efek pemberian sari buah … · tiga tipe lobulus hepar: lobulus klasik, lobulus porta, dan asinus...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EFEK PEMBERIAN SARI BUAH BELIMBINGMANIS(Averrhoacarambola
Linn.) TERHADAP KERUSAKAN HISTOLOGIS HEPAR TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Handayani Putri C
G.0009098
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Efek Pemberian Sari Buah Belimbing Manis
(Averrhoa carambola Linn.) terhadap Kerusakan Histologis Hepar Tikus
Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol
Handayani Putri Cahyaningrum, NIM : G.0009098, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada hari Senin, Tanggal 10 September 2012
Pembimbing Utama Nama : E. Listyaningsih S., dr., M.Kes. NIP : 19640810 199802 2 001 ……………………… Pembimbing Pendamping Nama : Selfi Handayani, dr., M.Kes. NIP : 19670214 199702 2 001 .……………………... Penguji Utama Nama : Muthmainah, dr., M.Kes. NIP : 19660702 199802 2 001 ……………………… Anggota Penguji Nama : Arif Suryawan, dr., AIFM NIP : 19580327 198601 1 001 ………………………
Surakarta,29 Agustus 2012
PERNYATAAN
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19510601 197903 1 002
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes
NIP 19660702 199802 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 10 September 2012
Handayani Putri C
NIM G.0009098
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK Handayani Putri C, G.0009098, 2012. Efek Pemberian Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) terhadap Kerusakan Histologis Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Pemberian parasetamol dosis tunggal yang besar menghasilkan metabolit yang toksik dan reaktif yang dapat mengakibatkan nekrosis hepar. Untuk melindungi hepar dari radikal bebas hasil metabolisme parasetamol, salah satunya menggunakan buah belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.) karena mengandung flavonoid, epikatekin, proantosianidin, dan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian sari buah belimbing manis terhadap kerusakan histologis hepar tikus yang diinduksi partasetamol. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only controlled group design. Sampel berupa 28 tikus jantan, galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan berat badan + 200 g. Sampel tikus dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor tikus. Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Kelompok kontrol (K) dan perlakuan 1 (P1) tikus diberi akuades selama 14 hari. Kelompok perlakuan 2 (P2), tikus diberi sari buah belimbing manis konsentrasi 50% sebanyak 2 ml/200 g BB tikus dan kelompok perlakuan 3 (P3), tikus diberi sari buah belimbing manis konsentrasi 100% sebanyak 2 ml/200 g BB tikus selama 14 hari. Parasetamol diberikan pada kelompok P1, P2, dan P3 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15, tikus dikorbankan dan hepar tikus dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan HE. Gambaran histologis hepar dinilai berdasarkan penjumlahan inti sel piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis menggunakan uji One-Way ANOVA(α = 0,05) dan dilanjutkan uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) (α = 0,05). Hasil: Hasil analisis data secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai yang bermakna dari rata-rata skor kerusakan hepar antara K – P1, K – P2, K – P3, P1 – P2, P1 – P3, dan P2 – P3. Simpulan: Pemberian sari buah belimbing manis dapat mengurangi kerusakan histologis hepar tikus yang diinduksi parasetamol. Kata kunci: sari buah belimbing manis, parasetamol, kerusakan histologis hepar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT Handayani Putri C, G.0009098, 2012. The Effect of Star Fruit (Averrhoa carambola Linn.) Juice to Liver Histological Damage of Rat (Rattus norvegicus) Induced by Paracetamol. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Giving of a large dose of paracetamol produce toxic metabolites and reactive which caused liver necrosis. To protect liver from free radicals that metabolism paracetamol product, one of fruit that used is star fruit (Averrhoa carambola Linn.) because it contains flavonoids, epicatechins, proanthocyanidins, and tanins. The objectives of this research are to know the effect of star fruit (Averrhoa carambola Linn.) juice to liver histological damage of rat induced by paracetamol. Methods: This was laboratory experimental research with the post test only controlled group design. In this experimental research used 28 male rats from Wistar type, 2-3 months old age and + 200 g of each weight for samples. Samples were divided into 4 groups of 7 rats each. Sampling technique used in this research was incidental sampling. The control group (K) and the first treatment group (P1), rats were given aquadest for 14 days. The second treatment group (P2), rats were given star fruits juice with the concentration of 50% as many as 2 ml/200 g body weight of rat and the third group (P3), rats were given star fruits juice with the concentration of 100% as many as 2 ml/200 g body weight of rat for 14 days. Paracetamol was given to groups of P1, P2, and P3 on the 12th, 13th, and 14th day. On the 15thday, rats were sacrificed and livers were made for preparation with paraffin block method which were stained HE. Liver histological features were assessed based on quantifying of pyknosis, karyorhexis, and karyolysis. Data were analyzed using the One-WayANOVA test (α = 0.05) and continued with Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) test (α = 0.05). Results: Result of statistically data analysis showed that there was a significant difference of liver damage score between K – P1, K – P2, K – P3, P1 – P2, P1 – P3, dan P2 – P3. Conclusion: The feeding of star fruit juice can decrease the liver histological damage of rats (Rattus norvegicus) induced by paracetamol. Key words: star fruit juice, paracetamol, liver histological damage.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Efek Pemberian Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) terhadap Kerusakan Histologis Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan FK
UNS Surakarta. 1. Muthmainah, dr., M.Kes, S. Enny N, SH., MH dan Mas Sunardi selaku Tim
Skripsi FK UNS yang telah memberikan arahan, bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.
2. E. Listyaningsih S., dr., M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis.
3. Selfi Handayani, dr., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi bagi penulis.
4. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
5. Arif Suryawan, dr., AIFM, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf Laboratorium Histologi FK UNS Surakarta yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tuaku (Mama dan Papa) tercinta serta adikku (Rio Cahyawan) yang telah memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi, baik material maupun spiritual.
8. Sahabat-sahabatku (Reyhan, Nimas, Dila, Dewi, Ami, Fika, Nur, Marizka) yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta membantu penulis selama pembuatan skripsi ini.
9. Hana Amatillah sebagai rekan penelitianku yang telah banyak membantu dengan ikhlas dan sabar meskipun banyak kendala dalam penelitian ini.
10. Teman-teman kelompok tutorial 15 dan 20, serta keluarga besar Asisten Histologi FK UNS, BEM, dan LKMI atas inspirasi dan kebersamaannya selama ini.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Surakarta, 10 September 2012
Handayani Putri C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA .............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI........................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 5
1. Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) ......................... 5
a. Klasifikasi............................................................................... 5
b. Nama Daerah......................................................................5
c. Deskripsi Tumbuhan.............................................................. 6
d. Kandungan Kimia .................................................................. 7
e. Manfaat Belimbing Manis...................................................10
f. Sari Buah Belimbing Manis .................................................. 11
2. Histofisiologi Hepar ..................................................................... 12
a. Lobulus Hepar ........................................................................ 14
b. Parenkim Hepar ..................................................................... 16
c. Sinusoid Hepar ....................................................................... 16
3. Parasetamol................................................................................... 17
a. Farmakodinamik .................................................................... 17
b. Farmakokinetik ...................................................................... 18
c. Indikasi ................................................................................... 19
d. Dosis ....................................................................................... 19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
e. Efek Samping ......................................................................... 20
4. Mekanisme Kerusakan Hepar akibat Paparan
Dosis Toksik Parasetamol ........................................................... 21
5. Mikroskopis Kerusakan Hepar setelah Pemberian
Dosis Toksik Parasetamol ......................................................... 23
6. Mekanisme Perlindungan Sari Buah Belimbing Manis
(Averrhoa carambola Linn.) terhadap Kerusakan Hepar ......... 25
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 28
C. Hipotesis ............................................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.................................................................................. 30
B. Lokasi Penelitian............................................................................... 30
C. Subjek Penelitian .............................................................................. 30
D. Teknik Sampling ............................................................................... 31
E. Rancangan Penelitian ....................................................................... 31
F. Identifikasi Variabel Penelitian........................................................ 33
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................ 33
H. Alat dan Bahan.................................................................................. 36
I. Cara Kerja ......................................................................................... 37
J. Teknik Analisis Data Statistik ......................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian ........................................................................ 44
B. Analisis Data ..................................................................................... 47
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 51
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan............................................................................................ 57
B. Saran .................................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 58
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai Gizi Belimbing Manis per 100 gram
Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Hepar pada Masing-Masing Kelompok Tikus
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05) Tabel 4. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Tabel 5. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Peroral
Tabel 6. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada Kelompok Kontrol (KK)
Tabel 7. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada Kelompok Perlakuan 1 (KP1)
Tabel 8. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada Kelompok Perlakuan 2 (KP2)
Tabel 9. Jumlah Sel Hepar yang Mengalami Kariopiknosis, Karioreksis, dan Kariolisis dari Setiap 100 Sel di Zona Sentrolobuler pada Kelompok Perlakuan 3 (KP3)
Tabel 10. Sebaran Data Secara Deskriptif
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data Saphiro-Wilk untuk Kerusakan Sel Hepar pada Empat Kelompok Tikus
Tabel 12. Hasil Uji Homogeneity of Variances untuk Kerusakan Sel Hepar pada Empat Kelompok Tikus
Tabel 13. Hasil Uji One-Way ANOVA untuk Kerusakan Sel Hepar pada Empat Kelompok Tikus
Tabel 14. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparisons Menggunakan Uji LSD Antardua Kelompok untuk Kerusakan Sel Hepar Tikus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.)
