efek penambahan gula pasir terhadap mutu...

95
EFEK PENAMBAHAN GULA PASIR TERHADAP MUTU ORGANOLEPTIK DAN BAKTERI TOTAL IKAN BANDENG CHANOS CHANOS Forsskal S K R I P S I JUMRIANY SYAM L231 12 602 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • EFEK PENAMBAHAN GULA PASIR TERHADAP MUTU ORGANOLEPTIK DAN BAKTERI TOTAL IKAN BANDENG

    CHANOS CHANOS Forsskal

    S K R I P S I

    JUMRIANY SYAM

    L231 12 602

    PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PERIKANAN

    FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2018

  • EFEK PENAMBAHAN GULA PASIR TERHADAP MUTU ORGANOLEPTIK DAN BAKTERI TOTAL IKAN BANDENG

    CHANOS CHANOS Forsskal

    S K R I P S I

    Oleh

    JUMRIANY SYAM

    L231 12 602

    Skripsi

    sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

    pada

    Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

    Universitas Hasanuddin

    PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PERIKANAN

    FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR 2018

  • ABSTRAK

    JUMRIANY SYAM. EFEK PENAMBAHAN GULA PASIR TERHADAP MUTU

    ORGANOLEPTIK DAN BAKTERI TOTAL IKAN BANDENG Chanos Chanos

    Forsskal. Dibimbing oleh Metusalach dan Fahrul.

    Berbagai macam bahan pengawet alami digunakan dalam mengawetkan

    bahan makanan, seperti garam, asam, gula dan berbagai jenis bumbu. Dalam

    penelitian ini, gula pasir digunakan sebagai bahan pengawet ikan segar.

    Penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui apakah gula pasir dapat

    mengawetkan ikan bandeng segar. Pendekatan penelitian yang digunakan

    adalah metode eksperimen. Ikan bandeng segar dibersihkan lalu direndam

    selama satu jam dalam larutan gula pasir dengan konsentrasi 0, 15, 25 atau

    35%. Ikan kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik zip lock lalu disimpan

    pada suhu kamar dan suhu rendah (dalam kulkas). Ikan penelitian diuji mutunya

    secara organoleptik dan bakteriologis setiap hari hingga mutunya mencapai titik

    tidak layak konsumsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu ikan bandeng

    yang diawetkan dengan gula pasir dapat bertahan pada layak konsumsi hanya

    selama satu hari jika disimpan pada suhu kamar, tetapi jika disimpan pada suhu

    rendah dalam kulkas dapat bertahan sampai 9 hari pada konsentrasi gula pasir ≥

    25%, 7 hari pada konsentrasi gula pasir 15% dan 5 hari pada konsentrasi < 15%.

    Gula pasir memiliki daya hambat kuat terhadap pertumbuhan bakteri dan daya

    hambatnya meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi yang

    digunakan. Jumlah tertinggi total bakteri yang terkandung dalam ikan sampai

    akhir penelitian adalah 3,5x102 koloni/g, masih jauh dibawah standar maksimum

    total bakteri pada ikan segar (5x105 koloni/g) menurut SNI-7388.09.1.1 (2009).

    Kata kunci: Bakteri total, bandeng, gula pasir, mutu, organoleptik.

  • ABSTRACT

    JUMRIANY SYAM. EFFECTS OF TABLE SUGAR ADDITION ON

    ORGANOLEPTIC QUALITY AND TOTAL BACTERIA OF FRESH MILKFISH

    Chanos Chanos Forsskal. Supervised by Metusalach dan Fahrul

    Various natural preservatives have been used in food preservation, such as

    salt, organic acids, sugar and seasonings. In this study, table sugar was used to

    preserve fresh fish. This study was aimed to determine whether table sugar can

    preserve the quality of fresh milkfish. The study used a laboratory experiment

    method. Fresh milkfish were prepared by removing guts, gills and scales, washed

    under running water and then dripped. Fish were then dipped for one hour in

    table sugar solution of 0, 15, 25 and 35% concentrations. The fish were then

    removed, let to drip and put into zip-lock plastic bags, and then stored either at

    room or low temperature in a fridge. The organoleptic value and total bacteria of

    the fish were determined daily until the fish was unsuitable for consumption.

    Results showed that, at room temperature, table sugar was able to preserve the

    fresh milkfish at a quality level of suitable for consumption only for one day. When

    stored in the fridge, table sugar could prolong the freshness of the milkfish and

    suitable for consumption up to 9 days at ≥ 25%, up to 7 days at 15%, and up to 5

    days at < 15% of sugar concentrations. Table sugar shows strong inhibition

    against bacterial growth and its inhibition capacity increases as the sugar

    concentration increases. The highest bacterial count in the experimental fish was

    3,5x102 colony/g which was far below the maximum standard (5x105 colony/g) of

    bacterial counts for fresh fish according to SNI-7388.09.1.1 (2009).

    Key words: Total bacteria, milkfish, quality, organoleptic, table sugar.

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama Jumriany Syam, lahir di

    Makassar pada tanggal 15 Juli 1994. Penulis

    merupakan anak 1 dari 2 bersaudara, dari pasangan

    Ayah Syamsuddin dan Ibu Rabasia. Penulis

    menyelesaikan pendidikan SD Negeri 34 Inpres

    Tumalia Maros pada Tahun 2006, SMP Negeri 1 Maros

    pada Tahun 2009, dan SMK Negeri 1 Lau Maros Tahun 2012.

    Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Hasanuddin

    tepatnya di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Departemen Perikanan

    Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, melalui jalur kerja sama

    2012.

    Aktivitas Penulis selama menjadi mahasiswa adalah aktif selama

    perkuliahan dan selama pendidikan. Organisasi yang penulis ikuti yaitu KMP

    PSP KEMAPI FIKP UNHAS.

  • UCAPAN TERIMAKASIH

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan

    karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat

    waktu. Salam dan salawat terkirim kepada yang mulia Nabi Besar Muhammad

    SAW yang senantiasa menjadi contoh dan inspirasi bagi seluruh umat manusia.

    Berbagai kesulitan dan hambatan yang penulis alami sejak dari

    pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, akan tetapi semua itu

    dapat dilewatii karena adanya dukungan, dorongan dan bantuan berbagai pihak,

    terkhusus dari orang tua penulis Drs. H. Adil (alm.), Hj. Padriati A.MA,

    Syamsuddin, dan Rabasiah yang senantiasa mengingatkan, memberi

    semangat serta mendoa sehingga penulisan ini dapat berjalan dengan lancar.

    Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga dan penghargaan

    yang setinggi-tingginya kepada :

    1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Metusalach, M.Sc. selaku pembimbing utama yang

    telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan,

    memotivasi dan memberi banyak saran bermanfaat bagi penulis dalam

    menyusun skripsi ini.

    2. Bapak Fahrul, S.Pi, M.Si Selaku pembimbing akademik sekaligus

    pembimbing anggota yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan

    penulis selama penyusunan skripsi.

    3. Ibu Dr. Nursinah Amir, S.Pi, M,Si, Dr. Ir. Andi Assir Marimba, M.Sc, dan

    Ir.Mahfud Palo, M.Si selaku tim penguji yang telah meluangkan banyak

    waktunya dan memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi penulis.

    4. Rekan-rekan satu tim dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi, Andi

    Ramlah, Ditayanti Pratiwi, serta Kiki Reski yang selalu memberi semangat

    dan kerjasama yang baik dalam suka maupun duka.

  • 5. Indrawati Nur. yang senantiasa menemani, membantu dan memberi

    semangat selama penelitian.

    6. Nur Ihwan, ST. yang senantiasa mendukung, menyemangati serta

    meluangkan banyak waktunya untuk membantu pengolahan data dan saat

    penyusunan skripsi.

    7. Dimas Primadian Nugroho, ST. yang senantiasa meluangkan waktu untuk

    membantu dalam penyusunan data mentah.

    8. Keluarga Besar PSP khususnya PSP#12 serta semua pihak yang tidak

    dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas motivasi dan

    dukungannya selama ini kepada penulis.

    Penulis sadar bahwa skripsi tidaklah sempurna. Meski demikian, penulis

    mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberi manfaat khusunya dalam

    pengawetan ikan segar.

    Makassar, Januari 2018

    Jumriany Syam

  • KATA PENGANTAR

    Ikan segar adalah jenis bahan makanan yang sangat cepat mengalami

    kerusakan. Karena itu, ikan harus segera ditangani dan diberi perlakuan untuk

    menghambat terjadinya kerusakan sesaat setelah ditangkap. Sampai saat ini

    hanya ada dua cara yang diterapkan untuk menghambat kerusakan pada ikan

    segar, yaitu pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dengan es merupakan

    cara yang paling umum dan mudah diterapkan, dan dianggap murah. Persoalan

    yang dihadapi dalam pendinginan dengan es adalah es sering tidak tersedia,

    khususnya di lokasi-lokasi produksi, dan keterbatasan kemampuan es dalam

    menghambat penurunan mutu ikan segar. Oleh karena itu perlu dicari cara untuk

    menghambat penurunan mutu ikan segar, setidaknya untuk memberi

    kesempatan mendapatkan es sebagai bahan pengawet utama.

    Penggunaan gula dalam pengawetan bahan makanan sudah dikenal sejak

    lama dan diterapkan secara luas untuk berbagai macam produk makanan.

    Namun penggunaan gula untuk pengawetan makanan menghasilkan produk

    yang hampir selalu berupa produk kering, setidaknya berupa produk berkadar air

    rendah. Dalam pengawetan ikan, gula hanya digunakan sebagai pengawet pada

    pembuatan dendeng ikan, sedangkan untuk ikan segar belum tersedia informasi

    penggunaannya.

    Skripsi ini menyajikan informasi tentang potensi penggunaan gula pasir

    sebagai bahan pengawet ikan segar. Penelitian untuk penyusunan skripsi ini

    dirancang untuk mendapatkan data tentang apakah gula pasir dapat

    menghambat penurunan mutu ikan bandeng segar pada suhu kamar dan apakah

    gula pasir dapat meningkatkan kemampuan suhu rendah dalam menghambat

    penurunan mutu ikan bandeng segar.

  • DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ………………………………………………………………. i

    DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….... ii

    DAFTAR TABEL …………………………………………………………………… iii

    DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………… iv

    DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………… v

    I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1

    A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1

    B. Tujuan dan Kegunaan ………………………………………………….. 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….. 4

    A. Taksonomi dan Morfologi ……………………………………………… 4

    B. Pengawetan ……………………………………………………………... 6

    C. Gula Pasir ……………………………………………………………….. 6

    D. Kemunduran Mutu Ikan ………………………………………………… 10

    E. Uji Sensori ……………………………………………………………….. 14

    F. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesegaran Ikan ………………. 16

    III. METODE PENELITIAN ……………………………………………………… 18

    A. Waktu dan Tempat ……………………………………………………... 18

    B. Alat dan Bahan ………………………………………………………….. 18

    C. Prosedur Penelitian …………………………………………………….. 18

    D. Rancangan Percobaan ………………………………………………… 20

    E. Analisa Data …………………………………………………………….. 22

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………… 23

    A. Uji Organoleptik …………………………………………………………. 23

    1. Penyimpanan pada Suhu Kamar ………………………………… 23

    2. Penyimpanan pada suhu rendah (Kulkas) ……………………… 28

  • B. Angka Lempeng Total ………………………………………………….. 33

    1. ALT Penyimpanan pada Suhu Kamar …………………………… 33

    2. ALT Penyimpanan pada suhu rendah (Kulkas) .………………… 34

    V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………... 39

    A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 39

    B. Saran …………………………………………………………………….. 39

    DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 40

    LAMPIRAN …………………………………………………………………………. 44

  • DAFTAR TABEL

    No. Halaman

    1. Ciri utama ikan segar bermutu tinggi dan bermutu rendah …………… 17

  • DAFTAR GAMBAR

    No. Halaman

    1. Bandeng Chanos chanos Forsskal ………………………………………. 4

    2. Diagram alir alur penelitian .....…………………………………………… 22

    3. Nilai organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir ………………………………………………………………………….

    23

    4. Nilai organoleptik LPT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir ………………………………………………………………………….

    24

    5. Nilai organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir ………………………………………………………………………….

    26

    6. Nilai organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir ………………………………………………………………………….

    27

    7. Nilai organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir ………………………………………………………………………….

    28

    8. Nilai organoleptik LPT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir ………………………………………………………………………….

    30

    9. Nilai organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir ………………………………………………………………………….

    31

    10. Nilai organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir ………………………………………………………………………….

    32

    11. Nilai ALT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu kamar ………………………………………………

    34

    12. Nilai ALT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah ………………………………………………

    35

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No. Halaman

    1. Score sheet organoleptik ikan segar …………………………………….. 45

    2. Hasil uji organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu ruang (kamar) …………..………………

    47

    3. Hasil uji organoleptik LPT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu ruang (kamar)……..……………………..

    48

    4. Hasil uji organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu ruang (kamar)……..…………………….

    49

    5. Hasil uji organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu (kamar) ………………………..…..

    50

    6. Hasil uji organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (3 …………………………...…

    51

    7. Hasil uji organoleptik LPT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (3 …………………………...…

    53

    8. Hasil uji organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (3 ……………………………..

    55

    9. Hasil uji organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (3 ………………………

    57

    10. Hasil uji total bakteri (ALT) pada ikan bandeng yang diawetkan dengan gula dan disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah (3 )….

    59

    11 Hasil pengolahan data ALT ikan bandeng yang diawetkan gula pasir dan disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah (3 )…………………

    60

    12. Hasil uji statistik nilai organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu kamar ……………………..

    61

    13. Hasil uji statistik nilai organoleptik lendir permukaan tubuh (LPT) ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu kamar …………………………………………………………………………

    62

    14. Hasil uji statistik nilai organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu kamar ……………………..

    63

    15. Hasil uji statistik nilai organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu kamar ………...

    64

  • 16. Uji-t berdasarkan lama penyimpanan nilai organoleptik dan ALT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu kamar …………………………………………………………………………

    65

    17. Hasil uji statistik nilai organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (kulkas) ………….

    66

    18. Hasil uji statistik nilai organoleptik lendir permukaan tubuh (LPT ) ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (kulkas) ……………………………………………………………...

    68

    19. Hasil uji statistik nilai organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (kulkas) ………….

    70

    20.

    Hasil uji statistik nilai organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (kulkas)

    72

    21. Hasil uji statistik nilai angka lempeng total bakteri (ALT) ikan yang diawetkan dengan gula pasir yang disimpan pada suhu kamar ..……..

    74

    22. Hasil uji statistik nilai angka lempeng total bakteri (ALT) ikan yang diawetkan dengan gula pasir yang disimpan pada suhu rendah (kulkas) ………………………………………………………………………

    75

    23. Penangkapan dan penyiapan ikan bandeng yang digunakan untuk penelitian ……………………………………………………………………..

    77

    24. Proses analisa angka lempeng total bakteri (ALT) pada ikan bandeng yang digunakan dalam penelitian ……………………………………....…

    78

  • I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Indonesia adalah negara yang kaya dengan hasil perikanan. Salah satu

    jenis hasil dari perikanan tersebut adalah ikan bandeng (Chanos Chanos

    Forsskal). Ikan bandeng banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

    mempunyai nilai gizi tinggi dan rasa yang lezat. Menurut Pajimiati (2009), ikan

    bandeng mengandung protein sekitar 20% dan lemak 4,8% dari berat basah ikan

    segar. Protein dalam daging ikan bandeng mengandung asam amino esensial

    yaitu arginin, histidin, isoleusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan

    valin. Tingginya nilai gizi pada ikan bandeng menjadikan ikan ini sebagai salah

    satu sumber makanan bagi manusia. Pada umumnya konsumen menghendaki

    ikan segar, padahal ikan termasuk komoditas yang sangat mudah busuk.

    Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan

    dengan bahan apapun kecuali didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar

    dilakukan pada ikan sejak ditangkap sampai diterima konsumen. Proses

    pembusukan lebih cepat pada suhu tinggi sehingga proses pembusukan dapat

    dihambat dengan suhu rendah. Menurut Junianto (2003), kesegaran ikan tidak

    dapat ditingkatkan tetapi hanya dapat dipertahankan. Pengawetan ikan dengan

    cara pendinginan dapat mempertahankan masa kesegaran (shelf life) ikan

    selama 12-18 hari, tergantung jenis ikan, cara penanganan, tingkat kesegaran

    ikan yang diinginkan dan suhu yang digunakan. Pendinginan ikan merupakan

    salah satu proses yang umum digunakan untuk mengatasi pembusukan ikan,

    baik selama penangkapan, pengangkutan, maupun penyimpanan sementara

    sebelum diolah menjadi produk lain.

    Pengawetan atau pengolahan hasil perikanan bertujuan untuk menghambat

    penurunan mutu dengan cara menghentikan kegiatan zat-zat dan

  • 2

    mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan (kemunduran mutu) dan

    memperpanjang daya simpan. Dasar pengawetan ikan adalah mempertahankan

    kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan

    beberapa aktivitas bakteri pembusuk yang ada pada tubuh ikan (Prahasta dan

    Masturi, 2009). Untuk mengatasi masalah pembusukan ikan (selama

    penangkapan, pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran) diperlukan media

    pendingin untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu tertentu

    (Moeljanto, 2002).

    Dalam industri pangan, sukrosa digunakan sebagai penambah cita rasa.

    Sukrosa adalah disakarida yang merupakan senyawa gula yang paling disukai.

    Selain itu sukrosa juga digunakan sebagai bahan pengawet. Pada pembuatan

    produk fermentasi, sukrosa dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat sebagai

    sumber energi dan meningkatkan antibakteri pada produk fermentasi.

    Penambahan sukrosa dapat memberikan nutrisi tambahan bagi bakteri asam

    laktat untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Dengan tersedianya nutrisi yang

    optimal, maka aktivitas bakteri asam laktat akan meningkat sehingga

    menyebabkan jumlah asam hasil metabolisme juga meningkat.

    Bakteri asam laktat memanfaatkan gula sebagai sumber energi,

    pertumbuhan dan menghasilkan metabolit berupa asam laktat selama proses

    fermentasi. Menurut Spreer (1998), asam laktat dan asetaldehida yang dihasilkan

    menyebabkan penurunan pH media fermentasi atau meningkatkan keasaman

    dan menimbulkan aroma khas. Turunnya pH media akan menyebabkan

    terganggunya aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan sel bakteri.

    Oberman dan Libudzisz (1998) dalam Rahmawati (2006) menyatakan

    peningkatan jumlah bakteri menyebabkan peningkatan perombakan senyawa

    gula yang ada pada medium menjadi asam–asam organik. Asam-asam organik

  • 3

    ini mampu menghambat dan bahkan menghentikan aktivitas dan pertumbuhan

    mikroorganisme, termasuk bakteri.

    Ikan bandeng merupakan salah satu sumber protein hewani yang mudah

    mengalami kerusakan yang di akibatkan oleh bakteri, khamir maupun jamur

    (Widiastuti, 2005). Kerusakan yang cepat pada ikan menjadi kendala bagi penjual

    di pasar. Oleh karena itu perlu upaya untuk mengawetkan ikan tersebut sehingga

    dapat diterima konsumen dalam keadaan yang masih layak dikonsumsi. Berbagai

    cara pengawetan dan bahan pengawet dapat diterapkan pada pengawetan

    makanan. Salah satu bahan yang sering digunakan sebagai bahan pengawet

    makanan adalah sukrosa (gula). Meskipun gula umumnya digunakan untuk

    mengawetkan bahan makanan rendah kadar air seperti dendeng, namun tidak

    tertutup kemungkinan bahwa gula dapat pula digunakan pada bahan makanan

    berkadar air tinggi. Ikan segar adalah salah satu contoh bahan makanan

    berkadar air tinggi. Namun belum tersedia informasi mengenai daya awet gula

    terhadap ikan segar, khususnya ikan bandeng segar. Karena itulah dilakukan

    penelitian ini untuk mengeksplorasi potensi gula pasir sebagai bahan pengawet

    ikan segar.

    B. Tujuan dan Kegunaan

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah gula pasir dapat

    mengawetkan ikan bandeng segar.

    Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang

    potensi penggunaan gula pasir sebagai bahan pengawet ikan segar.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Taksonomi dan Morfologi

    Ikan bandeng (Chanos Chanos Forsskal) adalah salah satu komoditas

    perikanan penting Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki tingkat konsumsi

    yang tinggi. Selain untuk konsumsi, ikan bandeng juga di pakai sebagai umpan

    pada usaha penangkapan ikan tuna (Syamsuddin, 2010).

    Gambar 1, Bandeng Chanos chanos Forsskal

    Sumber: Asosiasi perikanan Pole and line dan Handline Indonesia, 2006.

    Menurut (Saanin, 1968), klasifikasi ikan bandeng (Chanos Chanos

    Forsskal) adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Animalia.

    Phylum : Chordata.

    Sub Phylum : Vertebrata.

    Class : Pisces.

    Sub Class : Teleosteoi.

    Ordo : Malachoptergyy.

    Family : Chanidae.

    Genus : Chanos.

    Species: Chanos Chanos Forsskal.

  • 5

    Subdrajat (2008), mengemukakan taksonomi dan klasifikasi ikan

    bandeng yang memiliki perbedaan dengan klasifikasi dari saanin (1968)

    sebagai berikut :

    Kingdom : Animalia.

