edisi 3, tahun iii | 1 jurnal pendayagunaan aparatur negara reformasi birokrasi menuju pemerintahan...

170
JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN : 2089 - 3612 REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL I.B. Rai Dharmawijaya Mantra UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN Yanuar Yudi Hutama “DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUT Kamilus Seran “KMS” SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH DI KOTA YOGYAKARTA Dhenok PanuntunTri Suci Asmawati, S.H REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM: PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PROVINSI PERCONTOHAN REDD+ Dian Agung Wicaksono dan Ananda Prima Yurista Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Pracse Model Perencanaan Parsipaf di Kabupaten Tegal Jawa Tengah Febrie Hastiyanto MENIRU MODEL PELAYANAN PERBANKAN KEDALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA UNTUK MENUJU PEMERINTAH KELAS DUNIA TAHUN 2025 Hajbudin Hekmatiar GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN Muh. Afif Mahfud ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS Liliek Handoko Inovasi Keterbukaan Informasi Publik melalui Media Internet (Youtube) oleh Pemprov DKI Jakarta Ramlan Nugraha PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIK Rheza Mario Efekvitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju Peningkatan Praktek Terbaik (Best Pracces) Pelayanan Publik Melalui E-Government Citra Yuda Nur Fatihah NPM PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997 Kristina Sitanggang, Tri Yanto Yeremia S

Upload: others

Post on 27-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 1

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani

III2013

Tahun III

ISSN : 2089 - 3612

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKALI.B. Rai Dharmawijaya Mantra

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGENYanuar Yudi Hutama

“DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUTKamilus Seran

“KMS” SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH DI KOTA YOGYAKARTA Dhenok PanuntunTri Suci Asmawati, S.H

REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM: PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PROVINSI PERCONTOHAN REDD+ Dian Agung Wicaksono dan Ananda Prima Yurista

Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Practise Model Perencanaan Partisipatif di Kabupaten Tegal Jawa TengahFebrie Hastiyanto

MENIRU MODEL PELAYANAN PERBANKAN KEDALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA UNTUK MENUJU PEMERINTAH KELAS DUNIA TAHUN 2025Hajbudin Hekmatiar

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHANMuh. Afif Mahfud

ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITASLiliek Handoko

Inovasi Keterbukaan Informasi Publik melalui Media Internet (Youtube) oleh Pemprov DKI JakartaRamlan Nugraha

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIKRheza Mario

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju Peningkatan Praktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-GovernmentCitra Yuda Nur Fatihah NPM

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997Kristina Sitanggang, Tri Yanto Yeremia S

Page 2: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

2 | Edisi 3, Tahun III

BEST PRACTICE PELAYANAN PUBLIK, SUKSESNYA REFORMASI BIROKRASI

4

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL I.B. Rai Dharmawijaya Mantra (Walikota Denpasar)

7

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGENYanuar Yudi Hutama

27

“DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUTKamilus Seran

44

“KMS” SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH DI KOTA YOGYAKARTADhenok PanuntunTri Suci Asmawati, S.H

55

REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM:PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PROVINSI PERCONTOHAN REDD+Dian Agung Wicaksono dan Ananda Prima Yurista

67

Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Practise Model Perencanaan Partisipatif di Kabupaten Tegal Jawa TengahFebrie Hastiyanto

78

MENIRU MODEL PELAYANAN PERBANKAN KEDALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA UNTUK MENUJU PEMERINTAH KELAS DUNIA TAHUN 2025Hajbudin Hekmatiar

89

DAFTAR ISI

Page 3: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 3

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHANMuh. Afif Mahfud

98

ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITASLiliek Handoko

111

Inovasi Keterbukaan Informasi Publik melalui Media Internet (Youtube) oleh Pemprov DKI JakartaRamlan Nugraha

122

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIKRheza Mario

130

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju Peningkatan Praktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-Government CITRA YUDA NUR FATIHAH NPM

143

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997Kristina Sitanggang, Tri Yanto Yeremia S

157

Alamat RedaksiBIRO HUKUM & HUMAS Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi

Jl. Jend. Sudirman Kav. 69 Telp. (021) 7398372 - 7398381 - 7398382E-mail: [email protected] atau [email protected]

Pelindung MenPAN dan RB, WamenPAN dan RB; Penanggung jawab Tasdik Kinanto (Ses MenPAN dan RB); Dewan Redaksi Para Deputi, Staf Ahli, dan Staf Khusus; Pemimpin Umum/Penanggung Jawab Kepala Biro Hukum dan Humas; Pemimpin Redaksi Muhammad Imanuddin; Redaktur Pelaksana Suwardi; Redaksi Silvina Herda Imban, A.Wahidul Kahar, TP Agus Santoso, Nunu Achdiat, Rosikin; TIM IT: Taufik Rachman, Era Sri Utomo, Ponco Imam Prasojo,Sri Kresno SW; Distribusi Sabar Wibowo, Achmad Prayogo Mukti; Desain Tata Letak Risanto, Nadia Citra Utami, Sigit Januarto

Page 4: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

4 | Edisi 3, Tahun III

BEST PRACTICE PELAYANAN PUBLIK, SUKSESNYA REFORMASI BIROKRASI

PT Askes Indonesia dengan slogan-nya - “Melayani Pelanggan Melampaui Harapan” relevan dengan substansi

pelayanan prima sebagai outcome dari re-formasi birokrasi. Sama seperti dengan slogan umum yang sering kita dengar, “ konsumen adalah raja”. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Adapun kepuasan pelanggan menurut Fitzimmons and Fitzimmons (2001: 2) adalah “Customer satisfaction is customers perception that a supplier has met or exceeded their expectation”. Yang artinya, kepuasan pelanggan dalam hal ini adalah persepsi masyarakat akan kenyataan dari realitas yang ada yang dibandingkan den-gan harapan-harapan yang ada.

Maka, membaca sukses reformasi birokrasi adalah cerita tentang kepua-san publik terhadap pelayanan birokrasi. Hal ini seperti pernyataan Wamen PAN RB bahwa pelayanan publik merupakan ujung tombak dari gambaran birokrasi. Menurutnya, enam kebobrokan birokrasi Indonesia berdampak pada pelayanan publik yang buruk.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Pub-lik merupakan komitmen politik yang mengikat bagi sebuah tuntutan terhadap kinerja birokrasi kita. Dalam hal penga-wasan penyelenggaraan pelayanan publik Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman menjadi payung hukum untuk hal itu. Adapun upaya pen-ingkatan kualitas pelayanan publik terse-but mengacu pada Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi yang ditetapkan pada Peraturan Presiden Republik Indo-nesia Nomor 81 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010.

Di dalam Road Map tersebut, pelak-sanaan reformasi yang terkait dengan program peningkatan kualitas pelayanan publik dilaksanakan di tingkat nasional dan di tingkat SKPD di daerah-daerah. Program ini bertujuan untuk mening-katkan kualitas pelayanan publik sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat den-gan target yang ingin dicapai adalah (1) Meningkatnya kualitas pelayanan publik

Page 5: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 5

Pengantar

kepada masyarakat (transparan, cepat, tepat, sederhana, aman, terjangkau dan memiliki kepastian);(2) Meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standarisasi pelayanan internasional;(3) Meningkatnya indeks kepuasan masyara-kat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh sebab itu, untuk memperoleh hasil yang diharapkan di tingkat instan-sional perlu dilaksanakannya penerapan standar pelayanan pada unit kerja Kemen-terian/Lembaga dan Pemda; penerapan Standar Pelayanan Minimal pada Pemkab/Pemkot; dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik

Kita mencatat, setidaknya ada enam masalah mendasar dalam layanan publik. Pertama, rendahnya kualitas produk lay-anan. Kedua, rendahnya kualitas penyeleng-garaan pelayanan. Ketiga, minimnya akses bagi kelompok. Keempat, minimnya me-kanisme komplain dan penyelesaian seng-keta yang berkaitan dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan dan kualitas produk layanan. Kelima, minimnya ruang partisipasi publik dalam penyeleng-garaan layanan. Keenam, lemahnya evaluasi terhadap kinerja penyedia layanan publik.

Berbagai upaya inovasi kalangan birokrasi menghasilkan apa yang disebut sebagai praktek terbaik (the best practice) pelayanan publik. Untuk itu, Kementerian PANRB telah melakukan pendampingan dalam penerapan standar manajemen

mutu standar nasional Indonesia ISO 9001 : 2008 di 15 kabupaten/kota. Langkah ini dilakukan mengacu ketentuan Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Kelima kabupaten/kota dimaksud adalah Kabupaten Pakpak Bharat, Kota Pe-kalongan, Kabupaten Wonosobo, Kota Ci-mahi, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Jombang, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kota Yogyakarta, Kabu-paten Sleman, Kota Denpasar, Kabupaten Merauke, Kota Jayapura, Kota Medan, dan Kota Surabaya.

Pendokumentasian tentang best prac-tice pelayanan publik oleh pemerintah provinisi/kab/kota dengan sangat apik telah dilakukan oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), yang telah berhasil menerbitkan 1- 8 jilid berke-naan dengan hal ini.

Maka, dalam Jurnal “ Pelayanan Pub-lik” edisi kali ini, redaksi menurunkan berbagai buah pikiran mahasiswa kita tentang best practice pelayanan publik yang kiranya tepat, apabila diterapkan/ diduplikasi di dalam dan oleh organisasi birokrasi di daerah. Karya tulis mereka ini dipilih dari 200-an naskah yang dilom-bakan Kementerian PAN RB bekerja sama dengan Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan yang Baik dan didukung The Australian Agency for International De-velopment (AusAID) pada bulan November 2012. Tentulah, apresiasi generasi muda

Page 6: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

6 | Edisi 3, Tahun III

intelektual ini kian memberi harapan ke depan, tentang wajah birokrasi Indone-sia yang mampu memberikan pelayanan prima kepada publik.

Akhirul kalam, semoga langkah-langkah ini semakin memberi keyakinan tentang reformasi birokrasi yang sudah

pada rel yang benar, sebagaimana slogan PT. Pos Indonesia tbk, bahwa “Kami ada untuk Anda” yaitu memberikan pelayanan terbaik ( best practice) kepada masyarakat (publik) sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku.

***

Page 7: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 7

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

(SEWAKA DHARMA)(Sebuah pengalaman Empiris Reformasi Birokrasi di Denpasar)

Ditulis Oleh :I.B. Rai Dharmawijaya Mantra

(Walikota Denpasar)

Motto pelayanan publik merupakan wacana yang penting untuk men-dorong perubahan pola pikir {mind set) dan pengaturan diri {self regulation) birokrasi dan sebagai alat kontrol publik terhadap penyelenggaraan kinerja pelayanan publik. Pemkot berupaya menggali kembali dan menyempurnakan sebagai motto pelayanan publik, sebagai upaya mengadaptasikan spirit kea-rifan lokal dalam konteks reformasi birokrasi yang tujuannya mempermudah pemahaman di masyarakat akan terjadinya perubahan paradigma pelayanan pemerintah.

Berdasarkan revitalisasi yang dilakukan, terdapat kearifan lokal yang disebut “Sewaka Dharma”. Pada satu sisi, sewaka dharma berfungsi sebagai spirit kontrol aparat birokrasi. Pada sisi yang lain sebagai kontrol masyarakat. Sebagai spirit kontrol, sewaka dharma bertujuan sebagai aturan yang bersifat normatif dan regulatif. Sewaka dharma diharapkan mampu menjadi katalisator dan mobilisator serta controlling untuk mencapai tujuan-tujuan kesejahteraan masyarakat. Harapan pemerintah adalah bagaimana motto sewaka dharma tersebut mampu meningkatkan partisipasi masyarakat.

Adaptasi kearifan lokal “sewaka dharma” di masyarakat merupakan perubahan paradigma terhadap pelayanan, diharapkan mampu menjadi alat kontrol dan respon masyarakat terhadap program dan perbaikan pelay-anan secara terus menerus, yang berdampak pada peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk memperkuat sistem penyelenggaraan good governance.

Page 8: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

8 | Edisi 3, Tahun III

Sebagai sebuah sistem dalam organisasi , birokrasi haruslah diatur secara rasional, impersonal (kedinasan), bebas prasangka dan tidak memihak.

I. PENDAHULUAN

Dalam penyelenggaraan pemerintahan sub sistem aparatur memegang peranan yang strategis. Keberhasilan ataupun kegagalan penyelenggaraan pemerintahan akan sa ngat tergantung kepada kualitas aparatur yang menjalankan roda pemerintahan. Dalam suasana transisi dan perubahan yang cepat dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan, aparatur sebagai motor penggerak birokrasi dihadapkan pada tuntutan yang tinggi dari masyarakat dan menaruh harapan yang tinggi agar aparatur pemerintah mampu mening katkan kualitas pelayanan publik, transpa ransi, dan akuntabilitas.

Tugas aparatur pemerintahan akan semakin kompleks apabila dikaitkan dengan tugas pemerintahan, yaitu peningkatan kesejahte raan, peningkatan daya saing daerah, dan peningkatan pelayanan publik. Kata kunci yang perlu diperhatikan oleh aparatur adalah “profesionalisme dan kemauan untuk berubah”. Oleh karena itu, dalam kondisi perubahan dan transisi penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma birokrasi berbelit menuju paradigma birokrasi yang efektif diperiukan cara pandang baru dan pola pikir baru dari aparatur pemerintahan.

Pertanyaannya adalah, bagaimana mewujudkan reformasi birokrasi di

dalam pemerintahan kita? Strategi apa yang sebaik-baiknya dilakukan untuk mewujudkan reformasi birokrasi? Pertanyaan tersebut, tentu tidak mudah untuk menjawabnya karena sejauh ini konsep birokrasi sendiri memiliki arti yang luas dan dipahami secara berbeda-beda. Banyak orang menjelaskan birokrasi secara berbeda akan tergantung pada konteksnya. Dalam proses demokratisasi, reformasi birokrasi sering mengilhami aktivis untuk mewujudkan pemerintahan yang memberi ruang partisipasi yang luas bagi aktor dan lembaga di luar pemerintah sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antar Pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Adanya pembagian peran yang seimbang dan saling melengkapi antar ketiga unsur tersebut bukan hanya memungkinkan adanya chek and balance, tetapi juga ,menghasilkan sinergi yang baik dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.

Dengan banyaknya perspektif yang berbeda dalam menjelaskan konsep re-formasi birokrasi, maka tidak mengher-ankan kalau kemudian terdapat banyak pemahaman yang berbeda-beda mengenai reformasi birokrasi. Namun , secara umum ada beberapa karakteristik dan nilai yang merekat dalam praktik reformasi birokrasi

Page 9: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 9

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

yang baik.(l) Harus memberi ruang kepada aktor lembaga non pemerintah untuk ber-peran serta secara optimal dalam kegiatan pemeritahan sehingga memungkinkan adanya sinergi antara aktor dan lembaga pemerintah dengan non pemerintah seperti masyarakat sipil dan mekanisme pasar.(2) Pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Nilai -nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting. (3) Berorientasi pada kepentingan publik.

Luasnya cakupan persoalan yang di-hadapi, kompleksitas dari setiap persoa-lan yang ada, serta keterbatasan sumber daya dan kapasitas pemerintah dan juga non-pemerintah, untuk melakukan pem-baruan reformasi birokrasi, mengharuskan mengambil pilihan yang strategis dalam memulai pengembangannya. Diletakan pada sebuah pandangan bahwa birokrasi adalah sebuah sistem dalam organisasi, birokrasi haruslah diatur secara rasional, impersonal (kedinasan), bebas prasangka dan tidak memihak. Hal ini dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan masyarakat sipil, dan mekanisme pasar, sejauh perubahan tersebut secara konsisten mengarah pada perwujudan karakteristik praktik sebagaimana telah dijelaskan dia-tas, maka birokrasi akan mampu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini strategi jitu perlu diambil dalam melaksanakan reformasi birokrasi sebagai langkah awal untuk mewujudkan Good governance.

Ketiga karakter pokok di atas tidaklah berdiri sendiri, secara komulatif berdampak simultan terhadap upaya semakin sulitnya untuk mengejar harapan peningkatan kes-ejahteraan yang diinginkan oleh masyara-kat. Dengan demikian maka ketika kita berbicara tentang upaya meningkatkan kesejahteraan maka ketiga permasalahan itu harus menjadi fokus perhatian setiap pemerintah daerah untuk menanganinya.

Tugas pokok pemerintah yang uta-ma adalah menyelenggarakan pelayanan publik {public service) dan mengupayakan pemberdayaan masyarakat {empowering). Good Governance dianggap sebagai model tata kelola kepemerintahan yang baik dan dianggap mampu memberikan solusi men-gatasi permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mampu memberikan solusi mengatasi permasalahan yang dihadapi sudah dipastikan menghadapi tantan-gan-tantangan yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk melakukan perubahan terhadap peman-faatan kelayakan sistem yang baik melalui pemikiran strategis, keterlibatan dan pe-nemuan, Pemikiran strategis merupakan gagasan yang mengatur aksi-aksi dalam proses pengaturan ulang {reinterpretasi).

Keterlibatan merupakan upaya memo-tivasi orang untuk berkolaborasi untuk mencapai hal-hal luar biasa (mobWisasi-con-trolling). Dan penemuan merupakan upaya mengenal sistem dan kemampuannya

Page 10: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

10 | Edisi 3, Tahun III

sendiri untuk membuat perubahan. Men-genal tersebut terdiri dari mengenal kesem-patan (nilai tambah publik), mengenal aset atau kapasitas (kemampuan operasionai) dan mengenal lingkungan yang mengi-jinkan (legitimasi dan dukungan).

Kompleksitas fenomena tersebut un-tuk menjawab tantangan-tantangan penye-lenggaraan prinsip-prinsip good governance, apakah dapat menjawab permasalahan pe-nyelenggaraan pemerintahan di Kota Den-pasar, sekaligus berupaya untuk menggali nilai-nilai kearifan lokal yang mampu men-dukung implementasi good governance guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peningkatan kesejahteraan masyara-kat harus ditempuh dengan membuat atau menciptakan program dan kegiatan yang dapat menghasilkan public value (keman-faatan masyarakat). Public value dianggap sebagai peningkatan nilai tambah kepada publik secara umum melaiui proses penge-lolaan ide-ide dan aktivitas kewirausahaan, seperti : penurunan pengaduan masyara-kat, kepuasan pelayanan, peningkatan kapasitas masyarakat, aparatur lebih pro-fesional dan lebih produktif, perencanaan yang efektif dan efisien dan Iain-Iain.

Kerangka berpikir kami dalam tulisan ini dapat kami gambarkan sebagai berikut:

II. REINTERPRETASI KEBIJAKANReinterpretasi merupakan suatu

proses, cara, perbuatan menafsirkan atau proses pemikiran strategis yang menim-bulkan gagasan yang mengatur aksi-aksi dalam proses pengaturan ulang terhadap aspek-aspek yang mendukung tata kelola

kepemerintahan yang baik dalam mewu-judkan kesejahteraan masyarakat.

Reinterpretasi yang dimaksud disini adalah menafsirkan tentang reformasi yang tepat untuk diimplementasikan di daerah sekaligus berupaya menggali

Page 11: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 11

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

landasan-landasan yang mendasari keari-fan lokal yang berkembang di masyarakat.

United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan good governance sebagai “the exercise of political, economic and social resources for development of society” di-mana penekanan utama dari definisi diatas adalah pada aspek ekonomi, politik dan administratif dalam pengelolaan negara.

Sementara itu, World Bank : “Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana Investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan dis-iplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha”. Sementara United Nations ESCAP menyebutkan good governance memiliki 8 karakteristik utama yaitu partisipatif, ber-orientasi konsensus, akuntabel, transparan, responsif, efektif dan efisien, adil dan inklu-sif dan mengikuti aturan hukum.

Penyelenggaraan manajemen pem-bangunan yang solid dan bertanggung jawab didukung oleh tiga gagasan pokok yang merupakan aturan kesatuan lahiriah pembangunan. Gagasan tersebut terdiri dari:

1. The idea of wholeness (gagasan keselu-ruhan). Keseluruhan yang dimaksud adalah hubungan ke dalam, dalam arti bahwa bagian-bagian atau anasirnya menyesuaikan diri dengan seperangkat

kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya.

2. The idea of transformation (gagasan trans-formasi). Struktur menyanggupi tata cara transformasi yang terus menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Namun demikian, peruba-han struktur hanya dapat dilakukan dalam bentuk pasif. Struktur dapat ter-jadi dengan bahan-bahan baru karena proses pemikiran yang menyertainya.

3. The idea of self-regulation (gagasan aturan sendiri). Karya sastra tidak memer-lukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transfor-masinya. Struktur otonom terhadap rujukan lain (Hawkes, 1978:16-17).

Kearifan lokal {local wisdom) secara umum dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat {local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik dan tertanam serta diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Kearifan lokal {localgenius) adalah ke-benaran yang telah mentradisi atau j/e^ dalam suatu daerah. Kearifan lokal meru-pakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggu-lan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal (“Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam http://www.bali-post.co.id).

Page 12: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

12 | Edisi 3, Tahun III

Menurut Prof. Mantra (1998), hal-hal yang kita saksikan dalam menginjak za-man industrialisasi, zaman pembangunan, zaman globalisasi yang cenderung mem-bawa perubahan-perubahan merupakan tantangan-tantangan yang akan semakin terasa mendesak, merongrong integrasi kebudayaan tradisional, dan mengarah ke disintegrasi. Inilah tantangan-tantangan yang sedang dihadapi dan akan terus terjadi yang memerlukan proses pengembangan-nya tanpa kehilangan nilai-nilai. Pemban-gunan berarti pengembangan kebudayaan. Dari pengembangan muncul teknologi. Dengan demikian, mengarahkan keseim-bangan antara kebudayaan dan teknologi merupakan hal yang sangat penting dalam memelihara nilai-nilai kemanusiaan.

Fungsi-fungsi dari suatu sistem merupakan kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah kebutuhan-kebutuhan tertentu. Agar dapat bertahan {survive) dari perubahan tersebut fungsi pemerintah men-garahkan pembangunan sesuai kerangka fungsi yang disebut skema AGIL. Seperti dinyatakan Ritzer (2003:121-128) sebagai berikut:

a. Fungsi adaptasi {adaptation) me-nyatakan bahwa suatu sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan-nya dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.

b. Fungsi pencapaian tujuan {goal at-tainment) menyatakan bahwa sebuah sistem harus mendefinisikan dan men-capai tujuan utamanya.

c. Fungsi integrasi {Integration) menyatakan

bahwa, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar komponen-nya.

d. Fungsi latensi {latency) atau pemeli-haraan pola, menyatakan bahwa sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang men-ciptakan dan menopang motivasi.

Menghadapi perubahan-perubahan terus menerus dari waktu ke waktu maka perlu diketahui lebih mendalam lagi dasar-dasar inti dari kebudayaan. Inti dasar adalah ide sentral yang memberikan penga-ruh bentuk luar yang dapat berubah-ubah tetapi tidak terlepas dari ide sentralnya. Dari ini dapat dilaksanakan melalui re-interpretasi, reintegrasi, dan adaptasi sehingga perubahan itu tidak memper-lemah tradisi, justru dengan perubahan lebih memperkuat lagi tradisi karena tetap dijiwai oleh ide sentral itu.

Dari pengertian-pengertian diatas bahwa kearifan lokal yang merupakan ide sentral dalam implementasi refor-masi birokrasi menuju goodgovernance di Kota Denpasar meskipun bentuknya akan berubah disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang. Dimana kerangka berpikir itu berhubungan dengan “globally think, locally act’. Sebagai ide sen-tral, kearifan lokal diharapkan dapat mem-bangkitkan semangat dan memobilisasi kontrol publik terhadap kinerja pelayanan. Sehingga disadari sebagai gagasan-gagasan lokal yang penuh kearifan dan mengakar dalam masyarakat.

Page 13: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 13

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

Pada tahapan reinterpretasi ini, yang dilaksanakan untuk menggambarkan ad-anya 2 (dua) aspek yang dianggap sebagai faktor pendorong dalam implementasi re-formasi birokrasi menuju good governance di Kota Denpasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu:

1.1. Membangun Daya Dukung {supporting’)

Membangun daya dukung (mengenal lingkungan yang mengijinkan) yang dimak-sud adalah upaya untuk mengenali hal-hal yang dapat mendorong terjadinya suatu proses ide oleh yang memiliki aksesibilitas dan otoritas fkewenangan) terhadap proses tersebut. Ini merupakan langkah awal yang harus dilaksanakan oleh Pemkot Denpasar dalam implementasi good governance di Kota Denpasar. Terdapat 2 (dua) langkah utama yang dilaksanakan yaitu dengan jalan membangun komitmen {good will) untuk penerapan tata kelola kepemerintahan yang baik dan langkah kedua membangkitkan kembali semangat kearifan lokal yang telah ada namun mulai terkikis dan terabaikan.

