universitas indonesia analisis praktik klinik...

103
1 Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN (PKKMP):PENGARUH PEMBERIAN POSISI LATERAL TERHADAP OKSIGENASI PADA PASIEN EFUSI PLEURA SINISTRA KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners OKTORILLA FISKASIANITA 0906564183 PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK-JULI 2014 Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

Upload: others

Post on 27-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT PERKOTAAN (PKKMP):PENGARUH

PEMBERIAN POSISI LATERAL TERHADAP OKSIGENASI

PADA PASIEN EFUSI PLEURA SINISTRA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners

OKTORILLA FISKASIANITA

0906564183

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS

INDONESIA

DEPOK-JULI 2014

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

HALAMAN PBRNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiahini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

NPM

Tanda Tangan

Tanggal

: Oktorilla Fiskasianita

'8#

Universitas lndonesia

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah ini diajukan oleh :

Nama : Oktorilla Fiskasianita

NPM :0906564183

Program Studi : Profesi Ners

Judul karya : Analisis Praktili Keperawatan Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan {PKKMP): Pengaruh Pemberian Posisi Lateral

Terhadap Oksigenasi pada Pasien Efusi Pleura Sinistra

Telah berhasil diperlahankan di hadapan dewan penguji sebagai bagian

persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada program Studi

Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Pembimbing

Penguji""

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 11 luli2014

DEWAN PENGUJI

: Hanny handiyani, SKP., M Kep

: Ns. Esther Hutapea, S.Kep

ilt

Universitas lndonesiaAnalisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TT]GAS

AKHIR UNTT]K KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama

NPM

Program Studi

Jenis Karya

Oktorilla Fiskasianita

09065641 83

Profesi Ners

Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN)

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Anal i sis Praktik Keperawatan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

(PKKMP): Pengaruh Pemberian Posisi Lateral pada Pasien Efusi Pleura Sinistra

Berserta perangkat yang ada fiika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty

Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedialformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pernilik hak cipta.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

PadaTanggal : ll Juli 2014

-"ang MenvatakanMETERAT MIia,'H',T:ff,*ffi.rk tnrdW-mewffi

(Oktorilla Fiskasianita)

vt

U niversitas lrrdonesia

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama Penulis : Oktorilla Fiskasianita

Program Studi : Profesi Ners

Judul :Analisis Praktik Keperawatan Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan (PKKMP): Pengaruh Pemberian

Posisi Lateral terhadap Oksigenasi pada Pasien Efusi

Pleura Sinistra

Efusi pleura merupakan kondisi medis yang menyebabkan masalah utama pada

sistem pernapasan klien. Oksigenasi sebagai kebutuhan dasar utama yang penting

bagi manusia merupakan salah satu fokus utama asuhan keperawatan. Posisi tidur

dipercaya berpengaruh pada oksigenasi karena dapat meningkatkan ekspansi

dinding dada dan memaksimalkan ventilasi pada pasien dengan efusi pleura.

Penelitian terdahulu telah banyak merekomendasikan bahwa posisi lateral

merupakan posisi tidur yang tepat untuk mengoptimalkan oksigenasipada pasien

efusi pleura unilateral. Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini berujuan

mengidentifikasi pengaruh pemberian posisi lateral kanan pada pasien efusi pleura

sinistra. Hasil analisis pada kasus kelolaan di Ruang rawat penyakit dalam

RSUPN dr. Cipto Mangkunkusumo menunjukkan bahwa saturasi oksigen (SaO2)

dan tekanan parsial O2 (PaO2) pasien paling optimal dicapai ketika pasien

diberikan posisi tidur lateral kanan. Sosialiasi mengenai pemilihan posisi tidur

yang sesuai dengan kondisi penyakit pasien diperlukan agar oksigenasi pasien

dengan gangguan pernapasan tercapai dengan optimal.

Kata Kunci: efusi pleura, bersihan jalan napas, gangguan pernapasan, pertukaran

gas, pola napas, posisi lateral.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

viii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Author : Oktorilla Fiskasianita

Program : Clinical Stage (Ners Program)

Tittle : The Analysis of Clinical Practice on Urban Health

Nursing: Impact of Lateral Position on

Oxygenation in Patient with Left Pleural Effusion

Pleural effusion is a medical condition which mainly affects respiratory system of

a patient. Oxygen as the part of human essential basic needs is the main the focus

of nursing care. Sleep position affects oxygenation because it enhances chest

expansion and maximizes ventilation in patient with pleural effusion. Previous

researches have largely recommended lateral position to optimize oxygenation in

patient with unilateral pleural effusion. This report aims to identify the impact of

lateral position on oxygenation in Patient with left pleural effusion. Result on a

case study of a patient in Internal Medicine Ward of RSUPN dr.Cipto

Mangunkusumo shows the most optimum pulse oximetry (SaO2) and PaO2 were

obtained when the patient was positionedin right lateral position. Review about

appropriate selecting of sleep position accordingly to patient medical condition is

needed in order to obtain maximum oxygenation in patient with respiratory

disorder.

Keywords: airway clearance, gas exchange, lateral position, pleural effusion,

respiratory disorder

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ..................................... vi

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

ABSTRACT ................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar belakang ................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 5

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura ........................................................... 7

2.2 Konsep Efusi Pleura .......................................................................... 8

2.3 Penatalaksanaan Medis Pasien dengan Efusi Pleura ......................... 10

2.4 Penatalaksanaan Keperawatan Pasien dengan Efusi Pleura ............. 11

2.4.1 Pengkajian ............................................................................ 11

2.4.2 Masalah Keperawatan .......................................................... 17

2.5 Posisi Lateral sebagai intervensi keperawata mengatasi

masalah pernapasan pada pasien efusi pleura unilateral ................... 18

2.6 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan (PKKMP) ......................................................................... 19

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

x

Universitas Indonesia

3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ......................................... 22

3.1 Pengkajian Kasus Kelolaan Utama ................................................... 22

3.2 Analisis Data ..................................................................................... 30

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ......................................................... 32

3.4 Implementasi Pemberian Posisi Lateral pada Klien dengan Efusi

Pleura Sinistra .................................................................................. 32

3.5 Hasil Intervensi Keperawatan ........................................................... 33

4. ANALISIS SITUASI DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil RS. Cipto Mangunkusumo ...................................................... 35

4.2 Analisis Masalah Keperawatan pada Kasus Kelolaan dan

Kaitannya dengan konsep PKKMP .................................................. 36

4.3 Analisis Intervensi Keperawatan Pemberian Posisi Lateral pada

Pasien Efusi Pleura Sinistra .............................................................. 43

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah yang Dapat Dilakukan .................... 47

5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 49

5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 49

5.2 Saran ................................................................................................. 50

DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 51

LAMPIRAN ...................................................................................................

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

xi

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Tanda-Tanda Vital Klien ..................................................... 24

Tabel 3.2 Tabel Antropometri Klien .............................................................. 25

Tabel 3.3 Tabel Diagnosa Keperawatan pada Tn.M ...................................... 30

Tabel 3.4 Saturasi Oksigen Perifer (SaO2) Klien pada berbagai posisi

Tidur ................................................................................................ 33

Tabel 3.5 Tabel Hasil Analisis Gas Darah ..................................................... 34

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Pleura ........................................................................... 7

Diagram 2.2 Patofisiologi Efusi Pleura .......................................................... 9

Gambar 2.3 Pemeriksaan Perkusi Efusi Pleura .............................................. 14

Gambar 2.3 Pemeriksaan Auskultasi pada Efusi Pleura ................................ 14

Gambar 4.1 Web of Causation (WOC) Masalah Keperawatan pada Kasus

Kelolaan dan Kaitannya dengan Konsep PKKMP ................... 36

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

xiii

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian Kasus Kelolaan ........................................................ 55

Lampiran 2 Pengkajian Fall Morse Scale and Skala Norton ......................... 60

Lampiram 3 Rencana Asuhan Keperawatan (Renpra) Tn.M ......................... 61

Lampiran 4 Standar Operasional Prosedur (SOP) tindakan pemberian posisi:

Supinasi, Fowler, Lateral ` .......................................................... 68

Lampiran 5 Catatan Perkembangan/ Evaluasi tindakan Keperawatan .......... 70

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tantangan global keperawatan profesional adalah masalah

kesehatan masyarakat perkotaan. Efusi pleura merupakan salah satu masalah

yang sering dijumpai pada pasien-pasien rawat inap di rumah sakit wilayah

perkotaan. Setiap tahunnya di Amerika Serikat, 1.5 juta orang diperkirakan

terdiagnosa efusi pleura (Rubins, 2013). Efusi pleura juga sering ditemui di

berbagai negara berkembang seperti Indonesia sebagai komplikasi dari

berbagai penyakit infeksi paru seperti tuberculosis dan pneumonia (Broaddus

& Light, 2010). Berdasarkan hasil observasi penulis di RSCM pada bulan

Januari hingga Juni 2014 tercatat sekitar 66 pasien dewasa dirawat dengan

diagnosa medis efusi pleura. Data ini sejalan dengan fakta bahwa kasus

terbanyak yang ditemui selama praktik di ruang rawat penyakit dalam RSCM

adalah adalah tuberculosis yaitu sebanyak 239 kasus (35 %) dari total kasus

yang tercatat di buku register periode Januari- Juni 2014.

Efusi pleura merupakan kondisi medis yang dilatarbelakangi oleh berbagai

penyebab. Di Amerika Serikat, misalnya, data WHO menunjukkan bahwa

efusi pleura disebabkan oleh berbagai kelainan kardiopulmonal seperti gagal

jantung kongestif, gangguan hati, hingga keganasan di paru-paru (Rubins,

2013). Di Indonesia sendiri, kasus efusi pleura biasanya paling banyak

ditemukan pada pasien infeksi paru seperti tuberculosis dan pneumonia

(McGrath & Anderson, 2011). Hasil observasi penulis di RSUPN dr. Cipto

Mangunkusumo (RSCM) pada bulan Januari-Juni 2014 menunjukkan bahwa

kasus efusi pleura yang ditemukan selalu berdampingan dengan diagnosa

medis lainnya seperti pneumoia baik Community Acquired Pneumonia (CAP)

dan Health Care Associated Pneumonia (HCAP). Sedangkan pada sebagian

kecil kasus efusi pleura lainnya terdapat diagnosa penyerta lain yaitu Chronic

Kidney Dieases (CKD).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

2

Universitas Indonesia

Pasien-pasien dengan efusi pleura menunjukkan gejala klinis yang beragam

mulai dari efusi pleura tanpa gejala hingga efusi pleura masiv yang

menunjukkan berbagai gejala serius yang mengganggu pernapasan. Pada

kasus efusi pleura tanpa gejala, biasanya efusi pleura terlihat dari gambaran X-

Ray thorak (Wedro, 2014). Pada sebagian besar kasus efusi pleura gejala-

gejala yang ditemui pada pasien adalah seperti nyeri dada, batuk kering (non

produktif), dyspnea (sesak napas), dan orthopnea (Dugdale, 2014). Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa gejala umum yang dapat dialami pada

pasien dengan efusi pleura adalah gangguan pernapasan.

Oksigenasi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam menjaga

kestabilan hemodinamik. Rongga pleura dalam keadaan normal terisi oleh

sedikit cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk menghindari friksi

saat proses insiprasi dan ekspiras (Sherwood, 2010). Kelebihan cairan dalam

rongga pleura dapat secara langsung menyebabkan gangguan pernapasan

karena menghambat ekspansi paru pada proses ventilasi. Gangguan pada

proses ventilasi dapat mengakibatkan gangguan pertukaran gas (The British

Thoracic Society, 2010). Oleh karena itu, penanganan yang tepat sangat

diperlukan untuk menghindari komplikasi dan kegawatan napas akibat efusi

pleura.

Masalah keperawatan yang umum terjadi pada pasien dengan efusi pleura

salah satunya adalah pola napas tidak efektif dan gangguan pertukaran gas

(NANDA, 2012). Pola napas tidak efektif diakibatkan oleh terganggunya

ekspansi paru akibat akumulasi cairan di pleura sehingga akan menimbulkan

manifestasi klinis seperti peningkatan frekuensi napas, kesulitan bernapas

(dipsnea), penggunaan otot-otot bantu pernapasan, dan pada kasus-kasus berat

muncul gejala hipoksia seperti sianosis. Sementara itu, efusi pleura juga

berakibat pada terganggunya pertukaran gas yang bermanifestasi klinis pada

perubahan nilai gas darah arteri (Wilkinson & Ahern, 2005).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

3

Universitas Indonesia

Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi

yang maksimum. Oksigenasi yang maksimum difokuskan untuk mencapai

pertukaran gas yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi jaringan yang

adekuat (Dugdale, 2014). Evakuasi cairan dilakukan untuk menjamin ventilasi

dan pertukaran gas yang adekuat. Evakuasi cairain dilakukan melalui tindakan

medis seperti thoracentesis dan pemasangan chest tube (Rubins, 2013).

Tindakan keperawatan juga berperan penting untuk menjamin ventilasi dan

perfusi yang adekuat. Beberapa tindakan keperawatan utama untuk mengatasi

masalah pernapasan pada pasien efusi pleura adalah pengkajian berupa

monitor status pernapasan meliputi frekuensi pernapasan, auskultasi suara

paru, monitor status mental, dispnea, sianosis, dan saturasi oksigen (Wilkinson

dan Ahern, 2005). Selain itu, tindakan keperawatan yang penting adalah

“Positioning” yang bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga

mengurangi sesak (Dean, 2014).

Salah satu posisi yang paling sering digunakan pada pasien dengan masalah

keperawatan pernapasan adalah elevasi kepala (head up) yang dikenal sebagai

posisi semi fowler/fowler (Haugen & Galura, 2012). Selain fowler dan semi

fowler sebenarnya banyak sekali pilihan posisi tidur yang disarankan untuk

menangani pasien-pasien dengan berbagai masalah pernapasan. Diantaranya

adalah posisi supine, lateral, pronasi, dan sebagainya (Dean, 2014). Namun,

berdasarkan observasi penulis selama praktik profesi posisi dominan pasien

yang dirawat dengan masalah pernapasan adalah semi fowler hingga fowler

(kepala ditinggikan 30-90 derajat).

Pemilihan posisi untuk pasien dengan masalah pernapasan sangat penting

untuk memfasilitasi pernapasan yang adekuat. Terdapat berbagai macam

posisi tidur mulai dari supine, lateral, dan fowler. Masing-masing posisi

memiliki indikasi yang berbeda-beda (Dean, 2014). Oleh karena itu, pemilihan

posisi yang tepat sangat menentukan keberhasilan intervensi keperawatan

yang dilakukan.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

4

Universitas Indonesia

Terdapat berbagai penelitian dan studi yang membahas tentang penggunaan

berbagai posisi untuk mengatasi berbagai masalah pernapasan pada pasien

dengan bermacam-macam kasus di luar negeri. Akan tetapi, di Indonesia

sendiri belum banyak ditemukan jurnal yang secara spesifik membahas

positioning sebagai salah satu evidence based practice dalam mengelola

pasien dengan masalah pernapasan. Pemberian posisi yang tepat telah terbukti

memberikan dampak terapeutik sejak lama, terbukti dengan penelitian Lasater

dan Erhard (2005). Penelitian yang dilakukan Hewitt, Nicky, Bucknall,

Tracey, K. and Glanville, David (2002) juga mengatakan bahwa selain posisi

semi fowler, posis lateral dengan elevasi kepala 10-15 derajat terbukti efektif

untuk meningkatkan oksigenasi pada kasus penyakit paru unilateral.

Penelitian lain (Winslow, Clark, White, & Tyler, 2008) menunjukkan bahwa

posisi semifowler atau berbaring cocok untuk pasien dengan penyakit paru

bilateral. Posisi ini menunjukkan perbaikan yang dipantau melalui pulse

oximetry (saturasi oksigen perifer). Sementara itu, penelitian lain

menunjukkan untuk pasien asites dan obsesitas posisi terbaik untuk

meningkatkan pernapasan adalah posiss trendelenberg 45 derajat. Posisi ini

terbukti dapat meningkatkan kapasitas volume tidal pada sejumlah pasien

asites dan obsitas (Dean, 2014).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis melakukan studi kasus pada salah

satu kasus kelolaan di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSCM. Studi kasus ini

akan berfokus pada analisis intervensi keperawatan pemberian posisi lateral

pada pasien efusi pleura dan analisis dampaknya pada pertukaran gas pasien

yang dilihat dari analisa gas darah dan saturasi oksigen perifer (Pulse

Oximetry).

1.2 Rumusan Masalah

Efusi pleura merupakan suatu kondisi terdapatnya akumulasi cairan di rongga

pleura akibat komplikasi berbagai kelaian kardiopulmonal, infeksi saluran

pernapasan, dan keganasan. Akumulasi cairan di pleura dapat menghambat

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

5

Universitas Indonesia

ekspansi paru sehingga secara langsung mengganggu mekanisme ventilasi dan

perfusi oksigen. Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan fisiologis yang

paling penting untuk mejagaga kestabilan hemodinamik pasien. Masalah

oksigenasi apabila tidak teratasi dapat meninbulkan kegawatdaruratan yang

dapat menyebabkan kematian.

Salah satu peranan penting dalam keperawatan adalah memenuhi masalah

oksigenasi (airway). Efusi pleura dapat menimbulkan masalah keperawatan

seperti pola napas tidak efektif sehingga menganggu pertukaran gas. Peran

perawat sangat penting selain melakukan monitoring status pernapasan

perawat juga memiliki intervensi mandiri yang sangat penting untuk

mendukung proses kesembuhan pasien dengan efusi pleura. Salah satu

intervensi keperawatan yang penting adalah pemberian posisi untuk

meningkatkan ekspansi paru dan memfasilitasi oksigenasi dan perfusi yang

adekuat.

Saat ini posisi yang paling dominan digunakan pada pasien di ruang rawat

adalah fowler, padahal masih banyak posisi lainnya yang dapat menjadi

alternatif pada berbagai pilihan kasus. Ketepatan pemberian posisi sangat

berpengaruh pada keberhasilan intervensi, dan masing-masing posisi memiliki

indikasi dan manfaat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penulis melakukan

studi kasus pada salah satu pasien Efusi Pleura yang menjadi kasus kelolaan di

Latai 7 Zona A RSCM. Pada studi kasus ini penulis akan membahas analisis

intervensi keperawatan pemberian posisi lateral pada pasien dengan Efusi

Pleura Unilateral Sinistra.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Penulisan karya tulis ini bertujuan menganalisis asuhan keperawatan pada

klien dengan efusi pleura unilateral (Efusi Pleura Sinistra), dengan fokus

intervensi pemberian posisi lateral di Ruang Rawat Penyakit Dalam Lantai 7,

Zona A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

6

Universitas Indonesia

1.3.1 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dilakukannya studi kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh gambaran mengenai konsep efusi pleura dan insidennya

pada masyarakat perkotaan

2. Mengetahui penyebab efusi pleura pada pasien kelolaan

3. Mengetahui masalah keperawatan pada pasien efusi pleura sinistra

4. Menganalisis hasil intervensi keperawatan pemberian posisi lateral

terhadap pertukaran gas pasien efusi pleura sinistra

5. Mengetahui alternatif tindakan keperawatan untuk meningkatkan

oksigenasi pada pasien dengan efusi pleura unilateral

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat teoritis

Penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan

pengembangan intervensi keperawatan pemberian posisi lateral dalam

menangani pasien dengan masalah pernapasan terutama yang

disebabkan oleh efusi pleura unilteral.

1.5 Manfaat Praktis

1.5.1 Bagi Fakultas dan Universitas

Penulisan karya ilmiah ini bermafaat bagi Fakultas Ilmu

Keperawatan dan Universitas Indonesia untuk memperoleh

gambaran mengenai perkembangan asuhan keperawatan yaitu

pemberian posisi lateral pada pasien dengan masalah efusi pleura

sinistra

1.5.2 Bagi Mahasiswa FIK UI

Penulisan karya ilmiah ini bermanfaat bagi mahasiswa FIK UI

sebagai bahan referensi mengenai intervensi keperawatan

pemberian posisi lateral pada pasien dengan masalah pernapasan

akibat efusi pleura sinistra

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

7 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura merupakan membran serosa intratoraks yang membatasi rongga pleura,

secara embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrionik terdiri dari pleura

viseral dan pleura parietal (Pratomo & Yunus, 2013). Dugdale (2012) dalam US

International Libray of Medicine menyebutkan pleura adalah membran yang

membatasi paru dan dinding dada. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa pleura adalah lapisan jaringan tipis yang dalam keadaan normal

melindungi paru-paru dari gesekan dengan dinding dada saat terjadi ventilasi.

(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Anatomi Pleura normal; (b) Efusi Pleura

Rongga pleura adalah celah antara pleura viseral dan parietal (Rubins, 2013).

Struktur anatomi pleura normal seperti terlihat pada gambar 2.1 Pleura terdiri dari

lapisan eksternal dan internal. Lapiran internal adalah pleura viseral yaitu lapisan

yang langsung menempel pada dinding pulmo. Lapisan eksternal adalah pleura

parietal yaitu bagian luar yang berbatasan langsung dengan dinding thorak (Celli,

2011).

Rongga pleura berperan penting dalam proses respirasi dengan dua cara yaitu; (1)

Ruang intrapleura yang relatif vakum mempertahankan jarak antara kedua

lapisan, (2) rongga pleura berisi sejumlah kecil cairan yaitu sekitar 0.13 ml/kgBB

berperan sebagai pelumas agar tidak terjadi friksi pada dinding paru saat proses

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

8

Universitas Indonesia

ventilasi berlangsung (Costanzo, 2012). Volume cairan intrapleura ini

dipertahankan oleh tekanan hidrostatik, onkotik, dan drainase limfatik sehingga

adanya gangguan di salah satunya dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan

cairan pleura (Sherwood, 2010).