    Phylum : Chordata.

    Sub Phylum : Vertebrata.

    Class : Osteichthyes.

    Ordo : Gonorynchiformes

    Family : Chanidae.

    Genus : Chanos.

    Species: Chanos Chanos.

    Ikan bandeng jantan memiliki dua lubang anus dan ukuran badan agak kecil

    sedangkan bandeng betina memiliki tiga lubang anus dan ukuran badan lebih

    besar dari ikan bandeng jantan. Ikan bandeng mempunyai tubuh yang ramping

    dan ditutupi oleh sisik. Jari-jari siripnya terdiri dari jari-jari yang lunak dan sirip

    ekornya panjang dan bercagak. Mulut sedang dan non protractile dengan posisi

    mulut satu garis dengan sisi bawah bola mata, dan tidak memiliki sungut. Ikan ini

    memiliki tubuh langsing dengan sirip ekornya bercabang sehingga mampu

    berenang dengan cepat. Warna tubuhnya putih keperak-perakan, mulut tidak

    bergerigi, menyukai makan ganggang yang tumbuh di dasar perairan (Indriati,

    2006).

    Teknologi budidaya ikan bandeng di tambak telah berkembang pesat mulai

    dari sistem tradisional sampai sistem intensif. Pada teknologi budidaya secara

    intensif, penggunaan pakan merupakan salah satu komponen yang sangat besar

    peranannya untuk meningkatkan pertumbuhan yang optimal. Namun salah satu

    kendala umum dalam upaya intensifikasi budidaya ikan khususnya ikan bandeng

  • 6

    adalah harga pakan yang mahal dan membutuhkan jumlah pakan yang banyak

    sehingga biaya produksi cukup tinggi yang dapat mencapai 35-60% dari total

    biaya produksi (Sutikno, 2011).

    B. Pengawetan Ikan

    Pengawetan ikan adalah berbagai metode yang digunakan untuk

    memperpanjang usia simpan ikan dan produk ikan. Metode pengawetan

    diantaranya pengeringan, penggaraman, pengasapan, pembekuan, pengalengan

    ikan, dan kombinasinya. Pengawetan ikan merupakan salah satu cara dalam

    meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan dan budi daya sehingga nelayan dan

    petambak dapat memperoleh penghasilan tambahan jika dibandingkan dengan

    menjual dalam bentuk segar. Selain itu, usaha pengawetan ikan dapat membuka

    lapangan kerja baru. Penurunan temperatur akan membuat aktivitas

    metabolisme mikroba dan enzim autolisis dapat dikurangi atau dihentikan. Hal ini

    dapat dilakukan dengan pendinginan di mana temperatur diturunkan hingga

    menjadi dingin atau beku. Metode ini banyak digunakan pada kapal

    penangkapan ikan untuk menjaga kesegaran ikan yang ditangkap sehingga

    kapal dapat berada di laut lebih lama sebelum berlabuh (Wikipedia, 2015).

    C. Gula Pasir

    Gula adalah istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat

    yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya

    digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu.

    Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari penguapan nira tebu (Saccharum

    officinarum). Gula pasir berbentuk kristal berwarna putih dan mempunyai rasa

    manis. Gula pasir mengandung sukrosa 97,1%, gula reduksi 1,24%, kadar airnya

    0,61%, dan senyawa organik bukan gula 0,7% (Suparmo dan Sudarmanto,

    1991). Fennema (1976) menjelaskan bahwa gula berfungsi sebagai sumber

    nutrisi dalam bahan makanan, sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk flavor

    https://id.wikipedia.org/wiki/Ikanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Produk_ikanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pengeringan_%28makanan%29https://id.wikipedia.org/wiki/Penggaramanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pengasapan_%28makanan%29https://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_pembekuan_makananhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pengalengan_ikanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pengalengan_ikanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Autolisishttps://id.wikipedia.org/wiki/Makanan_bekuhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_penangkap_ikanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_penangkap_ikan

  • 7

    melalui reaksi pencoklatan. Menurut Buckle dkk. (1985), daya larut yang tinggi

    dari gula dan daya mengikatnya terhadap air (sifat higroskopis) merupakan sifat-

    sifat yang menyebabkan gula sering digunakan dalam pengawetan bahan

    pangan. Kemampuannya menyerap kandungan air dalam bahan pangan ini

    dapat memperpanjang umur simpan (Cahyo dan Hidayanti, 2006). Konsentrasi

    yang cukup tinggi pada olahan pangan dapat mencegah pertumbuhan bakteri,

    sehingga dapat berperan sebagai pengawet. Apabila gula ditambahkan ke dalam

    bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan

    terlarut) sebagian dari air yag ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan

    mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang (Buckle,

    1985).

    Semua makhluk hidup termasuk mikroba membutuhkan air. Kebutuhan

    mikroorganisme akan air, disebut aktivitas air. Nilai aw juga berpengaruh

    terhadap pertumbuhan total mikroba. Nilai aw pada makanan dapat berubah

    sesuai dengan waktu dan tidak lepas dari pengaruh temperatur, tekanan udara

    dan komposisi makanan itu sendiri. Nilai aw sangat dipengaruhi oleh kelembaban

    ruangan, pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (RH tinggi) akan

    mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air (aw) meningkat.

    Sukrosa merupakan disakarida yang mempunyai kelarutannya dalam air

    meningkat dengan semakin meningkatnya suhu pemanasan dan sukrosa

    meleleh pada suhu 160°C, membentuk cairan yang jernih sedangkan pada

    pemanasan selanjutya berubah menjadi coklat. Selama pemanasan sebagian

    sukrosa terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert (Winarno,

    1992) Di dalam teknologi pangan, sukrosa dapat berperan sebagai pemanis,

    pengawet, substrat fermentasi serta dapat untuk memodifikasi tekstur (Birch and

    Parker, 1979). Dalam pembentukan gel, campuran glukosa atau fruktosa dengan

    sukrosa menghasilkan tekstur yang lebih liat (Ward and Courts, 1977)

  • 8

    Gula pasir adalah butiran menyerupai kristal hasil pemanasan dan

    pengeringan sari tebu, yaitu butiran berwarna putih. Selain dalam bentuk butiran,

    gula pasir juga dijual dalam bentuk tepung atau disebut gula halus. Fungsi utama

    gula dalam pengawetan adalah untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar

    air yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme. Gula pasir juga berfungsi

    dalam memberikan rasa manis seperti olahan produk dendeng dan dapat

    mengawetkan ikan dimana ikan tidak dapat di tumbuhi bakteri dan khamir

    (Soeparno, 1994).

    Sukrosa (termasuk di dalamnya gula pasir) mempunyai peran penting

    dalam pengolahan makanan. Sukrosa terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa.

    Beberapa monosakarida dan oligosakarida mempunyai rasa manis sehingga

    sering di gunakan dalam sirup jagung. Standar kemanisan menggunakan rasa

    manis sukrosa sebagai rujukan. Sukrosa memiliki titik lebur 160ºC dan bila gula

    yang telah mencair dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya,

    misalnya pada suhu 170ºC, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa

    (Winarno, 1992).

    Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang

    terdiri dari glukosa dan fruktosa. Sumber-sumber sukrosa yang terdapat di alam

    antara lain: tebu (100% mengandung sukrosa), bit, gula nira (50% sukrosa), dan

    jelly. Komposisi kimia dari gula adalah sama, satu satuan fruktosa yang digabung

    dengan satu satuan glukosa. Ikatan ini disebut ikatan glikosida yang dibentuk jika

    gugus hidroksil pada salah satu gula bereaksi dengan karbon anomer pada gula

    yang kedua. Ikatan glikosida menghubungkan karbon ketal dan asetal dan

    bersifat β dari fruktosa dan α dari glukosa. Pemanis yang biasa digunakan yaitu

    sukrosa, fruktosa, glukosa, selulosa atau gliserol (Tamime, 2006; Rahman dkk.

    1992). Sukrosa merupakan salah satu karbohidrat yang sering digunakan

    sebagai bahan pemanis dan diperoleh dari bit atau tebu. Sukrosa mempunyai

  • 9

    daya larut tinggi, dapat menurunkan aktivitas air (aw) dan meningkatkan air.

    Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis akan terpisah menjadi dua

    molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa (DeMan, 1997;

    Sastrohamidjojo, 2005).

    Sukrosa adalah karbohidrat yang mempunyai rumus kimia C12H22O11, terdiri

    dari 2 komponen monosakarida yaitu D-glukosa dan D-fruktosa. Nama kimia

    yang lebih tepat dari sukrosa adalah α-D-glukopyranosyl-β-D-fruktofuranoside

    (Goutara dan Wijandi, 1985). Sukrosa memiliki berat molekul 342,30. Sukrosa

    terdapat di alam dalam jaringan tanaman terutama buah, biji, bunga dan akar.

    Madu lebah mengandung sebagian besar sukrosa dan hasil hidrolisanya

    (Sudarmadji, 1984). Hidrolisis juga dapat dipercepat dengan asam, misalnya

    dengan kalium bitartrat atau jus lemon, keduanya asam lemah. Demikian juga,

    keasaman lambung mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa

    selama proses pencernaan dalam tubuh.

    Senyawa antibakteri sebagai hasil proses perombakan gula adalah asam

    organik, hidrogen peroksida, acetaldehyd, diacetyl, karbokdioksida dan alkohol

    sebagai metabolit primer. Asam organik yang dihasilkan antara lain asam laktat.

    Dengan adanya asam laktat menyebabkan penurunan pH sehingga dapat

    menghambat pertumbuhan bakteri (Surono, 2004). Senyawa antibakteri

    bacteriocin dihasilkan pada pada saat subsrat mulai habis yang akan

    merangsang terbentuknya enzim-enzim yang berperan untuk pembentukkan

    metabolit sekunder. Todorov dan Dicks (2007) menyebutkan bahwa aktivitas

    antibakteri berupa bacteriocin yang dihasilkan oleh Lactobacillus pentosus

    ST712BZ optimum setelah lama fermentasi 24 jam dengan media pertumbuhan

    yang ditambahkan 20-40 gram/liter glukosa. Yang, Z. (2000), menyebutkan

    bahwa asam laktat, asam-asam organik lain, hydrogen peroksida, dan

    diasetil serta senyawa senyawa lain yang bersifat antimikroba. Asam laktat

  • 10

    yang tinggi dan pH yang rendah mempunyai fungsi sebagai antibakteri yaitu

    menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

    Naidu dan Clemeus (2000). menyatakan bahwa efektivitas antibakteri dari

    asam laktat meningkat bersamaan dengan penurunan pH. Asam laktat yang

    tak terdisosiasi bebas menembus membran sel dan kemudian masuk ke

    dalam sitoplasma bersuasana pH tinggi. Pada kondisi pH tinggi (dalam

    sitoplasma), asam laktat terdisosiasi sehingga menghasilkan proton yang

    menurunkan pH sitoplasma. Sel akan berusaha mempertahankan pH internalnya

    dengan cara menetralkan atau memaksa keluar proton. Usaha ini akan

    memperlambat pertumbuhan bakteri karena energi pertumbuhan digunakan

    untuk mengeluarkan proton. Jika pH eksternal rendah dan konsentrasi asam

    ekstra seluler tinggi maka beban dari sel akan menjadi besar dan pH sitoplasma

    akan menjadi turun. Hal ini tidak mungkin bisa dilalui pada kondisi pertumbuhan

    dan jika terjadi maka sel akan mati.