Langkah awal Pemkot Denpasar dalam penerapan reformasi birokrasi menuju Good Governance diawali dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Kota Denpasar dengan Kementrian Negara PAN dan RB, dengan KPK, dengan BPKP dan DPRD pada ta-hun 2006 tentang Pembaharuan Tata Ke-lola Pemerintahan (PTKP) Yang Baik di Pemerintah Kota Denpasar yang kemudian diperpanjang pada tahun 2009.

Perjanjian kerja sama ini meliputi

beberapa kegiatan dalam upaya pence-gahan korupsi dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar, yaitu: pertama, pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, kedua, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan Pemerintah Dae-rah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketiga, pelaksanaan peningkatan pelayanan publik, keempat, penerapan Pakta Integritas, kelima, pelak-sanaan Penerapan Manajemen Berbasis Kinerja dan keenam, pelatihan dan bimb-ingan teknis.

Kerja sama yang dilaksanakan ini sebagai langkah untuk membangun daya dukung terutama dukungan dan keya-kinan masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan tata kelola kepe-merintahan yang baik. Dengan adanya du-kungan masyarakat tersebut pemerintah lebih yakin untuk melaksanakan perubahan dalam rangka membangun good governance.

Langkah kedua yang dilaksanakan adalah dengan menggali kearifan lokal yang telah lama ada dan berkembang di-masyarakat namun sudah semakin terkikis. Kearifan lokal yang selama ada di masyara-kat adalah semangat untuk melayani.

Kearifan lokal tersebut berupaya un-tuk digali dan diinterpretasikan kembali dan direintegrasikan serta diaplikasikan kembali dalam good governance. Langkah ini lebih banyak dilaksanakan untuk merubah mindset (pola pikir) dan self regulation (pen-gaturan diri) birokrasi dalam memberikan pelayanan.

Page 14: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

14 | Edisi 3, Tahun III

1.2. Membangun Kemampuan Operasional (kapasitas)

Pelaksanaan tata kelola kepemer-intahan yang baik harus didukung oleh kemampuan operasional yang baik pula. Yang dimaksud dengan kemampuan op-erasional ini adalah mengenali dan men-getahui potensi fisik dan non fisik sebagai kekuatan daya dukung, seperti kemam-puan keuangan, sumber daya manusia, regulasi, teknologi informasi, teknologi pendukung, dan sarana prasarana lain-nya. Hal ini dapat diekplanasi (dijelaskan) melalui revitalisasi dan transformasi.

1.2.1. RevitalisasiRevitalisasi diartikan sebagai upaya

untuk memvitalkan kembali sesuatu yang pernah ada atau bagian yang dulunya per-nah vital atau hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran atau degradasi. Revitalisasi yang telah dilaksanakan an-tara lain:

a. Ketatalaksanakan sebagai business pro-cess merupakan langkah yang harus dilaksanakan dalam reformasi bi-rokrasi, dimana langkah-langkah yang dilakukan dengan menyiapkan berb-agai Standard Operating Procedure (SOP) dalam penyelenggaraan pelayanan pub-lik, penyederhanaan pelayanan publik guna menyediakan kemudahan-kemu-dahan masyarakat, dan menyiapkan organisasi-organisasi pelayanan pub-lik berstandarkan ISO (9001-2000). Dengan organisasi publik yang ber-standar ISO dapat dipastikan bahwa organisasi publik tersebut akan se-lalu berorientasi kepada pelayanan

masyarakat.

b. Pemberian insentif berupa pembe-basan pembiayaan Ijin Usaha dengan modal usaha batas maksimal 50 Juta.

c. Penyiapan perangkat produk hukum daerah merupakan keharusan yang diharapkan menstimulasi pelaksanaan program pembangunan daerah.

d. Peningkatan kapasitas aparatur dilak-sanakan dengan menyiapkan aparatur yang lebih profesional melalui pendidi-kan pelatihan formal maupun informal.

e. Merencanakan prog ram-program ino-vasi yang memberikan ruang akses fokus aktivitas kreatif masyarakat.

1.2.2. TransformasiTransformasi diartikan sebagai pe-

rubahan struktur dengan menambahkan, mengurangi atau menata kembali melalui regulasi (aturan) dan konvensi (kebiasan) yang telah berlaku, melalui inovasi hal-hal sebagai berikut:

a. Penataan organisasi perangkat daerah yang mengacu kepada PP 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan penataan tersebut di Kota Denpasar telah dibentuk: sekretariat daerah dan sekretariat DPRD, 18 dinas daerah, 10 lembaga teknis daerah, 4 kecamatan dan 16 kelurahan.

b. Pemanfaatan teknologi, melalui pe-rubahan sistem manual ke sistem teknologi informasi yang berman-faat untuk transparansi, mengurangi hambatan ruang dan waktu serta memadukan (mengintegrasikan) pelayanan.

c. Dukungan pengalokasian dana program dan kegiatan prioritas.

Page 15: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 15

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

III. REINTEGRASI KEBIJAKAN

Langkah atau tahapan Reintegrasi kebijakan dilaksanakan sebagai upaya menggabungkan aspek-aspek yang ter-dapat dalam Kapasitas dan Supporting (daya dukung) yang telah dirinci dalam bagian sebelumnya. Pada reintegrasi ini telah dilaksanakan tahapan menarik kem-bali semua kewenangan yang terdapat pada lembaga/SKPD yang tersebar untuk dil-impahkan kembali kepada lembaga/SKPD yang mempunyai tugas pokok fungsi yang tepat. Agar tidak terjadi tumpang tindih dalam implementasi kebijakan dimaksud maka dilaksanakan langkah-langkah seb-agai berikut: (1) pendistribusian kewenan-gan yang pro-aktif, (2) pendekatan Jintas sektoral (holistik), dan (3) pertemuan antara kewajiban dan pelayanan (Sewaka Dharma).

Salah satu contoh yang dilaksanakan adalah menarik semua kewenangan pelay-anan perijinan yang tersebar di SKPD un-tuk dilimpahkan kembali kepada lembaga baru yang menangani pelayanan perijinan yaitu Dinas Perijinan. Dengan melimpah-kan kewenangan kepada Dinas Perijinan, berarti semua pelayanan perijinan di Kota Denpasar dilaksanakan nOne Stop Services (OSS)’.

SKPD yang kewenangannya ditarik, didorong untuk lebih fokus terhadap per-encanaan, pembinaan, dan pengawasan tugas pokok dan fungsi yang diembannya. Selain itu, akan melaksanakan penambahan pada program inovasi yang fokus pada

pemberdayaan masyarakat. Reintegrasi dapat dilakukan secara semaksimal mung-kin dengan jalan memobilisasi kapasitas

dan daya dukung.

Mobilisasi dianggap sebagai upaya untuk menggerakan sekaligus mengawasi melalui proses revitalisasi dan transformasi. Perubahan-perubahan terhadap lingkun-gan, kebudayaan, dan desakan kebutuhan publik mengakibatkan terjadinya perbai-kan pelayanan untuk memenuhi hak-hak publik. Pemenuhan hak-hak publik diupa-yakan melalui mobilisasi teknologi infor-masi, membangun kerjasama (incorporation product), dan community based development {pembanqumn berbasis kelompok-kelompok masyarakat).

IV. ADAPTASI

(Membangun Motto Pelayanan Publik “SEWAKA DHARMA”)

Motto pelayanan publik merupakan wacana yang penting untuk mendorong perubahan pola pikir {mind set) dan pen-gaturan diri {self regulation) birokrasi dan sebagai alat kontrol publik terhadap pe-nyelenggaraan kinerja pelayanan publik. Motto ini merupakan bahasa sehari - hari yang pernah dekat di masyarakat Bali terutamanya di kalangan tokoh agama, budayawan dan seniman. Pemkot berupaya menggali kembali dan menyempurnakan sebagai motto pelayanan publik, sebagai upaya mengadaptasikan spirit kearifan lo-kal dalam kontek reformasi birokrasi yang tujuannya mempermudah pemahaman

Page 16: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

16 | Edisi 3, Tahun III

di masyarakat akan terjadinya perubahan paradigma pelayanan pemerintah. Motto ini juga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kontrol pub-lik terhadap kinerja pembangunan perintah dan keterlibatannya dalam proses pemban-gunan tersebut.

Berdasarkan revitalisasi yang dilaku-kan, terdapat kearifan lokal yang disebut “Sewaka Dharma”. Selanjutnya Sewaka Dharma sebagai ide sentral yang telah lama berkembang di masyarakat sebagai kearifan lokal yang penyesuaiannya agar selaras dengan tugas pokok dan fungsi pemer-intah. Bukan dilayani, tetapi “Melayani adalah Kewajiban”. Jadi sewaka dharma mengandung unsur pertemuan antara ke-wajiban dan pelayanan. Sewaka dharma semaksimal mungkin diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Denpasar.

Pada satu sisi, sewaka dharma ber-fungsi sebagai spirit kontrol aparat bi-rokrasi. Pada sisi yang lain sebagai kon-trol masyarakat. Sebagai spirit kontrol, sewaka dharma bertujuan sebagai aturan yang bersifat normatif dan regulatif. Sewa-ka dharma diharapkan mampu menjadi katalisator dan mobilisator serta controlling untuk mencapai tujuan-tujuan kesejahter-aan masyarakat. Harapan pemerintah adalah bagaimana motto sewaka dharma tersebut mampu meningkatkan partisipasi masyarakat.

Didalam proses adaptasi ini diperlu-kan konsistensi kebijakan dan kepastian

hukum (Peraturan Perundang-Undangan). Karena peningkatan pembangunan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebi-jakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. tegaknya hukum yang berkeadilan merupakan jasa pemerintahan yang terasa sangat mendesak untuk di-wujudkan, dan hal ini mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan. Adanya kepastian hukum merupakan indikator profesionalisme dan syarat bagi kredibilitas pemerintahan, se-bab bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangunan, serta dalam pengembangan hubungan antar dan interelasi dalam semua tingkatan. Tegaknya kepastian hukum juga mensyaratkan ke-cermatan dalam penyusunan berbagai kebijakan publik tersebut, yang pada akh-irnya kebijakan tersebut harus dituangkan dalam sistem perundang-undangan untuk memiliki kekuatan hukum, dan harus men-gandung kepastian hukum.

Untuk mempercepat proses pening-katan partisipasi masyarakat tersebut, Pemerintah Kota Denpasar menerbitkan majalah “Sewaka Dharma”. Majalah ini bertujuan untuk menginformasikan ber-bagai program dan kegiatan yang dilak-sanakan oleh Pemerintah kota Denpasar dalam penyelenggaraan pelayanan pub-lik. Penerbitan majalah ini juga bertujuan sebagai fungsi kontrol publik terhadap kebijakan-kebijakan yang diimplemen-tasikan oleh pemerintah. sebagai bagian dari proses internalisasi nilai-nilai birokrasi

Page 17: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 17

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

yang dapat beradaptasi dengan kearifan lokal. Hal ini merupakan implementasi terbukanya aksesibilitas untuk mening-katkan partisipasi publik terhadap kinerja pembangunan.

V. IMPLEMENTASI REFORMASI BI RO KRASI MENUJU GOOD GOVER­NANCE DI KOTA DENPASAR

Pelaksanaan Good Governance di Kota Denpasar merupakan suatu bentuk pen-gadaptasian berupa penggabungan daya dukung, kemampuan operasional dan motto pelayanan publik. Peningkatan ke-mampuan operasional (kapasitas) dapat untuk menjalankan program dan kegiatan inovatif untuk mencapai tingkat keman-faatan masyarakat {public value). Program atau kegiatan inovasi yang dapat diteri-ma masyarakat sebagai kontrol publik, akan dapat meningkatkan daya dukung masyarakat dalam proses pencapaian tingkat kes-ejahteraan. Implementasi reformasi birokrasi menuju good governance (karakteris-tik dijelaskan dalam lam-piran makalah ini), dicer-minkan melalui beberapa capaian yang diuraikan dibawah ini.

Berdasarkan Survei Integritas Pelayanan Pub-lik terhadap 49 kabupaten /kota di Indonesia yang dilaksanakan KPK pada

tahun 2009, Denpasar dinyatakan keluar sebagai yang terbaik di tingkat Nasional dengan nilai 7,48. Tahun 2010 berdasar-kan Survei Indeks Persepsi Korupsi yang di laksanakan Transparansi International Indonesia dimana Denpasar juga keluar sebagai yang terbaik dari 50 Kabupaten/Kota dengan IPK tertinggi yaitu 6,71.

Kedua hasil survey tersebut menun-jukkan bahwa mobilisasi mempengaruhi peningkatan akuntabilitas, transparansi, responsibilitas, efektifitas, partisipasi ma-syarakat, yang mencerminkan proses re-formasi birokrasi menuju good governance dapat berjalan dan meningkatkan daya du-kung masyarakat terhadap proses tersebut.

Dari proses implementasi good gov-ernance tersebut, menimbulkan mult/flier effect yang mengakibatkan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti terlihat dalam grafik 1.

Page 18: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

18 | Edisi 3, Tahun III

Berdasarkan grafik 1. dapat diketahui bahwa rata-rata kontribusi PAD terhadap pendapatan Kota Denpasar adalah sebe-sar 25%. Peningkatan ini cukup signifikan dalam usaha peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah Sendiri (KKDS). Dimana KKDS ini sangat penting untuk menda-nai kegiatan langsung/belanja langsung yang menyentuh Program Pro Rakyat yang inovatif seperti pada Bidang Pendidikan, Kesehatan, Kemiskinan dan Ekonomi Ker-akyatan.

Salah satu peran dan daya dukung peningkatan PAD ini diperoleh melalui proses penyederhanaan pelayanan peri-jinan pada Dinas Perijinan, yang mana terlihat pada tahun 2010 terjadi lonjakan permohonan sebesar 11.719 permohonan dan diterbitkan sebanyak 10.099 ijin dalam kaitannya dengan investasi terutama dalam

bidang industri pariwisata. Hal ini juga yang meningkatkan kontribusi dalam hal pajak dan retribusi pembangunan daerah serta peningkatan lowongan pekerjaan.

Berdasarkan data dari Dinas Naker-transos bahwa angkatan kerja dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, pada tahun 2005 jumlah angkatan kerja se-banyak 363.375 orang dan pada tahun 2010 menjadi 452.508 orang. Walaupun jumlah angkatan kerja mengalami peningkatan, namun pengangguran dari tahun ketahun mengalami penurunan, dimana pengang-guran pada tahun 2005 sebanyak 47.209 orang menjadi 23.703 orang pada tahun 2010. Untuk lebih jelasnya perbandingan angkatan kerja dan pengangguran di Kota Denpasar dari tahun 2005 - 2010 dijelaskan dalam tabel berikut:

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa angkatan kerja mengalami pening-katan setiap tahunnya, untuk itu diperlukan upaya-upaya strategis yang mensinergikan antara pemerintah, swasta dan masyarakat

untuk menekan tingkat pengangguran di Kota Denpasar. Adapun beberapa program yang dilakukan oleh pemerintah melalui dua strategi yaitu ; 1. Memfasilitasi lo-wongan pekerjaan, dan 2. Menumbuhkan

Page 19: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 19

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

wirausaha muda sebagai upaya dalam men-ciptakan lapangan pekerjaan. Memfasilitasi lowongan pekerjaan antara lain sebagian program berikut:

1. Mendorong pihak swasta menyeleng-garakan sekolah pendidikan keahlian. Kebijakan ini khusus dalam bidang pariwisata yang disebabkan pasar kerja bidang pariwisata yang sangat tinggi, untuk melakukan investasi, mengem-bangkan, dan meningkatkan mutu seko-lah pendidikan keahlian. Memberikan keringanan pembiayaan pencari kerja kepariwisataan ini dalam hal kapal pe-siar untuk mendapatkan Kredit Tanpa Agunan melalui LPD.

2. Bursa kesempatan kerja {job fair) yang bertujuan memfasilitasi bertemunya pe-nyedia lapangan kerja dengan pencari kerja yang dilaksanakan setiap tahun. Program ini bertujuan untuk membantu calon tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemam-puan dan kompetensinya secara tepat dalam satu tempat, dan ketiga mem-bantu perusahaan yang ikut serta dalam menjaring karyawan dengan kompetensi tinggi sebagai sumber asset intangibles.

3. Bursa kerja on line untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang lowongan kerja yang ada, berupa seper-angkat komputer layar sentuh yang ditempatkan di swalayan tiara dewa-ta, Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, Undiknas, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kota Denpasar dimana informasi tersebut sangat up to date karena menggunakan jaringan internet.

4. Informasi lowongan kerja lewat sms dengan bekerja sama dengan salah satu provider tujuannya untuk memudahkan

para pencari kerja dimana si pencari ker-ja tidak usah mondar mandir datang ke perusahaan-perusahaan untuk mencari lowongan kerja tapi lewat hp yang di-miliki dengan nomor yang telah masuk dalam data base akan diberikan info ten-tang perusahaan yang membutuhkan sesuai kompetensi yang diperlukan.

Menumbuhkan wirausaha muda seb-agai upaya dalam menciptakan lapangan pekerjaan antara lain dengan kegiatan lom-ba wirausaha muda yang bertujuan untuk mendorong tumbuhnya jiwa kemandirian pemuda dan menciptakan wirausaha-wirausaha muda yang mumpuni dalam melakukan proses perencanaan bisnis ide kreatif secara matang, serta menghasilkan produk kreatif dan implementasinya di lapangan. Adanya proses pembelajaran lanjutan dengan mengajak calon-calon wi-rausaha muda dalam rumah perubahan Rhenald Kasali, expo enterpreneurship, talk show, sharing session dengan pengusaha yang telah sukses di bidang atau usahanya. Tujuan daripada program ini sebagai solusi atau alternatif dalam mengatasi pengang-guran di Kota Denpasar dengan harapan mampu membuka usaha baru dan “men-ciptakan lapangan kerja”.

Upaya-upaya tersebut ternyata mem-buahkan hasil yang cukup menggembi-rakan, dimana tingkat pengangguran di Kota Denpasar dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan, walaupun desakan urbanisasi yang cukup meningkat ke Kota Denpasar. Pada tahun 2005 tingkat pen-gangguran di Kota Denpasar sebanyak

Page 20: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

20 | Edisi 3, Tahun III

47.209 orang, dan pada tahun 2010 menurun menjadi 23.703 orang.

Seperti yang disampaikan diatas bah-wa PAD juga diarahkan untuk permasala-han penanganan kemiskinan dan penyan-dang masalah sosial di Kota Denpasar. Pe-nyandangan masalah sosial selain ditangani oleh Dinas Nakertransos juga dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Kesejahteraan Ke-luarga Sejahtera (BIOS) yang setiap tahun secara rutin memberikan bantuan berupa beasiswa miskin, kursi roda, tongkat, alat

bantu dengar, serta program-program penguatan mental dan juga bekerja sama dengan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahan-perusahaan yang ada di Kota Denpasar. Pemkot Denpasar juga membuka sekolah autis bagi keluarga kurang mampu.

Permasalahan kemiskinan di Kota Denpasar digambarkan sebagai mereka yang kekurangan mated, rendah dalam pemenuhan kebutuhan sosial, serta ren-dahnya penghasilan mereka.

Dari grafik diatas, menunjukan bahwa RTM di Kota Denpasar mengalami penu-runan setiap tahunnya. Data pada tahun 2011 jumlah rumah tangga miskin (RTM) di Kota Denpasar sebanyak 10.116 jiwa atau 2.586 RTM atau 1,28% dari seluruh jumlah penduduk kota yaitu 788.445 (Sensus pen-duduk 2010, BPS) yang tersebar di seluruh wilayah Kota Denpasar.

Masalah kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang luas dan kompleks

sehingga membutuhkan kebijakan serta program yang terpadu, terencana dan ber-kesinambungan sehingga upaya penang-gulangan kemiskinan yang akan dilakukan benar-benar tepat sasaran dan tepat tujuan. Kebijakan peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja ditindaklanjuti dengan program sebagai berikut:

1. Program Revitalisasi Pertanian Perkotaan (Urban Farming )

2. Program Pengembangan UMKM

Page 21: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 21

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

3. Program Peningkatan Peran Sector Perda-gangan, Hotel dan Restoran serta Mem-bangun Jejaring dengan UMKM

4. Peningkatan Investasi : Melanjutkan Regulasi dan Pengembangan Daya Saing

5. Revitalisasi pasar tradisional.

Untuk mengukur tingkat kemajuan ekonomi di suatu daerah, salah satu indika-tor penting yang dapat digunakan adalah pertumbuhan ekonomi. Dalam kurun lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi yang dicapai Kota Denpasar mengalami kenai-kan dan perlambatan. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 menurun sampai pada titik 5,88% atau paling rendah dari

periode 2005-2010, hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi global terhadap Bali sebagai daerah kunjungan wisatawan.

Tidak hanya pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar saja yang mengalami penu-runan, namun devisa pariwisata provinsi Bali juga mengalami penurunan. Salah satu indikator pertumbuhan menunjukkan in-come perkapita (PDRB perkapita Atas Dasar Harga Berlaku) masyarakat Kota Denpasar pada tahun 2010 sebesar Rp. 15.850.000,00. Ini menunjukkan, income perkapita ma-syarakat yang terus meningkat dari tahun sebelumnya, ditunjukkan dengan grafik PDRB perkapita di bawah ini.

Sebagaimana diketahui perekonomian Kota Denpasar sebagian besar dipengaruhi oleh bidang pariwisata, dimana bidang ini sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi ekonomi global. Jadi untuk mem-perkuat dan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan income perkapita masyarakat, Pemerintah Kota Denpasar menetapkan ekonomi kreatif sebagai salah satu sistem pengembangan ekonomi yang masih sangat berdekatan dengan bidang pari-wisata. Dalam artian lebih meningkatkan

Page 22: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

22 | Edisi 3, Tahun III

kemampuan sumber daya manusia Kota Denpasar untuk dapat mengeksploitasi pikirannya dan mengembangkan bakat, minat dan talentanya dalam bidang eko-nomi. Dengan demikian diharapkan timbul kreator-kreator yang berjiwa wirausaha yang dapat menghasilkan produk-produk kreatif yang kompetitif dan memiliki daya saing tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan penambahan atau pengembangan sektor industri selain in-dustri pariwisata. Sehingga untuk jangka panjangnya pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar tidak hanya bertumpu atau keter-gantungan pada sektor pariwisata tetapi bertumpu kepada beberapa sektor antara lain sektor industri kreatif. Sektor indus-tri kreatif inipun diarahkan pada konsep pengembangan budaya unggulan yang telah memiliki akar nilai budaya yang kuat.

Pengembangan ekonomi kreatif san-gat dekat dengan penggalian potensi usaha yang berbasis kearifan lokal yang ada di masyarakat. Ekonomi kreatif muncul seb-agai kolaborasi antara potensi kearifan lokal dan potensi global yang menghasilkan ide kreatif masyarakat.

Pilihan terhadap pengembangan eko-nomi kreatif di Kota Denpasar bertujuan untuk membesarkan dan mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah yang memberikan ruang ekspresi kepada pelaku-pelaku industri kreatif (seni, animasi, de-sign, musisi, cinematography, fotography, kuliner, arsitektur, fashion, dsb). Selain itu melalui ekonomi kreatif ini bisa dilakukan

disemua bidang termasuk seni budaya. Melalui ekonomi kreatif pengusaha kecil di-harapkan mampu bersaing merebut pasar.

Keberadaan koperasi dan LPD mem-punyai pengaruh yang sangat kuat dalam pertumbuhan industri kreatif dan ekonomi mikro dimasing-masing wilayah. Pemkot terus berupaya menggali dan melestari-kan kearifan lokal yang menjadi andalan Bali. Untuk menumbuhkembangkan dan memperkuat posisi ekonomi kreatif di Kota Denpasar ditunjukkan dengan menggelar kegiatan berbagai festival seperti Denpasar Festival (Denpasar Food Heritage, Endek and Songket Heritage), Pesona Serangan (edukasi lingkungan), Sanur Village Festi-val, Festival Layang-layang, Maha Bandana Prasada (Seni dan Sastra), Tumpek Landep (industri logam), Tumpek Kandang (kon-tes sapi bali dan hewan), Tumpek Krulut (gamelan tradisonal/langka), Saraswati Book Fair (bursa buku), Festival Ogoh-ogoh, Omed-omedan, Pasar Lais Mese-luk, Pementasan Seni Mingguan, Parade Ngelawang Anak-anak, Pesta Kesenian Bali Denpasar Parade Gong Anak-anak, Dewasa, dan Wanita dan lainnya. Agenda event ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun.

Ada event-event tertentu yang dibang-kitkan dari interpretasi dan revitalisasi kearifan lokal, sehinga nilai-nilai tersebut masih sesuai pada era sekarang. Dengan adanya event-event tersebut melahirkan komunitas-komunitas kreatif, yang banyak menghasilkan produk kreatif, baik berupa

Page 23: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 23

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

handycraft, tekstil, design, fashion, foto-grafi, seni animasi, seniman anak-anak dan Iain-Iain.