2.2 Konsep Efusi Pleura

Wedro (2014) menyebutkan bahwa efusi pleura adalah kelebihan cairan antara

dua membran pleura yang menyelimuti paru. Rubins (2013) menyebutkan efusi

pleura merupakan manifestasi klinis paling umum dari berbagai kelainan di pleura

yang disebabkan oleh berbagai kondisi mulai dari kelainan kardiopulmonal,

penyakit inflamasi, hingga penyakit keganasan. Kondisi tersebut dapat

menyebabkan terganggunya kemampuan membran pleura menyerap kelebihan

cairan sehingga mengakibatkan akumulasi cairan di rongga pleura (Pratomo &

Yunus, 2013). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efusi pleura

adalah kondisi abnormal ketika terdapat akumulasi cairan di rongga pleura

sebagai akibat ketidakseimbangan produksi dan reabsorbsi cairan di pleura.

British Thoracic Society (BTS) mengklasifikasikan efusi pleura ke dalam dua

kategori berdasarkan jenis cairan yang terdapat di pleura:

1. Transudat

Transudat terjadi akibat kebocoran cairan dari kapiler paru ke rongga pleura

yang dikibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan

onkotik. Kasus-kasus yang biasanya ditemui misalnya pada efusi pleuraakibat

peningkatakan tekanan vena pulmonalis pada gagal jantung kongestif, dan

pada efusi plera akibat kasus hipoalbuminemia seperti pada penyakit hati dan

ginjal (Rubins, 2013).

2. Eksudat

Eksudat terjadi oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat

peningkatan permiablitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening.

Eksudat ditemui pada bebagai kasus infeksi paru, keganasan seperi ca paru

dan ca mamae yang bermetastase ke paru-paru (Price & Wilson, 2006).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

9

Universitas Indonesia

Patofisiologi terjadinya efusi pleura hingga menimbulkan tanda dan gejala

serta masalah keperawatan yang berhubungan dapat dilihat pada diagram 2.2

TB Paru

Pneuonia

Gagal jantung kongestif

Gagal ginjal

Gangguan fungsi hati

Karsinoma mediastinum Karsioma paru

Ateletaksis Hipoalbumin inflamasi

Tekanan onkotik koloid menurun, Peningkatan permiabilitas kapiler

Peningkatantekanan hidrostatik pembuluh darah

Peningkata permiabilitas kapiler paru

Ketidakseimbangan jumlah produksi cairan dengan absorbsi yang bisa dilakukan pleura viseralis

Akumulasi cairan di rongga pleura

Gangguan ventilasi (pengembangan paru tidak optimal), gangguan difusi, distribusi dan transportasi O2

Sistem pernafasan Sistem saraf pusat pencernaan muskuloskeletal Psikososial

PaO2 menurun,

PCO2

meningkat,sesak

napas,

peningkatan

produksi sekret,

Pola napas tidak

efektif, bersihan

jalan napas tidak

efektif, risiko

penyebaran

infeksi

Penurunan suplai

o2 ke otak

Hipoksia serebral

pusing

Efek

hipoalbumin

Produksi asam

lambung

meningkat,

peristaltik

menurun

Mual, muntah,

nyeri lambung

konstipasi

Penurunan suplai

o2 ke jaringan

Metabolisme

anaerob—

penumpukan

laktat

Kelemahan fisik

umum

Intoleransi

aktivitas

cemas

Sesak

Napas

Diagram 2.2 : Patofisiologi Efusi Pleura. Sumber: Muttaqin, A. (2007)

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

10

Universitas Indonesia

Seperti terlihat pada diagram 2.2 efusi pleura dapat menimbulkan berbagai gejala

yang menganggu sistem pernapasan. Manifestasi klinis Efusi Pleura antara lain: 1)

Nyeri dada, biasanya memburuk saat napas dalam dan batuk, 2) batuk, 3) Demam,

khusunya pada penyakit-penyakit yang berhubungan dengan infeksi paru, 3)

Napas cepat, 4) Sesak Napas.

2.3 Penatalaksanaan Medis Pasien dengan Efusi Pleura

Penatalaksanaan medis efusi pleura difokuskan untuk mencari penyebab utama,

mencegah akumulasi cairan, dan meredakan ketidaknyamanan dan dispnea

(Smeltzer & Bare, 2002). Beberapa tindakan medis untuk menangani masalah

efusi pleura adalah sebagai berikut:

1. Thoracentesis

Throracentesis adalah prosedur medis untuk menangani efusi pleura yang

paling populer saat ini. Prosedur ini juga populer dengan istilah pungsi pleura

yaitu tindakan mengeluarkan cairan yang terakumulasi di pleura melalui

jarum yang dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui sela-sela iga

(Rubins, 2013). Pada kasus-kasus efusi pleura masiv biasanya akan

dibutuhkan penanganan lebih lanjut seperti menghubungkan selang dada

(Chest tube) ke botol penampungan WSD (Smeltzer & Bare, 2002).

Prosedur throracentesis tidak dilakukan pada seluruh kasus efusi pleura.

Prosedur thoracentesis dilakukan apabila cairan yang terakumulasi cukup

banyak mengakibatkan tekanan pada dinding dada, nafas dangkal, sesak

napas, dan masalah pernapasan lainnya yang mengakibatkan rendahnya kadar

oksigen di dalam darah (Broaddus& Light, 2010). Apabila cairan yang

terakumulasi tidak begitu banyak dan medikasi dapat menangani masalah ini

maka prosedur throracentesis tidak dilakukan (McGrath & Anderson, 2011)

Pengeluaran cairan pleura melalui prosedur thorcentesis memiliki tujuan

terapeutik dan diagnostik. Sebagai prosedur terapeutik pungsi pleura atau

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

11

Universitas Indonesia

thoraentesis bertujuan agar paru bisa mengembang dengan maksimal dan

memudahkan pernapasan. Sebagai prosedur diagnostik prosedur ini dapat

membantu menemukan penyebab efusi pleura melalui analisa cairan pleura

secara mikroskopik (Smelzter & Bare, 2002).

2. Medikasi

Terapi medikasi merupakan alternatif tindakan medis lain untuk menangani

efusi pleura. Terapi medikasi yang diberikan disesuaikan dengan penyebab

terjadinya efusi pleura (Smeltzer & Bare, 2005). Misalnya terapi diuretik

akan diberikan kepada pasien dengan efusi pleura yang disebabkan oleh gagal

jantung (Celli, 2011). Efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi bakteri akan

diterapi dengan pemberian antibiotik. Sedangkan, pada kasus-kasus efusi

pleura yang terjadi akibat rendahnya protein serum misalnya pada penyakit

sirosis hati, maka medikasi akan difokuskan pada penambahan albumin

serum melalui transfusi (McGrath & Anderson, 2011).

3. Medikasi pada kasus keganasan

Terapi medikasi juga merupakan alternatif pilihan tindakan medis untuk

kasus efusi pleura akibat keganasan atau malignansi. Pada kasus efusi pleura

akibat malignanasi, akumulasi cairan di pleura cenderung akan berulang

dalam beberapa hari atau minggu Thoracentesis (Smeltzer & Bare, 2002).

Thoracentesis berulang akan diikuti oleh tarapi untuk manajemen keganasan

seperti kemoterapi, radioterapi, dan prosedur operasi seperti pleuroectomy

(Medford & Maskell, 2005).

2.4 Penatalaksanaan Keperawatan Pasien dengan Efusi Pleura

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan proses awal dari setiap proses keperawatan.

Pengkajian diperlukan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan

mengenai masalah kesehatan klien. Pengkajian diperoleh melalui anamnesis,

pengkajian fisik, dan pemeriksaan penunjang dan laboratorium (Haugen &

Galura, 2012).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

12

Universitas Indonesia

1. Anamnesis

Anamnesis adalah proses pengkajian tahap awal ketik pertama kali kontak

dengan pasien. Anamnesis diperoleh melalui wawancara dan observasi

langsung. Anamnesis ditujukan untuk memperoleh data identitas

demografi pasien meliputi identitas, usia, jenis kelamin, suku bangsa,

status pendidikan, riwayat sosio-ekonomi pasien. Selain itu, hal paling

penting dari anamnesis adalah untuk menanyakan keluhan utama pasien

(Muttaqin, 2010). Pada kasus efusi pleura biasanya akan ditemukan

keluhan utama sesak berat, keluhan nyeri pada dada terutama saat batuk

dan bernapas (Garrido et al, 2005).

Riwayat penyakit saat ini adalah hal kedua yang ditanyakan setelah

keluahan utama saat anamnesis. Riwayat penyakit saat ini mencakup

pertanyaan untuk mengetahui keluhan yang dirasakan, sudah berapa lama

keluhan dirasakan, dan tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk

mengurangi keluhan (Garrindo et all, 2005). Klien dengan efusi pleura

biasanya akan diawali dengan keluhan batuk, sesak napas, nyeri pluritis,

rasa berat pada dada, dan berat badan menurun (Muttaqin, 2010).

Pengkajian awal pada saat anamnesis juga bertujuan menanyakan riwayat

riwayat penyakit masa lalu dan riwayat penyakit keluarga. Pada klien

dengan efusi pleura perlu ditanyakan apakah ada riwayat penyakit masa

lalu pernah menderita TB Paru, pneumonia, asites, gagal jantung, ginjal,

dan keganasan (Muttaqin, 2010). Selain itu, Perlu ditanyakan apakah ada

anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat

menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru, dan

sebagainya (Soemantri, 2007).

Salah satu data penting saat melakukan anamnenis adalah pengkajian

psikososial. Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan pasien

terhadap penyakitnya, cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku

terhadap tindakan yang dilakukan terhadapnya (Muttaqin, 2010).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

13

Universitas Indonesia

Pengkajian psikososial ini bertujuan mengetahui respon psikologis pasien

terhadap penyakit yang dideritanya serta mekanisme dan sumber koping

yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung proses penyembuhan pasien

(Soemantri, 2007).

2. Pemeriksaan Fisik

Efusi pleura didiagnosa melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan melalui inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi (Padmosoetardjo & Soetedjo, 2010). Pemeriksaan fisik

secara sistematis dilakukan dari kepala hingga kaki (head to toe) dan

melibatkan seluruh sistem yang terlibat (Lynn, 2011). Pada kasus efusi

pleura pemeriksaan fisik difokuskan pada pemeriksaan organ yang

berkaitan dengan sistem pernapasan (Endacott, Jevon, & Cooper, 2009).

Muttaqin (2010) dalam bukunya berjudul Asuhan Keperawatan Klien

dengan Gangguan Sistem Pernapasan menjelaskan bahwa pemeriksaan

fisik pasien efusi pleura berfokus pada 5 sistem yang disingkat menjadi 5B

yaitu (1) Breathing (B1) terkait sistem pernapasan, (2) Blood (B2)

terkait pemeriksaan sistem kardiovaskular. (3) Brain (B3) terkait sistem

saraf, (3) Bladder (B4) terkait sistem perkemihan, dan (5) Bowel (B5)

terkait sistem pencernaan.

1) Breathing (B1)

Breathing adalah pemeriksaan terkait sistem pernapasan. Pemeriksaan

sistem pernapasan dilakukan melaui teknik inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi (Lynn, 2011) Pada saat isnpkesi akan terlihat

peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai penggunaan

otot-otot bantu pernapasan (Padmosoetardjo & Soetedjo, 2010). Selain

itu, dapat juga diamati gerakan pernapasan atau ekspansi dada yang

tidak simetris (pergerakan dada yang tertinggal pada sisi yang sakit).

Temuan umum lainnya saat inspeksi adalah iga melebar, rongga dada

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

14

Universitas Indonesia

asimetris (cembung pada sisi yang sakit), dan peningkatan batuk yang

produktif dan sputum yang purulen (Muttaqin, 2010).

Pemeriksaan fisik paru juga dilakukan melalui palpasi, perkusi, dan

auskultasi. Temuan umum pada palpasi adalah penurunan taktil

fremitus terutama untuk efusi pleura dengan akumulasi cairan > 300cc

(Muttaqin, 2010). Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan

pergerakan dinding dada yang tertinggal yaitu pada area yang sakit

pada kasus efusi pleura unilateral (Haugen & Galura, 2012).

Sementara itu, pada saat perkusi akan ditemukan suara redup hingga

pekak tergantung jumlah cairan yang terakumulasi di rongga pleura

(Smeltzer & Bare, 2002). Suara napas menurun sampai menghilang

pada area paru yang sakit, pada posisi duduk cairan semakin

menghilang semakin ke atas.

.

Gambar 2.3

Pemeriksaan perkusi pada efusi

pleura biasanya didapatkan suara

pekak (flatnes) pada dasar rongga

dada sisi yang sakit, suara redup

pada tengah dada (dullness), dan

suara resonans menurun pada

apeks paru

(Nowak dan Handford, 2004)

Gambar 2.4

Hasil pemeriksaan auskultasi pada

pasien efusi pleura kanan. A) suara

napas terdengar normal. B) terdengar

penurunan suara napas saat auskultasi.

Panah menunjukkan suara napas

mengalami hambatan hantaran suara

akibat akumulasi cairan di pleura

(Nowak & handford, 2004)

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

15

Universitas Indonesia

2) Blood (B2)

B2 berfokus pada pemeriksaan terkait sistem kardiovaskular. Pada saat

dilakukan inspeksi perlu diperhatikan letak ictus kordis normal yaitu

pada ICS 5 linia media clavicularis kiri selebar 1 cm (Mutaqqin, 2010).

Pemeriksaan ini berguna untuk mengatahui ada tidaknya pergeseran

jantung. Palpasi dilakukan untuk menghitung denyut jantung dan harus

diperhatikan keteraturan dan kedalaman denyutnya. Selain itu, perlu

juga diperhatikan ada tidaknya thrill, yaitu getaran ictus cordis

(Smeltzer & Bare, 2002). Tindakan perkusi digunakan untuk

menentukan batas jantung. Hal ini diperlukan untuk menentukan

apakah ada pergeseran jantung akibat pendorongan cairan pleura.

Auskultasi juga dilakukan untuk menentukan suara jantung 1 dan II

atau adakah suara jantung ke III yang merupakan gejala payah jantung

(Padmosoetardjo & Soetedjo, 2010)

3) Brain (B3)

Pengkajian B3 adalah pengkajian yang bertujuan untuk melihat

kelainan pada sistem saraf pusat. Pengkajian sistem utama saraf pusat

adalah tingkat kesadaran. Pada saat dilakukan inspeksi, tingkat

kesadaran perlu dikaji. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui

pemeriksaan secara kualitatif dan kualitatif. Tingkat kesadaran secara

kualitatif adalah seperti Compos Mentis, Apatis, Somnolen, Sopor,

Coma (Padmosoetardjo & Soetedjo, 2010). Pemeriksaan kesadaran

secara kuantitatif dinilai melalui Glasgow Coma Scale (GCS). GCS

terdiri dari respon buka Mata (E/Eye), respon motorik (M), dan respon

verbal (V). Selain itu, perlu juga dikaji respon respon sensorik seperti

penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, dan perabaan

(Smeltzer & Bare, 2002).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

16

Universitas Indonesia

4) Bladder (B4)

Bladder adalah pengkajian yang berfokus pada keseimbangan cairan.

B4 dikaji melalui pengukuran urin output dan pencatatan cairan yang

masuk baik secara oral maupun parenteral (Smeltzer & Bare, 2002).

Pengukuran urin output dilakukan untuk melihat hubungan dengan

intake cairan. Pada kasus kasus efusi pleura akibat tekanan hidrostatik

yang meningkat seperti pada kasus gagal jantung dan gagal ginjal

balance cairan perlu diperhatikan secara ketat karena overload cairan

dapat memperburuk efusi pleura (Muttaqin, 2010).

5) Bowel (B5)

B5 adalah pengkajian yang bertujuan untuk mengetahui fungsi sistem

percernaan. Pengkajian B5 dilakukan pada sekitar wilayah abdomen

melalui inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (smeltzer & Bare,

2002). Pada saat palpasi hal yang perlu diperhatikan adalah apakah

abdomen membuncit atau mendatar, tepi perut menonjol atau tidak,

umbilikus menonjol atau tidak, selain itu perlu diinspeksi apakah ada

massa atau tidak. Pada pasien efusi pleura biasanya didapatkan adanya

indikasi mual atau muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan

nafsu makan (Muttaqin, 2010).

3. Pemeriksaan Laboratorium , Diagnostik, dan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk menentukan lokasi, jumlah

cairan, dan menentukan penyebab efusi pleura misalnya pada kasus

keganasan dan infeksi. CT scan thorak, dan X-Ray thorax dilakukan untuk

menenjukan lokasi dan jumlah cairan Dugdale (2014) Selain itu, lokasi

dan jumlah cairan pleura juga bisa dideteksi dengan USG dada (Rubins,

2013).

Penyebab efusi pleura dapat diketahui melalui analisa cairan pleura. Cairan

pleura diperoleh melalui prosedur throacentesis dan dianalisa secara

mikroskopik untuk melihat adanya bakteri, temuan sel darah merah dan sel

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

17

Universitas Indonesia

darah putih, kimia arah (glukosa, amilase, lactat dehidroginase, protein),

analisis sitologi untuk indikasi malignansi, dan PH (Celli, 2011). Selain

itu, pemeriksaan diagnostik lain yang bisa silakukan adalah biopsi jaringan

pleura (Smeltzer & Bare, 2002).

2.4.2 Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul beragam tergantung respon pasien. Masalah

keperawatan yang umum pada pasien efusi pleura adalah masalah pernapasan.

Masalah keperawatan yang umumnya muncul pada pasien efusi pleura adalah

sebagai berikut:

1. Pola napas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif adalah ventilasi dan inspirasi yang tidak adekuat

(NANDA, 2012). Ketidakefektifan pola napas pada pasien efusi pleura

disebabkan oleh penurunan ekspansi paru akibat akumulasi cairan, nyeri

saat bernapas, dan ansietas. Ketidakefektifan pola napas ditandai dengan

gejala subjektif seperti keluhan sesak, dan tanda objektif seperti perubahan

frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, sianosis,

penurunan kapasitas vital paru, napas cuping hidung, dan fase ekspirasi

memanjang (Haugen & Galura, 2012).

2. Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman emosi yang tidak menyenangkan akibat

adanya kerusakan jaringan. Nyeri biasanya bisa datang tiba-tiba atau

perlahan-lahan dengan intensitas beragam (International Association for

the Study of Pain, 2007). Nyeri ditandai dengan karakteristik subjektif

seperti keluhan nyeri, dan karakteristik objektif seperti penurunan nafsu

makan, kesulitan tidur, wajah gelisah atau merintih bahkan menangis, serta

ketakutan untuk bergerak (NANDA, 2012). Nyeri yang dialami pasien

efusi pleura biasanya diakibatkan oleh cidera fisik akibat insersi jarum

atau selang WSD pada prosedur thoracentesis, dan nyeri pada saat

bernapas atau batuk.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

18

Universitas Indonesia

3. Intoleransi Aktivitas

Intoleransi aktivitas merupakan suatu diagnosa yang mentikberatkan

respon tubuh yang tidak mampu untuk bergerak terlalu banyak karena

tubuh tidak mampu memproduksi energi yang cukup. NANDA (2012)

mendefinisikan intoleransi aktivitas sebagai ketidak cukupan energi secara

fisiologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas yang diminta

atau aktifitas sehari-hari.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, untuk bergerak, kita

membutuhkan sejumlah energi. Pembentukan energi dilakukan di sel,

tepatnya di mitokondria melalui beberapa proses tertantu. Untuk

membentuk energi, tubuh memerlukan nutrisi dan CO2 (Smeltzer & Bare,

2005). Pada kondisi tertentu, dimana suplai nutrisi dan O2 tidak sampai ke

sel, tubuh akhirnya tidak dapat memproduksi energy yang banyak. Jadi,

apapun penyakit yang membuat terhambatnya/terputusnya suplai nutrisi

dan O2 ke sel, dapat mengakibatkan respon tubuh berupa intoleransi

aktifitas (Soemantri, 2007).

Intoleransi aktivitas di antaranya ditandai dengan: (1) Melaporkan secara

verbal adanya kelelahan atau kelemahan, (2) Respon abnormal dari

tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas, (3). Adanya dispneu atau

ketidaknyamanan saat beraktivitas (Black & Hawks, 2009).

2.5 Posisi Lateral sebagai Intervensi mengatasi masalah pernapasan pada

pasien efusi pleura unilateral

Posisi tubuh secara langsung mempengaruhi ventilasi dan perfusi sehingga

mempengaruhi kadar oksigen di dalam darah (Dean, 2014). Banyak studi telah

dilakukan untuk menginvestigasi efek beberapa posisi tubuh terhadap oksigenasi

pada berbagai kondisi pasien salah satunya posisi lateral. Secara umum,

pemberian posisi lateral terbukti meningkatkan oksigenasi baik pada orang sehat,

pasien dengan PPOK, dan pasien post-op. American physical Therapy

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

19

Universitas Indonesia

Association dalam sebuah jurnal berjudul Effect of Body Position on Pulmonary

Function menyebutkan bahwa PaO2 pada pasien secara konsisten meningkat. Hal

ini membuktikan bahwa pemberian posisi tidur yang tepat membantu mengurangi

kebutuhan oksigen pasien dan memaksimalkan penggunaan oksigen yang

diperoleh selama ventilasi.

