efusi kasus

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Efusi pleura merupakan penumpukan cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura. Efusi pleura adalah: 1. Suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan ) cairan pleura. 2. Adanya cairan di cavum pleura yang volumenya > normal (vol. normal: 5-15 cc). Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Cairan dalam jumlah yang berlebih dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parieatalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang bertekanan rendah dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura visceralis (Astowo, 2009). B. Anatomi Pleura Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara histologis kedua

Upload: trubus-sengsempurno

Post on 29-Jun-2015

260 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Efusi pleura merupakan penumpukan cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura.

Efusi pleura adalah:

1. Suatu keadaan di mana terdapatnya cairan yang berlebih jumlahnya di dalam cavum

pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi

(penyerapan ) cairan pleura.

2. Adanya cairan di cavum pleura yang volumenya > normal (vol. normal: 5-15 cc).

Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan

pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai

kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Cairan dalam jumlah yang berlebih dapat

mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Dalam

keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan

pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan masuk ke

dalam rongga melalui pleura parieatalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi

di pleura visceralis yang bertekanan rendah dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam

pleura parietalis dan pleura visceralis (Astowo, 2009).

B. Anatomi Pleura

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan

parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat,

dan dalam keadaan normal berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa

yang membungkus parenkim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa

yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.

Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Tebal rongga pleura 10-20

mikron, berisi cairan 25-50 cc dan mengandung rendah protein. Rongga pleura dengan

lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua

lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara

pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :

1. Pleura visceralis :

a. Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

b. Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit

c. Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan

histiosit

d. Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat

elastik

e. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak

mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta

pembuluh limfe

f. Menempel kuat pada jaringan paru

g. Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura

2. Pleura parietalis

a. Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan

elastis)

b. Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan

a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka

terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal dari n.

Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada

c. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya

d. Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

Pleura seringkali mengalami kelainan seperti terjadinya efusi pleura, yaitu adanya

cairan yang patologis dalam rongga pleura. Perlu diingat bahwa pada normalnya rongga

pleura selalu ada cairan serosa yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis

dan pleura parietalis, sehingga gerakan paru dapat mengembang dan mengecil dengan mulus

tanpa terjadinya friksi. Cairan fisiologis ini disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi

kembali oleh pleura viseralis. Dalam keadaan normal cairan pleura berkisar antara kurang

dari 1 ml – 20 ml dan setiap peningkatan jumlah cairan di atas nilai ini harus dianggap

sebagai efusi pleura (Eyln, 2010).

C. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan

protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk secara lambat

sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan

osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial

masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe di

sekitar pleura.

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.

Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga

terjadilah empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat

menyebabkan hemotoraks.

Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis

sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma

dada atau alveoli yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi karena

penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma

nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis

konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal,

atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks.

Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan

ostmotik koloid terganggu sehingga terbentuknya cairan akan melebihi reabsorbsinya.

Biasanya hal ini terdapat pada:

1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik,

2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner,

3. Menurunnya tekanan osmotic koloid dalam pleura,

4. Menurunnya tekanan intra pleura.

Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah

menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab

pleuritis eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai

pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,

paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella),

keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena Systemic Lupus

Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis,

asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang

permeablenya abnormal karena peradangan (infeksi, infark paru, atau neoplasma) dan berisi

protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Protein yang terdapat dalam

cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran limfe. Kegagalan aliran protein limfe ini

(misal: pada pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan

pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

Efusi transudat atau eksudat dapat dibedakan menurut perbandingan jumlah laktat

dehidrogenase (LDH) dan protein yang terdapat di dalam cairan pleura dan serum. Efusi

pleura eksudatif memenuhi setidaknya salah satu dari ketiga kriteria berikut, sementara

transudatif tidak sama sekali memenuhi kriteria ini:

1. Perbandingan kadar protein cairan pleura/protein serum > 0,5

2. Perbandingan kadar LDH cairan pleura/LDH serum > 0.6

3. Kadar LDH cairan pleura > 2/3 kadar normal tertinggi serum (>200)

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan

pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal

jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena

obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis

3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan

masuk ke dalam rongga pleura

4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi

cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura

5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena

untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan

cairan limfe

D. Etiologi

1. Berdasarkan Jenis Cairan

Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk

menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan

pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis

transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi

pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan

cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif

melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.

PARAMETER TRANSUDAT EKSUDATWarna Jernih Jernih, keruh, berdarah

BJ < 1,016 < 1,016Jumlah set Sedikit Banyak (> 500 sel/mm2)

Jenis setRivalta

PMN < 50%Negatif

PMN < 50%Negatif

Glukosa 60 mg/dl (= GD plasma) 60 mg/dl (bervariasi)Protein < 2,5 g/dl < 2,5 g/dl

Rasio protein TE/plasma < 0,5 < 0,5LDH < 200 IU/dl < 200 IU/dl

Rasio LDH T-E/plasma < 0,6 < 0,6

Efusi pleura berupa:

a. Eksudat, disebabkan oleh :

1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.

Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit

dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut,

gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi

terhadap virus dalam cairan efusi.

2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang

berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab

dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie,

Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas,

Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan

pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang

terinfeksi keluar dari rongga pleura.

3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll.

Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus

subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen

dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh

rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga

tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral

pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis

ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,

kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung

yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :

1) Invasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran

kapiler.

2) Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik

sirkulasi.

3) Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural,

sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan

kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam

cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan

pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).

6) Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses

paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel

PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun

pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun

drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut

Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan

efusi parapneumonik:

a) Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

b) Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

c) Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

d) Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH

bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang

mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7) Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8) Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

b. Transudat, disebabkan oleh :

1) Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya

adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah

akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada

sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan

tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah

subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan

ke rongg pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada

seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak

sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan

istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang

torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.

2) Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan

dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat

transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam.

Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.

3) Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil

yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan

biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis

tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan

tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal

venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau

torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.

4) Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan

tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa :

tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat

rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh

tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura

melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.

5) Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral

ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura

terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan

pleura dengan cairan dialisat.

c. Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada

hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru

diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah

terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera

membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.

2. Berdasarkan Kuman Penyebab

a. Mycobacterium Tuberculosis

Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan

terhadap asam dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat

hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant

yang suatu saat kuman dapat bangkit kembali dan aktif kembali.

Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag. Makrofag

yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi

jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian

apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan

predileksi penyakit tuberkulosis.

b. Non Myobacterium Tubercualaosis

Bisa dikarenakan :

1) Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza

2) Clostridium perringens, Bacteroides fragilis

3) Jamur : Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus

4) Virus dan Mycoplasma pneumoni

5) Parasit, Amoeba

6) Hydatul disease

7) SLE

8) Penyakit rheumatoid

9) Asbestosis

10) Obat-obatan: Bromocriptine, methysergide, dan trolene sodium, nitrofuratoi

11) Neoplasma

12) Dekompensasi jantung

13) Trauma

14) Idiopatik

Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara

berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll), kadang-kadang

masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan dalam

efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi pun kadang-kadang hanya

menunjukkan pleura yang menebal karena pleuritis yang non spesifik.

Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis sel.

Penyebab efusi pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena adanya infeksi,

reaksi hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll.

Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara yang

sedang barkembang), efusi pleura idiopatik ini  kebanyakan dianggap sebagai pleuritis

tuberkulosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap sebagai pleuritis

karena penyakit kolagen atau neoplasma

Gambar 1. Etiologi efusi pleura

E. Gejala Efusi Pleura

Dan anamnesa didapatkan :

1.   Sesak nafas

2.   Rasa berat pada dada

3.   Berat badan menurun pada neoplasma

4.   Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis

5.   Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema

6.   Ascites pada sirosis hepatis

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit):

1.   Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal

2.   Vokal fremitus menurun

3.   Perkusi dull sampal flat

4.   Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

5.   Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh

bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura

parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya

dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

1.   Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis

intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

2.   Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan

nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

F. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik

yang teliti. Sedangkan diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi, dan

analisis cairan pleura(Hanley, 2003).

Temuan klinis

Timbunan cairan dalam rongga pleura akan memberikan kompresi patologis pada

paru, sehingga ekspansinya akan terganggu dengan akibat akhir timbul sesak napas (tanpa

bunyi tambahan, karena bronkus tetap normal). Makin banyak timbunan cairan, sesak akan

makin terasa. Pada bebrapa penderita akan timbul batuk-batuk kering, yang disebabkan oleh

rangsangan pada pleura.

Pada pemeriksaan fisik, makin banyak cairan, maka akan makin tampak paru sisi

yang sakit tertinggal saat pernapasan/ekspansi dada. Fremitus akan melemah (semakin

banyak cairan, semakin lemah fremitus), bahkan pada efusi pleura yang berat fremitus dapat

sama sekali tidak terasa. Bila banyak sekali cairan dalam rongga pleura, maka akan tampak

sela-sela iga menonjol atau konveks. Pada perkusi di daerah yang ada cairan akan dapat

terdengar suara redup sampai pekak, makin banyak cairan bunyi perkusi makin pekak. Suara

napas akan melemah sampai menghilang sama sekali (cairan banyak), yaitu karena paru sama

sekali tidak dapat ekspansi lagi. Pada efusi murni suara tambahan (ronki) tidak akan ada,

sebab parenkim parunya tetap normal. Adanya ronki hanya menunjukkan bahwa di samping

adanya cairan, paru itu sendiri juga mengalami perubahan patologis.

