sindrom emboli lemak

22
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sindrom emboli lemak adalah sebuah proses dimana jaringan lemak masuk ke dalam aliran darah 2 , yang ditandai dengan gejala klinis berupa sesak napas, demam, ruam ptekie, gangguan neurologis, gangguan pada ginjal. 4 Sindrom emboli lemak terjadi ketika makroglobulin emboli lemak masuk ke dalam pembuluh darah kecil paru- paru dan organ lainnya, sehingga menghasilkan kerusakan endotel dan mengakibatkan kegagalan pernapasan, disfungsi otak, dan ruam ptekie. Penyebab tersering terjadinya sindrom emboli lemak yaitu fraktur tertutup dari tulang panjang. 6 Faktor risiko yang dapat menyebabkan sindrom emboli lemak yaitu usia muda, fraktur tertutup, fraktur multiple, terapi konservatif untuk fraktur tulang panjang. 6 Sindrom emboli lemak sering terjadi pada pria dari pada wanita. Pada anak-anak usia 0 sampai 9 tahun jarang terjadi. Rentang usia yang paling sering terkenaa sindrom emboli lemak yaitu usia 10 sampai 39 tahun. 3 I.2. Tujuan

Upload: wangi-dinan-amika

Post on 02-Jan-2016

659 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

EMBOLI FAT SYNDROME, TRAUMA, sindrom emboli lemak, orthopedi, fraktur tertutup, fraktur multipel, tulang panjang, surgery

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sindrom emboli lemak adalah sebuah proses dimana jaringan lemak masuk ke

dalam aliran darah2, yang ditandai dengan gejala klinis berupa sesak napas, demam,

ruam ptekie, gangguan neurologis, gangguan pada ginjal.4

Sindrom emboli lemak terjadi ketika makroglobulin emboli lemak masuk ke

dalam pembuluh darah kecil paru-paru dan organ lainnya, sehingga menghasilkan

kerusakan endotel dan mengakibatkan kegagalan pernapasan, disfungsi otak, dan

ruam ptekie. Penyebab tersering terjadinya sindrom emboli lemak yaitu fraktur

tertutup dari tulang panjang.6

Faktor risiko yang dapat menyebabkan sindrom emboli lemak yaitu usia

muda, fraktur tertutup, fraktur multiple, terapi konservatif untuk fraktur tulang

panjang.6 Sindrom emboli lemak sering terjadi pada pria dari pada wanita. Pada anak-

anak usia 0 sampai 9 tahun jarang terjadi. Rentang usia yang paling sering terkenaa

sindrom emboli lemak yaitu usia 10 sampai 39 tahun.3

I.2. Tujuan

Sehubungan dengan masalah tersebut referat ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami salah satu gangguan pada bidang

orthopedi, khususnya pada penyakit sindrom emboli lemak

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian Sindrom emboli lemak.

b. Mengetahui penyebab Sindrom emboli lemak.

c. Memahami etiologi dan patofisiologi Sindrom emboli lemak.

d. Memahami manifestasi klinis dari Sindrom emboli lemak.

e. Mengetahui diagnosis dan diagnosis diferensial dari Sindrom emboli

lemak.

f. Mengetahui penatalaksanaan Sindrom emboli lemak.

I.3. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta memperkaya khasanah

mengenai ilmu orthopedi, khususnya pada Sindrom emboli lemak.

2. Bagi Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Menambah referensi dan memperbaruhi informasi mengenai Sindrom emboli

lemak serta menjadi sarana latihan bagi dokter muda dalam pembuatan karya

ilmiah yang tentunya akan sangat bermanfaat dikemudian hari.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Tulang

II.1.1. Fungsi dari Tulang

Perlindungan. Tulang adalah struktur yang keras dan padat, sehingga

berfungsi kepada tubuh manusia sebagai perlindungan kepada jaringan dan

organ-organ penting.

Penyokong. Tulang bertindak sebagai bahan sokongan kepada tubuh.

Penghasil sel darah merah. Sumsum merah yang terdapat di tulang

menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Proses ini

dikenal sebagai hematopoiesis dan hemopoiesis.

Pergerakan.