    D. Kemunduran Mutu Ikan

    Sejak ikan diangkat dari air, serangkaian kemunduran mutu terjadi dan

    membuat, bau, dan rasa ikan menjadi semakin buruk, sehingga menurunkan nilai

    ekonomisnya. Perubahan ini terjadi sangat cepat tergantung jenis, ukuran, dan

    bentuk ikan, suhu dan kondisi lingkungan ikan. Ikan adalah jenis makanan yang

    paling mudah busuk (Mulyono, 2010).

    Proses perubahan pada ikan setelah ikan mati terjadi karena aktivitas

    enzim, mikroorganisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat

    kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan

    adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan. Perubahan karena

    faktor kimiawi dan mikrobiologi pada hakekatnya dapat terjadi secara

    bersamaan, sedangkan kerusakan yang diakibatkan oleh kerusakan mekanik

  • 11

    karena terjadinya gencetan atau benturan. Urutan proses perubahan yang terjadi

    pada ikan setelah mati (Mulyono, 2010) meliputi perubahan:

    1. Pra rigor mortis

    Perubahan ini merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar

    dibawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari

    glikoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri.

    Lendir dibentuk dalam sel pada kulit ikan dan proses pembentukannya akan

    sangat efektif sesaat setelah ikan mati. Lendir tersebut banyak mengandung

    senyawa nitrogen dan merupakan sumber hara bagi mikroorganisme. Lendir

    juga mudah rusak dan menimbulkan aroma tidak sedap pada ikan, dan bakteri

    berkembang biak lebih cepat (Mulyono, 2010).

    2. Perubahan rigor mortis

    Perubahan rigor mortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan

    kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematian. Fase ini ditandai

    dengan tubuh ikan yang kejang setelah ikan mati. Setelah tahap kekejangan

    dilampaui barulah ikan akan mengalami proses penurunan mutu yang

    disebabkan oleh aksi enzimatik dan perubahan kimiawi (terutama proses

    oksidasi), serta aksi bakterial. Proses kejang otot ini berlangsung secara terus-

    menerus yang menyebabkan myomer pada jaringan pecah. Proses ini disebut

    dengan gap (adanya jarak antara jaringan otot) dan menyebabkan pemisahan

    jaringan otot. Fenomena pembentukan gap ini tergantung pada suhu, semakin

    tinggi suhu ikan saat memasuki fase rigor mortis semakin besar gap yang akan

    terbentuk. Dengan demikian, suhu ikan harus diperhatikan dan harus serendah-

    rendahnya saat ikan dalam fase rigor mortis. Proses rigor mortis ini dikehendaki

    selama mungkin, karena proses ini dapat menghambat proses penurunan mutu

    oleh aksi mikroba (Mulyono, 2010).

  • 12

    3. Perubahan pasca rigor mortis (post-rigor)

    Setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja

    secara aktif, namun sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ

    pengontrol tidak berfungsi lagi. Akibatnya enzim dapat merusak organ tubuh

    ikan. Peristiwa ini disebut autolisis. Autolisis merupakan perombakan jaringan

    yang disebabkan oleh enzim. Autolisis merupakan proses penguraian glikogen

    menjadi asam laktat yangd isebabkan oleh pembakaran yang terjadi dalam

    daging ikan sesaat sesudah aliran darah pada daging terhenti. Proses autolisis

    terjadi pada struktur jaringan terutama sering terjadi pada lapisan sepanjang

    myosept. Proses autolisis biasanya diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri,

    sebab semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media

    yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain.

    Terjadinya autolisis membantu dalam menyediakan kebutuhan bakteri. Pada

    keadaan tertentu autolisis akan menyebabkan ikan menjadi busuk (Mulyono,

    2010).

    4. Perubahan karena aktivitas mikroba

    Pada tahapan ini bakteri telah terdapat dalam jumlah yang sangat banyak

    akibat perkembang biakan yang terjadi pada fase-fase sebelumnya. Aksi bakteri

    ini dimulai pada saat yang hamper bersamaan dengan autolisis, dan kemudian

    berjalan sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah dari pada kerusakan yang

    diakibatkan oleh enzim. Pemusatan bakteri terdapat di isiperut, insang, dan

    selaput lendir ikan. Mikroorganisme tidak hanya menyebabkan penguraian

    senyawa protein, tetapi juga senyawa yang mengandung nitrogen, lemak,

    sampai peroksida, aldehida, keton, dan senyawa alifatik sederhana. Meskipun

    demikian, penguraian senyawa nitrogen terjadi lebih cepat daripada penguraian

    senyawa lemak. Penetrasi bakteri ke dalam jaringan otot dan penguraian oleh

    bakteri terjadi secara paralel dengan proses autolisis. Kecepatan dan intensitas

  • 13

    proses tersebut tergantung pada suhu. Suhu yang rendah akan menghambat

    aktivitas mikroorganisme, sehingga proses autolysis yang akan mendominasi.

    Dekomposisi oleh bakteri terhadap protein ikan ternyata akan mengahasilkan

    zat-zat yang bersifat toksik atau beracun dan berbau tidak sedap. Sewaktu

    masih hidup ataupun segera sesudah mati, daging ikan masih dalam keadaan

    steril. Setelah kematian berlangsung maka bakteri yang terdapat pada

    permukaan tubuh ikan mulai mengadakan penetrasi ke dalam otot/daging.

    Dekomposisi tersebut akan cepat terjadi setelah selesai fase rigor mortis

    (Mulyono, 2010).

    5. Perubahan karena oksidasi

    Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi

    lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa

    serta warna daging kearah cokelat kusam. Kandungan asam lemak tak jenuh

    dalam daging ikan mudah mengalami proses oksidasi yang dapat menyebabkan

    bau tengik dalam tubuh ikan itu sendiri, sehingga ikan segar harus cepat di

    tangani dengan baik agar tetap layak di konsumsi (Florensia dkk., 2012).

    Oksidasi lemak tidak jenuh merupakan masalah yang harus mendapat perhatian

    yang sungguh-sungguh, karena oksidasi lemak akan mengakibatkan bau ikan

    menjadi tidak enak. Hasil oksidasi lemak adalah hidroperoksida yang kemudian

    akan teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehida dan keton. Cara mencegah proses

    oksidasi adalah dengan mengusahakan sekecil mungkin terjadinya kontak antara

    ikan dengan udara bebas di sekelilingnya, yakni dengan menggunakan ruang

    hampa udara atau pembungkus kedap udara, menggunakan antioksidan, atau

    menghilangkan unsur-unsur penyebab proses oksidasi (Mulyono, 2010).

    Oksidasi lemak dapat mewakili perubahan-perubahan yang lain yang berdampak

    pada nutrisi dan keamanan mutu (Shaidi, 1995). Oksidasi lemak dapat di cegah

  • 14

    atau diminimalkan dengan menggunakan antioksidan. Antioksidan adalah bahan

    aditif yang dapat melindungi bahan pangan dari kerusakan yang di sebabkan

    oleh oksidasi seperti ketengikkan, perubahan warna dan kehilangan nilai gizi

    (Harikedua, 2012).

    E. Uji Sensoris

    Uji sensoris menggunakan manusia yang sebagai instrumen. Salah satu

    uji sensoris yang digunakan adalah uji afektif yang bertujuan untuk menilai

    respon pribadi (kesukaan/penerimaan) dari produk tertentu atau karakteristik

    produk suatu tertentu. Uji afektif dibagi menjadi dua katagori yaitu uji

    pemilihan/preferensi dan uji peneriman. Uji penerimaan di ukur sebagai tingkat

    kesukaan terhadap produk sedangkan uji prefensi menunjukkan ekspresi suatu

    produk yang menonjol di banding produk lain (Adawiah, 2007).

    Penggunaan metode skala membantu penentuan tingkat kesukaan dan

    preferensi dari produk-produk yang di uji.Skala hedonik adalah skala yang umum

    di gunakan.Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor

    fisikawi: sensori, organoleptik, kimiawi, dan mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat

    dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan

    metode lainnya dengan melihat kondisi fisik (Afrianto dan Liviawaty, 1989),yaitu

    sebagai berikut:

    1. Kenampakan luar

    Ikan yang masih segar mempunyai kenampakan cerah dan tidak suram.

    Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi. Pada

    ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur

    warna makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya

    proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.

  • 15

    2. Kelenturan daging ikan

    Daging ikan segar lentur jika dibengkokkan dan segera akan kembali ke

    bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan belum

    terputusnya jaringan pengikat pada daging. Pada ikan busuk jaringan

    pengikatnya banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang

    rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturan.

    3. Keadaan mata

    Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan

    kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan

    matanya.

    4. Keadaan daging

    Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar berdaging

    kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera

    hilang. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan

    pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan

    ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik. Karena kerusakan pada jaringan

    dagingnya timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging

    kehilangan kekenyalan tekstur.

    5. Keadaan insang dan sisik

    Warna insang dapat dikatakan sebagai indikator, apakah ikan masih segar

    atau tidak. Ikan yang masih segar insangnya berwarna merah cerah, sedangkan

    ikan yang tidak segar berwarna merah gelap. Insang ikan merupakan pusat

    darah mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan

    peredaran darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga

    warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan juga dapat menjadi

    parameter kesegaran ikan. Untuk ikan bersisik, jika sisiknya masih melekat kuat,

    tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan tersebut masih segar

  • 16

    F. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesegaran Ikan

    Ikan dikatakan baik jika masih dalam kondisi segar. Keadaan seperti inilah

    yang paling disukai sebagai bahan pangan. Kesegaran ikan akan terpelihara

    jika penanganan ikan berlangsung secara baik. Sebab yang disebut sebagai

    ikan segar adalah bila perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi,

    maupun sifat fisiknya dan semua yang terjadi belum sampai menyebabkan

    kerusakan berat pada daging ikan (Widyasari, 2006).

    Menurut Bahar (2006) dalam Mulyono (2010), kecepatan pembusukan

    pada ikan ditentukan oleh beberapa hal antara lain:

    1. Spesies ikan

    Setiap jenis ikan memiliki kecepatan pembusukkan yang berbeda-beda

    makin kecil ikan maka akan semakin cepat proses pembusukan terjadi.