Beberapa jenis efusi pleura dalam waktu cepat akan berubah menjadi fibrin

(Schwarte/fibrotoraks). Tepat sebelum Schwarte mencapai puncaknya, yaitu sewaktu pleura

viseralis dan parietalis masih dapat bergerak bebas walaupun sudah mulai ada perlekatan di

berbagai tempat, dapat terdengar pleural friction rub pada setiap inspirasi maupun ekspirasi,

terutama yang dalam.

Diagnosis pleuritis tuberkulosis ditegakkan terutama berdasarkan adanya kuman

tuberkulosis dalam cairan efusi atau jaringan biopsi pleura. Pada daerah-daerah dengan

prevalensi tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi

pleura disebabkan pleuritis tuberkulosis meskipun tidak ditemukan adanya granuloma pada

biopsi jaringan pleura.

Pemeriksaan radiologis

Untuk konfirmasi dugaan akan adanya efusi pleura maka mutlak diperlukan

pemeriksaan foto paru (PA). Bila masih meragukan (karena temuan klinis yang kuat) dapat

dimintakan pula pada posisi lateral dengan sisi yang sakit di depan.

Suatu kesuraman yang menutupi gambaran paru normal yang dimulai dari diafragma

(bila posisi pasien duduk atau berdiri) adalah suatu tanda jelas dari efusi pleura. Batas

kesuraman ini selalu konkaf dan di bagian lateral paru menanjak dengan jelas. Kelainan dapat

unilateral atau bilateral tergantung dari etiologi penyakitnya (Halim, 2007).

Gambar 2. Gambaran radiologi efusi pleura

G. Tatalaksana

1. Pengobatan kausal

Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan menggunakan

OAT dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini

dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna,

tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik (Prednison 1 mg/kg BB

selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).

Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi  dapat

diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.

Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas

bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang lebih

penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga pleura dengan

efektif.

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui

sela iga. Bila cairan pus kental hingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu

tindakan operatif atau sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau

larutan antiseptik (betadine). Pengobatan sistemik hendaknya segera diberikan dengan

diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura

maligna), dapat dilakukan pleurodesis, yaitu melengketnya pleura viseralis dan pleura

parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tertrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin,

korinebakterium parvum, Tio-tepa, dan 5 Fluorourasil.

2. Thorakosentesis

Pungsi pleura

Aspirasi cairan pleura berguna sebagai saran diagnostik dan terapeutik. Pelaksanaan

sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah

paru sela iga garis aksila posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16.

Torakosentesis memiliki beberapa komplikasi, antara lain pleura shock (hipotensi), edema

paru akut, pnemuotoraks, hemotoraks, dan emboli udara.

Penegakkan diagnosis melalui cairan pleura antara lain dilakukan pemeriksaan warna cairan,

biokima cairan, sitologi, bakteriologi

Pungsi percobaan/diagnostik

Yaitu dengan menusuk dari luar dengan suatu spuit kecil steril 10 atau 20 ml serta

mengambil sedikit cairan pleura (jika ada) untuk dilihat secara fisik (warna cairan) dan untuk

pemeriksaan biokimia (uji Rivalta, kadar kolesterol, LDH, pH, glukosa, dan amilase),

pemeriksaan mikrobiologi umum dan terhadap M. tuberculosis serta pemeriksaan sitologi.

Analisis cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak dapat menegakkan

diagnosis. Dianjurkan aspirasi dan analisisnya diulang kembali sampai diagnosisnya menjadi

jelas. Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti:

a. Bronkoskopi, pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum dalam paru, abses paru dan

dilakukan beberapa biopsy.

b. Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru.

c. Torakoskopi (fiber-optic pleuroscpy), pada kasus-kasus dengan neoplasma atau pleuritis

tuberkulosa.

Pungsi terapeutik

Yaitu mengeluarkan sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga

pleura, sehingga diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik,

serta jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan penderita dapat

bernapas dengan lega kembali. Hal ini sangat penting pada keganasan pleura dimana

timbunan cairan akan dapat mencapai puncak paru serta mendorong jantung dan mediastinum

sedemikian rupa sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik. Juga pada pleuritis

eksudatif serta pada hematotoraks untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder (piotoraks)

serta Schwarte di kemudian hari, disamping mengurangi kompresi paru.

3. Water Sealed Drainage

Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi maligna.

Indikasi WSD pada empyema :

a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

b. Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu

c. Terjadinva piopneumothoraxs

4. Pleurodesis

Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan

menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum, talk) atau

tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan sangat banyak dan selalu terakumulasi

kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Astowo, pudjo. 2009. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas Dan Empiema. Departement Pulmonolgy And Respiration Medicine, Division Critical Care And Pulmonary: Medical Faculty UI

Eylin, MD. 2010. Efusi Pleura.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15EfusiPleura99.pdf/15EfusiPleura99.html

Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. 1st edition. McGraw-Hill Companies.USA:2003. E-book

Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60

http://3rr0rists.net/medical/efusi-pleura.html

http://hendra-r.blogspot.com/2010/12/efusi-pleura.html