proses pembuatan gula pasir

43
PROSES PEMBUATAN GULA PASIR Proses pembuatan gula pasir PROSESING NIRA TEBU MENJADI GULA Proses pembuatan gula pasir atau gula kristal putih di PG pada dasarnya adalah pemisahan sukrosa dari bahan-bahan non-sukrosa, kemudian diikuti dengan proses pengkrisatalan sukrosa. Bahan- bahan lain yang ada dalam nira tebu telah diuraikan pada Bab 3 di atas. Secara umum, sukrosa yang terkandung pada tanaman tebu di Jawa Timur berada pada kisaran 5-12% meskipun untuk kasus-kasus tertentu kadarnya bisa lebih tinggi lagi. Kandungan sukrosa dalam tebu tergantung kepada kualitas tebu itu sendiri serta proses pemerahannya di PG. Umumnya bila kandungan sukrosa dalam tebu tinggi akan diikuti oleh hasil prosesing yang tinggi juga. Karena itu, tugas PG sebenarnya bukan membuat gula, tetapi sebatas hanya mengambil gula. Gula atau sukrosa sepenuhnya dihasilkan oleh tanaman dan disimpan dalam batang. Namun demikian, tentu saja kinerja PG yang kurang baik akan berdampak terhadap proses pengambilan gula. Pada PG dengan tingkat efisiensi rendah, jumlah sukrosa yang terambil akan lebih sedikit dibanding PG dengan efisiensi baik. Proses pembuatan gula pasir di PG meliputi beberapa tahapan, yaitu penggilingan atau ekstraksi, pemurnian, pemanasan dan evaporasi, kristalisasi, pemisahan kristal (sentrifugasi), serta pengeringan dan pengepakan (Gambar 5). Proses penggilingan tebu atau ekstraksi nira dari tebu diling dilakukan di stasiun gilingan. Proses selanjutnya mulai dari pemurnian nira hingga pengepakan berlangsung di stasiun pengolahan. Kinerja PG secara keseluruhan merupakan gabungan antara kinerja stasiun gilingan dan stasiun pengolahan. Satu stasiun lain yang berfungsi sebagai sumber energi untuk PG adalah stasiun pembangkit uap. Ekstraksi Nira Tebu yang diangkut ke PG dimasukkan ke meja tebu, kemudian dicacah dengan pisau membentuk potongan-potongan kecil. Potongan tebu masuk kedalam tandem gilingan-3 rol, yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri. Nira yang

Upload: yuradhyan

Post on 02-Feb-2016

166 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

gula pasir

TRANSCRIPT

Page 1: Proses Pembuatan Gula Pasir

PROSES PEMBUATAN GULA PASIR

Proses pembuatan gula pasir

PROSESING NIRA TEBU MENJADI GULA

Proses pembuatan gula pasir atau gula kristal putih di PG pada dasarnya adalah pemisahan sukrosa dari bahan-bahan non-sukrosa, kemudian diikuti dengan proses pengkrisatalan sukrosa. Bahan-bahan lain yang ada dalam nira tebu telah diuraikan pada Bab 3 di atas. Secara umum, sukrosa yang terkandung pada tanaman tebu di Jawa Timur berada pada kisaran 5-12% meskipun untuk kasus-kasus tertentu kadarnya bisa lebih tinggi lagi.

Kandungan sukrosa dalam tebu tergantung kepada kualitas tebu itu sendiri serta proses pemerahannya di PG. Umumnya bila kandungan sukrosa dalam tebu tinggi akan diikuti oleh hasil prosesing yang tinggi juga. Karena itu, tugas PG sebenarnya bukan membuat gula, tetapi sebatas hanya mengambil gula. Gula atau sukrosa sepenuhnya dihasilkan oleh tanaman dan disimpan dalam batang. Namun demikian, tentu saja kinerja PG yang kurang baik akan berdampak terhadap proses pengambilan gula. Pada PG dengan tingkat efisiensi rendah, jumlah sukrosa yang terambil akan lebih sedikit dibanding PG dengan efisiensi baik.

Proses pembuatan gula pasir di PG meliputi beberapa tahapan, yaitu penggilingan atau ekstraksi, pemurnian, pemanasan dan evaporasi, kristalisasi, pemisahan kristal (sentrifugasi), serta pengeringan dan pengepakan (Gambar 5). Proses penggilingan tebu atau ekstraksi nira dari tebu diling dilakukan di stasiun gilingan. Proses selanjutnya mulai dari pemurnian nira hingga pengepakan berlangsung di stasiun pengolahan. Kinerja PG secara keseluruhan merupakan gabungan antara kinerja stasiun gilingan dan stasiun pengolahan. Satu stasiun lain yang berfungsi sebagai sumber energi untuk PG adalah stasiun pembangkit uap.Ekstraksi Nira

Tebu yang diangkut ke PG dimasukkan ke meja tebu, kemudian dicacah dengan pisau membentuk potongan-potongan kecil. Potongan tebu masuk kedalam tandem gilingan-3 rol, yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri. Nira yang terekstrak (nira mentah) dari batang akan jatuh ke bagian bawah gilingan, sementara ampas akan terus bergerak hingga gilingan akhir. Untuk meminimumkan kehilangan gula yang terbawa ampas, dilakukan pencucian ampas dengan air (imbibisi) menjelang ampas masuk ke unit gilingan akhir. Dalam proses penggilingan yang baik, lebih dari 95% sukrosa tebu akan masuk kedalam nira mintah dan hanya sedikit yang terangkut ampas.

Kinerja stasiun gilingan dinyatakan dalam mill extraction (ME). Nilai ini menunjukkan jumlah sukrosa yang berhasil di ekstrak (dalam nira mentah) dibandingkan terhadap kadar sukrosa dalam tebu. Semakin tinggi nilai ME, semakin baik kinerja stasiun gilingan. Nilai ME PG di Jawa Timur rata-rata sekitar 91%. Ini menunjukkan bahwa pengambilan sukrosa dari tebu yang digiling di PG Jawa Timur baru mencapai 91% dan menyisakan sekitar 9% di dalam ampas.

PG-PG di Jawa Timur hanya memiliki satu macam unit gilingan, yaitu unit gilingan 3 rol yang dilengkapi dengan tekanan hidrolik untuk membantu pemerahan. Akan tetapi, unit gilingan

Page 2: Proses Pembuatan Gula Pasir

biasanya dilengkapi oleh peralatan lain yang bervariasi seperti Donnelly chute, pressure feeder, fourth roller, feeder roller, dan lain-lain.

Ampas yang keluar dari gilingan akhir mengandung gula yang tidak terekstrak (terperah), serat-serat selulosa serta 45-55% air. Ampas selanjutnya dibawa ke boiler (ketel) sebagai bahan bakar. Pada PG yang kelebihan ampas, ampas digunakan untuk bahan baku pembuatan kertas, particle board, pakan ternak atau produk komersial lainnya.

Tebu yang masuk ke gilingan sebaiknya memiliki kualitas yang baik atau memenuhi kriteria manis, bersih dan segar (MBS). Manis artinya tebu dalam kondisi kemasakan optimal sehingga mengandung banyak sukrosa. Sukrosa dalam nira biasanya dinyatakan dalam % pol. Nilai pol pada nira berkualitas baik adalah lebih dari 10%. Bersih berarti tebu bebas dari trash (daun, sogolan, pucukan, dll.), tanah, dan kotoran lainnya. Kadar trash dan kotoran pada tebu giling harus dibawah 5%. Tebu segar menggambarkan bahwa tebu digiling dalam rentang waktu kurang dari 24 jam setelah ditebang. Tebu yang lambat tergiling bisanya mengandung pati dan dekstran dalam jumlah banyak sehingga akan menganggu proses pemurnian dan menurunkan perolehan sukrosa.Pemurnian Nira

Nira mentah yang dihasilkan dari gilingan umumnya asam dan keruh, sehingga harus dimurnikan lebih lanjt. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan sebanyak mungkin bahan bukan gula (non sugar), baik yang tidak larut seperti bagasilo, partikel koloid maupun yang larut seperti polisakarida, protein, dan koloran (zat warna) sehingga nira menjadi jernih dan lebih murni. Secara umum, bahan untuk klarifikasi nira mentah menggunakan susu kapur dan panas. Susu kapur sekitar 0,5 kg per ton tebu akan menetralisir nira dengan membentuk garam kapur yang tidak larut (kalsium fosfat). Pemanasan nira yang tercampur susu kapur akan menyebabkan koagulasi protein, lemak, lilin dan gum, sehingga bahan-bahan ini akan mengendap ke bawah membentuk butiran atau partikel.

Nira yang mengandung susu kapur dinetralkan kembali dengan penambahan sulfat (sulfitasi) atau karbonat (karbonatasi). Nira selanjutnya dipanaskan sampai 105°C, ditambah flokulan, terus dialirkan ke clarifier (bejana pengendap) untuk proses pengendapan.

