eoa
DESCRIPTION
eoaTRANSCRIPT
Laporan kasus
ERUPSI OBAT ALERGI
Oleh:
RIYANI RADIYUS10101028
Pembimbing :
Dr. Imawan Hardiman. Sp.KK
KKS BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD. BANGKINANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “erupsi obat alergi” yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti
KKS Ilmu Kulit dan Kelamin. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Imawan Hardiman, Sp.KK yang telah bersedia
membimbing penulis, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.
Bangkinang,16 Januari 2015
Penulis
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I : PENDAHULUAN 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Definisi 5
2.2 Epidemiologi 5
2.3 Faktor risiko 5
2.4 Patogenesis 6
2.5 Manifestasi klinis 7
2.6 Penegakan diagnosis 10
2.7 Pemeriksaan penunjang 11
2.8 Diagnosis banding 12
2.9 Penatalaksanaan 15
2.10 Gambaran jenis-jenis obat 16
2.11 Prognosis 17
BAB III : LAPORAN KASUS 18
DAFTAR PUSTAKA 25
BAB IPENDAHULUAN
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 3
1.1 Latar Belakang
Erupsi obat dapat terjadi akibat pemakaian obat, yaitu obat yang diberikan
oleh dokter dalam resep, atau obat yang dijual bebas, termasuk campuran jamu-
jamuan, yang dimaksud dengan obat adalah zat yang dipkai untuk menegakkan
diagnosis, profilaksis, dan pengobatan. Pemberian obat secara topikl dapat pula
menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan oleh kulit.
Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption adalah reaksi alergi pada
kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan
cara sistemik. Obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis,
profilaksis, dan pengobatan.
Erupsi obat berkisar antara erupsi ringan sampai berat yang mengancam
jiwa manusia. Obat makin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat,
sehingga reaksi terhadap obat juga meningkat yaitu reaksi simpang obat (adverse
drug reaction) atau RSO.
Salah satu bentuk erupsi obat alergi adalah eritoderma. Eritoderma berasal
dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma, dermatos (skin = kulit),
merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit
yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu
ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara
sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik,
eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi.
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi 1,2
Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption adalah reaksi alergi pada
kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan
cara sistemik. Obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis,
profilaksis, dan pengobatan.
2.2 Epidemiologi 1,3
Menurut hasil penelitian Chatterjee et al. (2006), insidens erupsi obat
alergi mencapai 2,66% dari total 27.726 pasien dermatologi selama setahun.
Erupsi obat alergi terjadi pada 2-3% pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi
hanya 2% yang berakibat fatal. Insidens erupsi obat alergi pada negara
berkembang berkisar antara 1% – 3%. Di India, kasus erupsi obat alergi mencapai
2-5%. Erupsi obat alergi terjadi 2-3% dari seluruh reaksi silang obat. Hampir 45%
dari seluruh pasien dengan erupsi di kulit merupakan kasus erupsi obat alergi.
Insidens erupsi obat alergi lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria Lebih dari
50% kasus Sindrom Steven Johnsons dan hampir 90% penderita toxic epidermal
necrolysis terkait dengan penggunaan obat.
2.3 Faktor Risiko Timbulnya Erupsi Obat Alergi 1,3,6
Faktor-faktor risiko yang menimbulkan erupsi obat adalah:
1.Jenis kelamin dan usia
Banyak orang menyatakan bahwa anak-anak lebih jarang tersensitisasi
akibat obat jika dibandingkan dengan orang dewasa. Akan tetapi beberapa jenis
kasus erupsi obat alergi yang memiliki prognosis buruk lebih sering mengenai
anak-anak. Pada anak – anak, ruam merah yang timbul akibat virus sering
mengaburkan gambaran klinis erupsi alergi obat akibat antimikroba yang
diberikan. Wanita lebih sering menderita erupsi obat alergi dibandingkan pria.
