edisi v/ maret 2015 komunitas - psp3...

8
Menu Edisi Ini Komunitas Enlightening, Sustaining, and Empowering Publikasi Terbaru PSP3IPB DEMI komitmen untuk memperkuat pariwisata di daerah, baru-baru ini, Pusat Studi Pembangunan, Pertanian, dan Pedesaan (PSP3) Institut Pertanian Bogor (IPB)mengeluarkan empat buku dan empat film terkait pariwisata daerah tertinggal. Kesemua publikasi ini dihasilkan melalui skema kerjasama dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tahun 2014. Terbitnya empat buku dan empat film ini berkat kerjasama seluruh tim yang terkat program pengembangan Rumah KiTA, yang merupakan singkatan dari Komunitas Informasi Wisata. Tim ini dipimpin oleh Dr Sofyan Sjaf. Empat buku ini sebelumnya telah mendapatkan ISBN dari pihak Perpustakaan Nasional. Keempat buku itu adalah Eksotika Sikka, Wakatobi: Catatan Para Penyaksi, Membingkai Seruyan, dan Pesona Raja Ampat. Buku-buku ini berisikan informasi tentang pariwisata, serta menampilkan tulisan dari penduduk desa serta pelaku pariwisata di empat daerah tersebut. Melengkapi buku, tim PSP3 juga telah membuat film terkait pariwisata di empat daerah itu. Kepala PSP3 Dr Ir Lala Kolopaking mengatakan bahwa publikasi ini merupakan bagian dari proses panjang yang sudah dirintis di PSP3. Berlanjut ke halaman 2 Sekolah Drone ‘Professor’ Kopi EDISI V/ MARET 2015 PSP3 membentuk unit baru yakni Sekolah Drone Desa (SDD) PSP3IPB PADA mulanya, newsletter ini tidak direnca-nakan untuk terbit bulanan. News- letter ini dibuat se- bagai pe-ngantar dari kegiatan diskusi yang secara rutin dilakukan oleh Pusat Studi Pembangunan, Pertanian, dan Pedesaan (PSP3) IPB. Sebab redaksi menganggap bahwa peserta diskusi membutuhkan informasi yang men- cerahkan tentang aktivitas penelitian di PSP3. Belakangan, ada kebutuhan untuk menerbitkan media ini secara rutin. Minimal, publik bisa mengetahui apa saja aktivitas serta dinamika gagasan yang tumbuh dan berkembang di lingkup PSP3. Media ini diharapkan bisa menampung segenap gagasan yang hadir di sela-sela kegiatan penelitian, serta memperkuat arus dan dinamika gagasan untuk melahirkan gagasan-gagasan yang konstruktif. Tentu saja, ruang-ruang yang disediakan media ini amatlah terbatas. Makanya, gagasan yang dikembangkan di sini berkisar pada dinamika gagasan di kalangan para asisten peneliti dan peneliti, serta beberapa tema penting yang terkait masyarakat pedesaan. Penekanannya adalah pada reportase yang memberi makna, serta membuka wawasan pada dialog yang mencerahkan. Satu tema penting yang menjadi pengikat semua gagasan itu adalah harapan untuk melihat Indonesia yang lebih berdaulat, lebih sejahtera dan lebih berkeadilan. Inilah simpul pengikat semua gagasan, sekaligus kompas ke mana media ini akan bergerak. Inilah kekuatan kami! Dr Sofyan Sjaf, Pemimpin Redaksi Terbit Kembali Kisah Seruyan Kisah tentang perjalanan ke bumi Seruyan di provinsi Kalteng Di Bogor, terdapat warung kopi yang mengusung tema fair trade

Upload: vuongthu

Post on 27-Mar-2018

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: EDISI V/ MARET 2015 Komunitas - PSP3 IPBpsp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/edisi-5.pdf · pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. ... tekno-logi

Menu Edisi Ini

Komunitas Enlightening, Sustaining, and Empowering

Publikasi  Terbaru  PSP3-­‐IPB  DEMI komitmen untuk memperkuat pariwisata di daerah, baru-baru ini, Pusat Studi Pembangunan, Pertanian, dan Pedesaan (PSP3) Institut Pertanian Bogor (IPB)mengeluarkan empat buku dan empat film terkait pariwisata daerah tertinggal. Kesemua publikasi ini dihasilkan melalui skema kerjasama dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tahun 2014. Terbitnya empat buku dan empat film ini berkat kerjasama seluruh tim yang terkat program pengembangan Rumah KiTA, yang merupakan singkatan dari Komunitas Informasi Wisata. Tim ini dipimpin oleh Dr Sofyan Sjaf. Empat buku ini sebelumnya telah mendapatkan ISBN dari pihak Perpustakaan Nasional. Keempat buku itu adalah Eksotika Sikka, Wakatobi: Catatan Para Penyaksi, Membingkai Seruyan, dan Pesona Raja Ampat.