Tempat penyimpanan. Tulang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan

yang menyimpan bahan mineral seperti kalsium, fosforus dan juga sedikit

lemak.1

II.1.2. Komposisi Tulang1

Kalsium (Ca)

Phosphorus (P)

Ferum (Fe) / Iron

Natrium (Na) / sodium

Kalsium (K)

Iodin (I)

II.1.3. Jenis-jenis Tulang1

Tulang panjang : femur, tibia dan fibula, humerus, ulna dan

radius, phalanges

Tulang pendek : carpals, tarsals

Tulang leper : cranium, sternum, scapulae

Tulang tak tentu bentuk : vertebrae, pelvis, calcaneus

Tulang bulat : patellae

II.1.4. Perkembangan Tulang

Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7

minggu dan berlangsung sampai dewasa. Proses terbentuknya tulang terjadi

dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intramembran dan osifikasi

endokondral :1

1. Osifikasi intramembran : Proses pembentukan tulang dari jaringan

mesenkim menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan

tulang pipih. Pada proses perkembangan hewan vertebrata terdapat tiga

lapisan lembaga yaitu ektoderm, medoderm, dan endoderm. Mesenkim

merupakan bagian dari lapisan mesoderm, yang kemudian berkembang

menjadi jaringan ikat dan darah. Tulang tengkorak berasal langsung dari

sel-sel mesenkim melalui prosesosifikasi intramembran.

2. Osifikasi endokondral : Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana

sel-sel mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan

rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan

tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini

bertanggung jawab pada pembentukkan sebagian besar tulang manusia.

Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan muncul

dibagian tengah dari tulang rawan yang disebut center osifikasi. Osteoblas

selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini tertanam

dengan kuat pada matriks tulang.

Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang

rawan (kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di

bagian tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium

berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan

tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan

dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang

disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian

pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur

didepositkan dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang

rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.1

Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi)

dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan

masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk

sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki

daerah epifisis sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang

spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung

epifisis yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan

di antara epifisis dan diafisis yang disebut dengan cakram epifisis.1

Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifisis terus-

menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang

di daerah diafisis, dengan demikian tebal cakram epifisis tetap sedangkan

tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang-

tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga

sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum

membentuk lapisan tulang-tulang baru di permukaan.1

II.2. Sindrom Emboli Lemak

II.2.1. Definisi :

Sebuah proses dimana jaringan lemak masuk ke dalam aliran darah.2

II.2.2. Epidemiologi :

Sindrom emboli lemak sering terjadi pada pria dari pada wanita. Pada

anak-anak usia 0 sampai 9 tahun jarang terjadi. Rentang usia yang paling

sering terkenaa sindrom emboli lemak yaitu usia 10 sampai 39 tahun.3

II.2.3. Etiologi :

Sindrom emboli lemak paling sering terjadi pada fraktur tertutup dari

tulang panjang. Tetapi ada banyak penyebab lain, yaitu :

Fraktur tertutup menyebabkan lebih banyak emboli dibandinngkan dengan

fraktur terbuka. Tulang panjang, pelvis dan tulang rusuk lebih

menyebabkan emboli dibandingkan sternum dan klavikula. Fraktur

multiple menyebabkan lebih banyak terjadinya emboli.

Prosedur ortopedi.4

Cedera jaringan lunak yang besar.

Luka bakar yang parah.

Biopsi sumsum tulang.

Sedot lemak.5

fatty liver.

Terapi kortikosteroid berkepanjangan.

Pankreatitis akut.

Osteomyelitis.

Kondisi menyebabkan infark tulang, terutama penyakit sel sabit.

II.2.4. Faktor Risiko :6

Usia muda

Fraktur tertutup

Fraktur multiple

Terapi konservatif untuk fraktur tulang panjang

II.2.5. Patogenesis :6

Emboli berasal dari lemak sumsum tulang dan jaringan lemak,

kemudian melalui robekan vena masuk ke sirkulasi dan paru-paru, bersama

gelembung-gelembung lemak melewati kapiler paru masuk ke sirkulasi

sistemik dan menuju ke otak, ginjal, jantung dan kulit.

Menurut penelitian menyatakan bahwa lemak netral merupakan

sumber emboli kecil, yang merupakan penyebab utama gangguan

metabolisme lemak. Pada trauma yang luas terjadi penurunan karbohidrat dan

lemak secara cepat, berupa lipolisis pada jaringan lemak dan sejumlah besar

asam lemak bebas. Akibatnya sejumlah besar asam lemak bebas ditranspor ke

sirkulasi hati dimana terjadi sintesis dan sekresi lipoprotein dengan densitas

rendah.

Lipoprotein hati mengalami agregasi/ konjugasi dengan kalsium dan

kolesterol, menarik trombosit dan menyebabkan perlambatan aliran darah dan

terbentuk emboli. Proses ini menunjukkan asidosis dan respirasi metabolik.