Beberapa studi lainnya dilakukan untuk melihat dampak pemberian posisi lateral

kanan dan lateral kiri pada pertukaran gas pasien dengan gangguan paru

unilateral. Studi yang dilakukan Remolina et all (2008) menunjukkan bahwa

pertukaran gas dan PaO2 yang optimal terjadi pada 9 subjek penelitian . Hasil

studi tersebut menunjukan bahwa pada posisi supine rata-rata PaO2 pasien adalah

58.5± 2.7 mmHg sedangkan pada pemberian posisi lateral PaO2 meningkat

menjadi 106.1 ±12.7 mmHg. Studi ini juga menyarankan agar pasien dengan

gangguan paru unilateral menghindari tidur pada posisi paru yang mengalami

gangguan pada waktu yang lama.

2.6 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP)

Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh

perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lain dan masyarakat untuk

memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga dan

masyarakat (Nies, Mary, McEwen, 2001). Dari definisi tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa unsur-unsur perawatan kesehatan masyarakat adalah (1) bagian

integral dari pelayanan kesehatan, khususnya keperawatan; (2) merupakan bidang

khusus dari keperawatan; (3) gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan

masyarakat, dan ilmu sosial; (4) sasaran pelayanan adalah individu, kelompok,

masyarakat yang sehat maupun yang sakit; (5) ruang lingkup kegiatan adalah

promotif, prefentif, kuratif, rehabilitatif, resosialitatif; (6) bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan masyarakat secara

keseluruhan.

Keperawatan kesehatan masyarakat memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan umum dari keperawatan ini adalah meningkatkan kemampuan masyarakat

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

20

Universitas Indonesia

untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal agar dapat

menjalankan fungsi kehidupan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki

(Allender, Rector, & Warner, 2010). Sedangkan tujuan khusus dari keperawatan

kesehatan masyarakat adalah meningkatkan berbagai kemampuan individu,

keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam hal mengidentifikasi masalah

kesehatan dan keperawatan yang dihadapi, menetapkan masalah

kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah, merusmuskan berbagai alternatif

pemecahan masalah kesehatan/keperawatan, menanggulangi masalah

kesehatan/keperawatan yang mereka hadapi, meningkatkan kemampuan dalam

memelihara kesehatan secara mandiri ( self care), serta tertanganinya kelompok-

kelompok resiko tinggi yang rawan terhadap masalah kesehatan (Anderson,

2000).

Keperawatan kesehatan masyarakat cakupannya sangat luas, tidak hanya

menangani suatu permasalahan yang membutuhkan adanya penyembuhan dari

suatu penyakit tetapi juga adanya upaya pencegahan (Anderson, 2000). Oleh

karena itu di ruang lingkup keperawatan kesehatan masyarakat mencakup

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan

kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif), dan

mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga dan

kelompok-kelompok masyarakat kelingkungan sosial dan masyarakat

(resosialitatif).

Kota dalam tinjauan geografi dan sosial adalah suatu bentang budaya yang

ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala

pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan yang

bersifatheterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya.

Berdasarkan jumlah penduduknya, kota dibagi menjadi: a) Kota besar dengan

penduduk lebih dari 1 juta jiwa, b) Kota sedang dengan penduduk antara 300.000–

1.000.000 jiwa, dan c) Kota kecil dengan penduduk kurang dari 300.000 jiwa

(Freudenberg et al, 2009)

Masyarakat perkotaan tentunya memiliki perbedaan dengan masyarakat yang lain.

Mereka memiliki ciri dan karakter tersendiri yang membuat mereka memerlukan

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

21

Universitas Indonesia

ruang lingkup area tersendiri dalam bidang keperawatan. Sebelum membahas

panjang tentang keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan akan dijelaskan

terlebih dahulu tentang definisi kota dan masyarakat perkotaan. Menurut Prof.

Drs. R. Bintarto kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan

kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak

kehidupan yang materialistik (Depkes RI, 2006).

Masyarakat perkotaan adalah masyarakat yang tinggal di kota yaitu di wilayah

yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian dan biasanya mereka tinggal di

kota bertujuan untuk memperbaiki hidup. Masyarakat perkotaan sering disebut

urban community (Nies, Mary, & McEwen, 2001). Oleh karena itu urbanisasi

adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Gejala urbanisasi di sebuah kota

dapat dilihat dari jumlah penduduk yang terus berubah (bertambah) dan terjadi

perubahan pada tatanan masyarakat. Keperawatan kesehatan masyarakat

perkotaan ini termasuk dalam lingkup keperawatan komunitas. Karena

masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di daerah perkotaan

dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota.

Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki 8 karakteristik dan merupakan hal

yang penting dalam melakukan praktik (Allender, Rector, & Warner, 2001) yaitu:

(1) Merupakan lahan keperawatan, (2) Merupakan kombinasi antara keperawatan

publik dan keperawatan klinik, (3) Berfokus pada populasi, (4) Menekankan

terhadap pencegahan akan penyakit serta adanya promosi kesehatan dan

kesejahteraan diri, (5) Mempromosikan tanggung jawab klien dan self care, (6)

Menggunakan pengesahan/pengukuran dan analisa, (7) Menggunakan prinsip

teori organisasi, (8) Melibatkan kolaborasi interprofesional.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

22

Universitas Indonesia

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian Kasus Keloaan Utama

3.1.1 Informasi Umum

Klien bernama Tn.M, Laki-laki berusia 67 tahun lahir pada 5 Juni 1942.

Klien dirawat di ruang rawat penyakit dalam RSCM lantai 7 Zona A kamar

717 Bed B sejak 22 Mei 2014. No rekam Medis (RM) klien 393-57-51,

tercatat dirawat dengan diagnosa awal Achalasia, HCAP, hipoalbumin, efusi

pleura bilateral dan suspect massa mediastinum. Klien ini dikelola oleh dr.R

(PPDS IPD). Klien berasal dari suku betawi, saat ini klien tinggal bersama

salah satu anaknya di wilayah Jakarta Timur. Klien dirawat di rumah sakit

karena keluhan mual dan muntah setiap kali makan, dan mengalami

penurunan berat badan sekitar 30 kg dalam 3 bulan, sebelumnya klien dirawat

di RSIJ Pondok Kopi dirujuk ke RSCM karena tidak ada perbaikan.

3.1.2 Riwayat Penyakit Klien

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien dirawat di RSCM dengan diagnosa medis disfagia e.c achalasia

esofagus post businasi, Health Care Associated Pneumonia (HCAP), dan

Efusi Pleura Bilateral suspect Massa Mediastinum. Saat ini terpasang

NGT untuk dekompresi dan mendapat TPN Aminofluid+Ivelip : Triofusin

E1000/12 jam. Selain itu klien saat ini batuk berdahak didiagnosa

pneumonia aspirasi diperkirakan karena terbatuk saat makan. Hasil EGD

tanggal 3 juni 2013 menunjukan stenosis esofagus distal dan kandidiasis

esofagus saat ini mendapat terapi micostatin 3 x 1cc, dan Fluconazole 1x

150 mg. Klien saat ini puasa dan direncanakan untuk EGD dilatasi balon

namun masih tertunda menunggu persetujuan dari ruang endoskopi.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

23

Universitas Indonesia

2. Riwayat Penyakit terdahulu

Riwayat penyakit terdahulu seperti Hipertensi, DM, TBC, dan keganasan

disangkal. Pada saat awal masuk klien sempat hemoptisis diperkirakan

karena TBC paru infeksi sekunder setelah seminggu dirawat hemoptisis

berhenti dan klinis perbaikan, klien juga sempat didiagnosa efusi pleura

bilateral suspect keganasan massa mediatinum pada 26 Mei 2014. Pada 30

Mei dilakukan aspirasi cairan pleura paru kanan sebanyak 475 cc, dan

pada 3 juni dilakukan aspirasi pleura kiri. Analisa cairan pleura (4 juni

2014) menunjukan BTA negatif dan tidak ditemukan mikroorganisme.

Diagnosa massa mediastinum dikesampingkan dari hasil analisa pelura

tidak ditemukan keganasan (30/5/2014), Pemeriksaan CEA colon

3.98ng/ml (0.0-4.6), CA 19-9 Pankreas 17.1 U/ml (<=27.0), Cyfra 21-1

(paru) 1.8 ng/ml (<=3.3) semua dalam batas normal

3. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

DM, Hipertensi, dan keganasan disangkal

3.1.3 Pengkajian Kebutuhan Dasar Menurut Dongoes

1. Tidur dan Istirahat

Sebelum masuk RS klien biasa tidur pukul 22.00 dan bangun Pukul

05.00 WIB. Saat ini klien mengeluh sulit tidur di malam hari karena

mengalami batuk dan sesak napas. Sesak napas hilang timbul dan

membaik dengan perubahan posisi kepala ditinggikan 30-45 derajat.

Selain itu, klien mengaku suasana rumah sakit yang ramai dengan

kondisi ruang rawat berisi 6 bed klien juga mengakibatkan klien

kesulitan tidur. Aktivitas keperawatan di malam hari juga mengakibatkan

klien tiba-tiba terbangun di malam hari. Ruangan kamar rawat

menggunakan AC, klien sering mengaku kedinginan sehingga sulit tidur

di malam hari. Saat ini, supaya tidak kedinginan klien diberikan selimut

yang cukup tebal. Durasi tidur rata-rata di rumah sakit pada malam hari

adalah 6 jam dengan frekuensi terbangun di malam hari lebih dari 3x

(masing-masing sekitar 15-30 menit.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

24

Universitas Indonesia

2. Sirkulasi

Secara umum keadaan klien tampak lemah, konjungtiva anemis, bibir

tidak sianosis, dan akral hangat. Hasil pemeriksaan jantung klien

meliputi; (1) Inspeksi: tidak tampak kardiomegali, pergerakan jantung

tampak jelas. (2) Palpasi: teraba Pulse Maximum Index (PMI) di area ICS

5 midclavicularis line kiri selebar 1cm (iktus kordis dalam batas normal).

(3) Perkusi jantung timpani, tidak ada pergeseran jantung akibat

terdorong akumulasi cairan pleura. (4) Asukultasi: Bunyi jantung I (S1)

positif, Bunyi Jantung II (S2) Positif, tidak ada murmur dan tidak ada

gallop. Pulsasi karotis, brakialis, dan radialis kuat dan teratur . JVP

sekitar 5 + 2 cmH2O. Akral hangat dengan CRT < 2 detik. Tekanan

darah posisi tidur dan duduk tidak jauh berbeda, dengan range TTV dapat

dilihat di tabel 3.1

Tabel 3.1 Tabel Tanda-Tanda Vital Klien

Tanggal Jam BP(mmHg) HR

(x/menit)

RR

(x/menit)

T (C)

10 Juni

2014

07.00

12.00

20.00

120/70

110/70

100/60

80

72

90

22

20

22

36.7

36.2

35.5

11 Juni

2014

07.00

12.00

20.00

120/80

100/80

110/70

72

84

75

22

20

18

36.2

35.8

36.0

12 Juni

2014

07.00

12.00

20.00

140/80

130/70

120/80

60

78

89

18

20

22

36.7

36.2

35.5

13 Juni

2014

07.00

12.00

20.00

120/80

110/80

120/80

70

89

90

18

22

20

36.7

36.2

35.5

Nilai laboratorium klien 10/06/2014 menunjukkan penurunan hemoglobin,

eritrosit, dan hematokrit. Sementara itu, Hasil gas darah menunjukkan

penurunan PH, PCO2, HCO3, dan PO2 . Hasil laboratorium klien dapat dilihat

pada tabel hasil lab di lampiran 1.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

25

Universitas Indonesia

3. Integritas Ego

Tidak dapat tanda-tanda kecemasan seperti gelisah, pucat, berkeringat,

atau penyempitan fokus. Menurut keluarga klien maklum atas penyakit

yang dideritanya karena klien merasa sudah cukup berumur. Klien

memiliki koping yang sangat baik, klien berinteraksi dengan baik

dengan sesama klien yang durawat dikamar 717, klien bersikap ramah

kepada perawat dan dokter yang mengunjunginya. Klien juga sangat

terbuka dengan pertanyaan yang diajukan saat pengkajian dan klien

mematuhi semua terapi dan saran yang diberikan untuk mendukung

kesembuhannya.

4. Makanan/Cairan

Klien mangatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan. Akan tetapi

klien merasa alergi terhadap susu cair yng diberikan di rumah sakit.

Klien mangalami diare pada hari ke 7-10 perawatan, diare mengalami

perbaikan dengan obat new diatab dan diare berhenti ketika klien

berhenti meminum susu. Klien mengeluhkan mual dan muntah setiap

kali makan. Klien mengatakan sudah tidak dapat makan sejak 3 bulan

SMRS. Klien mangaku mengalami penurunan berat badan > 30 Kg

sejak 3 bulan SMRS. Status gizi saat ini dapat dilihat di tabel 3.2

Tabel 3.2 Tabel Antropometri

Minggu ke-1 BB/ TB IMT Keretangan

33 kg/ 155 kg 13.75 Underweight

Minggu Ke-2 BB/TB IMT

35 kg/ 155 kg 14.58 Underweight

(BB meningkat 2

kg)

Pada 29 Mei 2014, dilakukan esofagogastroduodenoskopi (EGD) pada

klien ini. Ditemukan achalasia esofagus sehingga klien dipasang

nasogastric tube (NGT) sepanjang 30 cm yuntuk dekompresi. Klien

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

26

Universitas Indonesia

dipuasakan dan produksi NGT diobservasi, yaitu sebanyak +/- 400 cc/ 24

jam berwarna coklat kekuningan. Setelah 3 hari observasi kondisi klien

membaik, NGT masih terpasang, produksi sudah tidak ada. Dicoba

memasukkan cairan bening (air putih) sedikit demi sedikit, saat itu +/- 3x

20 cc dan diserap dengan sempurna. Pada 2 Juni 2014 dilakukan EGD

ulang hasilnya ditemukan stenosis esofagus distal dan candidiasis

esofagus. Saat itu mendapat terapi micostatin 3 x 1cc, dan fluconazole 1x

150 mg. Klien dipuasakan lagi selama 1 hari, namun karena NGT sudah

tidak ada produksi hari berikutnya dicobakan makan cair 6x20cc/ hari dan

ekstra puding. Hasil konsultasi dengan nutritionist klien mendapat diet cair

2100 Kkal.

Tanggal 10 ulang direncakan EGD lagi untuk follow up businasi dan

dilatasi balon namun gagal karena saat di ruang tindakan klien sesak

napas. NGT dipasang lagi, dan klien dipuasakan, dokter saat itu curiga

klien pneumonia aspirasi. Klien kembali dipuasakan dan mendapat terapi

total parenteral nutrition (TPN) yaitu Aminofluid +Iveliv/ 12 jam:

Triofusin E100/12jam, 7 hari kemudian NGT dicabut karena sudah tidak

ada indikasi dekompresi. Rencana selanjutnya klien dipindahkan ke

ruangan rawat bedah karena akan dilakukan tindakan reseksi esofagus.

Kebutuhan cairan klien dengan BB 35 kg adalah sekitar 1050 cc/24 jam,

dipenuhi dengan terapi infus Nacl 0.9 %/ 500 cc/24 jam, dan sisanya 650

cc melalui intake oral dan NGT.

Selama dirawat klien pernah diare selama 3 hari. Saat ini sudah tidak diare.

BAB Saat ini 1-2 hari sekali dengan konsistensi lembek, berwarna kuning,

tidak ada lendir dan darah. Klien BAB ke kamar mandi dan dibantu oleh

keluarga. Tidak ada keluhan nyeri ulu hati, mual ada namun muntah sudah

tidak ada. Tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan di semua kuadran

abdomen. Bising usus positif, 3-5x/menit.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

27

Universitas Indonesia

Hasil laboratorium menunjukkan penurunan kadar albumin dan

hemoglobin di dalam darah. Hasil lab terlampir pada lampiran 1. Saat ini

konjungtiva terlihat pucat dan terdapat edema bilateral di tungkai bawah.

Selama dirawat tidak ada restriksi cairan untuk klien. Turgor kulit kurang

baik, bibir kering, kulit sekitar tangan dan kaki kering karena klien sering

dipuaskan. Klien BAK dengan frekuensi 6-8 kali sehari, jumlah urin

sekitar 1000cc/24 jam. Saat ini balance cairan cenderung negatif berkisar

antara -100-200cc/hari. Hasil pemeriksaan serum elektrolit, dan BUN

normal menunjukkan fungsi ginjal klien baik.

5. Neurosensori dan Muskular

Saat ini kesadaran klien Compos Mentis (CM), GCS 15, E4M6V5,

orientasi baik, pupil isokhor +/+ 2. Fungsi pendengaran, penciuman, dan

perabaan normal. Tidak tampak kelaian fungsi saraf kranial maupun saraf

spinal. Rentang gerak normal, dan ROM normal. Hasil Mini Muscle Test

pada kedua ekstremitas

Semua refleks fisologis positif (+2), refleks patologis negatif.

Rangsang nyeri baik, dan tidak trdapat tanda-tanda neuropati perifer.

6. Aktivitas dan Mobilisasi

Sebelum dirawat klien tidak mengalami keterbatasan mobilisasi, mampu

berjalan sendiri, dan melakukan aktivitas tanpa bantuan. Saat ini aktivitas

klien terbatas di tempat tidur dan ruang rawat saja. Saat ini klien terpasang

CVC triple lumen untuk akses cairan dan nutrisi parenteral. Klien masih

dapat berjalan ke kamar mandi sehingga aktivitas mandi, BAB, dan BAK

dapat dilakukan di kamar mandi dengan bantuan keluarga klien. Klien

mengaku hanya mandi 1x sehari yaitu jam 06.00 di pagi hari. Klien lebih

banyak menghabiskan waktu tidur di tempat tidur. Saat ini klien sudah

disarankan untuk sesekali duduk di tempat tidur dan mengubah posisi

minimal tiap 2 jam sekali untuk menghindari kontratur dan luka tekan.

5555 5555

5555 5555

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

28

Universitas Indonesia

7. Nyeri dan Kenyaman

Tidak ada nyeri ulu hati, nyeri abdomen, dan nyeri kepala. Klien hanya

mengeluh nyeri sesekali terutama ketika batuk. VAS 2-3 dan nyeri masih

hilang dengan istirahat dan tarik napas dalam. Klien juga sempat

mengeluhkan nyeri di area pemasangan CVC namun saat ini sudah tidak

ada.

8. Pernapasan

Sejak tanggal 10/06/2014 klien mengeluhkan batuk berdahak. Terdengar

klien batuk berdahak sepanjang hari, dengan produksi sputum kental

berwarna putih. Hasil Pemeriksaan fisik paru adalah sebagai berikut: (1)

Inspeksi: Klien tampak kurus, tulang rusuk menonjol dan rongga antar iga

terlihat jelas, bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, dan

terlihat penggunaan otot-otot diafragma saat bernapas. (2) Palpasi: Taktil

fremitus menurun di lapang paru kiri. (3) Perkusi: Perkusi paru

menunjukkan suara resonans pada paru kanan, resonans menurun pada

apeks paru kiri, dan redup pada paru regio basal sinistra. (4). Auskultasi:

Wheezing (-), ronchi (+) di bagian apeks paru kiri dan kanan, Suara paru

vesikuler dan menurun di lapang paru kiri.

Klien memiliki riwayat TBC paru, Penumonia, dan Efusi pleura saat

dirawat. Saat ini klien mengeluh sesak terpasang terapi O2 dengan nasal

kanul 3L/menit. Frekuensi napas relatif cepat berkisar 20-24 x /menit

dengan kedalaman sedang. Pemeriksaan X-Ray Throak menunjukan Efusi

Pleura Bilateral. Pada 30 Mei dilakukan aspirasi cairan pleura paru kiri

sebanyak 475 cc, dan pada 3 juni dilakukan aspirasi pleura kiri. Analisa

cairan pleura (4 juni 2014) menunjukan BTA negatif dan tidak ditemukan

mikroorganisme. Hasil X-Ray thorak ulang tanggal 13 Juni menunjukan

efusi pleura kanan mengalami perbaikan dan saat ini Efusi pleura kiri

mengalami perburukan. Hasil analisa gas darah fluktuatif sempat memburk

dan kemudian mengalami perbaikan seperti dapat dilihat pada lampiran 1.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

29

Universitas Indonesia

9. Keamanan

Klien tidak memiliki riwayat alergi obat. Klien mengaku pernah jatuh saat

dirawat di RSIJ Pondok Kopi dan akibatnya mengalami luka di kepala.

Hasil pengkajian risiko jatuh pada klien dapat dilihat pada lampiran

pengkajian risiko norton. Klien tergolong risiko jatuh tinggi dengan total

skala norton 80. Tindakan pengamanan yang dilakukan adalah memasang

gelang risiko jatuh, memasang bedside rell, dan melakukan pengawasan

ketat terhadap klien apabila hendak turun ke kamar mandi.

Selain risiko jatuh, risiko dekubitus juga dikaji karena klien merupakan

klien geriatri. Hasil pengkajian risiko dekubitus menggunakan skala

Norton dapat dilihat pada lampiran. Total skor skala Norton adalah 17,

menunjukkan klien ini terglong risiko dekubitus sedang. Oleh karena itu,

kelembaban kulit dan kebesihan lingkungan tempat tidur perlu dijaga.Hal

yang sudah dilakukan adalah mendorong keluarga agar memandikan klien

2 kali sehari, menjaga linen dan pakaian tetap kering, dan memberikan

lotion/ minyak zaitun untuk menjaga kelembaban kulit klien.

10. Seksualitas

Penulis tidak sempat mengkaji kebutuhan seksualitas klien dikarenakan oleh

berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasakan ketika mengkaji

kebutuhan seksualitas adalah faktor lingkungan. Ruang rawat ramai, tidak

private sehingga menyulitkan untuk pengkajian seksualitas. Selain itu, faktor

budaya juga menghambat proses pengkajian karena seksualitas merupakan

hal yang masih dianggap tabu.