Buku-buku ini berisikan informasi tentang pariwisata, serta menampilkan tulisan dari penduduk desa serta pelaku pariwisata di empat daerah tersebut. Melengkapi buku, tim PSP3 juga telah membuat film terkait pariwisata di empat daerah itu. Kepala PSP3 Dr Ir Lala Kolopaking mengatakan bahwa publikasi ini merupakan bagian dari proses panjang yang sudah dirintis di PSP3.

Berlanjut ke halaman 2

Sekolah Drone ‘Professor’ Kopi

E D I S I V / M A R E T 2 0 1 5

PSP3 membentuk unit baru yakni Sekolah Drone Desa (SDD)

P S P 3 -­‐ I P B  

PADA mulanya, newsletter ini tidak direnca-nakan untuk terbit bulanan. News-letter ini dibuat se-bagai pe-ngantar dari kegiatan diskusi yang secara rutin dilakukan

oleh Pusat Studi Pembangunan, Pertanian, dan Pedesaan (PSP3) IPB. Sebab redaksi menganggap bahwa peserta diskusi membutuhkan informasi yang men-cerahkan tentang aktivitas penelitian di PSP3. Belakangan, ada kebutuhan untuk menerbitkan media ini secara rutin. Minimal, publik bisa mengetahui apa saja aktivitas serta dinamika gagasan yang tumbuh dan berkembang di lingkup PSP3. Media ini diharapkan bisa menampung segenap gagasan yang hadir di sela-sela kegiatan penelitian, serta memperkuat arus dan dinamika gagasan untuk melahirkan gagasan-gagasan yang konstruktif. Tentu saja, ruang-ruang yang disediakan media ini amatlah terbatas. Makanya, gagasan yang dikembangkan di sini berkisar pada dinamika gagasan di kalangan para asisten peneliti dan peneliti, serta beberapa tema penting yang terkait masyarakat pedesaan. Penekanannya adalah pada reportase yang memberi makna, serta membuka wawasan pada dialog yang mencerahkan. Satu tema penting yang menjadi pengikat semua gagasan itu adalah harapan untuk melihat Indonesia yang lebih berdaulat, lebih sejahtera dan lebih berkeadilan. Inilah simpul pengikat semua gagasan, sekaligus kompas ke mana media ini akan bergerak. Inilah kekuatan kami!

Dr Sofyan Sjaf, Pemimpin Redaksi

Terbit Kembali

Kisah Seruyan

Kisah tentang perjalanan ke bumi Seruyan di provinsi Kalteng

Di Bogor, terdapat warung kopi yang mengusung tema fair trade

Page 2: EDISI V/ MARET 2015 Komunitas - PSP3 IPBpsp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/edisi-5.pdf · pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. ... tekno-logi

NEWSLETTER PSP3- IPB EDISI V/ MARET 2015

2

KOMUNITAS adalah newsletter yang diterbitkan oleh Unit Diseminasi dan Manajemen Pengetahuan, Pusat Studi Pembangunan, Pertanian, dan Pedesaan (PSP3), IPB yang bertujuan untuk menyebarkan gagasan-gagasan konstruktif demi perubahan sosial. Motto utama media ini adalah mencerahkan (enlightening), memberdayakan (empowering), dan berkelanjutan (sustaining). Penanggung Jawab: Dr. Ir. Lala Kolopaking, Pemimpin Redaksi: Dr Sofyan Sjaf, Redaktur: Yusran Darmawan, Syafar Supardjan, Riza Hariwahyudi, Anom, Turasih, Cilla Apriande, Mu’min “Ganteng” Fahimuddin, Helmy “Tampan” Mihardja. Alamat Redaksi: Gedung Utama Kampus IPB Baranangsiang, Jalan Raya Pajajaran, Bogor 16144. Email: [email protected]

2

Di Seruyan, Kalimantan Tengah, tim peneliti PSP3 membangun jejaring dengan komunitas fotografi, lalu membuat publikasi berjudul Seruyan: Kisah di Balik Gambar. Isinya adalah foto-foto terbaik yang dihasilkan mengenai Seruyan. Sedangkan di Raja Ampat, tim PSP3 melakukan pelatihan bussines plan, menulis, dan sinematografi bersama masyarakat. Setelah itu, masyarakat memberikan masukan tentang poyensi alam yang harus diabadikan melalu kamera. Setelah itu, bersama tim PSP3, masyarakat melakukan aktivits pengambilan gambar dan publikasi hasil pengamatan. “Saya senang sekali dengan konsep pelibatan masyarakat ini. Kegiatan ini membuka mata saya bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mempromosikan daerah. Minimal kita bisa dibantu untuk melahirkan berbagai kegiatan positif untuk daerah sendiri,” kata Fransina Mayor, salah seorang warga Raja Ampat. Senada dengan Fransina Mayor, beberapa anggota Rumah KiTA di Wakatobi berharap agar kegiatan ini tidak berhenti hanya pada satu kegiatan. “Mudah-mudahan ke depannya, kita bisa merencanakan banyak kegiatan lanjutan yang bisa memperkenalkan Wakatobi ke dunia luar,” kata Mudin, salah satu anggota Rumah KiTA di Wakatobi. Kegiatan ini memang memberi dampak bagi masyarakat setempat. Anggota komunitas wisata di Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) bertekad untuk membuat satu program terkait publikasi orkestra suling di Sikka. Langkah publikasi dianggap strategis untuk mempertahankan khasanah kekayaan tradisi dan musik tradisional di Sikka. Pihak PSP3-IPB sendiri berharap agar kegiatan ini terus berlanjut di level komunitas. “Kami tak ingin cuma datang sekali dan terus meninggalkan mereka. Kami ingin ada aktivitas lanjutan yang bisa semakin memperkuat ikatan antara masyarakat dan IPB. Itu harapan kita, “ kata Sekretaris PSP3 Dr Sofyan Sjaf.(*)