    2. Suhu

    Ikan yang tertangkap pada daerah tropis lebih cepat membusuk di

    bandingkan dengan ikan yang tertangkap di daerah dingin.

    3. Fase Pertumbuhan

    Ikan yang sedang dalam keadaan matang gonad akan lebih cepat

    mengalami proses pembusukan dari pada ikan yang tidak dalam keadaan

    matang gonad. Hal ini disebabkan kadar protein ikan yang sedang

    dalam matang gonad lebih tinggi.

    4. Kadar Air

    Semakin tinggi kadar air yang terdapat pada tubuh ikan maka akan semakin

    cepat terjadinya proses pembusukan pada ikan tersebut.

  • 17

    5. Cara ikan tertangkap

    Ikan yang tertangkap dengan kondisi menggelepar-gelepar, akan lebih cepat

    membusuk dari pada ikan yang tertangkap dengan jala.

    Kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang sudah tidak

    baik dan ikan yang baik kualitasnya. Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang

    mulai busuk dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Ciri utama ikan segar bermutu tinggi dan bermutu rendah.

    Parameter Ikan Segar Ikan tidak Segar

    Mata Cerah, bola mata menonjol,

    Kornea jernih

    Bola mata cekung,pupil putih

    susu, kornea keruh

    Insang Warna merah cemerlang, tanpa

    Lendir

    Warna kusam dan berlendir

    Lendir Lapisan lender jernih, transparan,

    mengkilat cerah, belum ada

    perubahan warna

    Lendir berwarna kekuningan

    sampai coklat tebal, warna

    cerah hilang, pemutihan nyata

    Daging dan

    Perut

    Sayatan daging sangat

    cemerlang,

    Berwarna asli, tidak ada

    pemerahan sepanjang tulang

    belakang, perut utuh, ginjal

    merah terang,dinding perut

    dagingnya utuh, bau isi perut

    segar

    Sayatan daging kusam,warna

    merah jelas sepanjang tulang

    belakang,dinding perut rapuh,

    bau busuk

    Bau Segar, bau rumput laut, bau

    spesifik menurut jenis

    Bau busuk

    Konsistensi Padat,elastic bila di tekan dengan

    jari,sulit menyobek daging dari

    tulang

    Sangat lunak,bekas jari tidak

    hilang bila di tekan,mudah

    sekali menyobek daging dari

    tulang belakang

    Sumber: SNI No.01-2729.1-2006

  • III. METEDOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini di laksanakan pada bulan Maret - April 2016, bertempat di

    Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan Laboratorium Mikrobiologi Laut

    Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

    B. Alat dan Bahan

    Alat yang di gunakan adalah kantong plastik zip, peniris, gelas ukur, pisau,

    baskom, vorteks, oven sterilizer, cawan petri, pipet otomatis, bunsen, inkubator,

    timbangan analitik, lumpang keramik, water bath, autoclave, hot-plate stirrer.

    Bahan baku dalam penelitian ini ikan bandeng (Chanos Chanos Frosskal),

    segar, gula pasir, aquades, Plate Count Agar (PCA), Butterfield’s phosphate

    buffered (BFP), spiritus.

    C. Prosedur Penelitan

    1. Ikan Sampel dan Penyiapannya

    Ikan bandeng segar yang digunakan berukuran 4 ekor/ kg dan diambil

    langsung di tambak Maros. Ikan di masukkan kedalam coolbox, diberi es yang

    cukup dan dibawa ke laboratorium untuk dijadikan bahan penelitian. Di

    laboratorium ikan di buang insang dan isi perutnya, dicuci bersih lalu di tiriskan.

    2. Larutan gula

    Gula pasir di masukkan kedalam wadah yang bersih dan kering lalu di

    larutkan dengan aquades untuk membuat laurutan dengan konsentrasi 0, 15,

    25, dan 35%.

    3. Perlakuan gula

    Ikan sampel yang telah di tiriskan lalu di rendam selama 1 jam dalam

    larutan gula pasir dengan konsentrasi 0, 15, 25, dan 35%. Setelah perendaman,

  • 19

    ikan dari setiap perlakuan di masukkkan ke dalam kantong plastik zip kemudian

    disimpan pada suhu rendah dalam kulkas dan pada suhu ruang.

    4. Uji organoleptik

    Mutu ikan percobaan diuji secara organoleptik sekali dalam sehari. Uji

    organoleptik dilakukan terhadap parameter kenampakan, mata, lendir permukaan

    tubuh (LPT), bau, tekstur. Uji organoleptik dilakukan sampai ikan penelitian

    mencapai batas nilai penerimaan nilai organoleptik dengan menggunakan score-

    sheet untuk ikan segar sesuai dengan SNI No 01-279. 01-2006 (Lampiran 1).

    5. Uji bakteri total

    Pengujian dilakukan setiap hari terhadap bakteri total (angka lempeng total

    ALT). Prosedur pengujian ALT mengikuti SNI No. 01-2332. 3-2006. Penentuan

    ALT dilakukan dengan cara menimbang sampel secara asptis sebanyak 25 g.

    Sampel di masukkan ke dalam wadah plastik streril dan ditambahkan 225 ml

    larutan butterfielda phospate buffered kemudian dihomogenkan selama 2 menit.

    Larutan yang di hasilkan merupakan pengenceran 10-1. Selanjutnya dengan

    menggunakan pipet steril mengambil 1 ml larutan di atas dan di masukkan ke

    dalam 9 ml laruran butterfielda phospate buffered lalu divortex. Larutan ini

    merupakan pengenceran 10-2. Untuk mendapatkan pengenceran 10-3 , 10-4 dan

    10-5 dilakukan dengan cara yang sama.

    Dengan menggunakan matode cawan agar tuang, 1 ml dari setiap

    pengenceran (10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5) dipipet ke dalam cawan petri steril. Ke

    dalam masing-masing cawan petri yang berisi sampel ditambahkan 12-15 ml

    PCA yang sudah didinginkan dalam water bath hingga mencapai suhu 45 ±1oC.

    Agar sampel dan media tercampur sempurna dilakukan pemutaran cawan ke

    depan dan belakang atau ke kiri dan kekanan, lalu menunggu hingga agar dalam

    cawan memadat. Setelah itu cawan petri di balik dan di masukkan ke dalam

    inkubator dan diinkubasi pada suhu 30 (± 10C) selama 24 jam. Setelah diinkubasi

  • 20

    hitung jumlah koloni yang tumbuh, dan jumlah ALT dihitung dengan

    menggunakan rumus :

    ∑C N = -------------------------------------

    [(1 x n1) + (0,1 x n2)] x (d)

    Dimana :

    N: jumlah bakteri, dinyatakan dalam satuan koloni per ml atau koloni per g.

    ∑C: jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

    n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung

    n2: jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

    d : pengenceran pertama yang dihitung.

    D. Rancangan Percobaan

    Rancangan percobaan yang di gunakan adalah rancangan acak lengkap

    pola factorial dengan 2 faktor, yaitu konsentrasi gula pasir dan durasi (lama)

    penyimpanan. Penelitian ini dipisahkan menjadi dua bagian berdasarkan suhu

    penyimpanan, yaitu penyimpanan pada suhu ruang (kamar) dan penyimpanan

    pada suhu rendah (3°C). Penelitian bagian pertama dilakukan untuk menguji

    pengaruh penggunaan gula terhadap kesegaran ikan Bandeng yang disimpan

    pada suhu kamar (ruang), sedangkan penelitian bagian kedua dilakukan untuk

    menguji pengaruh penggunaan gula terhadap kesegaran ikan Bandeng yang

    disimpan pada suhu rendah.

    Perlakuan larutan gula pasir (faktor 1) yang digunakan baik pada penelitian

    bagian pertama maupun pada penelitian bagian kedua adalah konsentrasi 0, 15,

    25, dan 35%. Perlakuan durasi penyimpanan (faktor 2) adalah 2 hari untuk

    penelitian bagian pertama, dan 9 hari untuk penelitian bagian kedua. Setiap

    perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

    Khusus untuk perlakuan konsentrasi gula 0% yang disimpan pada suhu

    ruang, total bakterinya juga dianalisa pada akhir hari pertama penyimpanan

  • 21

    dengan tujuan untuk mengetahui apakah total bakteri belum melampaui batas

    maksimal yang dipersyaratkan untuk ikan segar sehingga masih dibutuhkan

    untuk melakukan uji total bakteri pada hari kedua. Untuk penelitian bagian kedua,

    total bakteri tidak dianalisa pada hari ke-9 karena bertepatan dengan hari libur

    nasional, dimana laboran libur dan laboratorium tertutup. Secara singkat, alur

    penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

    E. Analisa Data

    Data hasil penelitian di analisas menggunakan Anova untuk menguji

    pengaruh perlakuan. Jika ada pengaruh perlakuan maka uji di lanjutkan

    menggunakan uji Tukey untuk melihat perlakuan yang memberikan pengaruh

    berbeda. Pengaruh perlakuan dan perbedaan antar perlakuan di tetapkan pada

    tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hasil pengolahan data penelitian

    ditampilkan dalam bentuk gambar.

  • 22

    Gambar 2. Diagram alir alur penelitian

    Ikan bandeng segar

    Dibersihkan (insang

    dan isi perut dibuang)

    Ikan di cuci bersih

    Direndam dalam larutan gula

    dengan konsentrasi

    0,15,25,dan 35% selama 1 jam

    Uji organoleptik

    dan ALT

    Disimpan pada suhu

    kamar ( ruang ) selama

    2 hari

    Sampling tiap hari untuk uji

    organoleptik dan uji ALT

    Disimpan pada suhu

    kulkas 30 C

    Sampling tiap hari sampai

    hari ke-9 untuk uji

    organoleptik dan sampai

    hari ke-8 untuk uji ALT

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Uji Organoleptik

    Penilaian mutu ikan bandeng Chanos-chanos Forsskal secara organoleptik

    yang disimpan pada suhu kamar dan suhu rendah (kulkas) pada penelitian ini

    meliputi kondisi mata, lendir permukaan tubuh (LPT), bau, dan tekstur.

    1. Penyimpanan pada Suhu Kamar

    a. Kondisi Mata

    Hasil uji organoleptik memperlihatkan bahwa gula pasir dapat menghambat

    perubahan (penurunan) kondisi mata ikan bandeng meskipun ikan disimpan

    pada suhu kamar (Gambar 2). Pengaruh penggunaan gula pasir untuk

    mengawetkan ikan bandeng terlihat sangat jelas terutama pada hari ke-2

    penyimpanan pada suhu kamar. Laju penurunan kondisi mata ikan meurun

    dengan meningkatnya konsentrasi gula pasir yang digunakan. Namun demikian,

    hanya konsentrasi gula pasir 35% yang mampu mempertahankan kandisi mata

    ikan berada pada level layak konsumsi (nilai organoleptik 5,9) sampai 2 hari

    penyimpanan pada suhu kamar, meskipun ikan sudah tergolong kurang segar.

