efektivitas penggunaan pinjaman luarnegeri untuk ... dan artikel... · hasil pengelolaan aset...

21
28 Efektivitas Penggunaan Pinjaman LuarNegeri untuk PembangunanInfrastruktur dalamPenyusunanAPBN 2014 dan APBN 2015 Salimdan Yudhanto E. Putro 1 Abstraksi Kajian ini bertujuan untuk menganalisis pencapaian indikator sasaran Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KKSK) Tahun 2014-2024 terkait pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif dalam penyusunan APBN. Indikator pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif tersebut adalah prosentase penggunaan pinjaman luar negeri untuk bidang infrastruktur energi dan non energi. Objek penelitian dalam kajian ini adalah rencana penarikan pinjaman luar negeri berupa pinjaman proyek dalam APBN 2014 dan APBN 2015. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui apakah rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam penyusunan APBN 2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target dalam KSKK. Kemudian apa permasalahan yang ada dalam melaksanakan KSKK. Selanjutnya diharapkan akan diperoleh rekomendasi dalam rangka untuk perbaikan kedepan dalam perencanaan dan penganggaran pinjaman luar negeri. Untuk melihat seberapa besar alokasi APBN untuk kegiatan infrastruktur energi dan non energi yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, cara yang dilakukan adalah dengan menetapkan definisi infrastruktur yang dimaksud dalam KSKK, kemudian mengklasifikasikan kegiatan-kegiatan pinjaman luar negeri dan besaran anggaran berdasarkan definisi infrastruktur tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi ini diketahui bahwa penyusunan rencana penarikan dan penggunaan pinjaman luar negeri dalam APBN 2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target KSKK terkait sasaran penggunaan pinjaman luar negeri yang selektif. Katakunci: Infrastruktur, Kebijakan Pemerintah, Pinjaman Luar Negeri, KSKK. 1 PegawaiDirektoratPenyusunan APBN, DirektoratJenderalAnggaran, KementerianKeuangan

Upload: vuongcong

Post on 18-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

28

Efektivitas Penggunaan Pinjaman LuarNegeri untuk PembangunanInfrastruktur

dalamPenyusunanAPBN 2014 dan APBN 2015 Salimdan Yudhanto E. Putro1

Abstraksi

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis pencapaian indikator sasaran Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KKSK) Tahun 2014-2024 terkait pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif dalam penyusunan APBN. Indikator pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif tersebut adalah prosentase penggunaan pinjaman luar negeri untuk bidang infrastruktur energi dan non energi. Objek penelitian dalam kajian ini adalah rencana penarikan pinjaman luar negeri berupa pinjaman proyek dalam APBN 2014 dan APBN 2015. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui apakah rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam penyusunan APBN 2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target dalam KSKK. Kemudian apa permasalahan yang ada dalam melaksanakan KSKK. Selanjutnya diharapkan akan diperoleh rekomendasi dalam rangka untuk perbaikan kedepan dalam perencanaan dan penganggaran pinjaman luar negeri.

Untuk melihat seberapa besar alokasi APBN untuk kegiatan infrastruktur energi dan non energi yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, cara yang dilakukan adalah dengan menetapkan definisi infrastruktur yang dimaksud dalam KSKK, kemudian mengklasifikasikan kegiatan-kegiatan pinjaman luar negeri dan besaran anggaran berdasarkan definisi infrastruktur tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi ini diketahui bahwa penyusunan rencana penarikan dan penggunaan pinjaman luar negeri dalam APBN 2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target KSKK terkait sasaran penggunaan pinjaman luar negeri yang selektif.

Katakunci: Infrastruktur, Kebijakan Pemerintah, Pinjaman Luar Negeri, KSKK.

1PegawaiDirektoratPenyusunan APBN, DirektoratJenderalAnggaran,

KementerianKeuangan

29

I.Pendahuluan

Indonesia sebagai negara berkembang terus berupaya untuk memacu pembangunan ekonominya.Salah satu upaya yang dilakukan guna memacu pertumbuhan ekonomi ini adalah dengan mengutamakan pembangunan di bidang infrastruktur. Mengingat keterbatasan pembiayaan yang bersumber dari penerimaan dalam negeri,maka pinjaman luar negeri menjadisalah satu sumber pembiayaan yang penting dalam APBN.Dalam masa pemerintahan orde lama dan orde baru pinjaman luar negeri merupakan sumber utama penerimaan alternatif untuk membiayai belanja pembangunan setelah penerimaan dalam negeri berupa pajak dan non pajak.

Namun demikian sesuai GBHN pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998, 1999, dan GBHN Tahun 1999-2004diamanatkan bahwa peranan bantuan luar negeri hanyalah sebagai pelengkap.Kebijakan pembatasan pemanfaatanpinjaman luar negeri tersebut juga menjadi konsep pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan II dengan menerapkan kebijakan negative net flowyaitu penarikan pinjaman luar negeri lebih kecil dari pembayaran cicilan pokok. Untuk menegaskan kembali penerapan kebijakan tersebut, Sekretariat Kabinet pada pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) mengeluarkan SE/Seskab/XI/2012 perihal pembatasan pinjaman luar negeri yang membebani APBN/APBD.