Emboli pada arteri paru tidak hanya menyebabkan obstruksi aliran darah,

tetapi juga merusak dinding pembuluh darah, yang menyebabkan hemoragik

multiple dengan fokus kecil yang menimbulkan hemoptisis, edema paru dan

dispnea. Emboli lemak kemudian masuk ke sirkulasi sistemik.

Patogenesis sindrom emboli lemak melibatkan obstruksi mekanik pada

pulmo dan vaskular sistemik. Pada obstruksi mekanik pada paru terjadi

diakibatkan oleh peningkatan tekanan intramedular setelah trauma sehingga

sumsum lemak keluar melalui sinusoid menuju pulmo dan membentuk

sumbatan pada kapiler pulmo. Teori biokimia menyatakan bahwa asam lemak

bebas yang ada di sirkulasi akibat fraktur mengandung toksin dan menyerang

pneumosit dan sel endotel pulmo yang mengakibatkan perdarahan interstisial,

edema, dan pneumonitis kimiawi yang dapat disertai dengan syok, hipovolemi

dan sepsis yang mengakibatkan pengurangan lairan darah ke hepar, hal ini

memperburuk efek toksik asam lemak bebas.

II.2.6 Gejala Klinis :

Terdapat periode laten `dari 24 sampai 72 jam antara cedera dan onset

gejala. Kemudian akan timbul :4

Sesak napas dan nyeri dada. Tergantung pada tingkat keparahan dan dapat

berkembang menjadi kegagalan pernapasan dengan takipnea, peningkatan

sesak napas dan hipoksia.

Demam ( suhu lebih dari 38,3°C) dengan denyut nadi irregular

Ruam ptekie biasanya di bagian anterior lengan, leher, mukosa mulut dan

konjungtiva. Ruam bersifat sementara dan menghilang setelah 24 jam.

Ruam ptekie pada tubuh bagian atas anterior, karakteristik sindrom emboli lemak.

Gejala sistem saraf pusat ( mulai dari sakit kepala ringan sampai dengan

disfungsi serebral yang signifikan seperti gelisah, disorientasi, kejang,

pingsan atau koma)

Renal ( oliguria, hematuria atau anuria)

II.2.7. Diagnosis :

Terdapat kriteria diagnostik untuk sindrom emboli lemak, yaitu :

Kriteria diagnosis Gurd’s dan Wilson membagi menjadi kriteria mayor dan

kriteria minor.

Kriteria mayor :7,8

insufisiensi pernapasan

keterlibatan cerebral

ruam ptekie

Kriteria minor :

Takikardi

Demam (suhu >39°C)

Kebingungan

PO2 <8 kPa

Pernapasan > 35x/menit, terlepas dari sedasi

Retina : terdapat “exudat cotton wall” dan perdarahan kecil, terkadang

globul lemak terlihat pada pembuluh darah retina

Penyakit kuning

Renal : oliguria, hematuria, anuria

Trombositopenia

Anemia

tinggi ESR

Makroglobulinemia lemak

Infiltrat alveolar difus pada foto thorak

Kriteria diagnosis menurut Schonfold, yaitu :6

Skor

Ptekie 5

Rontgen dada terdapat infiltrate difus di

lapang paru4

Hipoksemia 3

Demam 1

Takikardi 1

Takipnea 1

Kebingungan 1

Sindrom emboli paru juga dapat di diagnosis berdasarkan kelainan sistem

pernapasan.6

PO2 < 8 kPa

PCO2 > 7.3 kPa

Tingkat respirasi > 35x/menit, terlepas dari sedasi

Peningkatan kerja pernapasan, dyspnea, takikardi, ansietas

II.2.8. Pemeriksaan :

Pemeriksaan sitologi urin, darah dan dahak dapat mendeteksi gelembung-

gelembung lemak yang bebas atau yang di dalam makrofag. Tes ini

memiliki sensitivitas rendah dan hasilnya dapat negative.6

Rontgen dada terdapat infiltrat atau konsolidasi pada paru dan adanya

dilatasi sisi kanan jantung.6

CT scan : temuan mungkin normal atau terdapat difus putih dikarenakan

perdarahan ptekie dengan cedera mikrovaskuler. CT scan juga akan

menyingkirkan penyebab lain dari penurunan tingkat kesadaran.6

Gambar CT menunjukkan perubahan hipodens minimal di wilayah periventricular

Analisis gas darah akan menunjukkan hipoksia, PO2 biasanya kurang dari 8

kPa (60 mmHg) dan hipokapnia.9

Trombositopenia, penurunan hematokrit terjadi 24 sampai 48 jam dan

dihubungkan dengan perdarahan intraalveolar. Kadar kalsium berkurang.

