efikasi herbisida campuran glifosat, mesotrion …digilib.unila.ac.id/24035/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN GLIFOSAT, MESOTRION DAN
METOLAKLOR UNTUK MENGENDALIKAN GULMA UMUM PADA
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
(Skripsi)
Oleh
TONNY FIRMANSYAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK
EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN GLIFOSAT, MESOTRION DAN
METOLAKLOR UNTUK MENGENDALIKAN GULMA UMUM PADA
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
Oleh
TONNY FIRMANSYAH
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan terpenting di dunia selain padi
dan gandum. Gulma merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas
tanaman jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis herbisida
campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor yang efektif dalam mengendalikan
gulma pada tanaman jagung (Zea mays L.) dan untuk mengetahui bagaimanakah
pengaruh herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor pada tanaman
jagung (Zea mays L.). Penelitian ini dilaksanakan di Natar, Kabupaten Lampung
Selatan dan di Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas Pertanian Universitas
Lampung dari bulan Maret hingga Juni 2016. Penelitian ini disusun dalam
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan
terdiri dari herbisida gliofsat+mesotrion+metolaklor (250+25+250),
(500+50+500), (750+75+750), (1000+100+1000), (1250+125+1250) g/ha,
pengendalian mekanis, dan kontrol. Data yang diperoleh dianalisis ragam yang
sebelumnya dilakukan uji homogenitas ragam dengan uji Bartlet, dan aditivitas
data diuji dengan uji Tukey. Perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji dengan
uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian yang didapatkan
Tonny Firmansyah
menunjukkan bahwa : (1) Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan
metolaklor) pada dosis (250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha dapat
mengendalikan pertumbuhan gulma total, gulma golongan daun lebar, gulma
golongan rumput, dan gulma golongan teki hingga 6 MSA, (2) Herbisida
campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis (250+25+250) g/ha
hingga (1250+125+1250) g/ha dapat mengendalikan gulma Cleome
rutidospermae, Ricardia brasiliensis, Eleusine indica, dan Cyperus rotundus
hingga 6 MSA, (3) Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada
dosis (250+25+250) g/ha hingga (750+75+750) g/ha tidak meracuni tanaman
jagung (Zea mays L.), sedangkan pada dosis (1000+100+1000) g/ha terlihat gejala
keracunan ringan dan (1250+125+1250) g/ha terlihat gejala keracunan sedang, (4)
Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis
(250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha menghasilkan produksi jagung
(Zea mays L.) lebih tinggi dibandingkan control
Kata Kunci : glifosat, gulma, jagung, mesotrion, metolaklor.
EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN GLIFOSAT, MESOTRION DAN
METOLAKLOR UNTUK MENGENDALIKAN GULMA UMUM PADA
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
Oleh
Tonny Firmansyah
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Pringsewu pada 10 Mei 1993, merupakan anak
pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Zainal Abidin (alm) dan Ibu
Suhartini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1
Gedong Tataan, Pesawaran pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke jenjang
sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Gedong Tataan, Pesawaran dan
lulus pada tahun 2008. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 1
Gading Rejo, Pringsewu dan lulus pada tahun 2011.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur Penerimaan Mahasiswa
Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif
dalam kegiatan akademik dan organisasi. Penulis pernah terdaftar sebagai Korps
Muda Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat Universitas, Anggota Muda di
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gumpalan Fakultas Pertanian, Anggota Biasa
di Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) periode 2012-2014,
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Raya Fakultas Pertanian tahun 2014,
Duta Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2014-2015, Sekertaris Dinas
Penelitian dan Pengembangan (Litbang) di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
di tingkat Fakultas periode 2014-2015 dan Wakil Ketua Umum di Persatuan
Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) periode 2015-2016. Selain itu,
penulis juga aktif menjadi Asisten Dosen, seperti mata kuliah Dasar-Dasar
Fisiologi Tumbuhan, mata kuliah Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma, mata
kuliah Dasar-Dasar Budidaya Tanaman, dan mata kuliah Dasar-Dasar
Perlindungan Tanaman.
Pada bulan Juli 2015, penulis melaksanakan kegiatan Praktik Umum di PT.
Perkebunan Nusantara VII Unit Way Berulu, Pesawaran. Kemudian pada bulan
Januari – Maret 2016, penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Tematik Universitas Lampung di Desa Menyancang, Kecamatan Karya
Penggawa, Kabupaten Pesisir Barat.
Bismillahhirrohmanirrohim, ,
Dengan penuh rasa syukur dan bangga,
ku persembahkan kaya kecilku ini kepada :
Ayah (alm) dan Mama tercinta,
Adikku Lea Ayu Utari,
Serta seluruh Keluarga Besarku
Sebagai tanda bakti dan terima kasihku atas doa yang selalu terucap untuk kesuksesanku dan semua pengorbanan yang telah
diberikan kepadaku selama ini
Dan untuk Almamater tercinta.
SETIAP ORANG MEMILIKI KAPABILITAS DALAM KEHIDUPANNYA UNTUK
BERJUANG DEMI APA YANG MEREKA IMPIKAN (DEAN KOONTZ)
KELUARGA ADALAH MOTIVASI TERBESAR UNTUK MERAIH
TAHTA PUNCAK DALAM PIRAMIDA KEHIDUPAN
RAHASIA HIDUP ADALAH JATUH TUJUH KALI DAN BANGKIT DEPALAN KALI (JAMES PATTERSON)
SANWACANA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah serta nikmat sehat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
proses penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancar tanpa terhalang suatu
apapun. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P M.S., selaku pembimbing utama yang
telah memberikan kesempatan dan dengan sabarnya memberikan dorongan,
pengarahan, bimbingan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan, pengetahuan, bimbingan, kesabaran, dan saran selama
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Ir. Herawati Hamim, M.S., selaku pembahas atas saran, nasehat,
bimbingan, serta kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Ardian, M. Agr., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
bimbingan dan pengarahan yang diberikan selama penulis menjadi
mahasiswa.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Zainal Abidin (alm) dan Ibu Suhartini
yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil serta doa yang
selalu terucap demi kelancaran dan keberhasilan penulis dalam proses
perkuliahan.
8. Adik penulis, yaitu Lea Ayu Utari yang telah memberikan dukungan
semangat dan moril bagi penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan penelitian yang telah bersedia membantu penulis
selama melaksanakan penelitian.
10. Teman-teman Agroteknologi kelas D dan Agroteknologi 2012 yang telah
mengisi hari-hari selama penulis berada di kampus.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun agar skripsi ini
dapat menjadi lebih baik dan dapat lebih bermanfaat bagi semua pihak.