Sebagian besar PG di Indonesia melakukan proses netralisasi pH nira secara sulfitasi. Proses pemurnian karbonatasi kurang populer saat ini karena kendala biaya pengadaan bahan pembantu yang lebih mahal serta kebutuhan tenaga kerja lebih banyak.

Nira jernih yang berada di bagian atas bejana pengendap mengalir ke tangki nira jernih. Endapan yang ada di bagian bawah tangki dipompa ke tangki nira kotor untuk kemudian ditapis dalam rotary vacuum filter. Hasil penapisan berupa nira tapis dan blotong. Nira tapis dikembalikan ke tangki nira mentah, sementara blotong dipisahkan sebagai endapan pengotor. Nira keruh tidak dapat diolah lebih lanjut karena dapat menyebabkan pembentukan warna dan masakan menjadi sangat kental, yang bisa berakibat kepada penurunan perolehan dan kualitas gula.

Sisa kapur yang masih terbawa ke dalam nira jernih harus diusahakan sesedikit mungkin. Sisa kapur yang terbawa dapat mendorong pembentukan kerak pada pipa evaporator. Pada tebu

Page 3: Proses Pembuatan Gula Pasir

giling yang tidak segar pH nira biasanya masam sehingga perlu susu kapur lebih banyak. Akibatnya, sisa susu kapur yang terbawa kedalam nira jernih juga meningkat.Penguapan Nira

Nira jernih selanjutnya dibawa ke evaporator untuk diuapkan airnya. Nira jernih memiliki kadar air sekitar 85% dan mempunyai komposisi yang sama dengan nira mentah, kecuali bahan-bahan yang telah terendapkan dalam proses klarifikasi. Evaporator terdiri dari 4 atau 5 bejana silindris vertical (effects) yang disusun seri. Bejana terakhir dihubungkan dengan kondensor untuk menghasilkan kondisi vacuum. Penguapan pada bejana I dilakukan menggunakan uap bekas, pada bejana II menggunakan uap nira dari bejana I, pada bejana III menggunakan uap nira bejana II, dan seterusnya. Susunan bejana-bejana seperti diatas tersebut disebut multiple effect. Sekitar 2/3 dari air yang ada dalam nira diuapkan dalam alat ini.Kristalisasi

Nira kental yang airnya sebagian besar sudah diuapkan pada evaporator, kemudian dikristalkan dalam bejana silindris yang disebut pan masak (Gambar 10). Pan masak adalah suatu bejana vakum dengan bagian dilengkapi tubular heat exchanger. Bagian atas pan masak merupakan tempat masakan yang dihubungkan dengan peralatan vakum (kondensor).

Untuk menghasilkan gula berkualitas baik, brix nira kental harus tinggi agar proses kristalisasi berjalan efisien dan warna nira kental harus terang (jernih). Kristalisasi bertujuan untuk mengambil gula dalam bentuk kristal dari nira kental. Larutan nira kental diuapkan secara perlahan-lahan dalam bejana vakum, sampai pada tingkat kejenuhan tertentu. Selanjutnya, bibit gula dalam ukuran tertentu ditambahkan secukupnya sehingga akan mendorong proses pembesaran kristal sukrosa dari larutan nira. Kondisi terus dipertahankan dengan cara mengatur penguapan dan umpan nira kental secara seimbang. Setelah kristal mencapai ukuran tertentu, penguapan diteruskan hingga mencapai brix tertentu. Campuran kristal dan larutan gula (mother liquor) dinamai masakan. Kristal dipisahkan dari mother liquor (sirup) dengan cara sentrifugasi. Proses masak pada PG-PG di Jawa Timur umumnya dilakukan secara bertingkat, yaitu: A, C dan D.Masakan A

Proses masak tahap pertama dengan menggunakan bahan baku nira mentah dinamakan masakan A. Bibit gula dalam proses masak A adalah gula hasil proses masakan C, dengan dengan ukuran kristal sekitar 0,4 mm. Kristal yang dihasilkan dari proses masak ini disebut gula A dan sirupnya disebut sirup A. Gula A dicampur dengan air atau klare dipisahkan dengan mesin sentrifugal menghasilkan gula putih dan larutan klare. Gula putih selanjutnya dikeringkan dan dikemas sebagai gula produk.Masakan C

Didalam sirup A masih terkandung banyak sukrosa yang belum jadi kristal. Sukrosa tersebut kemudian diambil kembali melalui proses masak berbahan baku sirup A atau biasa disebuit masakan C. Pada proses masakan C, bibit yang digunakan adalah gula D dengan ukuran kristal sekitar 0,2 mm. Proses masak berlangsung sebagaimana pada masakan A, namun karena

Page 4: Proses Pembuatan Gula Pasir

kandungan sukrosa pada sirup A sudah menurun, maka kristalisasi pada masak C butuh waktu lebih lama. Gula C diambil dengn cara sentrifugasi, sedangkan sirupnya digunakan untuk bahan baku pada masak D.Masakan D

Masakan D bisanya menggunakan bahan baku campuran sirop C dan sirup A. Proses masak D berlangsung jauh lebih lama dibanding masak A, karena tingkat kemurnian sukrosa bahan yang digunakan rendah. Khusus untuk masakan D, setelah turun dari bejana masak dilanjutkan dengan kristalisasi lanjut dengan pendinginan di palung pendingin sampai lebih dari 24 jam. Setelah dipisahkan di mesin sentrifugal, gula D dilebur kembali dan dicampur dengan nira kental dan sirup D atau lebih dikenal dengan tetes.Sentrifugasi

Pemisahan kristal sukrosa dari mother liquor (tetes atau sirup) yang berasal dari hasil masak A, C dan D dilakukan dengan menggunakan mesin pemutar kecepatan tinggi atau sentrifus. Ada dua sistem sentrifuse yang digunakan di PG, yaitu sistem batch dan kontinyu (Gambar 11). Sistem yang pertama dipakai untuk memisahkan sukrosa dari masakan A, sedangkan sistem yang kedua dipakai untuk mengambil sukrosa dari masakan C dan D.

Proses sentrifugasi masakan A akan menghasilkan gula dengan grade yang tinggi (dulu biasa disebut SHS). Gula yang keluar dicuci dengan air, kemudian dikeringkan kembali dengan menggunakan uap panas. Gula C dan D tidak diperlakukan seperti gula A, karena kedua gula tersebut dijadikan sebagai bibit pada masakan A.

PEMURNIAN MINYAK NABATI

A. Proses PengolahanPada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat alami minyak dan lemak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki.

A.1 EkstraksiEkstrasi merupakan suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ini bermacam-macam yaitu : rendering (Dry rendering, dan wet rendering), mechanical ekspression dan solvent exstraktion.

a. RenderingRendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada diding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.

1). Wet RenderingWet rendering merupakan proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan dengan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-

Page 5: Proses Pembuatan Gula Pasir

60 psi). Penggunaan temperatur rendah dalam proses wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran tersebut dipanaskan berlahan-lahan sampai suhu 500C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu populer, sedangkan wet rendering dengan menggunakan temperatur suhu yang tinggi disertai tekanan uap air, dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar.

2). Dry RenderingDry rendering merupakan cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukan ke dalam ketel tanpa menambah air. Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 2200F sampai 2300F (1050C-1100C). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.

A.2 Pengepresan Dengan MekanisPengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan.

a. Pengepresan HidraulikPada cara ini, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch2 (140,6kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4 sampai 6%, tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.

b. Pengepresan BerulirCara expller pressing (Pengepresan berulir) memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 2400F (115,50C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar antara 2,5 sampai 3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4-5 persen.

A.3 Ekstraksi Dengan PelarutPrinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak ataupun lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstrasi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ektraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum

Page 6: Proses Pembuatan Gula Pasir

eter, gasoline karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Jumlah pelarut menguap atau yang hilang tidak boleh lebih dari 5%.

A.4 HidrogenasiHidrogenasi merupakan proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambah hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidak jenuhan minyak atau lemak.

Proses hidrogenasi, terutama bertujuan untuk membuat minyak atau lemak bersifat plastis. Adanya penambahan hidrogen pada ikatan rangkap minyak atau lemak dengan bantuan katalisator akan mengakibatkan kenaikan titik cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan minyak atau lemak tersebut tahan terhadap proses oksidasi.

A.5 Inter-EsterifikasiInteresterifikasi (penukaran ester atau tran esterifikasi) menyangkut pertukaran gugus asil antartrigliserida. Karena trigliserida mengandung 3 gugus ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida atau diantara molekul trigliserida.

Proses interesterifikasi dilakukan untuk pembuatan mentega putih, margarine dan enrobing fat. Mentega putih yang dibuat dengan penambahan monogliserida sering disebut super gliserinated shortening. Monogliserida ini bersifat aktif dibagian permukaan minyak atau lemak dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan dispersi lemak dalam adonan, sehingga menghasilkan bahan pangan dengan rupa dan konsistensi yang lebih baik.