Pemeriksaan MRI otak dapat membantu dalam diagnosis serebral emboli

lemak.10

II.2.9 Diagnosis Banding :6

Dispnea

Hipoksia

Kelainan pada foto thoraks yang dapat terjadi dengan tromboemboli dan

pneumonia

II.2.10 Penatalaksanaan :

Penatalaksanaan sindrom emboli lemak untuk memastikan oksigenasi

arteri yang baik. Laju aliran tinggi oksigen diberikan untuk mempertahankan

tekanan oksigen arteri dalam batas normal. Pembatasan asupan cairan dan

penggunaan diuretik dapat meminimalkan akumulasi cairan di paru-paru

selama sirkulasi dipertahankan.

Di sisi lain, pemeliharaan volume intravaskular sangat penting karena

syok dapat memperburuk cedera paru yang disebabkan oleh sindrom emboli

lemak. Albumin telah direkomendasikan untuk resusitasi volume di smping

larutan elektrolit, karena tidak hanya mengembalikan volume darah, tetapi

juga mengikat asam lemak dan dapat menurunkan tingkat cedera paru.

Ventilasi mekanis dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin

diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi arteri.

Terapi medikasi :

Kortikosteroid dosis tinggi efektif dalam mencegah perkembangan

sindrom emboli lemak. Dosis yang lebih rendah mungkin juga efektif.11

Terapi bedah :

Stabilisasi bedah Prompt patah tulang panjang mengurangi risiko

sindrom emboli lemak.12

II.2.11. Prognosis :

Tingkat kematian dari sindrom emboli lemak adalah 5 sampai 15%.

Bahkan kegagalan pernapasan yang terkait dengan emboli lemak jarang

menyebabkan kematian.

Defisit neurologis dan koma dapat berlangsung selama beberapa hari atau

minggu. Berkurangnya residu mungkin termasuk perubahan kepribadian,

kehilangan memori dan disfungsi kognitif.4

II.2.12. Pencegahan :

Imobilisasi awal patah tulang tampaknya menjadi cara yang paling

efektif untuk mengurangi kejadian dari kondisi ini.13

REFERENSI

1. Isharmanto. 2009. Mekanisme Penulangan.

http://isharmanto.blogspot.com/2009/12/mekanisme-penulangan.html (5Maret

2010)

2. Fat Embolism Syndrome , Wheeless' Textbook of Orthopaedics

3. Stein PD, Yaekoub AY, Matta F, et al ; Fat embolism syndrome. Am J Med Sci.

2008 Dec;336(6):472-7.

4. Kirkland L ; Fat embolism. emedicine. 2009.

5. Taviloglu K, Yanar H ; Fat embolism syndrome. Surg Today. 2007;37(1):5-8.

Epub 2007 Jan 1.

6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2700578/

7. Gurd AR ; Fat embolism: an aid to diagnosis.; J Bone Joint Surg Br. 1970

Nov;52(4):732-7.

8. Gurd AR, Wilson RI ; The fat embolism syndrome. J Bone Joint Surg Br. 1974

Aug;56B(3):408-16.

9. Shaikh N ; Emergency management of fat embolism syndrome. J Emerg Trauma

Shock. 2009 Jan;2(1):29-33.

10. Buskens CJ, Gratama JW, Hogervorst M, et al ; Encephalopathy and MRI

abnormalities in fat embolism syndrome: a case report. Med Sci Monit. 2008

Nov;14(11):CS125-9.

11. McDermott ID, Culpan P, Clancy M, et al ; The role of rehydration in the

prevention of fat embolism syndrome.; Injury. 2002 Nov;33(9):757-9.

12. Babalis GA, Yiannakopoulos CK, Karliaftis K, et al ; Prevention of

posttraumatic hypoxaemia in isolated lower limb long bone fractures with a

minimal prophylactic dose of corticosteroids.; Injury. 2004 Mar;35(3):309-17.

13. Robinson CM ; Current concepts of respiratory insufficiency syndromes after

fracture.; J Bone Joint Surg Br. 2001 Aug;83(6):781-91.

14. McDermott ID, Culpan P, Clancy M, et al ; The role of rehydration in the

prevention of fat embolism syndrome.; Injury. 2002 Nov;33(9):757-9.

15. Wang HD, Zheng JH, Deng CL, et al ; Fat embolism syndromes following

liposuction. Aesthetic Plast Surg. 2008 Sep;32(5):731-6. Epub 2008 May 29.

16. Wong MW, Tsui HF, Yung SH, et al ; Continuous pulse oximeter monitoring

for inapparent hypoxemia after long bone fractures.; J Trauma. 2004

Feb;56(2):356-62.