Sejalan dengan kebijakan di atas,Kementerian Keuangan memasukkan kebijakan pengadaan pinjaman luar negeri secara selektif sebagai bagian dari kebijakan strategis yang dituangkan dalam PMK nomor 183/KMK.01/2013 tentang Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KKSK) Tahun 2014-2024.Kebijakan penggunaan pinjaman luar negeri secara selektif tersebutditetapkan dalam rangka menyempurnakan perencanaan penganggaran negara.

Untuk melihat pelaksanaan KSKK terkait dengan pengadaan pinjaman luar negeri secara selektif tersebut, maka dilakukan kajian berjudul “EffektivitasKebijakan Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Dalam PenyusunanAPBN 2014 dan APBN 2015”.Kajian ini merupakan langkah awal dalam upaya untuk memenuhi sasaran KSKK tersebut.Kajian inibertujuan untuk menganalisis pencapaian indikator sasaran KSKK terkait pengadaanpinjaman luar

30

negeri yang selektif dalam penyusunan APBN, yang dilihat dari seberapa besarpenggunaan pinjaman luar negeri untuk bidang infrastruktur energi dan non energi.Objek penelitian dalam kajian ini adalah rencana penarikan pinjaman luar negeri berupa pinjaman proyek dalam APBN 2014 dan APBN 2015. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui apakah rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam penyusunan APBN 2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target dalam KSKK. Kemudian apa permasalahan yang ada dalam melaksanakan KSKK. Selanjutnya diharapkan akan diperoleh rekomendasi dalam rangka untuk perbaikan kedepan dalam perencanaan dan penganggaran pinjaman luar negeri.

II. Studi Pustaka

II.1. Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2014-2024

Secaragarisbesar KSKK Tahun 2014-2024 merupakan dokumen yang berisi rumusan kebijakan strategis yang mencakup visi misi, gambaran lingkungan dan strategi organisasi ke depan dalam mewujudkan visi misi tersebut. Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan disusun dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menjadi pedoman dan landasan dalam penyusunan Rencana Kerja Kementerian Keuangan,

2. Sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan,

3. Sebagai acuan dalam penyusunan strategi dan implementasinya dalam rangka mewujudkan visi Kementerian Keuangan tahun 2024.

Salah satu sasaran KSKK adalah pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif dalam rangka menyempurnakan perencanaan penganggaran negara.Diantara sasaran kebijakan pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif tersebut sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1.KebijakanStrategisKementerianKeuangan (KKSK)

31

Sumber: KementerianKeuangan, diolah.

Kebijakan di atas sebagai road map pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif dengan mengutamakan untuk bidang infrastruktur. Secara bersamaan agar diupayakan pengalihan pembiayaan infrastruktur secara bertahap dari menggunakan pinjaman luar negeri ke sumber pembiayaan dari rupiah murni dengan mencakup duplikasi keunggulan-keunggulan skema bisnis pinjaman luar negeri untuk diadopsi oleh kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan rupiah murni (seperti: project management, safeguards, advance procurement, dan keunggulan lainnya).

II.2. Pembangunan Infrastruktur

Mengapa bidang infrastruktur menjadi bidang yang diutamakan dalam pemanfaatan pinjaman luar negeri. Pembenahan infrastruktur telah menjadi program prioritas pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Ketersediaan infrastruktur akan menentukan lokasi kegiatan ekonomi dan jenis kegiatan bahkan sektor yang dapat berkembang di suatu daerah. Pengembangan infrastruktur dengan baik akan mengurangi efek jarak antardaerah, menghubungkan dan mengintegrasikan pusat-pusat kegiatan ekonomi baik daerah, nasional maupun internasional dengan pasar-pasarnya dengan biaya yang rendah. Transportasi dan jaringan infrastruktur komunikasi maupun energi yang baik merupakan prasyarat untuk akses yang lebih baik bagi investor maupun masyarakat dalam setiap kegiatan perekonomian. Ketersediaan infrastruktur yang baik juga akan mendukung daya saing sektor riil, memberikan penguatan pada iklim investasi dan dunia usaha. Kelancaran jaringan distribusi dan lalu lintas antarwilayah akan mengurangi tekanan

Sasaran Indikator 2012 2013 2014 2019 2025

Pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif

Persentase pinjaman proyek

untuk infrastruktur terhadap total

pinjaman proyek

83,4% 80,6% 82,0% 85,0% 88,0%

Persentase pinjaman proyek

untuk infrastruktur terhadap total

belanja infratruktur

11,4% 9,8% 9,0% 7,0% 5,0%

32

disparitas harga, mendukung tercapainya skala ekonomi, dan meningkatkan efisiensi produksi.