Selain program-program peningka-tan dan saing ekonomi yang berimplikasi pada peningkatan pendapatan per kapita, pemerintah Kota Denpasar juga memberi-kan aksesibilitas dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan, pemerintah Kota Denpasar memberikan apresiasi terhadap siswa-siswi berprestasi yang memperoleh nilai tertinggi dalam Ujian Nasional dan memberikan bea-siswa kepada siswa kurang mampu agar memperoleh pendidikan yang layak. Ak-sesibilitas bidang kesehatan dilaksanakan dengan merevitalisasi puskesmas melalui peningkatan pelayanan berstandar ISO, dan memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat.

Berbagai program pembangunan yang dicanangkan menghasilkan kemanfaatan bagi masyarakat yang ditunjukkan den-gan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pembangunan manusia merupakan model pembangunan yang bertujuan untuk memperluas peluang penduduk dapat hidup layak.

Tujuan tersebut akan dapat tercapai jika setiap orang memperoleh peluang seluas - luasnya untuk hidup sehat dan panjang, untuk berpendidikan dan ket-erampilan serta mempunyai pendapatan yang diperlukan untuk hidup. Secara kes-eluruhan tingkat pencapaian pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks Pem-bangunan Manusia (IPM) Kota Denpasar selama periode 2005-2009 menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari mening-katnya IPM sebagai indikator pencapaian pembangunan manusia di Kota Denpasar.

Page 24: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

24 | Edisi 3, Tahun III

Pada tahun 2009, IPM Kota Denpasar mencapai 77,56 berada diatas rata-rata In-donesia yaitu 71,76 dan berada di pering-kat 15 nasionai, serta peringkat pertama di Provinsi Bali.

VI. PENUTUPAda beberapa langkah-langkah dalam

perencanaan dan implementasi reformasi birokrasi menuju Good Governance di Kota Denpasar yang merupakan tahapan untuk mensinergikan ketiga pilar pembangunan yang secara simultan dan sustainabel (berkelanjutan) untuk meningkatkan ke-sejahteraan masyarakat. Keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan langkah demi langkah perencanaan dan imple-mentasi good governance, bertumpu pada kemampuan untuk mengenali atau menge-tahui berbagai permasalahan yang berkem-bang, baik tantangan dan peluangnya serta ancaman dan kekuatan yang dimilikinya. Langkah-langkah ini dilaksanakan secara bertahap, langkah demi langkah untuk me-mastikan tahapan tersebut dapat berjalan dengan baik serta mendapat legitimasi dan dukungan. Aktivitas ini harus dilakukan secara proaktif dalam hal:

1. Reintrepretasi merupakan langkah awal yang dilakukan untuk dapat mengeta-hui permasalahan dan tantangan utama yang menjadi isu di masyarakat serta un-tuk mengetahui dan meningkatkan daya dukung lingkungan dan kemampuan operasional (kapasitas) yang dimiliki, serta potensi kearifan lokal yang mampu menjadi spirit (landasan filosofis) terha-dap perubahan. Reinterpretasi ini juga

merencanakan program-program atau kegiatan yang inovatif dan kreatif un-tuk dapat meningkatkan kemanfaatan masyarakat {Public Value).

Reintegrasi merupakan langkah selanjutnya yang sangat strategis dan membutuhkan perhatian khusus un-tuk menggabungkan daya dukung lingkungan dan kemampuan opera-sional (kapasitas). Upaya ini dilaku-kan dengan memobilisasi penarikan kewenangan serta mendistribusikan proaktif kewenangan tersebut kepada lembaga yang tepat. Aktivitas ini juga harus dilakukan dengan pendekatan lintas sektoral secara holistik agar tidak terjadi tumpang tindih dan tidak merasa kehilangan kewenangan dengan tujuan untuk memastikan proses reintegrasi ini dapat berlangsung dengan baik. Re-integrasi ini juga merupakan langkah yang penting untuk mempertemukan antara kewajiban dan pelayanan {Sewaka Dharma).

2. Adaptasi merupakan proses reintegrasi atau proses perubahan pelayanan yang dilaksanakan di masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kemanfaatan ma-syarakat {public value). Peningkatan tersebut dilaksanakan melalui memo-bilisasi program dengan memanfaat-kan teknologi informasi, membangun kerjasama {incorporation product), dan community based development (pemban-gunan berbasis kelompok-kelompok masyarakat). Adaptasi kearifan lokal “sewaka dharma” di masyarakat meru-pakan perubahan paradigma terhadap pelayanan, diharapkan mampu men-jadi alat kontrol dan respon masyara-kat terhadap program dan perbaikan pelayanan secara terus menerus, yang berdampak pada peningkatan partisi-pasi masyarakat dalam pembangunan

Page 25: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 25

REFORMASI BIROKRASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

untuk memperkuat sistem penyeleng-garaan good governance.

Tahapan-tahapan di atas tersebut bukan untuk memecahkan permasala-han saat ini saja, mengingat kondisi ma-syarakat yang bersifat dinamis sehingga tahapan ini akan tetap berjalan yang disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan tantangan yang berkembang pada saatnya. Langkah-langkah tersebut mencerminkan pemeliharaan pola pem-bangunan sebagai sebuah sistem yang saling melengkapi, memelihara dan

memperbaiki motivasi sebagai upaya menyeimbangkan antara tantangan dan perubahan.

Langkah-langkah pemeliharan pola pembangunan di atas tidak stabil dalam penyelenggaraannya disebabkan karena menghadapi tantangan dalam kondisi yang berkembang. Yang tidak berubah adalah daya dukung spirit atau landasan filosofinya yang menjadi ide sentral dari pencapaian kemanfaatan masyarakat, motto : * Sewaka Dharma” yaitu melayani adalah kewajiban.

“Kami belumlah sempurna tetapi tetap berupaya”

***

Daftar Bacaan

Afan Gaffar, Politik Indoensia : Trans/si Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta - 2005.

Agus Dwiyanto,dkk. Reformasi Birokrasi Pub/Ik di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta - 2006.

Atep Adya Barata, Dasar-Dasar Pelayanan Prima (Persiapan Membangun Budaya Pelayanan Prima Untuk Meningkatkan Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan), Jakarta, PT. Gramedia-2003.

Benington, John and Mark H. Moore. 2011. Public Value Theory and Practice. Great Britain : MPG Books Group, Bodmin and King’s Lynn

De Jong, Jorrit and Gowher Rizvi (ed.). 2011. The State of Access: Success and Failure of Democracies to Create Equal Opportnities. Disampaikan dalam Executive

Education, Harvard Kennedy School.

Denpasar Dalam Angka 2009, Bappeda Kota Denpasar - Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, Percetakan Arysta Jaya, Denpasar - 2010.

Denpasar Dalam Angka 2010, Bappeda Kota Denpasar - Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, Percetakan Arysta Jaya, Denpasar - 2011.

Hawkes, Terence. 1978. Strukturalism and Semiotics. London : Methuen & Co Ltd. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/9/17/bdlhl.htm Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali di download pada tanggal 3 November 2011.

http://www.bappenas.go.id Yeremias T. Keban dalam “Good Governance” dan “Capacity Building”sebagai Indikator

Page 26: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

26 | Edisi 3, Tahun III

Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan didownload pada tanggal 5 November 2011

http://www.balipost.co.id “Berpijak pada Kearifan Lokal”

http://localwisdom.ucoz.com/ Id/0/11 2nd-5-jolw-patu.pdf -jam 17.00 Menuju Kota Hijau, Melalui Kearifan Lokal (Memberdayakan Potensi Terpendam Tri Kahayangan di Denpasar sebagai Hijauan Kota Yang Abadi), Syamsul Alam Paturusi, dan I Wayan Diartika tanggal 3 november2011

http://www.unescap.org/pdd/prs/ProjectActivities/Ongoing/gg/governance.asp

Indeks Pembangunan Manusia Kota Denpasar Tahun 2009, Kerjasama Bappeda dengan BPS Kota Denpasar

Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Membangun Island Of Integrity (Pengalaman Empirik Pemerintah Daerah Menuju Tata Kepemerintahan Yang Baik), Jakarta- 2008.

KPK, Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2009, Fakta Korupsi Dalam Layanan Publik 2010

LAN RI, Kajian Model Penilaian Kinerja Pelayanan Publik, Jakarta, LAN RI - 2007.

Mardiasmo, 2004, Akuntansi Sektor Publik, Andi offset, Yogyakarta.

Moeljarto Tjokrowinoto, dkk., Birokrasi dalam Polemik, Pusat Studi Kewilayahan Universitas Muhammadiyah Malang, Pustaka Pelajar, Malang - 2001.

Mohtar Mas’oed, Pofitik, Birokrasi dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta - 1994.

Peraturan Walikota Denpasar Nomor 30 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Denpasar Tahun 2010-2015

Program Aksi Penanganan Masalah Kemiskinan di Kota Denpasar Tahun 2010-2015

Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik : Pengalaman Empirik di Beberapa Daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta - 2006.

Produk Domestik Regional Bruto Kota Denpasar Tahun 2009, Kerjasama Bappeda dengan BPS Kota Denpasar Profil Denpasar 2010

Riant Nugroho Dwidjowijoto , Organisasi Publik Masa Depan (Redifinisi Reran Pemerintah), Jakarta, PerPod-2002.

Ritzer, George.1993, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta :

Rajawali Pers. Samodra Wibawa, Reformasi Administrasi: Bunga Rampai Pemikiran Administrasi Negara/Pubiik, Penerbit Gaya Media, Yogyakarta - 2004.

Tim Peneliti Jurusan Sejarah Fakuitas Sastra Universitas Udayanan, I.B. Wiyana, Prof. Dr. I. B. Mantra, Biografi Seorang Budayawan 1928-1995, Upada Sastra, 1998.

Tim Penyusun Kerjasama Dinas Perijinan Kota Denpasar,I Wayan Suka Yasa, I Wayan Sukarma, I Wayan Budi Utama, I B Jelantik,S.P, Nanang

Sutrisno,Sewaka Dharma, {Motto Pelayanan Publik Pemerintah Kota Denpasar), 2011.

Page 27: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 27

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN

UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

Oleh : YANUAR YUDI HUTAMA

Pemerintah merupakan suatu institusi yang pada hakekatnya ada untuk melayani masyarakat. Dengan mekanisme tertentu lembaga negara layaknya sebuah lembaga profit yang mendapatkan keuntungan dan biaya operasional berasal dari pendapatan negara baik pajak maupun non-pajak. Tulisan ini mengeksplorasi , betapa birokrasi pemerintah sepantasnya segera meniru model pelayanan yang diberikan oleh institusi perbankan dalam melaksanakan perubahan dari segi organisasi, tatalaksana, SDM, Pengawasan, Akuntabili-tas, serta mind set dan cultural set aparatur pemerintahan dengan mengubah persepsi bahwa aparatur negara merupakan comfortable zone menjadi com-petitive zone, guna menyempurnakan langkah nyata sesuai visi reformasi birokrasi indonesia yaitu menjadi pemerintah kelas dunia pada tahun 2025.

LATAR BELAKANG

Sesuai dengan amanat Undang-un-dang Dasar Negara Republik Indo-nesian Tahun 1945, bahwa pemer-

intah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pemban-tuan1. Demikian juga Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerin-tah Daerah, pada prinsipnya memberi-kan amanah untuk menyelenggarakan

1 Indonesia, Undang-undang Dasar 1945

otonomi daerah yang seluas-luasnya2. Hal tersebut tentunya mendorong setiap daerah berupaya memajukan daerahnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di wilayah masing-masing. Pemberian otonomi luas kepada daerah di-arahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pening-katan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

2 Indonesia, Undang-undang Pemerintah Daerah, UU No. 32 Tahun 2004

Page 28: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

28 | Edisi 3, Tahun III

Sejalan dengan semangat otonomi daerah tersebut dalam mewujudkan kes-ejahteraan masyarakat maka Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk menangani dengan lebih serius upaya pengentasan ke-miskinan yang saat ini merupakan program prioritas nasional. Kepala Daerah harus memiliki inisiatif dan keseriusan yang kuat dengan cara mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyusunan program yang memiliki target akurat menyangkut ke-butuhan dasar masyarakat miskin yang didukung dengan data pendidik miskin yang kurat dan tepat. Sistem informasi yang tidak akurat akan membuat upaya pengentasan kemiskinan tidak berjalan dengan efektif.

Menurut Parsudi Suparlan kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh empat (4) penyebab. Pertama, rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengemban-gan diri terbatas dan menyebabkan sempit-nya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Kedua, rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menye-babkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa. Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Keadaan miskin karena kondisi pendidikan dan kesehatan diper-berat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan pekerjaan atau keg-iatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu. Keempat, kondisi terisolasi. Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak ber-daya karena terpencil dan terisolasi. Mereka

hidup terpencil sehingga sulit terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dapat dinikmati oleh masyarakat lain . Keempat penyebab tersebut menunjukkan adanya lingkaran kemiskinan. Rumah tangga miskin pada umumnya berpendidikan rendah. Karena pendidikan rendah maka produktivitas-nyapun rendah sehingga imbalan yang diterima tidak cukup memadaai untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, antara lain pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlu-kan untuk dapat hidup dan bekerja.

Kab. Sragen sebagai salah satu dari 35 kabupten/kota di Jawa Tengah sam-pai saat inipun masih terus harus berjuang mencarikan solusi bagi 350.000 jiwa ma-syarakat miskin yang ada di wilayahnya. Berdasarkan data tahun 2011 junlah pen-duduk Kab. Sragen berjumlah 887.715 jiwa terdiri dari laki-laki 439.565 jiwa dan perem-puan 448.150 jiwa, dengan angka ratio jenis kelamin 981 per 1.000 penduduk. Dengan luas wilayah 941,55 km2 maka kepadatan penduduk mencapai sebesar 943 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk 0,48%. Rata-rata jumlah penduduk tiap KK men-capai 3,25. Untuk usia produktif adalah 585.952 (66,01%) dari total penduduk Kab. Sragen. Sedangkan angka kematian kasar (CDR) 5,89 dan untuk kematian bayi (IMR) tiap 1.000 kelahiran berjumlah 14. Peserta KB baru di Kab. Sragen berjumlah 40.158 orang dengan alat kontrasepsi suntik yang paling diminati oleh peserta. Adapun Jum-lah angkatan kerja tahun 2011 sebanyak

Page 29: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 29

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

459.766 jiwa dan sebanyak 463.749 atau mengalami penurunan sebesar 0,86%. Pendidikan yang ditamatkan pekerja paling banyak adalah SD sejumlah 94.818 perempuan dan 93.208 laki-laki. Mayoritas penduduk Kab. Sragen mempunayi mata pencaharian sebagai petani yaitu 172.160 jiwa dari total jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 463.769 jiwa3. Ber-dasarkan data-data di atas bahwa Kab. Sragen mempunyai potensi yang besar meningkatnya jumlah penduduk miskin. Mayoritas penduduk yang mengandalkan pertanian menurut beberapa asumsi sangat dekat dengan kemiskinan.

Sementara ini pelayanan publik, khu-susnya pelayanan kepada kaum miskin pada dasarnya sudah dilaksanakan di Kab. Sragen salah satunya yaitu dengan diben-tuknya Tim Koordinasi Dan Tim Sekretariat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kab. Sragen Tahun 2010. TKPK dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 511.1/186.1/2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Dan Tim Sekretariat Koordinasi Penanggulangan Ke-miskinan (TKPK) Kab. Sragen Tahun 2010 . TKPK ini bertugas melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan dan mengen-dalikan pelaksanaan penanggulangan ke-miskinan di Kab. Sragen. TKPK berfungsi mengkordinasikan SKPD dalam penyusu-nan RPJM kabupaten, rencana strategi dan rencana kegiatan di bidang penanggulan-gan kemiskinan serta mengkoordinasikan

3 Sragen Dalam Angka Tahun 2011

evaluasi pelaksanaan perumusan dokumen rencana pembangunan di bidang penang-gulangan kemiskinan4.

Guna membantu kelancaran pelak-sanaan tugas TKPK maka dibentuk Tim Sekretariat Koordinasi Penanggulangan Ke-miskinan yang berkedudukan di Badan Per-encanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Sragen. Tugas Tim sekretariat bertugas memberikan dukungan administrasi teknis kepada TKPK. TKPK Kab. Sragen dalam melaksanakan tugas dibagi menjadi tiga (3) kelompok kerja yaitu Kelompok Kerja Pendataan dan Informasi, Kelompok kerja Pembangunan Kemitraan, Kelompok Kerja Pengaduan Masyarakat 5.

TKPK Kab. Sragen pada dasarnya telah melaksanakan tugas dengan baik namun sampai saat ini dirasakan belum menyentuh secara substantif kepada warga miskin karena pelayanan kemiskinan masih parsial dimana program dan kegiatan pen-anggulangan kemiskinan masih ditangani oleh SKPD terkait dan belum terintegrasi. Seringkali SKPD menyusun program dan kegiatan sesuai tupoksi masing-masing tanpa ada koordinasi dengan SKPD lain yang sebenarnya juga memiliki program kegiatan berkaitan dengan kemiskinan. Penanganan kemiskinan secara parsial ini pada implementasinya akan memper-panjang birokrasi, dalam situasi seperti ini

4 Sragen, Pembentukan Tim Koordinasi dan Tim Sekretariat Koordinasi Penanggulangan Ke-misikinan, SK Bupati No. 511.1/186.1/2010

5 Ibid

Page 30: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

30 | Edisi 3, Tahun III

masyarakat yang membutuhkan pelayanan kemiskinan harus mendatangi beberapa SKPD Dalam banyak kasus masyarakat yang mengharapkan bantuan dari pemer-intah menjadi enggan bahkan putus asa karena rumitnya prosedur yang harus di-jalani. Selain itu mengenai data kemiskinan pun telah menjadi permasalahan tersendiri. Data kemiskinan yang ada tidak terintegra-si sehingga data antar SKPD di Pemerintah Kab. Sragen dengan Badan Pusat statistik (BPS) sering tidak sama dan tidak sinkron 6.

Memperhatikan kondisi yang ada seperti tersebut di atas maka Pemerintah Daerah Kab. Sragen berupaya mencari terobosan dan inovasi guna mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik dan implementatif, khususnya pelayanan ter-hadap kaum miskin. Kebijakan pelayanan penting ini guna menjaga agar Kab. Sragen tetap dalam kerangka kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dengan harapan terjadi peningkatan taraf hidup masyarakat.

INISIASI Kemiskinan merupakan perma-

salahan yang sangat mendesak diperlu-kan langkah-langkah penanganan dan pendekatan secara sistemik terpadu dan menyeluruh dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak.

Sejak awal kemerdekaan, bangsa

6 Hasil wawancara Asisten Bupati Sragen Bidang Administrasi dan Pemerintahan, Drs. Parsono, MM., 8 November 2012

Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap tercapainya masyarakat adil dan makmur. Program-program yang telah dilaksanakan berusaha memberikan perhatian yang besar terhadap upaya- upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilak-sanakan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat. Penanganan kemiskinan pada dasarnya sudah dilak-sanakan di Kab. Sragen salah satunya yaitu dengan terbentuknya Tim Koordinasi Dan Tim Sekretariat Koordinasi Penanggulan-gan Kemiskinan (TKPK) Kab. Sragen Tahun 2010. TKPK Kab. Sragen pada dasarnya telah melaksanakan tugas dengan baik namun sampai saat ini dirasakan belum menyentuh secara substantif kepada warga miskin karena pelayanan kemiskinan masih parsial dimana program dan kegiatan pen-anggulangan kemiskinan masih ditangani oleh SKPD terkait dan belum terintegrasi. Seringkali SKPD menyusun program dan kegiatan sesuai tupoksi masing-masing tanpa ada koordinasi dengan SKPD lain yang sebenarnya juga memiliki program kegiatan berkaitan dengan kemiskinan. Penanganan kemiskinan secara parsial ini pada implementasinya akan memper-panjang birokrasi, dalam situasi seperti ini masyarakat yang membutuhkan pelayanan kemiskinan harus mendatangi beberapa SKPD. Dalam banyak kasus masyarakat yang mengharapkan bantuan dari pemer-intah menjadi enggan bahkan putus asa karena rumitnya prosedur yang harus di-jalani. Selain itu mengenai data kemiskinan

Page 31: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 31

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

pun telah menjadi permasalahan tersendiri. Data kemiskinan yang ada tidak terintegra-si sehingga data antar SKPD di Pemerintah Kab. Sragen dengan Badan Pusat statistik (BPS) sering tidak sama dan tidak sinkron

Mensikapi kondisi kemiskinan di Kab. Sragen sekarang ini Bupati Sragen (2011-2016), Agus Fatchurrahman, SH,MH mempunyai gagasan untuk menyeder-hanakan pelayanan terhadap masyarakat miskin. Penanganan dan penanggulangan kemiskinan yang semula dilaksanakan oleh beberapa SKPD disatukan dalam suatu wadah yang representatif dan profesional. Gagasan tersebut direalisasikan dengan dibentuknya Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK), berdasarkan Peraturan Bupati Sragen No-mor 2 tahun 2012 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) Kab. Sragen 7. UPT-PK ini berfungsi memberikan pelayanan dan penyaluran bantuan bagi masyara-kat miskin dengan pola satu pintu (One Stop Service). Dengan pola satu pintu ini diharapkan akan terwujud suatu pelay-anan prima bagi masyarakat miskin yang membutuhkan sehingga bantuan yang di-berikan oleh pemerintah betul-betul dapat dimanfaatkan sepenuhnya seperti yang mereka harapkan. Sebelumnya, berbagai pelayanan kemiskinan berada di beberapa SKPD, seperti program Rehab Rumah Tidak

7 Sragen, Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Kab. Sragen, Surat Keputusan Bupati Nomor 2 Tahun 20121

Layak Huni (RTLH) di Dinas Kesejahter-aan Sosial, BKPMD dan Bappeda Kab. Sragen dan pengurusan Jamkesmas atau Jamkesda di Dinas Kesehatan Kab. Sragen, pengurusan Raskin di Bagian Sumber Daya Alam Setda kab. Sragen serta pengurusan beasiswa untuk siswa miskin di Dinas Pen-didikan Kab. Sragen8. Padahal, mungkin saja seorang keluarga miskin yang tempat tinggalnya sangat jauh dari ibukota ka-bupaten memerlukan semua pelayanan tersebut sehingga yang bersangkutan harus mendatangi beberapa tempat yang berbeda. Kondisi seperti ini sangat tidak efisien dan dipandang sangat memberatkan bagi keluarga miskin baik dari segi pem-biayaan, tenaga maupun waktu. Dengan keberadaan UPTPK Kab Sragen ini maka keluarga miskin yang membutuhkan pelay-anan kemiskinan hanya datang pada satu tempat yaitu Kantor UPTPK Kab. Sragen. Keberadaan UPTPK Kab. Sragen tidak me-nimbulkan tumpang tindih ataupun tarik ulur dengan peran SKPD yang notabenenya adalah anggota TKPKD Kab. Sragen. Pada dasarnya masing-masing memiliki peran dan fungsi sehingga keberadaannya saling mengisi dan menguatkan9.

8 Hasil Wawancara dengan Kepala Bappeda Kab. Sra-gen, Ir. Joko Purwanto, MM., 9 Nopember 2012

9 Hasil Wawancara dengan Kepala Bappeda Kab. Sra-gen, Ir. Joko Purwanto, MM., 9 Nopember 2012

Page 32: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

32 | Edisi 3, Tahun III

KERANGKA BERPIKIR UPTPK KAB. SRAGEN Gambar 1. Kerangka Berpikir UPTPK Kab. Sragen

(http://uptpk.sragenkab.go.id/)

Pembentukan UPTPK ini diilhami succes story penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Perizinan yang dilaksanakan pada Badan Perizinan dan Penanaman Modal Kab. Sragen. Di BPTPM ini maka masyarakat pengusaha kecil, menengah dan besar dapat mengurus perizinan mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen di-lakukan dalam satu tempat. Dengan pola ini proses penyelesaian pelayanan akan sesuai standar waktu yang telah ditetapkan, kepastian biaya pelayanan, kejelasan prose-dur pelayanan dan persyaratan, serta setiap tahapan proses dapat ditelusuri dan dimo-nitor oleh masyarakat pemohon. Dalam menyelenggarakan pelayanan di bidang

perizinan, BPTPM Kab. Sragen yang telah mendapat berbagai penghargaan baik dari tingkat kabupaten, propinsi maupun nasi-onal dan menjadi the best practice bagi pe-

nyelenggaraan pelayanan di daearh lain.10.