A.6 WinterisasiWinterisasi merupakan proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Pada suhu rendah, trigliserida padat tidak dapat larut dalam trigliserida cair.

Bermacam-macam lemak berwujud cair pada musim panas, sedangkan pada musim dingin akan kelihatan seperti susu yang umumnya mengandung sejumlah tristearin.

Gliserida bertitik cair tinggi kadang-kadang mengandung sejumlah asam stearat dan dapat terpisah pada suhu rendah (pendinginan) dan dikenal dengan nama stearin. Bagian yang membeku pada suhu rendah (disebut stearin) dipisahkan melalui penyaringan (dilakukan dalam chill room) sedangkan minyak yang tetap cair disebut winter oil.

B. Proses PemurnianB.1 Tujuan PemurnianTujuan pemurnian dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut :

Page 7: Proses Pembuatan Gula Pasir

a)Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asamb)Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasic)Dekolorisasi dengan proses pemucatand)Deodorisasie)Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling)

Di samping itu kadang-kadang dilakukan penambahan flavor dan zat warna sehingga didapatkan minyak dengan rasa serta bau yang enak dan warna yang menarik.

Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari 3 golongan, yaitu :1)Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble dan Terdispersi dalam Minyak).Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan beberapa cara mekanis, yaitu dengan pengendapan, penyaringan maupun sentrifusi.

2)Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak.Kotoran yang terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa-senyawa komplek lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses mekanik seperti pengendapan, sentrifusi ataupun penyaringan dengan menggunakan absorben.

3)Kotoran yang terlarut dalam minyak (Fat Soluble Compound).Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon : mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida : zat yang terdiri dari karotenoid dan klorofil. Zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi.Selain kotoran tersebut di atas, beberapa jenis minyak mengandung senyawa beracun, misalnya seperti minyak biji kapas mengandung gossypol dan mustard oil mengandung ester dari asam iso-thiosianat dan etil alkohol.

B.2 Perlakuan PendahuluanTujuan perlakuan pendahuluan adalah sebagai berikut :a)Menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam terutama besi dan tembaga. Pada proses deoderisasi, pertambahan jumlah asam pada minyak akibat perlakuan pendahuluan lebih kecil dibandingkan dengan tanpa perlakuan pendahuluan.

b)Proses pemisahan gum dilakukan terhadap minyak untuk tujuan tertentu, misalnya minyak biji lin yang digunakan untuk pembuatan lak (lacquer).

c)Untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya, dan mengurangi minyak yang hilang selama proses pemurnian, terutama pada proses netralisasi.Salah satu perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan terhadap minyak yang akan dimurnikan dikenal dengan proses pemisahan gum (de-gumming).

Page 8: Proses Pembuatan Gula Pasir

Pemisahan de-gumming merupakan salah satu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfotida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Proses pemisahan gum (de-gumming) perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, dengan alasan :a)Sabun yang terbentuk dari dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun (soap stock) dari minyak.

b)Netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak, sehingga mengurangi rendemen trigliserida.

C. Tahapan-Tahapan PemurnianC.1 NetralisasiNetralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock).

1)Netralisasi dengan kaustik sodaNetralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah jika dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak.

Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu perbandingan antara kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi minyak kasar yang mengandung 3 persen asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar 94%, maka akan mengalami kehilangan total (total loss) sebesar (100-94) persen = 6 persenRefining factor = (Kehilangan total (%))/(Asam lemak bebas dalam minyak (%)) = ( 6)/3 = 2

Makin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi. Pemakaian kaustik soda dengan konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.

Netralisasi dengan natrium karbonat (Na2CO3)Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Kelemahan dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dalam minyak.

Page 9: Proses Pembuatan Gula Pasir

Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah absorben yang dibutuhkan pada proses pemucatan.Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan dibawah suhu 500C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat, dengan reaksi sebagai berikut :

Pada pemanasan, asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O. Gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan cara menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa vacum.

Netralisasi minyak dalam bentuk “miscella”Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstraksi dengan menggunakan pelarut menguap (solvent exstraktion). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara pelarut dan minyak disebut miscellia.

Asam lemak bebas dalam miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke dalam miscella yang mengalir dalam ketel ekstraksi, dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam, sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.

Netralisasi dengan etanol amin dan amoniaEtanol amin dan amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida, sedangkan amonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock dengan cara penyulingan dalam ruangan vacum.

Pemisahan asam (de-ecidification) dengan cara penyulinganProses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikannya dengan larutan basa, sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchange). Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinyu ke dalam alat penyuling, dengan letak horizontal.Untuk menghindari kerusakan minyak selama proses penyulingan karena suhu yang terlalu tinggi, maka asam lemak yang tertinggal dalam minyak dengan kadar lebih rendah dari 1 persen harus dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan basa. Minyak kasar dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi umumnya mengandung fraksi mono dan digliserida yang terbentuk dari hasil hidrolisa sebagian molekul trigleserida.

b.Pemisahan asam dengan menggunakan pelarut organikPerbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam pelarut organik digunakan sebagai pemisahan asam lemak bebas dari minyak. Pelarut yang paling baik digunakan untuk memisahkan asam lemak bebas adalah furfural dan propane.

Page 10: Proses Pembuatan Gula Pasir

Piridine merupakan pelarut minyak dan jika ditambahkan air dalam jumlah kecil, maka trigliserida akan terpisah. Trigliserida tidak larut dalam piridine, sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara dekantasi, sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak bebas dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alkohol sebagai pelarut, maka kelarutan trigliserida dalam alkohol akan bertambah besar dengan bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga pemisahaan antara asam lemak bebas dari trigliserida lebih sukar dilakukan.

C.2 Pemucatan (Bleanching)1)Tujuan pemucatanPemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil absorben, seperti : tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia.

2)Pemucatan minyak dengan adsorbenAbsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleanching earth) dan arang (bleanching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 1050C, selama 1 jam. Penambahan absorben pada saat minyak mencapai suhu sekitar 70-800C dan jumlah absorben kurang lebih sebanyak 1.0 – 1.5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari absorben dengan cara penyaringan menggunakan kaen tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0.2 – 0.5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

3)Macam-macam adsorbena)Bleancing Clay (Bleancing Earth)Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnetsium oksida dan besi oksida.

Jumlah absorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan.

Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika absorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH absorben mendekati netral.

b)ArangArang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur carbon (C).Umumnya arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia.

Page 11: Proses Pembuatan Gula Pasir

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Arang Kayu KerasKomponen Kering Udara Kering OvenAirBahan menguapAbu“Fixed carbon” 9,98,12,080,0 -9,02,288,8Sumber : Andersen, A.C.J; 1962 dalamKetaraen; 1986

Pada umumnya pengarangan dilakukan pada suhu 300-5000C. Suhu pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-7000C. Pada proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi.

c)Arang Aktif (activated carbon)Aktivitas karbon bertujuan untuk memperbesar luasan permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas absorben terhadap zat warna.Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif adalah : HNO3, H3PO4, Sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca(PO4)2, NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3 dan uap air pada suhu tinggi.

Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan meresap kedalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar.Persenyawaan hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara oksidasi membuka oksidator lemah seperti CO2 yang disertai dengan uap air. Dengan cara tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi.Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luasan permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengikat yang digunakan dan kadar air.

4)Mekanisme adsorbsi zat warna oleh arangAdsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan yang tergantung dari specifik affinity antara adsorben dan zat yang di adsorbsi.Daya adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap.

Page 12: Proses Pembuatan Gula Pasir

Berdasarkan adanya perbendaan energipotensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi tersebut masing-masing disebabkan karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan potensial sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas.

Keuntungan menggunakan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan blanching clay, sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah lebih kurang 0.1 - 0.2 persen dari berat minyak. Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah perioksida sehingga memperbaiki mutu minyak.

Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam activated clay, dan proses oksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan menggunakan arang aktif (activated carbon).

5)Ekstraksi minyak yang tertinggal dalam absorbenCara yang sederhana untuk mengekstraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben adalah mencampurkan absorben tertentu dengan bahan yang akan diekstraksi minyaknya.

Pemisahan minyak dengan menggunakan surface active agentSurvace active agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan dalam absorben dengan menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu air mendidih (kira-kira 1000C) dengan tekanan 1 atmosfer.

Larutan alkali dengan tegangan permukaan yang lebih rendah dan daya pembasah yang lebih besar akan memcuci minyak yang tergabung dalam adsorben. Minyak yang diperoleh lebih kurang sebanyak 70-75 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.