Gambar 2. Tiga Tipe Lobulus Hepar: Lobulus Klasik, Lobulus Porta, dan
Asinus Hepar
Gambar 3. Fotomikrograf Hepar Tampak Hepatosit dan Sinusoid dengan Sel-
Sel Kupffer
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 5. Skema Rancangan Penelitian
Gambar 6. Skema Langkah-langkah Penelitian
Gambar 7. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Tikus Kelompok
Kontrol (K) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000x
Gambar 8. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Tikus Kelompok
Perlakuan 1 (P1) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000x
Gambar 9. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Tikus Kelompok
Perlakuan 2 (P2) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000x
Gambar 10. Fotomikrograf Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Tikus Kelompok
Perlakuan 3 (P3) dengan Pengecatan HE dan Perbesaran 1000x
Gambar 11. Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan 1
Gambar 12. Kelompok Perlakuan 2 dan Kelompok Perlakuan 3
Gambar 13. Mikroskop dan Slide Preparat yang Digunakan dalam Pengambilan
Data
Gambar 14. Sari Buah Belimbing Manis Konsentrasi 50% dan Konsentrasi
100%
Gambar 15. Parasetamol
Gambar 16. Aquadest
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Gambar 17. Timbangan Digital untuk Menimbang Tikus dan Parasetamol
Gambar 18. Pembuatan Sari Belimbing Manis
Gambar 19. Menyonde Tikus
Gambar 20. Pelet
Gambar 21. Pengorbanan Tikus
Gambar 22. Pembedahan Tikus
Gambar 23. Pengoperasian Mikrotom
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Lampiran 2. Tabel Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Peroral
Lampiran 3. Tabel Hasil Pengamatan Preparat Histologis Hepar Tikus
Lampiran 4. Hasil Uji Statistik untuk Kerusakan Sel Hepar Tikus
Lampiran 5. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian di Laboratorium Histologi FK UNS
Lampiran 7. Ethical clearance
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hepar adalah organ metabolik terpenting dalam tubuh, karena sangat
berperan dalam detoksifikasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa
asing lainnya (Sherwood, 2001). Kerusakan organ ini dapat terjadi akibat
paparan zat kimia seperti obat melalui pemberian per oral, parenteral, atau
inhalasi (Yenny et al., 2011). Meskipun sangat jarang terjadi, kerusakannya
karena obat dapat berakibat fatal. Salah satu obat yang dapat menyebabkan
hepatotoksisitas adalah parasetamol (Banyupurnama, 2009).
Parasetamol (acetaminophen; N-acetyl-p-aminophenol) merupakan
obat analgesik dan antipiretik yang telah digunakan bertahun-tahun secara
aman dan efektif (Yenny et al., 2011). Parasetamol termasuk obat bebas yang
umum digunakan oleh masyarakat, dapat diperoleh di apotek atau toko obat
tanpa harus ada resep dokter, dan merupakan salah satu obat yang paling
sering menyebabkan kematian akibat keracunan (self poisoning) (Neal, 2006;
Goodman et al., 2008). Meskipun aman dikonsumsi pada dosis terapi, pada
pemberian dosis tunggal yang besar parasetamol dapat mengakibatkan
nekrosis sentrolobular hepar yang serius dan berakibat fatal (James et
al.,2003). Penggunaan dosis toksis parasetamol juga bisa mengakibatkan
nekrosis tubuli renalis serta koma hipoglikemik (Wilmana dan Gunawan,
2007). Obat-obatan yang memiliki aktivitas antioksidan diketahui efektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
mengobati hepatotoksisitas akibat parasetamol dengan cara
menangkap radikal bebas hasil metabolisme parasetamol. Bebarapa laporan
menunjukkan kemampuan penangkapan radikal bebas oleh antioksidan terjadi
pada tumbuhan (Jayshree dan Narayanan, 2011).
Buah-buahan merupakan salah satu jenis makanan yang kaya akan
antioksidan. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa mengkonsumsi
buah-buahan berguna untuk mencegah berbagai macam penyakit, seperti
kanker, penyakit hati, penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan,
dan lain-lain (Rohman et al., 2009).
Belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.) merupakan salah satu
buah yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai obat tradisional atau obat
alternatif. Belimbing manis juga dipercaya berkhasiat sebagai antiinflamasi,
antipiretik, diuretik, antioksidan, mengatasi batuk rejan, diare, dan
meningkatkan daya tahan tubuh (Adi, 2007; Sitorus, 2011; Suwarto, 2010;).
Buah belimbing manis mempunyai nilai gizi yang cukup banyak, yaitu
lemak, karbohidrat, protein, serat, dan asam organik. Beberapa vitamin,
seperti vitamin A, vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), niacin
(nikotinamida), dan vitamin C. Belimbing manis juga mengandung beberapa
mineral, antara lain besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca). Belimbing manis
juga diketahui mengandung flavonoid dan polifenol (Departemen Pertanian,
2002; Rohman et al., 2009). Berdasarkan kandungan zat gizinya, belimbing
manis dipercaya sebagai sumber antioksidan alami bagi tubuh yang mampu
menangkap radikal bebas sehingga dapat meminimalkan risiko yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
ditimbulkan oleh oksidasi radikal bebas (Leong dan Shui, 2002; Shui dan
Leong, 2006). Hal ini terbukti dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh
Rohman et al. (2009), bahwa buah belimbing manis memiliki aktivitas
pengikatan radikal bebas terhadap 2,2-Difenyl-1-Pikril Hidrazil (DPPH).
Penelitian mengenai penggunaan buah belimbing manis terhadap
kerusakan hepar belum pernah diteliti. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin
membuktikan apakah belimbing manis memberikan efek terhadap kerusakan
histologis hepar akibat pemberian parasetamol.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
Apakah pemberian sari buah belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.)
dapat mencegah atau mengurangi kerusakan histologis hepar tikus putih
(Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui ada tidaknya efek pemberian sari buah belimbing
manis (Averrhoa carambola Linn.) dalam mencegah atau mengurangi
kerusakan histologis hepar tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
parasetamol.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai ada tidaknya efek pemberian sari buah belimbing manis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
(Averrhoa carambola Linn.) terhadap kerusakan histologis hepar
tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol.
b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk
penelitian lebih lanjut, misalnya penelitian dengan subjek manusia.
2. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat untuk menggunakan buah belimbing manis (Averrhoa
carambola Linn.) sebagai obat alternatif untuk mencegah kerusakan sel
hepar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.)
a. Klasifikasi Tumbuhan
Dalam taksonomi tumbuhan, belimbing manis diklasifikasikan
sebagai berikut
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Famili : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa Adans.
Spesies : Averrhoa carambola L.
(United States Departmen of Agriculture, 2011)
b. Nama Daerah
Tumbuhan belimbing manis tersebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia dan memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerah.
Seperti di Sumatra dikenal dengan asam jorbing, belimbing manis; di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Jawa dikenal dengan blimbing legi, bhalimbhing manes, belimbing
amis, blimbing lenger, belimbing lingir, calingcing amis, libi melai,
bebalingbing manis (Sunda); di Sulawesi dikenal dengan lumpias
manis, rumpias, lumpiat morominit, lopias eme, lembetue lombiato,
lombituko gula, takule, bainang sulapa (Makasar), pulirang taning,
balireng (Bugis), nggalabola; di Maluku dikenal dengan baknil kalluir,
haurelapasaki, taulela pasaki, ifel emroro, malibi totofuo, balibi
totofuko, tufuo (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002; Wijayakusuma
dan Dalimartha, 1998).
c. Deskripsi Tumbuhan
Gambar 1. Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) (Wikipedia, 2012)
Belimbing Manis (Indonesia) atau Starfruit (Inggris) merupakan
tanaman yang tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia belimbing manis
1
2
3
4
Keterangan :
1. Bunga Belimbing Manis 2. Daun Belimbing Manis 3. Batang pohon Belimbing Manis 4. Buah Belimbing Manis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dapat tumbuh pada tempat dengan ketinggian kurang dari 500 m dari
permukaan laut. Pohon belimbing manis memiliki tinggi mencapai 12
m, mempunyai banyak percabangan yang arahnya agak mendatar
sehingga pohon ini tampak menjadi rindang. Belimbing manis
mempunyai daun yang mejemuk menyirip ganjil dengan anak daun
berbentuk bulat telur, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas
mengkilap, permukaan bawah buram, panjang 1,75 – 9 cm dan lebar
1,25 – 4,5 cm (Wijayakusuma dan Dalimartha, 1998).
Tanaman belimbing manis bukan merupakan buah musiman
karena berbunga sepanjang tahun. Bunganya majemuk tersusun dengan
baik, berwarna merah keunguan, keluar dari ketiak daun dan diujung
cabang, ada juga yang keluar dari dahannya. Buah belimbing manis
berwarna kuning saat matang, mengandung banyak air, dan berdaging.
Panjang buah 4-12,5 cm, permukaan licin, dan berbentuk bintang
apabila dipotong melintang. Biji buah belimbing manis berwarna putih
kotor kecokelatan, pipih, berbentuk elips dengan kedua ujung lancip.
Perbanyakannya dapat dengan biji, okulasi, atau cangkok
(Wijayakusuma dan Dalimartha, 1998).
d. Kandungan Kimia
Buah belimbing manis mengandung senyawa kimia seperti
saponin, alkaloid, flavonoid, tanin, protein, besi, fosfor, vitamin A,
vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, pectin, serat, dan karotenoid (Payal
et al., 2012). Aktivitas antioksidan yang tinggi dari buah belimbing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
manis disebabkan oleh kandungan vitamin C dan senyawa fenol,
terutama epikatekin dan proantosianidin (Leong dan Shui, 2002; Shui
dan Leong, 2004). Belimbing manis juga mengandung beberapa
mineral seperti Ca, Mg, K, Na, dan Zn. Perbandingan kandungan
kalium dan natrium pada buah belimbing yaitu 66:1, sehingga dapat
digunakan sebagai antihipertensi (Astawan, 2008).
Flavonoid, tanin, epikatekin, dan proantosianidin yang
terkandung dalam buah belimbing manis termasuk dalam golongan
senyawa fenol. Fenol banyak memiliki manfaat bagi kesehatan, salah
satunya yaitu mengurangi risiko penyakit jantung dengan menghambat
oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein). Senyawa fenol yang memiliki
banyak gugus hidroksil sangat efektif mencegah oksidasi lipid.