1

“Kita telah lama melakukan kerjasama dengan Kementerian PDT. Kegiatan Rumah Kita ini adalah salah satu rekomendasi dari riset yang sebelumnya kita lakukan bersama,” katanya di Bogor,beberapa waktu lalu. Salah satu rekomendasi tersebut adalah urgensi munculnya Clearing House (CH), sebuah rumah yang merupakan suatu institusi atau organisasi yang berperan dan mempunyai kewenangan untuk menilai dan menyatakan bahwa suatu hal (program, kegiatan, dll) layak untuk diterapkan di suatu tempat tertentu. Dalam konteks pariwisata, CH berperan penting untuk menjamin agar faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan sebelum menerapkan kegiatan promosi pariwisata bisa diterapkan dengan baik. Selanjutnya, PSP3 bekerjasama dengan Keasdepan Urusan Sumberdaya Mineral, Energi, Pariwisata dan Lingkungan Hidup, Deputi Bidang Pengembangan Sumberdaya KPDT melakukan kegiatan pemberian bantuan sosial dan promosi pariwisata berbasis masyarakat dalam bentuk kegiatan Pengembangan Model Potensi Sumberdaya Pariwisata di Daerah Tertinggal. Salah satu output-nya adalah publikasi dan promosi pariwisata daerah. Publikasi itu hanyalah satu dari sejumlah item kegiatan yang dilakukan di empat daerah etsrebut. Kegiatan lain adalah (1) pelatihan pembuatan aplikasi tailor made dan pemetaan informasi berbasis website untuk pengembangan pariwisata, (2) peningkatan kapasitas pelaku pariwisata di daerah, (3) pembuatan Rumah Kita, (4) penyusunan program pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. Yang menarik, keseluruhan kegiatan ini melibatkan masyarakat setempat. Masyarakat menyusun materi, program, serta rekomendasi tentang apa yang harus dilakukan di daerahnya masing-masing. Di semua daerah, tim PSP3 melakukan pelatihan, kemudian bersama-sama masyarakat melakukan identifikasi tentang apa yang harus dipersiapkan untuk membuat produk promosi daerah.

Page 3: EDISI V/ MARET 2015 Komunitas - PSP3 IPBpsp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/edisi-5.pdf · pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. ... tekno-logi

NEWSLETTER PSP3- IPB EDISI V/ MARET 2015

3

Sekolah Drone Desa Terbentuk

2

serta kerja sama antardesa menjadi kunci keberhasilan membangun desa. Makanya, data tentang peta sumber daya desa dan basis ekologi desa menjadi keharusan. Kedua, pengemba-ngan ekonomi desa melalui badan usaha milik desa (BUM Desa) dan BUM Antardesa. Dalam konteks ini, BUM Desa harus memiliki kemampuan memprediksi kekuatan ekonomi yang dimiliki desanya. Ketiga adalah pelaksanaan, pemantauan, dan pengawasan dana desa. Sejauh ini, amanat ketiga ini telah tertuang dalam PP No 60/2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN. Dalam peraturan pemerintah itu, pengalokasian dan pencairan dana desa ditentukan oleh sejumlah indikator, seperti jumlah penduduk, jumlah

penduduk miskin, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis, serta tersedianya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Kerja Pemerintahan (RPK) Desa (Pasal 11 s/d 20). Amanat keempat, yaitu sistem informasi pembangunan desa dan kawasan pedesaan. Minimnya akses informasi masyarakat desa mendorong pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan sistem informasi yang melibatkan partisipasi masyarakat desa untuk menghasilkan data desa, data pembangunan desa, dan kawasan pedesaan yang akurat. Drone bisa disederhanakan sebagai pesawat tanpa awak yang dikendalikan dengan remote control dan menggunakan gelombang radio. Pada awalnya, drone hanya digunakan untuk keperluan intelijen dan memata-matai negara lain.