II.3. Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri

II.3.1. Peran Pinjaman Luar Negeri Dalam APBN

Sebelum adanya instrumen berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman dalam negeri, pinjaman luar negeri merupakan sumber utama penerimaan alternatif untuk membiayai belanja pembangunan setelah penerimaan pajak dan non pajak. Sejak era reformasi, pinjaman luar negeri merupakan bagian dari instrumen pembiayaan utang yang digunakan sebagai sumber pembiayaan APBN disampinginstrumen utang lainnya seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman dalam negeri.Kontribusi pinjaman luar negeri dalam pembiayaan APBN dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Pembiayaan Anggaran 2014-2015 (dalam miliar rupiah)

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, pinjaman luar negeri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

APBN APBN

PEMBIAYAAN ANGGARAN (I+II) 17 5.354,5 245.894,7

I. Pem biay aan Dalam Negeri 196.258,0 269.7 09,7

1. Perbankan Dalam Negeri 4.398,5 4.467 ,5

a. Penerimaan Cicilan Pengembalian Penerusan Pinjaman (RDI) 4.398,5 4.467 ,5

b SAL - -

2. Non Perbankan Dalam Negeri 191.859,6 265.242,2

a. Hasil Pengelolaan Aset 1 .000,0 350,0

b. SBN (Neto) 205.068,8 27 7 .049,8

c. Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 963,0 1 .621,2

d. Dana Investasi Pemerintah & PMN (14.105,6) (12.647 ,1)

e. Kewajiban Penjaminan (1.066,7 ) (1 .131,6)

II. Pem biay aan Luar Negeri (Neto) (20.903,5) (23.815,0)

1. Penarikan Pinjam an Luar Negeri (Bruto) 39.132,7 47 .037 ,1

a. Pinjaman Program 3.900,0 7 .140,0

b. Pinjaman Proy ek 35.232,7 39.897 ,1

2. Penerusan Pinjam an (1.226,3) (4.319,4)

3. Pem bay aran Cicilan Pokok Utang LN (58.810,0) (66.532,8)

Keterangan

2014 2015

Sumber: Nota Keuangan

APBN 2015

33

1. Pinjaman tunai yaitu adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang.

2. Pinjaman kegiatanpinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu.

Dalam postur APBN pinjaman tunai lebih dikenal dengan pinjaman program dan pinjaman kegiatan lebih dikenal dengan pinjaman proyek.

II.3.2. Penggunaan Pinjaman Proyek Dalam APBN 2014 dan APBN 2015

Pinjaman proyek digunakan untuk membiayai kegiatan kementerian negara/lembaga (K/L), membiayai kegiatan Pemda melalui mekanisme pinjaman diterushibahkan (on-granting), dan membiayai kegiatan Pemda dan/atau BUMN melalui mekanisme penerusan pinjaman (on-lending).Komposisi pinjaman luar negeri 2014-2015 berdasarkan pemanfaatannya disajikan dalam grafik berikut:

Sumber: Nota Keuangan APBN 2015

Dalam APBN 2014 dan APBN 2015, beberapa K/L yang mendapat alokasi dari pinjaman luar negeri antara lain Kementerian Pertahanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian, Kepolisian RI, dan Kementerian Dalam Negeri. Pinjaman luar negeri di K/L umumnya digunakan untuk membiayai kegiatan prioritas sesuai bidang tugasnya. Khusus di

30.981

3.026 1.226

32.881

2.696 4.319

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

K/L On-Granting On-Lending

Grafik 1. RENCANA PENARIKAN PINJAMAN PROYEK, 2014-2015(miliar rupiah)

APBN 2014

APBN 2015

34

Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI, pinjaman luar negeri digunakan untuk pengadaan Alutsista dan Almatsus. Kegiatan yang dibiayai oleh pinjaman diterushibahkan antara lain proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Pemprov DKI Jakarta, dan program pengelolaan sumber daya air dan irigasi di 115 pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Pemda dan/atau BUMN yang memperoleh alokasi penerusan pinjaman antara lain PT Perusahaan Listrik Negara, PT Pertamina, PT Sarana Multi Infrastruktur, Pemprov DKI. Alokasi penerusan pinjaman terutama digunakan untuk mendukung kegiatan pembangunan energi kelistrikan, pengembangan energi geothermal, dan pencegahan bencana banjir.

Tabel 3. Jumlah Proyek Pinjaman Luar Negeri 2014-2015

II.3.2. Tata Cara Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri

Disamping manfaat yang akan diperoleh dari pengadaan pinjaman luar negeri, perlu diperhatikan risiko yang dapat timbul akibat pengelolaan yang buruk terhadap pinjaman luar negeri maupun diakibatkan oleh kondisi ekonomi makro terutama fluktuasi suku bunga dan nilai tukarmata uang rupiah terhadap mata uang asing yang digunakan dalam perjanjian pinjaman. Pengelolaan pinjaman luar negeri didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan strategi pembiayaan melalui utang baik jangka menengah lima tahunan maupun jangka pendek atau tahunan. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan memastikan agar utang negara termasuk pinjaman luar negeri dikelola dengan menerapkan secara konsisten prinsip-prinsip tata kelola yang baik seperti prinsip kehati-hatian, akuntabel, transparan, dan sesuai dengan praktik pengelolaan utang yang dapat diandalkan atau sound practice in government debt management.

