elektrolit dalam tubuh
DESCRIPTION
elekrolit tubuhTRANSCRIPT
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang
bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan
negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai elektronetralitas. Sebagian
besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit
yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan. Pemeliharaan homeostasis cairan
tubuh adalah penting bagi kelangsungan hidup semua organisme. Pemeliharaan tekanan
osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama
empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), dan bikarbonat
(HCO3-). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis dikenal sebagai ”profil
elektrolit”. Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas cairan
ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan interstisial.
1. Kalium
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi
kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%).
Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-
4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada
wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih
kecil 20% dibandingkan pada anak-anak. Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan
interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium
cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif (transpor aktif
kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium)
Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang masuk dan
keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari jumlah dan jenis makanan.
Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi 60-100 mEq kalium perhari (hampir sama
dengan konsumsi natrium). Kalium difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70-80%)
direabsorpsi secara aktif maupun pasif di tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan
natrium dan klorida di lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus
gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%.
Nilai normal kalium serum pada:
- serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L
- serum anak : 3,5-5,5 mmo/L
- serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
- urine anak : 17-57 mmol/24 jam
- urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
- cairan lambung : 10 mmol/L
Gangguan Keseimbangan Kalium
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan kadar kalium
lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia.
Penyebab Hipokalemia
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut :
a. Asupan Kalium Kurang
Orang tua yang hanya makan roti panggang dan teh, peminum alkohol yang berat
sehingga jarang makan dan tidak makan dengan baik, atau pada pasien sakit berat yang
tidak dapat makan dan minum dengan baik melalui mulut atau disertai oleh masalah lain
misalnya pada pemberian diuretik atau pemberian diet rendah kalori pada program
menurunkan berat badan dapat menyebabkan hipokalemia.
b. Pengeluaran Kalium Berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna seperti muntah-
muntah, melalui ginjal seperti pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid
primer/hiperaldosteronisme primer (sindrom barter atau sindrom gitelman) atau melalui
keringat yang berlebihan. Diare, tumor kolon (adenoma vilosa) dan pemakaian pencahar
menyebabkan kalium keluar bersama bikarbonat pada saluran cerna bagian bawah
(asidosis metabolik). Licorice (semacam permen) yang mengandung senyawa yang
bekerja mirip aldosteron, dapat menyebabkan hipokalemia jika dimakan berlebihan.
c. Kalium Masuk ke Dalam Sel
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian β2- agonis), paralisis periodik
hipokalemik, dan hipotermia.
Efek dari hipokalemia ini adalah sebagai berikut :
1. Akibat kekurangan kalium dan cara pengobatan yang kurang hati-hati dapat
menimbulkan otot menjadi lemah, kalau tidak diatasi dapat menimbulkan
kelumpuhan.
2. Hiperkalemia yang lebih serius dari hipokalemia, jika dalam pengobatan
kekuarangan kalium tidak berhati-hati yang memungkinkan terlalu banyaknya
kalium masuk kedalam pembuluh darah.
3. Selain itu juga adapun hal-hal yang dapat timbul pada hipokalemia yaitu :
a.. Aritmia (ekstrasistol atrial atau ventrikel) dapat terjadi pada keadaan
hipokalemia terutama bila mendapat obat digitalis.
b. Ileus paralitik.
c. Kelemahan otot sampai kuadriplegia.
d. Hipotensi ortostatik.
e. Vakuolisasi sel epitel tubulus proksimal dan kadang-kadang tubulus distal.
f. Fibrosis interstisial, atropi atau dilatasi tubulus.
g. pH urine kurang akibatnya ekskresi ion H+ akan berkurang.
h. Hipokalemia yang kronik bila ekskresi kurang dari 20 mEq/L.
Hipokalemia
Koreksi Hipokalemi Harga Normal : 3,5 – 5,1 meq/L
Koreksi Hipokalemi
Defisit K+ / K+ x BB x 0,8
Maintenance :
Dewasa : 1 meq / BB / hr
Anak : 2 meq / BB / hr 6 Jam
Penyebab Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh :
a. Keluarnya Kalium dari Intrasel ke Ekstrasel
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik bukan oleh
asidosis organik (ketoasidosis, asidosis laktat), defisit insulin, katabolisme jaringan
meningkat, pemakaian obat penghambat-β adrenergik, dan pseudohiperkalemia.
b. Berkurangnya Ekskresi Kalium melalui Ginjal
Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan
hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin
atau akibat koreksi ion kalium berlebihan dan pada kasus-kasus yang mendapat terapi
angiotensin-converting enzyme inhibitor dan potassium sparing diuretics.