Bandar Lampung, September 2016
Penulis,
Tonny Firmansyah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.3 Landasan Teori .............................................................................................. 4
1.4 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 7
1.5 Hipotesis ........................................................................................................ 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9
2.1 Informasi Umum Tanaman Jagung .............................................................. 9
2.2 Gulma dan Pengelolaanya .......................................................................... 10
2.3 Herbsida ..................................................................................................... 11
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 18
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 18
3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................... 18
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................ 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................ 20
3.4.1 Penetuan Petak Perlakuan ................................................................. 20
3.4.2 Penanaman ........................................................................................ 21
3.4.3 Aplikasi Herbisida ............................................................................ 21
3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma ............................................................. 22
3.5 Pengamatan ................................................................................................. 23
3.5.1 Gulma ................................................................................................ 23
3.5.2 Tanaman ............................................................................................ 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 26
4.1 Bobot Kering Gulma Total ......................................................................... 26
4.2 Bobot Kering Gulma Pergolongan ............................................................. 28
4.2.1 Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar .................................... 28
4.2.2 Bobot Kering Gulma Golongan Rumput .......................................... 30
4.2.3 Bobot Kering Gulma Golongan Teki ................................................ 32
4.3 Bobot Kering Gulma Dominan .................................................................. 34
4.3.1 Bobot Kering Gulma Cleome rutidospermae .................................... 34
4.3.2 Bobot Kering Gulma Ricardia brasiliensis ...................................... 37
4.3.3 Bobot Kering Gulma Eleusine indica ............................................... 39
4.3.4 Bobot Kering Gulma Cyperus rotundus ........................................... 41
4.4 Tingkat dan Jenis Dominansi Gulma ......................................................... 44
4.5 Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays) ......................... 48
4.5.1 Fitotoksisitas Herbisida ..................................................................... 48
4.5.2 Tinggi Tanaman Jagung .................................................................... 49
4.5.3 Bobot Pipilan Kering Jagung pada Kadar Air 14% .......................... 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 53
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 53
5.2 Saran ..................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 55
LAMPIRAN ..................................................................................................... 58
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perlakuan Herbisida Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor ......................... 19
2. Bobot kering gulma total akibat perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................................. 27
3. Bobot kering gulma daun lebar akibat perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor .................................................................. 29
4. Bobot kering gulma rumput akibat perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor .................................................................. 31
5. Bobot kering gulma teki akibat perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor .................................................................. 33
6. Bobot kering gulma Cleome rutidospermae akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor .................................................. 36
7. Bobot kering gulma Cyperus rotundus akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor .................................................. 38
8. Bobot kering gulma Eleusine indica akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor .................................................. 40
9. Bobot kering gulma Ricardia brasiliensis akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor .................................................. 42
10. Jenis dan tingkat dominansi (SDR) gulma pada 3 MSA ........................... 45
11. Jenis dan ingkat dominansi (SDR) gulma pada 6 MSA ............................ 47
12. Fitotoksisitas tanaman jagung akibat perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................................. 48
13. Tinggi tanaman jagung akibat perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................................. 50
14. Bobot pipilan jagung pada kadar air 14% akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 51
15. Bobot kering gulma total pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 59
16. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 59
17. Bobot kering gulma total pada 6 MSA akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 60
18. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 60
19. Bobot kering gulma daun lebar pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 61
20. Analisis ragam bobot kering gulma daun lebar pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 61
21. Bobot kering gulma daun lebar pada 6 MSA akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 62
22. Analisis ragam bobot kering gulma daun lebar pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 62
23. Bobot kering gulma rumput pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 63
24. Analisis ragam bobot kering gulma rumput pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 63
25. Bobot kering gulma rumput pada 6 MSA akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 64
26. Analisis ragam bobot kering gulma rumput pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 64
27. Bobot kering gulma teki pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 65
28. Analisis ragam bobot kering gulma teki pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 65
29. Bobot kering gulma teki pada 6 MSA akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................. 66
30. Analisis ragam bobot kering gulma teki pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 66
31. Bobot kering gulma Cleome rutidospermae pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 67
32. Analisis ragam bobot kering gulma Cleome rutidospermae pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ........ 67
33. Bobot kering gulma Cleome rutidospermae pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 68
34. Analisis ragam bobot kering gulma Cleome rutidospermae pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ........ 68
35. Bobot kering gulma Ricardia brasiliensis pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 69
36. Analisis ragam bobot kering gulma Ricardia brasiliensis pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ........ 69
37. Bobot kering gulma Ricardia brasiliensis pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 70
38. Analisis ragam bobot kering gulma Ricardia brasiliensis pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ........ 70
39. Bobot kering gulma Eleusine indica pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 71
40. Analisis ragam bobot kering gulma Eleusine indica pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ........ 71
41. Bobot kering gulma Eleusine indica pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 72
42. Analisis ragam bobot kering gulma Eleusine indica pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ........ 72
43. Bobot kering gulma Cyperus rotundus pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 73
44. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus rotundus pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ........ 73
45. Bobot kering gulma Cyperus rotundus pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 74
46. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus rotundus pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ........ 74
47. Tinggi tanaman jagung pada 4 MST akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................ 75
48. Analisis ragam tinggi tanaman jagung pada 4 MST akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 75
49. Tinggi tanaman jagung pada 6 MST akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................ 76
50. Analisis ragam tinggi tanaman jagung pada 6 MST akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 76
51. Tinggi tanaman jagung pada 8 MST akibat perlakuan
herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................................ 77
52. Analisis ragam tinggi tanaman jagung pada 8 MST akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 77
53. Hasil bobot pipilan jagung kg/m2 pada kadar air 14% akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 78
54. Analisis ragam hasil bobot pipilan jagung kg/m2 pada kadar
air 14% akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ...... 78
55. Hasil bobot pipilan jagung ton/ha pada kadar air 14% akibat
perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ................................ 79
56. Analisis ragam hasil bobot pipilan jagung ton/ha pada kadar
air 14% akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ...... 79
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur kimia glifosat ............................................................................... 14
2. Struktur kimia mesotrion ........................................................................... 15
3. Struktur kimia metolaklor ......................................................................... 17
4. Tata letak percobaan .................................................................................. 20
5. Bagan petak pengambilan sampel gulma .................................................. 22
6. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor
terhadap gulma total .................................................................................. 28
7. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor
terhadap gulma daun lebar ........................................................................ 30
8. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor
terhadap gulma rumput .............................................................................. 32
9. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor
terhadap gulma teki ................................................................................... 34
10. Gulma Cleome rutidospermae ................................................................... 35
11. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor
terhadap gulma Cleome rutidospermae ..................................................... 37
12. Gulma Cyperus rotundus ........................................................................... 38
13. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor
terhadap gulma Cyperus rotundus ............................................................. 39
14. Gulma Eleusine indica ............................................................................... 40
15. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor
terhadap gulma Eleusine indica ................................................................ 41
16. Gulma Ricardia brasiliensis ...................................................................... 42
17. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor
terhadap gulma Ricardia brasiliensis ........................................................ 43
18. Gejala keracunan pada tanaman jagung ..................................................... 49
19. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (250+25+250) g/ha
pada 3 MSA ............................................................................................... 80
20. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (500+50+500) g/ha
pada 3 MSA ............................................................................................... 80
21. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (750+75+750) g/ha
pada 3 MSA ............................................................................................... 81
22. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (1000+100+1000) g/ha
pada 3 MSA ............................................................................................... 81
23. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (1250+125+1250) g/ha
pada 3 MSA ............................................................................................... 82
24. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan penyiangan mekanis
pada 3 MSA ............................................................................................... 82
25. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan kontrol
pada 3 MSA ............................................................................................... 83
26. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (250+25+250) g/ha
pada 6 MSA ............................................................................................... 83
27. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (500+50+500) g/ha
pada 6 MSA ............................................................................................... 84
28. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (750+75+750) g/ha
pada 6 MSA ............................................................................................... 84
29. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (1000+100+1000) g/ha
pada 6 MSA ............................................................................................... 85
30. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (1250+125+1250) g/ha
pada 6 MSA ............................................................................................... 85
31. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan penyiangan mekanis
pada 6 MSA ............................................................................................... 86
32. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan kontrol
pada 6 MSA ............................................................................................... 86
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang
banyak dibudidayakan di dunia, termasuk di Indonesia. Tanaman jagung selain
digunakan sebagai bahan pangan sebagian masyarakat Indonesia, juga
digunakan sebagai bahan baku untuk makanan ternak.