Secara kelembagaan UPTPK Kab. Sragen masih menginduk kepada Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Kab. Sragen di bawah koordinasi Sekretaris Daerah Kab. Sragen yang ditargetkan setelah beroperasi selama satu (1) tahun kelem-bagaan akan ditingkatkan menjadi kan-tor. UPTPK Kab. Sragen dipimpin oleh

10 Hasil Wawancara dengan Kepala Badan Per-izinan Terpadu dan Penanaman Modal kab. Sragen., Tugiyono, SH, 12 Nopember 2012

Page 33: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 33

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

seorang kepala UPTPK yang disetarakan setingkat Pejabat Struktural Eselon III/a, dalam melaksanakan tugas dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati me-lalui Sekretaris Daerah. Kepala UPTPK Kab. Sragen dibantu empat (4) seksi yaitu Seksi Penanggulangan Kemiskinan Ber-basis Pendidikan, Seksi Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Kesehatan, Seksi Pen-anggulangan Kemiskinan Berbasis Sosial dan Ekonomi, Seksi Data Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat. Seksi dijabat oleh seorang kepala Seksi yang disetarakan set-ingkat Pejabat Strutural Eselon IV/a dan dalam melaksanakan tugas di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala UPTPK Kab. Sragen. Selain itu juga dibantu oleh Sub Bagian Tata Usaha yang dipimpin oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang diseta-rakan setingkat Pejabat Struktural eselon

IV/a, dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala UPTPK Kab. Sragen11.

Adapun sampai saat ini jumlah SDM yang memperkuat UPTPK Kab. Sragen se-banyak 23 personil, dengan tingkat pendi-dikan sebagai berikut12:

NO TINGKAT PENDIDIKAN

JUMLAH %

1.2.3.

Strata 2Strara 1Diploma III

12101

52,1743,474,34

23 100

11 Hasil Wawancara dengan Kabag. Organisasi dan Tata Laksana Setda Kab. Sragen, Muhari,SH. MM., 9 Nopember 2012

12 Hasil Wawancara dengan Kepala Tata Usa-ha UPTPK Kab. Sragen, Agus Tri Lastomo, SIP.M.Si., 13 Nopember 2012

STRUKTUR ORGANISASI UPTPK KAB. SRAGEN

Gambar 2. STRUKTUR ORGANISASI UPTPK KAB. SRAGEN

(http://uptpk.sragenkab.go.id/)

Page 34: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

34 | Edisi 3, Tahun III

Berkaitan dengan SDM bahwa dalam menyelenggarakan UPTPK Kab. Sragen pada awal pembentukan personil diambil dari SKPD Teknis yang semula menangani pelayanan kemiskinan yang dipandang mempunyai kompetensi dan performance yang baik, menguasai teknis proses pelay-anan kemiskinan yang ditangani, dan me-mahami prinsip-prinsip dasar pelayanan yang baik. Sebagian ditambah dari SKPD lain yang dipilih dengan tetap memper-timbangkan kompetensi dan performance. Sebagai dasar untuk melaksanakan tugas para personil pada UPTPK Kab. Sragen, sebelumnya diterbitkan surat penugasan yang ditandatangani oleh Bupati Sragen.

Sebelum melaksanakan tugas pelay-anan di UPTPK Kab. Sragen, para personil tersebut mendapatkan beberapa pembeka-lan dan pelatihan antara lain operasional computer, training for success, bimbingan rohani, pelatihan mengenai tata cara ber-pakaian dan berpenampilan menarik. Dan untuk mewujudkan pelayanan yang ramah, luwes dan profesional serta meminimalisir kesan birokrat yang kaku maka pakaian seragam yang dikenakan personil UPTPK Kab. Sragen adalah pakaian yang layaknya dikenakan swasta profesional, wanita men-genakan blazer dan pria kemeja berdasi 13.

Adapun tugas UPTPK Kab. Sragen meliputi 1). melaksanakan pelayanan, pen-anganan dan penanggulangan kemiskinan,

13 Hasil Wawancara dengan Kepala Tata Usa-ha UPTPK Kab. Sragen, Agus Tri Lastomo, SIP.M.Si., 13 Nopember 2012

2). melakukan pengkajian dan analisis ter-hadap pelayanan, penanganan dan pen-anggulangan kemiskinan, 3). merumuskan kebijakan teknis bidang pelayanan, penan-ganan dan penanggulangan kemiskinan, 4). Mengkoordinasikan terhadap pelayanan, penanganan dan penanggulangan kemiski-nan dengan SKPD terkait 5). Menangani penyelesaian pengaduan masyarakat sesuai bidang tugasnya 6). Mengkaji, menghim-pun dan pembaharuan (updating) data base kemiskinan sesuai bidang tugasnya 7). Melaksanakan tugas lain yang diberikan Bupati 14.

Agar dalam pelaksanaan tugas pelay-anan pada UPTPK Kab. Sragen memenuhi standart mutu yang jelas maka system operasional, mekanisme pelayanan dan standart waktu serta persyaratan diba-kukan dalam bentuk Standart Operational Procedur (SOP) yang ditetapkan sekaligus merupakan lampiran dalam Peraturan Bu-pati Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pem-bentukan UPTPK Kab. Sragen. Dengan SOP ini maka pelayanan akan memenuhi persyaratan mutu mulai dari penerimaan berkas permohonan, pengendalian proses sampai dengan diberikannya suatu jenis pelayanan maupun terbitnya suatu reko-mendasi.

Dalam melaksanakan tugas UPTPK Kab. Sragen mempergunakan data base masyarakat miskin terpadu by name by

14 Hasil Wawancara dengan Kepala UPTPK Kab. Sragen, Suyadi, S.Kes.M.Kes, 13 Nopember 2012

Page 35: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 35

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

address yang ditetapkan dan dikeluarkan oleh Tim Nasional Percepatan Penang-gulangan Kemiskinan (TNP2K). Data ini merupakan hasil Pendataan Program Per-lindungan Sosial (PPLS) yang dilaksnakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 yang kemudian diolah oleh TNP2K. Untuk mengukur kemiskinan, BPS meng-gunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipan-dang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung headcount index yaitu prosentase penduduk miskin terhadap total penduduk 15.

Sedangkan bagi masyarakat miskin yang tidak atau belum tercover pada data base terpadu dari TNPKN tidak perlu berkecil hati karena masih ada kesempatan mengajukan permohonan ke Kantor UPT-PK Kab. Sragen untuk selanjutnya diadakan verifikasi. Verifikasi ini dilaksanakan oleh Tim Verifikasi yang beranggotakan unsur UPTPK, SKPD terkait, Kecamatan, pusk-esmas dan desa. Setelah terbukti bahwa kondisi suatu rumah tangga dinyatakan miskin maka berhak mendapatakan Kartu Saraswati (Sarase Wargo Sukowati). Den-gan Kartu Saraswati ini masyarakat akan mendapat pelayanan kesehatan, pendidi-kan maupun sosial dan ekonomi.

15 Hasil Wawancara dengan Kepala BPS Kab. Sragen, Ir. Laeli Sugiyono, M.Si, 13 Nopember 2012

Untuk menetapakan suatu rumah tangga tergolong miskin, Tim verifikasi berpedoman pada empat belas (14) kriteria yang telah ditetapkan oleh BPS yaitu 1). lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang, 2). jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, 3). jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plester, 4). tidak memiliki fasilitas buang air be-sar/bersama-sama dengan rumah tangga lain, 5). sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik, 6). Sumber minum berasal dari sumur/mata air tak terlin-dungi/sungai/air hujan 7). Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah 8). hanya mengkon-sumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu, 9). hanya mampu membeli 1 stel pakaian setahun, 10). hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam se-hari, 11). tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik, 12). sumber penghasilan kepala rumah tangga: ( petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, atau pekerja lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan ) , 13). pendidikan ter-tinggi kepala rumah tangga ; ( tidak seko-lah, tidak tamat SD/hanya SD), 14). tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000 16.

16 Hasil Wawancara dengan Kepala BPS Kab. Sragen, Ir. Laeli Sugiyono, M.Si, 13 Nopember 2012

Page 36: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

36 | Edisi 3, Tahun III

MEKANISME KERJA UPTPK KAB. SRAGEN

Gambar 3. Mekanisme Kerja UPTPK Kab. Sragen

(http://uptpk.sragenkab.go.id/)

Adapun Output/produk UPTPK an-tara lain berupa Kartu Saraswati (Sarase Wargo Sukowati) dan surat rekomendasi. Kartu Saraswati diberikan untuk semua masyarakat miskin baik yang telah ma-suk dalam data basis TNP2K maupun masyarakat miskin non data basis yang telah lolos verifikasi dari UPTPK. Kartu Saraswati ini digunaan sebagai pengganti kelengkapan administrasi bagi masyarakat miskin yang ingin mendapatkan semua pelayanan di UPTPK Kab. Sragen baik

layanan kesehatan, pendidikan dan sos-ial ekonomi. Kartu Saraswati ini berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diper-panjang kembali sesuai data termutakhir. Sedangkan output UPTK Kab. Sragen berupa surat Rekomendasi, diberikan kepada masyarakat miskin non database yang telah lolos verifikasi UPTPK dalam rangka memperoleh pelayanan, berlaku selama 1 (satu) bulan.

Sampai saat ini UPTPK Kab. Sragen menyelenggarakan 18 pelayanan yang

Page 37: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 37

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

terdiri empat (4) pelayanan kemiskinan yang berbasis kesehatan, empat (4) pelay-anan kmiskinan yang berbasis pendidikan dan sepuluh (10) pelayanan yang berbasis sosial dan ekonomi. Pada saat masyarakat berkunjung ke kantor UPTPK Kab.Sragen akan mendapatkan kenyamanan karena ruangan dirancang layaknya kantor swasta professional yang dilengkapi ruang tunggu yang representatif dan loket-loket dibuat secara terbuka yang dilengkapi dengan alat pendingin. Ketika masyarakat memasuki ruang UPTPK Kab. Sragen pada bagian de-pan terdapat loket informasi. Personil yang bertugas di sana akan memberikan petun-juk dan berbagai informasi bagi yang mem-butuhkan pelayanan, selanjutnya petugas akan mengarahkan masyarakat menuju loket pelayanan tertentu sesuai yang di-perlukan masyarakat. Dan loket-loket pela-yanan diatur berdasarkan pengkategorian jenis-jenis pelayanan , yaitu Loket Layanan Kesehatan, Loket Layanan Pendidikan dan Loket Layanan Sosial Ekonomi.

Untuk mendapatkan pelayanan ke-sehatan masyarakat dapat mendatangi Loket Layanan Kesehatan. Pada Loket Layanan Kesehatan ini masyarakat akan dilayani dalam pemberian rekomendasi pembebasan/keringanan, pemberian reko-mendasi rujukan untuk mendapatkan per-awatan ke Pemberi Pelayanan Kesehatan III (PPK III) dan pemberian bantuan obat atau alat kontrasepsi. Adapun rumah sakit yang termasuk Pemberi Pelayanan Kesehatan III meliputi RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, RSU

Prof. DR. Soeharso Surakarta, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Kariadi Semarang22. Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan di bidang pen-didikan dapat mendatangi Loket Pen-didikan. Loket Pendidikan ini melayani pemberian beasiswa mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) miskin berprestasi, bantuan biaya pendidikan siswa miskin, bantuan biaya pendidikan non formal, ban-tuan penanganan pekerja anak dan anak putus sekolah.

Pada Loket Sosial dan Ekonomi, ma-syarakat akan mendapat pelayanan yang berkaitan dengan Raskin, PMKS, jaminan sosial lanjut usia terlantar, jaminan sosial penyandang cacat berat, santunan kematian untuk masyarakat miskin, perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH), Program Keluarga Harapan (PKH), pemugaran rumah, pela-tihan Teknologi tepat Guna (TTG), bantuan peralatan industri rumah tangga.

Sejak dilounching pada tanggal 27 Mei 2012 sampai akhir bulan Oktober 2012, masyarakat yang telah mendapatkan pela-yanan UPTPK Kab. Sragen adalah sebagai berikut17:

a. Pemberian Kartu Saraswati: 2.746 orangb. Rekomendasi Biaya/keringa-

nan Berobat:1.929 orang

c. Rekomenadai Rujukan PPK III: 533 pasiend. Rekomendasi Rujukan PPK II : 1.860 pasiene. Rekomendasi Rujukan PPK I : 38 pasienf. Hemodialisa Terverifikasi: 56 orang

17 Hasil Wawancara dengan Kepala UPTPK Kab. Sragen, Suyadi, S.Kes.M.Kes, 13 Nopember 2012

Page 38: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

38 | Edisi 3, Tahun III

g. Psikosis : 119 jiwah. Rekomendasi Siswa Miskin

masuk SD/SLTP/SLTA :765 siswa

i. Rekomendasi Beasiswa Ma-hasiswa Miskin PTN :

32 mahasiswa

j. Rekomendasi Santunan Ke-matian :

1.541 jiwa

k. Bantuan Raskin: 83.366 RTS, 1.250.490 kg

l. Program Perumahan Tidak Layak Huni (RHTL):

1.226 rumah,

4 Milyarm. Bantuan Air Bersih: 945 tangki air

Upaya-upaya Pemerintah Kab. Sra-gen dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin tidak berhenti sampai di sini saja. Pada Tahun Anggaran 2013 UPTPK Kab. Sragen akan meluncurkan sejumlah produk-produk layanan unggu-lan yang saat ini telah sampai pada tahap persiapan akhir. Produk-produk layanan tersebut meliputi bidang kesehatan yaitu Saraswati (Sarase Wargo Sukowati) yang terdiri dari Saraswati Melati, Saraswati Menur dan Saraswati Kenanga. Sedang produk layanan bidang pendidikan yaitu Siswa/mahasiswa Pintar Sukowati ( Sin-tawati ) yang terdiri dari Sintawati Melati, Sintawati Menur dan Sintawati Kenanga 18.

Bagi masyarakat miskin pemegang Kartu Saraswati Melati akan mendapat-kan pelayanan rawat jalan dan inap di puskesmas dan jaringannya, pelayanan gawat darurat di puskesmas dan RSUD Kab. Sragen, pelayanan tingkat lanjut di RSUD Kab. Sragen dengan fasilitas ruang

18 Hasil Wawancara dengan Kepala UPTPK Kab. Sragen, Suyadi, S.Kes.M.Kes, 13 Nopember 2012

perawatan kelas III, pelyanan obat yang masuk Formularium, Hemodealisa, ke-moterapi, radioterapi, pelayanan darah dan ambulance. Dan untuk tempat pelay-anan, PP I yaitu Puskesmas se kab, Sragen, PPK II yaitu RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan RSUD Dr. Soeratno Gemolong, PPK III yaitu RSUD Dr. Moewardi Sura-karta, Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, RSU Prof. Dr. Soeharso Surakarta, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Bagi masyarakat miskin pemegang Kartu Saraswati Menur akan mendapatkan pelayanan rawat jalan dan inap di pusk-esmas dan jaringannya, pelayanan gawat darurat di puskesmas dan RSUD Kab. Sra-gen, pelayanan tingkat lanjut di RSUD Kab. Sragen dengan fasilitas ruang perawatan kelas III, pelyanan obat yang masuk For-mularium, Hemodealisa 10 kali/tahun, kemoterapi, radioterapi, pelayanan darah dan ambulance. Dan untuk tempat pelay-anan, PP I yaitu Puskesmas se kab, Sragen, PPK II yaitu RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan RSUD Dr. Soeratno Gemolong, PPK III yaitu RSUD Dr. Moewardi Sura-karta, Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, RSU Prof. Dr. Soeharso Surakarta, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Bagi masyarakat miskin pemegang Kartu Saraswati Kenanga akan mendapat-kan pelayanan rawat jalan dan inap di puskesmas dan jaringannya, pelayanan gawat darurat di puskesmas, bantuan

Page 39: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 39

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

rawat inap RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan RSUD Dr. Soeratno Gemolong sebesar Rp.250.000 maksimal 2 kali/tahun dengan fasilitas ruang perawatan kelas III, pelayanan obat yang masuk Formularium, Hemodialisa maksimal 5 kali/tahun. Tem-pat pelayanan PPK I Puskesmas se Kab. Sragen dan PPK III di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan RSUD Dr. Soeratno Gemolong.

Selain itu di bidang pendidikan, ma-syarakat miskin pemegang Kartu Sintawati Melati akan mendapat pembebasan biaya operasional sekolah baik sekolah negeri maupun swasta, pembebasan biaya investa-si di sekolah negeri maupun swasta, pem-bebasan sebagian biaya personal/pribadi berupa gratis biaya LKS baik sekolah neg-eri ataupun swasta, gratis biaya kegiatan kepramukaan baik untuk sekolah negeri ataupun swasta, gratis sejumlah buku tulis sejumlah mapel (SD 6 exp, SMP 12 exs) untuk sekolah negeri diusahan dari BOS/BSM, gratis 1 stel pakaian Osis untuk sekolah gratis 1 stel pakaian Osis untuk sekolah negeri diusahan dari BSM ah negeri diusahan dari BSM, gratis 1 stel pakaian pramuka untuk sekolah negeri diusahan dari BSM, gratis 1 stel pakaian batik untuk sekolah negeri diusahan dari BSM, gratis 1 stel pakaian olah raga untuk sekolah negeri diusahakan dari BSM.

Bagi masyarakat miskin pemegang Kartu Sintawati Menur akan mendapat pembebasan biaya operasional sekolah baik sekolah negeri maupun swasta,

pembebasan biaya investasi di sekolah negeri maupun swasta, pembebasan seba-gian biaya personal/pribadi berupa gratis biaya LKS baik sekolah negeri maupun swasta, gratis biaya kegiatan kepramukaan baik sekolah negeri maupun swasta, gratis sejumlah buku tulis sejumlah mapel (SD 6 exp, SMP 12 exs).

Bagi masyarakat miskin pemegang Kartu Sintawati Kenanga akan mendapat pembebasan biaya operasional sekolah baik sekolah negeri maupun swasta, pembe-basan biaya investasi di sekolah negeri mau-pun swasta, pembebasan sebagian biaya personal/pribadi berupa gratis biaya LKS baik sekolah negeri maupun swasta, gratis biaya kegiatan kepramukaan baik sekolah negeri maupun swasta

Selain itu agar program-program yang diselenggarakan UPTPK Kab. Sragen akan lebih mengena dan memiliki impact yang luas di masyarakat maka untuk beberapa produk layanan dibuat suatu penyebutan secara khusus, misal, Program Sang Duta dan Program Roselawati. Program Sang Duta (Santunan/Uang Duka Cita) yaitu berupa santunan yang diberikan kepada ahli waris keluarga miskin yang mening-gal dunia sebesar Rp. 500.000. Sedangkan Program Roselawati ( Roemah Sehat dan Layak Huni Untuk Warga Sukowati) yaitu berupa program bedah rumah untuk warga miskin yang tempat tinggalnya sudah tidak layak dengan tiga (3) indikator utama: atap, lantai dan dinding.

Untuk mendapatkan pelayanan di

Page 40: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

40 | Edisi 3, Tahun III

UPTPK Kab. Sragen, masyarakat menyam-paikan permohonan secara langsung atau melalui kelurahan/desa atau secara on line disertai perlengkapan syarat-syarat permo-honan. Selanjutnya front office menerima, memverifikasi kelengkapan permohonan dan mencocokkan dengan data base induk serta mencatat permohonan tersebut seb-agai salah satu calon penerima pelayanan kemiskinan dari Pemerintah Kab. Sragen. Selanjutnya petugas mengecek kebenaran bahwa pemohon tercantum dalam data base, selanjutnya permohonan diteruskan ke bagian administrasi untuk diverifikasi. Setelah hasil survei menyatakan bahwa per-mohonan ini telah memenuhi persyaratan maka diteruskan ke SKPD pengelola pro-gram bantuan guna mendapatkan proses realisasi. Setelah proses realisasi permoho-nan bantuan selesai maka SKPD menyam-paikan kembali berkas persetujuan permo-honan berikut surat perintah pencairan dana (SP2D) ke UPTPK Kab. Sragen guna diteruskan ke pemohon untuk dicairkan di bank yang telah ditunjuk.

Guna menunjang kelancaran pelaksa-naan tugas dan seiring dengan arus global-isasi yang berbasis Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) maka UPTPK Kab. Sra-gen dilengakapi beberapa komputer den-gan Sistem Informasi Management (SIM) UPTPK. Selain itu terdapat beberapa sistem atau aplikasi yang diimplementasikan un-tuk mendukung penyelenggaraan UPTPK antara lain Aplikasi Kantor Maya (Kantaya) yaitu suatu aplikasi yang digunakan un-tuk saling tukar menukar informasi secara

real time. Aplikasi ini dipergunakan oleh semua SKPD termasuk UPTPK, sampai pada tingkat desa/kelurahan, termasuk instansi vertikal. Dan untuk surat menyurat telah tersedia aplikasi Surat Maya (Surya) yaitu suatu aplikasi yang dipergunakan un-tuk hal yang berkaitan dengan surat meny-urat antar SKPD, termasuk UPTPK dengan desa/kelurahan dan instansi vertikal yang ada di Kab. Sragen. Aplikasi ini merupakan aplikasi yang frekuensi penggunanya pal-ing tinggi karena kebutuhan surat menyurat antar SKPD dilakukan setiap hari. Selain itu UPTPK telah dilengkapi Website dengan alamat http://uptpk.sragenkab.go.id, me-lalui website ini masyarakat bisa mendapat-kan informasi jenis-jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh UPTPK termasuk syarat dan prosedur, mendowload form-form yang digunakan mengisi persyaratan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan UPTPK, memuat pengumu-man dan berita-berita kegiatan UPTPK serta kegiatan-kegiatan seputar penanggu-langan kemiskinan. Demikian juga untuk memperluas net working penanggulangan kemiskinan dengan instansi terkait website http://uptpk.sragenkab.go.id menjalin link dengan Kementrian Sosial, BPS, TNP2K, Pemerintah Kab. Sragen (sragenkab.go.id dan sragenkab.org), .Kantor Pengolahan Data Elektronik (PDE) Kab. Sragen, Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (PKH)19.

19 Hasil Wawancara dengan Kepala UPTPK Kab. Sragen, Suyadi, S.Kes.M.Kes, 13 Nopember 2012

Page 41: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 41

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

Dalam menyelenggarakan pelayanan, pada UPTPK Kab. Sragen mendapatkan biaya operasional dari APBD Kab. Sragen. Sedangkan program-program penanggu-langan kemiskinan yang di SKPD teknis selain mendapatkan anggaran dari APBD Kab. Sragen juga mendapat anggaran dari PBD Propinsi maupun APBN. Selain itu untuk kegiatan-kegiatan tertentu, UPTPK Kab. Sragen juga mendapat dukungan dari berbagai pihak antara lain dari Corpo-rate Forum For Comminity Development (CFCD). CFCD adalah suatu forum atau perhimpunan yang beranggotakan com-munity development yang mewakili dunia usaha dan pekerja sosial lintas sektoral yang salah satu tujuannya adalah mengintegrasi-kan kegiatan corporate social responsibility (CSR). CFCD Chapter Sragen terbentuk pada tanggal 13 Juni 2012 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sragen Nomor 460/184/002/2012 tentang Pengukuhan Pengurus Forum Perusahaan Untuk Pem-berdayaan Masyarakat/Sosial Chapter Kab. Sragen Masa Bhakti 2012-2015 20.

Keberadaan CFCD tersebut sejalan dengan pola kerja yang dijalankan oleh UPTPK yaitu sistematis, luwes dan ter-buka. Dengan pola kerja tersebut maka berarti bahwa semua kegiatan UPTPK berjalan melalui suatu proses dan prose-dur yang berurutan dengan berpedoman pada peraturan yang telah ditetapkan dan

20 Hasil Wawancara dengan Ketua Corporate Forum for Community Development, Ir. Joko Suprapto, MM, 13 Nopember 2012

senantiasa membuka diri terhadap masu-kan dan bantuan dari semua pihak.

Adapun kegiatan-kegiatan UPTPK yang merupakan hasil kerjasama dengan CFCD terwujud antara lain bantuan mobil ambulance, perangkat komputer, bantuan bagi penyandang cacat, bantuan bagi ko-rban bencana alam, bantuan air bersih, biaya pendidikan sekolah dan penataan

lingkungan.

LESSON DAN CATATAN KRITIS

Pada era Otonomi Daerah, penyeleng-garaan publik yang berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, untuk itu diperlukan kepemimpinan yang kreatif, responsif, vi-sioner dan berani mengambil keputusan sebagaimana dimiliki oleh Bupati dan Wakil Bupati Sragen. Inisiasi upaya-upaya pen-gentasan dan penanggulangan kemiskinan dengan membentuk kelembagaan UPTPK Kab. Sragen tidak terlepas dari peran kepe-mimpinan Bupati dan Wakil Bupati Sragen yang kreatif, visioner dan memiliki komit-men kuat untuk melaksanakan perbaikan di bidang pelayanan publik. Pencapaian ini juga tidak lepas dari peran legislatif stakeholder yang senantiasa memberikan saran dan masukan konstruktif sehingga kebijakan pengentasan kemiskinan di Kab. Sragen semakin mengkristal dan berjalan secara lebih efektif dan efisien.