Efek dari hiperkalemia
A. Neuromuskular
Kelemahan otot yang tidak begitu terlihat biasanya merupakan tanda awal .
Kelemahan otot yang berjalan naik dan berkembang kearah paralisis flaksid pada
tungkai bawah, dan akhirnya pada badan dan lengan ( berat )
Parestesia pada wajah, lidah, kaki, dan tangan
B. Saluran cerna
Mual, kolik usus, diare
C. Ginjal
Oliguria yang berlanjut menjadi anuria
D. Kardiovaskular
AV blok derajat 1,2,3
Bradikardia
Blok jantung komplit
Fibrilasi ventrikel atau henti jantung.
Asistol
Penurunan kontraktilitas
Perubahan EKG (selalu terjadi jika K+ serum= 7-8 mEq/L)
2. Klorida
Klorida adalah salah satu ion yang penting bagi tubuh karena merupakan anion yang
paling berperan dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit. Klor dalam tubuh digunakan
untuk membentuk Asam Klorida (HCl) untuk membunuh bakteri dan kuman yang masuk ke
dalam tubuh bersama makanan. Darah mengandung 0,9 persen Natrium Klorida. Klorida
merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan konsentrasi klorida dalam plasma
berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam-basa. Jumlah klorida
pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88% klorida berada
dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih
tinggi dibandingkan pada anak-anak dan dewasa. Keseimbangan Gibbs-Donnan mengakibatkan
kadar klorida dalam cairan interstisial lebih tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat
menembus membran sel secara pasif.
Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan cairan intrasel disebabkan oleh
perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam membran sel. Jumlah klorida dalam tubuh
ditentukan oleh keseimbangan antara klorida yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk
tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama dengan
natrium. Orang dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per
hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung atau usus
pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida dalam
keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran keringat berlebihan, kehilangan klorida
dapat mencapai 200 mEq per hari. Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal.
Elektrolit utama yang berada di dalam cairan ekstraselular (ECF) adalah elektrolit
bermuatan negatif, yaitu klorida (Cl ). Jumlah ion klorida (Cl ) yang terdapat di dalam jaringan
tubuh diperkirakan sebanyak 1.1 g/Kg berat badan dengan konsentrasi antara 98-106 mmol / L.
Konsentrasi ion klorida tertinggi terdapat pada cairan serebrospinal seperti otak atau sumsum
tulang belakang, lambung dan juga pankreas. Sebagai anion utama dalam cairan ekstraselullar,
ion klorida juga akan berperan dalam menjaga keseimbangan cairan-elektrolit. Selain itu, ion
klorida juga mempunyai fungsi fisiologis penting yaitu sebagai pengatur derajat keasaman
lambung dan ikut berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa tubuh. Bersama dengan
ion natrium (Na ), ion klorida juga merupakan ion dengan konsentrasi terbesar yang keluar
melalui keringat.
Nilai normal Klorida
- serum bayi baru lahir : 94-112 mmol/L
- serum anak : 98-105 mmol/L
- serum dewasa : 95-105 mmol/L
- keringat anak : <50 mmol/L
- keringat dewasa : <60 mmol/L
- urine : 110-250 mmol/24 jam
- feses : 2 mmol/24 jam
Tanda dan Gejala Chloride Imbalance (Ketidakseimbangan Klorida)
Hipokloremia
- Hipertonisitas otot, tetani, dan napas dangkal dan terdepresi
- Otot lemah dan kejang jika disertai kehilangan natrium
Hiperkloremia
- Agitasi
- Dispnea
- Edema bernintik
- Takikardia, hipertensi
- Jika disertai asidosis metabolik akibat ekskresi basa bikarbonat oleh ginjal : lemah,
berkurangnya kemampuan kognitif, napas dalam dan cepat dan koma
Gangguan Keseimbangan Klorida
a. Penyebab Hipoklorinemia
Hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan. Penyebab
hipoklorinemia umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada alkalosis metabolik
dengan hipoklorinemia, deficit klorida tidak disertai defisit natrium. Hipoklorinemia juga
dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan retensi bikarbonat, contohnya pada
asidosis respiratorik kronik dengan kompensasi ginjal.