Menurut Badan Pusat Statistik (2014), produksi jagung di Indonesia pada tahun
2013 sebesar 23,47 juta ton. Produksi ini mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya yang sebesar 19,37 juta ton. Meskipun demikian, saat ini Indonesia
masih melakukan impor jagung sebesar 3,7 juta ton dari luar negeri. Hal ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan jagung di Indonesia yang setiap tahunnya
mengalami peningkatan.
Salah satu penyebab rendahnya produksi jagung adalah kehadiran gulma pada
lahan budidaya. Keberadaan gulma di sekitar tanaman budidaya dapat
menyebabkan kerugian yang besar. Kehadiran gulma dapat secara nyata menekan
pertumbuhan dan produksi karena menjadi pesaing dalam memperebutkan unsur
hara serta cahaya matahari, sehingga mampu menurunkan produksi sebesar 48%
(Bilman, 2001).
2
Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil
dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama
persaingan, dan senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara
keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan
hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Meskipun demikian, kehilangan
hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera
diamati. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi negatif antara bobot kering
gulma dan hasil jagung, dengan penurunan hasil hingga 95% (Vencil et al; 2002).
Sembodo (2010), menyatakan bahwa beberapa gulma penting pada tanaman
jagung yaitu Boreria alata, Ageratum conyzoides, Synedrella nodiflora, Cyperus
rotundus, Cyperus kyllingia, Eleusin indica, Digitaria ciliaris, Paspalum
distichum, dan Cynodon dactylon. Salah satu metode pengendalian gulma adalah
dengan menggunakan bahan kimia yang disebut herbisida. Metode pengendalian
gulma dengan herbisida ini sangat efektif dan efisien terutama jika lahan yang
harus dikelola sangat luas.
Sembodo (2010), menyatakan terdapat beberapa bahan aktif terdaftar yang
digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman jagung yaitu Kalium
MCPA : 400 g/l, Isopropilamina glifosat : 120 g/l, 2,4 D isopropilamina : 575 g/l,
Atrazin 75 g/l, Ametrin 490 g/l, Paraquat diklorida 276 g/l, Imazetapir 52,5 g/l,
Paraquat diklorida 248,4 g/l, dan Metolaklor 500 g/l.
Herbisida glifosat adalah herbisida berspektrum luas yang dapat mengendalikan
gulma semusim maupun tahunan di daerah tropis pada waktu pasca tumbuh. Cara
3
kerja herbisida ini adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-3-
fosfat sintase (EPSPS) yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik,
seperti triptofan, tirosin, dan fenilalanin. Tumbuhan akan mati karena kekurangan
asam amino yang penting untuk melakukan berbagai proses hidupnya. Glifosat
dapat masuk ke dalam tumbuhan karena penyerapan yang dilakukan tanaman dan
kemudian diangkut ke pembuluh floem (James dan Rahman, 2005).
Herbisida mesotrion bekerja dengan menghambat fungsi dari enzim yang esensial
bagi kehidupan tanaman yaitu enzim HPPD (p- hidroksi-fenil-piruvat
dehidrogenase) yang menyebabkan pigmen karotenoid tidak terbentuk sehingga
mengganggu fotosintesis yang pada akhirnya akan menimbulkan gejala bleaching
kemudian mati. Ditambahkan juga bahwa herbisida ini dapat mengendalikan
gulma berdaun lebar dan gulma jenis rumputan yang diaplikasikan sebelum dan
sesudah tumbuh gulma pada tanaman jagung (James et al; 2006).
Herbisida metolaklor termasuk herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan melalui
tanah. Herbisida ini juga dapat mengendalikan pertumbuhan gulma berdaun
lebar, rerumputan dan teki-tekian. Herbisida metolaklor bekerja dengan
menghambat pembelahan pada sel (Wicks, Crutcfiled dan Burnside, 1994).
Namun dalam pemakaian herbisida yang relatif singkat pada pertengahan tahun
1980, telah ditemukan banyak spesies gulma yang resisten terhadap glifosat.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah dengan melakukan pencampuran herbisida. Pencampuran herbisida
dilakukan dengan mencampurkan dua atau lebih bahan aktif dalam kelompok
yang berbeda dengan sifat yang tidak saling bertentangan. Contoh pencampuran
4
herbisida tersebut adalah mencampurkan bahan aktif glifosat dengan mesotrion
dan metolaklor.
Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan, maka penelitian dilakukan
untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah berikut ini:
1. Apakah herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor mampu
mengendalikan gulma pada tanaman jagung?
2. Apakah terjadi keracunan pada tanaman jagung akibat penggunaan
herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui efikasi herbisida campuran glifosat, mesotrion dan
metolaklor dalam mengendalikan gulma pada tanaman jagung
2. Untuk mengetahui fitotoksitas herbisida campuran glifosat, mesotrion dan
metolaklor pada tanaman jagung.
1.3 Landasan Teori
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pokok di Indonesia yang
cukup banyak dibudidayakan. Hal ini karena cukup tersedianya sumberdaya
lahan dan teknologi dari budidaya hingga pascapanen. Selain digunakan
sebagai makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia, jagung juga
digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri yang setiap tahunnya
5
mengalami peningkatan. Meskipun demikian, produksi jagung Nasional masih
belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Suprapto, 1999).
Salah satu yang menyebabkan rendahnya produktivitas jagung saat ini adalah
keberadaan organisme pengganggu tanaman yang dapat menurunkan
produktivitas jagung. Salah satu organisme pengganggu tanaman yang terus
ada dan dapat menurunkan produktivitas tanaman jagung adalah gulma. Gulma
merupakan tumbuhan yang tumbuh tidak pada waktu dan tempat yang tepat
(Sembodo, 2010).