11. Interaksi sosial

Klien telah menikah dan memiliki 11 orang anak. Saat ini klien tinggal

bersama anak-anak dan cucunya. Keluarga klien terlihat harmonis dan

bergantian datang menjaga klien selama dirawat di rumah sakit.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

30

Universitas Indonesia

3.2 Analisa Data dan Masalah Keperawatan

Tabel 3.3 Tabel Diagnosa Keperawatan Tn. M

Data Masalah

Data Subjektif:

Klien Mengatakan mual dan muntah

setiap selesai makan, Klien

mengatakan berat badannya turun

drastis 20 kg sejak 2 bulan SMRS

Data objektif:

BB saat masuk RS 36 kg, TB= 155 cm.

IMT: 14.98 (status gizi kurang), BB

saat ini 33 kg. Kebutuhan Kalori 1800

Kkal (sumber: dietisien RSCM), saat

ini terpasang NGT dengan residu

200cc/24 jam. Saat ini klien

dipuasakan dan mendapatkan Asupan

Total Parenteral Nutrition (TPN) yaitu

Aminofluid +Ivelip : Triofusin E/12

Jam.

Nilai Lab: Albumin 2.41 g/dl (3 juni) ,

Hb 10.1 (10 Juni), Edema tungkai +/+,

konjungtiva anemis.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh

Etiologi: Intake sulit e. c Achalasia dan

stenosis esofagus

Data Subjektif:

Klien mengatakan batuk berdahak

sejak 2 hari yang lalu.

Data Objektif:

Suara napas: Wheezing (-), Ronchi +/+

di kedua lapag paru, suara paru

menurun di lapang paru kiri. Produksi

sputum banyak warna putih.

RR 20 x menit, ronchi (+), X-Ray efusi

pleura kiri. Mendapatkan terapi

inhalasi combivent 3x1 dan pulmicort

2x 1 sejak tanggal 15 Juni 2014

Bersihan jalan napas tidak efektif

Etiologi: Peningkatan Produksi sekret

e.c Pneumonia aspirasi

Data Subjektif:

Klien mengeluhkan sesak hilang

timbul, dan nyeri dada saat bernapas.

Pola napas tidak efektif

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

31

Universitas Indonesia

Data Masalah

Klien mengatakan sesak memberat saat

posisi terlentang

Data Objektif

RR: 20-24x/menit, suara napas

menurun di paru kiri, X-ray

menunjukkan efusi pleura sisnistra,

Etiologi: Penurunan ekspansi paru

akibat akumulasi cairan di pleura

Data Subjektif:

Klien mengatakan sesak hilang timbul,

data terasa sakit terutama saat sakit dan

bernapas

Data Objektif

RR: 20-22x/menit, Hasil AGD 10 Juni

2014* terlampir= Asodosis respiratorik

terkompensasi.

Hasil X-ray menunjukan efusi pleura

kiri, suara auskultasi paru menurun di

lapang paru kiri, perkusi pekak

pertanda ada akumulasi cairan.

Gangguan Pertukaran Gas

Etiologi: Penumpukan cairan di pleura

Data Subjektif:

Klien mengatakan pernah jatuh saat

dirawat di RSIJ Pondok Kopi

Data Objektif:

Terdapat luka bekas jatuh di kepala.

klien terpasang CVC dengan 3 line

cairan IV. Klien berjalan ke kamar

mandi tanpa menggunakan alat bantu

jalan. Lantai kamar mandi licin dan

pencahayaan di ruangan cenderung

redup. Fall Morse Scale klien adalah

80 tergolong risiko jatuh tinggi

Risiko Jatuh

Etiologi: kelemahan fisik umum, dan

ancaman lingkungan fisik

Subjektif:

Pasien mengatakan kulitya terasa

kering, mandi di rumah sakit hanya 1

dilap dengan air hangat di pagi dan

Risiko kerusakan integritas kulit

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

32

Universitas Indonesia

Data Masalah

sore hari.

Objektif

Hasil isnpeksi terlihat kulit pasien

kering terutama di area ekstremitas.

Palpasi kulit teraba hangat, turgor kulit

kurang baik, terdapat edema perifer

derajat +2 di kedua tungkai. Kulit tidak

elastis sebagian kulit kaki mengelupas.

Aktivitas pasien lebih banyak di tempat

tidur. Hasil pemeriksaan albumin 10

Juni = 2.29 g/dl (di bawah batas

normal). Hasil pemeriksaan skala

norton = 17, tergolong risiko dekubitus

sedang.

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan (Renpra)

Daftar rencana asuhan keperawatan dapat dilihat pada tabel Nursing Care Plan

(NCP) pada lampiran 3

3.4 Implementasi Pemberian Posisi Lateral pada Klien dengan Efusi Pleura

Sinistra

Secara umu, terdapat dua jenis intervensi keperawatan yang dilakukan pada

Tn.M. Pada Intervensi keperawatan pertama dilakukan pemberian macam-macam

posisi tidur untuk melihat dampaknya terhadap saturasi oksigen perifer (SaO2).

Intervensi pemberian beberapa macam posisi tidur pada Tn.M dilakukan selama 3

hari observasi. Beberapa posisi tidur yang diberikan diantaranya adalah supinasi,

fowler, lateral kiri, dan lateral kanan. Masing-masing posisi tidur diberikan

selama 15 menit dan dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen perfier sebagai

bahan evaluasi setelahnya.

Tn.M mengalami efusi pleura sinistra sehingga paru-paru yang bisa berfungsi

optimal adalah paru-paru kanan dan menurut referensi Tn M terbaik diposisikan

dengan posisi tidur lateral kanan. Sehingga selanjutnya pada Tn.M diberikan

posisi lateral berbaring pada sisi tubuh kanan di bawah sehingga paru-paru yang

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

33

Universitas Indonesia

mengalami gangguan berada pada posisi di atas. Oleh karena itu, 3 hari berikutnya

dilakukan intervensi kedua. Intervensi kedua adalah pemberian posisi tidur lateral

kanan untuk melihat dampaknya pada hasil AGD terutama PO2 dan PCO2.

Selama 3 hari pasien diminta tidur dalam posisi lateral kanan dan pada pagi

harinya dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Prosedur tindakan dapat dilihat

pada lampiran 4.

3.5 Hasil Intervensi Keperawatan

3.5.1 Hasil Evaluasi Saturasi Oksigen Perifer pada Berbagai Posisi Tidur

Tabel 3.4 Saturasi Oksigen Perifer pada Berbagai Posisi Tidur dan

Frekuensi Pernapasan

Hari/tanggal Supinasi Fowler Lateral kanan Lateral kiri

Hari ke-1

11 Juni 2014

94.30 %

24

96.40 %

22

96.60 %

22

93. 40 %

24

Hari ke-2

12 Juni 2014

94.70 %

24

96.80 %

24

97.30 %

20

93. 20 %

22

Hari ke-3

13 Juni 2014

94.40 %

22

97.0 %

20

97.20 %

18

93. 30 %

22

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

34

Universitas Indonesia

3.5.2 Hasil Evaluasi Intervensi Keperawatan Pemberian Posisi Tidur Lateral

Kanan dinilai dari Hasil Analisa Gas Darah

Hari/ Tanggal

Tabel 3.5 Hasil Analisa Gas Darah

PH PO2 PCO2

10 Juni 2014

Posisi tidur tidak

diketahui

7.381 56.00 34.90

11 Juni 2014

Posisi tidur

fowler

7,428 89.50 32.90

16 Juni 2014

Posisi tidur

lateral kanan

7.390 90.30 35.20

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

35

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

22

Universitas Indonesia

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian Kasus Keloaan Utama

3.1.1 Informasi Umum

Klien bernama Tn.M, Laki-laki berusia 67 tahun lahir pada 5 Juni 1942.

Klien dirawat di ruang rawat penyakit dalam RSCM lantai 7 Zona A kamar

717 Bed B sejak 22 Mei 2014. No rekam Medis (RM) klien 393-57-51,

tercatat dirawat dengan diagnosa awal Achalasia, HCAP, hipoalbumin, efusi

pleura bilateral dan suspect massa mediastinum. Klien ini dikelola oleh dr.R

(PPDS IPD). Klien berasal dari suku betawi, saat ini klien tinggal bersama

salah satu anaknya di wilayah Jakarta Timur. Klien dirawat di rumah sakit

karena keluhan mual dan muntah setiap kali makan, dan mengalami

penurunan berat badan sekitar 30 kg dalam 3 bulan, sebelumnya klien dirawat

di RSIJ Pondok Kopi dirujuk ke RSCM karena tidak ada perbaikan.

3.1.2 Riwayat Penyakit Klien

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien dirawat di RSCM dengan diagnosa medis disfagia e.c achalasia

esofagus post businasi, Health Care Associated Pneumonia (HCAP), dan

Efusi Pleura Bilateral suspect Massa Mediastinum. Saat ini terpasang

NGT untuk dekompresi dan mendapat TPN Aminofluid+Ivelip : Triofusin

E1000/12 jam. Selain itu klien saat ini batuk berdahak didiagnosa

pneumonia aspirasi diperkirakan karena terbatuk saat makan. Hasil EGD

tanggal 3 juni 2013 menunjukan stenosis esofagus distal dan kandidiasis

esofagus saat ini mendapat terapi micostatin 3 x 1cc, dan Fluconazole 1x

150 mg. Klien saat ini puasa dan direncanakan untuk EGD dilatasi balon

namun masih tertunda menunggu persetujuan dari ruang endoskopi.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

23

Universitas Indonesia

2. Riwayat Penyakit terdahulu

Riwayat penyakit terdahulu seperti Hipertensi, DM, TBC, dan keganasan

disangkal. Pada saat awal masuk klien sempat hemoptisis diperkirakan

karena TBC paru infeksi sekunder setelah seminggu dirawat hemoptisis

berhenti dan klinis perbaikan, klien juga sempat didiagnosa efusi pleura

bilateral suspect keganasan massa mediatinum pada 26 Mei 2014. Pada 30

Mei dilakukan aspirasi cairan pleura paru kanan sebanyak 475 cc, dan

pada 3 juni dilakukan aspirasi pleura kiri. Analisa cairan pleura (4 juni

2014) menunjukan BTA negatif dan tidak ditemukan mikroorganisme.

Diagnosa massa mediastinum dikesampingkan dari hasil analisa pelura

tidak ditemukan keganasan (30/5/2014), Pemeriksaan CEA colon

3.98ng/ml (0.0-4.6), CA 19-9 Pankreas 17.1 U/ml (<=27.0), Cyfra 21-1

(paru) 1.8 ng/ml (<=3.3) semua dalam batas normal

3. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

DM, Hipertensi, dan keganasan disangkal

3.1.3 Pengkajian Kebutuhan Dasar Menurut Dongoes

1. Tidur dan Istirahat

Sebelum masuk RS klien biasa tidur pukul 22.00 dan bangun Pukul

05.00 WIB. Saat ini klien mengeluh sulit tidur di malam hari karena

mengalami batuk dan sesak napas. Sesak napas hilang timbul dan

membaik dengan perubahan posisi kepala ditinggikan 30-45 derajat.

Selain itu, klien mengaku suasana rumah sakit yang ramai dengan

kondisi ruang rawat berisi 6 bed klien juga mengakibatkan klien

kesulitan tidur. Aktivitas keperawatan di malam hari juga mengakibatkan

klien tiba-tiba terbangun di malam hari. Ruangan kamar rawat

menggunakan AC, klien sering mengaku kedinginan sehingga sulit tidur

di malam hari. Saat ini, supaya tidak kedinginan klien diberikan selimut

yang cukup tebal. Durasi tidur rata-rata di rumah sakit pada malam hari

adalah 6 jam dengan frekuensi terbangun di malam hari lebih dari 3x

(masing-masing sekitar 15-30 menit.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

24

Universitas Indonesia

2. Sirkulasi

Secara umum keadaan klien tampak lemah, konjungtiva anemis, bibir

tidak sianosis, dan akral hangat. Hasil pemeriksaan jantung klien

meliputi; (1) Inspeksi: tidak tampak kardiomegali, pergerakan jantung

tampak jelas. (2) Palpasi: teraba Pulse Maximum Index (PMI) di area ICS

5 midclavicularis line kiri selebar 1cm (iktus kordis dalam batas normal).

(3) Perkusi jantung timpani, tidak ada pergeseran jantung akibat

terdorong akumulasi cairan pleura. (4) Asukultasi: Bunyi jantung I (S1)

positif, Bunyi Jantung II (S2) Positif, tidak ada murmur dan tidak ada

gallop. Pulsasi karotis, brakialis, dan radialis kuat dan teratur . JVP

sekitar 5 + 2 cmH2O. Akral hangat dengan CRT < 2 detik. Tekanan

darah posisi tidur dan duduk tidak jauh berbeda, dengan range TTV dapat

dilihat di tabel 3.1

Tabel 3.1 Tabel Tanda-Tanda Vital Klien

Tanggal Jam BP(mmHg) HR

(x/menit)

RR

(x/menit)

T (C)

10 Juni

2014

07.00

12.00

20.00

120/70

110/70

100/60

80

72

90

22

20

22

36.7

36.2

35.5

11 Juni

2014

07.00

12.00

20.00

120/80

100/80

110/70

72

84

75

22

20

18

36.2

35.8

36.0

12 Juni

2014

07.00

12.00

20.00

140/80

130/70

120/80

60

78

89

18

20

22

36.7

36.2

35.5

13 Juni

2014

07.00

12.00

20.00

120/80

110/80

120/80

70

89

90

18

22

20

36.7

36.2

35.5

Nilai laboratorium klien 10/06/2014 menunjukkan penurunan hemoglobin,

eritrosit, dan hematokrit. Sementara itu, Hasil gas darah menunjukkan

penurunan PH, PCO2, HCO3, dan PO2 . Hasil laboratorium klien dapat dilihat

pada tabel hasil lab di lampiran 1.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

25

Universitas Indonesia

3. Integritas Ego

Tidak dapat tanda-tanda kecemasan seperti gelisah, pucat, berkeringat,

atau penyempitan fokus. Menurut keluarga klien maklum atas penyakit

yang dideritanya karena klien merasa sudah cukup berumur. Klien

memiliki koping yang sangat baik, klien berinteraksi dengan baik

dengan sesama klien yang durawat dikamar 717, klien bersikap ramah

kepada perawat dan dokter yang mengunjunginya. Klien juga sangat

terbuka dengan pertanyaan yang diajukan saat pengkajian dan klien

mematuhi semua terapi dan saran yang diberikan untuk mendukung

kesembuhannya.

4. Makanan/Cairan

Klien mangatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan. Akan tetapi

klien merasa alergi terhadap susu cair yng diberikan di rumah sakit.

Klien mangalami diare pada hari ke 7-10 perawatan, diare mengalami

perbaikan dengan obat new diatab dan diare berhenti ketika klien

berhenti meminum susu. Klien mengeluhkan mual dan muntah setiap

kali makan. Klien mengatakan sudah tidak dapat makan sejak 3 bulan

SMRS. Klien mangaku mengalami penurunan berat badan > 30 Kg

sejak 3 bulan SMRS. Status gizi saat ini dapat dilihat di tabel 3.2

Tabel 3.2 Tabel Antropometri

Minggu ke-1 BB/ TB IMT Keretangan

33 kg/ 155 kg 13.75 Underweight

Minggu Ke-2 BB/TB IMT

35 kg/ 155 kg 14.58 Underweight

(BB meningkat 2

kg)

Pada 29 Mei 2014, dilakukan esofagogastroduodenoskopi (EGD) pada

klien ini. Ditemukan achalasia esofagus sehingga klien dipasang

nasogastric tube (NGT) sepanjang 30 cm yuntuk dekompresi. Klien

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

26

Universitas Indonesia

dipuasakan dan produksi NGT diobservasi, yaitu sebanyak +/- 400 cc/ 24

jam berwarna coklat kekuningan. Setelah 3 hari observasi kondisi klien

membaik, NGT masih terpasang, produksi sudah tidak ada. Dicoba

memasukkan cairan bening (air putih) sedikit demi sedikit, saat itu +/- 3x

20 cc dan diserap dengan sempurna. Pada 2 Juni 2014 dilakukan EGD

ulang hasilnya ditemukan stenosis esofagus distal dan candidiasis

esofagus. Saat itu mendapat terapi micostatin 3 x 1cc, dan fluconazole 1x

150 mg. Klien dipuasakan lagi selama 1 hari, namun karena NGT sudah

tidak ada produksi hari berikutnya dicobakan makan cair 6x20cc/ hari dan

ekstra puding. Hasil konsultasi dengan nutritionist klien mendapat diet cair

2100 Kkal.

Tanggal 10 ulang direncakan EGD lagi untuk follow up businasi dan

dilatasi balon namun gagal karena saat di ruang tindakan klien sesak

napas. NGT dipasang lagi, dan klien dipuasakan, dokter saat itu curiga

klien pneumonia aspirasi. Klien kembali dipuasakan dan mendapat terapi

total parenteral nutrition (TPN) yaitu Aminofluid +Iveliv/ 12 jam:

Triofusin E100/12jam, 7 hari kemudian NGT dicabut karena sudah tidak

ada indikasi dekompresi. Rencana selanjutnya klien dipindahkan ke

ruangan rawat bedah karena akan dilakukan tindakan reseksi esofagus.

Kebutuhan cairan klien dengan BB 35 kg adalah sekitar 1050 cc/24 jam,

dipenuhi dengan terapi infus Nacl 0.9 %/ 500 cc/24 jam, dan sisanya 650

cc melalui intake oral dan NGT.

Selama dirawat klien pernah diare selama 3 hari. Saat ini sudah tidak diare.

BAB Saat ini 1-2 hari sekali dengan konsistensi lembek, berwarna kuning,

tidak ada lendir dan darah. Klien BAB ke kamar mandi dan dibantu oleh

keluarga. Tidak ada keluhan nyeri ulu hati, mual ada namun muntah sudah

tidak ada. Tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan di semua kuadran

abdomen. Bising usus positif, 3-5x/menit.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

27

Universitas Indonesia

Hasil laboratorium menunjukkan penurunan kadar albumin dan

hemoglobin di dalam darah. Hasil lab terlampir pada lampiran 1. Saat ini

konjungtiva terlihat pucat dan terdapat edema bilateral di tungkai bawah.

Selama dirawat tidak ada restriksi cairan untuk klien. Turgor kulit kurang

baik, bibir kering, kulit sekitar tangan dan kaki kering karena klien sering

dipuaskan. Klien BAK dengan frekuensi 6-8 kali sehari, jumlah urin

sekitar 1000cc/24 jam. Saat ini balance cairan cenderung negatif berkisar

antara -100-200cc/hari. Hasil pemeriksaan serum elektrolit, dan BUN

normal menunjukkan fungsi ginjal klien baik.

5. Neurosensori dan Muskular

Saat ini kesadaran klien Compos Mentis (CM), GCS 15, E4M6V5,

orientasi baik, pupil isokhor +/+ 2. Fungsi pendengaran, penciuman, dan

perabaan normal. Tidak tampak kelaian fungsi saraf kranial maupun saraf

spinal. Rentang gerak normal, dan ROM normal. Hasil Mini Muscle Test

pada kedua ekstremitas

Semua refleks fisologis positif (+2), refleks patologis negatif.

Rangsang nyeri baik, dan tidak trdapat tanda-tanda neuropati perifer.

6. Aktivitas dan Mobilisasi

Sebelum dirawat klien tidak mengalami keterbatasan mobilisasi, mampu

berjalan sendiri, dan melakukan aktivitas tanpa bantuan. Saat ini aktivitas

klien terbatas di tempat tidur dan ruang rawat saja. Saat ini klien terpasang

CVC triple lumen untuk akses cairan dan nutrisi parenteral. Klien masih

dapat berjalan ke kamar mandi sehingga aktivitas mandi, BAB, dan BAK

dapat dilakukan di kamar mandi dengan bantuan keluarga klien. Klien

mengaku hanya mandi 1x sehari yaitu jam 06.00 di pagi hari. Klien lebih

banyak menghabiskan waktu tidur di tempat tidur. Saat ini klien sudah

disarankan untuk sesekali duduk di tempat tidur dan mengubah posisi

minimal tiap 2 jam sekali untuk menghindari kontratur dan luka tekan.

5555 5555

5555 5555

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

28

Universitas Indonesia

7. Nyeri dan Kenyaman

Tidak ada nyeri ulu hati, nyeri abdomen, dan nyeri kepala. Klien hanya

mengeluh nyeri sesekali terutama ketika batuk. VAS 2-3 dan nyeri masih

hilang dengan istirahat dan tarik napas dalam. Klien juga sempat

mengeluhkan nyeri di area pemasangan CVC namun saat ini sudah tidak

ada.

8. Pernapasan

Sejak tanggal 10/06/2014 klien mengeluhkan batuk berdahak. Terdengar

klien batuk berdahak sepanjang hari, dengan produksi sputum kental

berwarna putih. Hasil Pemeriksaan fisik paru adalah sebagai berikut: (1)

Inspeksi: Klien tampak kurus, tulang rusuk menonjol dan rongga antar iga

terlihat jelas, bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, dan

terlihat penggunaan otot-otot diafragma saat bernapas. (2) Palpasi: Taktil

fremitus menurun di lapang paru kiri. (3) Perkusi: Perkusi paru

menunjukkan suara resonans pada paru kanan, resonans menurun pada

apeks paru kiri, dan redup pada paru regio basal sinistra. (4). Auskultasi:

Wheezing (-), ronchi (+) di bagian apeks paru kiri dan kanan, Suara paru

vesikuler dan menurun di lapang paru kiri.