b. Penyebab Hiperklorinemia
Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada gangguan
mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya penyebab hiperklorinemia sama dengan
hipernatremia. Hiperklorinemia dapat dijumpai pada kasus dehidrasi, asidosis tubular
ginjal, gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang disebabkan karena diare yang lama dan
kehilangan natrium bikarbonat, diabetes insipidus, hiperfungsi status adrenokortikal dan
penggunaan larutan salin yang berlebihan, alkalosis respiratorik. Asidosis
hiperklorinemia dapat menjadi petanda pada gangguan tubulus ginjal yang luas.
3. Natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya mencapai 60 mEq per
kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalah cairan intrasel.
Lebih dari 90% tekanan osmotic dicairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung
natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3)
sehingga perubahan tekanan osmotic pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan
konsentrasi natrium.
Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh keseimbangan
Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan extraseluler dan intraseluler
disebabkan oleh adanya transport aktif dari natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya
kalium ke dalam sel ( pompa Na K). Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran
keseimbangan antara natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium
yang berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan
pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit. Pemasukan dan
pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq.
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida. Kandungan natrium
pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah pengeluaran keringat akan
meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar pada lingkungan yang panas, latihan
fisik dan demam.
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan untuk
mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan volume
cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65% di
tubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya
direabsorpsi di lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%).
Sekresi natrium di urine <1%. Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi
natrium bersama air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin-angiotensin-
aldosteron untuk mempertahankan elektroneutralitas.
Nilai rujukan kadar natrium pada:
- serum bayi : 134-150 mmol/L
- serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- feses : kurang dari 10 mmol/hari
Gangguan keseimbangan natrium
Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma dalam tubuhnya
turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145 mEq/L) dan
hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat diatas normal. Hiponatremia
biasanya berkaitan dengan hiposmolalitas dan hipernatremia berkaitan dengan
hiperosmolalitas.
a. Hiponatremia
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium
plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik
seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang berkepanjangan,
berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel seperti diare, muntah-muntah,
dan penggunaan diuretik secara berlebihan. Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh
beberapa penyakit ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan tubulus
pada ginjal, penyakit addison, serta retensi air yang berlebihan (overhidrasi hipo-
osmotik) akibat hormon antidiuretik. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa respons
fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus
(osmolaritas urine rendah).
1. Hiponatremia euvolemik
bentuk pengenceran hiponatremia, terjadi ketika total natrium serum normal atau
mendekati normal, tetapi total cairan tubuh meningkat tanpa edema terbukti secara klinis.
Sindrom yang tidak pantas hormon antidiuretik (SIADH) adalah penyebab paling umum
dari hiponatremia euvolemic. Pasien dengan hiponatremia euvolemik tidak memiliki
tanda-tanda penurunan volume atau ekspansi volume
2. Hiponatremia hypervolemik
bentuk pengenceran hiponatremia, terjadi ketika ada peningkatan air tubuh total, tetapi
peningkatan yang relatif kecil dalam total natrium serum, sehingga natrium yang tersedia
secara efektif diencerkan. Gagal jantung dan penyakit ginjal adalah 2 penyebab utama
hiponatremia hypervolemik. Tanda-tanda klinis hiponatremia hypervolemik termasuk
tanda-tanda ekspansi volume, seperti adanya edema terbukti secara klinis, ascites, dan
edema paru.
Tanda dan gejala hiponatremia dapat termasuk:
1. Mual dan muntah2. Sakit kepala3. Kebingungan4. Kehilangan energi5. Kelelahan6. Gelisah dan mudah marah7. Kelemahan otot, kejang atau kram8. Kejang9. Pingsan10. Koma
Koreksi Hiponatremi
Kehilangan Na= 0,6XBBX (140-Na.Pl) + 140X ↓ nya BB
Koreksi Hiponatremi
Rumus= 0,6 x BB x (140-Na plasma)
Maintenance dewasa: 1 meq/BB/hr anak : 2 meq/BB/hr
b. Penyebab Hipernatremia
Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan
ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan natrium
dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air oleh ginjal dapat
menyebabkan peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium klorida dalam cairan
ekstrasel.
hipernatremia dapat terjadi bila ada defisit cairan tubuh akibat ekskresi air
melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada pengeluaran air
tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau keringat, diare osmotik akibat
pemberian laktulose atau sorbitol, diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik, diuresis
osmotik akibat glukosa atau manitol, gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat
tumor atau gangguan vascular.