Drone bisa membawa kamera dan peralatan perekam yang bisa merekam gambar dengan akurasi yang lebih tinggi daripada satelit. Jika dahulu hanya digunakan untuk militer, kini penggunaan drone bisa lebih luas. PSP3 sendiri menggunakan teknologi ini untuk masyarakat desa.(*)

1

BERTEMPAT di ruang sidang Pusat Studi Pembangunan, Pertanian, dan Pedesaan (PSP3) IPB, Sekolah Drone Desa (SDD) terbentuk, pertengahan Februari silam. Nanti-nya, unit kegiatan di lingkup PSP3 ini tidak hanya diharapkan untuk menyediakan peta-peta potensi masyarakat desa, melainkan juga memper-kuat sistem informasi di level desa. Terbentuknya SDD ini dikemukakan oleh Sekretaris PSP3-IPB Dr Sofyan Sjaf. Menurutnya, SDD ini akan menjadi satu pilar yang menguatkan komitmen PSP3 untuk melakukan inovasi tekno-logi inklusif yang membe-rikan ruang partisi-pasi besar bagi masyarakat desa. “Kami telah lama melakukan diskusi intensif terkait drone desa. Sejak Agustus setahun silam, diskusi tentang drone desa sudah dimulai. Terbentuknya SDD ini adalah bagian dari dinamika gagasan yang telah lama berlangsung di lembaga ini,” katanya. Sofyan mendefinisikan drone desa sebagai “teknologi sekaligus instrumen yang efektif-inklusif-partisipatif mampu memberikan informasi visual potensi sumber daya desa dan kawasan pedesaan (meliputi: vegetasi, kesehatan vegitasi, status dan kepemilikan lahan, pemanfaatan lahan, tapal batas atau luas, kondisi infrastruktur, kondisi pangan, potensi ekonomi, dan resolusi konflik) untuk pembangunan desa dan kawasan pedesaan.” Definisi ini menjelaskan banyak hal tentang sejauh mana aktivitas di SDD. Penekanannya adalah penyediaan data visual yang bisa digunakan untuk beragam kepentingan masyarakat desa. “Kami berharap lembaga ini bisa menghadirkan revolusi dalam hal penguatan sistem informasi desa,” katanya. Gagasan tentang drone ini bermula dari hasrat kuat untuk memperkuat basis data di level desa seiring dengan penetapan Undang-Undang No 6/ 2014 tentang Desa. Sebagai bagian dari teknologi tinggi, drone diharapkan bisa membantu warga desa untuk memperkuat data-data demi penyusunan perencanaan pembangunan yang matang. UU itu mengamanahkan empat hal. Pertama, membangun desa berarti membangun kawasan pedesaan. Untuk itu, desa harus dibangun dengan basis sumber daya yang dimiliki,

Laporan: Helmy Ayuradi Mihardja (Peneliti PSP3-IPB)

KELEMBAGAAN SEKOLAH DRONE DESA (SDD). (1) Penanggung Jawab: Kepala PSP3-IPB. (2) Dewan Pakar. (3) Koordinator. (4) Unit Pengembangan Inovasi Drone. (5) Unit Pemetaan dan Digitasi Partisipatif. (6) Unit Penguatan Sosial Ekonomi dan Budaya(7) Unit Sistem Informasi

Page 4: EDISI V/ MARET 2015 Komunitas - PSP3 IPBpsp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/edisi-5.pdf · pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. ... tekno-logi

NEWSLETTER PSP3- IPB EDISI V/ MARET 2015

4

Misteri Keindahan Seruyan

2

menuju desa-desa disepanjang aliran sungai Seruyan. Bagi saya yang terbiasa dengan kebisingan perkotaan, Kuala Pembuang sebagai ibukota Seruyan memberikan kenyamanan tersendiri bagi saya untuk dapat merasakan ketentraman dan keramahan dari masyarakat Kuala Pembuang. Tergelitik dengan keramahan masyarakat Kuala Pembuang yang majemuk, tidak sadar saya teringat dengan tragedi Sampit yang menye-bar ke beberapa wilayah di Kaliman-tan Tengah termasuk Seruyan yang pada saat itu masih menjadi bagian dari Kotawaringin

Timur. Hanya sedikit orang yang berani atau berkenan membicarakannya, namun saya sadar betul siapapun tidak akan pernah menginginkannya permu-suhan. Keragaman serta kerukunan etnis dan suku yang ada di Kabupaten Seruyan, baik itu Dayak, Madura, Banjar, Jawa, Tionghoa, menunjukkan kepa-da saya bahwa setiap dari kita memiliki peluang untuk hidup baik selama kita saling mema-hami dan menghargai. Seindah keramahan masyarakat didalamnya, seindah juga dengan keindahan alam dan budaya yang ada di Kabupaten Seruyan. Salah satu hal yang begitu dinikmati adalah menaik perahu sembari menyusuri sungai Seruyan. Mungkin bagi anda yang terbiasa dengan sungai Seruyan, akan merasakan sensasi yang berbeda bagi mereka yang akrab dengan kebisingan ibu kota. Dengan ditemani teman-teman baru dari Komunitas Fotografi (Focus) yang saya temui di Kuala Pembuang, saya diajak untuk menyusuri di segarnya alam sepanjang sungai Seruyan.

