eeell
DESCRIPTION
lllTRANSCRIPT
Tinjauan Pustaka
1. DefinisiVertigo berasal dari bahasa yunani yang artinya vertere yang artinya
memutar. Penamaan tersebut sesuai dengan sensasi yang dirasakan oleh orang
yang mengalaminya, bahwa sekeliling ataulingkungan mereka terasa berputar,
padahal badan mereka tidak bergerak.1 Vertigo adalah ilusi gerak, ada
yangmengatakan halusinasi gerak. Penderita merasa dan melihatsekelilingnya
berputar meskipun sebenarnya tetap diam atau merasadirinya berputar
meskipun juga sebenarnya tidak.2 Vertigo juga merupakan setiap gerakan atau
rasa gerakan tubuh penderita atau obyek–obyek di sekitar penderita yang
bersangkutan dengan kelainan sistem keseimbangan.3
2. Klasifikasi
Vertigo dapat terjadi karena adanya gangguan keseimbangan baik perifer
pada telinga maupun otak. Ada dua tipe vertigo sesuai dengan penyebabnya
yaitu :1
a. Vertigo perifer terjadi apabila terdapat masalah pada telinga bagian
dalam yang mengendalikan keseimbangan, yaitu labirin vestibular
atau saluran setengah lingkaran (semicircular canals) atau saraf
vestibular (vestibular nerve) yang menghubungkan telinga ke otak.
Vestibular adalah alat keseimbangan, yang bereseptor sensorisnya
berada di dalam telingan. Reseptor pada sistem vestibular meliputi
kanalis semisirkularis (semicircular canals), utrikulus, serta sakulus.
Reseptor dari system sensoris ini disebut dengan sistem kecepatan
perubahan sudut. Vertigo yang berhubungan dengan telinga bagian
dalam dapat disebabkan oleh benign positional vertigo atau disebut
juga benign paroxysmal positional vertigo.
b. Vertigo sentral terjadi apabila terdapat masalah di dalam otak,
terutama dalam batang otak atau belakang otak (cerebellum). Vertigo
yang berhubungan dengan batang otak dikarenakan adanya penyakit
pembuluh darah, obat-obatan (seperti antikonvulsan, aspirin),
konsumsi alcohol, migraine, multiple sclerosis (penyakit yang
menyerang sistem saraf pusat) dan walau jarang terjadi, kondisi
kejang dapat memicu vertigo.
Tabel Tipe Gangguan Keseimbangan 4,5
Perifer Sentral
Perasaan berputar
Serangan
Intensitas
Lamanya
Hubungan dengan
posisi kepala
Gejala sistem otonom
(mual/muntah)
Gangguan dengar
Gangguan kesadaran
Gangguan neurilogis
lain
Jelas
Paroksismal
Sering berat
Kurang dari 1 menit
sampai beberapa minggu
Sering
Jelas
Sering ada
Biasanya tidak ada
Biasanya tidak ada
Kurang jelas
Jarang paroksismal
Biasanya tidak
berat
Lebih lama
Jarang
Jarang
Biasanya tidak ada
Sering ada
Sering ada
3. Etilogi
Penyebab vertigo dibagi berdasarkan jenis vertigo yaitu:
a. Vertigo jenis perifer ini dapat disebabkan karena adanya
neurolotisvestibuler, vertigo posisional benigna (jinak), penyakit
meniere, trauma, fisiologis (seperti mabuk kendaraan), obat-obatan
dan tumor di fossa posterior dasar tengkorak (misalnya neuroma
akustik). Jenis benign positional vertigo adalah suatu keadaan ketika
vertigo terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 detik.2
Gangguan ini diakibatkan perubahan posisi kepala biasanya terjadi
ketika penderita berbaring, bangun, berguling di atas tempat tidur atau
menoleh ke belakang.1
b. Vertigo sentral ini dapat disebabkan karena adanya stroke batangotak,
TIA vertebrobasiler, kanker, migrainbasiler, trauma, perdarahan di
otak kecil, infark batang otak atau cerebellum dan degenerasi
spinoserebellar.2
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala utama pada vertigo adalah sensasi pada tubuh atau
ruangan yang terasa bergerak atau berputar. Tanda dan gejala lainnya dari
vertigo antara lain kesulitan untuk menelan, penglihatan ganda, masalah pada
gerakan mata, kelumpuhan di daerah wajah, bicara tak jelas dan tungkai terasa
lemah. Pada beberapa orang, sensasi berputar dapat memicu mual dan muntah,1
serta klien mengeluhkan nyeri kepala pada pagi hari, muntah dan kadang
gangguan penglihatan khasnya adalah pandangan visual kabur.6 Adapun tanda
dan gejala lainnya adalah gangguan keseimbangan, rasa tidak stabil,
disorientasi ruangan, rasa mual dan muntah, biasanya gejala ini lebih dominan
pada vertigo perifer.7
5. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) dengan
apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Informasi yang berguna untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan
proprioseptik. Reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu
lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil
kontribusinya adalah proprioseptik.8
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam
keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul
berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan, dan
gejala-gejala lainnya.9
Beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya vertigo diantaranya
adalah:
a. Teori rangsang berlebihan(overstimulation).