Ekstraksi dengan pelarut organikPelarur organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam adsorben, selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan cara penyulingan pada suhu titik didih pelarut organik yang digunakan.Jika dibandingkan dengan cara pemisahan minyak menggunakan surface active agent, maka penggunaan pelarut organik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :-Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik dan kadar minyak yang diperoleh mencapai 90-95 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.-Pengaruh uap air dan oksigen udara dapat dihindarkan sehingga kecil kemungkinan terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak. Kontak minyak dengan oksigen udara perlu dihindarkan terutama pada minyak yang mudah mengering (drying oil), karena minyak tersebut jika dioksidasi pada suhu tinggi akan membentuk persenyawaan polimer yang berwarna gelap.

6)Pemucatan minyak dengan bahan kimiaCara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan pangan (edible fat), karena pemucatan kimia lebih baik dibandingkan menggunakan absorben. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak dapat

Page 13: Proses Pembuatan Gula Pasir

dihindarkan dan zat warna dapat diubah menjadi zat tidak berwarna, yang tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya adalah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia dan trigliserida, sehingga menurunkan flavour minyak.

Pemucatan dengan cara oksidasiOksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan tetapi asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena proses oksidasi dan polimerisasi.Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pemucat secara oksidasi adalah persenyawaan peroksida dikromat, ozon, clorine dan clorine dioksida.

Pemucatan dengan dikromat dan asamBahan kimia yang digunakan adalah natrium atau kalium dikromat dalam asam mineral (anorganik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan oksigen. Oksigen bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) dan menghasilkan klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan pemucat, dengan reaksi sebagai berikut :

Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat warna akan mengendap setelah pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu dalam minyak tidak dapat hilang, sehingga cara pemucatan dikromat banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun. Tangki pemucat yang terbuat dari logam harus diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut dapat menimbulkan karat pada logam.

Pemucatan dengan panasPemanasan minyak dalam ruangan vacum pada suhu relatif tinggi, mempunyai pengaruh pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang mengandung pigmen klorofil.Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam, terutama ion besi, sabun (soap stock) dan hasil-hasil oksidasi seperti perioksida, karena pemanasan terhadap bahan-bahan tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.

Pemucatan dengan cara reaksi reduksiPemucatan minyak dengan reaksi reduksi kurang efektif seperti halnya pemucatan dengan cara oksidasi, karena warna yang hilang dapat timbul kembali jika minyak tersebut terkena udara.Bahan kimia yang dapat mereduksi zat warna terdiri dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite. Pemakaian zat pereduksi ini biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan tertentu.

C.3 Deodorisasi1)Tujuan DeodorisasiDeodorasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vacum.

Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung flovor yang baik untuk tujuan bahan

Page 14: Proses Pembuatan Gula Pasir

pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi, misalnya : lemak susu, lemak babi, lemak coklat dan minyak olive.

2)Flavor Dalam MinyakFlavor alamiah (natural flavor)Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak pada proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan, rendering atau dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut menguap. Senyawa tersebut terdiri dari hidrokarbon tidak jenuh, pigmen karotenoid, terpene, sterol dan tokoferol.Minyak yang berbau sengit (pungent odor) dan rasa getir disebabkan oleh glukosida dan allyl thio sianida. Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak yang berasal dari biji-bijian, misalnya minyak brassica, rape, seed, colza dan mustrad.

Flavor Yang Dihasilkan dari Kerusakan Minyak Atau Bahan Yang Mengandung Minyak.Kerusakan tersebut terjadi selama pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, adanya kotoran dalam minyak dan pada proses pemurnian. Senyawa yang terbentuk merupakan hasil degradasi trigliserida dalam minyak, yang menghasilkan asam lemak bebas, aldehida dan keton, dikarbonil, alkohol dan sebagainya. Bau tengik dan rasa getir mulai dapat dirasakan jika komponen tersebut terdapat dalam minyak dengan jumlah lebih dari 0.1 persen dari berat minyak.

Hasil minyak yang telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga agar tidak banyak mengalami kerusakan, dengan memperhatikan faktor-faktor suhu, cara penanganan dan kemasan yang dipakai.

Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit

Pemurnian minyak kelapa sawit bertujuan untuk memurnikan minyak dengan cara memisahkan air dan kotoran  yang terkandung dalam minyak kasar (crude palm oil) hasil ekstraksi berdasarkan perbedaan berat  jenis. Tahapan proses fisikanya adalah sebagai berikut: 

1.      Continuous settling tank

            Pada proses ini minyak masih bercampur dengan lumpur, air, dan kotoran lainnya (sludge). Continuous settling tank berfungsi untuk memisahkan sludge dari minyak dengan memanfaatkan prinsip beda jenis dimana minyak berada dibagian atas dar air dan kotoran (mengapung). Hasil dari proses ini adalah minyak bersih yang akan dialirkan ke top oil tank, sedangkan air dan kotoran dialirkan ke sludge tank untuk dialirkan sebagai pupuk limbah cair (land aplication). 

2.    Top oil tank

            Pada proses ini top oil tank menggunakan prinsip perbedaan berat jenis dan penguapan, temperatur tangki yang mencapai 90-95˚C akan membuat air menguap dan limbah akan mengendap dibagian bawah. Uap air yang dihasilkan difungsikan sebagai pendingin alat, minyak dan kotoran akan ditampung sementara di tangki ini sebelum masuk ke oil purifier. 

3.      Oil Purifier

Page 15: Proses Pembuatan Gula Pasir

            Proses ini merupakan pembersihan lanjutan berdasarkan perbedaan berat jenis dan gaya sentrifugal, dengan kecepatan alat 7.500 rpm kotoran dan sisa air berat jenisnya jauh lebih berat daripada minyak sehingga akan keluar dari tangki. Selanjutnya minyak akan keluar menuju vacum dryer. 

4.      Vacuum dryer

            Di dalam vacuum dryer, minyak diuapkan dengan sistem pengabutan. Minyak yang sudah bebas air dipompa ke tangki penimbunan melalui flow meter. Temperatur minyak harus 90-95˚ C agar air cepat menguap keluar melalui lubang diujung vacuum dryer. 

5.      Sludge tank

            Sludge yang keluar dari continuous tank masih mengandung minyak, karena itu perlu diolah lagi (penyulingan) untuk diambil minyaknya melalui pemanasan suhu 90-95˚C agar viskositas sludge menurun, proses ini berlangsung dalam sludge tank. 

6.      Sludge temperator dan Vet Pit

            Sludge yang keluar dari proses oil purifier masih mengandung minyak, sehingga harus dimasukkan ke sludge separator untuk diambil minyaknya dan hasil pemisahnnya akan masuk ke riclained tank, lalu masuk kembali ke contonuous settling tank. Sludge bersama dengan air pencuci mesin cetrifuge dikumpulkan dalam vet pit untuk dipisahkan dan diambil minyaknya.

            Proses pemurnian secara kimia ini, terdiri dari proses degumming, proses neutralisasi, dan proses bleaching. Proses ini disebut kimia, karena proses yang dilakukan dengan penambahan bahan kimia. Dan bila mengolah minyak kelapa sawit sebagai bahan baku, hasil yang diperoleh disebut NBDPO atau kepanjangan dari Neutralized Bleached Deodorized Palm Oil. Berikut ini adalah proses pemurnian secara kimia:

1. Proses Degumming

            Degumming adalah proses penghilangan gum (getah). Biasanya menggunakan asam phospat, karena asam phospat ini dapat mengikat fosfor yang merupakan komposisi getah, kemudian mengendapkannya. Proses ini disertai pemanasan untuk mengoptimalkan proses degumming, biasanya pemanasan dilakukan sampai suhu sekitar 60oC. Penggunaan air sebagai pengganti asam posfat dapat dilakukan, tapi dirasa kurang efektif karena masih adanya sedikit

Page 16: Proses Pembuatan Gula Pasir

gum dan waktu yang dibutuhkan untuk mengendapkan air dan gum-nya membutuhkan waktu yang agak lama.

2. Proses Netralisasi

            Netralisasi adalah proses penambahan suatu basa ke dalam minyak untuk menetralkan minyak, karena sebelumnya minyak mengandung FFA (asam lemak bebas) yang kemudian direaksikan dengan basa kuat/larutan caustic yang akhirnya membentuk sabun. Basa kuat yang pada umumnya untuk reaksi ini adalah sodium hidroksida (NaOH) dan potassium hidroksida (KOH). Proses ini disertai dengan pemanasan sampai suhu sekitar 60oC. Namun, proses ini tidak dapat digunakan untuk FFA tinggi, karena bila proses pemurnian minyak secara kimia ini dilakukan, hasilnya akan menjadi sabun semua.

3. Proses Pengeringan

            Proses pengeringan pada minyak bertujuan menguapkan terutama air dan mungkin pengotor lain yang volatile. Minyak hasil dipanaskan hingga >100oC (cukup suhu dimana air akan menguap), kemudian dalam kondisi vakum rendah. Karena bila masih ada kandungan air, maka memungkinkan terjadinya hidrolisa, yang bila bereaksi, hasil akhirnya asam lemak bebas dan menjadi digliserida atau menjadi monogliserida.