Menaiki perahu kecil bermotor, bergerak perlahan membelah sungai dengan pemandangan hutan di kanan dan kirinya semakin menambah rasa penasaran saya akan kekayaan hutan yang didalamnya. Hewan-hewan liar serta suku-suku Dayak pedalaman di Kalimantan Tengah menambah “magis” bagi orang-orang yang datang. Sebagai provinsi terluas di Kalimantan memiliki luasan hutan yang paling luas. Seruyan memiliki wilayah yang memanjang dari pesisir di Selatan hingga pegunungan di utara dengan kondisi alam dan masyarakat yang beragam.

1

Kabupaten Seruyan, sebuah nama yang cukup asing bagi banyak orang untuk mendengarnya. Mungkin hanya sedikit orang yang tahu tentang daerah ini, tidak sebanyak kekayaan, keindahan, dan misteri didalamnya. Ketika pertama kali menerima surat penugasan untuk melaksanakan pendampingan menuju Seruyan, otomatis tangan ini tergerak membuka peta dan mencari-cari letak wilayah tersebut. Kabupaten yang merupakan hasil pemekaran dari Kotawa-ringin Timur pada tahun 2002 memiliki luas sebesar 16.404 km dengan mengikuti dae-rah sepanjang Sungai Seruyan yang menjadi nyawa kehidupan bagi masyarkat sekitar su-ngai Seruyan. Banyak catatan yang menyatakan bahwa masyarakat masa lampau di Kalimantan menjadikan Sungai sebagai lumbung kehidupan sekaligus “Jalan Tol” untuk mengakses antara satu daerah dengan da-erah lainnya. Sebagai wilayah yang diapit oleh Kotawa-ringin Barat dan Kotawaringin Timur, per-jalanan menuju Kabu-paten Seruyan dapat di-capai melalui pener-bangan rute Jakarta-Pangkalanbun atau Jakarta-Sampit. Se-bagai kabupaten baru, dapat dipahami pesawat-pesawat berbadan besar seperti Boeing maupun Airbus belum mampu me-nembus langsung Kabupaten Seruyan. Kabut asap yang menggangu penerbangan kerap kali muncul diakibatkan pembakaran secara illegal. Memasuki Seruyan, maka pendatang akan disambut oleh jembatan merah yang megah dan menjadi icon bagi Kabupaten Seruyan. Kuala Pembuang terletak di Muara sungai Seruyan, menjadi gerbang pintu masuk

Catatan: Sri Anom Amongjati (Peneliti PSP3-IPB)

Page 5: EDISI V/ MARET 2015 Komunitas - PSP3 IPBpsp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/edisi-5.pdf · pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. ... tekno-logi

NEWSLETTER PSP3- IPB EDISI V/ MARET 2015

5

2

masyarkat yang beragam kaharingan, maupun cerita-cerita lain yang membuang bayangan “Menyeramkan” saya tentang orang-orang Dayak ketika sebelum datang ke Seruyan. Salah satu kekuatan yang saya lihat dan begitu kagum dengan budaya masyarakat di Seruyan ini adalah kekuatan tarian yang dimiliki. Saya begitu terpukau dengan gerakan-gerakan yang cekatan, peran tokoh petarung Dayak dengan bulu Enggang yang menghiasi kepala dengan gagah, maupun gadis-gadis Dayak yang ayu namun kokoh memukau saya yang menyaksikannya. Seribu sayang saya tidak memiliki banyak waktu untuk dapat menjelajahi tarian-tarian Dayak yang ada di daerah-daerah pedalaman Kalimantan, namun dengan aksi tarian-tarian yang saya lihat semakin menguatkan keyakinan saya masih banyak hal-hal yang menarik yang dapat digali di Seruyan. Melihat Seruyan juga tidak akan lengkap tanpa melihat orang Hutan. Camp Pelatihan yang menjadi bagian dari tiga wilayah Taman Nasional Tanjung Putting terdapat di wilayah Kecamatan Hanau. Walau belum menjadi lokasi wisata, namun lebih sebagai tempat edukasi dan riset, namun dengan izin yang diajukan dapat dilakukan pengamatan kedalam lokasi pelepasan orang utan. Tidak sedikit orang utan yang sudah liar dan berkeliaran menjadi daya Tarik tersendiri untuk mengamati primata ini dari dekat. Bercengkrama dengan orang utan yang telah jinak menjadi salah satu keasikan sekaligus memberikan pelajaran bagi saya bahwa orang utan dan hewan-hewan yang ada di Kalimantan memiliki hak untuk hidup. Dengan semakin banyaknya perekbunan sawit menyebabkan terpinggirkannya mereka dari ekosistem yang ada. Seruyan, wilayah yang penuh kenangan, dan selalu memanggil-manggil untuk datang kembali. Saya menitipkan harapan untuk kembali datang berkunjung ke wilayah ini.(*)