Klien memiliki riwayat TBC paru, Penumonia, dan Efusi pleura saat

dirawat. Saat ini klien mengeluh sesak terpasang terapi O2 dengan nasal

kanul 3L/menit. Frekuensi napas relatif cepat berkisar 20-24 x /menit

dengan kedalaman sedang. Pemeriksaan X-Ray Throak menunjukan Efusi

Pleura Bilateral. Pada 30 Mei dilakukan aspirasi cairan pleura paru kiri

sebanyak 475 cc, dan pada 3 juni dilakukan aspirasi pleura kiri. Analisa

cairan pleura (4 juni 2014) menunjukan BTA negatif dan tidak ditemukan

mikroorganisme. Hasil X-Ray thorak ulang tanggal 13 Juni menunjukan

efusi pleura kanan mengalami perbaikan dan saat ini Efusi pleura kiri

mengalami perburukan. Hasil analisa gas darah fluktuatif sempat memburk

dan kemudian mengalami perbaikan seperti dapat dilihat pada lampiran 1.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

29

Universitas Indonesia

9. Keamanan

Klien tidak memiliki riwayat alergi obat. Klien mengaku pernah jatuh saat

dirawat di RSIJ Pondok Kopi dan akibatnya mengalami luka di kepala.

Hasil pengkajian risiko jatuh pada klien dapat dilihat pada lampiran

pengkajian risiko norton. Klien tergolong risiko jatuh tinggi dengan total

skala norton 80. Tindakan pengamanan yang dilakukan adalah memasang

gelang risiko jatuh, memasang bedside rell, dan melakukan pengawasan

ketat terhadap klien apabila hendak turun ke kamar mandi.

Selain risiko jatuh, risiko dekubitus juga dikaji karena klien merupakan

klien geriatri. Hasil pengkajian risiko dekubitus menggunakan skala

Norton dapat dilihat pada lampiran. Total skor skala Norton adalah 17,

menunjukkan klien ini terglong risiko dekubitus sedang. Oleh karena itu,

kelembaban kulit dan kebesihan lingkungan tempat tidur perlu dijaga.Hal

yang sudah dilakukan adalah mendorong keluarga agar memandikan klien

2 kali sehari, menjaga linen dan pakaian tetap kering, dan memberikan

lotion/ minyak zaitun untuk menjaga kelembaban kulit klien.

10. Seksualitas

Penulis tidak sempat mengkaji kebutuhan seksualitas klien dikarenakan oleh

berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasakan ketika mengkaji

kebutuhan seksualitas adalah faktor lingkungan. Ruang rawat ramai, tidak

private sehingga menyulitkan untuk pengkajian seksualitas. Selain itu, faktor

budaya juga menghambat proses pengkajian karena seksualitas merupakan

hal yang masih dianggap tabu.

11. Interaksi sosial

Klien telah menikah dan memiliki 11 orang anak. Saat ini klien tinggal

bersama anak-anak dan cucunya. Keluarga klien terlihat harmonis dan

bergantian datang menjaga klien selama dirawat di rumah sakit.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

30

Universitas Indonesia

3.2 Analisa Data dan Masalah Keperawatan

Tabel 3.3 Tabel Diagnosa Keperawatan Tn. M

Data Masalah

Data Subjektif:

Klien Mengatakan mual dan muntah

setiap selesai makan, Klien

mengatakan berat badannya turun

drastis 20 kg sejak 2 bulan SMRS

Data objektif:

BB saat masuk RS 36 kg, TB= 155 cm.

IMT: 14.98 (status gizi kurang), BB

saat ini 33 kg. Kebutuhan Kalori 1800

Kkal (sumber: dietisien RSCM), saat

ini terpasang NGT dengan residu

200cc/24 jam. Saat ini klien

dipuasakan dan mendapatkan Asupan

Total Parenteral Nutrition (TPN) yaitu

Aminofluid +Ivelip : Triofusin E/12

Jam.

Nilai Lab: Albumin 2.41 g/dl (3 juni) ,

Hb 10.1 (10 Juni), Edema tungkai +/+,

konjungtiva anemis.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh

Etiologi: Intake sulit e. c Achalasia dan

stenosis esofagus

Data Subjektif:

Klien mengatakan batuk berdahak

sejak 2 hari yang lalu.

Data Objektif:

Suara napas: Wheezing (-), Ronchi +/+

di kedua lapag paru, suara paru

menurun di lapang paru kiri. Produksi

sputum banyak warna putih.

RR 20 x menit, ronchi (+), X-Ray efusi

pleura kiri. Mendapatkan terapi

inhalasi combivent 3x1 dan pulmicort

2x 1 sejak tanggal 15 Juni 2014

Bersihan jalan napas tidak efektif

Etiologi: Peningkatan Produksi sekret

e.c Pneumonia aspirasi

Data Subjektif:

Klien mengeluhkan sesak hilang

timbul, dan nyeri dada saat bernapas.

Pola napas tidak efektif

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

31

Universitas Indonesia

Data Masalah

Klien mengatakan sesak memberat saat

posisi terlentang

Data Objektif

RR: 20-24x/menit, suara napas

menurun di paru kiri, X-ray

menunjukkan efusi pleura sisnistra,

Etiologi: Penurunan ekspansi paru

akibat akumulasi cairan di pleura

Data Subjektif:

Klien mengatakan sesak hilang timbul,

data terasa sakit terutama saat sakit dan

bernapas

Data Objektif

RR: 20-22x/menit, Hasil AGD 10 Juni

2014* terlampir= Asodosis respiratorik

terkompensasi.

Hasil X-ray menunjukan efusi pleura

kiri, suara auskultasi paru menurun di

lapang paru kiri, perkusi pekak

pertanda ada akumulasi cairan.

Gangguan Pertukaran Gas

Etiologi: Penumpukan cairan di pleura

Data Subjektif:

Klien mengatakan pernah jatuh saat

dirawat di RSIJ Pondok Kopi

Data Objektif:

Terdapat luka bekas jatuh di kepala.

klien terpasang CVC dengan 3 line

cairan IV. Klien berjalan ke kamar

mandi tanpa menggunakan alat bantu

jalan. Lantai kamar mandi licin dan

pencahayaan di ruangan cenderung

redup. Fall Morse Scale klien adalah

80 tergolong risiko jatuh tinggi

Risiko Jatuh

Etiologi: kelemahan fisik umum, dan

ancaman lingkungan fisik

Subjektif:

Pasien mengatakan kulitya terasa

kering, mandi di rumah sakit hanya 1

dilap dengan air hangat di pagi dan

Risiko kerusakan integritas kulit

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

32

Universitas Indonesia

Data Masalah

sore hari.

Objektif

Hasil isnpeksi terlihat kulit pasien

kering terutama di area ekstremitas.

Palpasi kulit teraba hangat, turgor kulit

kurang baik, terdapat edema perifer

derajat +2 di kedua tungkai. Kulit tidak

elastis sebagian kulit kaki mengelupas.

Aktivitas pasien lebih banyak di tempat

tidur. Hasil pemeriksaan albumin 10

Juni = 2.29 g/dl (di bawah batas

normal). Hasil pemeriksaan skala

norton = 17, tergolong risiko dekubitus

sedang.

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan (Renpra)

Daftar rencana asuhan keperawatan dapat dilihat pada tabel Nursing Care Plan

(NCP) pada lampiran 3

3.4 Implementasi Pemberian Posisi Lateral pada Klien dengan Efusi Pleura

Sinistra

Secara umu, terdapat dua jenis intervensi keperawatan yang dilakukan pada

Tn.M. Pada Intervensi keperawatan pertama dilakukan pemberian macam-macam

posisi tidur untuk melihat dampaknya terhadap saturasi oksigen perifer (SaO2).

Intervensi pemberian beberapa macam posisi tidur pada Tn.M dilakukan selama 3

hari observasi. Beberapa posisi tidur yang diberikan diantaranya adalah supinasi,

fowler, lateral kiri, dan lateral kanan. Masing-masing posisi tidur diberikan

selama 15 menit dan dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen perfier sebagai

bahan evaluasi setelahnya.

Tn.M mengalami efusi pleura sinistra sehingga paru-paru yang bisa berfungsi

optimal adalah paru-paru kanan dan menurut referensi Tn M terbaik diposisikan

dengan posisi tidur lateral kanan. Sehingga selanjutnya pada Tn.M diberikan

posisi lateral berbaring pada sisi tubuh kanan di bawah sehingga paru-paru yang

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

33

Universitas Indonesia

mengalami gangguan berada pada posisi di atas. Oleh karena itu, 3 hari berikutnya

dilakukan intervensi kedua. Intervensi kedua adalah pemberian posisi tidur lateral

kanan untuk melihat dampaknya pada hasil AGD terutama PO2 dan PCO2.

Selama 3 hari pasien diminta tidur dalam posisi lateral kanan dan pada pagi

harinya dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Prosedur tindakan dapat dilihat

pada lampiran 4.

3.5 Hasil Intervensi Keperawatan

3.5.1 Hasil Evaluasi Saturasi Oksigen Perifer pada Berbagai Posisi Tidur

Tabel 3.4 Saturasi Oksigen Perifer pada Berbagai Posisi Tidur dan

Frekuensi Pernapasan

Hari/tanggal Supinasi Fowler Lateral kanan Lateral kiri

Hari ke-1

11 Juni 2014

94.30 %

24

96.40 %

22

96.60 %

22

93. 40 %

24

Hari ke-2

12 Juni 2014

94.70 %

24

96.80 %

24

97.30 %

20

93. 20 %

22

Hari ke-3

13 Juni 2014

94.40 %

22

97.0 %

20

97.20 %

18

93. 30 %

22

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

34

Universitas Indonesia

3.5.2 Hasil Evaluasi Intervensi Keperawatan Pemberian Posisi Tidur Lateral

Kanan dinilai dari Hasil Analisa Gas Darah

Hari/ Tanggal

Tabel 3.5 Hasil Analisa Gas Darah

PH PO2 PCO2

10 Juni 2014

Posisi tidur tidak

diketahui

7.381 56.00 34.90

11 Juni 2014

Posisi tidur

fowler

7,428 89.50 32.90

16 Juni 2014

Posisi tidur

lateral kanan

7.390 90.30 35.20

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

35

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

35 Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS SITUASI DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil RS Cipto Mangunkusumo

RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM) adalah rumah sakit pemerintah

sekaligus rumah sakit pusat rujukan dan pendidikan nasional di bawah naungan

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Visi RSCM adalah menjadi rumah

sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik Tahun

2014. Misi RSCM adalah memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan

bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, menjadi tempat

pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan, dan tempat penelitian dan

pengembangan dalam rangka meningkatkanderajat kesehatan masyarakat melalui

manajemen yang dinamis dan akuntabel. Pada tahun 2012, RSCM menjadi rumah

sakit pemerintah pertama yang memiliki akreditasi internasional dari Joint

Commission International (JCI) yang didasarkan atas standar kualitas RS yang

diakui secara internasional. Pelayanan yang disediakan RSCM meliputi rawat

inap, pelayanan unggulan, rawat jalan, unit gawat darurat, pelayanan jantung

terpadu, dan pelayanan penunjang.

Lantai 7, Zona A ,Gedung A, RSUP Cipto Mangunkusumo merupakan ruang

rawat Ilmu Penyakit Dalam Kelas III. Ruang rawat ini khusus melayani klien laki-

laki dengan kapasitas 50 bed. Ruang rawat Lantai 7 Zona A terdiri dari 6 ruang

rawat biasa dengan masing-masing berkapasitas 6 bed dan 4 ruang rawat khusus

dengan kapasitas 4 bed. Ruang rawat khusus merupakan ruang rawatuntuk klien

dengan kondisi khusus yang memerlukan perlindungan ekstra seperti klien dengan

MDR/TB Paru. Lantai 7, Zona A ,Gedung A, RSUP Cipto Mangunkusumo

memiliki 51 orang perawat ruangan dimana 7 dari 51 orang (13.7%) staf perawat

di ruangan memiliki pendidikan S1 Keperawatan, 9 dari 51 orang (17.6%) SPK,

dan 35 orang (68.6%) D3 Keperawatan. Metode penugasan yang digunakan di

ruangan adalah metode perawat primer berdasarkan Model Praktik Keperawatan

Profesional (MPKP).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

36

4.2 Analisis Masalah Keperawatan pada Kasus Kelolaan dan Kaitannya

dengan Konsep KKMP

Achalasia Esofaugus

Disfagia

Low intake Pneumonia Aspirasi

Penurunan daya

tahan tubuh

Candidiasis Esofagus

Stenosis esofagus distal

Refluks makanan

Health Care

Associated

pneumonia (HCAP)

Hipoalbumin, albumin 2.9 gr/dl

Anemia, hb 10.1 gr/dl

Edema tungkai

Respon inflamasi

Penurunan

tekanan onkotik

plasma

Respon inflamasi Akumulasi cairan di

pleura

Efusi pleura

Peningkatan

permiabilitas kapiler

paru

Penumpukan eksudat

Transudasi

cairan ke

pleura

Ketidakseimbangan jumlah produksi cairan dengan absorbsi yang bisa dilakukan pleura viseralis

Menghambat

ekspansi paru

Ventilasi

terganggu

Sesak Napas cepat Peningkatan Pco2

penurunan PO2

thoracentesis

nyeri

Pola napas tidak efektif

gangguan pertukaran gas

Penurunan

berat badan

Ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh

Peningkatan

produksi

sputum

Bersihan

jalan

napas

tidak

efektif

Kulit kering,

bersisik

Keruakan

integritas kulit

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

37

Web of Causation (WOC) di atas menggambarkan analisa kasus kelolaan pada

karya ilmiah ini. Pada WOC diatas tergambar hubungan antara penyebab, faktor

risiko, analisis masalah perkotaan, hingga tanda gejala serta masalah keperawatan

yang muncul. Karya ilmiah ini secara khusus membahas analisa kasus pada klien

dengan Diagnosa Medis utama Low Intake yang disebabkan Achalasia Esofagus

disertai Efusi Pleura Sinistra yang berhubungan dengan Health Care Associated

Pneumonia (HCAP).

Klien masuk dengan diagnosa medis Achalasia Esofagus. Achalasia esofagus

adalah gangguan motorik esofagus yang ditandai dengan insufisiensi relaksasi

sphincter bawah esofagus dan kehilangan peristaltik esofagus (Warks, 2013). Hal

ini mengakibatkan klien kesulitan menelan makanan padat maupun cair sehingga

menyebabkan regurgitasi, dan refluks makanan disertai atau tanpa disertai

penurunan berat badan. Hal ini sesuai dengan keluhan utama yang ditemukan

pada klien yaitu tidak bisa makan sejak 3 bulan SMRS, klien mengaku selalu

mual dan muntah sehabis makan, klien juga melaporkan kesulitan menelan

makanan sejak lama.

Tidak ada etiologi pasti tentang kejadian achalasia, namun pada kebanyakan kasus

achalasia terjadi setelah usia 30-60 tahun (Vaezi, Pandofli, & Vela, 2013). Pada

kasus ini, Tn M berjenis kelamin laki-laki dan berusia 67 tahun. Hal ini sesuai

dengan studi epidemiologi tentang Achalasia. Pada tahun 2000 sampai dengan

2008 rata-rata usia klien yang mengalami Achalasia di Amerika Serikat adalah 62

tahun. Studi ini juga mengatakan bahwa achalasia lebih banyak ditemukan pada

laki-laki (Enestvedt, Williamns, & Sonnenber, 2011). Usia 67 tahun tergolong

kategori lansia. Apabila dikaitkan dengan konsep kesehatan masyarakat

perkotaan, lansia merupakan salah satu vulnarable group yang rentan terhadap

berbagai penyakit karena mengalami berbagai penurunan fungsi tubuh (Mechanic

& Tanner, 2007).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

38

Achalasia secara langsung dapat mempengaruhi nutrisi pada penderitanya.

Achalasia menyebabkan klien kesulitan mencerna asupan. Oleh karena itu, terjadi

penurunan berat badan secara drastis ((Vaezi, Pandofli, & Vela, 2013). Pada saat

anamnesa Tn.M mengaku kehilangan berat badan sebanyak 30 kg selama kurang

lebih 3 bulan. Hal ini mengakibatkan Tn.M mengalami masalah

ketidakseimbangan nutrisi yaitu kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini dibuktikan

dengan penampilan Tn.M yang secara klinis tampak sangat kurus. Index Massa

Tubuh (IMT) Tn.M tergolong underweight yaitu sekitar 13.75 sangat jauh dari

batas IMT normal yaitu > 18.5. Masalah kekurangan nutrisi pada Tn.M juga

didukung oleh beberapa nilai laboratorium yang kurang yaitu hemoglobin (10.3

g/dl) dan albumin (2.29 g/dl)

Masalah nutrisi merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai pada lansia di

daerah perkotaan (Koo et all, 2013) mengatakan prevalensi malnutrisi pada lansia

berkisar 2.8 %. Akan tetapi, risiko malnutrisi pada lansia cukup besar yaitu 50.3

% pada masyarakat Singapura. Hal ini sesuai dengan penelitian di berbagai

belahan dunia lain. Prevalensi malnutrisi pada lansia sekitar 20 - 50 persen, di

rumah sakit di Beijing, Kuba, Australia, Belanda, Eropa, dan lainnya. Di

indonesia sendiri prevalensi malnutrisi pada lansia cukup mengkhawatirkan.

Dokter Siti Setiadi melakukan survey kepada 702 klien usia lanjut rawat jalan, di

10 rumah sakit di Indonesia. Hasilnya ditemukan sebanyak 56,7 persen klien

berisiko malnutrisi dan 2,14 persen sudah terbukti malnutrisi.

Malnutrisi menyebabkan individu rentan terhadap berbagai penyakit infeksi.

Malnutrisi adalah kondisi ketika tubuh tidak mendapatkan cukup asupan berbagai

zat nutrien penting seperti vitamin, mineral, dan protein yang penting untuk

mempertahankan kesehatan tubuh, pertumbuhan organ, dan pertahanan tubuh.

Kekurangan nutrisi penting bagi tubuh menyebabkan individu rentan terhadap

berbagai risiko infeksi seperti penyembuhan luka yang terhambat, gangguan

sistem pernapasan, kelemahan otot, dan patah tulang (Norman et all, 2008). Pada

kasus ini Tn.M mengalami malnutrisi sehingga terinfeksi berbagai penyakit

infeksi saluran pernapasan seperti TBC sehingga menyebabkan klien dirawat di

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

39

RS dengan keluhan awal hemoptitis dan batuk-batuk. Setelah dirawat di RSIJ

Pondok kopi dan RSCM Tn. M juga terinfeksi pneumonia yaitu Health Care

Associated Pneumonia (HCAP). HCAP inilah yang kemudian berkembang

sehingga menyebabkan efusi pleura pada Tn.M

Efusi pleura merupakan kondisi klinis yang dapat disebabkan oleh penyakit

menular maupun penyakit tidak menular. Menurut Susilo dan Dwidjo dalam

Indonesia Country Report (2012), terdapat dua determinan sosial dari kesehatan

perkotaan Indonesia, yaitu penyakit menular dan tidak menular. WHO

memperkirakan bahwa 20 % penduduk kota di dunia pernah menghirup udara

kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk kota bersiko

tinggi tertular berbagai macam infeksi paru yang dapat menyebabkan efusi pleura

seperti pneumonia, dan tuberculosis paru. Tn.M tinggal di kawasan padat

penduduk di kota jakarta sehingga sering terpapar debu kendaraan dan berbagai

patogen yang dapat menyebabkan klien rentan terhadap infeksi pernapasan.

Beberapa hasil studi lain juga mendukung fakta bahwa dimasyarakat perkotaan,

efusi pleura paling banyak disebabkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penelitian

yang dilakukan di RS Adam Malik di Medan tentang karakteristik klien Efusi

Pleura menunjukkan bahwa etiologi efusi pleura tertinggi adalah TBC paru (44,

1% dari total kasus). Studi lain yang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Rujukan

Paru (RSUP Persahabatan) diperoleh data hasil observasi selama 3 tahun

menunjukkan 52 % klien dengan efusi pleura disebabkan oleh kasus keganasan.

Hasil observasi penulis sendiri selama praktik di RSCM menunjukkan bahwa

kasus efusi pleura di ruang rawat penyakit dalam RSCM paling banyak

berhubungan dengan kasus infeksi paru seperti TBC, Community Acquired

Pneumonia dan Hospital Acquired Pneumonia. Sementara itu sebagaian kecil

lainnya disebabkan oleh keganasan seperti tumor mediastinum, ca paru, ca dan Ca

mamae. Pada beberapa kasus efusi pleura juga disebabkan oleh kelainan seperti

gagal jantung dan gagal ginjal.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

40

Pada kasus Tn.M ini jelas efusi pleuranya disebabkan oleh penyakit infeksi.

Kemungkinan penyebab keganasan disingkirkan karena hasil analisa cairan pleura

tidak menunjukkan keganasan. Pemeriksaan tumor marker seperti pemeriksaan

CEA colon 3.98ng/ml (0.0-4.6), CA 19-9 Pankreas 17.1 U/ml (<=27.0), Cyfra 21-

1 (paru) 1.8 ng/ml (<=3.3) semua dalam batas normal. Selain itu klien tidak

memiliki riwayat penyakit jantung dibuktikan dengan gambaran EKG irama sinus.

Klien juga tidak memiliki penyakit kelainan ginjal dan hati terbukti dari nilai

ureum, kreatinin, SGOT, dan SGPT klien dalam batas normal.

Kebutuhan nutrisi klien selama di rumah sakit dipenuhi melalui total parenteral

nutrition (TPN). Hal ini dikarenakan klien tidak mampu menerima asupan oral.