4. Proses Bleaching

            Bleaching adalah memucatkan minyak atau menghilangkan komponen warna yang tidak diinginkan. Proses pemucatan ini ada 4 macam:

1. Pemucatan dengan absorbsi : Biasanya digunakan bleaching earth (tanah pemucat) dan karbon aktif sebagai absorben.

2. Pemucatan dengan oksidasi : Proses ini dikembangkan di industri sabun.

3. Pemucatan dengan panas : Pada umumnya, pada suhu tinggi warna akan menjadi lebih pucat, karena zat-zat warna akan menguap. Namun proses ini, biasanya kondisi di bawah atmosfir atau vakum, karena untuk menghindari rusaknya minyak karena suhu yang terlalu tinggi.

4. Pemucatan dengan hidrogenasi : Hal ini dilakukan dengan penambahan hidrogen, reaksi yang terjadi adalah reaksi adisi, pemecahan rantai. Misalnya untuk beta karoten yang mempunyai ikatan rangkap kemudian diadisi, warna menjadi lebih pucat.

            Namun yang pada umumnya yang digunakan dalam industri refinery minyak nabati adalah pemucatan dengan menggunakan absorben, dengan tanah pemucat (bleaching earth) disertai pemanasan dan pada kondisi vakum. Proses pemucatan ini sebenarnya tidak baik karena menghilangkan kandungan vitamin A dan Betakaroten yang baik untuk kesehatan.Kelemahan proses pemurnian secara kimia:

1. Tidak dapat dilakukan untuk FFA tinggi.

2. Losses banyak.

3. Tidak ekonomis untuk kapasitas yang besar, karena membutuhkan bahan kimia dan proses yang panjang.

Page 17: Proses Pembuatan Gula Pasir

4. Produk samping yang dihasilkan memerlukan treatment yang lebih lanjut, seperti sabun yang dihasilkan perlu proses lanjut.

Proses Pemurnian Minyak Sawit1.   Degumming

Degumming merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan fosfatida, wax, dan pengotor lainnya dengan cara penambahan air, larutan garam, atau larutan asam. Degummingmengkonversi fosfatida menjadi gum terhidrasi yang tidak larut dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan dengan cara filtrasi atau sentrifugasi. 

Pada pabrik sederhana, degumming dilakukan dengan cara memanaskanCPO hingga temperatur 90-130oC dimana temperatur ini adalah temperatur yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi CPO dengan asam fosfat. Setelah itu, CPO dipompa ke dalam mixer statis dengan penambahan 0,35-0,45 kg/ton CPO. Pengadukan yang terus-menerus di dalam mixer bertujuan untuk menghilangkan gum. Proses ini akan mempermudah penghilangan gum pada proses penyaringan berikutnya sehingga ukuran deodorizer tidak terlalu besar.

Komposisi minyak sawit :

2.   Netralisasi

Proses netralisasi konvensional dengan penambahan soda kaustik merupakan proses yang paling luas digunakan dan juga proses purifikasi terbaik yang dikenal sejauh ini. Penambahan larutan alkali ke dalam CPO menyebabkan beberapa reaksi kimia dan fisika sebagai berikut:

1. Alkali bereaksi dengan Free Fatty Acid (FFA) membentuk sabun.

2. Fosfatida mengabsorb alkali dan selanjutnya akan terkoagulasi melalui proses hidrasi.

3. Pigmen mengalami degradasi, akan terabsorbsi oleh gum.

4. Bahan-bahan yang tidak larut akan terperangkap oleh material terkoagulasi.

 Efisiensi pemisahan sabun dari minyak yang sudah dinetralisasi, yang biasanya dilakukan dengan bantuan separator sentrifugal, merupakan faktor yang signifikan dalam

Page 18: Proses Pembuatan Gula Pasir

netralisasi kaustik. Netralisasi kaustik konvensional sangat fleksibel dalam memurnikan minyak mentah untuk menghasilkan produk makanan (O’Brien, R.D.1998).

Netralisasi dengan menggunakan soda kaustik dapat dilakukan untuk minyak kelapa sawit yang mengandung 8 sampai 10% Asam lemak bebas. Proses netralisasi ini antara lain: prapemanasan minyak sawit mentah hingga 54-71oC, netralisasi dengan soda kaustik secukupnya, pemanasan hingga 82-88oC untuk mengendapkan fasa sabun dan langsung disentrifugasi. Minyak yang telah ternetralisasi kemudian dicuci dengan air dan selanjutnya dipisahkan sekali lagi melalui proses settling atau sentrifugasi untuk menghilangkan sisa pengotor dan sisa sabun. Selanjutnya minyak dikeringkan dengan bantuan vacuum dryer atau langsung dilakukan proses bleaching.

3.   Bleaching

Minyak kelapa sawit yang sudah dinetralisasi mengandung residu sabun, logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen warna. Untuk itu dilakukan proses pemucatan (bleaching) untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut. Pemucatan minyak sawit dapat dilakukan dengan bleaching earth atau dengan perusakan dengan panas. Karena tingginya kandungan pigmen di dalam minyak sawit, dibutuhkan bleaching earth yang lebih banyak dan waktu pemucatan yang lebih lama dibandingkan proses pemucatan minyak nabati lainnya.

Menurut Arumughan et al. (1985) kondisi optimal pemucatan didapat dengan penambahan 3% bleaching earth yang mengandung karbon aktif dengan perbandingan 9:1 dan pemucatan pada temperatur 150oC dalam keadaan vakum 700 mmHg. Menurut Iyung Pahan (2008), kondisi proses pemucatan optimal dapat dicapai pada temperatur 100 – 130oC selama 30 menit dengan injeksi uap bertekanan rendah ke dalam bleacher untuk mengaduk konsentrasi slurry. Setelah melewati proses bleaching, minyak sawit disaring untuk menghilangkan bleaching earth yang masih terbawa di dalamnya.

4.   Deodorisasi Minyak sawit yang keluar dari proses pemucatan mengandung aldehida, keton, alkohol, asam lemak berberat molekul ringan, hidrokarbon, dan bahan lain hasil dekomposisi peroksida dan pigmen. Walaupun konsentrasi bahan-bahan tersebut kecil, bahan-bahan tersebut dapat terdeteksi oleh rasa danaroma minyaknya. Bahan-bahan tersebut lebih volatil pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Proses deodorisasi pada intinya adalah distilasi uap pada keadaan vakum. Distilasi uap pada tekanan vakum untuk menguapkan aldehid dan senyawa aromatik lainnya menggunakan prinsip hukum Raoult. 

Sebelum masuk ke dalam alat deodorisasi, minyak yang sudah dipucatkan dipanaskan sampai 210-250oC. Alat deodorisasi beroperasi dengan 4 cara, yaitu deaerasi minyak, pemanasan minyak, pemberian uap ke dalam minyak, dan pendinginan minyak. Di dalam kolom, minyak dipanaskan sampai 240-280oC dalam kondisi vakum. Manfaat pemberian uap langsung menjamin pembuangan sisa-sisa asam lemak bebas, aldehida, dan keton.

5.   Fraksinasi   

Page 19: Proses Pembuatan Gula Pasir

Proses fraksinasi dibutuhkan untuk memisahkan trigliserida yang memiliki titik leleh lebih tinggi sehingga minyak sawit tidak teremulsi pada temperatur rendah. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu fraksinasi kering, fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan solvent. Pada fraksinasi kering, minyak sawit didinginkan perlahan dan disaring untuk memisahkan fraksi-fraksinya. Pada fraksinasi basah, kristal pada fraksi stearin dibasahi dengan menggunakan surfaktan atau larutan deterjen. Pada fraksinasi dengan solvent, minyak sawit diencerkan dengan menggunakan solvent seperti heksan, aseton, isopropanol, atau n-nitropropan. Proses fraksinasi kering lebih disukai karena lebih ramah lingkungan.  Fraksinasi dilakukan untuk mendapatkan minyak dengan kestabilan dingin yang baik. Titik leleh merupakan suatu indikasi jumlah unsaturated fatty acid dan asam lemak yang memiliki rantai pendek. Titik leleh akan meningkat seiiring dengan bertambahnya panjang rantai dan menurun seiiring dengan bertambahnya jumlah unsaturated bond.

Proses Pemurnian Minyak Sawit1.   Degumming

Degumming merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan fosfatida, wax, dan pengotor lainnya dengan cara penambahan air, larutan garam, atau larutan asam. Degummingmengkonversi fosfatida menjadi gum terhidrasi yang tidak larut dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan dengan cara filtrasi atau sentrifugasi. 

Pada pabrik sederhana, degumming dilakukan dengan cara memanaskanCPO hingga temperatur 90-130oC dimana temperatur ini adalah temperatur yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi CPO dengan asam fosfat. Setelah itu, CPO dipompa ke dalam mixer statis dengan penambahan 0,35-0,45 kg/ton CPO. Pengadukan yang terus-menerus di dalam

Page 20: Proses Pembuatan Gula Pasir

mixer bertujuan untuk menghilangkan gum. Proses ini akan mempermudah penghilangan gum pada proses penyaringan berikutnya sehingga ukuran deodorizer tidak terlalu besar.