1

Secara garis besar Seruyan dibagi menjadi tiga wilayah besar, yaitu daerah selatan dengan ciri khas pesisir serta keragaman etnis yang cukup beragam seperti Dayak, Banjar, Madura, Melayu, Jawa, dsb. Model dari kerukunan antar suku dan etnis dapat ditemukan khususnya di wilayah Kuala Pembuang sebagai ibu kota dari Seruyan sekaligus kota pelabuhan di muara Sungai Seruyan yang menjadi pintu masuk bagi desa-desa di sepanjang sungai. Wilayah tengah dengan kondisi hutan yang masih cukup lebat dengan penduduk adalah masyarakat Dayak dengan keragaman agama yang dimiliki, dan wilayah utara Kalimantan dengan kondisi pegunungan. Di wilayah inilah kemudian banyak ditemui masyarakat yang berkeyakinan Hindu Kaharingan. Bila berbicara mengenai kekuatan budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Seruyan, maka salah satu kebanggaan yang dimiliki oleh Kabupaten Seruyan adalah adanya desa Bangkal sebagai salah satu desa yang masih mempertahankan budaya dan adat Dayak dalam kesehariannya. Aktivitas-aktivitas budaya seperti tiwah, untuk menghantarkan arwah menuju surga, Mapas Lewu untuk mengusir bala, merupakan aktivitas-aktivitas budaya yang banyak dilakukan di desa ini. Masyarakat Dayak beranggapan bahwa mereka adalah bagian kecil dari kehidupan di alam ini dan masih akan berlanjut pada kehidupan setelahnya. Maka tidak heran bila simbol-simbol patung yang mencerminkan kehidupan orang yang telah meninggal banyak terdapat di desa Bangkal maupun desa-desa Dayak lainnya. Bagi saya yang masuk kedalam desa tersebut maupun desa-desa Dayak laiinya seperti Rantau Pulut, Desa Pangke, dsb nuansa magis sangat terasa begitu kental. Namun keramahan masyarakat didalamnya begitu terasa. Banyak kisah-kisah mengenai bentuk toleransi beragama yang dimunculkan, seperti dibangunnya sebuah masjid khusus bagi umat muslim yang berjumlah dua KK oleh warga masyarakat yang mayoritas berama hindu Kaharingan, Seorang kepala desa yang beragama muslim diantara

Page 6: EDISI V/ MARET 2015 Komunitas - PSP3 IPBpsp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/edisi-5.pdf · pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. ... tekno-logi

NEWSLETTER PSP3- IPB EDISI V/ MARET 2015

6

Rektor IPB: Saatnya Memperkuat Jaringan!

2

efektif dan efisien.

Pernyataan rektor ini sangat menarik jika dilihat pada konteks kekinian. Selama ini, pertanian hanya dilihat pada satu aspek yang sifatnya sektoral. Untuk membangun pertanian yang kuat, idealnya pertanian haus diletakkan pada bingkai yang lebih besar dan menyentuh banyak hal. Dari sisi ilmu pengetahuan, pendekatan inter-disipliner ini mesti digaungkan kembali.

Ia juga mengungkapkan beberapa program yang akan dilaksanakan. Di antaranya adalah memperkuat Kuliah

Kerja Nyata (KKN) sebagai bentuk sumba-ngan IPB pada masyarakat pedesaan, menjalin kemitraan de-ngan PT BLST (Bogor Life Science Technology) sebagai mitra IPB untuk memfasilitasi dan mengo-mersialisasi inovasi tekno-logi yang lahir dari rahim IPB.

Hal lain yang bisa dilakukan adalah memperkuat jejaring dengan semua pemerintah daerah (pemda). Sebagai sumbangan kepada bang-

sa, jaringan dengan pemerintah daerah harus diperkuat. Misalnya ahli ilmu sosial harus mampu melakukan rekayasa sosial dalam bentuk merumuskan suatu model kebijakan pengembangan sektor terkait untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Demi mencapai beberapa hal strategis di atas, IPB akan memperkuat beberapa aspek, khususnya sumber daya manusia (SDM). “SDM di pusat perlu kita perhatikan, adanya UU ASN perlu kita sambut agar semua SDM bisa berkarya di IPB. Untuk CPNS perlu diperjelas, butuh seleksi yang mantap agar kualitasnya baik. Insya Allah ini jadi perhatian IPB yang sedang menyusun 3P yakni Person, Position, Performance,” tandasnya.(*)

1

BERTEMPAT di Kereta Api Argo Jati, dalam perjalanan dari Jakarta ke Cirebon pada 7 Maret 2015 silam, saya menghadiri pertemuan yang dihadiri para petinggi IPB yakni Rektor IPB, Ketua LPPM, dan sejumlah pihak terkait. Di saat kereta tengah melaku kencang, kami mendiskusi-kan perkembangan Lembaga Penelitian Pada Masyarakat (LPPM), serta stra-tegi IPB di masa depan.