    Standar minimal nilai organoleptik ikan segar menurut SNI No: 01-2729.1-2006

    adalah sebesar 7.0.

    Gambar 3. Nilai organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula

    pasir.

    0

    2

    4

    6

    8

    1 2

    0% gula

    15% gula

    25% gula

    35% gula

    Nila

    i Ma

    ta

    Lama Penyimpanan (hari)

  • 24

    Untuk ikan yang disimpan pada suhu kamar, hasil Anova memperlihatkan

    bahwa baik konsentrasi gula pasir, lama waktu penyimpanan maupun

    interaksinya berpengaruh secara nyata (p0.05), tetapi kedua perlakuan tersebut menghasilkan nilai organoleptik

    mata ikan yang berbeda nyata (p

  • 25

    Hasil uji statistik menggunakan Anova memperlihatkan bahwa konsentrasi

    gula pasir, lama waktu penyimpanan dan interaksinya memberikan pengaruh

    nyata (p0.05) tetapi keduanya

    memberikan nilai organoleptik yang lebih tinggi dan berbeda nyata (p0.05) (Lampiran 3). Uji-t

    menunjukkan bahwa nilai organoleptik ikan berdasarkan penyimpanan 1 dan 2

    hari berbeda nyata (p

  • 26

    Gambar 5. Nilai organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula

    pasir.

    Hasil Uji-t pada (Lampiran 6) memperlihatkan bahwa hanya lama waktu

    penyimpanan yang berpengaruh nyata (p0.05) (Lampiran 4).

    d. Tekstur

    Penggunaan gula pasir sebagai pengawet untuk ikan bandeng tidak dapat

    mempertahankan konsistensi daging ikan (tekstur) tetap baik jika ikan bandeng

    disimpan pada suhu kamar lebih dari 1 hari (Gambar 5). Namun demkian, tekstur

    ikan bandeng lebih baik jika diberi pengawet gula pasir pada konsentrasi 25 dan

    35% dan hanya disimpan selama 1 hari pada suhu kamar. Pada hari ke-2

    penyimpanan pada suhu kamar, nilai organoleptik ikan bandeng telah menurun

    drastis dan mencapai level kondisi tekstur ikan busuk. Standar minimal nilai

    organoleptik ikan segar menurut SNI No: 01-2729.1-2006 adalah sebesar 7,0.

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    1 2

    0% gula

    15% gula

    25% gula

    35% gulaNila

    i Ba

    u

    Lama Penyimpanan (hari)

  • 27

    Gambar 6. Nilai organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula

    pasir.

    Hasil Uji-t dan Anova menunjukkan bahwa lama waktu penyimpanan

    (Lampiran 6) dan konsentrasi gula pasir, serta interaksi antara lama waktu

    penyimpanan dengan konsentrasi gula pasir dalam memberikan berpengaruh

    nyata (p

  • 28

    2. Penyimpanan pada suhu rendah (Kulkas)

    a. Kondisi Mata

    Hasil penilaian organoleptik kondisi mata ikan bandeng yang diawetkan

    dengan gula pasir menunjukkan bahwa penurunan kondisi mata ikan dapat di

    hambat dengan menggunakan gula pasir. (Gambar 7) memeperlihatkan bahwa

    kondisi mata ikan baru mengalami penurunan setelah di simpan selama 4 hari

    pada suhu rendah (dalam kulkas). Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa laju

    penurunan kondisi mata ikan mengalami penurunan dengan meningkatnya

    konsentrasi gula. Konsentrasi gula pasir 25 dan 35% dapat mempertahankan

    kondisi mata ikan pada level layak di konsumsi sampai 7 hari penyimpanan

    dalam kulkas.

    Gambar 7. Nilai organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula

    pasir.

    Hasil uji dengan Anova dua arah memperlihatkan bahwa baik konsentrasi

    gula, Lama waktu penyimpanan pada suhu rendah maupun interaksi antara

    konsentrasi gula dengan lama penyimpanan berpengaruh nyata (0

  • 29

    mengindikasikan bahwa konsentrasi gula dan lama penyimpanan secara

    bersama-sama mempengaruhi nilai organoleptik mata ikan bandeng yang

    diawetkan.

    Hasil uji Tukey (Lampiran 7) pengaruh konsentrasi gula terhadap nilai

    organoleptik mata ikan memperlihatkan bahwa konsentrasi gula 0 dan 35%

    menghasilkan nilai organoleptik mata ikan bandeng yang berbeda nyata (p

  • 30

    Gambar 8. Nilai organoleptik LPT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula

    pasir.

    Hasil Anova dua arah memperlihatkan bahwa nilai organoleptik LPT

    dipengaruhi secara nyata (p

  • 31

    memperlihatkan bahwa konsentrasi gula 0 dan 35% menghasilkan nilai

    organoleptik LPT ikan bandeng yang berbeda nyata (P

  • 32

    Nilai organoleptik bau ikan yang diuji menggunakan Anova dua arah

    menunjukkan bahwa konsentrasi gula lama waktu penyimpanan dan

    interaksinya, berpengaruh secara nyata (p

  • 33

    Hasil uji menggunakan Anova dua arah (Lampiran 10) memperlihatkan

    bahwa kedua variabel yang di ujikan (konsentrasi gula dan lama penyimpanan)

    serta interaksinya berpengaruh nyata (p

  • 34

    pertumbuhan bakteri sudah sangat kuat sehingga laju pertumbuhan bakteri juga

    sangat rendah.

    Gambar 11. Nilai ALT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan

    disimpan pada suhu kamar.

    Hasil Anova Uji-t memperlihatkan bahwa konsentrasi gula pasir dan lama

    penyimpanan (Lampiran 6) serta interaksinya berpengaruh nyata (p0.05), tetapi keduanya berbeda nyata (p0.05).

    2. ALT Penyimpanan pada Suhu Rendah (Kulkas).

    Angka lempeng total (ALT) ikan bandeng yang diawetkan dengan gula

    pasir dan disimpan pada suhu rendah (di dalam kulkas) menunjukkan bahwa

    pertumbuhan bakteri dapat di hambat dengan menggunakan gula pasir. (Gambar

    11) memeperlihatkan bahwa penggunaan gula pasir pada konsentrasi ≥ 15%

    Lama Penyimpanan (hari)

  • 35

    mampu menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan bakteri. Dari

    gambar tersebut juga terlihat bahwa ada hubungan terbalik antara konsentrasi

    gula pasir dengan pertumbuhan bakteri. Semakin tinggi konsentrasi gula pasir

    yang digunakan maka semakin rendah jumlah bakteri yang ada, dan hal ini

    menandakan adanya bakteri yang tidak tahan terhadap kasar gula tinggi

    sehingga mengalami kematian. Gambar 12 tersebut juga memberikan indikasi

    bahwa efek antibakteri dari gula diperkuat oleh suhu rendah, sehingga

    penggunaan gula sebagai bahan pengawet yang dikombinasikan dengan

    penyimpanan pada suhu rendah akan menekan bahkan menurunkan jumlah

    bakteri pada ikan yang diawetkan.

    Gambar 12. Nilai ALT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan

    disimpan pada suhu rendah.

    Hasil Anova (Lampiran 12) memperlihatkan bahwa konsentrasi gula dan

    lama penyimpanan pada suhu rendah berpengaruh secara nyata (p

  • 36

    dalam mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Hasil uji Tukey (Lampiran 12)

    menunjukkan bahwa ALT pada ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir

    dan disimpan pada suhu rendah tidak berbeda antara konsentrasi 15, 25 dan

    35%, tetapi ALT pada ikan bandeng pada ketiga konsentrasi tersebut lebih

    rendah dan berbeda nyata (p

  • 37

    disebabkan dalam tubuh ikan tersedia gizi yang memadai sebagai sumber

    makanan dan media bagi pertumbuhan bakteri. Daging ikan merupakan

    substrat yang sangat baik untuk bakteri karena menyediakan senyawa-

    senyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, karbon, dan nutrien-nutrien lain

    untuk kebutuhan hidupnya (Mulyono; 2010).

    Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa gula pasir dapat menghambat

    pertumbuhan bakteri pada ikan. Bakteri pembusuk yang berperan pada proses

    kemunduruan mutu ikan antara lain Acinetobacter spp., Achromobacter spp.,

    Pseudomonas spp., Moraxella spp., Aeromonas spp., Flavobacterium spp.,

    Shewanella spp., serta beberapa jenis bakteri gram negatif lainnya. Dari

    kelompok bakteri Gram positif antara lain: Bacillus spp., Micrococcus spp.,

    Clostridium spp., Corinebacterium spp., dan Lactobacillus spp., sering dijumpai

    pada ikan-ikan yang telah busuk (Buckle et al., 1987; Gram dan Huss 1996).

    Pada suhu kamar, ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis dan

    berlangsung lebih singkat. Jika fase rigor mortis tidak dapat di pertahankan lebih

    lama, maka pembusukkan oleh aktivitas enzim dan bakteri akan berlangsung

    lebih cepat. Aktivitas enzim dan bakteri tersebut menyebabkan perubahan yang

    sangat cepat sehingga ikan memasuki fase post rigor dalam waktu singkat

    setelah ikan mati. Fase ini menunjukkan mutu ikan ini sudah mengalami

    penurunan (FAO, 1995). Menurut Iiyas (1983), mutu ikan cepat turun pada suhu

    25-100C dan awet selama 3-10 jam.

    Gula adalah salah satu pengawet alami yang aman dan merupakan

    sumber antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL). BAL dapat

    menghasilkan produk metabolit yang bersifat antimikroba antara diasetil,

    hidrogen peroksida, asam organik, dan bakteriosin. Kelompok bakteri asam laktat

    menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari karbohidrat

    atau hasil metabolisme glukosa. Bakteri asam laktat dapat menghambat

  • 38

    pertumbuhan dari beberapa jenis organisme lainnya (Jay et al., 2005). Asam

    laktat dihasilkan dengan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya

    dan menimbulkan rasa asam. Bakteri asam laktat terbagi menjadi dua kelompok

    berdasarkan hasil akhir dari metabolisme glukosa yaitu bersifat homofermentatif

    dan heterofermentatif. Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting 5

    menghasilkan hanya asam laktat dari metabolisma glukosa. Kelompok

    heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan asam-asam volatil

    (menguap) lainnya, alkohol dan ester disamping asam laktat (Buckle et al.,

    1987).

    Teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga

    kesegaran ikan adalah penggunaan suhu rendah. Pada kondisi suhu rendah

    pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia yang mengarah

    pada kemunduran mutu berlangsung lebih lambat. Hasil penelitian ini

    mengindikasikan bahwa ada kerja sinergis antara gula pasir dengan suhu rendah

    yang digunakan. Hal ini terbukti dengan lebih rendahnya jumlah bakteri yang ada

    pada ikan bandeng yang diberi perlakuan gula pasir sebagai pengawet

    dibandingkan dengan jumlah bakteri pada ikan bandeng tanpa pengawet gula

    pasir. Penyimpanan pada suhu rendah menekan pertumbuhan bakteri, tetapi

    penggunaan gula pasir pada ikan yang disimpan pada suhu rendah

    memperbesar daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri. Bakteri yang

    pertumbuhan dan aktivitasnya terhambat pada penyimpanan suhu rendah

    biasanya dari jenis bakteri termorfil dan mesofil (Gelman et al., 2001).

  • 39

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Gula pasir dapat menghambat penurunan mutu ikan bandeng segar

    sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan ikan (bandeng) segar.

    Kesegaran ikan (bandeng) yang direndam selama satu jam dalam larutan gula

    pasir dengan konsentrasi 25% dan disimpan pada suhu kamar dapat bertahan

    selama satu hari pada level layak konsumsi, dan jika disimpan pada suhu rendah

    (kulkas) dapat bertahan sampai 9 hari. Pada konsentrasi gula pasir 35%,

    penurunan nilai organoleptik dan pertumbuhan bakteri pada ikan bandeng

    terhambat secara signifikan sehingga kesegaran dan daya simpannya dapat

    diperpanjang.

    B. Saran

    a. Jika mengawetkan ikan (bandeng) segar dengan gula pasir, maka

    sebaiknya menggunakan konsentrasi gula pasir lebih tinggi dari 15%.

    b. Perlu penelitian serupa terhadap ikan-ikan jenis lainnya agar diperoleh

    informasi yang lebih luas mengenai potensi penggunaan gula pasir

    sebagai bahan pengawet ikan segar.

  • 40

    DAFTAR PUSTAKA

    Adawiah, R, 2007. Pengelolahan dan Pengawetan Ikan. Haka Grafis, Jakarta.

    Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kasinus.

    Yogyakarta.

    Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 2005. Pakan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

    AP2HI. 2016. Ikan Bandeng. Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline

    Indonesia. www. Ap2hi.org/?. Knowledge-shering= ikan bandeng. Diakses

    21 maret 2016, pukul 09:05.

    Birch, G.G., dan Parker, K.J. 1979. Sugar : Science and Technology. Apllied

    Science Publisher, London.

    Buckle, K.A, Edward, R.A, Fleet, G.Hand Wooten, M. 1985. Food Science,

    Waston Ferguson and Co Brisbane.

    Buckle, K. A., Edwards, R. A. Fleet, G.H. and Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan.

    Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press,

    Jakarta.

    Cahyo dan Hidayanti. 2006. Bahan Tambahan Pangan, Kanisus. Yogyakarta.

    DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. ITB, Bandung.

    Fennema, O.R., 1976. Principle of Food Science Part I, Food Chemistry. Marcel

    Dekker Inc, New York.

    Florensia, S., Pramesti Dewi, Nur Rahayu Utami. 2012. Pengaruh ekstrak

    lengkuas pada perendaman ikan bandeng. Jurnal FMIPA Universitas

    Negeri Semarang.

    Ghufron. 1994. Pembenihan Bandeng. BBI. Pemeliharan Budidaya Ikan Tawar

    Kalimantan.

    Gelman, A., Glatman L., Drabkin, V., dan Harpas, S. 2001. Effect of storage

    temperstur and preservative treatment on shelf life of the pondraised

    freshwater fish, silver perch (Bidyanus). Journal Food Protection, 64:1584-

    15.

    Goutara dan Wijandi, S. 1985. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi

    Hasil Pertanian IPB, Bogor.

  • 41

    Gram, L. and Huss, H.H. 1996, Microbiological spoilage of fish and fish products.

    Int. J. Food Microbiol., 33(1):121-137.

    Harikedua, S.D. 2012. Penghambat oksidasi lipida ikan tuna olah air jahe selama

    penyimpanan dingin. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VIII-1.

    Indriati, A. 2006. Identifikasi dan diagnosa Trichodina sp. dan Dactylogyrus sp.

    pada ikan mas di Stasiun Karantina Ikan Kelas II Luwuk.

    Irianto. 2005. Pengawetan Ikan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Iiyas, S. 1983. Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan. Jilid 1. Pusat Penelitian dan.

    Pengembangan Perikanan. Jakarta.

    Jay, J. M., Loessner, M. J. and Golden, D. A. 2005. Modern Food Microbiology.

    7th ed. Springer Science Business Media, LLC, New York.

    Junianto. 2003. Tehnik Penanganan Ikan. Penerbit Swadaya. 118 hlm Jakarta.

    Moeljanto, R. 2002. Pendinginan dan Pembekuan. Penerbit Swadaya, Jakarta.

    Mulyono. 2010. Pengaruh Penggunaan Berbagai Konsentrasi Biji Kluwak

    (Pangium edule) Terhadap Daya Awet Ikan Bandeng (Chanos chanos

    Forsk) Segar. Skripsi, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas

    Diponegoro, Semarang.

    Naidu, A. S. dan Clemens, R. A. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. CRC

    Press, LCC.

    Prahasta, A. dan Masturi, H. 2009. Agribisnis Bandeng. Pustaka Grafika,

    Bandung.

    Pamijiati, W. 2009. Pengaruh Ekstrak Daun Selasih (Ocimum basilicum Linn)

    Terhadap Mutu Kesegaran Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) Selama

    Penyimpanan Dingin. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.

    Rahmawati, R.D. 2006. Studi Viabilitas dan Aktivitas Antimikrobial Bakteri

    Probiotik (Lactobacillus acidophillus) dalam Medium Fermentasi Berbasis

    Susu dan Bekatul Selama Proses Fermentasi. Skripsi. Jurusan THP.

    Universitas Brawijaya. Malang.

    Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I-II. Edisi II. Bina

    Cipta Bogor.

    Shaidi. 2005. Teknologi Pangan, Gadjah Mada University Press Yogyakarta.

  • 42

    SNI, ALT, 2006. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. SNI No-01-

    2332.3. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

    SNI, Ikan bermutu tinggi dan rendah, 2006. SNI No.01-27291. Badan

    Standarisasi Nasional, Jakarta.

    Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc. USA.

    Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.

    Edisi ke tiga, Yogkyakarta, Liberty.

    Sudrajat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar

    Swadaya, Jakarta.

    Suparmo dan Sudarmanto. 1991. Proses Pengolahan Tebu. PAU Pangan dan

    Gizi. UGM. Yogyakarta.

    Surono, 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. YAPPMMI. Jakarta.

    Sutikno, E. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Direktorat Jenderal

    Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau

    Jepara. p.1-34.

    Syamsuddin, R. 2010. Sektor Perikanan Kawasan Indonesia Timur: Potensi,

    Permasalahan, dan prospek. PT. Perca, Jakarta.

    Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada Universitas Press.

    Yogyakarta.

    Tamime, A.Y. 2006. Fermented Milks. Blackwell, UK.

    Todorov, S.D. and Dicks, L.M.T. 2007. Bacteriocin production by Lactobacillus

    pentosus ST712BZ isolated from boza. Brazilian Journal of Microbiology

    vol. 38 no. 1.

    Ward, A. G. and Courts, A. 1977. The Science and Technology of Gelatine,

    Academic Press. London.

    Wikipedia, 2015. http//id.wikipedia.org/wiki/pengawetan makanan. Diakses 21

    maret 2016, pukul 09:00.

    Widyastuti. 2005. Pemanfaatan limbah pegolahan ikan. Bogor.

    Widyasari, Yulisha Anggun., 2006. “Pengaruh Fasilitas Dan Pelayanan Terhadap

    Kepuasan Konsumen pada Hotel Graha Santika Semarang”. Skripsi

    Semarang : STIKUBANK

  • 43

    Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.

    Jakarta

    Yang, Z. 2000. Antimicrobial Compounds and Extracellular Polysaccharides

    Produced By Lactic Acid Bacteria: Structure and Properties. Department of

    Food Technology University of Helsinki.

  • 44

    L A M P I R A N

  • 45

    Lampiran 1. Score sheet organoleptik ikan segar

    Nama Panelis : ……………………………………

    Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melalukan

    pengujian

    Baerilah tanda √ pada nilai yang di pilh sesuai kode contoh yang di uji

    Spesifikasi Nilai Kode Contoh

    1 2 3

    1. Mata

    Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9

    9

    Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8

    8

    Agak cerah, bola mata rata, pupil agak ke abu-abuan,

    kornea agak keruh

    7

    7

    Bolah mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan,

    kornea agak keruh,

    6

    6

    Bola mata agak cekung, pupil ke abu-abuan, kornea

    agak keruh

    3

    5

    Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih

    susu, kornea keruh

    3

    3

    Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning 1

    1

    2. Lendir Permukaan Tubuh

    Lapisan lender jernih, transparan, mengkilat cerah 9

    9

    Lapisam lendir jernih, transparan, cerah, belum ada

    perubahan warna

    8

    8

    Lapisan lender mulai agak keruh, warna agak putih,

    kurang transparan

    7

    7

    Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih

    keruh

    6

    6

    Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning 5

    5

    Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan 3

    3

    3. Bau

    Bau sangat segar, spesifik jenis 9

    9

    Segar, spesifik jenis 8

    8

    Netral 7

  • 46

    7

    Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam 5

    5

    Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan

    busuk

    3

    3

    Bau busuk jelas 1

    1

    4. Tekstur

    Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek

    daging dari tulang belakang

    9

    9

    Agak padat, elastis bila di tekan dengan jari, sulit

    menyobek daging dari tulang belakang

    8

    8

    Agak padat, agak elastis bila di tekan dengan jari, sulit

    merobek daging dari belakang

    7

    7

    Agak lunak kurang elastis bila di tekan dengan jari,

    agak mudah menyobek daging dari tulang belakang

    5

    5

    Lunak, bekas jari terlihat bila di tekan, mudah

    menyobek daging dari tulang belakang

    3

    3

    Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila di tekan,

    mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang

    1

    1

  • 47

    Lampiran 2. Hasil uji organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu ruang (kamar).

    Hari Konsentrasi

    (%)

    Panelis ke-

    Total Rerata 1 2 3 4 5 6

    Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2

    1

    0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    15 7 7 7 7 8 7 8 8 7 7 7 7 87 7.25

    25 9 9 9 7 8 7 8 7 8 7 7 7 93 7.75

    35 8 8 7 7 7 8 7 8 8 8 8 7 91 7.58

    2

    0 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 3.00

    15 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 56 4.67

    25 6 5 5 5 6 5 6 5 5 6 5 5 64 5.33

    35 6 7 5 6 7 5 7 7 6 7 5 6 74 6.17

  • 48

    Lampiran 3. Hasil uji organoleptik LPT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu ruang (kamar).