Gulma dapat menjadi pesaing utama bagi tanaman budidaya dalam
memperebutkan sarana tumbuh seperti air, unsur hara, cahaya, dan ruang
tumbuh. Kemampuan tanaman dalam bersaing dengan gulma ini sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis gulma, tingkat kepadatan gulma,
lama persaingan tanaman dan gulma, cara budidaya dan varietas yang ditanam,
serta faktor kesuburan tanah (Sukman dan Yakup, 1995).
Menurut Tjitrosoedirdjo dkk. (1984), persaingan antara gulma dan tanaman
dipengaruhi oleh waktu atau lamanya tanaman berada dan bersaing dengan
gulma. Sukman dan Yakup (1995), menyatakan bahwa hadirnya gulma pada
awal hidup tanaman akan sangat berpengaruh terhadap tanaman karena pada fase
tersebut tanaman sangat peka terhadap kehadiran gulma, fase ini disebut fase
kritis tanaman. Jika gulma tumbuh di lahan budidaya pada fase ini, maka
tanaman akan kalah bersaing dengan gulma. Oleh karena itu, pada fase tersebut
perlu dilakukan pengendalian gulma.
6
Menurut Sembodo (2010), herbisida digunakan untuk mengendalikan gulma
karena dapat mengendalikan gulma sejak dini, efisen dalam waktu, tenaga kerja,
dan biaya, dapat mengendalikan gulma yang sulit untuk dikendalikan dan
mencegah erosi serta mendukung konsep olah tanah konvesional (OTK).
Kekurangan dalam penggunaan herbisida yaitu perlu keterampilan khusus dalam
teknik aplikasi, pemilihan jenis herbisida, penentuan dosis, penanganan herbisida,
dan keamanan. Keberhasilan aplikasi herbisida ditentukan oleh banyak hal, antara
lain gulma sasaran, herbisida yang digunakan, dan cara pengaplikasiannya.
Syarat pengaplikasian herbisida yang baik dirangkum dalam 4 tepat, yaitu tepat
jenis, tepat cara, tepat dosis, dan tepat waktu.
Cobb dan Kirkwood (2000), menyatakan bahwa cepat atau lambat penggunaan
herbisida tunggal akan menjadi tidak efektif dan harus dilakukan pencampuran
herbisida. Selain itu, pencampuran herbisida juga merupakan salah satu cara
untuk memperpanjang persistensi suatu herbisida terutama jika beberapa gulma
yang telah berkembang menjadi resisten terhadap suatu jenis herbisida.
Mesotrion adalah jenis herbisida baru dalam kelompok triketon dan efektif
terhadap spesies yang resisten terhadap herbisida glifosat dan herbisida
metolaklor. Secara umum mesotrion bertindak sebagai penghambat pigmen.
Pencampuran herbisida glifosat, mesotrion dan metolaklor diharapkan dapat
meningkatkan keaktifan dari masing-masing bahan aktif tersebut dalam
mengendalikan gulma pada tanaman jagung.
7
1.4 Kerangka Pemikiran
Salah satu penyebab rendahnya produksi jagung di Indonesa adalah masalah
kompetisi gulma dengan tanaman yang budidaya. Gulma akan menjadi
kompetitor utama dalam mendapatkan sarana tumbuh yang tersedia di lahan
pertanian seperti unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Perebutan ini akan
menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga menyebabkan
menurunkan hasil dari tanaman jagung yang dibudidayakan. Untuk mengatasi
masalah tersebut harus dilakukan suatu tindakan pengendalian terhadap gulma
sehingga tidak menyebabkan penurunan hasil pada tanaman jagung yang
dibudidayakan. Metode pengendalian gulma secara kimia dengan
menggunakan herbisida dinilai lebih mudah dan lebih baik dalam
mengendalikan gulma karena lebih efisien dalam penggunaan tenaga kerja,
lebih aman bagi tanaman budidaya serta tidak menyebabkan erosi karena tidak
harus memindahkan lapisan tanah.
Penggunaan herbisida tunggal awalnya dinilai dapat mengenbdalikan gulma
secara total akan tetapi lama kelamaan penggunaan herbsiida tunggal memiliki
kelemahan, yaitu gulma menjadi resisten terhadap bahan aktif tertentu dalam
waktu yang relatif singkat. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk
mengendalikan gulma secara total dengan melakukan pencampuran beberapa
bahan aktif herbisida untuk memperluas spektrum pengendalian serta
meningkatkan efektifitas penggunaan herbisida.
Gangguan gulma pada awal pertumbuhan akan menyebabkan terganggunya
pertumbuhan dari tanaman jagung karena harus bersaing untuk memperoleh
8
sarana tumbuh yang tersedia. Sedangkan pada awal pertumbuhan tanaman
masih sangat rentan terhadap gangguan. Pencampuran herbisida glifosat,
mesotrion dan metolaklor diaplikasikan sejak tanaman jagung memasuki fase
awal pertumbuhan. Herbisida ini diaplikasi di tanah untuk kemudian akan
ditranslokasikan menuju daun melalui xylem setelah itu diserap oleh akar gulma
dan menyebabkan kematian pada gulma tersebut.
Penggunanaan herbisidan campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor dinilai
tidak akan meracuni tanaman jagung karena herbisida campuran ini bersifat
selektif. Sehingga herbisida campuran ini dapat digunakan untuk
mengendalikan gulma pada tanaman jagung. Hal ini bertujuan agar nutrisi yang
dibutuhkan pada awal pertumbuhan tanaman jagung dapat tersedia dengan baik.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, hipotesis yang dapat
disusun adalah sebagai berikut:
1. Pada dosis tertentu herbisida campuran bahan aktif glifosat, mesotrion dan
metolaklor mampu mengendalikan gulma pada pertanaman jagung
2. Pencampuran herbisida dengan bahan aktif glifosat, mesotrion dan
metolaklor tidak meracuni pertanaman jagung.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Informasi Umum Tanaman Jagung
Menurut Rukmana (1997), tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia dan hewan. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan
kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di
dunia, jagung menduduki urutan ketiga setelah padi dan gandum. Di daerah
Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Akhir-akhir ini
tanaman jagung semakin meningkat penggunaaanya, antara lain dapat
digunakan sebagai pakan ternak, pupuk hijau atau kompos, dan pulp (bahan
kertas).
Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi
secara Nasional. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan penggunaan
varietas, pengolahan tanah dan kepadatan tanaman persatuan luas yang tidak
sesuai untuk pertumbuhan tanaman jagung dan keragaman produktivitas
tersebut diduga disebabkan adanya perbedaan penggunaan benih bersertifikat,
teknologi budidaya kurang memadai, pola tanam yang tidak sesuai,
ketidaktersediaan air dan kondisi sosial ekonomi petani (Rosalyne, 2010).