Komposisi minyak sawit :

2.   Netralisasi

Proses netralisasi konvensional dengan penambahan soda kaustik merupakan proses yang paling luas digunakan dan juga proses purifikasi terbaik yang dikenal sejauh ini. Penambahan larutan alkali ke dalam CPO menyebabkan beberapa reaksi kimia dan fisika sebagai berikut:

1. Alkali bereaksi dengan Free Fatty Acid (FFA) membentuk sabun.

2. Fosfatida mengabsorb alkali dan selanjutnya akan terkoagulasi melalui proses hidrasi.

3. Pigmen mengalami degradasi, akan terabsorbsi oleh gum.

4. Bahan-bahan yang tidak larut akan terperangkap oleh material terkoagulasi.

 Efisiensi pemisahan sabun dari minyak yang sudah dinetralisasi, yang biasanya dilakukan dengan bantuan separator sentrifugal, merupakan faktor yang signifikan dalam netralisasi kaustik. Netralisasi kaustik konvensional sangat fleksibel dalam memurnikan minyak mentah untuk menghasilkan produk makanan (O’Brien, R.D.1998).

Netralisasi dengan menggunakan soda kaustik dapat dilakukan untuk minyak kelapa sawit yang mengandung 8 sampai 10% Asam lemak bebas. Proses netralisasi ini antara lain: prapemanasan minyak sawit mentah hingga 54-71oC, netralisasi dengan soda kaustik secukupnya, pemanasan hingga 82-88oC untuk mengendapkan fasa sabun dan langsung disentrifugasi. Minyak yang telah ternetralisasi kemudian dicuci dengan air dan selanjutnya dipisahkan sekali lagi melalui proses settling atau sentrifugasi untuk menghilangkan sisa pengotor dan sisa sabun. Selanjutnya minyak dikeringkan dengan bantuan vacuum dryer atau langsung dilakukan proses bleaching.

3.   Bleaching

Page 21: Proses Pembuatan Gula Pasir

Minyak kelapa sawit yang sudah dinetralisasi mengandung residu sabun, logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen warna. Untuk itu dilakukan proses pemucatan (bleaching) untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut. Pemucatan minyak sawit dapat dilakukan dengan bleaching earth atau dengan perusakan dengan panas. Karena tingginya kandungan pigmen di dalam minyak sawit, dibutuhkan bleaching earth yang lebih banyak dan waktu pemucatan yang lebih lama dibandingkan proses pemucatan minyak nabati lainnya.

Menurut Arumughan et al. (1985) kondisi optimal pemucatan didapat dengan penambahan 3% bleaching earth yang mengandung karbon aktif dengan perbandingan 9:1 dan pemucatan pada temperatur 150oC dalam keadaan vakum 700 mmHg. Menurut Iyung Pahan (2008), kondisi proses pemucatan optimal dapat dicapai pada temperatur 100 – 130oC selama 30 menit dengan injeksi uap bertekanan rendah ke dalam bleacher untuk mengaduk konsentrasi slurry. Setelah melewati proses bleaching, minyak sawit disaring untuk menghilangkan bleaching earth yang masih terbawa di dalamnya.

4.   Deodorisasi Minyak sawit yang keluar dari proses pemucatan mengandung aldehida, keton, alkohol, asam lemak berberat molekul ringan, hidrokarbon, dan bahan lain hasil dekomposisi peroksida dan pigmen. Walaupun konsentrasi bahan-bahan tersebut kecil, bahan-bahan tersebut dapat terdeteksi oleh rasa danaroma minyaknya. Bahan-bahan tersebut lebih volatil pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Proses deodorisasi pada intinya adalah distilasi uap pada keadaan vakum. Distilasi uap pada tekanan vakum untuk menguapkan aldehid dan senyawa aromatik lainnya menggunakan prinsip hukum Raoult. 

Sebelum masuk ke dalam alat deodorisasi, minyak yang sudah dipucatkan dipanaskan sampai 210-250oC. Alat deodorisasi beroperasi dengan 4 cara, yaitu deaerasi minyak, pemanasan minyak, pemberian uap ke dalam minyak, dan pendinginan minyak. Di dalam kolom, minyak dipanaskan sampai 240-280oC dalam kondisi vakum. Manfaat pemberian uap langsung menjamin pembuangan sisa-sisa asam lemak bebas, aldehida, dan keton.

5.   Fraksinasi   

Page 22: Proses Pembuatan Gula Pasir

Proses fraksinasi dibutuhkan untuk memisahkan trigliserida yang memiliki titik leleh lebih tinggi sehingga minyak sawit tidak teremulsi pada temperatur rendah. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu fraksinasi kering, fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan solvent. Pada fraksinasi kering, minyak sawit didinginkan perlahan dan disaring untuk memisahkan fraksi-fraksinya. Pada fraksinasi basah, kristal pada fraksi stearin dibasahi dengan menggunakan surfaktan atau larutan deterjen. Pada fraksinasi dengan solvent, minyak sawit diencerkan dengan menggunakan solvent seperti heksan, aseton, isopropanol, atau n-nitropropan. Proses fraksinasi kering lebih disukai karena lebih ramah lingkungan.  Fraksinasi dilakukan untuk mendapatkan minyak dengan kestabilan dingin yang baik. Titik leleh merupakan suatu indikasi jumlah unsaturated fatty acid dan asam lemak yang memiliki rantai pendek. Titik leleh akan meningkat seiiring dengan bertambahnya panjang rantai dan menurun seiiring dengan bertambahnya jumlah unsaturated bond.

PROSES EKSTRAKSI

Oleoresin merupakan campuran senyawa minyak atsiri dan resin yang diperoleh dengan cara ekstraksi. Dalam perdagangan, sudah banyak oleoresin yang dipasarkan seperti oleoresin jahe (ginger), cabe (capsicum), lada hitam (black pepper), kayu manis (cinnamon bark), bunga cengkeh (clove bud oleoresin), pala (nutmeg oleoresin), paprika oleoresin, dan masih banyak lagi yang lain. Umumnya oleoresin ini bisa berbentuk cair, pasta ataupun padatan tergantung dari komponen senyawa yang terkandung. Sedang fungsi oleoresin adalah sebagai bahan baku flavor, disamping sebagai bahan pengawet alami. Di dunia industri, oleoresin digunakan sebagai bahan baku obat, kosmetik, parfum, pengalengan daging, fresh drink dan masih banyak lagi, hingga industri bakery maupun kembang gulapun juga membutuhkan oleoresin.

Page 23: Proses Pembuatan Gula Pasir

Kebutuhan bahan alami oleoresin saat ini meningkat tajam. Untuk keperluan ekspor saja, Indonesia belum mampu memenuhi permintaan pasar padahal bahan baku rempah di Indonesia sangat melimpah. Banyak tanaman rempah sebagai bahan baku oleoresin hanya bisa tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Sementara pasar/buyer oleoresin seperti daratan Eropa, Amerika termasuk Timur Tengah tidak bisa menanam sendiri bahan rempah yang sangat banyak ragamnya. Ujung-ujungnya mereka akan tetap selalu mengimpor produk rempah sebagai kekayaan hayati Indonesia. Terlebih lagi Eropa sudah mengaklamasikan “Back to Nature” untuk masyarakatnya. Masyarakat maju seperti di Eropa memang sudah mulai meninggalkan produk sintetis untuk beralih ke produk alami yang mempunyai efek samping sangat-sangat rendah dibanding produk sintetik.Industri oleoresin di Indonesia sangat terbatas jumlahnya, sampai-sampai perusahaan pengguna oleoresin di harus import oleoresin dari negara lain. Ini artinya peluang bisnis memproduk oleoresin sangat lebar, terlebih lagi bahan baku rempah juga tersedia melimpah.Inilah kesempatan emas orang Indonesia untuk meraih sukses dengan memproduksi oleoresin yang jauh lebih profit dibanding menjual bahan mentah rempah ke luar negeri.

Grinder

Proses EkstraksiBahan baku bersih yang telah disortasi dikecilan ukuran ukurannya dengan cara menggiling menggunakan mesin grinding, baru pengayakan pada mesh tertentu. Untuk mendapat hasil berkualitas, gunakan mesin penggiling rempah yang inert yaitu berbahan stainless steel.