Hipernatremia (natrium serum di atas 150 mEq/L) merupakan gangguan elektrolit
yang lazim dijumpai pada pasien di bangsal perawatan dan unit rawat intensif. Pasien
hipernatremia dikelompokkan dalam 3 kategori:
1) Ringan, kadar serum 151 sampai 155 mEq/L;
2) Moderate, 156 sampai 160 mEq/L; dan
3) Berat, di atas 160 mEq/L.
4. Magnesium
Hipomagnesemia
Secara umum, hipomagnesemia terjadi akibat kehilangan pada sistem pencernaan atau
pada ginjal. Asupan yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Hal ini biasa terjadi pada
alkoholik, pemberian nutrisi enteral dalam jangka waktu yang lama atau kelainan
hipomagnesemia genetik. Redistribusi dari intrasel ke ekstra sel terjadi pada keadaan
hungry bone syndrome, hiperadrenergik, pankreatitis akut dan Refeeding syndrome.
Gangguan Sistem Pencernaan seperti pada semua penyakit diare dapat menyebabkan
hipomagnesemia. Gangguan malabsorpsi juga merupakan penyebab, dimana sering
merupakan kelainan genetik. Ekskresi pada ginjal yang banyak terjadi pada penggunaan
diuretik, alkoholik akibat gangguan reasorbsi, hiperkalsemia, ekspansi volume cairan
ekstrasel, dan obat – obatan nefrotoksin seperti aminoglikosida, sisplatin, siklosforin A,
dan amfoterisin dan pentamidin. Barrter Syndrome dan Gitelman Syndrome juga
merupakan bagian dari kelompok penyebab ini, dimana Bartter Syndrome merupakan
kelainan pada transporter NaCl pada ansa henle ginjal, sedangkan Gitelman Syndrome
merupakan defek genetik yang berhubungan dengan transporter NaCl pada tubulus distal
ginjal.
Hipermagnesemia
Hipermagnesemia dapat terjadi pada keadaan gangguan ginjal terminal, dimana ginjal
tidak dapat lagi mengekskresikan Mg sebagai mana mestinya. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh asupan yang berlebihan, walaupun sangat jarang terjadi. Penyebab
paling banyak adalah akibat penggunaan obat–obatan yang mengandung magnesium
seperti pada antasida dan beberapa laksansia. Penyebab lainnya adalah penggunaan litium
untuk terapi maupun diagnostik, hipotiroidisme, penyakit adison, penyakit hipokalsiurik
hiperkalsemia, milk alkali syndrome dan ketoasidosis diabetik. Selain itu, pada keadaan
kerusakan jaringan eksesif, seperti syok, sepsis atau luka bakar, juga dapat menjadi
penyebab. Hemolisis juga dapat menjadi faktor pencetus hipermagnesemia, mengingat
kadar Mg eritrosit tiga kali lebih banyak dari Mg serum. Diagnosis hipomagnesemia
ditegakkan berdasarkan nilai Mg serum dibawah 1,7 mmol/L. Pemeriksaan magnesium
bukan merupakan bagian dari pemeriksaan darah rutin untuk elektrolit. Kemungkinan
adanya hipomagnesemia harus dicurigai pada keadaan diare kronik, hipokalemia
berulang, hipokalsemia dan aritmia ventrikuler, khususnya pada keadaan iskemik. Dalam
menegakkan diagnosis, perlu dibedakan apakah kelainan disebabkan oleh gangguan
ginjal atau kehilangan dari gastrointestinal dan hal ini penting untuk terapi. Dapat
dibedakan dengan memeriksa Mg urin 24 jam atau ekskresi fraksional.