10
2.2 Gulma dan Pengelolaan Gulma
Pengertian gulma menurut Sembodo (2010), merupakan tumbuhan yang
mengganggu atau merugikan kepentingan manusia. Sedangkan menurut
Suprapto (1999), gulma merupakan tumbuhan yang sifatnya merugikan usaha
pertanian, penilaian tersebut muncul karena gulma tersebut tumbuh tidak pada
tempatnya, merupakan tumbuhan yang tidak diinginkan keberadaannya, dan
termasuk tumbuhan yang bernilai negatif. Kerugian yang ditimbulkan oleh
gulma diantaranya adalah dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil
pertanian, mempersulit pengolahan tanah, dan mengganggu kelancaran irigasi.
Dikatakan oleh Sukman dan Yakup (1995), gulma dalam agroekosistem
menimbulkan berbagai masalah, yaitu berkompetisi dengan tanaman budidaya,
mempersulit pemeliharaan tanaman, sebagai inang hama dan penyakit,
menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman sehingga mengakibatkan
kerugian secara finansial.
Selain itu, pengaruh negatif lain dari gulma terhadap tanaman budidaya adalah
dapat menjadi kompetitor terhadap sarana tumbuh, seperti nutrisi, air, cahaya,
dan CO2; dapat menghasilkan senyawa alelopati, sebagai inang hama dan
penyakit tanaman, serta dapat menurunkan kualitas hasil karena adanya
kontaminasi dari bagian gulma, misalnya biji (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
Menurut Suprapto (1999), jenis gulma dominan pada pertanaman jagung
meliputi Digitaria sanguinalis, Cynodon dactylon, Echinochloa colona,
Eleusine indica, Imperata cylindrica, Cyperus rotundus, Cyperus killingia,
Amaranthus spinosus, Ageratum conyzoides, dan Synedrella nodiflora.
11
Teknik pengendalian gulma yang digunakan tergantung pada tingkat usaha tani,
kultur teknis, kemampuan teknologi, dan status ekonomi petani. Sembodo
(2010), menyatakan bahwa pengendalian gulma pada tanaman jagung dapat
dilakukan secara manual seperti preventif, mekanis, kultur teknis dan hayati.
Selain itu, dapat juga menggunakan cara kimia seperti dengan penggunaan
herbisida.
Pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia masih menjadi pilihan
utama para petani saat ini karena dinilai efektif dan murah. Bahan kimia yang
dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan dari gulma sehingga
pertumbuhan gulma menjadi tidak normal disebut herbisida. Herbisida inilah
yang biasa digunakan oleh petani untuk mengendalikan keberadaan gulma yang
ada di lahan pertanian mereka, termasuk lahan budidaya jagung (Tjitrosoedirdjo,
1984).
2.3 Herbisida
Herbisida adalah senyawa kimia atau kultur biologi organisme yang digunakan
untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan gulma (Anderson, 2007).
Sedangkan menurut Soerjandono (2005), herbisida berasal dari senyawa kimia
organik maupun anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu
organisme. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan
pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis
tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan. Namun pada dosis yang lebih
rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak merusak
tumbuhan yang lainnya.
12
Herbisida semakin meningkat setiap tahun seiring dengan usaha peningkatan
produksi pertanian. Menurut Tjitrosoedirdjo et al (1984), kontak antara partikel
tanah dan molekul herbisida dapat terjadi dengan beberapa cara, seperti adsorpsi,
pencucian, volatilisasi dan degradasi herbisida didalam tanah. Adsorpsi
merupakan penarikan molekul herbisida ke arah permukaan partikel tanah.
Adsorpsi merupakan salah satu mekanisme yang paling penting yang mengurangi
konsentrasi larutan herbisida dalam tanah dan beberapa herbisida yang lolos
terserap (Zimdahl, 2007). Absorbsi ini mampu menurunkan konsentrasi senyawa
herbisida didalam larutan tanah sehingga menghalangi mobilitas senyawa tersebut
menuju sistem perairan. Senyawa herbisida yang terabsorbsi bersifat pasif, tidak
tersedia untuk proses fisik, kimia, maupun biologi sampai terjadinya desorbsi.
Bahan organik tanah diketahui sebagai komponen tanah yang mempunyai peranan
sangat penting dalam proses absorbsi dan desorbsi herbisida di dalam tanah dan
lingkungan (Herbicide Manual, 2005).
Herbisida yang digunakan secara terus menerus akan menyebabkan persistensi,
gulma yang awalnya peka terhadap herbisida tersebut lama kelamaaan akan
menjadi toleran. Persistensi adalah lamanya aktivitas biologi herbisida dalam
tanah yang merupakan akibat dari penyerapan, volatilisasi, pencucian, dan
degradasi biologi ataupun nonbiologi. Pada umumnya persistensi herbisida di
dalam tanah lebih pendek daripada insektisida dan bervariasi dari beberapa
minggu hingga beberapa tahun, bergantung pada struktur dan sifat tanah serta
kandungan air dalam tanah. Herbisida persistensi rendah menandakan lamanya
aktivitas biologi herbisida dalam tanah termasuk rendah. Dengan demikian,
13
herbisida yang terserap tanaman jagung juga rendah sehingga hasil jagung aman
dikonsumsi (Riadi, 2011).
Glifosat memiliki rumus molekul C3H8NO5P. Glifosat adalah herbisida
berspektrum luas yang dapat mengendalikan gulma semusim maupun tahunan di
daerah tropis pada waktu pasca tumbuh (post emergence). Cara kerja herbisida ini
adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-3-fosfat sintase
(EPSPS) yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik, seperti
triptofan, tirosin, dan fenilalanin. Tumbuhan akan mati karena kekurangan asam
amino yang penting untuk melakukan berbagai proses hidupnya. Glifosat dapat
masuk ke dalam tumbuhan karena penyerapan yang dilakukan tanaman dan
kemudian diangkut ke pembuluh floem (Daud dan David, 2008). Ion glifosat
dapat bereaksi dengan lebih dari satu ion COO- koloid organic tanah. Glifosat
akan bereaksi dan diikat oleh dua gugus reaktif koloid organik tanah, mungkin
oleh ion COO-, fenolat O-, kombinasi keduanya, atau kombinasi salah satu ion
tersebut dengan radikal bebas. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah,
semakin tinggi kandungan gugus reaktif yang dimilikinya, semakin tinggi jumlah
herbisida yang terabsorbsi (Herbicide Manual, 2005). Glifosat bersifat sistemik
bagi gulma sasaran, seperti Imperatta cylindrica, Eleusine indica, Mimosa invsa,
Cyperus iria, dan lain-lain. Penggunaan glifosat dapat diaplikasikan pada hampir
seluruh jenis tanaman yang mengalami kompetisi dengan keberadaan gulma,
hanya saja glifosat bersifat non-selektif yang artinya selain dapat mematikan
gulma sasaran juga dapat mematikan tanaman utamanya jika tidak tepat cara dan
waktu aplikasinya. Struktur kimia glifosat dapat dilihat pada Gambar 1
(Herbicide Manual, 2005).