Page 24: Proses Pembuatan Gula Pasir

Perkolator

Tahap selanjutnya serbuk bahan baku diekstraksi dengan pelarut organik. Ada beberapa pelarut yang biasa dipakai seperti etanol, metilen chloride, aceton, hexan, dll. Pemilihan solven organik ini disesuaikan dengan jenis rempah yang diekstraksi agar mendapat hasil yang optimum dan spesifikasi produk oleoresin sesuai standar yang telah ditentukan. Selain pemilihan pelarut, pemilihan metode ekstraksi juga berpengaruh terhadap produk. Metode ekstraksi skala industri bisa dengan ekstrak maserasi satu tahap dan multi tahap atau menggunakan metode perkolasi dengan alat perkolator untuk mendapatkan proses penyarian yang sempurna.

vacuum filter

Selanjutnya dilakukan filtrasi untuk memisahkan residu dan filtrat menggunakan alat filtrasi. Untuk mempercepat proses filtrasi, gunakan alat filtrasi sistem vakum. Penggunaan filter penyaring bisa dipasang berapa mikron yang akan dipakai, menyesuaikan bahan baku yang diekstraksi. Kemudian filtrat yang diperoleh selanjutnya dievaporasi atau diuapkan dengan evaporator recycling solvent agar diperoleh oleoresin murni. 

Evaporator oleoresin

Penggunaan alat evaporator recycling solvent ini dimaksudkan agar pelarut tertampung dalam container dan bisa digunakan lagi untuk ekstraksi sehingga mendapat efisien cost produksi. Peralatan pendukung produksi herbal seperti ini dapat diperolehdisini.Hasil oleoresin murni selanjutnya diuji kualitas dengan parameter yang telah ditentukan tergantung bahan uji yang diekstraksi. Sebagai contoh, oleoresin capsicum ditest dengan

Page 25: Proses Pembuatan Gula Pasir

parameter tingkat kepedasan, kekentalan, sisa pelarut dan microbiological testing seperti total plate count, total yeast and mould dan E.coli salmonella.

Penjernih AirPenjernihan air merujuk ke sejumlah proses yang dijalankan demimembuat  air dapat diterima untuk penggunaan akhir tertentu. Inimencakup penggunaan seperti  air minum,  proses industri, medis danbanyak penggunaan lain. Tujuan semua proses penjernihan air adalahmenghilangkan pencemar yang ada dalam air atau mengurangikadarnya agar air menjadi becomes layak untuk penggunaanakhirnya. Salah satu penggunaan tersebut adalah mengembalikan kelingkungan alami air yang sudah digunakan tanpa berakibatkandampak yang buruk atas lingkungan.1) PenyaringanPenyaringan atau filtrasi merupakan proses pemisahan padatan yangterlarut di dalam air. Pada proses ini, filter berperan memisahkan airdari partikel-partikel padatan. Bahan padatan yang disaring untukdipisahkan dari air antara lain kayu, daun, pasir, dan lumpur 2) PengendapanPengendapan bertujuan untuk memisahkan air dan partikel-partikelpadat yang terdapat di dalam air dengan memanfaatkan gayagravitasi. Benda atau padatan yang berat jenisnya lebih besardaripada air akan mengendap di dasar bak pengendapan.

3) AbsorbsiAbsorbsi merupakan peristiwa penyerapan bahan-bahan tertentuyang terlarut di dalam air. Bahan yang digunakan untuk menyerapdisebut absorben. Absorben inilah yang akan digunakan sebagai filter.Umumnya absorben yang digunakan adalah karbon aktif. Contoh:arang batok kelapa dan batu bara.4) AdsorpsiAdsorpsi merupakan proses penangkapan ion-ion yangterdapat di dalam air. Zat penangkapan ion disebut sebagaiadsorben. Adsorben yang biasa digunakan dalam prosesadsorpsi adalah zeolite dan resin.Cara Penjernihan AirBerikut beberapa cara lain untuk mengurangi bahayapencemaran air baik secara biologis maupun kimiawi:1. Penyaringan dan perebusanMeski tampak bersih, air yang akan diminum harus disaring dandirebus hingga mendidih setidaknya selama 5-10 menit. Hal ini dapatmembunuh bakteri, spora, ova, kista dan mensterilkan air. Prosespenyaringan ini juga menghilangkan karbon dioksida danpengendapan kalsium karbonat.

Page 26: Proses Pembuatan Gula Pasir

PRESIPITASIa.   Definisi Presipitasi

Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang.Presipitasi adalah peristiwa klimatik yang bersifat alamiah yaitu perubahan bentuk uap air di atmosfer menjadi curah hujan sebagai akibat proses kondensasi. Presipitasi merupakan factor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu wilayah DAS ( merupakan elemen utama yang perlu diketahui medasari pemahaman tentang kelembaban tanah, proses resapan air tanah dan debit aliran ).Presipitasi mempunyai banyak karakteristik yang dapat mempengaruhi produk air suatu hasil perencanaan pengelolaan DAS. Besar kecilnya presipitasi, waktu berlangsungnya hujan dan ukuran serta intensitas hujan yang terjadi baik secara sendiri-sendiri atau merupakan kombinasi akan mempengaruhi kegiatan pembangunan ( proyek ).Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm).salju, es, hujan dan lain-lain juga dinyatakan dengan dalamnya (seperti hujan) sesudah di cairkan.

b.   Faktor- faktor yang mempengaruhi presipitasi

1. kelembaban udaramassa uap yang terdapat dalam 1 m3 udara (g) atau kerapatan uap

disebut kelembaban mutlak (absolute). Kemampuan udara untuk menampung uap adalah berbeda – beda menurut suhu. Mengingat makin tinggi suhu, makin banyak uap yang dapat di tampung, maka kekeringan dan kebasahan udara tidak dapat ditentukan oleh kelembaban mutlak saja. Kelembaban relative adalah perbandingan antara massa uap dalam suatu satuan volume dan massa uap yang jenuh dalam satuan volume itu pada suhu yang sama. Kelembaban relative ini biasanya disebut kelembaban.Salah satu fungsi utama kelembaban udara adalah sebagai lapisan pelindung permukaan bumi. Kelembaban udara dapat menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan sekurang-kurangnya setengah radiasi matahari gelombang panjang dari permukaan bumi pada waktu siang dan malam hari. Sejalan dengan meningkatnya suhu udara, meningkat pula kapasitas udara dalam menampung uap air. Sebaliknya, ketika udara bertambah dingin, gumpalan awan menjadi bertambah besar dan pada gilirannya akan jatuh sebagai air hujan.Pengukuran kelembaban biasanya di ukur dengan thermometer bola kering dan thermometer bola basah.

2. Energi Matahari

Page 27: Proses Pembuatan Gula Pasir

Seperti telah disebutkan dimuka bahwa energi matahari adalah “ mesin “ yang mempertahankan berlangsungnya daur hidrologi. Ia juga bersifat mempengaruhi terjadinya perubahan iklim. Pada umumnya, besarnya energi matahari yang mencapai permukaan bumi adalah 0,5 langley/menit. Namun demikian, besarnya energi matahari bersih yang diterima permukaan bumi bervariasi tergatung pada letak geografis dan kondisi permukaan bumi.Pemukaan bumi bersalju, sebagai contoh, mampu merefleksikan 80% dari radiasi matahari yang datang. Sementara, permukaan bumi dengan jenis tanah berwarna gelap dapat menyerap 90% ( wanielista, 1990). Adanya perbedaan keadaan geografis tersebut mendorong terjadinya gerakan udara di atmosfer, dan demikian juga berfungsi dalam penyebaran energi matahari. Energi matahari bersifat memproduksi gerakan massa udara di atmosfer dan diatas lautan. Energi ini merupakan sumber tenaga untuk terjadinya proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi berlangsung pada permukaan badan perairan sedangkan transpirasi adalah kehilangan air dalam vegetasi. Energi matahari mendorong terjadinya daur hidrologi melalui proses radiasi. Sementara penyebaran kembali energi matahari dilakukan melalui proses konduksi dari daratan dan konveksi yang berlangsung di dalam badan air dan atmosfer.Konduksi adalah suatu proses transportasi udara antara dua lapisan ( udara ) yang berdekatan apabila suhu kedua lapisan tersebut berbeda.Konveksi adalah pindah panas yang timbul oleh adanya gerakan massa udara atau air dengan arah gerakan vertical. Dapat juga dikatakan bahwa konveksi merupakan hasil ketidakmantapan masa udara atau air. Seringkali dikarenakan oleh energi potensial dalam panas tak tampak ( latent heat ) yang sedang dikonversikan kedalam gulungan massa udara. Besarnya laju konversi ketika energi terlepaskan akan menentukan keadaan meteorology (hujan dan angina). Umumnya gulungan massa udara yang lebih besar akan menghasilkan curah hujan yang lebih singkat.