Kekuatan senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa
faktor, salah satunya yaitu kemampuan dalam memberi donor hidrogen
atau elektron serta kemampuannya dalam ”merantas” radikal bebas
(free radical scavengers). Semua polifenol mampu ”merantas” oksigen
dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Tabel 1. Nilai Gizi Belimbing Manis per 100 gram
Komponen Gizi Satuan Kandungan per
100 gram
Air g 91,38
Energi kkal 31
Protein g 1,04
Lemak g 0,33
Karbohidrat g 6,73
Serat g 2,8
Gula g 3,98
Mineral
Kalsium (Ca) mg 3
Besi (Fe) mg 0,08
Magnesium (Mg) mg 10
Fosfor (P) mg 12
Kalium (K) mg 133
Natrium (Na) mg 2
Zink (Zn) mg 0,12
Vitamin
Vitamin C mg 34,4
Thiamin mg 0,014
Riboflavin mg 0,016
Niacin mg 0,367
Vitamin B-6 mg 0,017
Folat µg 12
Vitamin E (α-tocopherol) mg 0,15
Vitamin A IU 61
Beta-karoten µg 25
Kolin mg 7,6
(Sumber : USDA, 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
e. Manfaat Belimbing Manis
Buah belimbing manis biasanya dikonsumsi langsung sebagai
buah atau diolah menjadi jus buah dan minuman (Shui dan Leong,
2006). Tanaman belimbing manis memiliki banyak khasiat yang
dipercaya oleh masyarakat. Secara tradisional, akar belimbing
digunakan sebagai antiinflamasi dan diuretik, daunnya sebagai
antiinflamasi, antipiretik, dan diuretik, sedangkan bunganya sebagai
antipiretik dan ekspektoran (Suwarto, 2010). Selain itu sari buah
belimbing manis sangat efektif untuk menurunkan kolesterol (Astawan,
2008).
Buah belimbing sendiri dipercaya berkhasiat sebagai
antiinflamasi, antipiretik, diuretik, antioksidan, mengatasi batuk rejan,
gusi berdarah, sakit gigi, bisul, koreng, diare, dan meningkatkan daya
tahan tubuh (Adi, 2007; Suwarto, 2010). Di Brazil buah belimbing
digunakan sebagai diuretik, di China digunakan sebagai antipiretik,
sedangkan di India digunakan untuk menghambat perdarahan karena
hemoroid, antioksidan dan astringen. (Payal et al., 2012; Somali dan
Soemodihardjo, 2009; Thomas et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
f. Sari Buah Belimbing Manis
Sari buah belimbing manis adalah sari dari buah belimbing manis
tanpa penambahan zat apapun. Buah belimbing manis yang digunakan
adalah buah belimbing manis varietas Demak yang sudah matang.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat sari buah antara
lain buah yang digunakan harus segar, banyak tersedia, mengandung
kadar air yang tinggi (juicy), tidak hambar, tidak rusak, dan tidak busuk
(Panjaitan, 2000).
Sebelum pembuatan sari buah, harus dilakukan sortasi terlebih
dahulu. Buah belimbing manis yang dipilih adalah buah yang utuh,
tidak terkontaminasi mikroba (tidak busuk), dan matang penuh.
Selanjutnya, buah belimbing manis dibersihkan dari bijinya kemudian
diparut dan diperas untuk diambil sarinya. Sari buah belimbing yang
diperoleh dari proses ini disebut sari buah belimbing manis konsentrasi
100%. Untuk memperoleh sari belimbing manis konsentrasi 200%,
maka sari belimbing manis konsentrasi 100% dipekatkan menjadi
setengah volume awal dengan menggunakan waterbath pada suhu 48-
490C. Tujuan dilakukannya pemekatan adalah untuk memperoleh bahan
aktif yang lebih banyak dengan kandungan air yang lebih sedikit
(Panjaitan, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2. Histofisiologi Hepar
Hepar adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar
dalam tubuh, dengan berat sekitar 1,5 kg. Hepar terletak di kuadaran kanan
atas dan sebagian kuadran kiri atas dari rongga perut di bawah diafragma
dan dilindungi oleh tulang rusuk. Posisi hepar dalam sistem sirkulasi
sangat strategis untuk melakukan fungsi pengambilan, transformasi,
penyimpanan, dan distribusi berbagai metabolit, serta berperan
menetralisasi dan mengeliminasi zat-zat toksik. Organ ini juga berfungsi
mengatur kadar glukosa darah dan lipoprotein densitas sangat rendah
(Very Low Density Lipoproteins (VLDLs)) yang bersirkulasi. Semua
protein plasma dalam sirkulasi disintesis dan disekresi oleh hepar, kecuali
gama globulin. Hepar sebagai organ endokrin mampu memodifikasi
struktur dan fungsi dari berbagai hormon. Selain sebagai organ endokrin,
hepar juga berfungsi sebagai organ eksokrin yaitu untuk menyekresi
empedu yang mengandung air, elektrolit, garam empedu, fosfolipid,
kolesterol, garam anorganik, dan pigmen empedu (Gartner dan Hiatt,
2007; Junqueira dan Carneiro, 2007; Linseth, 2006; Ross et al., 2003).
Hepar dibagi menjadi empat lobus, yaitu lobus kanan, kiri,
kuadratus, dan kaudatus. Lobus kanan dan kiri merupakan lobus yang
paling besar. Setiap lobus hepar terbagi lagi menjadi struktur yang disebut
lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional hepar. Setiap
lobules merupakan badan heksagonal yang terdiri dari lempeng-lempeng
hepatosit (parenkim hepar) berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
vena sentralis. Di antara parenkim hepar terdapat kapiler-kapiler yang
disebut sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri
hepatika. Sinusoid ini dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel
Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah
menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Selain cabang-cabang
vena porta dan arteri hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus
hepar, juga terdapat saluran empedu (duktus biliaris) (Lindseth, 2006).
Hepar menerima sebagian besar pasokan darah (sekitar 75 %) dari
vena porta hepatika, sedangkan sebagian kecil lainnya berasal dari arteri
hepatika, dimana kedua pembuluh darah tersebut memasuki hepar melalui
porta hepatis atau hilum. Darah yang dialirkan ke hepar melalui vena porta
hepatika berasal dari saluran cerna dan organ-organ utama abdomen,
seperti pankreas dan limpa. Semua zat yang diabsorbsi melalui saluran
cerna mencapai hepar melalui vena porta, kecuali lipid kompleks
(kilomikron) yang diangkut terutama oleh pembuluh limfe. Oleh sebab itu,
hepar merupakan organ pertama yang menerima substrat metabolik dan
nutrien, dan organ pertama yang terpapar oleh zat-zat toksik yang
diabsorbsi melalui saluran cerna. Arteri hepatika yang merupakan cabang
dari arteri coeliacus membawa darah teroksigenasi ke hepar. Sel-sel hepar
(hepatosit) tidak pernah menerima darah yang teroksigenasi sepenuhnya
karena darah dari vena porta dan arteri hepatika telah tercampur sebelum
dialirkan ke hepatosit (Junqueira dan Carneiro, 2007; Ross et al., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
a. Lobulus Hepar
Terdapat tiga konsep yang menggambarkan struktur hepar sebagai
unit fungsional, yaitu lobulus klasik, lobulus porta, dan asinus hepar
(Ross et al., 2003).
Gambar 2. Tiga Tipe Lobulus Hepar: Lobulus Klasik, Lobulus Porta, dan Asinus Hepar (Gartner dan Hiatt, 2007)
Lobulus klasik terdiri atas tumpukan lempeng-lempeng hepatosit
yang saling beranastomose dan dipisahkan oleh sinusoid membentuk
suatu kompleks labirin dan struktur seperti busa. Vena sentralis sebagai
pusat lobulus, merupakan tempat mengalirnya darah dari sinusoid.
Masing-masing lobulus berbentuk heksagon berukuran 2 x 0,7 mm
(Junqueira dan Carneiro, 2005; Ross et al., 2003).
Lobulus porta adalah suatu daerah segitiga dengan celah porta
sebagai pusatnya dan bagian-bagian tepi lobulus dibatasi oleh garis
lurus imajiner yang menghubungkan tiga vena sentralis terdekat dengan
celah porta. Konsep ini sesuai dengan fungsi eksokrin hepar yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mengalirkan empedu dari bagian tengah lobulus klasik menuju duktus
biliaris pada celah porta (Gartner dan Hiatt, 2007).
Konsep ketiga dari lobulus hepar adalah asinus hepar
(Rappaport). Asinus hepar merupakan suatu daerah berbentuk oval atau
belah ketupat yang mempunyai dua aksis yaitu aksis pendek dan
panjang. Aksis pendek adalah jarak antara dua celah porta yang
terbentang sepanjang perbatasan antara dua lobulus klasik. Aksis
panjang asinus hepar merupakan garis imajiner antara dua vena
sentralis yang terdekat dengan aksis pendek. Konsep tersebut
didasarkan pada aliran darah arteri dan vena penyalur (distributing
artery/vein) yang berasal dari celah porta. Asinus hepar dibagi menjadi
tiga zona berdasarkan letaknya terhadap arteri dan vena penyalur:
1) Zona 1 : zona aktif, sel-sel paling dekat pembuluh darah,
akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan
darah yang masuk. Zona 1 dikenal juga sebagai zone of permanent
function.
2) Zona 2 : zona intermedia, sel-selnya memberi respons kedua
terhadap darah. Zona 2 disebut juga intermediate zone.
3) Zona 3 : zona pasif, aktivitas sel-selnya rendah dan tampak aktif
bila kebutuhan meningkat (Gartner dan Hiatt, 2007 ; Leeson et al.,
1998 ; Ross et al., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b. Parenkim Hepar
Parenkim hepar terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit). Hepatosit
tersusun berderet secara radier dalam lobulus hepar. Lempeng-lempeng
hepatosit ini secara radial bermula dari tepian lobulus menuju ke vena
sentralis sebagai pusatnya. Sel hepar berbentuk poligonal dengan 6 atau
lebih permukaan, berukuran sekitar 20-30 µm, dengan membran sel
yang jelas, inti bulat atau lonjong dengan permukaan teratur dan
besarnya bervariasi. Pada pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin,
sitoplasma hepatosit bersifat eosinofilik, terutama disebabkan
banyaknya mitokondria dan sedikitnya retikulum endoplasma halus.
Permukaan sel hepar berkontak dengan dinding sinusoid melalui celah
disse dan juga kontak dengan permukaan hepatosit lain (Junqueira dan
Carneiro, 2007; Lesson et al., 1998).
c. Sinusoid Hepar
Sinusoid hepar merupakan pembuluh yang melebar tidak teratur.