14
Gambar 1. Struktur kimia glifosat
Gambar 1. Struktur Kimia Glifosat
Mesotrion memiliki rumus molekul C14H13NO7S dengan tatanan senyawa 2-[4-
Methylsulfonyl-2-nitrobenzoyl cyclohexane-1,3-dione. Mesotrion telah
didaftarkan di kota New York pada bulan Juni 2002 yang dapat dipergunakan
untuk pengendalian gulma berdaun lebar pada tanaman jagung. Perkembangan
herbisida ini dimulai pada tahun 1977 ketika seorang ahli biologi Zeneca
mengamati bahwa sangat sedikit tanaman yang tumbuh dibawah tanaman
botolnya (Callistemon citrinus). Analisis sampel tanah dari bawah tanaman
mengungkapkan senyawa alelopati dari tanaman botol dan kemudian
diidentifikasi sebagai leptospermae (Hahn dan Paul, 2012). Salah satu kelemahan
dari herbisida mesotrion adalah herbisida ini mudah tercuci didalam tanah.
Pencucian adalah gerakan herbisida dengan air biasanya ke bawah, namun tidak
selalu ke bawah, yaitu ke strata tanah yang lebih dalam (Tjitrosoedirdjo et al,
1984). Menurut Zimdahl (2007), proses pencucian materi tergantung dari
interaksi serap antara herbisida dan tanah, kelarutan dalam air, semakin besar
kekarutan herbisida oleh air maka semakin besar potensi pencucian, pH tanah,
adsorpsi meningkat seiring penurunan pH dan pada pH yang rendah herbisida
akan diserap dan percucian berkurang, jumlah air yang bergerak melalui
permukaan tanah. Semakin banyak air yang bergerak karena curah hujan, atau
15
irigasi, semakin besar kemungkinan pencucian akan terjadi, dan suhu pencucian
akan lebih besar pada suhu yang lebih tinggi. Selain karena pencucian, mesotrion
juga mudah mengalami volatilisasi. Volatilisasi atau penguapan adalah peristiwa
hilangnya suatu bahan kimia ke atmosfer dalam bentuk gas. Tendensi herbisida
untuk menguap ditentukan oleh tekanan uapnya yang terutama dipengaruhi oleh
suhu. Beberapa herbisida mempunyai tekanan uap yang tinggi yang berarti
herbisida itu amat mudah menguap, misalnya triflutalin (Tjitrosoedirdjo et al,
1984). Konsekuensi penguapan dapat baik atau justru merugikan. Penguapan
menyebabkan hilangnya sebagian herbisida yang dipakai, jadi mengurangi jumlah
yang diserap oleh gulma. Uap herbisida dapat juga bersifat racun terhadap
tumbuhan lain yang bukan target atau bahkan terhadap hewan dan manusia.
Sebaliknya penguapan dapat berpengaruh terhadap perkecambahan gulma yang
dapat mengadsorpsi uap herbisida dari daun (Tjitrosoedirdjo et al, 1984). Struktur
kimia mesotrion dapat dilihat pada Gambar 2 (Herbicide Manual, 2005).
Gambar 2. Struktur kimia mesotrion
Gambar 2. Struktur Kimia Mesotrion
Metolaklor dengan rumus molekul C15H22CHNO2 dengan tatanan senyawa
2[chloro-N-(2-ethyl-6-methylphenyl)-N-(2methoxy-1-methyl-ethyl)accetamide].
Metolaklor merupakan herbisida yang sering digunakan untuk mengendalikan
gulma di pertanaman jagung, kedelai, kentang, dan kapas. Metolaklor sangat
16
efektif mengendalikan gulma berdaun lebar, teki dan rumputan semusim karena
herbisida ini bersifat sistemik dengan mekanisme kerja menghambat sintesa
protein serta menghambat pembelahan dan pembesaran sel. (Rao, 2000). Vencil
et al (2002) menambahkan bahwa herbisida ini merupakan herbisida yang
diaplikasikan ke tanah sebagai herbisida pra tumbuh berdasarkan tempat
aplikasinya. Hal ini membuat metolaklor termasuk juga herbisida yang cepat
dalam mengalami degradasi didalam tanah. Laju degradasi herbisida dalam tanah
dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, tumbuhan, serta sifat kimia herbisida. Sifat
herbisida yang dicirikan dengan sifat kimia akan bervariasi dalam hal daya larut
dalam air, adsorpsi tanah, tekanan uap, dan kepekatan degradasi secara kimia dan
mikroba. Dosis herbisida juga merupakan hal yang menjadi faktor yang
mempengaruhi laju degradasinya. Laju degradasi herbisida proporsional dengan
dosis yang diberikan. Hal itu dapat dijelaskan bahwa semakin sedikit dosis
herbisida yang diberikan akan semakin cepat terdekomposisi melalui cahaya atau
semakin cepat terdegradasi oleh mikroba (Herbicide Manual, 2005). Laju
degradasi herbisida dalam tanaman dapat juga dipengaruhi oleh kultivar tanaman
pada suatu lahan. Seperti yang kita ketahui bahwa adanya kultivar tanaman yang
memiliki sistem perakaran kompleks, arsitektur daun yang baik, dan sistem
percabangan yang banyak akan mempertinggi proses pengambilan atau adsorpsi
hara, air, dan termasuk herbisida yang diaplikasi melalui tanah. Fenomena ini
akan memperlihatkan bahwa kultivar tanaman yang berkanopi luas akan
mengakibatkan semakin cepat laju degradasi herbisida di dalam tanah.
Ketersediaan herbisida bergantung pada jumlah herbisida dalam larutan tanah
serta laju transportasi herbisida melalui aliran massa dan difusi ke akar atau
17
bagian lain (Riadi,2011). Struktur kimia metolaklor dapat dilihat pada Gambar 3
(Herbicide Manual, 2005).
Gambar 3. Struktur kimia metolaklor
Gambar 3. Struktur Kimia Metolaklor
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Natar, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas Pertanian
Universitas Lampung dari bulan Maret hingga Juni 2016.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida (NK22), pupuk NPK
(Phonska), dan herbisida dengan merk dagang Optizon GT 525 ZC yang
merupakan herbisida campuran (Premix) berbahan aktif Glfosat 250 g/l,
Mesotrion 25 g/l dan Metolaklor 250 g/l. Sedangkan alat yang digunakan
adalah timbangan digital, gelas ukur, knapsack sprayer, ember plastik,
pipet, ruber bulb, oven, sabit, kantong plastik, patok bambu, meteran,
cangkul, dan amplop kertas.
3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis yang ada, perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam
penelitian ini dengan menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan.
