emboli paru
DESCRIPTION
Emboli ParuTRANSCRIPT
Emboli Paru
Emboli Paru adalah pembendungan pada ateri pulmonalis (atau salah satu cabangnya)
oleh bekuan darah, lemak, udara atau sel tumor, emboli yang sering terjadi adalah
trombo emboli, yang terjadi ketika bekuan darah (trombosis vena) menjadi berpindah dari
tempat pembentukan dan menyumbat suplai darah arteri pada salah satu(Saryono, 2009).
Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada
trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri
di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis
atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang
kecil terus berjalan sampai ke bagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer
paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).
Etiologi
Menurut Sylvia A. Price, 2005, ada tiga faktor utama yang menyebabkan timbulnya
trombosis vena dan kemudian menjadi emboli paru yaitu sebagai berikut :
1. Stasis atau melambatnya aliran darah
2. Luka dan peradangan pada dinding vena
3. Hiperkoagulasibilitas
Trias klinis klasik yang merupakan predisposi trombo emboli paru dideskripsikan oleh
Rudolph Virchow tahun 1856, yaitu:
1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah;
2. Hiperkoagulabilitas;
3. Stasis darah
Sebagian besar pasien dengan Emboli Paru memiliki kondisi klinis yang berkaitan
dengan faktor-faktor predisposisi ini, seperti trauma mayor, pembedahan dalam waktu dekat
sebelumnya, obesitas dan imobilitas, merokok, peningkatan usia, penyakit keganasan, pil
kontrasepsi oral, kehamilan, terapi insulin hormon, dan keadaan lain yang lebih jarang
(misalnya sindrom nefrotik)(Huon H. Gray, 2003).
Patofisiologi
Efek klinis Emboli Paru tergantung pada derajat obtruksi vaskuler paru, pelepasan agen
humoral vasoaktif dan bronkokonstriksi dari pratelet teraktivasi (misalnya serotonin,
tromboksan A2), penyakit kardiopulmonal sebelumnya, usia dan kesehataan umum pasien.
Afterload RV meningkat secara bermakna bila lebih dari 25% sirkulasi paru mengalami
obstruksi. Awalnya hal ini mengakibatkan peningkataan tekanan RV, kemudiaan diikuti oleh
dilatasi RV dan regurgitasi trikuspid, dan dengan mulai gagalnya ventrikel kanan, terjadi
penurunan tekanan RV. Ventrikel kanan yang normal tidak mampu meningkatkan tekanan
ateri pulmonalis lebih banyak di atas 50-60 mmhg sebagai respons terhadap obstruksi mayor
mendadak pada sirkulasi paru, sementara pada trombus emboli kronis atau PH primer
tekanan RV dapat meningkat secara bertahap hingga tingkat suprasistemik (>100mmhg).
Kombinasi dari penurunan aliran darah paru dan pergeseran septum interventrikel keruangan
ventrikel kiri akibat ventrikel kanan yang mengalami dilatasi, menurunya pengisian ventrikel
kiri. Maka dispnoe pada pasien dengan obstruksi berat akut sirkulasi paru dapat dikurangi
manuver yang meningkatkan aliran balik vena sistemik dan preload ventrikel kiri, seperti
berbaring datar, mendongak dengan kepala kebawah, dan infus koloid intravena. Hal ini
berlawanan dengan dispnu pada pasien dengan gagal ventrikel kiri, yang gejalanya berkurang
dengan manuver yang menurunkan preload ventrikel kiri, seperti duduk tegak dan terapi
duduk(Huon H. Gray, 2003).
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala emboli paru sangat berfariasi bergantung pada besar bekuan.
Gambaran klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai kematian
mendadak akibat embolus pelana yang masif pada percabangan ateri pulmonalis utama yang
mengakibatkan sumbatan pada saluruh aliran darah ventrikel kanan. Emboli ukuran sedang
berupa awitan mendadak dipsnoe yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, takepnue,
takikardia, dan gelisah.nyeri pleuritik, suara gesekan pleura, hemoptisis dan demam jarang
ditemukan kecuali bila terjadi infark(Sylvia A. Price, 2005).
Kecurugiaan emboli paru merupakan dasar dalam menentukan test diagnostik. Dipsnoe
gejala paling sering muncul dan takipnoe adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada
umumnya dipsnoe berat, sinkop dan sianosis merupakan tanda emboli paru yang mengancam
nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan bahwa emboli paru yang paling kecil dan terletak
diarteri pulmonal distal berdekatan dengan garis pleura(Goldhaber,1998;Sharma,2005).
Komplikasi
Komplikasi meliputi disfungsi ventrikel, gagal nafas, kegagalan multi organ, dan
kematian(Greenberg, 2005).