Sinusoid hanya terdiri dari satu lapis endotel yang tidak kontinyu dan
mempunyai pembatas yang tidak sempurna sehingga memungkinkan
pengaliran makromolekul dengan mudah dari lumen ke sel-sel hepar
dan sebaliknya. Sinusoid dikelilingi dan disokong oleh selubung serabut
retikuler halus yang penting untuk mempertahankan bentuknya.
Sinusoid hepar menempati celah antara lempeng-lempeng hepatosit.
Sel-sel endotel dipisahkan dari hepatosit yang berdekatan oleh celah
subendotel yang disebut celah disse. Celah disse mengandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
mikrovili dari hepatosit. Pada sinusoid terdapat sel fagositik yang
dikenal sebagai sel kupffer pada permukaan luminal dari sel-sel
endotelnya. Sel-sel Kupffer menyusun sekitar 15 % dari populasi sel
hepar (Gartner dan Hiatt, 2007; Junqueira dan Carneiro, 2007).
Gambar 3. Fotomikrograf Hepar Tampak Hepatosit (H),dan Sinusoid (S) dengan Sel-Sel Kupffer (Tanda Panah) (Berman, 2003)
3. Parasetamol
a. Farmakodinamik
Parasetamol atau yang lebih dikenal dengan nama asetaminofen
(N-acetyl-p-aminophenol (APAP)) adalah metabolit aktif dari fenasetin
yang memiliki efek analgetik-antipiretik dan tersedia sebagai obat bebas
(Wilmana dan Gunawan, 2007; Furst dan Munster, 2002). Efek
antipiretik dari parasetamol ditimbulkan oleh gugus aminobenzen
(Katzung, 2007). Efek analgesik-antipiretik parasetamol diperantarai
oleh penghambatan sintesis prostaglandin dalam susunan saraf pusat.
Obat ini mempunyai efek antiinflamasi yang lemah sehingga tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
diberikan pada pasien yang mengalami inflamasi kronis (Goodman et
al., 2008; Hoffman et al., 2007).
b. Farmakokinetik
Parasetamol diberikan secara oral. Absorbsi parasetamol
tergantung kecepatan pengosongan lambung dan kadar puncaknya
dalam darah biasa tercapai dalam waktu 30-60 menit. Konsentrasi
tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa
paruh plasma antara 1-3 jam. Di dalam plasma, sebanyak 25%
parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol dimetabolisme oleh
enzim mikrosom hepar melalui 3 jalur yaitu glukuronidasi, sulfatasi,
dan oksidasi oleh sitokrom P450 (C-P450) (Meganathan et al., 2011). Di
dalam hati, 80% dikonjugasi dengan asam glukuronat menjadi bentuk
glukuronida dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat menjadi
metabolit sulfat yang secara farmakologis tidak aktif (Furst dan
Munster, 2002; Wilmana dan Gunawan, 2007). Ketika jalur
glukuronidasi dan sulfatasi ini tidak dapat digunakan lagi disebabkan
asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi, maka parasetamol
berlebih ini akan dimetabolisme melalui jalur C-P450. Konjugasi
melalui jalur C-P450 akan menghasilkan N-asetyl-p-benzoquinoneimine
(NAPQI) yang sangat elektrofilik dan reaktif. Walaupun jumlahnya
sedikit, NAPQI merupakan metabolit yang penting karena bersifat
toksik terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh eliminasi parasetamol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
adalah sekitar 2-3 jam setelah dosis terapeutik, tetapi dapat memanjang
pada pasien dengan gangguan hepar (Katzung, 2007).
c. Indikasi
Parasetamol dapat digunakan untuk mengatasi nyeri ringan
sampai sedang seperti nyeri kepala, myalgia, nyeri pasca persalinan,
dan keadaan lain dimana aspirin tidak efektif sebagai analgesik. Karena
tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna, parasetamol tidak
adekuat untuk terapi peradangan walaupun dapat digunakan sebagai
analgesik tambahan. Parasetamol lebih banyak digunakan daripada
aspirin pada penderita hemofilia atau dengan riwayat ulkus peptikum
dan pada mereka yang mengalamai bronkospasme dipicu aspirin (Furst
dan Munster, 2002). Konsumsi Parasetamol dosis terapeutik, baik
tunggal maupun terbagi tidak memengaruhi sistem kardiovaskuler,
sistem respirasi, keseimbangan asam-basa, kadar asam urat, serta
koagulasi darah (Katzung, 2007).
d. Dosis
Dosis terapi parasetamol untuk dewasa 300-1000 mg per hari dan
tidak melebihi 4000 mg (2000 mg/hari untuk alkoholik kronis). Dosis
tunggal pada anak-anak sekitar 40-480 mg tergantung usia dan berat
badan anak. Biasanya, dosis 10 mg/kg Berat Badan masih aman
dikonsumsi (Goodman et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
e. Efek Samping
Efek samping yang sering terjadi adalah reaksi hipersensitivitas
dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat
menimbulkan kerusakan hati dan pada dosis di atas 6 g dapat
menyebabkan nekrosis hati irreversibel (Tjay dan Rahardja, 2008).
Hepatotoksisitas dapat terjadi bila mengonsumsi parasetamol dosis
tunggal 10-15 g (150 sampai 250 mg/kg BB), sedang penggunaan pada
dosis 20-25 g atau lebih dapat menyebabkan kematian (Goodman et
al., 2008; Wilmana dan Gunawan, 2007). Keracunan parasetamol
awalnya ditandai dengan gangguan gastrointestinal ringan (mual dan
mutah) yang muncul selama 12-24 jam pertama keracunan akut
parasetamol, tetapi banyak pula pasien yang tidak mengalami gejala
apapun selama periode waktu ini. Kenaikan enzim-enzim hepar dan
bilirubin terjadi pada 1-3 hari setelah mengonsumsi parasetamol.
Selama 3-5 hari berikutnya, mulai tampak tanda dan gejala kerusakan
hepar yang dapat disertai dengan nyeri subkostal kanan, hepatomegali,
penyakit kuning (jaundice), ensefalopati, dan koagulopati. Pada hasil
pemeriksaan biopsi hepar menunjukkan adanya nekrosis
sentrolobularis. Pasien yang telah mengalami kerusakan hepar dapat
berkembang menjadi koma hepatik atau sindrom hepatorenal dan
bahkan berakhir pada kematian (DiPiro et al., 2008; Hoffman et al.,
2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
4. Mekanisme Kerusakan Hepar Akibat Paparan Dosis Toksik
Parasetamol
Pada keadaan normal, senyawa NAPQI yang merupakan metabolit
minor parasetamol akan didetoksifikasi melalui konjugasi dengan glutation
(GSH) yang berikatan dengan gugus sulfhidril dan kemudian
dimetabolisme lebih lanjut menjadi asam merkapturat, bersifat non-toksik,
yang selanjutnya diekskresi ke dalam urine (Zhang et al., 2007; Furst dan
Munster, 2002). Reaksi detoksifikasi tersebut dikatalisis oleh enzim
glutation S-transferase yang terdapat dalam sitosol sel hepar dengan
jumlah yang tinggi. Enzim glutation S-transferase juga dapat ditemukan
dalam jaringan lainnya, tetapi dengan jumlah yang lebih rendah (Winarsi,
2007).
Pada keadaan overdosis parasetamol, terjadi peningkatan metabolit
NAPQI dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh jalur metabolisme
glukoronidasi dan sulfasi yang menjadi jenuh. Selama glutation masih
tersedia untuk mendetoksifikasi NAPQI tersebut, tidak akan terjadi reaksi
hepatotoksisitas. Namun, apabila kecepatan dan jumlah pembentukkan
NAPQI telah melampaui persediaan dan regenerasi glutation, maka akan
terjadi pengosongan (deplesi) glutation sehingga kadar GSH dalam sel hati
maupun GSH dalam sel-sel lain, seperti sel ginjal, sel otot, sel jantung, sel
darah merah, dan lain sebagainya akan menjadi sangat berkurang dan
terjadi penimbunan metabolit NAPQI yang toksik dan reaktif. Deplesi
glutation intraseluler akan mengakibatkan hepatosit lebih rentan ter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
hadap stres oksidatif dan apoptosis (Winarsi, 2007; Hoffman et al.,
2007; Zhang et al., 2007; James et al., 2003). Pada akhirnya NAPQI akan
memiliki peluang untuk berikatan secara kovalen dengan makromolekul
sel seperti lipid, protein, dan DNA. Reaksi antara NAPQI dengan
makromolekul akan memacu terbentuknya Reactive Oxygen Species
(ROS) (Goodman et al., 2008).
Pengurangan GSH secara tidak langsung dapat menimbulkan
terjadinya stres oksidatif akibat penurunan proteksi dari antioksidan
endogen (antioksidan enzimatik), yang juga dapat menyebabkan terjadinya
peroksidasi lipid (Maser et al., 2002). Peroksidasi lipid merupakan bagian
dari proses atau reaksi berantai (chain reactions) terbentuknya radikal
bebas baru dan menghasilkan produk akhir berupa malondialdehid
(MDA). Peroksidasi lipid di dalam tubuh dapat menyebabkan kematian sel
akibat proses oksidasi berlebihan dalam membran sel. Tingginya kadar
radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas
enzim antioksidan dan tingginya kadar MDA dalam plasma (Mayes, 2003;
Rubin et al., 2005, Winarsi, 2007). Selain itu, reaksi pembentukan NAPQI
akibat detoksifikasi oleh C-P450 memacu terbentuknya radikal bebas
superoksida (O2-) yang dinetralisir oleh superoksida dismutase (SOD)
menjadi hidrogen peroksida (H2O2), suatu ROS yang tidak begitu
berbahaya (Ojo et al., 2006). Namun, adanya logam transisi seperti Cu dan
Fe akan terbentuk radikal hidroksil (OH) yang sangat berbahaya dan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
menghancurkan struktur sel, melalui reaksi Haber-Weiss dan Fenton
(Winarsi, 2007).