Pengelolaan pinjaman luar negerimeliputi perencanaan, perundingan, penganggaran, penarikan, dan pembayaran pinjaman (setelmen), penatausahaan, monitoring dan evaluasi, serta publikasi mengacu pada

Kementerian Negara/Lembaga 265 304

On Granting 2 4

On Lending 19 28

Total Jumlah Proyek 286 336

Sumber: Diolah dari data DJPPR Kementerian Keuangan

Uraian APBN 2014 APBN 2015

35

Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2011 beserta aturan turunannya. Sebagian pinjaman luar negeri yang saat ini diproses, masih mengacu ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, khususnya terkait dengan pinjaman komersial.

Pengelolaan pinjaman luar negeri melibatkan banyak pihak, terutama: Bappenas, Kementerian Keuangan, K/L/ Pemda/BUMN, pelaksana proyek.

a. Perencanaan Kegiatan

Perencanaan kegiatan pinjaman luar negeri merupakan proses penyusunan rencana kegiatan yang layak dan siap untuk dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Penyusunan rencana kegiatan tersebut dikoordinasikan oleh Bappenas dengan memperhatikan usulan K/L/Pemda/BUMN pelaksana kegiatan dan masukan dari Kementerian Keuangan serta K/L terkait lainnya.

Dari proses perencanaan pinjaman luar negeri tersebut dikeluarkan beberapa dokumen sebagai berikut berikut:

1. Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri (RPPLN), berisikebutuhan dan rencana pemanfaatan pinjaman luar negeri dalam jangka menengah.

2. Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) atau yang dikenal dengan istilah Blue Book, yaitu daftar rencana kegiatan K/L, Pemda, dan BUMN yang telah memenuhi kriteriakelayakan untuk dibiayai dari pinjaman luar negeri dalam periode jangka menengah.

3. Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN) atau yang dikenal dengan istilah Green Book, yaitu daftar rencana kegiatan K/L, Pemda, dan BUMN dalam DRPLN-JM yang telah memiliki indikasi pendanaan dan telah memenuhi kriteria kesiapan kegiatanuntuk dibiayai dari pinjaman luar negeri dalam jangka tahunan.

4. Daftar Kegiatan adalah daftar rencana kegiatan yang telah tercantum di dalam DRPPLN dan siap untuk diusulkan kepada dan/atau dirundingkan dengan calon pemberi pinjaman luar

36

negeri. Daftar kegiatan ini disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk proses perundingan dengan calon pemberi pinjaman.

b. Perundingan

Kementerian negara/Lembaga, Pemda dan BUMN tidak diperkenankan melakukan perikatan yang dapat menimbulkan kewajiban untuk melakukan pinjaman luar negeri. Perundingan dalam rangka pinjaman luar negeri dilaksanakan Menteri Keuangan dengan melibatkan beberapa instansi yaitu: Bappenas, K/L, Pemda, BUMN, dan/atau instansi terkait lainnya.Perundingan dilakukan setelah kriteria kesiapan kegiatan terpenuhi.Bila diperlukan Menteri Keuangan dapat meminta dokumen kesiapan perundingan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, Pemda dan BUMN.

Hasil dari proses perundingan ini kemudian dituangkan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (Loan Agreement) yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan pemberi pinjaman luar negeri. Perjanjian pinjaman luar negeri ini secara umum memuat jumlah, peruntukan, hak dan kewajiban; serta ketentuan dan persyaratan.

c. Penganggaran

Untuk melaksanakan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, alokasi anggarannya harus ditetapkan terlebih dahulu dalam APBN. Tata cara pengajuan usulan dan penetapan anggarannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177 Tahun 2014 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

Sesuai ketentuan di atas pengajuan usulan dan penetapan anggaran yang besumber dari pinjaman luar negeri dapat dibedakan sebagai berikut:

Pinjaman luar negeri K/L

1. K/L mengajukan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR).

37

2. DJPPR membahas usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri bersama Bappenas dan K/L pengusul dalam rapat Trilateral meetingpinjaman dan hibah luar negeri (PHLN).

3. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri disampaikan DJPPR kepada DJA untuk ditampung dalam postur RAPBN.

4. Secara paralel K/L menyusun RKA-KL yang menampung rencana penarikan pinjaman luar negeri sesuai hasil rapat Trilateral meeting PHLN.

Pinjaman diterushibahkan

1. Pemda mengajukan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK).

2. DJPK menghimpun usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri yang diterushibahkan ke Pemda dan menyampaikannya ke DJPPR.