19
Tabel 1. Perlakuan Herbisida Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor
No Perlakuan Dosis
Bahan Aktif
(g/ha)
Dosis
Formulasi
(l/ha)
1 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 250 g + 25 g + 250 g 1 l/ha
2 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 500 g + 50 g + 500 g 2 l/ha
3 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 750 g + 75 g + 750 g 3 l/ha
4 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1000g +100g +1000g 4 l/ha
5 Glifosat+Mesot rion+Metolaklor 1250g +125g +1250g 5 l/ha
6 Pengendalian Secara Mekanis - -
7 Kontrol (Tanpa Pengendalian
Gulma)
- -
Herbisida yang diuji adalah herbisida campuran Glifosat, Mesotrion dan
Metolaklor yang digunakan sebagai pembanding untuk melihat pengaruh
herbisida terhadap tanaman jagung, digunakan perlakuan pengendalian
mekanis pada 3 dan 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Untuk menilai
pengaruh herbisida terhadap pertumbuhan gulma, maka digunakan kontrol
(tanpa pengendalian gulma). Untuk menguji homogenitas ragam digunakan
uji Bartlett dan additifitas data diuji dengan menggunakan uji Tukey. Jika
asumsi terpenuhi, maka data akan dianalisis dengan sidik ragam dan uji
perbedaan nilai tengah perlakuan akan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) pada taraf 5%.
20
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penentuan Petak Perlakuan
Lahan pecobaan yang akan diaplikasi herbisida campuran Glifosat,
Mesotrion dan Metolaklor dengan berbagai taraf dosis disiapkan dengan
melakukan pembajakan sebanyak dua kali dan garu satu kali. Kemudian
dibuat petak-petak percobaan sebanyak 28 petak perlakuan. Ukuran setiap
petaknya adalah 4 m x 7,5 m dengan jarak antar petak adalah 0,5 m.
Dibawah ini merupakan skema tata letak percobaan yang dilakukan:
I
II
III
IV
Gambar 4. Tata Letak Percobaan
Keterangan:
P1 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 250 g + 25 g + 250 g
P2 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 500 g + 50 g + 500 g
P3 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 750 g + 75 g + 750 g
P4 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1000 g + 100 g + 1000 g
P5 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1250 g + 125 g + 1250 g
P6 : Pengendalian Mekanis
P7 : Kontrol (Tanpa Pengendalian Gulma)
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
P3 P4 P5 P6 P7 P1 P2
P5 P6 P7 P1 P2 P3 P4
P7 P1 P2 P3 P4 P5 P6
21
3.4.2 Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih
dahulu dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh
tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami (calon
tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan.
Penanaman benih jagung dilakukan setelah olah tanah yang kedua dan setelah
dilakukan pengeplotan. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 75 cm.
Penanaman dilakukan dengan cara ditugal dengan dua benih per lubang. Kegiatan
pemupukan dilakukan pada waktu tanam dengan dosis 45 kg/ha N + 45 kg/ha
P2O5 + 45 kg/ha K2O dan pada umur satu bulan dengan dosis 90 kg/ha N.
3.4.3 Aplikasi Herbisida Campuran Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor
Aplikasi herbisida campuran (Premix) dilakukan pada plot-plot yang ada sesuai
dengan dosis yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebelum melakukan aplikasi,
dilakukan kalibrasi untuk mengetahui volume semprot yang dibutuhkan dan
dilakukan pengecekan terhadap sprayer yang akan digunakan. Herbisida
diaplikasikan hanya sekali pada 21-28 hari setelah tanam (HST) dengan
menggunakan knapsack spayer bernosel kuning, volume semprot setelah
dilakukan kalibrasi yaitu 400 l/ha. Penyemprotan herbisida dilakukan pada pagi
hari dengan mempertahankan nosel pada ketinggian 40-50 cm diatas permukaan
tanah sehingga menghasilkan lebar bidang semprot 75 cm.
22
3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma
Pengambilan sampel gulma dilakukan 2 kali yaitu pada 3 minggu setelah aplikasi
(MSA) dan pada 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Petak pengambilan sampel
gulma seperti pada Gambar 2.
7,5 m
4 m
Gambar 5. Bagan Petak Pengambilan Sampel Gulma
Keterangan:
1 Gulma pada petak contoh yang diambil pada 3 MSA
2 Gulma pada petak contoh yang diambil pada 6 MSA
Tanaman Jagung yang diamati pertumbuhannya
X X X X X X X X X X
X 2 X X X X X X 1 X
X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X
X 1 X X X X X X 2 X
X X X X X X X X X X
23
3.5 Pengamatan
Untuk menguji kerangka pemikiran dan hipotesis, maka dilakukan pengamatan
pada beberapa variabel seperti berikut:
3.5.1 Gulma
1. Bobot Kering Gulma
Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan cara memotong gulma
tepat setinggi permukaan tanah pada petak contoh seluas 0,5 m x 0,5 m,
sebanyak 2 petak percobaan. Kemudian gulma dipilih sesuai jenisnya lalu
dikeringkan dengan mengoven selama 48 jam dengan suhu 80o
C hingga
mencapai bobot yang konstan dan kemudian ditimbang.
Bobot kering ini kemudian akan dianalisis secara statistika, dan dari hasil
pengolahan data tersebut akan diperoleh kesimpulan mengenai keberhasilan
efikasi herbisida yang digunakan. Bobot kering gulma yang diamati adalah
bobot gulma total, bobot gulma per golongan, dan bobot gulma dominan.
2. Persentase Penekanan Gulma
Persentase penekanan gulma dihitung berdasarkan bobot kering gulma dengan
rumus :
3. Summed Dominance Ratio (SDR)
Nilai SDR ini digunakan untuk menentukan jenis dan urutan gulma dominan yang
ada di lahan pertanaman jagung. Nilai SDR dihitung berdasarkan data bobot
kering gulma. Nilai SDR untuk masing-masing spesies gulma pada petak
percobaan dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Perlakuan Kontrol – Perlakuan Perulangan x 100%
Perlakuan Kontrol
24
a. Dominansi Mutlak (DM)
Bobot kering jenis gulma tertentu dalam petak contoh
b. Dominansi Nisbi (DN)
Dominansi Nisbi =
c. Frekuensi Mutlak (FM)
Jumlah kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan
d. Frekuensi Nisbi (FN)
Frekuensi Nisbi (FN) =
e. Nilai Penting
Jumlah nilai semua peubah nisbi yang digunakan (DN + FN)
f. Summed Dominance Ratio (SDR)
SDR =
3.5.2 Tanaman
Variabel yang diamati pada tanaman jagung adalah sebagai berikut:
1. Fitotoksisitas
Menurut Kementrian Pertanian (2012), tingkat keracunan tanaman akibat
herbisida dinilai secara visual terhadap populasi tanaman dalam petakan dengan
nilai skoring sebagai berikut:
0 = tidak ada keracunan, 0 - 5 % bentuk dan atau warna daun muda
tidak normal;
1 = keracunan ringan, > 5 % - 20 % bentuk dan atau warna daun
muda tidak normal;
25
2 = keracunan sedang, > 20 % - 50 % bentuk dan atau warna daun
muda tidak normal;
3 = keracunan berat, >50 % - 75 % bentuk dan atau warna daun
muda tidak normal
4 = keracunan sangat berat, >75 % bentuk dan atau warna daun muda
tidak normal hingga mengering dan rontok sampai tanaman mati.