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 5
2. Faktor genetik
Erupsi obat alergik berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan
misalnya pada kasus nekrolisis epidermal toksik akibat sulfonamida. Hal ini
berhubungan dengan gen human leukocyte antigen. Diantara para remaja yang
memiliki orang tua dengan riwayat alergi antibiotika, 25,6% remaja tersebut juga
memiliki alergi obat yang sama.
3. Pajanan obat sebelumnya
Hal yang terpenting dari erupsi alergi obat adalah pajanan obat yang
sebelumnya menimbulkan alergi ataupun obat – obatan lainyang memiliki struktur
kimia yang sama.Akan tetapi, alergi obat tidak bersifat persisten. Setelah pajanan,
imunnoglobulin e dapat bertahan dari 55 hongga 2000 hari.
4. Riwayat penyakit yang dimiliki
Pasien dengan riwayat penyakit asma cenderung mudah menderita
dermatitis atopi.
5. Bentuk obat
Beberapa jenis obat seperti antibiotika beta laktam dan sulfonamida
memiliki potensial untuk mensensitisasi tubuh.
6. Cara masuk obat
Obat yang diaplikasikan secara kutaneus cenderung lebih menyebabkan
erupsi alergi obat. Antibiotika beta laktam dan sulfonamida jarang digunakan
secara topikal karena alasan ini. Dosis dan durasi pemberian obat juga berperan
dalam timbunya erupsi alergi obat.
2.4 Patogenesis 1,3,6,7
Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah
mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis. Umumnya
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 6
erupsi obat alergi timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme
imunologis. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang
disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan
dalam metabolism.
Menurut Lee & Thomson (2006), terdapat empat mekanisme imunologis.
Reaksi pertama yaitu reaksi tipe I (reaksi anafilaksis) merupakan mekanisme yang
paling banyak ditemukan. Pada tipe ini, imunoglobulin yang berperan ialah
imunoglobulin E yang mempunyai afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil.
Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi, tetapi bila dilakukan
pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai
antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti
histamin, serotonin, bradikinin, dan heparin. Mediator yang dilepaskan ini akan
menimbulkan bermacam-macam efek misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang
paling ditakutkan adalah timbulnya syok.
Mekanisme kedua adalah reaksi tipe II (reaksi autotoksis) dimana terdapat
ikatan antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M dengan antigen yang
melekat pada sel. Aktivasi system komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi
yang berakhir dengan lisis. Mekanisme ketiga adalah reaksi tipe III (reaksi
kompleks imun) dimana antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk
kompleks antigen antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah
satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem
komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai
akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme keempat adalah reaksi tipe
IV (reaksi alergi seluler tipe lambat). Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T
yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe
lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen.
2.5 Manifestasi Klinis 1,3,4
Erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan
kulit lain pada umumnya, yaitu:
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 7
1. Erupsi makulapapular atau morbiliformis
Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi
eksantematosa dapat diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat
erupsi generalisata dan simetris yang terdiri atas eritema dan selalu ada gejala
pruritus. Kadang-kadang ada demam, malaise, dan nyeri sendi. Lesi biasanya
timbul dalam 1-2 minggu setelah dimulainya terapi. Erupsi jenis ini sering
disebabkan oleh ampisilin, obat anti inflamasi non steroid, sulfonamid, dan
tetrasiklin.
2. Urtikaria dan angioedema
Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtikaria, kadangkadang disertai
angioedema. Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadinya asfiksia bila
menyerang glotis. Keluhannya umumnya gatal dan panas pada tempat lesi.
Biasanya timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria
dapat disertai demam, dan gejala-gejala umum, misalnya malese, nyeri kepala
dan vertigo. Angioedema biasanya terjadi di daerah bibir, kelopak mata, genitalia
eksterna, tangan dan kaki. Kasus-kasus angioedema pada lidah dan laring harus
mendapat pertolongan segera. Penyebab tersering ialah penisilin, asam
asetilsalisilat, dan obat anti inflamasi non steroid.
