efusi kasus
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Efusi pleura merupakan penumpukan cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura.
Efusi pleura adalah:
1. Suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang berlebih jumlahnya di dalam cavum
pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi
(penyerapan ) cairan pleura.
2. Adanya cairan di cavum pleura yang volumenya > normal (vol. normal: 5-15 cc).
Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan
pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai
kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Cairan dalam jumlah yang berlebih dapat
mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Dalam
keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan
pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan masuk ke
dalam rongga melalui pleura parieatalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi
di pleura visceralis yang bertekanan rendah dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam
pleura parietalis dan pleura visceralis (Astowo, 2009).
B. Anatomi Pleura
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat,
dan dalam keadaan normal berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa
yang membungkus parenkim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa
yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Tebal rongga pleura 10-20
mikron, berisi cairan 25-50 cc dan mengandung rendah protein. Rongga pleura dengan
lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua
lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara
pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :
1. Pleura visceralis :
a. Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
b. Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
c. Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit
d. Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat
elastik
e. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta
pembuluh limfe
f. Menempel kuat pada jaringan paru
g. Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura
2. Pleura parietalis
a. Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan
elastis)
b. Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan
a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka
terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal dari n.
Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada
c. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
d. Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
Pleura seringkali mengalami kelainan seperti terjadinya efusi pleura, yaitu adanya
cairan yang patologis dalam rongga pleura. Perlu diingat bahwa pada normalnya rongga
pleura selalu ada cairan serosa yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis
dan pleura parietalis, sehingga gerakan paru dapat mengembang dan mengecil dengan mulus
tanpa terjadinya friksi. Cairan fisiologis ini disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi
kembali oleh pleura viseralis. Dalam keadaan normal cairan pleura berkisar antara kurang
dari 1 ml – 20 ml dan setiap peningkatan jumlah cairan di atas nilai ini harus dianggap
sebagai efusi pleura (Eyln, 2010).
C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan
osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial
masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe di
sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga
terjadilah empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis
sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma
dada atau alveoli yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi karena
penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma
nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal,
atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks.
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan
ostmotik koloid terganggu sehingga terbentuknya cairan akan melebihi reabsorbsinya.
Biasanya hal ini terdapat pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik,
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner,
3. Menurunnya tekanan osmotic koloid dalam pleura,
4. Menurunnya tekanan intra pleura.
Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah
menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,
paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella),
keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena Systemic Lupus
Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis,
asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeablenya abnormal karena peradangan (infeksi, infark paru, atau neoplasma) dan berisi
protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Protein yang terdapat dalam
cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran limfe. Kegagalan aliran protein limfe ini
(misal: pada pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Efusi transudat atau eksudat dapat dibedakan menurut perbandingan jumlah laktat
dehidrogenase (LDH) dan protein yang terdapat di dalam cairan pleura dan serum. Efusi
pleura eksudatif memenuhi setidaknya salah satu dari ketiga kriteria berikut, sementara
transudatif tidak sama sekali memenuhi kriteria ini:
1. Perbandingan kadar protein cairan pleura/protein serum > 0,5
2. Perbandingan kadar LDH cairan pleura/LDH serum > 0.6
3. Kadar LDH cairan pleura > 2/3 kadar normal tertinggi serum (>200)
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan
pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena
obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan
masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi
cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena
untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan
cairan limfe
D. Etiologi
1. Berdasarkan Jenis Cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk
menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan
pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis
transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi
pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif
melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.
PARAMETER TRANSUDAT EKSUDATWarna Jernih Jernih, keruh, berdarah
BJ < 1,016 < 1,016Jumlah set Sedikit Banyak (> 500 sel/mm2)
Jenis setRivalta
PMN < 50%Negatif
PMN < 50%Negatif
Glukosa 60 mg/dl (= GD plasma) 60 mg/dl (bervariasi)Protein < 2,5 g/dl < 2,5 g/dl
Rasio protein TE/plasma < 0,5 < 0,5LDH < 200 IU/dl < 200 IU/dl
Rasio LDH T-E/plasma < 0,6 < 0,6
Efusi pleura berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit
dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut,
gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi
terhadap virus dalam cairan efusi.
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang
berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab
dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas,
Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan
pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang
terinfeksi keluar dari rongga pleura.
3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll.
Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus
subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen
dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh
rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga
tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral
pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis
ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,
kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung
yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :
1) Invasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran
kapiler.
2) Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik
sirkulasi.
3) Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural,
sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan
kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam
cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan
pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
6) Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel
PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun
pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun
drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut
Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan
efusi parapneumonik:
a) Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
b) Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
c) Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
d) Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH
bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang
mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7) Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
8) Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya
adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada
sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan
tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah
subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan
ke rongg pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada
seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak
sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang
torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat
transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam.
Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3) Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil
yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan
biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis
tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan
tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal
venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau
torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4) Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan
tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa :
tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh
tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura
melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5) Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan
pleura dengan cairan dialisat.
c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru
diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah
terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
2. Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Mycobacterium Tuberculosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan
terhadap asam dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat
hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant
yang suatu saat kuman dapat bangkit kembali dan aktif kembali.
Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
predileksi penyakit tuberkulosis.
b. Non Myobacterium Tubercualaosis
Bisa dikarenakan :
1) Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza
2) Clostridium perringens, Bacteroides fragilis
3) Jamur : Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus
4) Virus dan Mycoplasma pneumoni
5) Parasit, Amoeba
6) Hydatul disease
7) SLE
8) Penyakit rheumatoid
9) Asbestosis
10) Obat-obatan: Bromocriptine, methysergide, dan trolene sodium, nitrofuratoi
11) Neoplasma
12) Dekompensasi jantung
13) Trauma
14) Idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara
berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll), kadang-kadang
masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan dalam
efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi pun kadang-kadang hanya
menunjukkan pleura yang menebal karena pleuritis yang non spesifik.
Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis sel.
Penyebab efusi pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena adanya infeksi,
reaksi hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll.
Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara yang
sedang barkembang), efusi pleura idiopatik ini kebanyakan dianggap sebagai pleuritis
tuberkulosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap sebagai pleuritis
karena penyakit kolagen atau neoplasma
Gambar 1. Etiologi efusi pleura
E. Gejala Efusi Pleura
Dan anamnesa didapatkan :
1. Sesak nafas
2. Rasa berat pada dada
3. Berat badan menurun pada neoplasma
4. Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis
5. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema
6. Ascites pada sirosis hepatis
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit):
1. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
2. Vokal fremitus menurun
3. Perkusi dull sampal flat
4. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
5. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea
Nyeri dada pada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh
bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura
parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya
dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan
nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
F. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik
yang teliti. Sedangkan diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi, dan
analisis cairan pleura(Hanley, 2003).
Temuan klinis
Timbunan cairan dalam rongga pleura akan memberikan kompresi patologis pada
paru, sehingga ekspansinya akan terganggu dengan akibat akhir timbul sesak napas (tanpa
bunyi tambahan, karena bronkus tetap normal). Makin banyak timbunan cairan, sesak akan
makin terasa. Pada bebrapa penderita akan timbul batuk-batuk kering, yang disebabkan oleh
rangsangan pada pleura.
Pada pemeriksaan fisik, makin banyak cairan, maka akan makin tampak paru sisi
yang sakit tertinggal saat pernapasan/ekspansi dada. Fremitus akan melemah (semakin
banyak cairan, semakin lemah fremitus), bahkan pada efusi pleura yang berat fremitus dapat
sama sekali tidak terasa. Bila banyak sekali cairan dalam rongga pleura, maka akan tampak
sela-sela iga menonjol atau konveks. Pada perkusi di daerah yang ada cairan akan dapat
terdengar suara redup sampai pekak, makin banyak cairan bunyi perkusi makin pekak. Suara
napas akan melemah sampai menghilang sama sekali (cairan banyak), yaitu karena paru sama
sekali tidak dapat ekspansi lagi. Pada efusi murni suara tambahan (ronki) tidak akan ada,
sebab parenkim parunya tetap normal. Adanya ronki hanya menunjukkan bahwa di samping
adanya cairan, paru itu sendiri juga mengalami perubahan patologis.
Beberapa jenis efusi pleura dalam waktu cepat akan berubah menjadi fibrin
(Schwarte/fibrotoraks). Tepat sebelum Schwarte mencapai puncaknya, yaitu sewaktu pleura
viseralis dan parietalis masih dapat bergerak bebas walaupun sudah mulai ada perlekatan di
berbagai tempat, dapat terdengar pleural friction rub pada setiap inspirasi maupun ekspirasi,
terutama yang dalam.