5. Mikroskopis Kerusakan Hepar Setelah Pemberian Dosis Toksik
Parasetamol
Hepar normal memiliki kapasitas regenerasi yang luar biasa karena
hepar merupakan organ tubuh yang paling sering menerima jejas. Pada
jejas ringan, hepar dapat segera beregenerasi kembali pada fungsi semula.
Namun, kapasitas cadangan hepar dapat habis apabila hepar terkena
penyakit yang menyerang seluruh parenkim hepar sehingga timbul
kerusakan pada hepar (Robbins et al., 2003).
Respons hepar terhadap paparan suatu zat tergantung pada intensitas
paparan, populasi sel yang terkena, dan jenis paparan (akut atau kronik).
Berbagai kerusakan hepar yang diakibatkan oleh zat toksik, antara lain
perlemakan hepar (steatosis), kematian hepatosit, kolestasis kanalikuler,
kerusakan duktus biliaris, sirosis, kelainan vaskuler, dan tumor (Crawford,
2007; Lu, 1995; Moslen, 1996).
Paparan dosis toksik parasetamol dapat menyebabkan kematian
hepatosit melalui proses nekrosis dan apoptosis (Wilson, 2006). Nekrosis
merupakan hasil akhir dari perubahan-perubahan morfologis akibat kerja
degradatif progresif enzim yang mengindikasikan kematian sebuah sel,
sekelompok sel, atau jaringan pada makhluk hidup. Apoptosis adalah
kematian sel yang terprogram. Apoptosis lebih sukar untuk dideteksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
secara histologis sebab sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis dengan cepat, sedangkan debris dari sel-sel yang mengalami
nekrosis dapat menetap hingga berhari-hari (Dorland, 2002; Moslen, 1996;
Wilson, 2006).
Umumnya perubahan yang terjadi pada sel nekrotik dapat mengenai
semua bagian sel. Namun, perubahan inti sel adalah petunjuk kematian sel
paling jelas. Inti sel yang telah mati akan mengalami piknosis yaitu intinya
menyusut, batas tidak teratur dan berwarna gelap (Wilson, 2006).
Nekrosis hati akibat peroksidase lipid maupun radikal bebas dapat
bersifat fokal, sentral, pertengahan, perifer, atau masif. Kematian sel
terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Perubahan
morfologis awal dapat berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum
endoplasma, dan disagregasi polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai
butiran lemak dalam sel dan terjadi pembengkakan mitokondria progresif
dengan kerusakan krista. Stadium selanjutnya, sel dapat mengalami
degenerasi hidropik, fragmentasi sel, dan inti sel piknotik (kariopiknosis).
Inti sel dapat hancur dan membentuk fragmen-fragmen materi kromatin
yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Akhirnya,
kromatin basofil menjadi pucat (kariolisis) dan terjadi penghancuran serta
pelarutan inti sel sehingga inti sel sama sekali menghilang, membran
plasma pecah, dan terjadilah nekrosis sel (Wilson, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
6. Mekanisme Perlindungan Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa
carambola Linn.) terhadap Kerusakan Hepar
Kerusakan hepar akibat paparan parasetamol dosis toksik dapat
dicegah dengan antioksidan yang terkandung dalam buah belimbing
manis, yaitu vitamin A (β-karoten), vitamin C, vitamin E, flavonoid,
senyawa fenol, dan beberapa mineral seperti Fe dan Zn. Aktivitas
antioksidan terbesar terdapat pada kandungan polifenolnya, terutama
epikatekin dan proantosianidin (Shui dan Leong, 2004). Antioksidan ini
mampu memberikan elektron kepada molekul radikal bebas dan
memutuskan reaksi berantai (chain reaction) dari radikal bebas sehingga
dapat mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier, 2002; Winarsi,
2007).
Antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan
enzimatis dan antioksidan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis dapat
berupa SOD, katalase, dan glutation peroksidase. Enzim-enzim tersebut
merupakan metaloenzim yang aktivitasnya sangat tergantung pada adanya
ion logam. Aktivitas SOD yang dapat menghambat ROS bergantung pada
logam Fe, Cu, Zn, dan Mn. Selain memengaruhi aktivitas SOD, Fe juga
berpengaruh terhadap aktivitas enzim katalase. Enzim SOD di mitokondria
mengandung mangan, sedangkan dalam sitosol kerja enzim SOD
memerlukan bantuan tembaga dan seng (Muhilal, 1991; Winarsi, 2007).
Antioksidan non-enzimatis berupa senyawa nutrisi maupun non-
nutrisi. Antioksidan sekunder ini dapat diperoleh dari asupan bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
makanan, seperti vitamin A, C, dan E. Flavonoid, glutation, dan albumin
juga termasuk dalam antioksidan non-enzimatis (Winarsi, 2007).
Vitamin A di dalam sayuran berwujud sebagai pigmen β-karoten
(provitamin) (Mayes, 2003). Antioksidan yang larut lemak ini berpotensi
menjaga integritas membran sel terhadap serangan oksidan melalui
reaksinya dengan radikal hidroperoksil lemak (Marks et al., 2000). β-
karoten berfungsi sebagai peredam singlet oksigen dan radikal bebas
(Winarsi, 2007). Fungsi lain dari β-karoten adalah untuk meningkatkan
enzim Gluthation S-Transferase (GST). Enzim GST dapat meningkatkan
kadar glutation sehingga deplesi glutation dapat teratasi dan NAPQI dapat
diubah menjadi metabolit non toksik (Tisnadjaja et al., 2006).
Vitamin C berperan sebagai antioksidan non-enzimatis dan larut
dalam air. Sebagai antioksidan, vitamin C berperan sebagai donor elektron
dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu sehingga
dapat menstabilkan senyawa oksigen reaktif. Vitamin C juga melindungi
makromolekul sel dari kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif dan
menghambat terjadinya lipid peroksidasi (Winarsi, 2007; Sies dan Stahl,
1995).
Vitamin E berperan sebagai antioksidan pemutus berbagai reaksi
radikal bebas di membran sel dan lipoprotein plasma. Vitamin ini dapat
memindahkan hidrogen fenolat kepada radikal bebas peroksil (hasil
peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferoksil yang kurang reaktif
sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak yang terdapat di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
fosfolipid membran selular dan subselular (Mayes, 2003; Winarsi, 2007).
Radikal tokoferoksil ini kemudian dapat bereaksi dengan vitamin C dari
plasma untuk menghasilkan kembali tokoferol (Mayes, 2003).
Flavonoid berpotensi sebagai antioksidan dan penangkap radikal
bebas (free radical scavenger). Flavonoid juga berfungsi sebagai
hepatoprotektif, antitrombotik, antiinflmasi, dan antivirus. Senyawa
flavonoid tersebut bekerja dengan cara mengkelat logam serta
menghentikan aktivitas radikal bebas. Pengkelatan ion Fe menyebabkan
kompleks ion inert dan tidak dapat mengawali terjadinya peroksidasi lipid
(Winarsi, 2007).
Senyawa fenol mampu mengaktivasi antioksidan enzimatis secara
tidak langsung sehingga berperan sebagai hepatoprotektif serta berperan
sebagai antioksidan non-enzimatis karena sifat redoksnya. Epikatekin dan
proantosianidin, senyawa flavonoid yang terdapat dalam belimbing manis
mampu meningkatkan aktivitas Glutathion S-Transferase (GST) dan
Superoksida Dismutase (SOD) (Han et al., 2007).
Aktivitas antioksidan mineral berpengaruh sebagai kofaktor enzim
antioksidan endogen. Fe dan Zn merupakan kofaktor aktivasi SOD yang
dapat menghambat ROS, hasil persenyawaan NAPQI (Winarsi, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Parasetamol dosis toksik
Bioaktivasi C-P450
Kerusakan sel-sel hepar
Sari buah belimbing manis
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran
Peningkatan NAPQI
(elektrofilik)
Deplesi glutation
Ikatan kovalen dengan makromolekul (nukleofilik)
Lipid peroksida
Reactive Oxygen
Species (ROS) Kerusakan makromolekul
hepatosit
Nekrosis hepatosit
Stres oksidatif
Variabel luar yang tidak terkendali: kondisi psikologis, keadaan awal hepar dan reaksi
hipersensitivitas
Keterangan: : memacu : menghambat
: mengandung antioksidan
AktivasiSOD
Meningkatkan TAS (Total Antioxidant
Status)
Polifenol (Flavonoid, tanin, epikatekin dan
proantosianidin)
Vit. A (β-karoten)
Vit. C, Vit E
Aktivasi GSH-Px
Fe, Zn
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
Pemberian sari buah belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dapat
mencegah atau mengurangi kerusakan histologis hepar tikus putih (Rattus
norvegicus) yang diinduksi parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Peneliti memberi
perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di
laboratorium.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subyek Penelitian
1. Populasi : Tikus jantan dengan galur Wistar berusia 2-3 bulan
dengan berat badan ± 200 g.
2. Sampel : Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus
Federer (Purwasisastra, 2001) yaitu:
(k-1)(n-1) > 15
(4-1)(n-1) > 15
3 (n-1) > 15
3n > 18
n > 6
Keterangan:
k : jumlah kelompok
n : jumlah sampel dalam tiap kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok sebanyak
7 ekor tikus (n > 6). Jumlah kelompok tikus ada 4 sehingga penelitian ini
membutuhkan 28 ekor tikus dari populasi yang ada.
D. Teknik Sampling.
Sampel diperoleh dengan teknik incidental sampling, yaitu
mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari populasi yang
ada (Taufiqurrohman, 2008).
E. Rancangan Penelitian.
Rancangan penelitian ini adalah the post test only controlled group
design (Taufiqqurohman, 2008). Dalam rancangan ini subjek dibagi
menjadi 4 kelompok secara random.
KK : (-) O0
KP1: (X 1) O1
KP2: (X 2) O2
KP3 : (X 3) O3
Gambar 5. Skema Rancangan Penelitian
Keterangan:
KK : Kelompok kontrol tanpa diberi sari buah belimbing manis
maupun parasetamol.
KP1 : Kelompok perlakuan 1 diberi parasetamol tanpa diberi sari buah
belimbing manis.