3. DJPPR membahas usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri yang diterushibahkan bersama Bappenas, DJPK dalam rapat Trilateral meeting PHLN. Dalam pembahasan tersebut DJPPR juga dapat mengundang pemda pelaksana kegiatan atau pihak lain yang terkait.

4. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri disampaikan DJPPR kepada DJA untuk ditampung dalam postur RAPBN.

Pinjaman diteruspinjamkan

1. Pemda dan/atau BUMN mengajukan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB).

2. DJPB menghimpun dan melakukan evaluasi atas usulan rencana penarikan penerusan pinjaman luar negeri. Dalam melakukan evaluasi tersebut DJPB dapat mengundang pemda dan/atau BUMN pelaksana kegiatan, DJPPR, Bappenas atau pihak lain yang terkait.

38

3. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan penerusan pinjaman luar negeri disampaikan DJPB kepada DJA untuk ditampung dalam postur RAPBN.

d. Penarikan

Mekanisme penarikan Pinjaman Luar Negeri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri. Sesuai PMK tersebut tata cara penarikan pinjaman luar negeri dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri dilakukan melalui: 1. Transfer ke Rekening Kas Umum Negara; 2. Pembayaran langsung; 3. Rekening khusus; 4. Letter of Credit (L/C); atau 5. Pembiayaan pendahuluan.

e. Pembayaran kembali (settlement)

Atas pinjaman yang telah ditarik, Pemerintah berkewajiban melakukan pembayaran pokok dan bunga utang serta kewajiban utang lainnya yang terkait. Alokasi pembayaran kewajiban utang tersebut ditetapkan dalam undang-undang APBN. Apabila karena perubahan kondisi ekonomi makro atau sebab yang lainnya sehingga anggaran untuk membayar kewajiban utang dalam APBN tidak mencukupi, Pemerintah dapat melakukan pembayaran bunga utang dan cicilan pokok utang melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN yang selanjutnya dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Sedangkan untuk penerusan pinjaman, Pemdadan BUMN berkewajiban melakukan pembayaran cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya yang terkait kepada Pemerintah. Pembayaran tersebut dilakukan melalui mekanisme APBN. Penerimaan pembayaran cicilan pokok dicatat sebagai penerimaan pembiayaan, sedangkan penerimaan bunga dan kewajiban lainnya dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak.

Mekanisme settelment lainnya adalah dengan program debt swap dimana pelunasan pinjaman luar negeri dilakukan dengan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tertentu yang disetujui oleh pemberi pinjaman seperti program pendidikan,

39

pelestarian lingkungan dan sebagainya. Dengan adanya alokasi anggaran tersebut, pihak pemberi pinjaman akan menyatakan sebagian/seluruh pinjaman dihapus.

f. Monitoring dan evaluasi

Menteri Keuangan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap realisasi penyerapan setiap triwulan pinjaman luar negeri dan aspek keuangan lainnya, sementara monitoring dan evaluasi terkait kinerja pelaksanaan dilakukan oleh Bappenas. Secara bersamaan Menteri Keuangan dan Bappenas dapat melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri pada setiap semester.

g. Publikasi

Secara berkala, minimal enam bulan sekali Menteri Keuangan menyelenggarakan publikasi informasi mengenai pinjaman luar negeri yang meliputi: kebijakan, posisi, sumber, realisasi penyerapan, dan pembayaran kewajiban pinjaman luar negeri.

Dalam rangka memberikan panduan bagi pengelolaan utang Pemerintah, Menteri Keuanganmenerbitkan Keputusan Menteri Keuangan RI nomor 113/KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara (SPUN) tahun 2014-2017. SPUN tersebut digunakan sebagai acuan dalam penyusunan stategi pembiayaan tahunan melalui utang, penetapan batas maksimal pinjaman luar negeri/pinjaman dalam negeri/surat berharga syariah negara (SBSN) berbasis proyek, serta penerapan fleksibilitas pembiayaan utang. SPUN 2014-2017 tersebut nantinya akan dikaji kembali dan direvisi setiap tahun untuk mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi terkait dengan kebutuhan pembiayaan maupun kondisi makro ekonomi.

Sesuai SPUN 2014-2017, strategi khusus pengelolaan pinjaman luar negeri adalah sebagai berikut:

1) Pengendalian pinjaman luar negeri melalui kebijakan negative net flow secara konsisten;

2) Komitmen pinjaman kegiatan (project loan) baru diarahkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan energi serta membiayai pembelian barang yang belum dapat diproduksi di dalam negeri dalam rangka alih tehnologi;

40

3) Meningkatkan kualitas persiapan kegiatan dan pengadaan pinjaman luar negeri:

a) Meningkatkan peran serta dalam penyusunan dokumen kerjasama dengan lender untuk menghindari terjadinya pengadaan pinjaman luar negeri yang didikte oleh lender (lender driven).

b) Negosiasi pinjaman luar negeri hanya dilakukan setelah terpenuhinya seluruh kriteria kesiapan (readiness criteria) dari kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman luar negeri;

c) Menetapkan syarat dan ketentuan (terms and conditions) pinjaman luar negeri yang sesuai dengan target risiko dan biaya utang.

