lalu diikuti golongan anti inflamasi non steroid sekitar 22,9%, dan obat anti

epilepsi sekitar 10%. Menurut penelitian Ghosh, Acharya & Rao(2006), jenis-

jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan

antimikroba yaitu sekitar 30%, lalu diikuti golongan anti epilepsi sekitar 25%,

obat anti tuberkulosis sekitar 11%, dan obat anti piretik sekitar 9%.

Menurut penelitian Pudukadan & Thappa (2004), jenis-jenis obat yang

paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah kotrimoksazole yaitu sekitar

22,2%, lalu diikuti dapson sekitar 17,7% dan menurut penelitian Sharma,

Sethuraman & Kumar (2001), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan

erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 42,6% lalu diikuti

golongan anti inflamasi non steroid sekitar 18%.

2.11 Prognosis1

Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat

penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa

bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom

Steven Johnson, prognosis sangat tergantung pada luas kulit yang terken.

Sindrom Steven Johnsons memiliki angka mortalitas dibawah 5 % sedangkan

toxic epidermal necrolysis mencapai 20-30% dan kebanyakan pasien meninggal

akibat sepsis.

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 15

Page 16: EOA

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Hefni Cahyani Pendidikan : SMA

Umur : 17 tahun Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan Suku : Melayu

Pekerjaan : Pelajar No.MR : --

Alamat : Simpang Kubu Tanggal : 16-1-2015

Status perkawinan: Belum Menikah

3.2 Anamnesis1. Keluhan Utama

Pasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan terdapat bintik merah kehitaman di seluruh bagian wajah dan seluruh tubuh, tidak gatal dan tidak nyeri sejak 3 minggu yang lalu

2. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan

terdapat bintik merah kehitaman di seluruh bagian wajah dan seluruh tubuh, tidak gatal dan tidak nyeri, keluhan muncul sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya bintik diwajah hanya sedikit namun lama kelamaan semakin banyak.

Pasien pernah dirawat di RSUD bangkinang sebulan yang lalu selama 5 hari dengan dugaan DBD, namun setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ternyata hasilnya (-) akhirnya pasien pulang. Seminggu kemudian muncul keluhan bintik-bintik merah kehitaman dikulit yang semakin lama semakin banyak.

3. Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mengeluh seperti ini

sebelumnya

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 16

Page 17: EOA

4. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki

keluhan serupa5. Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat sebelumnya

6. Riwayat kebiasaan Mandi 2x sehari dengan air sumur.

3.3 Pemeriksaan Fisik1. Status Generalisata

a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Composmentis

c. Tekanan darah : Tidak diperiksa

d. Nadi : Tidak diperiksa

e. Nafas : Tidak diperiksa

f. Suhu : Tidak diperiksa

g. Keadaan gizi : Baik

h. Pemeriksaan thorax : Tidak diperiksa

i. Pemeriksaan abdomen : Tidak diperiksa

2. Status Dermatologisa. Lokasi : Seluruh tubuh, wajah, dan ekstremitas

b. Distribusi : Universalis

c. Bentuk : Tidak teratur

d. Susunan : Berkelompok

e. Batas : Sirkumskrip

f. Ukuran : Miliar

g. Efloresensi :Papul eritem, skuama hiperpigmentas , skuama

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 17

Page 18: EOA

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 18

Page 19: EOA

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 19

Page 20: EOA

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 20

Gambar : erupsi obat alergi

Page 21: EOA

3. Kelainan mukosa : Tidak ditemukan kelainan

4. Kelainan Mata : Tidak ditemukan kelainan

5. Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan

6. Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan

7. Kelainan KGB : Tidak ditemukan pembesaran KGB

3.4 Pemeriksaan Penunjang1.Biopsi kulit2.Pemeriksaan lab3.Pemeriksaan uji tempel dan uji provokasi

3.5 Resume

Pasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan terdapat bintik merah kehitaman di seluruh bagian wajah dan seluruh tubuh, tidak gatal dan tidak nyeri, keluhan muncul sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya bintik diwajah hanya sedikit namun lama kelamaan semakin banyak.

Pasien pernah dirawat di RSUD bangkinang sebulan yang lalu selama 5 hari dengan dugaan DBD, namun setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ternyata hasilnya (-) akhirnya pasien pulang. Seminggu kemudian muncul keluhan bintik-bintik merah kehitaman dikulit yang semakin lama semakin banyak. Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, dikeluarga korban juga tidak ada mengeluhkan hal yang sama, dan pasien tidak ada mengobati keluhannya. Pasien mempunyai riwayat kebiasaan mandi 2 x sehari.

3.6 Diagnosis KerjaErupsi Obat Alergi

3.7 Diagnosis Banding Dermatitis medikamentosa Dermatitis kontak Alergi

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 21

Page 22: EOA

3.8 Penatalaksanaan1. Umum

a. Hentikan obat yag diduga penyebabnyab. Diet tinggi protein

2. Khususa. Prednison 3x10 mgb. Topikal : emolien lanolin 10%

3.9 Prognosis1. Quo ad sanam : Bonam 2. Quo ad vitam : Bonam3. Quo ad functionam : Bonam 4. Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 22

Page 23: EOA

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi., 2011., Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi keenam.Balai Penerbit FKUI.Jakarta

2. Siregar, RS. Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta: EGC; 2013

3. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2013

4. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010

5. Barlianto, wisnu. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Keparahan Erupsi Obat pada Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 26 (1)

6. Kurniawan,D., Utama, HW. 2007. Erupsi Alergi Obat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang

7. Nayak,S., Acharjya,B. 2008. Adverse cutaneous drug reaction.indian journal

of dermathology;53:2-8

ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 23