Sampel Tikus
28 ekor
Bandingkan dengan uji
statistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
KP2 : Kelompok perlakuan 2 diberi parasetamol dan sari buah
belimbing manis konsentrasi 50%
KP3 : Kelompok perlakuan 3 diberi parasetamol dan sari buah
belimbing manis konsentrasi 100 %
(-) : Pemberian aquadest per oral 2 ml/200 g BB tikus setiap hari
selama 14 hari berturut-turut.
(X1) : Pemberian aquadest per oral 2 ml/200 g BB tikus setiap hari
selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13, dan 14
diberi parasetamol per oral 2 ml/200 g BB tikus perhari.
(X2) : Pemberian sari buah belimbing manis konsentrasi 50% per oral
2 ml/200 g BB tikus selama 14 hari berturut-turut dan pada hari
ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol per oral 2 ml/200 g BB
tikus 1 jam setelah pemberian sari buah belimbing manis.
(X3) : Pemberian sari buah belimbing manis konsentrasi 100% per oral
2 ml/200 g BB tikus selama 14 hari berturut-turut dan pada hari
ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol per oral 2 ml/200 g BB
tikus 1 jam setelah pemberian sari buah belimbing manis.
O0 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis, dan
kariolisis dari 100 sel di sentrolobular hepar kelompok kontrol.
O1 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis, dan
kariolisis dari 100 sel di sentrolobular hepar kelompok KP1.
O2 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis, dan
kariolisis dari 100 sel di sentrolobular hepar kelompok KP2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
O3 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis, dan
kariolisis dari 100 sel di sentrolobular hepar kelompok KP3.
Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis, dan
kariolisis dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama dikerjakan.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : pemberian sari buah belimbing manis.
2. Variabel Terikat : kerusakan histologis hepar tikus (Rattus norvegicus).
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan : variasi genetik, jenis
kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan tikus
semuanya diseragamkan.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis,
reaksi hipersensitivitas, dan keadaan awal hepar tikus.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas: pemberian sari buah belimbing manis
Sari buah belimbing adalah sari dari buah belimbing manis
varietas Demak yang diparut dan disaring. Buah belimbing manis
yang digunakan adalah buah belimbing manis yang matang, segar,
banyak tersedia, mengandung kadar air yang tinggi (juicy), tidak
hambar, tidak rusak, dan tidak busuk.
Sari buah belimbing manis diberikan peroral dengan sonde
lambung dalam 2 dosis yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Dosis I : 2 ml/200 g BB tikus per hari sari buah belimbing manis
konsentrasi 50% diberikan selama 14 hari berturut-turut
pada tikus KP2. Sari konsentrasi 50% berasal dari buah
belimbing yang sudah dibersihkan dari bijinya, diparut dan
disaring untuk diambil sarinya. Kemudian diencerkan
dengan aquadest menjadi dua kali volume awal sari.
Dosis II: 2 ml/200 g BB tikus per hari sari buah belimbing manis
konsentrasi 100% diberikan selama 14 hari berturut-turut
pada tikus KP3. Sari ini dibuat dengan cara memarut dan
menyaring buah belimbing yang sudah dibersihkan dari
bijinya.
Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.
2. Variabel terikat : kerusakan histologis hepar tikus
Kerusakan histologis hepar tikus adalah gambaran
mikroskopis sel hepar tikus yang dipapar parasetamol dan telah
diberi sari buah belimbing manis. Hal ini dinilai dengan
penghitungan jumlah sel hepar yang mengalami piknosis,
karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel pada zona sentrolobuler.
Adapun tanda-tanda kerusakan sel :
a. Piknosis : intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna
gelap, batasnya tidak teratur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
b. Karioreksis : inti mengalami fragmentasi atau hancur dengan
meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang
tersebar di dalam sel.
c. Kariolisis : kromatin basofil menjadi pucat, inti sel kehilangan
kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu
saja (Wilson, 2006).
Skala pengukuran variabel terikat adalah skala rasio.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat
dikendalikan melalui homogenisasi.
1) Variasi genetik
Jenis hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus
norvegicus) dengan galur Wistar.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin tikus yang digunakan adalah jantan.
3) Umur
Umur tikus pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.
4) Suhu udara
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu
udara berkisar antara 25-28o C.
5) Berat badan
Berat badan hewan percobaan + 200 gram.
6) Jenis makanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari air
PAM.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis,
reaksi hipersensitivitas, dan keadaan awal hepar tikus.
1) Kondisi psikologis tikus dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian
perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antartikus
dapat mempengaruhi kondisi psikologis tikus.
2) Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi
kepekaan tikus terhadap zat yang digunakan.
3) Keadaan awal hepar tikus tidak diperiksa pada penelitian ini
sehingga mungkin saja ada tikus yang sebelum perlakuan
heparnya sudah mengalami kelainan.
H. Alat dan Bahan Penelitian.
1. Alat.
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Kandang tikus 4 buah masing-masing untuk 7 ekor tikus.
b. Timbangan hewan.
c. Timbangan obat.
d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum,
meja lilin).
e. Sonde lambung.
f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
g. Mikroskop cahaya medan terang.
h. Gelas ukur dan pengaduk.
i. Kamera digital
2. Bahan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a. Parasetamol.
b. Makanan hewan percobaan (pelet).
c. Aquadest.
d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan
Hematoksilin Eosin (HE).
e. Sari buah belimbing manis.
I. Cara Kerja
1. Cara Pembuatan Sari.
Buah belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.) yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pasar Gede, Surakarta.
Dua buah belimbing dengan berat masing-masing + 200 gram
dibersihkan dari bijinya kemudian diparut dan disaring untuk
diambil sarinya.
2. Dosis Sari Buah Belimbing Manis.
Uji dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sari buah
belimbing manis konsentrasi 50% dan konsentrasi 100%. Sari buah
belimbing manis 100% dibuat dengan memarut dan menyaring buah
belimbing manis. Sedangkan untuk sari buah belimbing manis 50%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dibuat dengan cara mengencerkan sari buah belimbing manis
konsentrasi 100% dengan aquadest menjadi dua kali dari volume
awal. Volume pemberian sari buah belimbing manis pada masing-
masing kelompok perlakuan sama yaitu 2 ml/200 g BB tikus.
Pemberian sari buah belimbing manis selama 14 hari berturut-
turut dimaksudkan untuk memberikan daya proteksi oleh antioksidan
sehingga ketika hepar diberi paparan parasetamol dosis toksik, rantai
radikal bebas dapat diputus dan kerusakan hepar dapat dicegah. Di
luar jadwal perlakuan, tikus diberi makan pelet dan minum air PAM
ad libitum.
3. Dosis dan Pengenceran Parasetamol.
LD-50 untuk tikus secara peroral yang telah diketahui adalah
1944 mg/kg BB atau 388,8 mg/200 g BB tikus (Alberta, 2006).
Dosis parasetamol yang dapat menimbulkan efek kerusakan hepar
berupa nekrosis sel hepar tanpa menyebabkan kematian tikus adalah
¾ LD-50 perhari. Dosis yang digunakan adalah 388,8 mg/200 g BB
x 0,75 = 291,6 mg/200 g BB tikus. Parasetamol 500 mg dilarutkan
dalam aquadest hingga 3,4 ml sehingga dalam 2 ml larutan
parasetamol mengandung 291,6 mg parasetamol.
Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu, pada
hari ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini
dimaksudkan untuk menimbulkan kerusakan pada sel hepar berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
nekrosis pada daerah sentrolobularis tanpa menimbulkan kematian
pada tikus.
4. Persiapan Tikus.
Tikus diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi
Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan
harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis, kemudian
dilakukan perlakuan.
5. Pengelompokan Subjek.
Tikus dikelompokkan dengan randomisasi acak sederhana
menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 7
ekor tikus. Adapun pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:
a. KK : Kelompok kontrol diberi aquadest per oral 2 ml/200 g BB
tikus setiap hari selama 14 hari berturut-turut.
b. KP1 : Kelompok perlakuan 1 diberi aquadest per oral sebanyak
2 ml/200 g BB tikus setiap hari selama 14 hari berturut-
turut dimana pada hari ke 12, 13, dan 14 diberi
parasetamol pe roral 2 ml/200 g BB tikus perhari.
c. KP2 : Kelompok perlakuan 2 diberi sari buah belimbing manis
konsentrasi 50% per oral 2 ml/200 g BB tikus/hari selama
14 hari berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13, dan 14
diberi parasetamol per oral 2 ml/200 g BB tikus 1 jam
setelah pemberian sari buah belimbing manis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
d. KP3 : Kelompok perlakuan 3 diberi sari buah belimbing manis
konsentrasi 100% per oral 2 ml/200 g BB tikus selama 14
hari berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13, dan 14
diberi parasetamol per oral 2 ml/200 g BB tikus 1 jam
setelah pemberian sari buah belimbing manis.
Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian
sari buah belimbing manis dengan harapan sari tersebut terabsorbsi
terlebih dahulu. Sebelum pemberian parasetamol dan sari buah
belimbing manis, tikus dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk
mengosongkan lambung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Random
6. Pemberian Perlakuan.
Gambar 6. Skema Langkah-langkah Penelitian
28 ekor tikus
Adaptasi tikus selama 7 hari di Laboratorium Histologi FK UNS
Dipuasakan selama ± 5 jam
Aquadest 2 ml / 200 g BB tikus
0,8 ml/200 g BB tikus
Sari buah belimbing manis konsentrasi 50%
2 ml/200 g BB tikus selama 14 hari
Setelah ± 1 jam
Aquadest 2 ml/200 g BB tikus pada hari ke-1 sampai hari ke-11
2 ml parasetamol dosis 291,6 mg/200 g BB tikus pada hari ke-12, 13, dan 14
Perlakuan diberikan secara berturut-turut selama 14 hari
Pada hari ke-15 hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra servikalis dan pembuatan preparat
Aquadest 2 ml/200 g BBtikus
Sari buah belimbing manis konsentrasi
100% 2 ml/200 g BB tikus selama14 hari
Bandingkan dengan uji statistik
Kelompok kontrol
Kelompok perlakuan 1
Kelompok perlakuan 3
Kelompok perlakuan 2
Sebelum perlakuan
Hari ke 1-7 (7 hari)
Perlakuan Hari ke 8-21
(14 hari)
Setelah Perlakuan Hari ke 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
7. Pengukuran Hasil.
Pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama diberikan, semua
hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra
servikalis, kemudian organ hepar diambil untuk selanjutnya dibuat
preparat histologi dengan metode blok paraffin dengan pengecatan
HE. Pembuatan preparat dilakukan pada hari ke-15 agar efek
perlakuan tampak nyata. Lobus hepar yang diambil adalah lobus
kanan dan irisan untuk preparat diambil pada bagian tengah dari
lobus tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan preparat yang
seragam. Dari setiap lobus kanan hepar, dibuat tiga irisan dengan
tebal setiap irisan 3-8 µm. Jarak antara irisan yang satu dengan yang
lain kira-kira 25 irisan. Dari tiga irisan diambil salah satu irisan
secara acak untuk dilakukan pengamatan di zona sentrolobuler.