Rektor IPB Prof Herry Suhar-diyanto menekan-kan pada perlu-nya membangun jeja-ring yang kuat melalui upaya dise-minasi hasil riset serta inventarisasi riset yang men-dorong pada inovasi dan teknologi baru di masa depan. “Saatnya kita memperkuat jejaring, Kita harus meningkatkan komersialisasi dan diseminasi riset. Kita perlu memperkuat kerjasama dengan industri besar dan kecil untuk peningkatan ilmu pengetahuan bagi masyarakat,” katanya.

Rektor menekankan perlunya untuk fokus pada peta jalan (roadmap) IPB yakni penguatan substansi dan relevansi terhadap mandat yang diamanahkan. Salah satu substansi yang dimaksudkannya adalah perlunya membangun pendekatan ilmu pengetahuan yang menguhubungkan berbagai disiplin ilmu. “Untuk itu, kita juga harus membangun satu paradigma inter-disipliner dalam menjalankan mandat. Pertanian harus dilihat dari skala yang lebih luas untuk kesejahteraan petani secara

Laporan: Syafar Supardjan (Peneliti PSP3-IPB)

UNDANGAN Disampaikan kepada seluruh peneliti dan asisten peneliti, setiap

Jumat pagi akan diadakan diskusi pada pukul 09.00 WIB, yang akan diisi dengan sharing dan presentasi secara bergantian. Thanks.

Page 7: EDISI V/ MARET 2015 Komunitas - PSP3 IPBpsp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/edisi-5.pdf · pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. ... tekno-logi

NEWSLETTER PSP3- IPB EDISI V/ MARET 2015

7

Seorang anak bersiap-siap untuk mengemudikan perahu kecil di Waisai, Raja Ampat

TAK  ada  kata  takut  dalam  kamus  hidup   nelayan   cilik   di   Raja  Ampat,  Papua  Barat.  Di  pagi  hari,  ketika   ayahnya   telah   pergi  melaut,   nelayan   cilik   itu   mulai  mengemudikan   perahu.   Lautan  dan   gelombang   adalah   titian  baginya  untuk  menempa  diri  dan  mengasah   kecakapan   demi  menjadi  bahariawan  Nusantara.      Di   tanah   Papua,   anak-­‐anak   itu  seakan  memantik  kesadaran  kita  bahwa   lautan   negeri   selalu   tak  pernah   kehilangan   harapan.  Bahwa   negeri   itu   akan   selalu  tegak  di  laut  berkat  mereka  yang  mencintai  lautan.    

Nelayan  Cilik  Raja  Ampat  

Senyum manis seorang bocah di Pantai Waisai Torang Cinta (WTC)

Teks dan foto: Yusran Darmawan

Kapal phinisi berbaris di perairan

Raja Ampat

Page 8: EDISI V/ MARET 2015 Komunitas - PSP3 IPBpsp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/edisi-5.pdf · pariwisata berbasis ekologis yang melibatkan masyarakat lokal. ... tekno-logi

NEWSLETTER PSP3- IPB EDISI V/ MARET 2015

8

“Professor” Kopi di Kota Bogor

2

Tejo sangat bersemangat ketika ditanya tentang teknik penyajian kopi. Katanya, kedai Ranin memang sengaja menggunakan alat manual. Kedai kopi ini berani melakukan inovasi dengan manual brewing untuk bersaing dengan kafe-kafe lain yang menggunakan mesin espresso sebagai alat untuk membuat milk base coffee. Justru dengan peralatan serba manual itu, kedai kopi ini menjadi unik. Yang ditawarkan adalah orisinalitas serta sensasi menikmati rasa kopi sebagaimana di tempat asalnya.

“Pengunjung di sini tak akan menemukan mesin espresso, karena kami tetap bertahan dengan cara seduh menuang air panas langsung

atau manual brewing” katanya. Aku lalu memperhatikan tempat penyajian kopi. Ternyata para penikmat kopi bisa memilih alat seduh favorit mereka yang tersedia di situ yakni french press, pour over, atau syphon dengan harga hingga belasan ribu rupiah per cangkir.

Yang membuatku tercengang adalah kopi yang disajikan di sini berasal dari banyak tempat di tanah air. Bahkan kopi Toraja dan kopi Enrekang juga ada di sini. Dahulu, kopi ini sering kubeli dari penduduk desa di kaki Gunung Bawakaraeng, puncak tertinggi Sulawesi Selatan, saat hendak mendaki gunung itu, kemudian menghirup aroma kopi itu sambil memandangi lembah yang pemandangannya tak akan pernah kulupakan seumur hidup.