Hal yang sangat penting lainnya

Page 42: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

42 | Edisi 3, Tahun III

adalah efektifnya mesin koordinasi dan komunikasi antara penyelenggara PTSP dan SKPD lain. Koordinasi dan komuni-kasi yang baik terbukti dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul terutama pada awal pembentukan. Pada awal penyelenggaraan PTSP merupakan masa-masa kritis karena pada umum-nya masing-masing SKPD masih terpola mindset lama dengan mengedapankan ego sektoral. Sehubungan hal tersebut karena kesuksesan penyelenggaraan PTSP meru-pakan tanggungjawab bersama maka diter-bitkan Keputusan Bupati Sragen Nomor 503/233/03/2003 tentang Pembentukan Tim Teknis Pelayanan Perizinan Kab. Sra-gen dan Keputusan Bupati Sragen Nomor 060/159/03/2002 yang beranggotakan ke-pala SKPD teknis terkait. Dengan demikian PTSP dan SKPD teknis sama-sama bertang-gungjawab dan harus selalu menjalin koor-dinasi dan komunikasi untuk memberikan pelayanan perizinan kepada masyarakat.

RUANG REPLIKASI Guna mendorong replikasi penye-

lenggaraan upaya pengentasan kemiski-nan di daerah lain sebagaimana yang telah dilaksanakan di Kab. Sragen maka

persyaratan utama yang harus ada adalah komitemen Kepala Daerah dan SKPD ter-kait serta dorongan dari stakeholder yang ada. Untuk hal-hal teknis lainnya, replikasi dapat dimulai dengan mengadopsi apa yang telah dikembangkan oleh UPTPK Kab. Sragen.

Dari pengalaman penyelenggaraan UPTPK Kab. Sragen selama ini telah mendapatperhatian serius dari pemerintah pusat, khususnya dari Kementrian PAN dan RB dan Kementrian Dalam Negeri maupun pihak-pihak perguruan tinggi negeri dan LSM telah nmendorong un-sur eksekutif, legislatif, Non Goverment Organisation dari daerah lain berkunjung untuk melaksanakan study banding dan kajian ke UPTPK Kab. Sragen.

Untuk mendukung upaya UPTPK Kab. Sragen dalam memberikan kesempa-tan yang luas kepada lembaga dan pemerin-tah daerah lain untuk melaksanakan kajian dan pembelajaran bersama telah disediakan berbagai referensi antara lain Buku Kum-pulan Peraturan Daerah, Contoh Form Pelayanan, Buku Standart Operational Prosedure (SOP), Brosur/leaflet, CD dan lain-lain .

***

Page 43: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 43

UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENYELENGGARAAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN (UPTPK) KAB. SRAGEN

DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia, Undang-undang Dasar 1945

2. Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerin-tahan Daerah

3. Indonesia, Tim Nasional Percepa-tan Penanggulangan Kemiskinan “ Panduan Penanggulangan Ke-miskinan “, tahun 2011

4. Sragen, Surat Keputusan Bupati sra-gen Nomor 511.1/186.1/102/2010 tentang Pembentukan Tim Koordi-nasi dan Tim Sekretariat Koordi-nasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kab. Sragen Tahun 2010

5. Sragen, “ Sragen Dalam Angka Tahun 2011” Tahun 2011

6. Sragen, Peraturan Bupati Sragen No-mor 2 tahun 2012 tentang Pemben-tukan Unit Pelayanan Terpadu Pen-anggulangan Kemiskinan (UPTPK) Kab. Sragen

7. Parsudi Suparlan, Kemiskinan Di Perkotaan, Yayasan Obor Indone-sia, 1995

Page 44: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

44 | Edisi 3, Tahun III

“DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUT

(Mencermati Realitas Pelayanan Masyarakat Miskin Di Pronvinsi NTT)

Oleh: Kamilus Seran1

Peningkatan pelayanan publik, tidak terjadi pada lembaga atau kegiatan saja. Pada sektor perekonomian pelayanan publik perlu untuk ditingkatkan. Dengan adanya “DEMAM” Desa/kelurahan Mandiri Anggur Merah (Ang-garan Untuk Rakyat Menuju Sejahtera) : Model Program Pelayanan Dan Pemberdayaan Masyarakat Akar Rumput (petani, nelayan dan kelompok UMKM), meningkatkan pelayanan publik dengan mencermati realitas pe-layanan masyarakat masyarakat miskin di Provinsi NTT.

Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) pada tahun 2009-2013, men-gurut pada RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), me-miliki tekad untuk mewujudkan visi (pembangunan) yakni “Terwujudnya masyarakat Nusa Tenggara Timur yang berkualitas, adil dan demokratis, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dengan tekad ini NTT mengembangkan pelayanan publik dalam bidang ekonomi khususnya masyarakat akar rumput.

Mengoptimalkan peran pemerintah, fasilitator dan masyarakat sebagai subjek yang mengembangkan dana segar yang digelontorkan oleh pemer-intahan daerah, maka pemberdayaan masyarakat akar rumput dapat diim-plementasikan dengan berbagai manfaat yang akan terasa oleh masyarakat. Wujudkan pelayanan publik lewat pemberdayaan masyarakat akar rumput, dengan proses DEMAM.

1 Penulis Peserta Lomba Karya Tulis Reformasi Birokrasi Kategori Mahasiswa dari Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero - Maumere - Flores NTT 86152

Page 45: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 45

“DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUT

PENDAHULUAN

Di tengah krisis finansial yang me-landa dunia, para ekonom dan pelaku bisnis berbicara tentang

laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Se-bagai negara yang sanggup menghadapi terjangan krisis global, Indonesia mendapat perhatian dunia internasional. Yukitoshi Funo, Executive Vice President pada TMC (Toyota Motor Corporation) misalnya, menilai bahwa Indonesia terus bertumbuh secara signifikan dalam bidang ekonomi. Funo memandang Indonesia sebagai negara penting bagi TMC. “Di Indonesia, target penjualan satu juta unit mobil per tahun terasa belum cukup,” demikian Funo.2

Selain Yukitoshi Funo, terdapat Chris-tine Lagarde. Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) ini berpesan agar tak perlu ada yang menepuk dada di Indonesia. Tinjauan IMF atas ekonomi Indo-nesia menunjukkan bahwa ekonomi negara ini solid. Kebijakan fiskalnya penuh perha-tian sehingga keuangan publik terkendali. Harapan Lagarde, antara lain menyebutkan agar ekonomi Indonesia bertumbuh secara berkesinambungan dan lapangan pekerjaan terus tercipta.3

Beberapa waktu lalu, Harian Umum Media Indonesia pun menurunkan berita tentang ekonomi Indonesia di tangan SBY

2 Ahmad Punto, ”Mengenal Dekat Pasar Indo-nesia”, Media Indonesia, 24 September 2012, hlm. 19 kol. 1.

3 Desi Anwar, “Tidak Perlu Menepuk Dada”, Media Indonesia, 25 Agustus 2012, hlm. 11, kol. 5.

– Boediono selama tiga tahun belakangan. Data BPS misalnya, menunjukkan pada 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih 4,5%. Namun, pada 2011 melesat menjadi 6,5%. Sementara itu, secara statistik angka kemiskinan terus berkurang. Pada 2010, tingkat kemiskinan mencapai 13,33%. Namun, pada Maret 2012 berkurang men-jadi 11,69% atau 29,13 juta jiwa.4 Secara akal sehat, data ini merupakan angin peruba-han yang menghembus kegembiraan bagi publik Indonesia.

Ekonomi Indonesia memang ce-merlang. Akan tetapi, hukum Indonesia melorot. Jika benar saat ini Indonesia se-dang disetir oleh kaum oligarki, negara ini berpotensi tercebur dalam “demokrasi semu”. Rusia merupakan sebuah contoh. Pada 2000, bekas Soviet itu mengalami krisis politik. Kaum oligarki Rusia saat itu mendapatkan kekayaannya dengan kecurangan-kecurangan. Para gubernur daerah sering merupakan para bos lokal yang dengan nafsu besar melakukan ko-rupsi. Seorang oligarki minor dengan repu-tasi bersih, akhirnya buka mulut. Tuturnya, “Semua telah melanggar hukum atau yang lainnya. Anda tidak bisa melakukan bisnis di Rusia tanpa melanggar hukum. Putin mengetahui hal itu. Jadi mengatakan ia menegakkan hukum adalah omong kosong belaka. Ia secara selektif menggunakannya (hukum) untuk tujuan-tujuan politik”.5

4 Rudy Polycarpus, “Ekonomi Cemerlang, Hukum Terseok”, Media Indonesia, 22 Oktober 2012, hlm. 1, kol.1.

5 Fareed Zakaria, Masa Depan Kebebasan, pen-

Page 46: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

46 | Edisi 3, Tahun III

Wajah politik Indonesia tampak tak jauh berbeda dari Rusia di tahun 2000. Dalam penegakan hukum, Indonesia ke-lihatannya belum cukup terbuka dan tu-lus mengabdi kebenaran. Masing-masing lembaga publik masih memelihara klaim kebenaran sendiri-sendiri. Perseteruan antara Polri dan KPK, atau DPR dan KPK beberapa waktu lalu merupakan fakta yang tak diragukan lagi.

Situasi konfliktual seperti ini pada saa-tnya turut membidani lahirnya bentuk-ben-tuk ketidakadilan dalam pelayanan publik. Pejabat publik yang terjerat hukum dapat bebas melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Slogan-slogan pelayanan sering tak lebih dari “omong kosong” yang memberi hiburan palsu untuk masyarakat akar rumput. Jika hal ini dilegitimasi oleh para petinggi republik ini, maka sadar atau tidak, pelayanan publik di negeri ini bakal kehilangan orientasinya untuk mewujud-kan kesejahteraan umum.

Mengingat praktik KKN yang masih menggerogoti birokrasi di negeri ini, maka fokus tulisan ini adalah mencermati pro-gram DEMAM atau Desa Mandiri Anggur Merah (Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera), sebuah program pemberdayaan yang digagas oleh pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur. Pertanyaan kunci yang hendak dijawab dalam karya ini adalah apakah program DEMAM sebagai sebuah bentuk pemberdayaan masyarakat akar

terj. Ahmad Lukman (Jakarta: Ina Publikatama, 2003), hlm. 106-107.

rumput dapat diandalkan demi pelayanan publik di tengah praktik korupsi yang telah mencemari banyak instansi publik?

IPROGRAM “DEMAM”: VISI DASAR DAN IMPLEMENTASI

Jika ditinjau secara mendalam, pro-gram DEMAM atau Desa/kelurahan Mandiri Anggur Merah (Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera) dapat ditemukan akarnya dalam program nasional “Nusan-tara Agroekosistem” yang dicanangkan oleh Departemen Dalam Negeri melalui Di-rektorat Jenderal Pemberdayaan Masyara-kat Dan Desa. Nusantara Agroegosistem sendiri merupakan “sistem mengemas ke-giatan usaha bisnis pertanian, serta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah/UMKM yang bersifat integral komprehensif / holistik / menyeluruh untuk mencapai peningkatan pendapatan dan daya beli menuju kese-jahteraan masyarakat, bangsa dan negara.”6

Adapun Nusantara Agroekosistem pada prinsipnya adalah solusi konkret atas empat krisis utama dalam kehidu-pan bangsa dan negara (Indonesia), yang mana dalam praksis lebih dikenal dengan term “krisis multidimensi”. Secara ringkas, keempat krisis bangsa dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, krisis moral, akhlak dan budi pekerti. Sebagai bangsa yang mendasar-kan keyakinannya pada Ketuhanan Yang

6 Departemen Dalam Negeri, NUSANTARA Agroekosistem (Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, 2005), hlm. 10.

Page 47: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 47

“DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUT

Maha Esa, krisis dalam hidup berbangsa dan bernegara dapat dicermati dari pers-pektif keagamaan. Dalam pemahaman ini, tutur kata, sikap dan tindakan warga negara senantiasa diekspresikan oleh kekuatan iman dan moralitas yang dimiliki.7

Akan tetapi, fakta berbicara lain. pe-nyimpangan moral terjadi di mana-mana. Bangsa Indonesia seakan-akan tak memiliki lagi sosok panutan penegak kejujuran dan kebenaran universal. Deviasi moral dalam praktik hidup berbangsa dan bernegara seolah telah membudaya. Hal ini tampak jelas misalnya, dalam tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.8

Dengan uraian ringkas di atas, sebuah kesimpulan sederhana dapat ditarik di sini. Dalam banyak hal, para pejabat publik di negeri ini tidak setia dan konsisten dalam mengupayakan kepentingan umum. Ke-banyakan politisi, wakil rakyat dan penegak hukum lebih berorientasi pada kepentingan kelompok dan golongan. Konsekuensinya, kepentingan umum diabaikan atau kurang diperhatikan.

Kedua,krisis sosial budaya. Secara so-sio-antropologis, bangsa Indonesia bersifat

7 Ibid., hlm. 2. 8 Di negara-negara sedang berkembang, tindakan

korupsi telah menjadi batu sandungan dalam proses pembangunan. Korupsi bisa terjadi karena ketamakan dan keleluasaan para pejabat publik. Lih. Jomo Kwame Sundaram, “Good Governance, Anti-Corruption, and Economic Development”, dalam Robert I. Rotberg (ed.), Corruption, Global Security, And World Order (Washington: Brooking Institution Press, 2009), hlm. 459-462.

heterogen dalam aspek suku, budaya, adat istiadat, agama, bahkan kelompok dan golongan. Heterogenitas itu dalam terang Pancasila sebagai dasar negara di-rumuskan dalam prinsip “Bhineka Tunggal Ika”, berbeda-beda namun menyatu dalam ikatan Bangsa Indonesia (unity in diversity). Permasalahan yang menjadi kegelisahan bersama adalah nilai-nilai seperti seman-gat kebersamaan dan kegotong-royongan mulai memudar. Ketidakteraturan sosial (social disorder) disinyalir terjadi sebagai akibat dari tersingkir atau tersepaknya nilai-nilai budaya sebagai pengatur sikap dan perilaku dalam kehidupan bersama.9

Bertolak belakang dengan prinsip kebersamaan dan kegotongroyongan se-bagai nilai-nilai budaya, perilaku sosial yang justru menonjol adalah sikap indi-vidual dan primordial sempit, serta lebih mementingkan diri sendiri, kelompok dan golongan, ketimbang kepentingan umum. Di tengah ketimpangan hidup sosial ini, tingkat kriminalitas melejit sebagaimana kejahatan terjadi di mana-mana. Tawuran antarwarga bahkan antarpelajar / maha-siswa telah menjadi berita lumrah. Hukum positif yang diharapkan mampu mengatur ketenteraman dan ketertiban dalam hidup bersama tak dihiraukan. Koruptor, teroris, pengedar narkotik dan preman terkesan dibiarkan bebas berkeliaran. Sebuah pe-mandangan yang menunjukkan bangsa ini sedang sakit. Dalam kondisi seperti itu, harapan kolektif sebagai satu bangsa

9 Departemen Dalam Negeri, Op. Cit., hlm. 3-4.

Page 48: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

48 | Edisi 3, Tahun III

tak lain adalah penegakan hukum yang disertai komitmen untuk mengupayakan pembinaan sosial budaya yang kompre-hensif bagi setiap warga negara.10

Ketiga, krisis sosial politik. Jika politik dipahami sebagai seni mengatur kepent-ingan bersama, maka dunia politik tak pernah dipisahkan dari dunia kehidupan sosial. Yang sosial dan yang politis selalu berbarengan, ibarat dua sisi dari koin yang sama. Karena dua unsur ini selalu bertau-tan, maka dalam perpolitikan ketika warga negara menuntut hak-hak politisnya, pada saat yang sama warga negara juga mau tak mau menunjukkan kewajiban-kewa-jibannya sebagai makhluk sosial. Sebagai warga negara, manusia berhak memberikan segala sesuatu yang terbaik yang dimil-ikinya untuk kepentingan sesama, negara dan bangsa.

Akan tetapi, kolektivitas, solidari-tas, sosialitas dan keharmonisan dalam kehidupan sosial politik berangsur melo-rot. Sering terjadi, bahwa orang mudah berteriak ketika hak-hak asasinya dilang-gar. Kerap warga negara lupa bahwa selain HAM (hak asasi manusia), terdapat pula KAM (kewajiban asasi manusia) dan TAM (tanggung jawab asasi manusia). Karena itu, idealnya kewajiban dan tanggung jawab asasi manusia sebagai warga negara semes-tinya didahulukan, dikedepankan terlebih dahulu, sebab dengan ini hak-hak asasi dapat diperjuangkan secara lebih seimbang. Jika hak, kewajiban dan tanggung jawab

10 Ibid.

warga negara tak lagi seimbang, kehidupan bersama dan soliditas masyarakat mudah goyah dan retak.11

Dalam satu dekade terakhir, praksis politik di Indonesia tak lepas dari keke-liruan memahami demokrasi sebagai ke-bebasan yang mengarah pada ketiadaan tanggung jawab atau krisis kepedulian sosial. Kelompok atau golongan tertentu memperjuangkan kepentingan-kepentin-gannya tanpa secara kritis mempertimbang-kan eksistensi sesamanya. Demokrasi yang dari hakekatnya mengutamakan prinsip seperti musyawarah untuk mufakat, rasion-alitas dan bonum commune justru direduksi menjadi kepentingan elite tertentu yang cenderung mengorbankan kehidupan pub-lik. Hak dan kewajiban politis kaum berdasi atau pejabat publik tak lagi dihayati secara rasional dan etis.

Keempat, krisis sosial ekonomi. Tak hanya krisis akhlak – budi pekerti, sosial budaya, sosial politik, tapi juga sosial eko-nomi. Sebagai negara agraris dan maritim, Indonesia memiliki sekitar 70% penduduk yang bekerja di sektor pertanian, peter-nakan, dan nelayan. Permasalahan yang tak terhindarkan adalah kelompok mayoritas ini belum memperoleh kehidupan yang layak, lantaran masih berkutat dengan berbagai bentuk krisis seperti kemiskinan, pengangguran, ketertinggalan dalam du-nia pendidikan dan kesulitan mendapat layanan kesehatan.12

11 Ibid., hlm. 5.12 Ibid., hlm. 8.

Page 49: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 49

“DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUT

Dalam situasi seperti ini, daya nalar masyarakat cenderung melorot. Akibatnya mereka terbelakang dan tak berdaya ketika berhadapan dengan kekuatan global ber-nama kapitalisme. Mereka mudah terseret dan tereksploitasi oleh arus globalisasi yang ditunggangi kaum pemilik modal. Dalam konteks ini, pertanyaan-pertanyaan yang mesti dijawab secara tuntas adalah mengapa kaum petani, nelayan dan kelom-pok UMKM sulit diberdayakan? Mengapa usaha-usaha mereka kurang produktif? Mengapa pula situasi masyarakat yang tak berdaya ini selalu bertabrakan dengan ke-bijakan-kebijakan pemerintah yang kurang atau bahkan tidak menjawab kebutuhan riil masyarakat petani, nelayan dan kelompok UMKM?

Mengingat negara ini merupakan negara agraris dan maritim, maka seb-agai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, langkah yang segera ditempuh adalah sudah saatnya fokus pemberdayaan (rakyat) diarahkan kepada kaum petani, ne-layan dan kelompok UMKM. Dengan pro-gram-program pemberdayaan, diharapkan pendapatan petani dan nelayan meningkat dan daya beli mereka ikut terdongkrak.13

Dengan mencermati krisis-krisis ini, menurut Departemen Dalam Neg-eri Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, solusi konkret atas persoalan-persoalan (krisis-krisis) terse-but adalah NUSANTARA AGROEKO-SISTEM. Sebagaimana telah dijelaskan di

13 Bdk. Ibid., hlm. 8-9.

atas, Nusantara Agroekosistem merupakan sistem mengemas kegiatan usaha bisnis pertanian, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah/UMKM yang bersifat integral, komprehensif / holistik / menyeluruh un-tuk mencapai peningkatan pendapatan dan daya beli menuju kesejahteraan masyara-kat, bangsa dan negara.

Berdasarkan pengertian ini, penulis memahami bahwa sebagai bentuk kebi-jakan pemerintah daerah (provinsi) untuk memberdayakan masyarakat akar rumput (petani, nelayan dan kelompok UMKM), DEMAM merupakan kebijakan publik yang memiliki dasar dan latar belakang yang dapat ditemukan dalam kebijakan atau strategi pemberdayaan yang dirumuskan oleh Departemen Dalam Negeri.

Dengan demikian, seturut RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menen-gah Desa) daerah provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2009 – 2013, seluruh stakehold-ers pembangunan bertekad mewujudkan visi (pembangunan) yakni, “Terwujud-nya masyarakat Nusa Tenggara Timur yang berkualitas, adil dan demokratis, dalam bingkai Negara Kesatuan Repub-lik Indonesia”.14 Visi dasar ini kemudian (akan) diwujudkan melalui program pem-bangunan yang mencakup delapan agenda utama yakni, pertama, pemantapan kualitas pendidikan. Kedua, pembangunan bidang

14 Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Timur, Per-aturan-Peraturan Program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah (Kupang: Bappeda NTT, 2011), hlm. 13.

Page 50: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

50 | Edisi 3, Tahun III

kesehatan. Ketiga, pembangunan ekonomi. Keempat, pembangunan infrastruktur. Ke-lima, pembenahan sistem hukum (daerah) dan keadilan. Keenam, konsolidasi tata ru-ang dan pengelolaan lingkungan hidup. Ketujuh, pemberdayaan perempuan, anak dan pemuda. Kedelapan, agenda khusus; penanggulangan kemiskinan, pembangu-nan daerah perbatasan, pembangunan dae-rah kepulauan, dan pembangunan daerah rawan bencana.15

Sebagai penjabaran lebih lanjut dari agenda ketiga (pembangunan ekonomi), dan teristimewa sebagai strategi percepa-tan pencapaian sasaran pembangunan ekonomi, maka ditetapkan empat tekad pembangunan yakni, pertama, menjadikan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi jag-ung. Kedua, mengembalikan Nusa Tenggara Timur sebagai gudang ternak nasional. Ke-tiga, mengembalikan keharuman cendana Nusa Tenggara Timur. Keempat, mewujud-kan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi koperasi.16 Sebagai strategi, keempat tekad ini diidealkan dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan pembangunan di NTT seperti, rendahnya pendapatan per kapita yang baru mencapai 35% dari rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nasional, tingginya angka kemiski-nan penduduk yang mencapai 23,03% ta-hun 2009 (21,03% pada 2011), rendahnya produktivitas tenaga kerja terutama di sektor pertanian, dan rendahnya daya beli

15 Ibid.16 Ibid.

masyarakat terutama di daerah perdesaan.17

Dengan pembangunan di daerah perdesaan, diharapkan fondasi pereko-nomian daerah diperkuat, pengentasan kemiskinan dipercepat dan kesenjangan antarwilayah dapat dijembatani. Meng-ingat mayoritas penduduk di desa terdiri dari kaum petani, maka pembangunan perdesaan identik dengan pembangunan pertanian yang memerlukan dukungan kebijakan dan rencana aksi multisektoral.18

Dalam rangka percepatan pembangu-nan daerah perdesaan, dan sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat melalui paradigma penganggaran pembangunan – “Anggur Merah”, maka ditetapkan ke-bijakan operasional pembangunan berba-sis Desa/Kelurahan yakni, pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah.

17 Total angka kemiskinan menunjukkan bahwa se-bagian besar penduduk miskin ada di perdesaan. Umumnya mereka adalah kaum petani. Oleh sebab itu pembangunan di wilayah perdesaan terasa penting dan mendesak. Lih. Ibid. hlm. 13-14.

18 Sektor-sektor yang dimaksud antara lain: pertama, peningkatan kegiatan investasi, input produksi, pengelolaan pertanahan, pengembangan lahan usaha, dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Kedua, pengembangan sumber daya manusia, pemberdayaan masyarakat (petani-nelayan), serta penyediaan pelayanan sosial dasar. Ketiga, penyediaan insentif untuk kegiatan produksi, industrialisasi pertanian, pengembangan sistem perdagangan dan pemasaran produk, dan pen-jaminan harga produk pertanian. Keempat, pe-nyediaan prasarana dan sarana perdesaan, serta pengembangan sarana permukiman perdesaan. Lih. Ibid., hlm. 14.

Page 51: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 51

“DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUT

Dengan mencanangkan kebijakan ini, pemerintah provinsi hendak mengalokasi-kan dana segar senilai Rp. 250 juta per desa/kelurahan sasaran di setiap kecamatan di kabupaten/kota se-NTT. Bermodalkan dana segar ini, pembangunan Desa/Ke-lurahan Mandiri Anggur Merah diarahkan untuk mampu menciptakan masyarakat desa yang maju dan produktif. Praktisnya dapat ditegaskan bahwa program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah dilak-sanakan secara partisipatif, transparan dan terpadu dengan melibatkan semua stake-holders melalui pengembangan ekonomi produktif. Untuk itu, hal yang diperlukan di sini antara lain pendataan mengenai kara-kteristik, potensi dan keunggulan ekonomi komparatif desa/kelurahan sasaran. Agar konsistensi pelaksanaannya tetap terjamin, maka ditetapkan pedoman pelaksanaan pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah 2011-2013 sebagai acuan

seluruh pemangku pembangunan.