Pemilihan 1 zona sentralobuler dilakukan secara acak pada tiap
irisan. Dari 1 zona tersebut akan didapatkan 1 nilai untuk setiap 100
sel sentrolobuler.
Pengamatan preparat dilakukan dengan perbesaran 100 kali dan
400 kali untuk mengamati seluruh lapang pandang, kemudian
ditentukan daerah yang akan diamati pada zona sentrolobuler lobulus
hepar. Dari tiap zona sentrolobuler lobulus hepar tersebut, dengan
perbesaran 1000 kali, ditentukan jumlah inti yang mengalami
piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari tiap 100 sel, kemudian
dilakukan penghitungan nilai total.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Jadi, misalnya dari satu daerah zona sentrolobuler dari 100 sel
yang diamati, ternyata terdapat 25 sel dengan inti piknosis, 15
dengan karioreksis, dan 5 dengan kariolisis, maka jumlah nilai dari
satu daerah zona sentrolobuler tersebut adalah 25 + 15 + 5 = 45.
Selanjutnya, rata-rata nilai dari masing-masing kelompok
dibandingkan dengan uji one way ANOVA dan jika terdapat
perbedaan yang bermakna, dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple
Comparisons.
J. Teknik Analisis Data Statistik
Data yang diperoleh kemudian diuji distribusinya dengan uji
Kolmogorov-Smirnov atau Saphiro-Wilk. Apabila data yang diperoleh
terdistribusi normal maka memenuhi syarat untuk dilakukan uji statistik
parametrik, yaitu Uji one way Analysis of Variant (ANOVA). Jika terdapat
perbedaan yang bermakna, dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple
Comparisons. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Jika
ternyata data yang diperoleh tidak memenuhi syarat uji statistik one way
ANOVA, akan digunakan uji statistik non parametrik, yaitu Uji Kruskal
Wallis (Riwidikdo, 2007). Data diolah dengan program komputer
Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai efek pemberian sari buah
belimbing manis terhadap kerusakan histologis hepar tikus yang diinduksi
parasetamol, didapatkan data hasil pengamatan preparat histologis hepar tikus
pada masing-masing kelompok pelakuan. Data hasil penelitian ini berupa data
rasio, yaitu jumlah sel hepar tikus yang mengalami kerusakan histologis
dihitung dari tiap 100 sel pada zona 3 (sentrolobuler). Hasil pengamatan
jumlah sel hepar tikus yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis
untuk masing-masing kelompok dan jumlah total sel hepar yang rusak
disajikan pada lampiran 3. Hasil rata-rata jumlah kerusakan histologis sel
hepar tikus untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Hepar pada Masing-
Masing Kelompok Tikus
Kelompok Rata-rata Jumlah Standar Deviasi
K 22,43 1,272
P1 86,71 2,498
P2 47,71 2,289
P3 63,14 2,734
(Data Primer, 2012)
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Keterangan:
K : Kelompok kontrol
P1 : Kelompok perlakuan 1
P2 : Kelompok perlakuan 2
P3 : Kelompok perlakuan 3
Kelompok K memiliki nilai rerata jumlah kerusakan paling rendah yaitu
22,43 ± 1,272, sedangkan kelompok P1 memiliki nilai rerata jumlah
kerusakan paling tinggi yaitu 86,71 ± 2,498.
Gambaran histologis (fotomikrograf) zona sentrolobuler lobulus hepar
tikus pada kelompok K, P1, P2, dan P3 sebagai berikut
Gambar 7. Fotomikrograf Zona Sentralobuler Lobulus Hepar Tikus Kelompok
Kontrol (K) dengan Pengecatan Hedan Perbesaran 1000X. Tampak dalam gambar: (a) inti sel normal, (b) inti sel hepar yang mengalami piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), (c) inti sel hepar yang mengalami karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan (d) inti sel hepar yang mengalami kariolisis (inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai).
a b
c d
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Gambar 8. Fotomikrograf Zona Sentralobuler Lobulus Hepar Tikus Kelompok Perlakuan 1 (P1) dengan Pengecatan Hedan Perbesaran 1000X. Tampak dalam gambar: (a) inti sel normal, (b) inti sel hepar yang mengalami piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), (c) inti sel hepar yang mengalami karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan (d) inti sel hepar yang mengalami kariolisis (inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai).
Gambar 9. Fotomikrograf Zona Sentralobuler Lobulus Hepar Tikus Kelompok
Perlakuan 2 (P2) dengan Pengecatan Hedan Perbesaran 1000X. Tampak dalam gambar: (a) inti sel normal, (b) inti sel hepar yang mengalami piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), (c) inti sel hepar yang mengalami karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan (d) inti sel hepar yang mengalami kariolisis (inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai).
a
b
c d
a
b
d
c
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Gambar 10. Fotomikrograf Zona Sentralobuler Lobulus Hepar Tikus Kelompok
Perlakuan 3 (P3) dengan Pengecatan Hedan Perbesaran 1000X. Tampak dalam gambar: (a) inti sel normal, (b) inti sel hepar yang mengalami piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), (c) inti sel hepar yang mengalami karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan (d) inti sel hepar yang mengalami kariolisis (inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai).
B. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik
dengan uji one way ANOVA (ANOVA tidak berpasangan) untuk mengetahui
adanya perbedaan rata-rata jumlah kerusakan sel hepar tikus pada zona
sentrolobuler yang bermakna antara keempat kelompok. Analisis data pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows.
Syarat menggunakan uji one way ANOVA:
1. Masalah skala pengukuran adalah skala numerik. Skala pengukuran
bersifat numerik jika variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel
d
a c
b
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
kategorik (ordinal atau nominal) dengan variabel numerik (interval atau
rasio).
2. Sebaran data harus normal. Hal ini dibuktikan dengan nilai uji
Kolmogorov-Smirnov atau Saphiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih
besar daripada nilai alfa. Misal, jika alfa = 0,05, maka nilai p untuk uji
sebaran data harus > 0,05.
3. Varians data sama. Hal ini dapat diketahui melalui uji Homogeneity of
Variances. Jika varians data sama, maka nilai p > nilai alfa.
4. Jika ketiga syarat di atas tidak terpenuhi, maka dapat digunakan uji
hipotesis alternatif berupa uji hipotesis non-parametrik Kruskall-Wallis
(Dahlan, 2008).
Pada penelitian ini, terdapat dua macam variabel yaitu variabel
pemberian sari buah belimbing manis yang berskala ordinal dan variabel
kerusakan histologis hepar tikus yang berskala rasio. Hal tersebut
menunjukkan bahwa skala pengukuran pada penelitian ini adalah numerik
sehingga telah memenuhi syarat pertama untuk penggunaan uji one way
ANOVA.
Metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan sebaran data
normal atau tidak normal adalah uji Kolmogorov-Smirnov jika jumlah sampel
lebih besar dari 50 atau uji Saphiro-Wilk jika jumlah sampel kurang dari atau
sama dengan 50 (Dahlan, 2008). Sampel yang digunakan pada penelitian ini
berjumlah 28 ekor tikus sehingga penentuan jenis sebaran data menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
uji Saphiro-Wilk. Hasil uji Saphiro-Wilk dapat dilihat pada lampiran 4 tabel
11.
Nilai p dari hasil uji Saphiro-Wilk untuk kelompok K, P1, P2, dan P3
berturut-turut adalah 0,215; 0,441; 0,461; dan 0,944. Nilai p dari keempat
kelompok lebih besar dari alfa (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
sebaran data kelompok K, P1, P2, dan P3 adalah normal.
Selanjutnya dilakukan uji Homogeneity of Variances untuk mengetahui
apakah varians data sama atau tidak sama. Sebaran data secara deskriptif
dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 10 dan hasil uji Homogeneity of Variances
dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 12. Nilai p yang didapatkan dari uji
Homogeneity of Variances adalah 0,266. Nilai p lebih besar dari 0,05 dan
dapat disimpulkan bahwa varians data antarkelompok sama. Ketiga syarat
penggunaan uji one way ANOVA telah terpenuhi sehingga uji one way
ANOVA dapat dilakukan.
Hasil uji one way ANOVA dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 13.
Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Nilai p dari hasil uji one
way ANOVA adalah 0,000 (p < 0,05). Nilai p yang lebih kecil dari 0,05
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata jumlah kerusakan sel
hepar yang bermakna pada paling tidak dua kelompok. Selanjutnya,
dilakukan analisis Post Hoc Multiple Comparisons untuk mengetahui
kelompok mana yang mempunyai perbedaan bermakna tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Uji Post Hoc Multiple Comparisons yang digunakan dalam penelitian
ini adalah uji LSD. Ringkasan hasil uji LSD tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)
Kelompok p Perbedaan
K – P1 0,000 Bermakna
K – P2 0,000 Bermakna
K – P3 0,000 Bermakna
P1 – P2 0,000 Bermakna
P1 – P3 0,000 Bermakna
P2 – P3 0,000 Bermakna
(Data Primer, 2012)
Nilai p yang semuanya lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar yang bermakna pada
semua pasangan antarkelompok data. Hasil uji LSD secara rinci dapat dilihat
pada lampiran 4 tabel 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PEMBAHASAN
Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian sari buah
belimbing manis terhadap kerusakan histologis sel hepar tikus yang diinduksi
dengan parasetamol. Paparan parasetamol dosis toksik pada hepatosit akan
menyebabkan kematian sel yang disebut nekrosis. Nekrosis adalah kematian sel
atau jaringan pada tubuh yang hidup. Perubahan inti sel merupakan petunjuk
paling jelas terjadinya nekrosis. Perubahan inti sel menunjukkan satu dari tiga
pola nuklear, yaitu piknosis, karioreksis, dan kariolisis yang disebabkan oleh
pemecahan nonspesifik DNA (Mitchell dan Cotran, 2007).