Excretion Fraction (EF) dihitung dengan rumus :
(EF)mg = (U_mg × P_Cr) / (( 0,7 × P_mg ) ) × U_Cr
PCr = Cr plasma, PMg = Mg plasma, UMg = Mg urin, UCr = Cr urin
Bila hasil EF24 :
Mg urin 24 jam 10 – 30 mg atau EF urin > 2 % pada pasien dengan fungsi ginjal normal,
maka maka penyebanya adalah renal wasting ini disebabkan pemakaian diuretik,
aminoglikosida atau cisplatin
Bila EF bernilai antara 0,5 % – 2,7 %, maka disebabkan oleh non-renal (gastrointestinal).
Bila EF bernilai antara 4 – 48 %, disebabkan oleh kehilangan Mg di ginjal.
Klinis dapat berupa gangguan neuromuskuler, seperti kram sampai kejang. Gangguan
elektrolit lain, seperti hipokalemia, hipokalsemia. Gangguan neurologi, seperti depresi,
vertigo, delirium sampai koreoatetosis
5. Kalsium
Hipokalsemia
Keseimbangan kalsium diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan Vitamin D. Hormon
paratiroid bergantung kepada Calsium-sensing reseptor (CSR), untuk mendeteksi adanya
kelebihan kalium serum, dan merangsang PTH yang akan meningkatkan kadar kalsium
darah. Apabila CSR ini tidak ada maka akan terjadi hipokalsemia. Pada gagal ginjal, PTH
menstimulasi reabsorpsi osteoklas tulang. Pada hipokalsemia serum, belum tentu terjadi
hipokalsemia total. Total serum dapat tergambar dari penurunan albumin pada penyakit
sirosis, sindroma nefrotik dan malnutrisi. Hipokalsemi dapat menyebabkan iritabilitas
dan tetani. Pada keadaan alkalosis, dapat menimbulkan tetani akibat penurunan kadar
kalsium.
Hipokalsemia
Hipoparatiroidisme. Keadaan ini dapat herediter maupun didapat. Untuk yang didapat,
bisa terjadi karena iradiasi leher atau pasca paratiroidektomi, yang dikenal dengan
Hungry Bone Syndrome. Keadaan ini memberikan efek tulang yang akan meabsorpsi Ca
dalam jumlah besar. Penyebab yang berhubungan dengan Vitamin D yaitu, asupan yang
kurang, dan gangguan absorpsi. Pada keadaan penyakit kritis dan sepsis berat dapat
menjadi penyebab. Pada keadaan hipokalsemia, terjadi peningkatan eksitabilitas saraf di
tangan dan lengan, yang disebabkan oleh hipokalsemia, dan bila iskemia dibuat, yaitu
dengan menggunakan sfigmomanometer, akan muncul twitching. Keadaan in dikenal
dengan Trousseau’s Sign. Chovtek’s Sign dapat muncul dengan cara mengetok pada titik
tertentu pada wajah, yang ditandai dengan adanya respon berupa twitching. Mekanisme
terjadinya adalah adanya stimulasi mekanik langsung serabut motorik wajah. Pada sistem
kardiovaskuler, efek berat hipokalsemia adalah ‘QT’ memanjang pada dan ST interval
yang memanjang pada EKG.
Hiperkalsemia
Pada 90% kasus hiperkalsemia disebabkan oleh keganasan dan hiperparatiroidisme. Pada
keganasan, disekresikan suatu PTH-related peptide yang akan meningkatkan kadar Ca
plasma. Keadaan ini muncul pada 80% kasus hiperkalsemia pada keganasan. Pada 20 %
kasus lainnya, terjadi akibat hiperkalsemia osteolitik, dimana terjadi aktifitas osteoklastik
yang mana terjadi resorpsi tulang di sekitar jaringan tumor. Hal ini terjadi pada tumor
dengan metastase ke tulang. Hiperkalsemia mempengaruhi hampir semua organ tubuh.