Sistem skoring ini dilakukan dengan cara membandingkan pertumbuhan tanaman
pada petak yang diaplikasi herbisida dengan tanaman yang sehat dari petak yang
diberi perlakuan pengendalian mekanis. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, dan 3
minggu setelah aplikasi (MSA).
2. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun teratas.
Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman yang diambil secara acak, diukur
pada umur 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST).
3. Hasil Pipilan Kering
Pengamatan hasil pipilan kering dari tanaman jagung dilakukan terhadap petak
panen berukuran 2,5 m x 2,5 m. Pengukuran dilakukan pada saat panen. Bobot
jagung pipilan kering saat panen dikonversikan pada bobot jagung pipilan
kering kadar air 14% dengan rumus:
KA 14% =
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan seperti
berikut :
1. Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis
(250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha dapat mengendalikan
pertumbuhan gulma total, gulma golongan daun lebar, gulma golongan rumput,
dan gulma golongan teki hingga 6 MSA.
2. Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis
(250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha dapat mengendalikan gulma
Cleome rutidospermae, Ricardia brasiliensis, Eleusine indica, dan Cyperus
rotundus hingga 6 MSA.
3. Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis
(250+25+250) g/ha hingga (750+75+750) g/ha tidak meracuni tanaman jagung
(Zea mays L.), sedangkan pada dosis (1000+100+1000) g/ha terlihat gejala
keracunan ringan dan (1250+125+1250) g/ha terlihat gejala keracunan sedang.
54
4. Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis
(250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha menghasilkan produksi
jagung (Zea mays L.) lebih tinggi dibandingkan kontrol (tanpa pengendalian
gulma).
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlakuan herbisida campuran pada
dosis rendah, yaitu (250+25+250) g/ha sudah dapat mengendalikan gulma secara
total, serta dinilai lebih ekonomis dan efisien.
55
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, W. P. 2007. Weed Science: Principle. West Publishing Company. St.
Paul. New York. Boston. Los Angeles. San Fransesco. 598 p.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Jagung Indonesia. http://www.bps.go.id/
tnmn pgn.php?kat=3. Diakses pada 29 September 2015.
Bilman, W.S. 2001. Analisis Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis (Zea mays).
Pergeseran Komposisi Gulma pada Beberapa Jarak Tanam. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia 3(1): 25-30.
Cobb, A. H dan R. C. Kirkwood. 2000. Herbicide and Their Mechanisms of
Action. Sheffield Acedemic Press. 295 hlm.
Daud dan David. 2008. Uji Efikasi Herbisida Glifosat pada Sistem Tanpa
Olah Tanah terhadap Tanaman Jagung. Prosiding Seminar Ilmiah
Komisariat Daerah. Sulawesi Selatan.
Girsang, W. 2005. Pengaruh Tingkat Dosis Herbisida Isopropilamina Glifosat
dan Selang Waktu Terjadinya Pencucian Setelah Aplikasi terhadap
Efektivitas Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung. Jurnal
Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. 3(2) : 31-36.
Hahn dan Paul. 2012. Mesotrion-A New Herbicide and Mode of Action. Dept. of
Crop and Soil Sciences. Cornell University.
Hasanudin. 2013. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Campuran Atrazin dan
Mesotrion pada Tanaman Jagung: Karakteristik Gulma. Jurnal Agista. 17
(1).
Herbicide Manual for Agricultural Profesional. 2005 . Herbicide Site Of Action
and Injury Symptoms. Iowa State Unuiversity Extension.
James, T.K and A. Rahman. 2005. Efficacy of several organic herbicides and
Glyphosate formulation under simulated rainfall. Journal New Zealand
Plant Protection 58: 157-163.
56
James, T. K., A. Rahman, dan J. Hicking. 2006. Mesotrione a new herbicide for
weed control in maize. Journal New Zealand Plant protection Society 59:
242-249.
Jamilah. 2013. Pengaruh Penyiangan Gulma dan Sistem Tanam terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L). Jurnal Agista. 17
(1).
Kimball, dan W. Jhon. 1987. Biologi Edisi kelima jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Marpaung I.S, Y. Parto, E. Sodikin. 2013. Evaluasi Kerapatan Tanam dan
Metode Pengendalian Gulma pada Budidaya Padi Tanam Benih Langsung
di Lahan Sawah Pasang Surut. Jurnal Lahan Suboptimal. 2 (1) : 93-99
Moenandir J. 2010. Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press. Malang. 162 hlm.
Rao, V.S. 2000. Principle of Weed Science. Science Publisher, Inc. Enfield, NH.
Riadi, Muhammad. 2011. Mata Kuliah : Herbisida Dan Aplikasinya. Jurusan
Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Rosalyne, I. 2010. Pengaruh Pengelolaan Tanah Terhadap Keragaman
dan Kelimpahan Gulma serta Pertumbuhan dan Produksi Jagung
pada Jarak Tanam yang Berbeda. Tesis. Universitas Sumatra
Utara. Sumatra Utara. 2 hlm.
Rukmana, R. 1997. Usaha Tanaman Jagung. Kanisius. Yogyakarta.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
166 hlm.
Septrina, G. 2008. Pengaruh Waktu dan Cara Pengendalian Gulma terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.). (Skripsi). IPB. Bogor. 40
hlm.
Soerjandono, N. B. 2005. Gulma dan Pengelolaannya. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sudarmo, Subiyakto. 2007. Herbisida. Kanisius. Yogyakarta.
Sukman Y. dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja
Grafindo Perkasa. Jakarta. 157 hlm.
Suprapto. 1999. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia.
Bandung. 208 hlm.
57
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmojo. 1984. Pengelolaan Gulma
di Perkebunan. Gramedia. Jakarta. 207 hlm.
Vencil, W. K., K. Armburust, H. G. Hancock, D. John, G. McDonald, D. Kintner,
F. Lichtner, H. Lean, J. Reynolds, D. Rushing, S. Senseman, D. Wauchope.
2002. 8th
ed. Herbicide Handbook. Weed Science Society of America,
Wisconsin.
Wicks, G.A., D.A. Crutcfield, and O.C. Burnside. 1994. Influence of wheat
(Triticum aestivum) straw mulch and metolachlor on corn (Zea mays)
growth and yield. Weed Sci. 42:141-147.
Zimdahl, Robert L. 2007. Fundamentals Of Weed Science (Third Edition).
Departemant Of Bioagricultural Science And Pest Management. Colorado
State University.