    Hari Konsentrasi

    (%)

    Panelis ke-

    Total Rerata 1 2 3 4 5 6

    Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2

    1

    0 7 7 7 7 7 6 7 7 7 6 7 7 82 6.83

    15 8 7 7 7 8 7 8 7 7 7 7 7 87 7.25

    25 9 9 8 7 8 8 7 7 9 9 8 8 97 8.08

    35 8 7 8 7 8 9 8 8 7 7 8 7 92 7.67

    2

    0 7 7 7 6 7 7 6 6 7 6 6 6 78 6.50

    15 6 6 5 3 5 5 6 6 5 5 5 5 62 5.17

    25 7 6 7 6 8 8 7 6 6 6 6 6 79 6.58

    35 7 7 7 8 8 7 8 8 8 7 8 8 91 7.58

  • 49

    Lampiran 4. Hasil uji organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu ruang (kamar).

    Hari Konsentrasi

    (%)

    Panelis ke-

    Total Rerata 1 2 3 4 5 6

    Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2

    1

    0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 85 7.08

    15 8 8 7 7 8 7 8 7 8 7 7 7 89 7.08

    25 9 9 8 9 7 7 8 8 8 8 7 7 95 7.92

    35 9 9 7 8 8 9 8 8 9 9 7 7 98 8.17

    2

    0 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 1 1 24 2.00

    15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1.00

    25 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 1 1 24 2.00

    35 1 1 3 3 1 1 3 3 1 1 1 1 20 1.67

  • 50

    Lampiran 5. Hasil uji organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu ruang (kamar).

    Hari Konsentrasi

    (%)

    Panelis ke

    Total Rerata 1 2 3 4 5 6

    Ikan 1

    Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2

    1

    0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 7 85 7.08

    15 7 7 7 7 8 8 7 7 7 7 7 7 86 7.17

    25 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 8 8 106 8.83

    35 9 9 9 9 8 8 8 8 9 9 8 8 102 8.50

    2

    0 3 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 1 22 1.83

    15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 3.00

    25 3 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 1 22 1.83

    35 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 1 1 24 2.00

  • 51

    Lampiran 6. Hasil uji organoleptik mata ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (3

    Hari Konsentrasi

    (%)

    Panelis ke-

    Total Rerata 1 2 3 4 5 6

    Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2

    1

    0 9 9 8 9 9 8 8 9 8 9 8 9 103 8.58

    15 8 9 8 8 8 8 9 9 8 8 8 9 100 8.33

    25 9 9 9 9 8 8 8 9 8 9 8 9 103 8.58

    35 8 8 9 9 8 9 8 8 8 9 8 9 101 8.42

    2

    0 7 7 9 9 6 6 8 8 8 8 7 8 91 7.58

    15 7 7 7 7 8 8 7 6 7 7 7 7 85 7.08

    25 8 9 7 7 7 7 8 7 7 7 8 9 91 7.58

    35 9 9 8 8 9 9 9 9 8 9 9 9 105 8.75

    3

    0 8 8 7 7 8 8 8 8 9 8 9 9 97 8.08

    15 8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 8 8 98 8.17

    25 9 8 8 8 7 6 9 8 8 8 9 8 96 8.00

    35 9 9 9 9 9 9 9 9 8 8 8 9 105 8.75

    4

    0 9 8 9 8 9 9 9 8 8 8 8 9 102 8.50

    15 9 9 9 9 8 9 9 8 8 9 8 9 104 8.67

    25 9 9 8 8 7 7 7 6 7 7 7 6 88 7.33

    35 9 9 8 8 8 8 8 9 8 8 8 7 98 8.17

    5

    0 5 5 5 5 5 5 3 3 5 5 5 3 54 4.50

    15 5 5 6 6 6 6 6 6 5 5 6 6 68 5.67

    25 7 6 7 6 7 6 7 6 6 7 6 7 78 6.50

    35 8 8 7 8 7 7 8 8 7 8 8 7 91 7.58

  • 52

    6

    0 5 5 3 3 5 5 5 5 5 5 3 3 52 4.33

    15 6 6 6 6 6 6 5 5 6 6 6 6 70 5.83

    25 7 7 7 7 7 7 7 7 7 6 6 6 81 6.75

    35 7 8 8 8 8 8 8 7 7 8 8 8 93 7.75

    7

    0 7 7 6 7 5 7 6 6 5 6 5 5 72 6.00

    15 7 7 7 7 6 6 6 6 7 7 5 6 77 6.42

    25 7 7 7 6 6 5 6 5 6 6 5 6 72 6.00

    35 6 6 6 6 6 6 7 7 6 6 8 8 78 6.50

    8

    0 1 3 3 1 1 1 1 1 3 3 1 1 20 1.67

    15 1 3 1 3 5 5 3 3 3 3 5 5 40 3.33

    25 6 5 5 5 6 5 5 5 5 5 6 6 64 5.33

    35 6 6 6 6 3 3 6 5 6 6 6 6 65 5.42

    9

    0 5 3 5 5 3 6 3 6 3 6 3 5 53 4.42

    15 5 5 5 3 5 5 6 3 3 6 6 7 59 4.92

    25 6 6 5 5 5 5 5 6 6 5 5 5 64 5.33

    35 6 6 6 5 5 6 6 6 6 5 6 6 69 5.75

  • 53

    Lampiran 7. Hasil uji organoleptik LPT ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (3

    Hari Konsentrasi

    (%)

    Panelis ke-

    Total Rerata 1 2 3 4 5 6

    Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2

    1

    0 7 8 9 7 9 7 7 7 9 8 8 8 94 7.83

    15 7 9 7 9 7 9 9 9 7 9 8 9 99 8.25

    25 9 9 9 9 9 8 9 9 9 8 9 9 106 8.83

    35 8 9 7 9 7 9 8 9 9 9 8 9 101 8.42

    2

    0 7 7 6 6 7 7 9 9 8 8 8 7 89 7.42

    15 7 7 7 7 8 7 9 9 8 8 7 7 91 7.58

    25 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 96 8.00

    35 9 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 107 8.92

    3

    0 8 8 7 7 8 8 9 8 9 8 9 9 98 8.17

    15 9 9 8 8 8 8 8 8 9 8 8 9 100 8.33

    25 9 9 8 7 8 7 9 8 8 8 8 9 98 8.17

    35 8 8 8 9 8 8 8 9 9 9 9 8 101 8.42

    4

    0 6 6 6 6 7 7 6 6 6 6 7 7 76 6.33

    15 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 7 87 7.25

    25 8 8 7 7 8 7 8 7 8 7 7 7 89 7.42

    35 7 7 8 8 8 8 8 7 8 7 8 8 92 7.67

    5

    0 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 72 6.00

    15 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    25 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    35 8 8 8 8 8 8 9 7 9 7 9 7 96 8.00

  • 54

    6

    0 6 6 7 7 6 6 7 7 6 6 6 6 76 6.33

    15 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    25 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    35 7 8 7 7 7 7 7 7 8 7 7 7 86 7.17

    7

    0 7 7 6 6 6 6 6 6 7 7 6 6 76 6.33

    15 7 7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 75 6.25

    25 7 7 8 8 7 7 7 7 7 7 6 6 84 7.00

    35 7 7 8 8 8 8 8 8 7 7 8 6 90 7.50

    8

    0 3 5 5 3 5 5 5 5 3 3 5 5 52 4.33

    15 5 3 5 5 5 3 3 5 3 6 5 3 51 4.25

    25 7 7 7 6 7 6 7 7 5 6 6 5 76 6.33

    35 7 7 6 6 5 5 7 7 7 7 7 7 78 6.50

    9

    0 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 5 6 70 5.83

    15 6 6 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 69 5.75

    25 6 6 7 7 7 5 7 7 5 5 6 6 74 6.17

    35 7 7 5 6 7 7 7 7 7 7 7 7 81 6.75

  • 55

    Lampiran 8. Hasil uji organoleptik bau ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (3 )

    Hari Konsentrasi

    (%)

    Panelis ke-

    Total Rerata 1 2 3 4 5 6

    Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2

    1

    0 9 9 9 9 9 8 9 9 9 8 9 9 106 8.83

    15 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 108 9.00

    25 9 9 9 9 9 8 9 9 9 8 9 9 106 8.83

    35 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 108 9.00

    2

    0 7 7 8 8 7 7 8 8 8 8 8 8 92 7.67

    15 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 96 8.00

    25 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9 8 97 8.08

    35 9 8 9 9 9 9 9 9 9 9 8 8 105 8.75

    3

    0 8 8 7 7 9 9 8 8 8 8 8 8 96 8.00

    15 9 9 8 8 9 9 8 8 8 9 8 8 101 8.42

    25 9 9 9 9 8 8 9 9 8 8 8 9 103 8.58

    35 9 9 9 9 8 8 9 9 9 9 8 8 104 8.67

    4

    0 8 8 9 8 8 9 9 9 8 9 9 8 102 8.50

    15 9 8 8 9 9 9 9 9 9 8 9 9 105 8.75

    25 9 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 97 8.08

    35 9 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 97 8.08

    5

    0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    15 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    25 7 7 8 8 7 7 7 7 8 8 7 7 88 7.33

    35 8 8 8 8 8 8 7 7 8 8 8 8 94 7.83

  • 56

    6

    0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    15 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    25 7 7 7 7 8 8 7 7 8 8 7 7 88 7.33

    35 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 88 7.33

    7

    0 7 7 7 7 7 6 7 6 7 6 6 6 79 6.58

    15 6 6 7 7 6 7 7 6 7 6 7 6 78 6.50

    25 7 8 8 7 7 7 7 5 7 7 7 7 84 7.00

    35 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    8

    0 3 5 3 3 5 5 1 1 3 3 1 1 34 2.83

    15 5 5 3 3 5 5 7 5 5 5 7 7 62 5.17

    25 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 84 7.00

    35 7 7 7 7 7 7 7 7 5 7 7 7 82 6.83

    9

    0 7 5 5 5 5 3 3 3 3 5 5 5 54 4.50

    15 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 60 5.00

    25 7 7 5 5 7 7 5 5 5 5 7 7 72 6.00

    35 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 5 82 6.83

  • 57

    Lampiran 9. Hasil uji organoleptik tekstur ikan bandeng yang diawetkan dengan gula pasir dan disimpan pada suhu rendah (3

    Hari Konsentrasi

    (%)

    Panelis ke-

    Total Rerata 1 2 3 4 5 6

    Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 1 Ikan 2

    1

    0 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 108 9.00

    15 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 108 9.00

    25 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 108 9.00

    35 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 108 9.00

    2

    0 7 7 3 7 8 8 8 8 8 8 7 7 86 7.17

    15 9 9 9 9 9 9 9 9 8 8 9 9 106 8.83

    25 9 9 8 8 8 8 9 9 9 9 9 9 104 8.67

    35 9 9 9 9 9 9 9 9 9