4) Pinjaman luar negeri tunai/program dilakukan secara selektif, antara lain dalam rangka mendukung fleksibilitas pembiayaan utang.

5) Meningkatkan kinerja pemanfaatan pinjaman luar negeri:

a) Mengoptimalkan monitoring dan evaluasi pemanfaatan pinjaman luar negeri untuk memastikan penarikan pinjaman sesuai jadwal;

b) Mengambil langkah penanganan atas kegiatan yang bermasalah dan berdampak signifikan terhadap APBN berdasarkan hasil monitoring;

c) Meningkatkan koordinasi antarunit terkait dalam penganggaran serta monitoring dan evaluasi pinjaman luar negeri;

d) Meningkatkan kualitas data pinjaman luar negeri.

III. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif komparatif.Sementaraitu, data yang digunakan adalah data sekunder berupa data rencana penarikan pinjaman luar negeri per K/L dan per proyek APBN tahun 2014-2015 yang diusulkanoleh DJPPR, Kementerian Keuangan.

41

Metode analisis yang digunakan dalam kajian adalah metode deskriptif komparatif, yang dilaksanakan dengan mengelompokkan penggunaan anggaran pinjaman luar negeri dalam dua kategori, yaitu untuk pembiayaan proyek infrastruktur, dan pembiayaan proyek non infrastruktur.Pengelompokan tersebut dilakukan dengan memilah masing-masing proyek pinjaman luar negeri pada setiap K/L berdasarkan pada definisi infrastruktur yang digunakan.Berdasarkan hasil pengelompokan tersebut, dilakukan analisis terhadap penggunaan pinjaman luar negeri apakah telah sesuai dengan target di dalam KSKK.

IV. Pembahasan

IV.1. Ruang Lingkup Infrastruktur

Untuk melihat seberapa besar alokasi APBN untuk kegiatan infrastruktur yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, langkah awal yang dilakukan adalah menetapkan definisi infrastruktur yang akan menjadi dasar untuk mengklasifikasikan kegiatan dan besaran anggaran yang termasuk dalam lingkup infrastruktur. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat di dalam dokumen KSKK ruang lingkup infrastruktur tidak didefinisikan secara jelas, sementara terdapat banyak definisi infrastruktur yang masing-masing berbeda dalam hal cakupan kegiatannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, infrastruktur berarti prasarana.Sementara arti prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang untuk terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb.).

Sedangkan menurut MacMillan Dictionary of Modern Economics (1996) infrastruktur merupakan elemen struktural ekonomi yang memfasilitasi arus barang dan jasa antara pembeli dan penjual. Sedangkan The Routledge Dictionary of Economics (1995) memberikan pengertian yang lebih luas yaitu bahwa infrastruktur juga merupakan pelayan utama dari suatu negara yang membantu kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat sehingga dapat berlangsung yaitu dengan menyediakan transportasi dan juga fasilitas pendukung lainnya.

Dalam hubungan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi, beberapa ekonom juga memberikan pendapatnya mengenai infrastruktur. Hirschman (1958) mendefinisikan infrastruktur sebagai sesuatu yang sangat dibutuhkan. Tanpa infrastruktur, kegiatan produksi pada berbagai sektor kegiatan ekonomi (industri) tidak dapat berfungsi. Dalam World

42

Bank Report, infrastruktur dibagi kedalam tiga golongan yaitu (Bank Dunia, 1994):

a. Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (bendungan, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).

b. Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan), kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan) serta untuk rekreasi (taman, museum, dan lain-lain).

c. Infrastruktur administarasi/institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Dalam pembahasannya infrastruktur dapat dikatakan memiliki sifat sebagai barang publik. Barang publik mempunyai dua ciri utama dari sisi penggunaannya (konsumsi barang publik) yaitu non-rivalry dan non-excludable. Rivalry merupakan sifat rivalitas atau persaingan dalam mengkonsumsi atau menggunakan suatu barang. Maknanya adalah jika suatu barang digunakan oleh seseorang (pengguna), barang tersebut tidak dapat digunakan oleh orang lain. Jika seseorang mongkonsumsi atau menggunakan suatu barang dan tidak terjadi persaingan dengan orang lain dalam mengkonsumsi barang tersebut sehingga tidak mempengaruhi kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi barang tersebut, maka dapat disebut sebagai barang publik.