PELUANG DAN TANTANGAN

1. Globalisasi Dan Penguatan Masyarakat Akar Rumput

Globalisasi bergulir amat cepat. Ia seperti gelombang tsunami yang mener-jang, menyapu, mengayak dan menyeret. Mereka yang lamban beradaptasi, akan mudah terseret arus dahsyat bernama glo-balisasi. Mereka yang tak siap dan tak pan-dai beradaptasi tidak hanya terseret oleh paham globalisasi. Mereka malah terkubur

di tengah keramaian budaya global yang kerap tidak mudah dipahami, lantaran se-cara begitu saja ditiru atau diadopsi.

Globalisasi yang ditunggangi kaum kapitalis global dapat dengan mudah mencederai kelompok usaha ekonomi mikro yang dijalankan oleh masyarakat akar rumput yang umumnya masih cukup lemah secara ekonomis (modal usaha ma-sih sangat minim). Jika realitas berbicara demikian, bagaimana seharus masyarakat akar rumput diberdayakan? Menurut he-mat penulis, program DEMAM sebagai sebuah model penguatan masyarakat lokal patut diapreasiasi.19 Model ini menarik se-bab ia membuka peluang bagi kaum rakyat miskin untuk secara kreatif mengusahakan dana segar yang dicairkan dari kas daerah. Masyarakat dapat membentuk kelompok-kelompok usaha bersama seperti koperasi dan kelompok usaha tani. Dengan model usaha seperti ini, seorang fasilitator yang menurut program DEMAM ditempatkan di setiap desa/kelurahan sasaran, diharapkan mampu mengawasi gerak maju kelompok-kelompok kreatif yang idealnya berjumlah tujuh hingga lima belas kelompok.

19 George Ritzer menyebut gerakan kelompok-kelompok kecil pada tingkat lokal sebagai upaya untuk menghadapi globalisasi sebagai sebuah fenomena, namun gerakan kelompok-kelompok akar rumput ini seutuhnya tetap merupakan fenomena lokal (local phenomena). Lih. George Ritzer, Globalization, A Basic Text (Oxford: Blackwell Publishing, 2010), hlm. 499.

Page 52: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

52 | Edisi 3, Tahun III

2. “DEMAM”: Angin Peruba­han Dan Pemberdayaan

Program DEMAM telah berjalan selama dua tahun belakangan ini (2011-2012). Penulis mencermati dan memahami kerangka konseptual dan kisah imple-mentasinya di lapangan. Jika program DEMAM sungguh-sungguh dijalankan sebagai sebuah model pelayanan publik yang berhaluan pemberdayaan bagi lebih banyak masyarakat akar rumput, maka pada gilirannya program ini akan sungguh bermanfaat untuk sebuah perubahan pada tataran masyarakat basis.

Dengan demikian, kunci kesuksesan terletak pada pemerintah, fasilitator dan masyarakat sebagai subyek yang mengem-bangkan dana segar yang digelontorkan oleh pemerintah daerah. Jika kerangka konseptual program pemberdayaan ini sungguh diimplementasikan, maka man-faat-manfaat berikut ini akan terasa riil di lapangan:

1. Kemampuan untuk memenuhi kebutu-han hidup keluarga ditopang. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana biaya pendidikan anak dirasa semakin mudah direncanakan.

2. Lingkungan hidup kian bebas dari pen-garuh (semangat) judi.

3. Kesadaran menabung makin tinggi.

4. Rasa setia kawan makin ditingkatkan; malahan makin menjadi lebih spontan.

5. Ada dana (modal) untuk memperlancar pekerjaan dan meningkatkan usaha.

3. Jalan Terjal Pemberdayaan Masyarakat Akar Rumput

Berbicara tentang DEMAM sebagai satu bentuk pemberdayaan masyarakat akar rumput, tentunya tak terlepas dari prinsip subsidiaritas dan solidaritas. Dalam program DEMAM yang diluncurkan oleh pemerintah daerah Provinsi NTT, terdapat inisiatif pemerintah untuk mengambil lang-kah pemberdayaan. Seperti deskripsi di awal tulisan ini, DEMAM mempunyai sa-saran pada desa/kelurahan miskin. Pada tataran ideal, pemerintah tampaknya hen-dak mengentas realitas kemiskinan yang tengah mendera masyarakat akar rumput.

Dalam pemahaman pemberdayaan ini, DEMAM dapat diapresiasi sebagai sebuah terobosan positif dan urgen un-tuk menghadapi realitas saat ini dengan segala bentuk tantangannya dalam bingkai guliran globalisasi. Akan tetapi, tantangan yang tak boleh disepelekan adalah dalam program DEMAM dana segar senilai 250 juta rupiah itu semata-mata digelontor-kan dari kantong-kantong kekuasaan, se-dangkan masyarakat cukup menyisihkan waktu dan tenaga. Fatalisme dapat tercipta dalam situasi seperti ini, manakala rakyat memelihara paham bahwa kaum yang berkuasa adalah mereka yang memiliki modal. Rakyat cenderung memelihara sifat kebergantungan dalam pemahaman seperti ini. Dengan demikian, program DEMAM sebagai satu bentuk pemberdayaan ma-syarakat akar rumput mesti disikapi secara

Page 53: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 53

“DEMAM”: MODEL PROGRAM PELAYANAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT AKAR RUMPUT

hati-hati, agar rakyat tetap berada sebagai subyek yang bertanggung jawab penuh atas dana segar yang digelontorkan oleh pemerintah. Dengan kata lain, rakyat tak boleh terjebak dalam paham bahwa dana dalam program DEMAM semata-mata merupakan dana bantuan dari pemerintah.

Keadaan seperti ini mesti disikapi secara hati-hati. Sebab realitas masyara-kat miskin seperti yang dijumpai di NTT hanya dapat menyelesaikan permasalah-annya sendiri, apabila ada kesadaran dan kecakapan dalam mengelola sumber daya ekonomi yang ada. Jika demikian, berbagai lilitan budaya dan belenggu sistem pereko-nomian yang sentralistis, mesti dipatahkan.

Dengan gagasan ini, maka praktik pemberdayaan ekonomi masyarakat den-gan memberikan bantuan tunai langsung atau membagi-bagikan uang kepada kaum miskin, harus ditinjau kembali. Bantuan sejatinya diberikan untuk “merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat miskin.” Dengan demikian, jelas bahwa pemerintah tidak boleh terlampau berkonsentrasi pada bantuan-bantuan kari-tatif, tetapi pada program-program pem-berdayaan. Bantuan yang melulu bersifat karitatif justru membuat masyarakat sema-kin bersedia untuk disebut sebagai orang miskin, dan akan marah ketika namanya tidak tercantum pada daftar orang miskin.

NTT merupakan contoh yang baik. Berdasarkan data BPS pada tahun 1998, ada 42,23% penduduk NTT yang digolongkan miskin. Jumlah ini meningkat pada tahun

1999 yakni, 46,73%. Pada tahun 2000 ter-jadi penurunan hingga mencapai 36,52%. Namun pada tahun 2006, ternyata jumlah rumah tangga miskin yang mau menerima bantuan tunai langsung tercatat sebanyak 65,42%.20 Dengan demikian menjadi jelas bahwa bantuan dana langsung tidak ber-manfaat untuk memberikan rasa percaya diri kepada masyarakat untuk menum-buhkan ekonominya, tetapi justru mem-perlemah masyarakat.

Kesimpulan Program DEMAM sebagai upaya

pemberdayaan masyarakat akar rumput merupakan kebijakan yang sungguh-sungguh memihak dan menyokong karena berhaluan ekonomi kerakyatan. DEMAM sebagai sebuah jalan pemberdayaan ma-syarakat akar rumput di tengah terjangan globalisasi dan segala eksesnya, patut dia-presiasi sebagai bentuk pelayanan pub-lik yang memihak lebih banyak rakyat miskin. Program ini dikatakan memihak rakyat karena secara konseptual ia menye-diakan ruang bagi kreativitas masyarakat akar rumput sebagai subyek perubahan itu sendiri. Dengan demikian, hal yang mesti diawasi di sini adalah kewasdaan kolektif yang disertai komitmen bersama agar dana yang dicairkan oleh pemerintah daerah demi pelayanan dan pemberdayaan publik itu sungguh-sungguh dimanfaatkan secara proporsional.

20 Budi Kleden, Kampung, Bangsa, Dunia (Maumere: Penerbit Ledalero, 2008), hlm. 22-23.

Page 54: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

54 | Edisi 3, Tahun III

RekomendasiTiga hal yang dapat dijadikan reko-

mendasi penting berkenaan dengan imple-mentasi program DEMAM antara lain:

1. Oleh sebab program ini merupakan bentuk pelayanan dan pemberday-aan masyarakat akar rumput, maka sedapat mungkin pemerintah daerah NTT dapat menerapkan prinsip subsid-iaritas dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip program DEMAM.

2. Oleh sebab masyarakat akar rumput sering terjerumus dalam bahaya ro-mantisme kemiskinan, maka sedapat mungkin fasilitator program DEMAM mencerahkan masyarakat dalam desa/kelurahan sasaran, agar dana segar dalam program DEMAM tidak di-pandang semata-mata sebagai dana bantuan dari pemerintah.

3. Program DEMAM dapat menjadi model pelayanan dan pemberdayaan masyarakat akar rumput di provinsi-provinsi lain di Indonesia.

***

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Desi. 2012. “Tidak Perlu Me-nepuk Dada”. Media Indonesia, 25 Agustus.

Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peraturan-Peraturan Pro-gram Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah. Kupang: Bappeda NTT, 2011.

Departemen Dalam Negeri. NUSAN-TARA Agroekosistem. Jakarta: Di-rektorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, 2005.

Kleden, Budi. Kampung, Bangsa, Du-nia. Maumere: Penerbit Ledalero, 2008.

Polycarpus, Rudy. 2012. “Ekonomi

Cemerlang, Hukum Terseok”. Me-dia Indonesia, 22 Oktober.

Punto, Ahmad. 2012. ”Mengenal Dekat Pasar Indonesia”. Media Indonesia, 24 September.

Ritzer, George. Globalization, A Basic Text. Oxford: Blackwell Publish-ing, 2010.

Rotberg, Robert I. (edit.). Corruption, Global Security, And World Order. Washington: Brooking Institution Press, 2009.

Zakaria, Fareed. Masa Depan Kebebasan, penerj. Ahmad Lukman. Jakarta: Ina Publikatama, 2003.

Page 55: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 55

“KMS”1 SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH

DI KOTA YOGYAKARTAOleh: Dhenok PanuntunTri Suci Asmawati, S.H2

Parameter kemiskinan bersifat dinamis, antara fakir miskin, miskin, dan hampir miskin, dapat berubah dengan kondisi perekonomian yang tidak menentu. Berdasarkan hal tersebut perlu ada pendataan disetiap tahunnya untuk pemuktahiran data kemiskinan

Program KMS masuk dalam Best Practices penanggulangan kemiskinan di Kota Yogyakarta. Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan dalam penanggulangan kemiskinan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang dihitung berdasarkan indikator pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh BPS selama beberapa tahun tera-khir posisi IPM Kota Yogyakarta berada pada peringkat dua atau tiga untuk kategori kota di Indonesia.

Selain menentukan parameter kemiskinan, pemerintah Kota Yogyakarta juga memiliki mekanisme pendataan sendiri yang diatur dalam Peraturan Walikota Yogyakarta yang terbaru yaitu Peraturan Walikota Nomor 11 Ta-hun 2012 tentang Pedoman Pendataan Keluarga Miskin di Kota Yogyakarta. Peraturan tersebut merupakan pedoman terbaru setelah beberapa kali ada penyempurnaan.

1 KMS merupakan identitas masyarakat miskin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Sosial, Tenagakerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta dilakukan update data setiap tahun. KMS di Kota Yogyakarta ditentukan dengan parameter yang ditentukan oleh Kota Yogyakarta.

2 Mahasiswa di Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Page 56: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

56 | Edisi 3, Tahun III

A. Latar Belakang

Parameter kemiskinan di Indonesia belum memiliki standar baku dan petunjuk yang jelas, masing-masing

pemerintah daerah dan pemerintah pusat membuat parameter sendiri. Selain param-eter, metode pengukuran dan telaah atas pa-rameter sangat menentukan data kemiski-nan. Parameter kemiskinan merupakan point penting dalam menentukan tingkat kemiskinan disuatu wilayah. Tingkat ke-miskinan disuatu wilayah terkadang juga dimanfaatkan untuk mengklaim keber-hasilan secara subjektif, hal tersebut tentu dapat dimanfaatkan juga dalam ranah poli-tik untuk memperlihatkan keberhasilan pemerintah. Parameter kemiskinan akan menurunkan indikator-indikator kemiski-nan yang akan menentukan kemiskinan seseorang. Parameter kemiskinan akan melahirkan data kemiskinan yang akan melahirkan kebijakan-kebijakan pro warga miskin/ program pengentas kemiskinan. Program kemiskinan merupakan wujud keberpihakan pemerintah terhadap warg-anya. Program pengentasan kemiskinan di Indonesia bermacam-macam, ada program dari Pusat dan program dari daerah dalam rangka otonomi daerah. Program pengen-tasan kemiskinan yang diberikan oleh pusat seperti Jamkesmas, beras miskin (raskin), kelompok usaha kecil (KUBE) memiliki basis data yang berbeda dengan daerah. Sedangkan beberapa daerah dalam melak-sanakan programnya juga memiliki basis data tersendiri atas dasar pendataan oleh

daerah. Salah satu latar belakang daerah melakukan inovasi daerah tentang data kemiskinan yaitu adanya komplain/ketida-kvalitan data kemiskinan di daerah dengan hasil data yang diperoleh dari Instansi Ver-tikal (pusat) dengan data yang dilakukan oleh daerah tersebut.

Sebagai contoh banyaknya keluhan akan data baru penerima raskin tahun 2012. Banyak warga miskin yang protes karena tak masuk dalam rumah tangga sasaran (RTS) pada tahun 2012, serta adanya data yang salah dan tumpang tindih dengan data yang ada didaerah. Pergeseran data tersebut mengakibatkan banyaknya protes dan permasalahan di tingkat implementasi. Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa untuk data yang digunakan pada tahun 2012 BPS hanya memotret kondisi dan selanjutnya yang menentukan data be-serta nama dan alamat adalah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).3 Dalam kondisi tersebut mem-berikan dampak negatif terhadap proses penanggulangan kemiskinan karena ad-anya kesalahan pada data sasaran penerima program penanggulangan kemiskinan.

Pasca otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki kewenan-gan untuk melaksanakan 26 urusan. Uru-san yang mendasar dan berkaitan dengan warga miskin adalah urusan pendidikan, kesehatan dan social. Kota Yogyakarta

3 Hasil tindaklanjut pegangan laporan Lembaga Ombudsman DIY

Page 57: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 57

“KMS” SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH DI KOTA YOGYAKARTA

memilih untuk memberikan program ke-luarga miskin untuk memberikan akses warga miskin di bidang pendidikan dan kesehatan. Di Kota Yogyakarta basis data kemiskinan diimplementasikan dalam pro-gram KMS (Kartu Menuju Sejahtera) yang merupakan identitas masyarakat miskin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Sosial, Tenagak-erja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta dilakukan update data setiap tahun.

Kota Yogyakarta memiliki berbagai macam social yang cukup banyak, dari anak jalan, orang terlantar, maupun kemiskinan secara umum. Permasalahan kemiskinan yang dihadapi Kota Yogyakarta hampir sama dengan permasalahan yang dihadapi kota besar lainnya di Indonesia. Berbagai kebijakan pemerintah telah dilaksanakan untuk menanggulangi kemiskinan.

Dalam implementasinya kebijakan tersebut belum dapat menanggulangi ke-miskinan secara optimal dan adanya ke-bijakan yang belum sepenuhnya berpihak pada penduduk miskin (pro poor). Atas latarbelakang tersebutlah Kota Yogyakarta membuat program-program penanggu-langan kemiskinan dengan merumuskan KMS sebagai basis data penerima sasaran program pengentasan kemiskinan di Kota Yogyakarta. Data KMS dibuat atas dasar keadaan daerah Kota Yogyakarta dengan merumuskan parameter kemiskinan dan pendataan yang berbasis daerah.

Disamping itu juga adanya

permasalahan dalam pendataan dan keti-dakterpaduan program serta kondisi per-ekonomian nasional dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tidak optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

B. Inisiasi Parameter Kemiskinan di Kota Yogyakarta

Pendataan kemiskinan di Kota Yogya-karta memiliki parameter yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Inisiasi tentang kemiskinan Kota Yogyakarta di-paparkan dalam bentuk Keputusan Wa-likota Yogyakarta Nomor 616/Kep/2007 tentang Rencana Aksi Daerah Penanggu-langan Kemiskinan Dan Pengangguran Kota Yogyakarta Tahun 2007 – 2011 pada masa periode Walikota Yogyakarta H. Herry Zudianto. Sampai saat ini program KMS tetap dilaksanakan oleh Walikota Yogya-karta yang baru.

Program KMS masuk dalam Best Prac-tices penanggulangan kemiskinan di Kota Yogyakarta. Salah satu indikator untuk me-nilai keberhasilan dalam penanggulangan kemiskinan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang dihitung berdasar-kan indikator pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh BPS selama beberapa tahun terakhir posisi IPM Kota Yogyakarta berada pada peringkat dua atau tiga untuk kategori kota di Indonesia. 4

4 http://www.jogjakota.go.id/app/modules/best/best.pdf. Modul Best Practices Kota Yogyakarta

Page 58: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

58 | Edisi 3, Tahun III

Walaupun pelaksanaan program pen-anggulangan kemiskinan yang berbasis keluarga melalui Kartu Menuju Sejahtera (KMS) belum lama dilaksanakan, tetapi program tersebut relatif mendapatkan du-kungan yang lebih luas dari masyarakat. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan KMS, maka juga didukung dengan Jaminan Ke-sehatan Daerah dan Jaminan Pendidikan Daerah. Keberhasilan tersebut diperoleh dengan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan dan hambatan yang diha-dapi sebelum dilaksanakan Best Practices penanggulangan kemiskinan.5

Tujuan Best Practices terkait dengan penanggulangan kemiskinan di Kota Yog yakarta, pemerintah Kota Yogyakarta melakukan berbagai Best Practices dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Best Practices penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk : a). Mengurangi jumlah penduduk miskin; b) Meningkatkan aksess-ibilitas penduduk miskin, terutama pada pemenuhan kebutuhan pokok, infrastruk-tur dan pengembangan usaha.

C. Implementasi Parameter Kemiskinan di Kota Yogyakarta

Pelaksanaan kebijakan penanggulan-gan kemiskinan berupa program KMS pada hakekatnya dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar dan mendorong pengembangan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya

5 ibid

pada kebutuhan pendidikan, kesehatan dan prasarana dasar permukiman. Pengemban-gan ekonomi dilakukan melalui bantuan fasilitasi usaha dan mendorong pertum-buhan ekonomi. Pada aspek pemenuhan kebutuhan dasar hal penting yang perlu dirumuskan kejelasan data, baik dari sisi kriteria dan subyek penduduk miskin.

Best Practices penanggulangan ke-miskinan dimulai dengan pelibatan seluruh stakeholder untuk merumuskan kriteria ke-miskinan yang sesuai dengan kondisi Kota Yogyakarta. Berdasarkan kriteria tersebut akan diketahui siapa dan dimana penduduk miskin itu. Berdasarkan hasil diskusi den-gan stakeholder, maka kriteria kemiskinan kemudian ditetapkan dengan Keputusan Walikota Nomor 227/KEP/2007 tentang Penetapan Parameter Pendataan Keluarga Miskin Kota Yogyakarta dan Keputusan Walikota Nomor 464/KEP/2007 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 227/KEP/2007 tentang Penetapan Parameter Pendataan Keluarga Miskin Kota Yogyakarta. Berdasarkan ked-ua keputusan tersebut, maka ada 7 (tujuh) aspek dan 18 (delapan belas) parameter keluarga miskin.

Berdasarkan kedua keputusan terse-but, maka ada 7 (tujuh) aspek dan 18 (dela-pan belas) parameter keluarga miskin. Ketujuh aspek tersebut adalah (1) pendapa-tan dan aset 27 dengan enam parameter, (2) pangan dengan dua parameter, (3) sandang dengan satu parameter, (4) papan dengan tiga parameter, (5) kesehatan dengan tiga

Page 59: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 59

“KMS” SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH DI KOTA YOGYAKARTA

parameter, (6) pendidikan dengan dua pa-rameter dan (7) sosial dengan satu parame-ter. Masing-masing parameter diberi bobot, untuk menentukan stratifikasi miskin, yang dibagi dalam gradasi fakir miskin/miskin sekali, miskin, hampir miskin dan tidak miskin. Berdasarkan keputusan tersebut, kemudian dilakukan pendataan dengan melibatkan masyarakat setempat yang diikuti dengan tahapan verifikasi dan uji publik. Berdasarkan hasil uji publik, kemu-dian penduduk miskin ditetapkan dengan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 470/KEP/2007 yaitu sebanyak 26.685 KK atau 89.818 jiwa. Berdasarkan Keputusan Walikota tersebut kemudian diterbitkan Kartu Menuju Sejahtera (KMS).

Setiap pemegang KMS beserta anggota keluarganya akan mendapatkan santunan pelayanan dasar melalui Jaminan Pendidi-kan Daerah dan Jaminan Kesehatan Dae-rah. Setiap pemegang KMS diumumkan di wilayahnya masing-masing, dengan tujuan masyarakat diharapkan dapat memantau pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.

Indeks Pembangunan Manusia Tahun

IPM

1999 73,4

2002 75,3

2004 77,4

2005 77,7

2006 77,8

Keputusan Walikota Nomor 464/KEP/2007 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor

227/KEP/2007 tentang Penetapan Pa-rameter Pendataan Keluarga Miskin Kota Yogyakarta juncto6 Keputusan Walikota Kota Yogyakarta Nomor 417/KEP/2009 tentang Parameter Pendataan Keluarga Miskin Kota Yogyakarta, selanjutnya pada tahun 2012 mengalami perubahan param-eter berdasarkan hasil evaluasi oleh Tim Penanggulangan Kemisinan (TKPK) Kota Yogyakarta yaitu Keputusan Walikota Yo-gyakarta Nomor 244/KEP/2012 tanggal 21 Juni 2012 tentang Penetapan Parameter Pendataan Penduduk dan Keluarga Sasaran Jaminan Perlindungan Sosial Kota Yogya-karta. Berdasarkan Keputusan Walikota Kota Yogyakarta Nomor 244/KEP/2012, parameter pendataan warga miskin kota Yogyakarta mengalami perubahan ber-dasarkan perkembangan tingkat hidup layak warga Kota Yogyakarta dengan memperhatikan masukan-masukan dan evaluasi dari masyarakat.

Parameter tersebut diharapkan seb-agai pedoman penentuan sasaran program penanggulangan kemiskinan semua in-stansi di Kota Yogyakarta. Keseragaman dan kesepakatan indikator ini adalah salah satu aspek penting untuk meminimalkan kesalahan atau bias sasaran. Parameter tersebut merupakan indikator komposit yang tersusun dari sektor fisik, ekonomi, sosial dan lainnya.

Masing-masing sektor dikembang-kan dalam dimensi dan indikator sehingga mudah pengukurannya. Indikator tersebut

6 Aturan yang berkaitan

Page 60: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

60 | Edisi 3, Tahun III

merupakan kombinasi beberapa model penanggulangan kemiskinan yang sudah ada sebelumnya seperti indikator kebutu-han dasar yang dikembangkan BPS, Indika-tor Keluarga Sejahtera yang dikembangkan oleh BKKBN, dan indikator model pemban-gunan manusia yang dikembangkan UNDP. Setelah melalui proses diskusi dalam forum koordinasi antar lembaga/instansi tingkat kota oleh Komite Penanggulangan Kemiski-nan Daerah Kota Yogyakarta, langkah awal adalah mencari persamaan-persamaan kon-sep dari masing-masing indikator dasar

yang dipakai oleh sektoral departemen.

Dari rangkuman berbagai indikator diatas maka dikembangkan parameter ke-miskinan yang disepakati secara bersama-sama oleh masing-masing instansi di Kota Yogyakarta untuk selanjutnya diusulkan untuk menjadi Keputusan Daerah yang secara formal menjadi acuan oleh semua pihak sebagai indikator kemiskinan. Ada-pun rumusan parameter kemiskinan terbut adalah sebagai berikut:

Tabel. 3.12Parameter Keluarga Miskin Kota Yogyakarta

No Aspek Parameter Bobot1 Pendapatan

dan Asset

1. Suami atau istri tidak bekerja 82. Pendapatan rata-rata anggota keluarga setiap bulan:

- Sampai dengan Rp. 300.000,-- Rp. 300.001,- (tiga ratus ribu satu rupiah sampai

dengan Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah)124

3. Status kepemilikan bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri/kontrak/sewa/ngindung

6

4. Keluarga tidak memiliki barang selain tanah yang bernilai lebih dari Rp 1.800.000,-

5

5. Daya listrik per bulan kurang dari Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah)

4

2 Papan 1. Luas tempat tinggal rata-rata tiap Anggota keluarga kurang dari 5 meter persegi.

10

2. Jenis bahan bidang terluas daritempat tinggal berupa bambu /kayu/bahan lain berkualitas rendah/tembok tanpa diplester atau diplester kualitas rendah.