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis, akibatnya akan timbul
vertigo, nistagmus, mual, dan muntah.
b. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer, yaitu antara mata,
vestibulum, dan proprioseptik. Atau karena ketidakseimbangan
masukan sensoris dari sisikiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul
respons yang dapat berupa nistagmus,ataksia, rasa melayang, berputar.
c. Teori neural mismatch.
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik.
Menurut teoriini otak mempunyai memori tentang pola gerakan
tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang tidak
sesuai dengan pola gerakanyang telah tersimpan, timbul reaksi dari
susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan
berulang-ulang akan terjadimekanisme adaptasi, sehingga berangsur-
angsur tidak lagi timbul gejala.
d. Teori otonomik.
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom
sebagaiusaha adaptasi perubahan posisi. Gejala klinis timbul jika
sistem simpatisterlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem
parasimpatis mulai berperan.5.Teori neurohumoral.Di antaranya teori
histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl), dan teoriserotonin (Lucat),
yang masing-masing menekankan perananneurotransmiter tertentu
dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yangmenyebabkan
timbulnya gejala vertigo.
e. Teori sinaps.
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau
perananneurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkanstres yang akan memicu sekresi CRF (Corticotropin
Releasing Factor). Peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan
mekanisme adaptasi berupameningkatnya aktivitas sistim saraf
parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang
sering timbul berupa pucat, berkeringatdi awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, kemudian berkembangmenjadi mual, muntah, dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibatdominasi aktivitas susunan
saraf parasimpatis.
6. Diagnosis
a. Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang,
berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui
juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi
kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil waktu, apakah timbulnya
akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik, progresif atau
membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang
karakteristik. Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,
antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan
adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi,
hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik. 10,11
b. Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan
sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa
pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan
vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat kelainan sentral
yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat (korteks serebrim
serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik,
selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psiikologik/psikiatrik yang
dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.12,13
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi
jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk
vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan
terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.12,13
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab
sistemik, tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan
berdiri, bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi
perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis 10,14
1) Fungsi vestibuler/serebeler
a) Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-
mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan
pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan
bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
elainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali
lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.
b) Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.
Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang
dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c) Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan
dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi
mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan
gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan
berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi
dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.
d) Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany).
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa.
Hal ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan
lengan penderita ke arah lesi.
e) Uji Babinsky-Weil (Gb. 8)
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama
setengan menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral,
pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
2) Pemeriksaan Khusus Oto – Neurologi13,14,15
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak
lesinya di sentral atau perifer.
a) Fungsi Vestibuler
Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke
kanan dan kiri. Dari posisi duduk di atas tempat tidur,
penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga
kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal,
kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke
kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya
perifer atau sentral.
Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode
laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten,
nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila
diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°,
sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi
vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air
dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus
yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi
sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150
detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis
atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.
Canal paresis adalah jika abnormalitas ditemukan di satu
telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air
dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika
abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di
masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi
perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.
Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit,
dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada
nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat
dianalisis secara kuantitatif.
b) Fungsi Pendengaran
Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif
dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan
Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber
lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek.
Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri
seperti Ludness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry,
Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi:
acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah,
otot wajah, pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi
motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara
berjalan)
c. Pemeriksaan Penunjang 10,16
1) Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
2) Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3) Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
4) Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).
7. Terapi
Pengobatan farmakologis yaitu pengobatan dengan obat seperti
antihipertensi, tranquilizer, antidepresan, sedative dapat menimbulkan efek
samping berupa vertigo serta gangguan keseimbangan. Beberapa pengobatan
hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo Pengobatan
untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang
digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi
sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi
vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat
muntahsehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.
Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga
penggunaannya diminimalkan. Adapun pengobatan selain farmakologi yaitu
pengobatan tanpa obat (non farmakologi).17
Pengobatan non farmakologi untuk gangguan keseimbangan (pada
telinga), yaitu rehabilitasi/fisioterapi dalam hal ini latihan gerakan kepala dan
badan. Ada beberapa latihan yaitu : Canalit Reposition Treatment (CRT)/Epley
manouver, Rolling/Barbeque maneuver, Semont Liberatory maneuver dan
Brand-Darroff exercise. Beberapa latihan ini terkadang memerlukan seseorang
untuk membantunya tetapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri
(Jurnal/pengobatan gangguan keseimbangan (vertigo) penyakit telinga hidung
tenggorok). Pengobatan non farmakologi ini atau senam keseimbangan Canalit
Reposition Treatment (CRT) merupakan latihan gerak tubuh dengan kepala
leher mata dalam posisi tetap. Mata dan kepala bergerak mengikuti obyek
penglihatan yang bergerak. Latihan dengan alat sejenis pembangkit
nistagmus.18