Nekrosis iskemik lokal (infark) merupakan komplikasi emboli paru yang jarang terjadi
karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya dikaitkan dengan
penyumbatan ateria lobaris atau lobularis ukuran sedang dan isufisiensi aliran kolateral dari
sirkulasi bronkus. Suara gesekan pleura dan sidikit efusi pleura merupakan tanda yang sering
ditemukan(Sylvia A. Price, 2005).
Pencegahan
Mencegah pebentukan trombus merupakan tanggung jawab keperawatan yang utama.
Ambulasi dan latihan tungkai aktif serta pasif dianjurkan untuk mencegah stasis vena pada
pasien tirah baring. Pasien diintruksikan untuk menggerakan tungkai dalam latihan gerakan
memompa sehingga otot-otot tungkai dapat membantu aliran vena. Pasien juga disarankan
untuk tidak duduk atau berbaring untuk waktu yang lama, menyilangkan tungkai atau
mengenakan pakaian yang ketat. Tungkai tidak boleh dijuntaikan tidak juga diletakan dalam
posisi tergantung sementara pasien duduk ditepi tempat tidur. Sebaliknya, kaki pasien harus
diletakkann diatas lantai atau di atas kursi, kateter intravena (untuk terapi parental atau
pengukuran tekanan vena sentral) tidak boleh terpasang untuk waktu yang lama(Smeltzer
Suzanne C, 2002).
Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah :
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai
usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang
baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
1. menggunakan stoking elastis
2. melakukan latihan kaki
3. bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan
pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling
banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah
pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan
selama 7 hari setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat
penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi
mengalami pembentukan gumpalan, yaitu:
1. penderita gagal jantung atau syok
2. penyakit paru menahun
3. kegemukan
4. sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.
Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya
perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko
tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan
menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu
mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan
perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan,
(misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi
sendi), bisa diberikan warfarin per-oral.
Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah
pembedahan(winoviyanto,2011).
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Huon H, Gray, 2003 pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Elektrokardiografi
Mungkin memperlihatkan sinus takikardia dan normal pada emboli Paru minor, namun
memperlihatkan abnormalitas khas pada sekitar 30% pasien dengan Emboli Paru masif.
2. Ekokardiografi
Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan bila dideteksi
regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan.
3. Radiografi Toraks
Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan adanya
obstruksi arteri mayor.
4. Pemindaian Paru
Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi. Bila
sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat keparahan
angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru.
5. MRI dan pemindaian CT
Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat mendeteksi
emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT merupakan pemeriksaan pilihan
pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki penyakit paru sebelumnya.
Penatalaksanaan Medis
Anamnesis gejala dan faktor resiko pasien dan harus didapatkan dengan jelas. Dengan
sedikit pengecualian, pasien yang diduga mengalami emboli paru harus mendapatkan
pemeriksaan radiodrafi thoraks dan EKG dan dirujak untuk pemidaian V/Q paru. Bila indeks
kecurigaan klinis tinggi, antikougulan harus dimulai, tanpa menunggu hasil pemeriksaan
penunjang, selain terapi suportif misalnya analgesik dan oksigen, tiga pilihan terapi segera
untuk emboli paru adalah antikoagulasi dengan heparin, terapi trombolitik, embolektomi
paru(Huon H. Gray, 2003).
Pengobatan utama untuk emboli paru terdiri dari terapi dengan terapi fibronolitik untuk
pasien emboli paru masif atau tidak menetap. Regimen fibronolitik biasa digunakan untuk
emboli paru, termasuk juga dua bentuk aktifaktor plasminogen jaringan rekombinan t-PA
(altelpalse) dan r-PA (retelplase) yang digunakan dengan urokinase dan setretokinase. Bedah
embolektomi dilakukan bila terapi dengan fibronolitik merupakan kontraindikasi. Tindakan
tambahan yang penting juga penting adalah menghilangkan nyeri dengan agen antiinflamasi
nonsteroid, suplemen oksigen, pemantauan perawatan intensif, dan stock-stacking penekanan
sebesar 30 hingga 40 mmhg, dobutamin digunakan untuk mengobati gagal jantung karena
dan syok kardiogenik. Pencegahan sekunder emboli paru dengan menggunakan heparin,.
Heparin adalah antikoagulan yang penting karena menghambat pembesaran bekuan tapi tidak
mampu menghancurkan bekuan yang sudah ada(Sylvia A. Price, 2005).
Antikoagulan heparin merupakan pilar utama terapi segera, dengan pemberian
antikoagulan jangka panjang sebagai komponen penting perawatan, filter vena kava dapat
dipertimbangan pada beberapa untuk mengurangi kemungkinan emboli tambahan ke
paru,trombolisis dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus tetapi saat ini masih
kontroversial. Emboliktomi secara bedah atau dengan panduan kateter dapat dipertimbangkan
pada pasien tertentu(Greenberg, 2005).