8

3 Pangan 1. Keluarga tidak mampu memberi makananggota keluarga 3 kali setiap hari.

9

2. Keluarga tidak mampu membeli dan menyediakan lauk daging/telur/ayam/ikan/ susu 2 kali dalam seminggu.

9

4 Sandang Keluarga hanya dapat membeli pakaianbaru bagi Anggota keluarga maksimal 1kali dalam satu tahun.

3

Page 61: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 61

“KMS” SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH DI KOTA YOGYAKARTA

5 Kesehatan 1. Keluarga tidak mampu membayar biaya tindakan diPuskesmas.

4

2. Sumber air minum dan masak bukan dari PAM 13. Tempat membuang air besar tidak di MCK/ Toilet 4

6 Pendidikan 1. Pendidikan Kepala Keluarga maksimal lulus SMP.

3

2. Keluarga mempunyai anak atau anggota keluarga yang sedang sekolah sampai dengan SMK/SMA ke bawah

6

3. Terdapat anak usia sekolah yang DO/ tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

6

7 Sosial Keluarga tidak mengikuti aktifitas kegiatan lingkungan sama sekali.

2

Stratifikasi Miskin :1. FakirMiskin / Miskin sekali : 76 - 1002. Miskin : 51 - 753. Hampir Miskin : 31 - 50

Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta

Pendataan keluarga miskin di-laksanakan satu tahun sekali dan hasil pendataan bersifat dinamik artinya me-mungkinkan adanya keluarga yang tahun sebelumnya terdata miskin tetapi tahun berikutnya sudah tidak terdata dalam ke-luarga miskin karena secara sosial ekonomi sudah lebih baik.

D. Mekanisme Pendataan Warga Miskin Kota Yogyakarta

Selain menentukan Parameter ke-miskinan, pemerintah Kota Yogyakarta juga memiliki mekanisme pendataan sendiri yang diatur dalam Peraturan Walikota Yogyakarta yang terbaru yaitu Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan Keluarga Miskin di

Kota Yogyakarta. Peraturan tersebut meru-pakan pedoman terbaru setelah beberapa kali ada penyempurnaan.

Pendataan warga miskin Kota Yogya-karta dilakukan oleh Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta dengan melibatkan seluruh stakeholder untuk merumuskan kriteria ke miskinan yang sesuai dengan kondisi Kota Yogyakarta. Pendataan dilakukan men dasarkan Parameter yang sudah diten-tukan oleh Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 244/KEP/2012 tanggal 21 Juni 2012 tentang Penetapan Parameter Pendataan Penduduk dan Keluarga Sasaran Jaminan Per lindungan Sosial Kota Yogyakarta. Pendataan tersebut dilaksanakan dengan melibatkan Tim Penanggulangan Kemis-kinan (TKPK) Kota Yogyakarta, Petugas

Page 62: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

62 | Edisi 3, Tahun III

Verifikasi, dengan melibatkan RT, RW, Ke-lurahan. Data pengajuan calon pemegang KMS dari RT/RW dikumpulkan kepada kelurahan dan selanjutnya disampaikan ke Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta. Setelah ada data usulan, selanjutnya atas dasar data usulan Petugas Verifikasi melakukan veri-fikasi factual dengan mengisi form yang didasarkan atas Parameter yang telah di-tentukan. 7

Mekanisme Pendataan dilaksanakan melalui tahapan :

a. Tahapan persiapan

b. Tahapan uji publik pertama

c. Tahapan verifikasi

d. Tahapan pengolahan data

e. Tahapan uji publik kedua

Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Wa-likota Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pedo-man Pendataan Keluarga Miskin di Kota Yogyakarta, Tahapan Uji Publik Kedua se-bagaimana dimaksud pada pasal 5 huruf e dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Data hasil pengolahan sebagaimana di-maksud pada pasal 9 dikirim kembali kepada pengurus RT dan RW melalui Lurah masing-masing untuk dilakukan pencermatan.

7 http://www.jogjakota.go.id/app/modules/upload/files/dok-perencanaan/rad_kemiskinan.pdf

2) Pengurus RT dan RW mengumumkan hasil pengolahan data kepada warga masyarakat setempat melalui papan pengumuman untuk mendapatkan tanggapan;

3) Pengurus RT dan RW menginventarisasi tanggapan-tanggapan dari masyrakat dan memfasilitasi pertemuan untuk musyawarah dan menyepakati hasil tanggapan dari masyarakat.

4) Pengurus RT dan RW menandatangani hasil kesepakatan uji publik dan men-girimkan kepada Kelurahan.

5) Lurah dan Camat menandatangani ha-sil uji publik masing-masing RW dan mengirimkan dokumen hasil uji publik kedua kepada Pemerintah Kota Yogya-karta melalui Satuan Kerja Perangkat Desa di bidang Kesejahteraan Sosial.

6) Data hasil uji publik yang menurut ma-syarakat tidak sesuai, akan dilakukan verifikasi cepat oleh Petugas Pendataan untuk membuktikan kebenarannya.

7) Hasil verifikasi cepat oleh Petugas Pen-dataan digunakan untuk memperbaha-rui hasil pengolahan data, dan selanjut-nya di tetapkan menjadi Data Keluarga Miskin dan Penduduk Miskin.

Pelibatan tokoh masyarakat untuk mengusulkan calon penerima KMS di-harapkan akan bisa memberikan masu-kan secara optimal ditataran pendataan awal. Adapun alur mekanisme pendataan keluarga miskin Kota Yogyakarta sebagai berikut:

Page 63: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 63

“KMS” SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH DI KOTA YOGYAKARTA

Tabel. 3.13Tahapan Kegiatan

Tahapan/kegiatan Waktu/bulan

Tahap PersiapanTahapan Persiapan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang Kesejahteraan Sosial membentuk Tim Koordinasi Pendataan Keluarga Miskin

Tingkat Kota yang pembentukan dan ketugasannya ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Daerah.2) Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang Kesejahteraan Sosial melakukan sosialisasi kegiatan Pendataan keluarga

miskin kepada komponen masyarakat.3) Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang Kesejahteraan Sosial melakukan konfirmasi data keluarga miskin melalui

Kecamatan, Kelurahan, RW, RT.4) Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang Kesejahteraan Sosial merekrut dan mengadakan pelatihan calon petugas

Pendataan.5) Tim Koordinasi Pendataan Keluarga Miskin Tingkat Kota melaksanakan penyusunan konsep teknis pelaksanaan Pendataan.

1. Pendataan, terdiri: Mei - Juli- Bersifat aktif- Dilakukan pendataan terhadap semua data dan menindaklanjuti laporan atas

adanya ketidaktepatan dataTata Cara:- Inventarisasi dari hasil konfirmasi data dari RT/RW/Kel/Kec- Melakukan konfirmasi data secara tatap muka kepada ketua/ pengurus RT- Menindaklanjuti dengan melakukan verifikasi (kunjungan rumah) atas data

konfirmasi dan keseluruhan data KM1. Pengolahan data Agustus-September

Tata cara:- Batching- Koding- Entry data- Pengolahan data- Output data

UJI PUBLIK PERTAMATahapan Uji Publik pertama sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :1) Pengurus RT dan RW mengesahkan hasil pencermatannya kemudian mengirimkan kepada kelurahan.2) Lurah mengesahkan hasil pencermatan masing-masing RT dan RW, kemudian mengirimkannya kepada Satuan Kerja

Perangkat Daerah di bidang Kesejahteraan Sosial. 3) Tim Koordinasi Pendataan Keluarga Miskin Tingkat Kota melaksanakan Uji Publik hasil pencermatan dari kelurahan

dengan mengundang pengurus RT dan RW. Dalam pelaksanaan Uji Publik ini Pengurus RT dan RW diberi kesempatan untuk memberikan masukan tambahan hasil pencermatan dan dikirimkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang Kesejahteraan Sosial.

4) Apabila dalam jangka waktu yang ditetapkan tidak mengirimkan hasil pencermatan uji publik pertama, maka dianggap tidak ada perubahan atau sudah menyetujui.

5) Hasil uji publik pertama merupakan bahan bagi petugas Pendataan untuk verifikasi di lapangan.

Page 64: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

64 | Edisi 3, Tahun III

2. Uji publik pertamaPendapat rt/rwPendapat publik/ masyarakat

Oktober

Tata cara:- Pendapat RT/RW- Pendapat Publik- Laporan masyarakat

Hasilnya:

- Tidak miskin menurut uji publik, atau- Miskin menurut uji publik

VERIFIKASITerdiri:

- Hasil verifikasi tidak miskin, atau- Hasil verifikasi miskin

November

UJI PUBLIK KEDUATahapan Uji Publik Kedua sebagaimana dimaksud pada pasal 5 huruf e dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Data hasil pengolahan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 dikirim kembali kepada pengurus RT dan RW melalui

Lurah masing-masing untuk dilakukan pencermatan. 2) Pengurus RT dan RW mengumumkan hasil pengolahan data kepada warga masyarakat setempat melalui papan

pengumuman untuk mendapatkan tanggapan;3) Pengurus RT dan RW menginventarisasi tanggapan-tanggapan dari masyarakat dan memfasilitasi pertemuan untuk

musyawarah dan menyepakati hasil tanggapan dari masyarakat.4) Pengurus RT dan RW menandatangani hasil kesepakatan uji publik dan mengirimkan kepada Kelurahan. 5) Lurah dan Camat menandatangani hasil uji publik masing-masing RW dan mengirimkan dokumen hasil uji publik

kedua kepada Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Satuan Kerja Perangkat Desa di bidang Kesejahteraan Sosial. 6) Data hasil uji publik yang menurut masyarakat tidak sesuai, akan dilakukan verifikasi cepat oleh Petugas Pendataan

untuk membuktikan kebenarannya.7) Hasil verifikasi cepat oleh Petugas Pendataan digunakan untuk memperbaharui hasil pengolahan data, dan selanjutnya

di tetapkan menjadi Data Keluarga Miskin dan Penduduk Miskin. 3. PENETAPAN Desember

Bagi keluarga yang memenuhi kri-teria miskin akan diberikan Kartu Menuju Sejahtera (KMS). KMS adalah identitas bahwa keluarga dan anggota keluarga yang tercantum di dalamnya merupakan kelu-arga dan penduduk miskin yang berlaku satu tahun sekali (sampai dengan tanggal 31 Desember). Keluarga pemegang KMS ini akan menjadi sasaran/ penerima manfaat Program Jaring Pengaman Sosial.

E. Dampak Substansi dan Catatan Kritis

Parameter kemiskinan bersifat dina-mis, antara fakir miskin, miskin, dan ham-pir miskin, dapat berubah dengan kondisi perekonomian yang tidak menentu. Ber-dasarkan hal tersebut perlu ada pendataan disetiap tahunnya untuk pemutakhiran data kemiskinan. Pendataan berbasis dae-rah dengan melibatkan RT/RW, pemerintah Desa, dan pemerintah daerah harapan-nya masing-masing daerah memberikan

Page 65: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 65

“KMS” SEBAGAI PARAMETER KEMISKINAN BERBASIS DAERAH DI KOTA YOGYAKARTA

kepastian pertanggungjawaban pemerin-tah terkadap warga miskin khususnya di Kota Yogyakarta. Secara umum, parameter masing-masing daerah di Indonesia akan berbeda-beda karena kebutuhan hidup layak di masing-masing daerah juga ber-beda. Perlu ada standarisasi parameter yang proporsional di masing-masing daerah sehingga daerah memiliki data kemiskinan yang valid. Data kemiskinan yang valid akan membantu kesuksesan program pengentasan kemiskinan. Dengan adanya parameter yang berbasis daerah harapannya aspirasi daerah akan lebih bisa terjawab oleh daerah yang bersangkutan. Sedangkan parameter yang ditentukan oleh pemerintah pusat dalam program kemiski-nan harapannya dapat menggunakan data

yang dimiliki daerah agar tidak tumpang tindih tentang jumlah warga miskin dan data penerima program pengentasan ke-miskinan.

Kendala pengentasan kemiskinan salah satunya adalah kepastian data sa-saran (data warga miskin). Data warga miskin yang dimiliki daerah dengan data warga miskin pemerintah pusat terkadang berbeda sehingga perlu ada standar param-eter kemiskinan dan metode pendataan. Pendataan berbasis daerah akan memo-tong birokrasi pendataan bagi program pengentasan kemiskinan di Indonesia pada umumnya. Pemerintah pusat hendaknya memberikan kepercayaan kepada pemer-intah daerah dalam melakukan pendataan warga miskin.

***

Page 66: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

66 | Edisi 3, Tahun III

Referensi

Memori Serah Terima Jabatan Wali Kota Yogyakarta masa jabatan 2006-2011 kepada masa jabatan 2011-2016.

Modul Penelitian Bappeda Kota Yogyakarta Tahun 2011

Peraturan Walikota nomor 11 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan Keluarga Miskin di Kota Yogyakarta

Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 616/Kep/2007 tentang Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Kemiskinan Dan Pengangguran Kota Yogyakarta Tahun 2007 – 2011

Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 244/KEP/2012 tentang Penetapan Parameter Pendataan Penduduk dan Keluarga Sasaran Jaminan Perlindun-gan Sosial Kota Yogyakarta

Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 417/KEP/2009 tentang Penetapan Parameter Pendataan Keluarga Miskin

Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 580/KEP/2011 tentang Penetapan Jaminan Pendidikan Daerah Bagi Peserta Didik Pemegang Kartu Menuju Sejahtera (KMS), serta

http://www.jogjakota.go.id/app/mod-ules/best/best.pdf, Modul Best Prac-tices Kota Yogyakarta akses tangal 17 November 2012

http://www.jogjakota.go.id/app/mod-ules/upload/files/dok-perencanaan/rad_kemiskinan.pdf akses tanggal 18 November 2012

Page 67: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 67

REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM:

PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PROVINSI

PERCONTOHAN REDD+1

Dian Agung Wicaksono2 dan Ananda Prima Yurista3

Dunia saat ini berpacu dengan deforestasi dan degradasi hutan sebagai upaya pengurangan emisi dalam mitigasi perubahan iklim. Diperlukan pen-dekatan yang baru dan lebih efektif melalui REDD+ atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus. Berbeda dengan konservasi hutan konvensional, REDD+ memberikan insentif finansial sebagai konversi penyimpanan karbon di hutan. Dalam konteks Indonesia, mempersiapkan piranti hukum nasional dan berbagai kebijakan untuk mempersiapkan im-plementasi dari REDD di Indonesia.

Dalam konteks Indonesia dikaitkan dengan otonomi daerah dan pelay-anan publik di daerah, implementasi REDD+ mempunyai prospek sekaligus tantangan. Implementasi REDD+ di Indonesia dihadapkan pada prospek dan tantangan yang melekat secara integral. Pada satu sisi, REDD+ dapat memberdayakan masyarakat sekitar hutan dan secara simultan melestarikan hutan. Namun, di sisi yang lain kendala pengaturan yang sektoral merupakan tantangan dalam implementasi REDD+ di Indonesia. Hal tersebut dijawab oleh Provinsi Kalimantan Tengah dengan pencapaian berhasil sebagai pilot province implementasi REDD+ di Indonesia. Untuk itu, dalam rangka me-nelaah mengenai praktik terbaik (best practices) pelayanan publik di bidang perubahan iklim diperlukan kajian mengenai pencapaian Provinsi Kalimantan Tengah dan upaya replikasi praktik terbaik tersebut di provinsi lain yang me-miliki kawasan hutan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia.

1 Makalah ini ditulis untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Reformasi Birokrasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Tahun 2012.

2 Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Editor Jurnal Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3 Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Page 68: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

68 | Edisi 3, Tahun III

A. PENDAHULUAN

Dunia saat ini berpacu dengan deforestasi dan degradasi hutan sebagai upaya pengurangan emisi

dalam mitigasi perubahan iklim. Diperlu-kan pendekatan yang baru dan lebih efektif melalui REDD+ atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus. Berbeda dengan konservasi hutan konvensional, REDD+ memberikan insentif finansial sebagai konversi penyimpanan karbon di hutan. Dalam konteks Indonesia, mempersiapkan piranti hukum nasional dan berbagai kebijakan untuk mempersiap-kan implementasi dari REDD di Indonesia.

Dalam tahap pelaksanaan REDD di In-donesia, saat ini telah memasuki fase kedua yang merupakan tahap kesiapan (readiness). Keseluruhan tahapan pelaksanaan REDD di Indonesia terdiri dari 3 tahap, yaitu: (1) Tahap 1 (2007-2008) Persiapan; (2) Tahap 2 (2009-2012) Kesiapan; dan (3) Tahap 3 (Mulai 2013) Implementasi. Dalam tahapan kedua ini kesiapan pelaksanaan difokuskan pada:4 (1) Penyusunan Rencana Nasional Strategis REDD+; (2) Pembentukan Kelem-bagaan REDD+; (3) Pembentukan Lembaga MRV dan pengembangan kapasitas MRV untuk REDD+; dan (4) Pengaturan me-kanisme pendanaan untuk REDD+.

Dengan berkaca pada tahapan pelak-sanaan REDD+ di Indonesia tersebut, dalam

4 Doddy S. Sukadri, “Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus”, Makalah, Pelatihan Mekanisme Pembayaran REDD Plus, Hotel Grand USSU, Cisarua, 21 Desember 2011.

konteks ketatanegaraan sejatinya ikhtiar untuk mempersiapkan instrumen hukum tersebut merupakan salah bentuk reformasi birokrasi dalam mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan semangat untuk mengangkat lingkungan hidup sebagai bagian yang tidak terpisah-kan dari konstitusi. Konstitusionalisasi ling-kungan hidup dalam konstitusi merupakan titik tolak pengakuan kesetaraan antara manusia dan alam (panpsychism)5. Dalam UUD NRI Tahun 1945 secara tegas diakui adanya kesetaraan antara manusia dengan alam, bahwa lingkungan hidup merupakan bagian tidak terpisahkan dari keberadaan manusia. Dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, merupakan bukti bahwa Indonesia telah mengadopsi apa yang dikenal dengan green constitution6.

Dalam konteks Indonesia dikaitkan dengan otonomi daerah dan pelayanan publik di daerah, implementasi REDD+ mempunyai prospek sekaligus tantan-gan. Implementasi REDD+ di Indonesia dihadapkan pada prospek dan tantangan yang melekat secara integral. Pada satu sisi, REDD+ dapat memberdayakan ma-syarakat sekitar hutan dan secara simultan melestarikan hutan. Namun, di sisi yang

5 Lihat lebih lanjut dalam Alfred North Whitehead, 1929, Process and Reality: an Essay in Cosmol-ogy, Macmillan, New York.

6 Lihat lebih lanjut dalam Jimly Asshiddiqie, 2009, Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rajawali Press, Jakarta.

Page 69: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 69

REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM: PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

SEBAGAI PROVINSI PERCONTOHAN REDD+

lain kendala pengaturan yang sektoral merupakan tantangan dalam implementasi REDD+ di Indonesia. Hal tersebut sedikit banyak dijawab oleh Provinsi Kaliman-tan Tengah dengan pencapaian berhasil ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pilot province imple-mentasi REDD+ di Indonesia. Untuk itu, dalam rangka menelaah mengenai praktik terbaik (best practices) pelayanan publik di bidang perubahan iklim diperlukan kajian mengenai pencapaian Provinsi Kalimantan Tengah dan upaya replikasi praktik terbaik tersebut di provinsi lain yang memiliki kawasan hutan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia.

B. METODE PENELITIANPenelitian yang akan dilakukan meng-

gunakan penelitian hukum normatif yang berfokus pada penelitian kepustakaan un-tuk mendapatkan data sekunder dengan ba-han atau materi berupa buku, artikel, hasil penelitian, dan peraturan perundang-un-dangan, serta pendapat ahli yang berkaitan tentang berkaitan dengan fokus penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.7 Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan digunakan beberapa pendekatan yang lazim digunakan dalam penelitian hukum, antara lain pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case

7 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengan-tar Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 34.

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (compara-tive approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).8

Data dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan anali-sis yang pada dasarnya dikembalikan pada tiga aspek, yaitu mengklasifikasi, membandingkan, dan menghubungkan.

9 Dengan perkataan lain, seorang peneliti yang mempergunakan metode kualitatif, tidaklah semata-mata bertujuan mengung-kapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran tersebut. Terhadap data-data yang telah terkumpul dari pene-litian kepustakaan selanjutnya akan dia-nalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan penelitian yang diajukan.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. REDD+ sebagai Upaya Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia

Sejak diadopsi sebagai keputusan Con-ference of Parties ke-13 UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) di Bali Tahun 2007, isu reduksi emisi dari kegiatan deforestasi dan de-gradasi hutan menjadi pusat perhatian

8 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hu-kum, Kencana, Jakarta, hlm. 29.

9 Jujur S. Suriasumantri, 1986, Ilmu dalam Per-spektif Moral, Sosial dan Politik: Sebuah Dia-log tentang Keilmuan Dewasa Ini, Gramedia, Jakarta, hlm. 61-62.

Page 70: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

70 | Edisi 3, Tahun III

dan bahan diskusi yang hangat bagi pe-mangku kepentingan baik dalam taraf re-gional, nasional, maupun internasional.10 Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan suatu upaya untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Munculnya REDD+ dilatarbelakangi oleh adanya kewajiban bagi semua negara yang sudah meratifikasi kesepakatan kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim untuk mengatasi perubahan iklim berdasarkan prinsip permasalahan bersama dengan tanggung jawab berbeda (common but dif-ferentiated responsibilities).11

Sebagai salah satu negara yang ikut meratifikasi UNFCCC, dan telah menge-sahkan konvensi tersebut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994, Indonesia wajib melakukan upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan mengakomodir penyeleng-garaan REDD+ di Indonesia. REDD+ adalah suatu mekanisme global untuk memberikan suatu insentif bagi negara-negara berkem-bang untuk melindungi dan mengelola sumber daya hutannya dengan lebih baik dan bijaksana, dan memberikan kontribusi terhadap perjuangan global melawan pe-rubahan iklim. Strategi-strategi REDD+ bertujuan untuk membuat hutan lebih bernilai dari pada ketika hutan tersebut ditebang. Caranya dengan menciptakan

10 Proposal untuk Provinsi Pilot Reducing Emo-tion from Deforestation and Forest Degradation (REDD+), hlm. 1.

11 Principle 7 of The Rio Declaration on En-vironment and Development, 1992.

suatu nilai finansial terhadap karbon yang tersimpan di dalam pepohonan. Ketika karbon ini sudah dinilai dan dihitung, maka tahap terakhir dari REDD+ adalah negara-negara maju akan membayarkan carbon offset, kepada negara berkembang atas tegakan hutan yang mereka miliki.12

Melalui mekanisme REDD+ ini, negara-negara industri maju diwajibkan untuk menurunkan emisinya melalui ke-giatan mitigasi dan alih teknologi menuju pembangunan rendah karbon. Sementara terhadap negara-negara berkembang, yang belum dikenai kewajiban menurunkan emi-si, berpeluang memperoleh berbagai bentuk dukungan pendanaan dan teknologi untuk mengubah jalur pembangunan ekonominya menuju model pembangunan rendah kar-bon. Mekanisme pemberian kompensasi terhadap negara yang menjaga kawasan hutan dengan meminimalkan pembukaan hutan dan penurunan fungsi hutan.13

Program REDD+ merupakan langkah-langkah yang didesain untuk menggunak-an insentif keuangan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Skema ini akan membantu menurunkan tingkat kemiskinan dan mencapai per-tumbuhan ekonomi berkelanjutan. Proses penerapan REDD+ menitikberatkan pada keterlibatan para pemangku kepentingan. Suara dari masyarakat, penduduk asli dan

12 Satuan Tugas dan Kelompok Kerja REDD+, 2010, REDD, dan Satuan Tugas Kelembagaan REDD: Sebuah Pengantar, Satuan Tugas dan Kelompok Kerja REDD+, Jakarta, hlm. 1.