3. AnginAngin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi terhadap permukaan bumi. Parameter tentang angin yang biasanya dikaji adalah arah dan kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Untuk terjadinya hujan, diperlukan adanya gerakan udara lembab yang berlangsung terus menerus.Peralatan yang digunakan untuk menentukan kecepatan angin dinamakan anemometer.Yang disebut arah angin adalah arah dari mana angina bertiup.Untuk penentuan arah angin ini digunakan lingkaran arah angina dan pencatat angin.Untuk penunjuk angina biasanya digunakan sebuah panah dengan pelat pengarah.Pengukuran angin diadakan di puncak menara stasiun cuaca yang tingginya 10 m dan lain-lain.Apabila dunia tidak berputar pada porosnya, pola angin yang terjadi semata-mata ditentukan oleh sirkulasi termal. Angin akan bertiup ke arah

Page 28: Proses Pembuatan Gula Pasir

khatulistiwa sebagai udara hangat dan udara yang mempunyai berat lebih ringan kan naik ke atas di gantikan oleh udara padat yang lebih dingin. Apabila ada dua massa udara dengan dua suhu yang berbeda bertemu, maka akan terjadi hujan dibatas antara dua massa udara tersebut.Dalam suatu hari, kecepatan dan arah angin dapat berubah-rubah. Perubahan ini sering sekali disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan. Adanya beda suhu tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan arah angin. Proses kehilangan panas oleh adanya padang pasir, daerah beraspal, dan daerah dengan banyak bangunan juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan arah angin. Antara dua tempat yang tekanan etmosfernya berbeda, ada gaya yang arahnya dari tempat bertekanan tinggi ketempat bertekanan rendah.

4. Suhu udaraSuhu mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi.Suhu juga di anggap sebagai salah satu factor yang dapat memprakirakan dan menjelaskan kejadian dan penyebaran air dimuka bumi. Dengan demikian, adalah penting untuk mengetahui bagaimana cara untuk menentukan besarnya suhu udara.Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang di ukur dengan thermometer dalam sangkar meteorology (1,20-1,50 m di atas permukaan tanah) makin tinggi elevasi pengamatan di atas permukaan laut, maka suhu ydara makin rendah. Peristiwa ini disebut pengurangan suhu bertahap yang besarnya disebut laju pengurangan suhu bertahap.Pengukuran besarnya suhu memerlukan pertimbangan-pertimbangan sirkulasi udara dan bentuk-bentuk permukaan alat ukur suhu udara tersebut.Suhu udara yang banyak dijumpai didalam laporan-laporan tentang meteorologi umumnya menunjukkan data suhu musiman, suhu berdasarkan letak geografis, dan suhu untuk ketinggian tempat yang berbeda.Oleh karnanya, besarnya suhu rata-rata harus ditentukan menurut waktu dan tempat.

c.    Klasifikasi PresipitasiHujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air, basah dan panas. Tiga tipe hujan yang umum dijumpai didaerah tropis dapat disebutkan sebagai berikut:

1.  Hujan konvektif ( convectional storms ), tipe hujan ini disebabkan oleh adanya beda panas yang diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara diatas permukaan tanah tersebut. Sumber utama panas di daerah tropis adalah berasal dari matahari. Beda panas ini biasanya terjadi pada akhir musim kering yang menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi sebagai hasil proses kondensasi massa air basah pada ketinggian di atas 15 km.

2. Hujan Frontal ( frontal/ cyclonic storms ), tipe hujan yang umumnya disebabkan oleh bergulungnya dua massa udara yang berbeda suhu dan

Page 29: Proses Pembuatan Gula Pasir

kelembaban. Pada tipe hujan ini, massa udara lembab yang hangat dipaksa bergerak ketempat yang lebih tinggi. Tergatung pada tipe hujan yang dihasilkanya, hujan frontal dapat dibedakan menjadi hujan frontal dingin dan hangat. Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan frontal yang lazim dijumpai.

3. Hujan Orografik ( Orographic storms ), jenis hujan yang umum terjadi didaerah pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ketempat yang lebuh tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Tipe hujan orografik di anggap sebagai pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai karma berlangsung di daerah hulu DAS.

Presipitasi berdasarkan mekanisme dominan dari gerak vertikal :

1. Presipitasi stratiform.Yaitu presipitasi dari awan stratifom yang terbentuk karena gerak

vertikal yang kontinu dan menyebar luas.Hal ini terjadi karena kenaikan frontal atau orografik atau konvergensi dalam skala besar.

Presipitasi dari awan stratiform tumbuh dari proses kristal es. Awan ini mempunyai kadar air lebih rendah sehingga koalisensi tidak efektif. Masa hidup awan relatif lama. Jika suhu lingkungan awan mencapai -15 0C, maka proses kristal es dapat menyebabkan presipitasi.

2. Presipitasi konvektif.

Yaitu presipitasi dari awan konvektif karena kondisi udara yang tidak stabil yang menyebabkan gerak vertikal tetapi terlokalisir dalam skala yang tidak luas.

Hujan yang terjadi umumnya tiba-tiba dan sangat lebat (heavy shower) tetapi terjadi dalam waktu yang singkat. Dalam awan konvektif waktu presipitasi lebih pendek tetapi kadar air lebih tinggi dari stratiform sehingga koalisensi sangat berperan menghasilkan hujan.

Jadi mekanisme presipitasi antara awan stratiform dan awan konvektif sangat berbeda.Sebagai pendekatan, hujan kontinu dapat dipandang sebagai keadaan mantap (steady-state process) dimana besaran awan dapat berubah dengan ketinggian tetapi konstan terhadap waktu pada ketinggian tertentu.Sebaliknya, hujan shower dapat didekati sebagai sistem dimana sifat-sifat awan berubah dengan waktu tetapi konstan terhadap ketinggian pada waktu tertentu.

Page 30: Proses Pembuatan Gula Pasir

d.      Pembentukan PresipitasiAda dua teori pembentukan hujan yaitu teori bergeron dan teori tumbukan dan penyatuan.

1.      Teori BergeronTeori ini berlaku untuk awan dingin (di bawah 00C) yang terdiri dari kristal es dan air lewat dingin (air yang suhunya di bawah 0 0C tapi belum membeku). Peristiwa ini sering terjadi pada awan cumulus yang tumbuh menjadi cumulonimbus dengan puncak awan berada dibawah titik beku.

2.      Teori Tumbukan dan PenyatuanMenurut teori ini, butir-butir awan hanya terjadi dari air. Hujan terjadi berdasarkan perbedaan kecepatan jatuh antara butir-butir curah hujan yang berbeda ukurannya. Butir air yang lebih besar akan memiliki kecepatan jatuh lebih cepat daripada butir-butir kecil. Banyak terjadi di daerah tropis yang berawan panas dengan perkembangan yang cepat.Teori pembentukam dan penggabungan (collison dan coalescene) ini terjadi di awan hangat, butir air berjari-jari lebih besar dan jatuh dengan kecepatan terminal lebih besar dengan yang berjari-jari lebih kecil, saat jatuh terjadi tumbukan dan penggabungan dengan butir air yang ada di sepanjang lintasan yang dilalui , serta butir awan bertambah besar dan dapat melawan daya angkat udra dan butir air tersebut jatuh sebagai hujan.

e.   Jenis-Jenis Presipitasi  Presipitasi dalam bentuk cair adalah hujan (rain) dan drizzle, yang dibedakan

hanya dari ukuran butir airnya saja.  Drizzle berukuran diameter < 0.5 mm.   Presipitasi dalam bentuk padat yaitu :         Snow ,kristal es yang tumbuh sejalan dengan pertumbuhan awan.  Pada

suhu > -5 oC, kristal es biasanya berkelompok membentuk snowflake.         Snow pelletsatau graupel, butiran es berbentuk bundar, konikal maupun

bulat tipis berwarna putih dengan diameter 2 – 5 mm.  Biasanya terjadi dalam hujan ringan ketika suhu di dekat permukaan mendekati 0 oC. 

         Snow grain, ukurannya sangat kecil < 1 mm, putih, bulat tipis.          Sleet atau ice pellets,fenomena khas musim dingin berupa partikel es

kecil dengan diameter < 5 mm dan transparan. Terbentuk karena adanya lapisan udara hangat di atas lapisan udara yang lebih dingin di dekat  permukaan (profil suhu inversi).  Ketika butir air terbentuk dan jatuh memasuki lapisan di bawahnya, butiran itu membeku dan jatuh dalam bentuk butiran es kecil yang tidak lebih besar dari butir hujan sebelumnya.

         Glaze (freezeng rain),bentuk hujan yang membeku ketika tiba di permukaan. Kondisinya hampir menyerupai kondisi pembentukan sleet, tetapi lapisan dingin di dekat permukaan tidak terlalu tebal sehingga butiran

Page 31: Proses Pembuatan Gula Pasir

air yang jatuh dapat melaluinya tanpa membeku hanya menjadisupercooled.  Namun ketika menumbuk benda padat akan membeku, sehingga menjadi lapisan es tebal yang membungkus benda-benda padat yang ditumbuknya, yang cukup berat untuk mematahkan batang-batang pohon.

         Hail,presipitasi dalam bentuk butir-butir es yang tidak beraturan, dengan diameter sekitar 1 cm dengan variasi dari 5 hingga 75 mm.  Hail dihasilkan hanya oleh awan cumulonimbus yang ketika terangkat sangat kuat dan mengandung air superdingin yang berlimpah.