Selama dirawat klien beberapa kali dipuasakan karena setiap mendapatkan asupan

oral klien akan mual, muntah, bahkan diare. Menurut dr.R sebagai dokter

penanggung jawab Tn.M di RSCM TPN menjadi pilihan tepat juga untuk

menghindari risiko aspirasi yang dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Selama

dirawat Tn M mendapat nutrsi Aminofluid 500 cc + Ivelip 100cc : Triofusin E

100 500 cc / 12 jam. Setiap liter aminofluid mengandung energi total sebanyak

420Kkal. Aminofluid mengandung 75 gram glukosa, 30 gram asam amino, dan

4.7 g nitrogen , dam 1.44 asam amnio esensial (MIMS, 2014). Ivelip atau clinimix

mengandung asam amnio, glukosa, dan elektrolit dengan kandungan kalori total

sekitar 450 kkal (Baxter Healthcare Coorperation, 2014). Sementara itu triofusin

E 1000 mengandung fruktosa, xylitol, vitamin, dan elektrolit. TE 100

mengandung 1000 Kkall dalam kemasan 500cc. Dapat disimpulkan Tn.M

mendapat total asupan 1870Kkal per hari. Hal ini sudah memenuhi total

kebutuhan kalori Tn.M yang ditetapkan ahli gizi RSCM yaitu sekitar 1800

Kkal/hari.

Masalah gangguan nutrisi pada Tn.M selain menyebabkannya rentan terhadap

infeksi juga berpotensi menimbulkan masalah integritas kulit. Pada WOC diatas

terlihat bahwa hipoalbumin menyebabkan tekanan onkotik plasma menurun

sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke ruang interstisial (Smelzer & Bare, 2002).

Pada pasien-pasien hipoalbumin sering ditemukan kondisi klinis edema perifer,

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

41

kulit bersisik, dan kering. Hal ini juga dialami oleh Tn.M. Risiko kerusakan

integritas kulit juga diperburuk dengan kondisi Tn.M yang lebih banyak berbaring

di tempat tidur.

Salah satu masalah integritas kulit yang sering terjadi pada pasien-pasien di ruang

rawat di RS adalah luka tekan (ulkus dekubitus). Nasional survey tentang ulkus

dekubitus di USA pada tahun 1999 menunjukkan bahwa prevalensi terjadinya

ulkus pada pasien rawat inap di USA cukup tinggi 20-69 % (Nies, Mary, &

McEwen, 2001). Studi ini menunjukkan bahwa kasus dekubitus paling banyak

terjadi pada lansia usia 71-80 tahun. Tn. M merupakan lansia dengan turgor dan

kelembaban kulit yang mulai menurun sehingga rentan terkena dekubitus. RSCM

sebagai rumah sakit berstandar internasional memiliki tujuan salah satunya

meminimalkan anggka kejadian dekubitus.

Masalah kerusakan integritas kulit dapat dicegah dengan berbagai cara. Asuhan

keperawatan untuk mencegah kerusakan integritas kulit diantaranyaadalah

perubahan posisi tidur tiap 2 jam sekali, meningkatkan kadar asupan albumin,

menjaga kebersihan dan kelembaban kulit, dan meminimalkan friksi (Wilkinson

& Ahern, 2012). Salah satu cara menjaga kelembaban kulit adalah pemberian

lotion pada kulit. Selain lotion baru-baru ini minyak kelapa dan minyak zaitun

terbukti efektif mencegah kerusakan integritas kulit. Penelitian Nurwaningsih dan

Sofiati (2006) menunjukkan bahwa penggunaan lotion vaselin dan minyak kelapa

terbukti efektif mencegah ulkus dekubitus pada pasien lansia yang tirah baring

akibat stroke. Oleh karena itu, pada Tn.M juga dilakukan hal yang sama yaitu

mandi dengan air hangat 2 kali sehari dan menyarankan anggota keluarga untuk

mengoleskan lotion atau minyak kelapa setiap sehabis mandi. Hasilnya terbukti

selama 3 minggu Tn.M dirawat tidak terjadi ulkus dekubitus.

Masalah keperawatan pada Tn.M cukup beragam. Tidak hanya masalah nutrisi

tetapi lebih utama adalah masalah pada sistem pernapasan. Pada WOC dapat

dilihat bahwa terdapat 3 masalah utama pada sistem pernapasan Tn.M yaitu

bersihan napas tidak efektif, pola napas tidak efektif, dan gagguan pertukaran gas.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

42

Ketiga masalah ini merupakan masalah yang saling berkaitan yang diakibatkan

oleh infeksi saluran pernapasan yang dialami Tn.M

Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di

dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan

asma. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara

dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Sedangkan

insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan

jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah

terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria

dan Indonesia (WHO Global Tuberculosis Report 2013). Hal ini sesuai dengan

temuan bahwa masalah sistem respirasi pada Tn.M berasal dari penyakit infeksi

TBC dan Pneumonia.

Proses respirasi terdiri dari 4 aspek yaitu ventilasi, difusi, perfusi, dan

transportasi. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari atmosfer ke

dalam alveoli dan sebaliknya. Difusi adalah proses pertukaran gas yang berada di

alveoli dengan pembulub darah kapiler. Perfusi adalah besarnya aliran darah

kapiler yang melewati membran alveoli. Transportasi adalah diangkutnya oksigen

yang sudah diperfusi oleh darah untuk dibawa menuju sel dan dibuangnya

karbondoksda dari sel menuju atmosfer (Sherwood, 2010). Proses respirasi yang

adekuat harus didukung oleh keempat komponen ini.

Proses ventilasi yang adekuat harus didukung oleh tahanan jalan napas yang

rendah dan komplain (daya kembang paru) yang bagus (Sherwood, 2010).

Tahanan jalan napas yang tinggi dapat terjadi karena penyempitan jalan napas

akibat spasme dan penumpukan sekret (Price & Wilson, 2006). Pada kasus

penyakit infeksi seperti yang dialami Tn.M tahanan jalan napas meningkat karena

adanya penumpukan sekret. Hal yang dapat diobservasi pada Tn.M yaitu batuk

berdahak yang produktif, suara ronchi di kedua lapang paru, dan peningkatan

frekuensi pernapasan. Frekuensi pernapasan yang meningkat merupakan

mekanisme kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

43

Ventilasi yang tidak adekuat juga dapat diakibatkan oleh komplain (daya

kembang paru) yang menurun. Pada kasus Efusi pleura komplain paru menurun

karena akumulasi di cairan pleura sehingga mengakibatkan paru tidak dapat

berekspansi dengan maksimal (Sherwood, 2010). Hal-hal yang dapat diamati

pada pasien adalah peningkatan usaha napas melalui peningkatan RR dan

penggunaan otot-otot bantu pernapasan guna memenuhi demand oksigen di dalam

tubuh. Kekurangan oksigen dalam tubuh dapat secara langsung berdampak pada

rendahnya nilai PaO2, dan hiperventilasi menyebabkan CO2 banyak terbuang

sehingga pada pasien-pasien seperti ini PCO2 akan rendah (Black & Hawks,

2009).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan

terkait pernapasan pada Tn.M adalah pola napas tidak efektif. Penyebab tidak

efektifnya pola napas Tn.M adalah bersihan jalan napas tidak efektif terbukti

dengan adanya batuk dan produksi sekret, serta komplain paru yang menurun

akibat efusi pleura. Masalah ini kemudian berakibat pada gangguan pertukaran

gas. Adapun kondisi klinis yang dapat diamati yaitu perningkatan frekuensi

pernapasan, auskultasi paru ; suara rochi (+), dan suara paru menurun di lapang

paru kiri, X-ray ditemukan adanya efusi pleura sinistra, dan Penurunan PO2 serta

PCO2 pada analisa gas darah.

4.3 Analisis Intervensi Keperawatan Pemberian Posisi Lateral pada Klien

dengan Efusi Pleura Sinistra

Pengaturan posisi tidur merupakan salah satu intervensi mandiri keperawatan

utama dalam menangani pasien dengan masalah pernapasan. Posisi tubuh secara

langsung mempengaruhi ventilasi dan perfusi sehingga mempengaruhi kadar

oksigen di dalam darah (Dean, 2014). Banyak studi telah dilakukan dan

membuktikan bahwa pemberian posisi tidur yang tepat membantu mengurangi

kebutuhan oksigen pasien dan memaksimalkan penggunaan oksigen yang

diperoleh selama ventilasi.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

44

Untuk menangani pasien dengan masalah pernapasan di standar rencana asuhan

keperawatan RSCM tertera pilihan posisi tidur yaitu posisi netral, dan posisi head

up. Berdasarkan observasi pada catatan keperawatan selama Tn.M dirawat posisi

dominan yang digunakan adalah semi fowler hingga fowler yaitu posisi tidur

dengan posisi kepala ditinggkan 30-45 derajat. Namun, berdasaran hasil observasi

pada awal dirawat Tn.M tidak selalu tidur dengan posisi tersebut. Posisi tidur

yang tidak ideal ini mengakibatkan proses ventilasi yang tidak adekuat yang dapat

dilihat dari keluhan sesak dan peningkatan frekuensi pernapasan pada Tn.M

Setelah seminggu observasi terlihat perbaikan yang tidak signifikan padaTn.M.

Bahkan setelah dilakukan prosedur pungsi pleura akan tetapi keluhan sesak masih

ada dan frekuensi napas masih relatif tinggi. Penulis kemudian melakukan

percobaan pemberian berbagai posisi tidur pada Tn.M dan melihat bahwa keluhan

sesak cenderung berkurang pada posisi lateral kanan dan fowler. Perbaikan terjadi

setelah 7 hari dilakukan intervensi. Awalnya Tn.M mendapat terapi oksigen

melalui nasal kanul sebanyak 3L/menit, dan pada akhir intervensi pasien dapat

bernapas biasa tanpa oksigen tambahan.

Intervensi keperawatan pemberian posisi yang dilakukan pada Tn.N terdiri dari

dua tindakan. Intervensi keperawatan pertama dilakukan pemberian macam-

macam posisi tidur untuk melihat dampaknya terhadap saturasi oksigen perifer

(SaO2). Intervensi pemberian beberapa macam posisi tidur pada Tn.M dilakukan

selama 3 hari observasi. Beberapa posisi tidur yang diberikan diantaranya adalah

supinasi, fowler, lateral kiri, dan lateral kanan. Masing-masing posisi tidur

diberikan selama 15 menit dan dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen perfier

sebagai bahan evaluasi setelahnya.

Hasil analisis pada tabel 3.4 menunjukkan bahwa saturasi oksigen pada posisi

supinasi (kepala netral) berkisar antara 94.30- 94.70 %. Saturasi oksigen turun

cukup signifan pada posisi lateral kiri ketika pasien berbaring pada posisi paru-

paru yang terkena efusi pleura berada pada posisi dibawah. Saturasi pada posisi

lateral kiri berkisar antara 93.20- 93.40 %. Sementara itu saturasi oksigen pada

posisi tidur fowler (kepala ditinggikan 30-45 derajat) cukup baik yaitu 96.40

hingga 97.0 %. Hasil percobaan menunjukkan saturasi oksigen paling optimal

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

45

dihasilka ketika pasien berada pada posisi tidur lateral kanan ketika paru-paru

normal berada dibawah dan paru-paru yang terdapat efusi pleura berada di atas.

Pada posisi lateral kanan saturasi oksigen perifer pasien berkisar antara 93.6-97.3

%. Namun, pada studi ini belum dapat dilakukan uji statistik untuk menunjukkan

efektivitas tindakan karena keterbatasan waktu dan kasus keloaan.

Tindakan kedua adalah perbandingan analisa gas darah dilihat dari perubahan

kadar PaO2 dan PCO2 pasien dalam posisi tidur tidak diatur, posisi tidur fowler,

dan posisi tidur lateral kanan. Hasil analisis pada tabel 3.5 menunjukkan PaO2

pasien paling rendah berada pada pemeriksaan AGD pertama yaitu sebesar 56

mmHg. PaO2 terus meningkat pada pemeriksaan AGD kedua saat pemeriksaan

dilakukan setelah pasien tidur dengan posisi fowler yaitu sebesar 89.5 mmHg.

PaO2 terus meningkat pada pemeriksaan AGD berikutnya setelah pemberian

posisi tidur lateral kanan yaitu sebesar 90.30 mmHg. Sementara itu nilai PCO2

tidak begitu signifikan berubah yaitu sekitar 34.90 mmHg pada posisi tidak diatur,

32.90 mmHg pada posisi fowler, dan 35.20 pada posisi lateral kanan.

Hasil studi kasus ini sesuai dengan hasil yang diperoleh melalui penelitian

terdahulu. Neagley et all (2005) meneliti hubungan antara perubahan postural

terhadap oksigenasi pada pasien dengan efusi pleura unilateral. Hasil studi yang

dilakukan pada 10 pasien ini menunjukkan bahwa saturasi oksigen pasien paling

meningkat pada posisi duduk (kepala ditinggkan 90 derajat) dan pada posisi

lateral ketika paru-paru yang normal diposisikan dibawah. Sebaliknya, saturasi

oksigen paling rendah adalah ketika pasien tidur pada posisi lateral dengan paru-

paru yang mengalami efusi pleura berada di bawah.

Beberapa studi lainnya dilakukan untuk melihat dampak pemberian posisi lateral

kanan dan lateral kiri pada pertukaran gas pasien dengan gangguan paru

unilateral. Studi yang dilakukan Remolina et al (2008) menunjukkan bahwa

pertukaran gas dan PaO2 yang optimal terjadi pada 9 subjek penelitian . Hasil

studi tersebut menunjukan bahwa pada posisi supine rata-rata PaO2 pasien adalah

58.5± 2.7 mmHg sedangkan pada pemberian posisi lateral PaO2 meningkat

menjadi 106.1 ±12.7 mmHg. Penelitian lain yaitu yang dilakukan Chang et all

(2005) menunjukkan bahwa PaO2 pasien cenderung lebih tinggi pada posisi lateral

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

46

dengan posisi paru normal berada diatas. Sebaliknya PaO2 pasien menurun sekitar

14-15mmHg pada posisi lateral dengan paru-paru yang rusak (mengalami

gangguan) berada di bawah. Namun, belum ditemukan studi yang

membandingkan antara perbedaan PaO2 pada pasien efusi pleura pada posisi

fowler dan lateral.

Oksigen merupakan kebutuhan utama makhluk hidup. Seluruh metabolisme sel di

dalam tubuh manusia memerlukan oksigen. Gangguan pada sistem pernapasan

seperti bersihan jalan napas tidak efektif, pola napas tidak efektif, dan gangguan

pertuakaran gas secara langsung dapat mengakibatkan berkurangnya kadar

oksigen di dalam darah. Keadaan kekurangan oksigen didalam darah ini disebut

hipoksia. Hipoksia secara klinis dapat diamati dari peningkatan usaha napas,

sianosis, dan bahkan penurunan kesadaran (WHO, 2013).

Salah satu parameter kadar oksigen di dalam darah saturasi oksigen (SaO2). Ada

4 komponen penting untuk memastikan tersedianya oksigen yang adekuat ke

jaringan yaitu; (1) Oksigen yang cukup dan mampu melalui jalan napas tanpa

hambatan sehingga masuk ke alveoli di paru, (2) Terkajinya pertukaran gas yang

adekuat di alveoli, (3) darah mengandung cukup hemoglobin sehingga oksigen

sampai ke jaringan, (4) Jantung memompa cukup darah sehingga tersedia volume

darah yang cukup membawa oksigen ke jaringan (Sherwood, 2010). Saturasi

oksigen adalah ukuran oksigen yang terlarut dalam darah. Kadar saturasi oksigen

normal adalah 95-100 % (Black & Hawks, 2009). Pada kondisi efusi pleura

ventilasi tidak adekuat ditambah penumpukan sekret pada jalan napas Tn.M

akibat pneumonia yang dideritanya menyebabkan tidak optimalnya pasokan

oksigen ke paru sehingga akan mengakibatkan rendahnya kadar saturasi oksigen

perifer pasien. Oleh karena itu, dalam kasus ini saturasi dapat dijadikan salah satu

parameter untuk menentukan oksigenasi pasien.

Selain Saturasi oksigen, parameter oksigenasi dalam darah adalah tekananan

parsial oksigen atau PaO2. Tekanan parsial oksigen menandakan keadekuatan

pertukaran gas di paru-paru. Berbeda dengan saturasi oksigen yang dipengaruhi

hemoglobin. PaO2 menggambarkan molekul oksigen bebas dalam plasma yang

tidak terikat hemoglobin (Black & hawks 2009). Nilai PaO2 normal berkisar

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

47

antara 80-100mmHg. PaO2 akan secara langsung dipengaruhi oleh berbagai

gangguan pernapasan yang mengakibatkan tidak adekuatnya suplai oksigen ke

paru-paru. Oleh karena itu, PaO2 sering dijadikan parameter untuk menilai

adekuatnya pertukaran gas di paru (Sherwood, 2010).

Sementara itu keefektifan pernapasan secara langsung dapat diamati dari frekuensi

pernapasan, keluhan sesak yang dirasakan pasien, dan usaha napas. Frekuensi

napas merupakan mekanisme kompensasi alami tubuh terhadap kekurangan

oksigen, keluhan sesak merupakan perasaan subjektif yang dirasakan pasien,

kedua hal ini menggambarkan peningkatan usaha napas (Black & Hawks 2009).

Pada studi kasus ini dapat diamati langsung bahwa frekuensi napas pasiens secara

konsisten turun pada posisi tidur fowler dan lateral kanan. Selain itu keluhan

sesak juga perlahan berkurang . Pasien mengeluh sesak bertambah parah pada

posisi tidur supine (kepala netral) dan posisi tidur lateral kiri. Hal ini

menggambarkan bahwa pemberian posisi fowler dan lateral kanan secara

langsung menurunkan usaha napas, meningkatkan ekspansi paru, dan

memaksimalkan penggunaan oksigen yang diperoleh sehingga menjamin ventilasi

dan perfusi yang optimal.

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah yang Dapat Dilakukan

Intervensi lain yang dapat dilakukan untuk menangani pasien dengan masalah

pernapasan seperti efusi pleura adalah latihan pernapasan. Latihan pernapasan

terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot-otot diafragma dan membuka jalan

napas (Winslow, Clark, White, dan Tyler, 2008). Latihan pernapasan yang dapat

dilakukan diantaranya adalah latihan tarik napas dalam dan Batuk efektif. Batuk

efektif dapat membersihkan jalan napas dengan menegeluarkan mukus. Hal ini

selain memberi manfaat untuk menghilangkan nyeri saat bernapas juga terbukti

efektif mencegah kolaps paru pada kasus-kasus seperti pneumonia. Selain itu

Napas dalam memungkinkan pasokan oksigen lebih banyak masuk ke saluran

pernapasan daripada pernapasan cepat dan pendek-pendek (Celli, 2011).

Cara lain untuk memfasilitasi pernapasan pada pasien dengan efusi pleura adalah

pernapasan perut. Penelitian ini dilakukan di University of Missouri-Kansas City.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

48

Latihan ini direkomendasikan mampu menghilangkan nyeri dada pasien efusi

pleura. Caranya mirip dengan teknik napas dalam. Sambil berbaring telentang,

letakkan tangan Anda di kedua sisi perut di bagian bawah tulang rusuk Anda.

Napas perlahan dan dalam menggunakan kapasitas penuh diafragma. Lanjutkan

latihan ini dselama 15 sampai 20 menit, bertujuan untuk rileks tubuh dan membat

pola pernapasan menjadi lebih efektif (Dean, 2014). Metode yang dibahas pada

penelitian ini merupakan sebagian kecil dari sekian banyak intervensi

keperawatan yang dikembangkan untuk menangani kasus masalah pernapasan.

Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari lebih lanjut

mengenai efektivitas masing-masing intervensi dan dampaknya bagi oksigenasi

pasien.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

49

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan pada karya ilmiah ini, maka

simpulan yang didapat adalah :

1. Penyebab efusi pleura pada klien yang tinggal di daerah perkotaaan adalah

penyakit infeksi seperti tuberculosis paru dan pneumonia

2. Faktor risiko yang menjadi pemicu rentannya pasien kelolaan yang tinggal

di daerah perkotaan terkena penyakit infeksi saluran pernapasan

diantaranya adalah usia lanjut, faktor kekurangan nutrisi, dan lingkungan

perkotaan yang rentan polusi akibat asap kendaraan dan padat penduduk

3. Masalah keperawatan utama pasien efusi pleura adalah gangguan

pernapasan mulai dari bersihan jalan napas tidak efektif, pola napas tidak

efektif, dan gangguan pertukaran gas. Ketiga masalah ini ditandai dengan

keluhan subketif sesak napas, nyeri saat bernapas, dan tanda objetif seperti

peningkatan frekuensi pernapasan, penurunan saturasi oksigen perifer,

serta penurunan kadar PaO2 pada hasil analisa gas darah

4. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada studi kasus ini adalah

pemberian posisi tidur lateral kanan untuk mengatasi masalah pernapasan

pada pasien efusi pleura sinistra

5. Hasil percobaan pada pasien efusi pleura sinistra dalam studi kasus ini

menunjukkan saturasi oksigen perifer (SaO2) dan tekanan parsial oskigen

(PaO2) lebih tinggi pada posisi lateral kanan daripada posisi supine, lateral

kiri, dan fowler.