3. Fixed drug eruption
Fixed drug eruption disebabkan khusus obat atau bahan kimia
(Docrat,2005). Fixed drug eruption merupakan salah satu erupsi kulit yang sering
dijumpai. Kelainan ini umumnya berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau
lonjong dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi
yang lama, baru hilang, bahkan sering menetap. Dari namanya dapat diambil
kesimpulan bahwa kelainan akan timbul berkali-kali pada tempat yang sama.
Tempat predileksinya di sekitar mulut, di daerah bibir dan daerah penis pada laki-
laki sehingga sering disangka penyakit kelamin karena berupa erosi yang kadang-
kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat. Obat penyebab yang
sering ialah sulfonamid, barbiturat, trimetropin dan analgesik.
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 8
4. Eritroderma (dermatitits eksfoliativa)
Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai
skuama. Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacam macam penyakit lain di
samping alergi karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik temasuk
keganasan pada sistem limforetikular (penyakit Hodgkin, leukemia). Pada
eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama; skuama baru timbul
pada stadium penyembuhan. Obat-obat yang biasa menyebabkannya ialah
sulfonamid, penisilin, dan fenilbutazon.
5. Purpura
Purpura adalah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan yang tidak
hilang bila ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi
obat. Biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki
atau tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah
kecoklatan dan disertai rasa gatal.
6. Vaskulitis
Vaskulitis ialah radang pembuluh darah. Kelainan kulit dapat berupa
palpable purpura yang mengenai kapiler. Biasanya distribusinya simetris pada
ekstremitas bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis biasanya disertai demam,
mialgia, dan anoreksia. Obat penyebab ialah penisilin, sulfonamid, obat anti
inflamasi non steroid, antidepresan dan antiaritmia. Jika vaskulitis terjadi pada
pembuluh darah sedang berbentuk eritema nodosum. Kelainan kulit berupa
eritema dan nodus yang nyeri dengan eritema di atasnya disertai gejala umum
berupa demam dan malese. Tempat predileksinya di daerah ekstensor tungkai
bawah. Eritema nodosum dapat pula disebabkan oleh beberapa penyakit lain
misalnya tuberkulosis, infeksi streptokokus dan lepra. Obat yang dianggap sering
menyebabkan eritema nodosum ialah sulfonamid dan kontrasepsi oral.
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 9
7. Reaksi fotoalergik
Gambaran klinis reaksi fotoalergi sama dengan dermatitis kontak alergik,
lokalisasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan dapat
meluas ke daerah tidak terpajan matahari. Obat yang dapat menyebabkan
fotoalergi ialah fenotiazin, sulfonamida, obat anti inflamasi non steroid, dan
griseofulvin.
8. Pustulosis eksantematosa generalisata akut
Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut jarang terdapat,
diduga dapat disebabkan oleh alergi obat, infeksi akut oleh enterovirus,
hipersensitivitas terhadap merkuri dan dermatitis kontak. Kelainan kulitnya
berupa pustul-pustul miliar nonfolikular yang timbul pada kulit yang eritematosa
dapat disertai purpura dan lesi menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada
waktu demam tinggi, dan pustul pustul tersebut cepat menghilang sebelum 7 hari
yang kemudian diikuti deskuamasi selama beberapa hari.
9. Disamping kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi kelainan berupa eritema
multiforme, sindrom Stevens-Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.
2.6 Penegakan diagnosis 1,3,4,7
Dasar diagnosis erupsi obat alergi adalah anamnesis yang teliti mengenai
obat-obatan yang dipakai, kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga
beberapa hari sesudah masuknya obat, dan rasa gatal yang dapat pula disertai
demam yang biasanya subfebris. Selain itu dilihat juga kelainan kulit yang
ditemukan baik distribusi yang menyeluruh dan simetris serta bentuk kelainan
yang timbul.
Penegakkan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari
jenis lesi dan distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya.
Data mengenai semua jenis obat yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data
kronologis mengenai cara pemberian obat serta jangka waktu antara pemakaian
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 10
obat dengan onset timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan. Tetapi ada kalanya
hal ini sulit untuk dievaluasi terutama pada penderita yang mengkonsumsi oba
yang mempunyai waktu paruh yang lama atau mengalami erupsi obat alergi yang
bersifat persisten.