Akan tetapi yang paling utama adalah sistem saraf pusat dan ginjal. Pada sistem saraf
pusat, kalsium memberikan efek sebagai depresan langsung. Sehingga pada keadaan
kalsium yang tinggi, akan terjadi gangguan psikis berupa ansietas, depresi dan perubahan
kepribadian, Pada keadaan lanjut, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, bahkan
kematian. Efek pada ginjal adalah nefrolitiasis akibat dari hiperkalsiuria. Selain itu dapat
terjadi poliuria dan polidipsia. Fungsi ginjal menurun akibat vasokonstriksi renal akibat
hiperkalsemia. Efek pada saluran pencernaan adalah berupa mual, muntah, konstipasi
atau diare. Pada kardiovaskler, efek hiperkalsemia adalah berupa pemendekan QT,
pelebaran gelombang t, dan pelebaran QRS kompleks.
Nilai koreksi pada kalsium
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kalsium serum diatas 10,5 mmol/L
setelah nilai dikoreksi sesuai albumin serum.
Nilai koreksi : Ca serum+ (0,8 × [albumin serum normal-albumin aktual] )
6. Bikarbonat
Ion hydrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hirogen. Molekul
yang mengandung atom-atom hydrogen dan dapat melepaskan ion-ion hydrogen dalam larutan
dikenal sebagai asam. Suatu contoh adalah asam karbonat (H2CO3) yang berionisasi
membentuk ion hydrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-). Basa adalah ion atau molekul
yang dapat menerima ion hydrogen. Sebagai contoh, ion bikarbonat adalah suatu basa karena
dapat bergabung dengan satu ion hydrogen membentuk h2CO3. Demikian juga HPO4, adalah
adalah suatu basa karena dapat menerima satu ion hydrogen untuk membentuk H2PO4.
Ion bikarbonat yang disaring akan direasorbsi oleh ginjal untuk mencegah kehilangan
bikarbonat dalam urin. Sekitar 80-90 persen reasorbsi bikarbonat ( dan sekresi ion idrogen )
berlangsung di dalam tubulus proksimal sehingga hanya sejumlah kecil ion bikarbonat yang
mengalir ke dalam tubulus distal dan duktus kolligens. Ion bikarbonat yang disaring pada
gromerolus akan bereaksi dengan ion hydrogen yang sidekresikan oleh sel-sel tubulus
membentuk H2CO3 oleh kerja enzim karbonik anhidrase, yang kemudian berdisosiasi menjai
CO2 dan H2O.
Bila ion-ion hydrogen disekresikan kedalam berlebihan bikarbona yang difiltrasi ke
dalam cairan tubulus, hanya sebagian kecil dari kelebihan ion hydrogen ini yang dapat
disekresikan dalam bentuk ion hydrogen dalam urin. Bila terdapat kelebihan ion hydrogen
dalam urin, ion hydrogen akan bergabung dengan penyangga selain bikarbonat dan ini akan
menghasilkan pembentukan ion bikarbonat baru yang dapat masuk ke dalam darah, dengan
demikian membantu mengganti ion bikarbonat yang hilang dari cairan extrseluler pada
keadaan asidosis. Penyangga paling penting untuk mekanisme ini adalah penyangga phospat
dan ammonia.
Ekskresi bikarbonat dihitung sebagai kecepatan aliran urin dikali konsentrasi bikarbonat
urin. Jumlah ini menunjukan seberapa cepat ginjal mengeluarkan HCO3- dari darah. Pada
alkalosis, kehilangan HCO3- mengambalikan pH plasma menjadi normal.
Jumlah hasil akhir ekskresi asam oleh ginjal dapat ditulis sebagai :
Ekskresi akhir asam = eksresi NH4+ +asalam yang dapat di titrasi dalam urin – ekskresi
bikarbonat
DAFTAR PUSTAKA
1. William F. Ganong, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17 . 1995
2. Arthut C . Guyton, M.D, john E.Hall, PhD. Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9 . 1997
3. Douglas I. Hyponatremia: why it matters, how it presents, how we can manage it. Cleve
Clin J Med. 2006;73(suppl 3):S4-S12.
4. Adrogué HJ. Consequences of inadequate management of hyponatremia. Am J Nephrol.
2005;25(3):240-249.
5. Verbalis JG, Goldsmith SR, Greenberg A, Schrier RW, Sterns RH. Hyponatremia
treatment guidelines 2007: expert panel recommendations. Am J Med. 2007;120(11 suppl
1):S1-S21.
6. Anderson, Sylvia Price, 1985, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit,
Jakarta: EGC.
7. Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Craig, Sandy. Hyponatremia. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/767624-overview pada 6 febuari 201 4