Diagnosis pleuritis tuberkulosis ditegakkan terutama berdasarkan adanya kuman
tuberkulosis dalam cairan efusi atau jaringan biopsi pleura. Pada daerah-daerah dengan
prevalensi tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi
pleura disebabkan pleuritis tuberkulosis meskipun tidak ditemukan adanya granuloma pada
biopsi jaringan pleura.
Pemeriksaan radiologis
Untuk konfirmasi dugaan akan adanya efusi pleura maka mutlak diperlukan
pemeriksaan foto paru (PA). Bila masih meragukan (karena temuan klinis yang kuat) dapat
dimintakan pula pada posisi lateral dengan sisi yang sakit di depan.
Suatu kesuraman yang menutupi gambaran paru normal yang dimulai dari diafragma
(bila posisi pasien duduk atau berdiri) adalah suatu tanda jelas dari efusi pleura. Batas
kesuraman ini selalu konkaf dan di bagian lateral paru menanjak dengan jelas. Kelainan dapat
unilateral atau bilateral tergantung dari etiologi penyakitnya (Halim, 2007).
Gambar 2. Gambaran radiologi efusi pleura
G. Tatalaksana
1. Pengobatan kausal
Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan menggunakan
OAT dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini
dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna,
tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik (Prednison 1 mg/kg BB
selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).
Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi dapat
diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.
Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas
bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang lebih
penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga pleura dengan
efektif.
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui
sela iga. Bila cairan pus kental hingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu
tindakan operatif atau sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau
larutan antiseptik (betadine). Pengobatan sistemik hendaknya segera diberikan dengan
diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura
maligna), dapat dilakukan pleurodesis, yaitu melengketnya pleura viseralis dan pleura
parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tertrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin,
korinebakterium parvum, Tio-tepa, dan 5 Fluorourasil.
2. Thorakosentesis
Pungsi pleura
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai saran diagnostik dan terapeutik. Pelaksanaan
sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru sela iga garis aksila posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16.
Torakosentesis memiliki beberapa komplikasi, antara lain pleura shock (hipotensi), edema
paru akut, pnemuotoraks, hemotoraks, dan emboli udara.
Penegakkan diagnosis melalui cairan pleura antara lain dilakukan pemeriksaan warna cairan,
biokima cairan, sitologi, bakteriologi
Pungsi percobaan/diagnostik
Yaitu dengan menusuk dari luar dengan suatu spuit kecil steril 10 atau 20 ml serta
mengambil sedikit cairan pleura (jika ada) untuk dilihat secara fisik (warna cairan) dan untuk
pemeriksaan biokimia (uji Rivalta, kadar kolesterol, LDH, pH, glukosa, dan amilase),
pemeriksaan mikrobiologi umum dan terhadap M. tuberculosis serta pemeriksaan sitologi.
Analisis cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak dapat menegakkan
diagnosis. Dianjurkan aspirasi dan analisisnya diulang kembali sampai diagnosisnya menjadi
jelas. Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti:
a. Bronkoskopi, pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum dalam paru, abses paru dan
dilakukan beberapa biopsy.
b. Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru.
c. Torakoskopi (fiber-optic pleuroscpy), pada kasus-kasus dengan neoplasma atau pleuritis
tuberkulosa.
Pungsi terapeutik
Yaitu mengeluarkan sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga
pleura, sehingga diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik,
serta jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan penderita dapat
bernapas dengan lega kembali. Hal ini sangat penting pada keganasan pleura dimana
timbunan cairan akan dapat mencapai puncak paru serta mendorong jantung dan mediastinum
sedemikian rupa sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik. Juga pada pleuritis
eksudatif serta pada hematotoraks untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder (piotoraks)
serta Schwarte di kemudian hari, disamping mengurangi kompresi paru.
3. Water Sealed Drainage
Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi maligna.
Indikasi WSD pada empyema :
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
c. Terjadinva piopneumothoraxs
4. Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum, talk) atau
tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan sangat banyak dan selalu terakumulasi
kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Astowo, pudjo. 2009. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas Dan Empiema. Departement Pulmonolgy And Respiration Medicine, Division Critical Care And Pulmonary: Medical Faculty UI
Eylin, MD. 2010. Efusi Pleura.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15EfusiPleura99.pdf/15EfusiPleura99.html
Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. 1st edition. McGraw-Hill Companies.USA:2003. E-book
Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60
http://3rr0rists.net/medical/efusi-pleura.html
http://hendra-r.blogspot.com/2010/12/efusi-pleura.html