2.7 Pemeriksaan Penunjang Erupsi Obat Alergi 4,6,7
Pemeriksaan diagnostik untuk kasus erupsi obat alergi adalah dengan
mengkonfirmasi marker biokemikal atau marker imunologi yang menyatakan
aktivasi jalur imunopatologi reaksi obat. Pemilihan pemeriksaan penunjang
didasarkan atas mekanisme imunologis yang mendasari erupsi obat. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilaksanakan untuk memastikan penyebab erupsi obat
alergi adalah:
1. Biopsi kulit
Pemeriksaan histopatologi dan imunofloresensi direk dapat membantu
menegakkan diagnosis erupsi obat alergi. Hal ini dapat dilihat dari adanya
eosinofil dan edema jaringan. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak dapat
menentukan obat penyebab erupsi.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengevaluasi dan menegakkan
diagnosis serta melihat kemungkinan etiologi penyebab erupsi. Pemeriksaan ini
mencakup perhitungan darah lengkap (atypical lymphocytosis, neutrophilia,
eosinophilia, dan lain-lain) serta fungsi kerja hati dan ginjal. Peningkatan jumlah
eosinofil dapat menunjukkan erupsi obat alergi dimana bila perhitungan eosinofil
lebih dari 1000 sel/mm3 menunjukkan erupsi obat alergi yang serius. Level obat
dapat terdeteksi apabila terdapat overdosis dari obat tersebut.
3. Pemeriksaan uji tempel dan uji provokasi
Uji tempel (patch test) memberikan hasil yang masih belum dapat dipercaya. Uji
provokasi (exposure test) dengan melakukan pemaparan kembali obat yang
dicurigai adalah yang paling membantu untuk saat ini, tetapi risiko dari timbulnya
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 11
reaksi yang lebih berat membuat cara ini harus dilakukan dengan cara hati-hati
dan harus sesuai dengan etika maupun alasan mediko legalnya.
2.8 Diagnosis Banding 1,2
1. Dermatitis medikamentosa
Memiliki bentuk lesi eritem dengan atau tanpa vesikula, berbatas tegas,
dapat soliter atau multipel. Penyebabnya dari obat-obatan yang masuk kedalam
tubuh melalui mulut, suntikan atau anal. Keluhan utama pada penyakit biasanya
gatal dan suhu badan meninggi. Gejala dapat akut, subakut atau kronik. Untuk
lokalisasinya bisa mengenai seluruh tubuh. Apabila di bandingkan dengan
melasma bedanya yaitu plak hiperpigmentasi batas nya tidak tegas.
Gambar : Dermatitis medikamentosa
Pada pemeriksaan lesi berwarna hitam berbatas tegas, makula
hiperpigmentasi akibat inflamasi di sertai gatal setelah penggunaan obat,
pengunaan obat yang menyebabkan fixed drug eruption diantaranya yaitu Aspirin,
Salisilat, Sulfonamid, Tetrasiklin, Penisilin. Pada pasien yang menyebabkan
penyakit fixed drug eruption kemungkinan meminum salah satu obat diatas.
Untuk menentukan diagnosis pasti dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium :
1. hitung eosinofil (menggunakan mikroskop)
2. uji kulit
3. tes provokasi
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 12
tes ini dilakukan untuk penderita yang diduga menderita kelainan kulit yang
disebabkan penggunaan obat-obatan yang digunakan peroral.
Prognosis umumnya baik.
2. Dermatitis Kontak Alergi
Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi.
Manifestasi Klinis:
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas
jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula
dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat
kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak
jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;
mungkin penyebabnya juga campuran. Sifat alergen dapat menentukan gambaran
klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa
menyebabkan dermatitis purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis
granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan
kosmetik.
Gambar : DKA
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 13
2.9 Penatalaksanaan 1,3,4,7
Seperti pada penyakit immunologis lainnya, pengobatan erupsi obat alergi
adalah dengan menetralkan atau mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh.