Dalam pemahaman sifat infrasruktur sebagai barang publik maka infrastruktur tersebut memiliki dampak eksternalitas positif. Sebagaimana kita ketahui bersama definisi dari eksternalitas itu sendiri adalah suatu kondisi ketika tindakan suatu perusahaan atau individu memiliki dampak kepada individu atau perusahaan lainnya tanpa harus membayar dampak tersebut (Stiglitz, 2000). Sesuai dengan sifatnya, infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah dapat dinikmati manfaatnya tanpa harus melakukan pembayaran langsung oleh pihak pemakainya. Munnell (1990) dalam penelitiannya di USA menyatakan bahwa infrastruktur menghasilkan eksternalitas positif. Variable seperti jalan, sekolah, rumah sakit, fasilitas air minum, gas, listrik, dan infrastruktur non militer lainnya memiliki dampak positif terhadap perkembangan ekonomi. Hal ini semakin menunjukkan bahwa eksternalitas positif dari infrastruktur memiliki spillover effect dalam

43

bentuk peningkatan produktifitas dari berbagai bihak yang terlibat dalam roda perekonomian.

Infrastrukturpadaumumnyamempunyaikarakteristikmonopolialamiah (Natural Monopoly) yang disebabkanolehtingginyabiayatetapsertakepentingannyadalamperekonomian. Makadariitupemerintahmemegang peranan pentingdalampenyediaaninfrastruktur.

Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan dalam berbagai literatur, dapat disimpulkan definisi kegiataninfrastruktur yaitu kegiatan penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung berjalannya perekonomian, khususnya dalam mendukung kelancaran mobilitas arus barang dan jasa, kelancaran proses produksi, termasuk untuk penyediaan layanan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, komunikasi, dan ketahanan pangan, yang meliputi kegiatan pembangunan, peningkatan kemampuan, dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.

IV.2. Analisis Pinjaman Luar NegeriUntuk Kegiatan Infrastruktur Energi dan Non Energi.

Analisis atas besaran prosentase anggaran infrastruktur yang dibiayai dari pinjaman luar negeri dilakukan sebagai berikut: 1. Rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam APBN 2014 dan

APBN 2015 dirinci perproyek, kemudian masing-masing proyek diklasifikasikan kedalam proyek infrastruktur dan noninfrastruktur.

2. Metode perhitungan menggunakan full costing dimana seluruh alokasi penarikan pinjaman luar negeri untuk kegiatan suatu proyek infrastruktur yang bersangkutan diperhitungkan sebagai alokasi infrastruktur.

3. Prosentase anggaran infrastruktur dimaksud yang pertama dibandingkan dengan total pinjaman proyek diluar yang digunakan untuk kegiatan alutsista dan almatsus, dan yang kedua dibandingkan dengan total anggaran infrastruktur dalam APBN.

Pinjaman proyek untuk alutsista dan almatsus dikeluarkan dalam perhitungan prosentase pinjaman luar negeri untuk infrastruktur terutama karena pengadaan alutsista merupakan bagian dari kebijakan pencapaian Minimum Essential Force (MEF) yang

44

merupakan amanat pembangunan nasional bidang pertahanan keamanan yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2015 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010. Pinjaman luar negeri untuk pengadaan alutsista dan almatsus diperlukan karena disamping kebutuhan untuk pencapaian MEF sangat besar, pinjaman luar negeri tersebut juga dalam rangka alih tehnologi mengingat kapasitas industri pertahanan dalam negeri masih terbatas.

Anggaran infrastruktur dalam APBN terdiri atas anggaran kegiatan infrastruktur oleh Pemerintah Pusat, anggaran infrastruktur yang ditransfer ke daerah maupun dukungan infrastruktur pada pos pembiayaan anggaran.

Dari hasil inventarisasi terhadap proyek-proyek pinjaman luar negeri dalam APBN 2014 dan APBN 2015 diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4. Komposisi Pinjaman Luar Negeri dan Anggaran

Infrastruktur (dalam miliar rupiah)

No. Uraian APBN 2014 APBN 2015

1. Pinjaman Luar Negeri untuk membiayai kegiatan infrastruktur energi dan non-energi

19.223,75 21.326,91

2. Pinjaman proyek diluar Alutsista dan Almatsus

20.793,45 23.847,49

3. Total Anggaran Infrastruktur dalam APBN

206.645,30 189.685,07

Sumber: Data diolah dari Dit. Pinjaman dan Hibah, DJPPR

Dari data diatas diperoleh hasil perhitungan prosentase pinjaman luar negeri untuk infrastruktur energi dan non energi sebagai berikut.

45

Tabel 5. Perhitungan Prosentase Pinjaman Luar Negeri Untuk Infrastruktur Energi Dan Non Energi

Dari hasil perhitungan sebagaimana tabel di atas diketahui bahwa:

1) Indikator pertama KSKK terkait persentase pinjaman luar negeri untuk membiayai kegiatan infrastruktur energi dan non-energi dibandingkan total pinjaman proyek diluar Alutsista dan Almatsus dalam APBN 2014 dan APBN 2015 telah tercapai, meskipun prosentasenyamenurun dari APBN 2014 ke APBN 2015.