Kerusakan sel akibat paparan parasetamol paling berat terjadi pada zona 3
(sentrolobuler) karena mempunyai kandungan retikulum endoplasma halus paling
banyak. Retikulum endoplasma halus merupakan tempat enzim sitokrom P450
menghidroksilasi fraksi parasetamol serta menghasilkan metabolit NAPQI yang
reaktif dan toksik (Cullen, 2005). Kerusakan hepar akibat paparan radikal bebas
yang paling berat juga terjadi pada zona 3, sedangkan kerusakan hepar pada zona
lain dapat diakibatkan oleh reaksi toksik parasetamol. Oleh karena itu, penilaian
kerusakan histologis hepar dalam penelitian dilakukan dengan menghitung jumlah
sel piknosis, karioreksis, kariolisis pada zona 3 (sentrolobuler). Ketiga parameter
tersebut merupakan proses yang irreversible karena apabila sudah memasuki satu
tahap perubahan inti sel, maka tidak bisa kembali pada tahap sebelumnya dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
tidak bisa menjadi normal kembali. Oleh karena itu, skor yang diberikan untuk
masing-masing tipe kerusakan sel adalah 1.
Pada tabel 2 dapat dilihat jumlah rata-rata kerusakan sel hepar pada
masing-masing kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan II dan III, dimana tikus
diberi parasetamol ditambah sari belimbing manis, memiliki jumlah kerusakan sel
hepar yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok perlakuan I yang hanya
diberi parasetamol tanpa sari belimbing manis. Hal ini disebabkan oleh efek
hepatoprotektif sari buah belimbing manis terhadap efek toksik parasetamol,
melalui antioksidan yang terkandung di dalamnya, sehingga kerusakan sel hepar
oleh radikal bebas dapat dikurangi. Tikus pada kelompok kontrol yang hanya
diberi aquadest sebagai plasebo diharapkan mengalami kerusakan hepatosit yang
minimal dan akan dianggap sebagai derajat normal. Kelompok kontrol digunakan
sebagai pembanding terhadap kelompok parasetamol dan kelompok perlakuan.
Gambaran inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis yang ditemukan pada
kelompok kontrol terjadi karena adanya proses apoptosis yang secara fisiologi
dialami oleh semua sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu mengalami
penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel-sel baru melalui
proses regenerasi (Mitchell dan Cotran, 2007). Selain itu, variabel luar yang tidak
dapat dikendalikan juga dapat menjadi penyebab perubahan inti tersebut.
Dari hasil uji one way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan
bermakna nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar tikus antara keempat
kelompok. Selanjutnya, dari hasil uji LSD didapatkan perbedaan bermakna pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
semua pasangan antarkelompok data, yaitu antara kelompok K-P1, K-P2, K-P3,
P1-P2, P1-P3, P2-P3.
Perbedaan bermakna dari nilai rata-rata jumlah kerusakan sel hepar antara
kelompok K dan kelompok P1 terjadi karena sel-sel hepar tikus pada kelompok
P1 mengalami kerusakan akibat pemberian parasetamol, sedangkan sel-sel hepar
tikus pada kelompok K relatif normal. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa parasetamol mampu menginduksi kerusakan sel hepar akibat
adanya metabolit NAPQI yang reaktif dan toksik.
Pembentukkan metabolit NAPQI yang melampaui persediaan dan
regenerasi glutation mengakibatkan terjadinya deplesi glutation sehingga terjadi
reaksi hepatotoksisitas. Deplesi glutation intraseluler akan mengakibatkan
hepatosit lebih rentan terhadap stres oksidatif dan apoptosis. NAPQI akan
berikatan secara kovalen dengan makromolekul sel seperti lipid, protein, dan
DNA. Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul akan memacu terbentuknya
Reactive Oxygen Species (ROS). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres
oksidatif, yang berarti NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid
sehingga dapat menyebabkan kematian sel (Goodman et al., 2008; Hoffman et al.,
2007; Winarsi, 2007, Zhang et al., 2007; James et al., 2003).
Hasil analisis data kerusakan sel hepar pada kelompok P2 dan kelompok
P3 sama-sama menunjukkan perbedaan bermakna dengan kelompok K maupun
kelompok P1. Hal ini membuktikan bahwa pemberian sari buah belimbing manis
konsentrasi 50% maupun konsentrasi 100% selama 14 hari berturut-turut dapat
mengurangi kerusakan sel hepar tikus akibat pemberian parasetamol, tetapi tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
dapat mengembalikannya ke kondisi normal seperti pada kelompok K. Perbedaan
bermakna tersebut dapat disebabkan karena dosis sari buah belimbing manis yang
diberikan pada kelompok perlakuan belum optimal, sehingga kerusakan sel hepar
tikus akibat radikal bebas belum mampu dicegah sepenuhnya oleh antioksidan
yang terkandung di dalam sari buah belimbing manis. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Shui dan Leong (2006) yang menyatakan bahwa
tingginya kandungan senyawa fenol yang berperan sebagai antioksidan terdapat
pada residu atau sisa pengolahan dari jus buah belimbing manis, sedangkan sari
buah belimbing manis pada penelitian ini hanya sedikit mengandung residu buah
belimbing manis.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata nilai kerusakan histologis hepar
tikus yang diberi sari belimbing manis konsentrasi 100% lebih tinggi daripada sari
belimbing manis konsentrasi 50%. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara nilai kerusakan sel hepar tikus pada
kelompok P2 dan kelompok P3. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan
konsentrasi sari buah belimbing manis tidak meningkatkan efek pencegahan
kerusakan sel hepar tikus.
Kerusakan hepar akibat paparan radikal bebas hasil metabolisme
parasetamol dapat dicegah dengan antioksidan yang terkandung dalam buah
belimbing manis, yaitu vitamin A (β-karoten), vitamin C, vitamin E, flavonoid,
senyawa fenol, dan beberapa mineral seperti Fe dan Zn. Aktivitas antioksidan
terbesar terdapat pada kandungan polifenolnya, terutama epikatekin dan
proantosianidin (Shui dan Leong, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Semua jenis antioksidan yang terkandung dalam buah belimbing manis
berperan penting dalam meningkatkan Total Antioxidant Status (TAS) yang dapat
meredam dampak negatif dari radikal bebas, sehingga kematian sel hepar pun
dapat dicegah (Almatsier, 2002). Epikatekin dan proantosianidin, merupakan
senyawa fenol utama yang terdapat dalam belimbing manis mampu meningkatkan
aktivitas Glutathion S-Transferase (GST) dan Superoksida Dismutase (SOD) (Han
et al., 2007). Zhang et al. (2007) telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa
senyawa fenolik dan flavonoid yang terkandung dalam jus belimbing manis
mampu menghambat sitokrom P450, suatu isozim yang berperan penting dalam
pembentukan metabolit reaktif NAPQI. Flavonoid berpotensi sebagai antioksidan
dan penangkap radikal bebas (free radical scavenger) dengan cara mengkelat
logam serta menghentikan aktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).
Vitamin A yang berwujud β-karoten berfungsi sebagai peredam singlet
oksigen dan radikal bebas. Fungsi lain dari β-karoten adalah untuk meningkatkan
enzim Gluthation S-Transferase (GST) sehingga deplesi glutation dapat teratasi
(Tisnadjaja et al., 2006, Winarsi, 2007). Vitamin C berperan sebagai donor
elektron sehingga dapat menstabilkan senyawa oksigen reaktif. Vitamin C dan
vitamin E juga melindungi makromolekul sel dari kerusakan yang disebabkan
oleh stress oksidatif dan menghambat terjadinya lipid peroksidasi (Winarsi, 2007;
Sies dan Stahl, 1995).
Aktivitas antioksidan mineral berpengaruh sebagai kofaktor enzim
antioksidan endogen. Fe dan Zn merupakan kofaktor aktivasi SOD yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
menghambat ROS, hasil persenyawaan NAPQI. Selain itu, Fe juga berfungsi
sebagai kofaktor enzim katalase (Winarsi, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pemberian sari buah
belimbing manis dapat mengurangi kerusakan sel hepar tikus yang diinduksi
parasetamol. Namun, keadaan sel hepar tikus yang diberi sari buah belimbing
manis selama 14 hari berturut-turut dan parasetamol tidak dapat mencapai derajat
normal seperti pada kelompok kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh:
1. Kandungan antioksidan sari buah belimbing manis belum optimal untuk
mencegah kerusakan sel-sel hepar hingga mencapai derajat normal.
2. Kondisi awal hepar tikus tidak diketahui sehingga kemungkinan ada tikus
yang mengalami kelainan pada heparnya sebelum dilakukan penelitian. Hasil
penelitian yang menunjukkan jumlah kerusakan sel hepar tikus pada kelompok
P2 lebih sedikit dari kelompok P3 dapat terjadi karena kondisi awal hepar
tikus kelompok P2 lebih baik dibandingkan kelompok P3.
3. Reaksi hipersensitivitas terjadi karena adanya perbedaan kepekaan masing-
masing tikus terhadap parasetamol dan sari buah belimbing manis. Hal ini
sangat sulit untuk dikendalikan sehingga mempengaruhi hasil dari penelitian.
4. Kondisi psikologis masing-masing tikus juga sangat sulit dikendalikan.
Pemberian perlakuan berulang sangat mempengaruhi kondisi psikologis tikus
walaupun sebelum diberikan perlakuan tikus terlebih dahulu diadaptasi selama
7 hari.
5. Waktu yang diperlukan sari buah belimbing manis untuk menimbulkan efek
perlindungan hingga mencapai derajat normal masih kurang.