Penghentian obat yang dicurigai menjadi penyebab harus dihentikan secepat
mungkin. Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Obat
kortikosteroid yang sering digunakan adalah prednison. Pada kelainan urtikaria,
eritema, dermatitis medikamentosa, purpura, eritema nodosum, dan eksantema
fikstum dosis standar untuk orang dewasa adalah 3 x 10 mg sampai 4 x 10 mg
sehari. Antihistamin yang bersifat sedatif dapat juga diberikan jika terdapat rasa
gatal. Kecuali pada urtikaria, efeknya kurang jika dibandingkan dengan
kortikosteroid.
Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kelainan kulit apakah kering
atau basah. Jika dalam keadaan kering dapat diberikan bedak salisilat 2%
ditambah dengan obat antipruritus seperti mentol ½-1% untuk mengurangi rasa
gatal. Jika dalam keadaan basah perlu digunakan kompres, misalnya larutan asam
salisilat 1%. Pada bentuk purpura dan eritema nodosum tidak diperlukan
pengobatan topikal. Pada eksantema fikstum, jika kelainan membasah dapat
diberikan krim kortikosteroid, misalnya hidrokortison 1% sampai 2 ½%. Pada
eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan mengalami
skuamasi dapat diberikan salep lanolin 10% yang dioleskan sebagian-sebagian.
2.10 Gambaran Jenis-Jenis Obat yang menyebabkan Erupsi Obat Alergi2,6,7
Menurut penelitian Saha et al (2012), jenis-jenis obat yang paling sering
menyebakan erupsi obat alergi adalah sulfonamid yaitu sekitar 17%, lalu diikuti
flurokuinolon sekitar 11,3%, analgesik sekitar 11,3%, anti epilepsi sekitar 11,3%,
allopurinol sekitar 7,5%, dan azitromicin sekitar 5,70%. Menurut penelitian
Young, Jong & Joo (2011), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi
obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 34,10%, lalu diikuti
golongan anti konvulsan sekitar 32,88%, dan golongan anti inflamasi non steroid
sekitar 21,51%.
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 14
Menurut penelitian Nandha, Gupta & Hashmi (2011), jenis-jenis obat yang
paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu
sekitar 48,30%, lalu diikuti golongan anti inflamasi non steroid sekitar 21,90%.
Menurut penelitian Shah, Desai & Dikshit (2011), jenis-jenis obat yang paling
sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu
kotrimoksazole sekitar 15% dan flurokuinolon sekitar 15%. Menurut penelitian
Hotchandani, Bhatt & Shah (2010), jenis-jenis obat yang paling sering
menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 61,4%,
lalu diikuti golongan anti inflamasi non steroid sekitar 22,9%, dan obat anti
epilepsi sekitar 10%. Menurut penelitian Ghosh, Acharya & Rao(2006), jenis-
jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan
antimikroba yaitu sekitar 30%, lalu diikuti golongan anti epilepsi sekitar 25%,
obat anti tuberkulosis sekitar 11%, dan obat anti piretik sekitar 9%.
Menurut penelitian Pudukadan & Thappa (2004), jenis-jenis obat yang
paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah kotrimoksazole yaitu sekitar
22,2%, lalu diikuti dapson sekitar 17,7% dan menurut penelitian Sharma,
Sethuraman & Kumar (2001), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan
erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 42,6% lalu diikuti
golongan anti inflamasi non steroid sekitar 18%.
2.11 Prognosis1
Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat
penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa
bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom
Steven Johnson, prognosis sangat tergantung pada luas kulit yang terken.
Sindrom Steven Johnsons memiliki angka mortalitas dibawah 5 % sedangkan
toxic epidermal necrolysis mencapai 20-30% dan kebanyakan pasien meninggal
akibat sepsis.