2) Untuk pencapaian indikator kedua, terkait persentase anggaran kegiatan infrastruktur yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri dibandingkan total anggaran infrastruktur dalam APBN 2014 dan APBN 2015 telah tercapai, meskipun prosentasenyameningkat dari APBN 2014 ke APBN 2015.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pencapaian target KSKK terkaitbesaran pinjaman proyek untuk infrastruktur diantaranya adalah:

a. Kebijakan dan pelaksanaan seleksi atas usulan pemanfaatan pinjaman luar negeri.

b. Jadwal tahunan pelaksanaan proyek (annual workplan).

c. Kemampuan daya serap pelaksana kegiatan (executing agency).

d. Jumlah komitmen pinjaman yang belum dicairkan (undisburshment).

e. Alokasi rupiah murni untuk dialokasikan dalam anggaran infrastruktur pada tahun yang bersangkutan.

2014 2019 2025 APBN 2014 APBN 2015

1. Persentase Pinjaman Luar Negeri

untuk membiayai kegiatan

infrastruktur energi dan non-energi

82 85 88  92,5 89,4 

2. Persentase anggaran untuk kegiatan

infrastruktur yang

dibiayai/bersumber dari Pinjaman

Luar Negeri dibandingkan total

anggaran infrastruktur

9 7 5  8,7 8,9 

Sumber: Data diolah dari Dit. Pinjaman dan Hibah, DJPPR

No. UraianTarget KSKK (%) Realisasi (%)

46

V. Kesimpulan dan Rekomendasi V.1. Kesimpulan

1. Penyusunan rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam APBN 2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target KSKK terkait sasaran penggunaan pinjaman luar negeri yang selektif.

2. Pencapaian KSKK terkait pinjaman luar negeri untuk infrastruktur antara lain dipengaruhi oleh kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri, kemampuan daya serap pelaksana kegiatan, dan alokasi rupiah murni yang dialokasikan dalam anggaran infrastruktur pada tahun yang bersangkutan.

V.2. Rekomendasi

Untuk memenuhi target KSKK terkait pinjaman luar negeri direkomendasikan untuk dilakukanbeberapa halsebagai berikut:

1. Komitmen pinjaman baru agar makin dibatasi baik besaran maupun sektornya. Pinjaman baru difokuskan untuk sektor infrastruktur energi dan non energi.

2. Alokasi rupiah murni untuk kegiatan infrastruktur dalam APBN agar terus ditingkatkansecara signifikan dari tahun ke tahun.

3. Dalam menyusun rencana penarikan pinjaman luar negeri dilakukan secara realistis dengan tetap memperhitungkan jadwal penarikan.

4. Memperkuat peran Kementerian Keuangan dalam proses perencanaandan penganggaran pinjaman luar negeri, antara lain dalam proses sebagai berikut:

a. Penyusunan kebijakan tentang penggunaan pinjaman luar negeri.

b. Meningkatkan koordinasi dengan Bappenas dalam proses penyusunan blue book.

c. Penyusunan Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri.

47

d. Trilateral meeting membahas kegiatan yang didanai dari pinjaman luar negeri.

e. Sosialisasi kepada K/L tentang perencanaan pinjaman luar negeri.

5. Memperkuat database dan IT terkait pengelolaan pinjaman luar negeri.

6. Memperkuat kemampuan pegawai dalam melakukan analisis kegiatan yang didanai dari Pinjaman Luar Negeri.

V.3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Penulisan kajian ini dilakukan pada tahun 2014 di mana kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) 2011-2014. Untuk penulisan kajian selanjutnya terkait pinjaman luar negeri disarankan agar menyesuaikan dengan kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri dalam RPJMN 2015-2019.

48

Daftar Pustaka

PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.

KMK Nomor 183/KMK.01/2013 tentang Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2014-2024.

KMK Nomor 113/KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara (SPUN) tahun 2014-2017.

TAP MPR No.IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

TAP MPR No.IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

TAP MPR No.IV/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

TAP MPR No.II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

TAP MPR No.II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

TAP MPR No.II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

TAP MPR No.IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2012, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Kemendikbud, Jakarta.

Hirschman, 1958, “The Strategy of Economic Development”, Yale University Press, Texas.

Munel, Alicia H., 1990, “How does public infrastructure affect regional economic performance?”, New England Economic Review, Sept./Oct., 11-32.

Pearce, D. W. and co., 1996, “Macmillan Dictionary of Modern Economics (Dictionary Series)”, Palgrave Macmillan, Kings Cross London.

Rutherford, Donald, 1995, “The Routledge Dictionary of Economics 1st Edition”, Routledge, New York, US.

Stiglitz, Joseph E., 2000, “Economic of the Public Sector (Third Edition)”, W. W. Norton & Company, New York, US.

World Bank, 1994, “World Development Report 1994: Infrastructure for Development”, Oxford University Press, United Kingdom.