6. Intervensi alternatif untuk mengatasi masalah pernapasan pada pasien

efusi pleura lainnya adalah latihan napas dalam dan batuk efektif yang

efektif untuk menghilangkan nyeri dan mengefektifkan pola napas.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

50

Universitas Indonesia

5.2 Saran

5.2.1 Pelayanan

1. Karya ilmiah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Departemen

Bidang Keperawatan khususnya Ilmu Penyakit Dalam di rumah sakit

untuk menyempurnakan Standar Operational Procedure (SOP) dengan

menyediakan posisi lateral sebagai salah satu pilihan posisi tidur untuk

menangani pasien dengan masalah pernapasan

2. Perawat ruangan terutama perawat primer diharapkan mampu

mensosialisikan jenis-jenis posisi tidur yang sesuai dengan indikasi

masalah pernapasan pada pasien dan mampu merekomendasikan posisi

lateral khususnya untuk pasien dengan efusi pleura unilateral

5.2.2 Penelitian Selanjutnya

1. Karya ilmiah ini dapat dijadikan data awal untuk mengembangkan

penelitian terkait pemberian posisi sebagai intervensi dalam menangani

pasien dengan kasus gangguan pernapasan

2. Di indonesia belum banyak penelitian yang membahas mengenai

efektivitas perubahan posisi tidur pada oksigenasi pasien dengan efusi

pleura, penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk mengembangkan

penelitian selanjutnya

3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel penelitian

yang lebih banyak, waktu penelitian yang lebih panjang, dan metode

evaluasi yang lebih baik selain saturasi oksigen perifer dan AGD sehingga

dapat dilihat pengaruh pemberian posisi pada parameter oksigenasi yang

lain.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

51 Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2010). Community health nursing:

Promoting and protecting the public’s health (7th Ed). Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins

Anderson, E. T. (2000). Community as partner: Theory and practice in nursing

(3rd

ed). Philadelphia : Lippincott

Ann, J. Allender. Walton, B. Spredley. (2001). Community Health Nursing:

concepts and practice. Philadephia: Lippincott

Black, J.M & Hawks, J.H. (2009). Medical surgical nursing: clinical

management for positive outcomes (6th Ed). Saunders: Elsevier

Baxter Healthcare Corporation. (2014). Clinimix. Diakses pada 6 Juli 2014 pada :

http://www.baxtermedicationdeliveryproducts.com/nutrition/clinimix.html

Broaddus, C & Light, R.W. (2010). Pleural effusion. In: Mason, R.J., Broaddus

C.V., Martin T. R, et al (2012). Textbook of respiratory medicine (5th ed).

Philadelphia: Saunders Elsevier

Celli, B. R. (2011). Diseases of the diaphragm, chest wall, pleura, and

mediastinum. Philadelphia: Saunders Elsevier

Costanzo, L.S (2012). Physiologi: cases and problems (4th E). Lippincott:

Wiliams and Wilkins

Dean, E. (2014). Effect of Body Position on Pulmonary Function. Journal of

American Physical Therapy: Diakses pada 28 Juni 2014 pada :

http://ptjournal.apta.org/

Departemen Kesehatan RI. (2006). Pembangunan Kesehatan Masyarakat di

Indonesia. Jakarta: Depkes RI

Dugdale, D.C. (2014). Pleural efussion: US international Library of Medicine

National Institute of Health : Diakses pada 27 Juni 2014 pada

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000086.htm

Endacott, R., Jevon,R., Cooper, S. (2009). Clinical nursing skills. Oxford:

William and Wilkins

Enestvedt, B.K.., Williamns, J.L., Sonnenber, A. (2011). Epidemiology and

practice patterns of achalasia in a large multi-centre database: Blackwell

Publishing. Diakses pada 6 Juli 2014 pada

http://www.medscape.com/viewarticle/742544_3

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

52

Freudenberg, N et all. (2009). Urban health and society. Journal of Social

Science and Medicine: Elsevier

Garrido et al. (2005). Diagnosis and treatment for Pleural Effusion. Arch

Bronconeumol. 2006;42(7):349-72. Diakses pada 4 Juli 2014 pada

www.archbronconeumol.org/en/pdf/13090862/S300/

Haugen, N & Galura, S.J. (2012). Ulrich & Canale's Nursing Care Planning

Guides (7th Ed). Diakses pada 5 Juli 2014 pada

http://www1.us.elsevierhealth.com/SIMON/Ulrich/Constructor/diagnoses.

cfm?did=320

Hewitt, Nicky, Bucknall, Tracey, K. and Glanville, David.(2009). Lateral

positioning for critically ill adult patients, Cochrane database of

systematic reviews, no. 3, pp. 1-13. Diakses pada 29 Juni 2014 pada

http://hdl.handle.net/10536/DRO/DU:30018518

International Association for the Study of Pain. (2007). Pain measurement: an

overview: Diakses pada tanggal 3 Juli 2014 pada

http://www.painjournalonline.com/article/0304-3959%2885%2990145-

9/abstractref

Koo et all. (2013). Malnutrition in older adults on financial assistance in an urban

Asian country: a mixed methods study. Journal of Public Health Nutrition.

DOI: http://dx.doi.org/10.1017/S1368980013002413

Lasater dan Erhard. (2005). The effect of patient position on arterial oxygen

saturation. The Journal of Critical Care Nurse: Diakses pada tanggal 29

Juni 2014 pada http://ccn.aacnjournals.org/content/15/5/31.citation

Lyyn, P. (2011). Taylor’s Handbook of Clinical Nursing Skills. Lippincott:

Williams and Wilkins.

McGrath & Anderson, 2011. Diagnosis of Pleural Efussion: Systematic Approach.

American Association of Critical-Care Nurses doi: 10.4037/ajcc2011685

Mechanic, D., Tanner, J. (2007). Vulnerable People, Groups, And Populations:

Societal View. doi: 10.1377/hlthaff.26.5.1220

Medford, A & Maskell, N. (2005). Pleural Effusion Diagnosis and Treatment:

Postgrad Med J 2005;81:702–710. doi: 10.1136/pgmj.2005.035352

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

53

Muttaqin, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

MIMS. (2014). Aminofluid. Diakses pada tanggal 6 Juli 2014 pada

http://www.mims.com/indonesia/drug/info/Aminofluid/

NANDA International. (2012). Nursing diagnoses: definitions and classifications

2013-2014. USA: Wiley-Blackwell.

Neagley et al. (2005). The impacts of positional change on oxygention in patient

with pleural effusion. Diakses pada tanggal 30 Juni 2014 pada

http://journal.publications.chestnet.org/ on 06/28/2014

Nies, Mary, A., & McEwen, M. (2001). Community/ public health nursing:

promoting the healthy of population (4th

Ed). Missouri: Sauders Elsevier.

Norman, K et al. (2008) Prognostic impact of disease-related malnutrition.

Clinical Nutrition; 27: 5-15.

Nowak, T.J & Handford, A.G. (2006). Pathophysiology : Concepts and

Applications for Health Care Professionals. Georgia: McGraw-Hill

Higher Education

Nurwningsih & Sofiyati. (2004). Pengaruh Penggunaan Minyak Kelapa untuk

Mencegah Kerusakan Integritas Kulit: Ulkus Dekubitus pada Pasien Tirah

Baring Total karena Stroke. Depok: Universitas Indonesia

Padmosoeparto, H., Soetedjo, F.A. (2007). Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik.

Diakses pada tanggal 3 Juli 2014 pada:

http://www.scribd.com/doc/35821555/Anamnesa-Pemeriksaan-Fisik

Pratomo, I.P dan Yunus, F. (2013). Anatomi dan Fisiologi Pleur. Journal of the

Indonesian Medical Association: CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013

Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC

Remolina C, Khan, A.V., Santiago, T.V, et al. (2008). Positional hypoxemia in

unilateral lung disease. N Engl J Med 304:523-525, 1981

Rubins, J . (2013). Pleural Efussion. Diakses pada tanggal 25 Juni 2014 pada

http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

54

Sherwood, L. (2010). Human physiologi: From cell to system. USA: Brooks and

Cole

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Brunner & Suddarth Textbook of Medical

Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Soemantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Susilo & Dwidjo. (2012). Indonesia country report. Yogyakarta: INDEPTH

Training and Research Centres of Excellence

The British Thoracic Society. (2010). BTS Pleural Disease Guideline 2010 A

Quick Reference Guide. British Thoracic Society Reports, Vol 2, No 3,

2010. Diakses pada tanggal 30 Juni 2014 pada http://www.brit-

thoracic.org.uk/clinical-information/pleural-disease.aspx

Warks,W.J . (2013). Achalasia. Diakses pada tanggal 3 Juli 2014 pada

http://www.medicinenet.com/achalasia/article.htm

Wedro, B. (2014). Pleural Effusion. MedicineNet: Diakses pada tanggal 2 Juli

2014 pada http://www.onhealth.com/pleural_effusion/article.htm

WHO. (2013). Global Tuberculosis Report. Diakses pada tanggal 7 Juli 2014 pada

http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/

Wilkinson, J.M dan Ahern, N.R. (2005). Diagnosis Keperawatan: Diagnosis

Nanda, Intervensi NIC, dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Winslow, E. H., Clark, A.P., White, K. M, and Tyler, D. O. (2008). Effects of a

lateral turn on mixed venous oxygen saturation and heart rate in critically

ill adults. Heart & Lung. MEDLINE: 2211167

Vaezi, M.F., Pandofli, J.E., Vela. M.F. (2013). ACG Clinical Guideline:

Diagnosis and Management of Achalasia. Am J Gastroenterol advance

online publication Diakses pada tanggal 23 July 2014 ; doi:

10.1038/ajg.2013.196

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

55

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

56

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

55

Universitas Indonesia

RESUME KASUS MINGGUAN

Ruang Rawat Penyakit Dalam Lantai 7 Zona A RSCM

A. Anamnesa

1. Informasi Umum

Inisial : Tn. M

Usia : 67 Tahun

No.RM : 393-57-51

Tanggal Lahir : 5 Juni 1942

Tanggal Masuk : 22 Mei 2014

Tanggal Pengkajian : 10 Juni 2014

Hari Perawatan : 22

2. Keluhan Utama

Tn. M mengeluhkan mual dan muntah setiap makan, dan batuk berdahak sejak 2 hari

lalu, produksi sputum banyak berwarna putih kekuningan

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dirawat di RSCM dengan diagnosa medis disfagia e.c achalasia esofagus post

busninasi 2x, saat ini terpasang NGT untuk dekompresi dan mendapat TPN

Aminofluid+Ivelip : Triofusin E1000/12 jam. Selain itu pasien saat ini batuk berdahak

didiagnosa pneumonia aspirasi diperkirakan karena terbatuk saat makan. Hasil EGD

tanggal 3 juni 2013 menunjukan stenosis esofagus distal dan kandidiasis esofagus saat ini

mendapat terapi micostatin 3 x 1cc, dan fluconazole 1x 150 mg. Pasien saat ini puasa dan

direncanakan untuk EGD dilatasi balon namun masih tertunda menunggu Acc dari ruang

endoskopi.

4. Riwayat Penyakit terdahulu

Riwayat penyakit terdahulu seperti Hipertensi, DM, TBC, dan keganasan disangkal. Pada

saat awal masuk klien sempat hemoptisis diperkirakan karena TBC paru infeksi sekunder

setelah seminggu dirawat hemoptisis berhenti dan klinis perbaikan, klien juga sempat

didiagnosa efusipleura bilateral suspect keganasan massa mediatinum pada tanggal 26

Mei 2014. Pada tanggal 30 Mei dilakukan aspirasi cairan pleura paru kiri sebanyak 475

cc, dan pada tanggal 3 juni dilakukan aspirasi pleura kiri. Analisa cairan pleura (4 juni

2014) menunjukan BTA negatif dan tidak ditemukan mikroorganisme. Diagnosa massa

mediastinum dikesampingkan dari hasil analisa pelura tidak ditemukan keganasan

(30/5/2014), Pemeriksaan CEA colon 3.98ng/ml (0.0-4.6), CA 19-9 Pankreas 17.1 U/ml

(<=27.0), Cyfra 21-1 (paru) 1.8 ng/ml (<=3.3) semua dalam batas normal

5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

DM, Hipertensi, dan keganasan disangkal

6. Riwayat Psiko, sosio, ekonomi

B. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: Sakit Sedang, Kesadaran Compos Mentis, GCS E4M6V5

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

56

Universitas Indonesia

Tanda-Tanda Vital

Tanggal Jam BP(mmHg) HR

(x/menit)

RR

(x/menit)

T (C)

10 Juni 2014 07.00

12.00

20.00

120/70

110/70

100/60

80

72

90

22

20

22

36.7

36.2

35.5

11 Juni 2014 07.00

12.00

20.00

120/80

100/80

110/70

72

84

75

22

20

18

36.2

35.8

36.0

12 Juni 2014 07.00

12.00

20.00

140/80

130/70

120/80

60

78

89

18

20

22

36.7

36.2

35.5

13 Juni 2014 07.00

12.00

20.00

120/80

110/80

120/80

70

89

90

18

22

20

36.7

36.2

35.5

Antropometri

Minggu ke-1 BB/ TB IMT Keretangan

33 kg/ 155 kg 13.75 Underweight

Minggu Ke-2 BB/TB IMT

35 kg/ 155 kg 14.58 Underweight

(BB meningkat 2

kg)

Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)

a. Kepala: Normocepal, terdapat bekas jahitan akibat terjatuh di RS pondok Kopi,

rambut berwarna putih beruban, dipotong pendek.

b. Mata: Konjungtiva anemis, Sklera tidak ikterik, pupil isokhor.

c. Hidung: Penciuman normal, terpasang NGT di Hidung kanan, dialirkan dengan

produksi 200cc/24 jam

d. Telinga: dalam batas normal

e. Leher : Tidak ada Pembengkakan kelenjar getah bening, JVP 5-2cmH2O.

f. Dada: terpasang CVC di subklavian kanan

Pemeriksaan Fisik Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, pengembangan dinding dada simetris, retraksi

dinding dada tidak ada

Auskultasi : Vesikuler, bronkovesikuler, bronkial, wheezing (-), ronchi (+),

Pleural efusion rub di lapang dada kiri

Palpasi : taktil fremitus menurun di paru kiri

Perkusi : resonanse, pekak di paru kiri

Pemeriksaan Fisik Jantung

Inspeksi : Dalam batas normal

Auskultasi : S1 (+), S1(+), Murmur dan gallop tidak ada

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

57

Universitas Indonesia

Palpasi : PMI di ICS 4-5

Perkusi : Dalam batas normal

g. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk datar, asites (-)

Palpasi : Nyeri ekan (-), Massa (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bu (+) 3-5x /menit

h. Ekstremitas: Akral hangat, Edema tungkai +/+, CRT < 3 detik

Kekuatan Otot : 5/5

Refleks fisiologis +

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan

10 Juni 2014

Hematologi Flag Hasil Satuan Rujukan

Hemoglobin L 10,1 g/dl 13.0-17.0

Hematokrit L 30.3 % 40.0-50.0

Leukosit H 16.63 Ribu/ul 5,0-10,0

Trombosit 197 Ribu/ul 150-440

Eritrosit L 3,49 Juta/ul 4.5-5.5

VER/HER/KHER/RDW

VER 86,8 fl 80,0-100,0

HER 28,9 pg 26,0-34,0

KHER 33,3 g/dl 32,0-36,0

RDW 15,9 % 11,5-14,5

Hitung Jenis

Basofil L 0.1 % 0.5-1.0

Eusinofil L 0.0 % 1-4

Neutrofil H 95.9 % 55.0-70.0

Limfosit L 2.3 % 20-40

Monosit L 1.7 % 2-8

Laju Endap Darah 10 mm 0-10

KIMIA KLINIK

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

58

Universitas Indonesia

Fungsi Ginjal 10 Juni 2014

Ureum darah 15 mg/dl 20-40

Kretinin darah L 0,6 mg/dl 0,8-1,3

eGFR 102.6 ml/min/1.73

m2

56.00-84.00

Fungsi Hati

SGOT(AST) 22 U/L < 33

SGPT (ALT) 22 U/L 41

Albumin L 2.29 g/dl 3.5-5.2

Analisa Gas Darah

11 Juni 2014

pH 7,428 7,370-7,440

PCO2 L 32.90 mmHg 35,0-45,0

PO2 89.50 mmHg 83,0-108,0

HCO3 22.90 mmol/L 21,0-28,0

O2 Saturasi 96.60 % 95,0-99,0

Standar BE (Base Excess) L -2.6 mmol/L -2,5-2,5

Base Excess -1.20 Mmol/L -2.50-

+2.50

Total CO2 22.90 mmol/L 19,0-24,0

Interpretasi:

AGD 10 Juni 2014

PH 7.381

pCO2 L 34.90

PO2 L 56.00

HCO3 L 20.90

Total CO2 22.00

Base Exccess L -2.90

Saturasi O2 L 88.00

Standar HCO3 L 21.8 22.0-24.00

Standar Base Excess L -4.4

Interpretasi:

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

59

Universitas Indonesia

ELEKTROLIT DARAH

Natrium (darah) 142 mmol/L 135-147

Kalium 4.20 mmol/L 3,10-5,10

Klorida 101.4 mmol/L 95-108

Prokalsitonin 10 Juni 2014

Prokalsitonin H 0.44 U/L < 0.1

2. Pemeriksaan Penunjang

X-Ray Thorax : Efusi Pleura kiri,

D. Daftar Terapi

IVFD:

Aminofluid 500 cc + Ivelip 100 cc: Triofusin E 1000/ 12 jam

Nacl 0.9 % / 24 jam

Terapi Rute dosis Frekuensi

Fluconazole IV 200 mg 1 x 24 jam

Metronidazole IV 500 mg 3 x 24 jam

Ceftriaxon IV 2 gram 1x 24 jam

Ondansentron IV 4 mg 3 x 24 jam

Micostastin PO 1 cc 4 x 24 jam

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

60

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

60 Lampiran 2

Universitas Indonesia

Pengkajian Fall Morse Scale (FMS)

No Elemen Jawaban Nilai

1 Riwayat jatuh dalam 3 bulan

Ya (25)

Tidak (0)

Ya

25

2 Memiliki diagnosa sekunder

Ya (15)

Tidak (0)

Ya

15

3 Ambulasi

Bedrest/bantuan perawat (0)

Kruk/tongkat/walker (15)

Furnitur (30)

Bantuan Perawat

0

4 Terpasang IV line

Ya (20)

Tidak (0)

Ya

20

5 Cara berjalan

Normal/bedrest/immobile (0)

Lemah (10)

Dengan bantuan (20)

Dengan bantuan

20

6 Status Mental

Orientasi terhadap kemampuan diri

sendiri (0)

Melebih-lebihkan/melupakan

keterbatasan (15)

Orientasi Baik

0

Total Score 80

Pengkajian Skala Norton

Elemen Jawaban Nilai

Kondisi Fisik Baik (4)

Sedang (3)

Buruk (2)

Sangat Buruk (1)

3

Status Mental Sadar penuh (4)

Apatis (3)

Kebingungan (2)

Sopor-koma (1)

4

Aktivitas Bebas hambatan/mandiri (4)

Berjalan dengan bantuan (3)

Mampu duduk (3)

Bedrest (1)

3

Mobilitas Penuh (4)

Sedikit terhambat (3)

Banyak keterbatasan (2)

Imobilisasi (1)

3

Inkontinensia Kontinen (4)

Kadang-kadang (3)

Inkontinensia urin (2)

Inkontinensia urin dan fekal (1)

4

Total 17

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

61 Lampiran 2

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

61 Lampiran 3

Universitas Indonesia

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN/RENPRA TN.M ACHALASIA ESOFAGUS DAN EFUSI PLEURA SINISTRA

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Perubahan nutrisi:

kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

kesulitan intake per

oral akibat

penyempitan

esofagus

Tujuan :

Klien dapat memperlihatkan

status nutrisi yang adekuat

Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan intervensi

6 x24 jam nutrisi klien

adekuat dengan kriteria

evaluasi

- Klien tidak merasa

mual/muntah

- BB naik 0.5-

1kg/minggu

- nilai lab normal:

albumin 3.5-5 g/dl

hb > 12 g/dl

Mandiri

- Kaji status nutrisi, meliputi :

o Perubahan berat badan dan tinggi

badan

o Pengukuran antropometrik (IMT, dan

LLA)

o Nilai laboratorium (elektrolit, serum,

BUN, kreatinin, Protein).

- Kaji pola diet nutrisi klien : riwayat diet,

makanan kesukaan, dan hitung kalori.

- Kaji faktor yang berperan dalam merubah

masukan nutrisi : anoreksi, mual dan

muntah, diet yang tidak menyenangkan

bagi klien, kurang memahami pembatasan

diet.

- Menyediakan makanan kesukaan klien

dalam batas-batas diet yang telah

ditetapkan

- Berikan makan sedikit tapi sering.

- Berikan makanan halus, hindari makanan

kasar sesuai indikasi

Pendidikan kesehatan

- Ajarkan keluarga mengenai makanan yang

dianjurkan, dibatasi,, dan dilarang sesuai

dengan kondisi pasien

- Berikan informasi yang tepat mengenai

kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara

memenuhinya

Kolaborasi

Menyediakan data dasar untuk memantau

perubahan dan mengevaluasi hasilnya.

Pada diet dahulu dan sekarang dapat

dipertimbangkan dalam menyusun menu.

Menyediakan informasi mengenai faktor

lain yang dapat diubah atau dihilangkan

untuk meningkatkan masukan diet.

Mendorong meningkatkan masukan diet.