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 15
BAB IIILAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Hefni Cahyani Pendidikan : SMA
Umur : 17 tahun Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan Suku : Melayu
Pekerjaan : Pelajar No.MR : --
Alamat : Simpang Kubu Tanggal : 16-1-2015
Status perkawinan: Belum Menikah
3.2 Anamnesis1. Keluhan Utama
Pasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan terdapat bintik merah kehitaman di seluruh bagian wajah dan seluruh tubuh, tidak gatal dan tidak nyeri sejak 3 minggu yang lalu
2. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan
terdapat bintik merah kehitaman di seluruh bagian wajah dan seluruh tubuh, tidak gatal dan tidak nyeri, keluhan muncul sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya bintik diwajah hanya sedikit namun lama kelamaan semakin banyak.
Pasien pernah dirawat di RSUD bangkinang sebulan yang lalu selama 5 hari dengan dugaan DBD, namun setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ternyata hasilnya (-) akhirnya pasien pulang. Seminggu kemudian muncul keluhan bintik-bintik merah kehitaman dikulit yang semakin lama semakin banyak.
3. Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mengeluh seperti ini
sebelumnya
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 16
4. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki
keluhan serupa5. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
6. Riwayat kebiasaan Mandi 2x sehari dengan air sumur.
3.3 Pemeriksaan Fisik1. Status Generalisata
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tekanan darah : Tidak diperiksa
d. Nadi : Tidak diperiksa
e. Nafas : Tidak diperiksa
f. Suhu : Tidak diperiksa
g. Keadaan gizi : Baik
h. Pemeriksaan thorax : Tidak diperiksa
i. Pemeriksaan abdomen : Tidak diperiksa
2. Status Dermatologisa. Lokasi : Seluruh tubuh, wajah, dan ekstremitas
b. Distribusi : Universalis
c. Bentuk : Tidak teratur
d. Susunan : Berkelompok
e. Batas : Sirkumskrip
f. Ukuran : Miliar
g. Efloresensi :Papul eritem, skuama hiperpigmentas , skuama
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 17
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 18
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 19
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 20
Gambar : erupsi obat alergi
3. Kelainan mukosa : Tidak ditemukan kelainan
4. Kelainan Mata : Tidak ditemukan kelainan
5. Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan
6. Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan
7. Kelainan KGB : Tidak ditemukan pembesaran KGB
3.4 Pemeriksaan Penunjang1.Biopsi kulit2.Pemeriksaan lab3.Pemeriksaan uji tempel dan uji provokasi
3.5 Resume
Pasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan terdapat bintik merah kehitaman di seluruh bagian wajah dan seluruh tubuh, tidak gatal dan tidak nyeri, keluhan muncul sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya bintik diwajah hanya sedikit namun lama kelamaan semakin banyak.
Pasien pernah dirawat di RSUD bangkinang sebulan yang lalu selama 5 hari dengan dugaan DBD, namun setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ternyata hasilnya (-) akhirnya pasien pulang. Seminggu kemudian muncul keluhan bintik-bintik merah kehitaman dikulit yang semakin lama semakin banyak. Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, dikeluarga korban juga tidak ada mengeluhkan hal yang sama, dan pasien tidak ada mengobati keluhannya. Pasien mempunyai riwayat kebiasaan mandi 2 x sehari.
3.6 Diagnosis KerjaErupsi Obat Alergi
3.7 Diagnosis Banding Dermatitis medikamentosa Dermatitis kontak Alergi
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 21
3.8 Penatalaksanaan1. Umum
a. Hentikan obat yag diduga penyebabnyab. Diet tinggi protein
2. Khususa. Prednison 3x10 mgb. Topikal : emolien lanolin 10%
3.9 Prognosis1. Quo ad sanam : Bonam 2. Quo ad vitam : Bonam3. Quo ad functionam : Bonam 4. Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 22
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi., 2011., Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi keenam.Balai Penerbit FKUI.Jakarta
2. Siregar, RS. Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta: EGC; 2013
3. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2013
4. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010
5. Barlianto, wisnu. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Keparahan Erupsi Obat pada Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 26 (1)
6. Kurniawan,D., Utama, HW. 2007. Erupsi Alergi Obat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang
7. Nayak,S., Acharjya,B. 2008. Adverse cutaneous drug reaction.indian journal
of dermathology;53:2-8
ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 23