Tak hanya Toraja dan Enrekang. Di situ ada juga kopi dari Bener Meriah, Gayo, Kotanopan Mandheling, Baraka (Enrekang, Sulsel), Kintamani (Bali), Java Preangr, Humbang Hasundutan Linthong, Kepahyang (Bengkulu), Java Preanger, Kalibendho (Banyuwangi), Toraja (Sulsel),

hingga Wamena (Papua).

Kata Tejo, niat untuk mengumpulkan berbagai kopi eksotik itu sama sekali bukan untuk bisnis. Dalam perbincangan itu, ia menyebut sesuatu yang lebih substansial ketimbang sekadar kelangsungan rumah kopi. Ia memiliki obsesi untuk membantu kehidupan petani kopi. Ia ingin mengangkat suara-suara mereka yang selama ini terabaikan sehingga kelak bisa didengarkan banyak orang. Bagiku, Tejo bukan saja profesor yang paham seluk-beluk kopi, namun juga memelihara idealisme untuk melihat petani lebih sejahtera dan tidak terjebak dalam kemiskinan yang disebabkan oleh mata rantai perdagangan kopi yang tak adil.

***

“Bung, silakan dicicipi kopinya,” kalimat Tejo membuyarkan lamunanku. Di hadapanku ada kopi Wamena yang baunya amat harum menggoda. Aku melihat asap mengepul di kopi itu. Tiba-tiba saja, ingatan tentang alam Papua langsung memenuhi kesadaranku. Kopi ini ibarat portal yang membawaku untuk menelusuri indahnya Papua, hutan-hutan lebat, serta fauna yang memenuhi bumi di kawasan timur Nusantara itu. Aku lalu mengangkat cangkir itu, merasakan aromanya, lalu mendekatkannya ke bibirku.

Srrupp…!

1

SUASANA di dalam kedai itu berwarna merah. Di pintu masuk tertera tulisan Rumah Kopi Ranin. Di Kota Bogor, Jawa Barat, seorang sahabat mengajakku singgah ke kedai itu. Kupikir suasananya sama saja dengan kedai kopi yang menjamur di kota Makassar. Ternyata tidak. Kedai itu tak sekadar menawarkan kopi, namun juga kisah, sejarah, petualangan, serta kearifan lokal yang dipupuk hingga kini.

Terletak di Jalan Ahmad Sobana, kedai itu senantiasa membuka pintunya. Mereka yang datang bisa singgah untuk sekadar menyeruput kopi, lalu berbincang-bincang dengan banyak orang. Di kedai itu, semua orang punya posisi sama. Tak ada yang dominan. Semua orang bisa saling sapa, berkenalan, dan berbincang tentang hal yang remeh-temeh. Aku mencium aroma egalitarianisme yang kuat di situ.

Bersama kawan-kawan, aku duduk di sudut kedai. Seorang pria yang tampak tenang dan selalu tersenyum datang bergabung. Ia lalu menyodorkan menu serta mengajak kami dialog. Menu yang disodorkannya bukanlah menu biasa. Ada narasi singkat tentang sejarah kopi yang unik.

Selagi kami membaca menu serta sejarah singkat kopi, ia lalu bertanya tentang kopi yang kami sukai. Aku lalu bertanya tentang kopi dengan rasa unik di kafe itu. Lelaki itu lalu memintaku untuk mencoba kopi Wamena, Papua. Aku mengingat beberapa sahabatku asal Papua yang selalu riang gembira dengan banyolan khas Papua. Tanpa ragu, aku mengangguk. “Satu kopi Wamena,” teriak lelaki itu ke seorang penyeduh kopi yang berdiri tak jauh dari situ.

Ia lalu bercerita tentang Wamena, tempat eksotis di Papua. Ia juga menjelaskan tentang jenis-jenis vegetasi tanaman, serta kondisi geografis mengapa kopi Wamena memiliki rasa yang unik. Katanya, populartas kopi terkait erat dengan kolonialisme. Kopi ini dijual dalam bentuk bubuk maupun biji ke seantero jagad.

***

PRIA itu bernama Tejo. Lengkapnya Tejo Pramono. Ia adalah salah satu pemilik Rumah Kopi Ranin. Melalui brosur, aku membaca kepanjangan Ranin sebagai “Rakyat Tani Indonesia.” Bersama sahabatnya Uji, ia mengelola kedai kopi tersebut dengan memelihara ide yang unik. Mereka tidak saja menyajikan kopi, namun juga pengetahuan tentang kopi, serta kekayaan sosial budaya yang menjadi lahan tempat kopi tumbuh.

Mereka adalah alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB). Jika Uji belajar di Teknologi Pangan, maka Tejo di Mekanisasi Pertanian. Keduanya dahulu tinggal di asrama yang sama. Ketika ada gagasan untuk membuat kedai kopi bersama, mereka sangat antusias. Mereka adalah penikmat kopi yang berusaha memahami segala hal tentang kopi.