Penyerapan makanan terganggu akibat

adanya stenosis di bagian distal pasien hal

ini trjadi akibat akalasia, oleh karena itu

makanan yang mampu diserap hanyalah

makanan dalam bentuk sangat halus,

memakan makanan dalam jumlah terlalu

banyak harus dihindari agar tidak terjadi

refluks esfagus dan aspirasi

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

62 Lampiran 3

Universitas Indonesia

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

pemberian diit yang sesuai

2 Pola napas tidak

efektif berhubungan

dengan penurunan

ekspansi paru, dan

akumulasi cairan di

pleura

Tujuan

Klien dapat

mendemosntrasikan pola

napas yang efektif

Kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24

jam masalah pola napas tidak

efektif dapat teratasi dengan

kriteria evaluasi:

- Pola napas efektif

ditandai dengan

frekuensi napas dalam

batas normal (12-20

x/menit), rasio inspirasi :

ekspirasi = 1:2, dan tidak

ada penggunaan otot-otot

bantu pernapasan

- Sesak hilang/ tidak ada

keluhan dispnea

- Tidak ada sianosis

Mandiri

- Monitor status respirasi: Hitung Frekuensi

napas, inspeksi pergerakan dinding dada,

dan dispnea

- Anjurkan teknik bernapas yang efektif,

misalnya pernapasan dalam dan perlahan,

atau purse lips breathing

- Monitor saturasi oksigen secara berkala

- Berikan posisi yang nyaman bagi pasien:

misalnya fowler, semi fowler, atau lateral

Pendidikan Kesehatan

- Informasikan kepada keluarga teknik

relaksasi untuk memperbaiki pola

pernapasan

- Informasikan kepada keluarga tanda-dan

gejala gawat pernapasan seperti

peningkatan frekuensi pernapasan,

sianosis, dan penurunan kesadaran,

anjurkan keluarga untuk segera mencari

bantuan medis apabila tanda tersebut

ditemukan

Kolaborasi

- Berikan terapi oksigen tambahan sesuai

indikasi

- Berikan terapi bronkodilator jika ada

indikasi

Peningkatan frekuensi peranapsan,

perubahan kedalaman pernapasan

menunjukkan gangguan pada sistem

pernapasan

Pernapasan yang perlahan, dan dalam

memungkinkan lebih banyak 2O2 yang

masuk ke paru

Saturasi oksigen normal adalah >95-100

%,saturasi oksigen menurun menunjukkan

kekurangan kadar oksigen dalam darah

Posisi yang sesuai dapat meningkatkan

ekspansi paru, mengurangi sesak, dan

memperbaikin perfusi

Keluarga merupakan support system yang

paling dekat dengan pasien sehingga

pemberdayaan keluarga sangat penting agar

proses perawatan pasien berjalan dengan

optimal. Keluarga sering kurang

pengetahuan sehingga informasi mengenai

kondisi penyakit anggota keluarga dan cara

penanganannya sangat penting

diinformasikan pada keluarga.

Oksigen tambahan perlu diberikan apabila

saturasi oksigen terus menurun.

Bronkodilator berguna melebarkan jalan

napas terutama pada kasus-kasus gangguan

pola napas yang disebabkan spasme

bronkus

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

63 Lampiran 3

Universitas Indonesia

- Berikan terapi analgetik untuk emngurangi

nyeri saat pernapasan sesuai indikasi

Nyeri biasa muncul pada berbagai kasus

gangguan pernapasan sehingga

menyebabkan ketidakefektivan ventilasi,

3 Gangguan

pertukaran gas:

berhubungan dengan

penurunan oskigen

ke paru-paru akibat

proses infeksi dan

ventilasi yang tidak

adekuat

Tujuan:

Klien akan menunjukkan

pertuakaran gas yang adekuat

Kriteria Evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam, masalah gangguan

pertukaran gas teratasi

dengan kriteria:

- Pola nafas klien kembali

normal 20 kali per menit

- Nilai lab hasil AGD

kembali dalam batas

normal

- Terdengar bunyi

vesikuler di kedua

thoraks

- Klien tidak mengalami

hambatan saat bernafas

-

Mandiri

- Kaji adanya tanda-dan gejala gangguan

pertukaran gas seperti pernurunan

kesadaran, dispnea, takipnea, penurunan

saturasi oksigen yang drastis, penurunan

PaO2 dan Peningkatan PCO2

- Pertahankan bedrest apabila terjadi tanda-

tanda distress pernapasan , tingkatkan

aktivitas secara bertahap

- Pertahankan jalan napas yang paten, kaji

jika ada sputum yang menghambat jalan

napas

- Posisikan pasien sesuai indikasi

Pendidikan Kesehatan

- Informasikan kepada keluarga mengenai

tanda-tanda disress pernapasan, anjurkan

keluarga segera mencari bantuan tenanga

medis apabila ditemukan tanda-tanda

tersebut

- Informasikan kepada keluarga mengenai

tindakan medis untuk meningkatkan

oksigenasi seperti pengambilan darah

AGD, terapi oksigen tambahan, atau

tindakan invasif lainnnya

Kolaborasi

- Lakukan pemeriksaan Analisa gas darah

Penrurunan kadar oksigen dalam darah

akan langsung berdampak pada

penurunan kesadaran, dan perubahan

nilai AGD

Bedrest akan menurunkan kebutuhan

oksigen

Retensi sputum di jalan napas akan

mengakibatkan penurunan suplai

oksigen ke paru-paru

Posisi yang tepat dapat secara langsung

meningkatkan ventilasi sehingga

memasilitasi pertukaran gas yang

adekuat

Keluarga sebagai orang-orang yang

selalu berada di dekat pasien harus dapat

mengenali masalah dan mengambil

tindakan yang tepat untuk menjamin

kesehatan pasien

Pertukaran gas yang adekuat akan

tercermin dari nilai kadar oksigen di

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

64 Lampiran 3

Universitas Indonesia

- Beriksn terapi oksigen sesuai kebutuhan

dan indikasi

- Lakukan intubasi apabila terjadi gagal

napas , bila keluarga setuju

dalam darah

Pada kasus-kasus berat intubasi

dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa

4 Bersihan jalan napas

tidak efektif

Tujuan:

Jalan napas paten, pertukaran

gas adekuat.

Kriteria Evaluasi:

Setelah dilakukan intervensi

keperawatan dalam 3x 24

jam klien menunjukkan

respon:

- Suara nafas vesikuler,

wheexing (-), Ronchi (-)

- RR dalam batas normal

(12-20x/menit)

- tidak ada dispnea dan

sianosis

- Nilai AGD dalam batas

normal

- Sekret encer dan mudah

dikeluarkan melalui

batuk

1.

Mandiri

- Pantau jalan napas, kaji adanya wheezing,

gargling, atau snorring

- kaji pengembangan dada, kedalaman

bernapas, dan auskultasi bunyi paru

- Monitor tekanan darah, frekuensi napas,

dan denyut nadi

- kaji refleks batuk, adanya sekret, catat

jumlah, warna, dan bau

- anjurkan minum air hangat jika klien tidak

puasa dan tidak ada restriksi cairan

- berikan posisi nyaman (semi fowler-

fowler)

- Lakukan fisioterapi dada dan postural

drainase sesuai indikasi

Pendidikan Kesehatan

- Ajarkan klien cara batuk efektif

.

kolaborasi :

- pemeriksaan AGD, Saturasi, Terapi O2

dan inhalasi jika perlu

- Lakukan penghisapan lendir apabila

Jalan napas bisa terganggu karena adanya

berbagai sumbatan, dan bunyi napas khas

pada setiap jenis sumbatan,

Wheezing: penyempitan bronkus/ khas pada

spasme bronkus misal penderita asma.

snoring adalah suara seperti mendengur

jalan napas tertutup oleh lidah, dan gargling

adalah suara napas yang tertutup sekret

cairan/darah

Usaha napas dapat dilihat

daripengembangan dada, kedalaman

bernapas

hemodinamik dapat terganggu apabila

napas tidak edekuat, peningkatan TD dan

RR dapat terjadi sebagai mekanisme

kompensasi

Pada pasien-pasien dengan refleks batuk

yang tidak adekuat sekret dapat menumpuk

sehingga mengganggu oksigenasi. sputum

de warna kuning-hijau menandakan infeksi

paru berat

Posisi fowler dapat meningkatkan ekspansi

paru

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

65 Lampiran 3

Universitas Indonesia

refleks batuk tidak adekuat postural drainase memfasilitasi pengeluaran

sekret

Apabila masalah jalan napas tidak teratasi

maka akan mengganggu keseimbangan asam

basa, oksigenasi tidak adekuat sehingga

perlu terapi kolaborasi

5 Risiko Jatuh

berhubungan dengan

kelemahan umum

dan ancaman

lingkungan fisik

Tujuan:

Masalah tidak terjadi, Klien

tidak jatuh dan tidak ada

cidera tambahan

Kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan intervensi

keperawatan, dalam 1x24

jam klien tidak akan

mengalami masalah jatuh

dengan kriteria evaluasi:

- Insiden jatuh tidak terjadi

Mandiri

- Posisikan tempat tidur dengan aman

(rendah/tidak terlalu tinggi) dan pastikan

bed side rell terpasang dan berfungsi

dengan baik

- Posisikan barang-barang yang dibutuhkan

pasien dalam jarak yang aman dan

terjangkau

- Pastikan lingkungan aman, pencahayaan

adekuat, lantai tidak licin, tidak ada

barang-barang berbahaya di lantai,dan ada

pegangan di kamar mandi

- Sediakan alat bantu jalan apabila

dibutuhkan misalnya walker, kruk.

- Lakukan aktivitas untuk meningkatkan

kekuatan otot dan sendi seperti latihan

kekuatan otot dan Rom secara berkala

Pendidikan kesehatan

- Berikan informasi kepada keluarga tentang

tata cara yang aman untuk membantu

pasien ambulasi misalnya, cara berpindah

dari tempat tidur ke kursi, cara berjalan

Posisi tempat tidur yang terlalu tinggi

menyulitkan pasien naik dan turun sehingga

meningkatkan risiko jatuh

Peristiwa jatuh seringkali terjadi saat pasien

berusaha mengambil baranng yang jauh dari

janngkauan. Banyaknya alat yang terpasang

Lingkungan yang tidak aman merupakan

ancaman yang meningktakan insiden risiko

jatuh

Kekuatan otot harus maksimal agar pasien

mampu berambulasi dengan optimal,

kelemahan fisik secara langsung

menyebabkan pasien lebih rentan terhadap

risiko jatuh

Dukungan keluarga sangat penting untuk

pencegahan jatuh pada pasien lansia, karen

alansia cenderung mengalami penurunan

kognitif sehingga informasi yang

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

66 Lampiran 3

Universitas Indonesia

dari tempat tidur ke kamar mandi, cara

membuka dan memakaikan pakaian, dan

sebagainya

- Minta keluarga untuk mengawasi pasien

apabila pasien ingin turun dari tempat tidur

- Edukasi keluarga dan pasien mengenai tata

cara penggunaan alat bantu jalan

disampaikan sulit diserap.

Keluarga harus selalu mendampingi pasien

saat berjalan terutama saat dirawat

karenaalat-alat yan terpasang misalnya

terapi infus menyulitkan pasien beraktivitas.

6 Risiko kerusakan

integritas kulit

berhubungan dengan

penurunan suplai

oksigen ke kulit,

penipisan lapisan

lemak sub kutan, dan

defisit nutrisi

Tujuan:

Masalah tidak terjadi,

integritas kulit dan janringan

utuh

Kriteria evaluasi

Setelah dilakukan internesi

keperawatan dalam waktu

1x24 jam, integritas kulit

klien utuh dengan kriteria

evaluasi:

- Tidak terjadi luka tekan

- Kulit bersih

Mandiri

-kaji risiko kerusakan integritas kulit, misalnya

dengan skala norton

- posisikan klien senyaman mungkin untuk

menghindari friksi yang berlebihan

misalnya dengan menempatkan bantal pada

daerah daerah persendian dan ada tulang

yang menonjol

- jaga kebersihan diri pasien dengan mandi 2

kali sehari, jaga kebersihan lingkungan

dengan mengganti baju dan linen bila

basah atau kotor

- anjurkan pasien minum yang banyak apabila

tidak ada pembatasan cairan, minumlah

2500cc/ hari

- Jika ada edema anjurkan klien mengelevasi

ekstremitas yang edema

- tingkatkan asupan nutrisi terutama albumin.

- jika ada luka, rawat luka dengan prinsip steril

- lakukan masase pada kulit dengan minyak

ziutun, lotion, vaselin, atau minyak kelapa

setiap sehabis mandi

Pengakajian risiko penting untuk

menentukan tindakan yang tepat untuk

pasien

Luka tekan sering terjadi karena posisi tidur

yang tidak diubah-ubah dan terdapat banyak

friksi dari linen, dan tempat tidur.

Kulit yang tidak bersih meningkatkan risiko

infeksi sehingga mudah terjadi luka

Kekurangan cairan mengakibatkan turgor

kulit buruk

Edema dipengaruhi gravitasi

Kekurangan nutrisi seperti albumin

memperlambat proses penyembuhan luka

Pemberian lotion, vaslein, dan minyak

kelapa terbukti efektif mengurangi risiko

luka tekan bagi pasien tirah baring

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

67 Lampiran 3

Universitas Indonesia

Pendidikan kesehatan

- Informasikan kepada keluarga cara

mencegah luka tekan

- Demonstrasikan cara memandikan pasien

dan masase.

Kolaborasi

- Kolaborasi pembatasan cairan apabila ada

edema akibat overload

- Kolaborasi transfusi albumin pada kasus

edema akibat hipoalbumin

- Kolaborasi pemerian salep topikal atau

antibiotik yangs esuai apabila ada luka

Keluarga perlu diinformasikan mengenai

cara perawatan untuk mencegah luka tekan

Edema memperburuk ingeritas kulit

sehingga harus dikontrol.

Antibiotik peerlu diberikan pada kasus luka

yang terinfeksi

NANDA International. (2012). Nursing diagnoses: definitions and classifications 2012-2014. USA: Wiley-Blackwell

EHS. (2012). Nursing Care plan Guide: diakses pada tanggal 5 Juli 2014 pada

http://www1.us.elsevierhealth.com/SIMON/Ulrich/Constructor/diagnoses.cfm?did=130

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

68

Universitas Indonesia

PROSEDUR KEPERAWATAN PEMBERIAN POSISI TIDUR :

POSISI TIDUR SUPINE, FOWLER, DAN LATERAL

A. Posisi Supine

Posisi supine atau dikenal juga dengan istilah dorsal recumbent berbaring dengan

posisi terlentang, punggung datar, kaki diluruskan, posisi tangan boleh dilipat didada

atau luruskan (Rohsdal, C,B dan Kowalski, M.T; 2008).

B. Posisi Fowler

Posisi fowler adalah posisi tidur mirip posisi supine namun kepala ditinggikan 30-45 0,

bisa juga dijadikan highfowler apabila kepala ditinggikan 90o atau mirip posisi

duduk. Pada posisi fowler kaki diposisikan sedikit ekstensi untuk meningkatkan

kenyaman (Rohsdal, C,B dan Kowalski, M.T; 2008).

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

69

Universitas Indonesia

C. Posisi Lateral

Posisi lateral adalah posisi tidur ketika pasien tidur pada salah satu bagian sisi

tubuhnya dan salah satu sisi tubuh lainnya diistirahatkan. Posisi lateral kiri berarti

ketika pasien berbaring pada sisi tubuh kiri (kiri di bawah), dan sebaliknya posisi

lateral kanan adalah ketika pasien berbaring pada sisi tubuh kanan (kanan di bawah)

(Rohsdal, C,B dan Kowalski, M.T; 2008)..

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

70

Universitas Indonesia

CATATAN PERKEMBANGAN TN.M DENGAN ACHASIA ESOFAGUS, HCAP, DAN EFUSI PLEURA

RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM LANTAI 7 ZONA A RSCM , 717 B

Tanggal Diagnosa Keperawatan dan Implementasi Evaluasi Tanda

Tangan

Senin,

10 Juni 2014

09.00- 14.00

WIB

Ruang 717,

Lantai 7 Zona A

RSCM

Dx: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh

Implementasi

Mengkaji status nutrisi: Melakukan

pemeriksaan fisik, menimbang berat badan,

dan mengukur tinggi badan

Mengkaji keluhan mual dan muntah

Menghitung kebutuhan kalori

Memeriksa kepatenan NGT, memeriksa

produksi NGT, dan mempuasakan pasien

Memeriksa bising usus pasien

Memantau hasil laboratorium, Hb dan

albumin

Kolaborasi pemberian nutrisi parental:

Aminofluid + Ivelip: Triofusin E 1000

500cc/12 jam

S:

Klien mengatakan mual dan dan muntah setiap

sehabis makan

Klien mangatakan badannya lemas

O:

KU sakit sedang, kesadaran CM. Fisik tampak

lemah.

Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, turgor

kulit kurang baik, lapisan lemah di subkutan

tipis, kulit keriput. Klien tampa kurus.

Status nutrisi: BB 33 kg, TB: 155 cm, IMT

13.75 (underweight)

Kebutuhan kalori 1800Kkal/ hari

Saat ini terpasang NGT untuk dekompresi,

Produksi NGT 100cc/shift, warna putih, dan

masih mengalir. NGT dipasang tanggal 9 Juni

2014.

Pasien dipuasakan sejak kemarin atas indikasi

pencegahan aspirasi, Abdomen datar, bising

usus positif 3x/menit

Saat ini terpasang TPN Aminofluid 500cc

+ivelip 100 cc

Fiska

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

71

Universitas Indonesia

Hb terakhir 10.1 g/dl, Albumin 2.29 g/dl

A: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

P:

Menimbang berat badan 1 x seminggu

kolaborasi dengan ahli gizi dan dokter untuk

pemberian makanan cair perlahan

- Kolaborasi: Rencana EGD ulang, untuk

dilatasi balon

Selasa,

11 Juni 2014

09.00- 14.00

WIB

Ruang 717,

Lantai 7 Zona A

RSCM

Dx: Pola napas tidak efektif

Implementasi

Melakukan pemantauan status pernapasan:

menghitung TTV, melakukan pemeriksaan

fisik paru

Memantau hasil AGD

Mengkaji penyebab keluhan dispnea

Memberikan posisi yang nyaman bagi

pasien: memposisikan pasien secara fowler

selama 15 menit kemudian lateral kanan

selama 15 menit

Memeriksa saturasi oksigen perifer pasien

Memantau penyebab gangguan pernapasan:

Melihat hasil X-Ray dan Nilai AGD

Kolaborasi: Pemerian terapi Oksigen via

Nasal kanul 3l/menit

S:

Klien mengatakan sesak hilang timbul nyeri dada

terutama saat bernapas, dan sesak memburuk pada

posisi terlentang

O:

KU sakit sedang, Kesadaran CM, TD: 110/70

mmHg, RR= 24x/menit saat posisi fowler,

22x/menit saat lateral kanan. HR: 86x/menit,

T=36.2

Inspeksi: Klien tampak kurus, tulang rusuk

menonjol dan rongga antar iga terlihat jelas, bentuk

dada normal, pergerakan dinding dada simetris, dan

terlihat penggunaan otot-otot diafragma saat

bernapas.

Palpasi: Taktil fremitus menurun di lapang paru

kiri.

Perkusi: Perkusi paru menunjukkan suara resonans

pada paru kanan, resonans menurun pada apeks

paru kiri, dan redup pada paru regio basal sinistra.

(4). Auskultasi: Wheezing (-), ronchi (+) di bagian

apeks paru kiri dan kanan, Suara paru vesikuler dan

Fiska

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

72

Universitas Indonesia

menurun di lapang paru kiri.

Klien memiliki riwayat TBC paru, Penumonia, dan

Efusi pleura saat dirawat

Hasil X-Ray menunjukkan efusi pleura sinistra,

hasil analisa cairan pleura jernih, BTA (-)

Saat ini terpasang O2 3l/menit

Saturasi Oksigen 96.40 % posisi Fowler, 96.60 %

saat posisi lateral kanan

PO2 89.80 mmHg, PCO2 32.90 mmHg

A: Pola napas tidak efektif

P:

- Monitor frekuensi pernapasan secara berkala

- Pantau adanya sianosis

- Posisikan lateral kanan atau semifowler, ganti

posisi tiap 2 jam sekali

Rabu,

12 Juni 2014

14.00-15.00

Lantai 7 Zona A

RSCM, Ruang

717

Dx: Risiko kerusakan integritas kulit

Implementasi:

Melakukan pengkajian risiko kerusakan

integritas kulit menggunakan skala norton

Mengkaji turgor kulit

Mengkaji edema

Memotivasi keluarga agar menjaga kebersihan

kulit pasien dengan meningkatkan personal

hygiene mandi 2 kali sehari

Mengganti linen klien yang kotor dengan yang

baru

Mengajarkan kepada keluarga cara masase kulit

S:

Pasien mengatakan mandi 2 kali sehari, di lap dengan

air hangat oleh keluarga.

O:

KU sakit sedang, kulit terlihat keriput, teraba hangat,

turgor kulit kurang baik, lapisan lemak sub kutan

menipis. Kulit kering dan bersisik terutama di bagian

ekstremitas. Tampak edema derajat +2 pada kedua

tungkai.

Kesadaran CM, Aktivitas sedikit terbatas, klien bisa

berubah posisi dari duduk, ke tidur, dab berjalan secara

mandiri. Skala norton 17 termasuk risiko dekubitus

Fiska

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014

73

Universitas Indonesia

menggunakan lotion

Menganjurkan pasien mengelevasi kaki yang

edema

sedang. Linen sudah 2 minggu tidak diganti, saat ini

sudah diganti dengan yang baru.

A: Integritas kulit utuh: Masalah tidak terjadi

P:

- Pantau nilai albumin

- Kaji derajat edema / shift, jika edema bertambah

kolaborasi dengan dokter untuk pemberian albumin

tambahan.

Analisis praktik ..., Oktorilla Fiskasianita, FIK UI, 2014