13 Ibid., hlm. 10.

Page 71: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 71

REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM: PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

SEBAGAI PROVINSI PERCONTOHAN REDD+

komunitas tradisional harus dijadikan per-timbangan untuk memastikan hak mereka yang tinggal di dalam dan sekitar hutan akan terjamin.14

Strategi REDD+ di Indonesia bertu-juan untuk mengatur sumber daya alam secara berkelanjutan sebagai aset nasional demi kesejahteraan bangsa. Tujuan tersebut dapat tercapai melalui implementasi di 5 (lima) area fungsional pembangunan insti-tusi dan proses yang menjamin peningkatan tata kelola hutan dan lahan gambut, peng-kajian ulang dan peningkatan kerangka peraturan, meluncurkan program strategis untuk manajemen lanskap, merubah para-digma lama dan melibatkan pemangku kepentingan utama secara bersamaan.15

Pada Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 26% dalam ske-nario business as usual, namun apabila ada dukungan keuangan internasional, Pres-iden Yudhoyono juga berkomitmen untuk mengurangi emisi sampai 41%. Pemerintah Norwegia menyambut baik komitmen ini dan menyetujui penandatanganan Surat Niat (Letter of Intent atau LoI) pada 26 Mei 2010. Norwegia akan memberikan kontri-busi kepada Indonesia berdasarkan pen-gurangan emisi yang terverifikasi yang sejalan dengan skema REDD+. Pada bu-lan September 2010, Presiden Yudhoyono mendirikan Satuan Tugas REDD+ untuk memastikan bahwa implementasi REDD+

14 Ibid.15 Ibid.

berjalan dengan baik melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2010.16

Pada saat ini, dengan dikeluarkan-nya Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2010, Satgas REDD+ menjadi ujung tombak pelaksanaan REDD+ di Indonesia. Satgas REDD+ dibentuk untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian penanganan dalam satu wadah koordinasi.17 Satgas REDD+ bertugas melaksanakan kegiatan persiapan untuk:18

a. Memastikan penyusunan strategi na-sional REDD+ dan Rencana Aksi Na-sional Pengurangan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK);

b. Mempersiapkan pendirian lembaga REDD+;

c. Menyiapkan instrumen dan mekanisme pendanaan;

d. Mempersiapkan pembentukan lembaga MRV (monitorable, reportable and verifi-able, atau termonitor, terlaporkan dan terverifikasi) REDD+ yang independen dan terpercaya;

e. Menyusun kriteria pemilihan provinsi percontohan dan memastikan persiapan provinsi terpilih; dan

f. Melaksanakan kegiatan lain yang terkait dengan persiapan implementasi Surat Niat dengan Pemerintah Norwegia.

16 Ibid.17 Konsideran huruf b Keputusan Presiden Nomor

19 Tahun 2010 tentang Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+.

18 Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2010 tentang Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+.

Page 72: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

72 | Edisi 3, Tahun III

Berdasarkan tugas tersebut, Satgas REDD+ diharapkan mampu mewujudkan adanya penanganan implementasi program REDD+ yang terpadu dan serasi.

Pelaksanaan program REDD+ san-gat penting dalam rangka mitigasi pe-rubahan iklim di Indonesia. Oleh karena pelaksanaan REDD ini berpotensi untuk mempertahankan keberadaan paparan hutan yang ada di Indonesia. Selayaknya diketahui oleh masyarakat umum bahwa keberadaan hutan memberikan banyak manfaat, diantaranya mengurangi semakin bertambahnya emisi karbon di Indonesia. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) telah memperkirakan bahwa de-forestasi dan degradasi hutan memberikan kontribusi global hingga mencapai 17% dari seluruh emisi gas rumah kaca yang berarti melebihi sektor transportasi dan peringkat ketiga setelah energi global (26%) dan sektor-sektor industri (19%), sedangkan lebih dari 60% dari emisi karbon di Indo-nesia dihasilkan dari deforestasi dan lahan gambut.19 Untuk itu, implementasi REDD+ di Indonesia merupakan suatu sumbangsih upaya yang diharapkan mampu berkontri-busi dalam mitigasi perubahan iklim dunia, serta upaya dalam menjaga lingkungan hidup, khususnya hutan di Indonesia.

1. Praktik Terbaik Reformasi Birokrasi pada Provinsi Kalimantan Tengah sebagai Provinsi Percontohan REDD+ di Indonesia

19 Satuan Tugas dan Kelompok Kerja REDD+, 2010, Op.cit., hlm. 2.

Terpilihnya Provinsi Kalimantan Ten-gah sebagai provinsi percontohan dalam mendesain implementasi REDD+ di In-donesia tentu merupakan sebuah pilihan yang berdasarkan pada pertimbangan yang matang. Berdasarkan hasil penilaian pemer-intah pusat terhadap proposal provinsi percontohan yang diajukan oleh beberapa provinsi, yaitu Aceh, Jambi, Riau, Suma-tera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Papua akhirnya pilihan dijatuhkan pada Provinsi Kalimantan Tengah dengan fisibilitas keberhasilan penerapan REDD+ lebih besar.

Penilaian tersebut didasarkan pada: (1) Penilaian kualitatif proposal provinsi per-contohan, yang meliputi aspek tata kelola, sosial dan ekonomi, data dan MRV; serta (2) Penilaian kuantitatif akan luasan hutan atau gambut dan ancaman deforestasi, yang meliputi aspek tutupan hutan dan lahan gambut, serta ancaman dari deforestasi.20 Berdasarkan hasil penilaian tersebut akh-irnya Provinsi Kalimantan Tengah ditetap-kan menjadi provinsi percontohan pada Sidang Kabinet Paripurna tanggal 23 De-sember 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain itu, Provinsi Kalimantan Ten-gah juga mengklaim bahwa keberhasilan dipilih menjadi provinsi percontohan tidak

20 Bambang Irawan, “Provinsi Percontohan Kali-mantan Tengah”, Presentasi, Seminar REDD+, Magister Administrasi Publik Universitas Gad-jah Mada, Yogyakarta, 3 Agustus 2012.

Page 73: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 73

REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM: PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

SEBAGAI PROVINSI PERCONTOHAN REDD+

lepas dari komitmen pemerintah provinsi dalam menjaga hutan dan lahan gambut melalui kebijakan-kebijakan yang pro ter-hadap lingkungan jauh-jauh hari sebelum kontestasi proposal provinsi percontohan dibuka oleh pemerintah pusat. Kebijakan sebagai bentuk reformasi birokrasi dalam mitigasi perubahan iklim yang sudah diini-siasi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sebelum penetapan sebagai provinsi percontohan, meliputi: (1) aspek tata kelola pemerintahan; (2) aspek ekonomi, sosial, dan budaya; dan (3) aspek lingkungan.21

Dalam aspek tata kelola pemerintah, Kalimantan Tengah konsisten menerapkan kebijakan green province sebagai payung dari program green government policy jauh sebelum kontestasi provinsi percontohan dimulai. Hal tersebut dibuktikan dengan keberadaan Keputusan Gubernur Nomor 188.44/152/2010 tertanggal 11 April 2011 tentang Pembentukan Komisi Daerah Pen-gurangan Emisi dari Kegiatan Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) serta Lahan Gambut Provinsi Kalimantan Tengah yang lahir jauh sebelum penetapan Kalimantan Tengah ditetapkan sebagai provinsi per-contohan pada tanggal 23 Desember 2010.

Dalam konteks ekonomi, sosial, dan budaya, Kalimantan Tengah relatif peka dalam melihat kondisi sosial masyarakat. Di Kalimantan Tengah yang secara eksis

21 Agustin Teras Narang, “Perkembangan Kema-juan Provinsi Percontohan REDD+ Kalimantan Tengah”, Presentasi, Rapat Koordinasi Teknis Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Pe-rubahan Iklim, Batam, 30 Juni 2011.

masih terdapat kelembagaan masyarakat hukum adat, potensi konflik tenurial lahan diantisipasi dengan dikeluarkannya Per-aturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 ten-tang Kelembagaan Adat (yang kemudian direvisi dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010) dan Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pengaturan Tanah Adat, yang memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap masyara-kat hukum adat, sehingga meminimalisir persinggungan antara kebijakan green gov-ernment policy dengan eksistensi masyarakat hukum adat di Kalimantan Tengah.

Secara lebih detail, upaya yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah terlihat dari proposal yang diajukan dalam proses seleksi sebagai provinsi percontohan, yaitu:22

1. Perbaikan Kinerja Lembaga

MoU Gubernur Kalimantan Tengah dengan KPK Republik Indonesia Nomor 002/PemProv Kalteng-KPK/III/2006 dan Nomor 790/447/0RG.

1. Tata Kelola Pemerintahan

a. Pemberantasan Korupsi

- Peningkatan kapasitas Sumberdaya Manusia Aparatur dalam sistem pengawasan internal.

- Penyelenggaraan Layanan Pen-gadaan Secara Elektronik (LPSE).

22 Proposal untuk Provinsi Pilot Reducing Emo-tion from Deforestation and Forest Degradation (REDD+), hlm. 2-3.

Page 74: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

74 | Edisi 3, Tahun III

b. Ilegal Logging

- Keputusan Gubernur Kalimantan Ten-gah Nomor 188.44/256/2008 tanggal 8 Agustus Tahun 2008 tentang Pemben-tukan Tim Gabungan Penertiban/Pen-gamanan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah.

c. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

- Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Keba-karan Hutan dan Lahan.

- Keputusan Gubernur Kalimantan Ten-gah Nomor 77 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan Provinsi Kalimantan Tengah.

- Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 78 Tahun 2005 ten-tang Petunjuk Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan Provinsi Kalimantan Tengah.

- Peraturan Gubernur Kalimantan Ten-gah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah.

- Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2009 Pembentukan Badan Penang-gulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Tengah (BPBD).

2. Komitmen

a. Nota Kesepahaman Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dengan Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Ke-lola Pemerintah di Indonesia Nomor 01/MoU-KSD/KTG/2010 dan Nomor 005/MoU/FEB 2010 tentang Dukun-gan Pengembangan Program Untuk Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan Daerah di Kalimantan Tengah.

b. Perjanjian Kerjasama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Yayasan Penyelamatan Orang-utan Borneo (BOSF) Nomor 04/SP-KSD/KTG/2009 dan Nomor 16/SPK/BOS-MAWAS/PM/XII/2009 tentang Program Kon-servasi Orang-utan dan Habitatnya di Provinsi Kalimantan Tengah.

c. Kemitraan Karbon Hutan Indonesia Australia (The Indonesia Australia Forest Carbon Partnership, IAFCP), yang disepakati oleh Presiden Repub-lik Indonesia dan Perdana Menteri Australia tanggal13 Juli 2008 dalam upaya membangun dan membentuk kerjasama praktis jangka panjang an-tara Indonesia dan Australia mengenai REDD. Sebagai demonstration activity-nya adalah Kalimantan Forest Carbon Partnership (KFCP) berlokasi di Kali-mantan Tengah.

d. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2007 Tanggal 16 Maret 2007 tentang Reha-bilitasi dan Revitalisasi Lahan eks-PLG di Kalimantan Tengah.

Dengan melihat inisiatif yang telah dimulai oleh Provinsi Kalimantan Tengah untuk menjaga hutan dan lahan gambut, maka relevan kemudian jika hasil penilaian pemerintah pusat menjatuhkan pilihan ke-pada Provinsi Kalimantan Tengah sebagai provinsi percontohan dengan potensi ke-berhasilan penerapan REDD+ tertinggi.

2. Peluang Replikasi Praktik Terbaik Provinsi Kalimantan Tengah seb­agai Provinsi Percontohan REDD+ di Indonesia

Berbagai upaya yang telah diinisiasi oleh Provinsi Kalimantan Tengah tidak

Page 75: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 75

REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM: PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

SEBAGAI PROVINSI PERCONTOHAN REDD+

dapat semata dimaknai sempit untuk mengimplementasikan REDD+. Namun, lebih jauh dari itu upaya-upaya yang di-lakukan oleh Provinsi Kalimantan Tengah dapat dimaknai sebagai suatu bentuk re-formasi birokrasi dalam kerangka mitigasi perubahan iklim melalui penataan visi dan misi pemerintahan daerah menuju green province. Berangkat dari visi dan misi tersebut, kemudian diturunkan ke dalam kebijakan-kebijakan daerah yang pro ter-hadap lingkungan hidup, yang mana pada muaranya upaya menjaga dan melestarikan lingkungan melalui REDD+ merupakan bentuk untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut dikarenakan melalui mekanisme REDD+ dimungkinkan adanya insentif pendanaan dan pemberdayaan masyarakat yang hidup di sekitar hutan.

Dalam perspektif yang lain, reformasi birokrasi dalam kerangka mitigasi perubah-an iklim di Provinsi Kalimantan Tengah juga sejalan semangat Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state), yang mana pemenuhan kesejahteraan rakyat meru-pakan titik sentral dalam mencapai tujuan negara. Kesejahteraan rakyat diikhtiarkan oleh pemerintah diwujudkan dengan ad-anya pelayanan publik (public services) yang diberikan oleh pemerintah melalui kinerja aparatur penyelenggara pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Refor-masi birokrasi dengan kebijakan-kebijakan pro lingkungan di Provinsi Kalimantan Tengah tentu akan berdampak signifikan bagi pelayanan publik kepada masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah

di Provinsi Kalimantan Tengah yang pro lingkungan harus dimaknai untuk mem-percepat terwujudnya kesejahteraan ma-syarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan.

Praktik pelayanan publik Provinsi Ka-limantan Tengah tentu tidak dapat dilepas-kan pula dari tonggak reformasi birokrasi yang berpatokan pada green government policy. Hal tersebut yang kemudian die-jawantahkan dengan baik dalam berbagai aspek pemerintahan dengan kesiapan dan komitmen dari Gubernur Provinsi Kaliman-tan Tengah untuk melaksanakan REDD+. Dengan pemahaman tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa praktik terbaik pelay-anan publik di Provinsi Kalimantan Tengah dalam bidang mitigasi perubahan iklim berangkat dari adanya reformasi birokrasi dan komitmen pimpinan wilayah untuk konsisten terhadap visi dan misi yang pro lingkungan. Dengan tonggak reformasi birokrasi tersebut, kemudian kebijakan-kebijakan teknis dapat dirumuskan dan diwujudkan dengan pelayanan publik yang prima.

Dengan memahami alur tahapan mewujudkan best practices, maka dapat dirumuskan cara untuk mereplikasi prak-tik terbaik itu, sehingga dapat dilakukan di daerah lain. Spesifik dalam konteks menerapkan reformasi birokrasi dalam mitigasi perubahan iklim, maka bekal lua-san tutupan hutan dan/atau lahan gambut

Page 76: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

76 | Edisi 3, Tahun III

merupakan modal utama menerapkan ske-ma REDD+. Dengan pola pikir seperti itu, maka reformasi birokrasi dalam mitigasi perubahan iklim dengan skema REDD+ dapat dilaksanakan pula pada daerah lain yang juga mengajukan proposal sebagai provinsi percontohan REDD+, seperti Aceh, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kaliman-tan Barat, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Papua. Dengan bekal luasan tutupan hutan dan/atau lahan gambut, dibersamai dengan reformasi birokrasi dan komitmen pimpinan wilayah untuk konsisten terha-dap visi dan misi untuk mitigasi peruba-han iklim, maka praktik terbaik di Provinsi Kalimantan Tengah tidak mustahil dapat diterapkan di wilayah yang lain.

D. PENUTUPSebagai penutup, dalam rangka

menelaah praktik terbaik pada Provinsi Kalimantan Tengah sebagai Provinsi Per-contohan REDD+ di Indonesia sebagai keluaran dari reformasi birokrasi dalam mitigasi perubahan iklim, terlihat bahwa visi dan misi pro lingkungan menjadi san-daran utama yang kemudian dipadukan dengan komitmen dan konsistensi dalam melaksanakan dan mewujudkan visi dan

misi tersebut melalui pelayanan publik yang pro lingkungan. Tentu saja harus dibersamai dengan modal dasar luasan tu-tupan hutan dan/atau lahan gambut yang harus dimiliki oleh wilayah yang hendak menerapkan mekanisme REDD+. Sebagai sebuah upaya mitigasi perubahan iklim, REDD+ memang menghadirkan peluang dan tantangan dalam implementasinya. Tantangan dalam implementasi REDD+ merupakan batu penguji komitmen dan konsisten dalam menerapkan visi dan misi berbasis lingkungan.

Walaupun dihadapkan pada sebuah tantangan bukan berarti skema REDD+ sebagai upaya mitigasi perubahan iklim tidak dapat direplikasi pada wilayah lain. Dengan ketentuan semua prasyarat dapat dipenuhi, maka replikasi praktik terbaik pelayanan publik dalam pelayanan publik dapat dilaksanakan pula di wilayah lain. Muara dari upaya mitigasi perubahan iklim dan skema REDD+ yang menjadi nafas reformasi birokrasi dan dilaksanakan dalam pelayanan publik, tentu harus di-tujukan sepenuhnya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan negara yang paripurna.

***

Page 77: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 77

REFORMASI BIROKRASI DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM: PRAKTIK TERBAIK PADA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

SEBAGAI PROVINSI PERCONTOHAN REDD+

DAFTAR PUSTAKA

A. BukuAmiruddin dan Zainal Asikin, 2004,

Pengantar Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2009, Green Consti-tution: Nuansa Hijau Undang-Un-dang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rajawali Press, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Peneli-tian Hukum, Kencana, Jakarta.

Satuan Tugas dan Kelompok Kerja REDD+, 2010, REDD, dan Satuan Tugas Kelembagaan REDD: Sebuah Pengantar, Satuan Tugas dan Ke-lompok Kerja REDD+, Jakarta.

Suriasumantri, Jujur S., 1986, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik: Sebuah Dialog tentang Keilmuan De-wasa Ini, Gramedia, Jakarta.

Whitehead, Alfred North, 1929, Process and Reality: an Essay in Cosmology, Macmillan, New York.

E. Makalah/PresentasiIrawan, Bambang, “Provinsi Perconto-

han Kalimantan Tengah”, Presen-tasi, Seminar REDD+, Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 3 Agus-tus 2012.

Narang, Agustin Teras, “Perkemban-gan Kemajuan Provinsi Perconto-han REDD+ Kalimantan Tengah”, Presentasi, Rapat Koordinasi Teknis Pengendalian Kerusakan Lingkun-gan dan Perubahan Iklim, Batam, 30 Juni 2011.

Sukadri, Doddy S., “Koordinasi Kelem-bagaan dan Kebijakan REDD Plus”, Makalah, Pelatihan Mekanisme Pembayaran REDD Plus, Hotel Grand USSU, Cisarua, 21 Desem-ber 2011.

F. Peraturan Perundang­undangan

Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2010 tentang Satuan Tugas Persia-pan Pembentukan Kelembagaan REDD+.

G. Dokumen LainProposal untuk Provinsi Pilot Reducing

Emotion from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).

The Rio Declaration on Environment and Development, 1992.

Page 78: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

78 | Edisi 3, Tahun III

Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Practise Model Perencanaan Partisipatif

di Kabupaten Tegal Jawa TengahOleh: Febrie Hastiyanto*

Di hampir semua daerah termasuk di Kabupaten Tegal peran teknokra-tik Pemerintah dalam hal ini SKPD dan peran politik legislatif dalam hal ini DPRD masih sangat kuat dalam penyusunan APBD. Akibatnya masukan masyarakat secara bottom up dan partisipatif dalam Musrenbang Desa dan Kecamatan banyak yang tidak diakomodasi dalam APBD. Hal ini disebabkan karena belum ada formulasi yang mengatur bagaimana mekanisme akomodasi hasil-hasil Musrenbang dalam APBD. Selain itu sudah tentu kemauan politik (political will) baik dari eksekutif maupun legislatif belum tumbuh dengan baik. Akibatnya, sejak lama Pemerintah Kabupaten Tegal tidak memiliki data (not available) seberapa banyak (persentase) usulan-usulan Musrenbang yang diakomodasi dalam APBD. Salah satu usaha mendudukkan peran Musren-bang sesuai kaidah perencanaan adalah dengan menerapkan Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning). Perencanaan bergaransi dapat disebut sebagai penjaminan menurut kriteria tertentu terhadap usulan dan aspirasi Musrenbang untuk diakomodasi hingga APBD ditetapkan.

Perencanaan bergaransi ini tidak mengubah struktur APBD, dalam arti tidak menambah anggaran baru. Aspirasi Musrenbang ini hanya dija-min untuk diakomodasi oleh SKPD teknis dalam Rencana Kerjanya. Sangat mungkin terdapat interseksi antara aspirasi Musrenbang dengan perencanaan teknokratis Renja SKPD. Dalam kondisi darurat perencanaan, model peren-canaan bergaransi ini dapat dijadikan pilihan ketika pemerintah bersikap abai terhadap komitmen menindaklanjuti hasil-hasil Musrenbang.

Page 79: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 79

Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Practise Model Perencanaan Partisipatif

di Kabupaten Tegal Jawa Tengah

Skema Perencanaan Pembangunan di Indonesia

Formulasi pembangunan di Indo-nesia—atau secara generik disebut sebagai Perencanaan Pembangu-

nan—dalam pelaksanaannya mendasarkan pada Undang Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Menurut UU No. 25/2004, model perencanaan pembangunan di Indonesia dilakukan secara politis, teknokratik, top down, bottom up dan partisipatif. Perenca-naan pembangunan dilakukan secara poli-tik karena melibatkan kekusaan legislatif sebagai kekuasaan politik (keanggotaannya dan mekanisme kerjanya dilakukan secara politik, bukan profesional sebagaimana kerja-kerja birokrasi).

Perencanaan pembangunan juga di-lakukan secara teknokratik, yakni menurut kajian dan telaahan pemerintah (dalam hal ini birokrasi) yang mendesain pem-bangunan menurut kaidah ilmiah dan profesional. Selain itu perencanaan pem-bangunan dilakukan secara top down. Model ini dalam implementasinya melahirkan skema-skema dekonsentrasi dan tugas pembantuan melalui dana-dana misalnya yang dikenal sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Cukai, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan semacamnya. Model perencanaan top down memungkinkan pemerintah pusat melakukan intervensi melalui program-program nasional ke kabupaten/kota. Program-program nasi-onal sebagai program derivatif diantaranya

Program Nasional Pemberdayaan Masyara-kat (PNPM), Program Keluarga Harapan (PKH), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program-program bercirikan pemberda-yaan masyarakat sejenis.

Perencanaan pembangunan juga di-lakukan secara bottom up dan partisipatif. Bottom up dapat dimaknai sebagai peren-canaan pembangunan yang mengkumu-lasikan usulan pembangunan dari bawah. Model bottom up memang beririsan den-gan model partisipatif. Selain akumulasi perencanaan pembangunan dari bawah, pembangunan juga sekaligus melibatkan masyarakat. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan diharapkan dapat menekan distorsi implementasi pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pada praktiknya kelima model per-encanaan pembangunan ini dilaksanakan secara komplementer dalam perencanaan pembangunan nasional. Model perenca-naan teknokratik meskipun dianggap sci-entific dan terukur dianggap belum lengkap karena suara publik belum diwadahi secara optimal sehingga perencanaan partisipatif dianggap sebagai komplemen perencanaan teknokratik. Model perencanaan top down juga perlu dilengkapi dengan skema per-encanaan yang bottom up agar evaluasi dari pelaksana program (umumnya berada di wilayah/daerah sebagai representasi bottom up) dapat melengkapi perencanaan dan pelaksanaan program-program pemban-gunan top down. Sehingga pada akhirnya

Page 80: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

80 | Edisi 3, Tahun III

proses politik dalam perencanaan pemba-ngunan di lembaga legislatif dapat dirasion-alkan dalam proses-proses perencanaan teknokratik, partisipatif, top down dan bot-tom up yang sebelumnya telah dilakukan1.

Perencanaan pembangunan dilaku-kan secara simultan dan periodik. Perenca-naan pembangunan yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dilakukan secara simultan sejak dari RT dan RW2, Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi3 dan Na-sional. Model perencanaan melalui skema Musrenbang dianggap sebagai representasi model bottom up dan partisipatif. Hasil-hasil

1 Pelaksanaan perencanaan pembangunan di In-donesia berlangsung secara siklikal, bermula dari model partisipatif yang dikombinasikan dengan model teknokratik, kemudian dibahas secara politik. Dalam proses politik model top down dan bottom up juga mempengaruhi. Model-model yang sedang diimplementasikan pada tahun berjalan juga tak luput dari evaluasi pelaksanaan program pada tahun lalu. Pola siklikal ini ini menjadikan model pembangunan di Indonesia secara normatif bersifat komplementer.

2 UU No. 25/2004 tidak secara tegas mengatur pelaksa-naan Musrenbang RT dan RW. UU No. 25/2004 hanya mengatur Musrenbang Desa/Kelurahan sebagai satuan pemerintahan terkecil. Dalam sistem pemerintahan di Indonesia struktur RT dan RW bukan merupakan satuan pemerintahan. RT dan RW lebih tepat disebut sebagai kelompok masyarakat formal yang membantu pelaksanaan pemerintahan desa.

3 Pada sejumlah provinsi, diantaranya Provinsi Jawa Tengah juga dilakukan Musrenbang Bakorwil. Bakorwil merupakan kependekan dari Badan Koordinasi Lintas Wilayah. Bakorwil merupakan struktur pengganti Pembantu Gubernur dan eks karesidenan. Bakorwil terdiri dari sejumlah kabupaten/kota dalam satu atau lebih wilayah eks karesidenan.

Musrenbang kemudian dipadukan de ngan perencanaan teknokratik pemerintah, dalam hal ini Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Secara nor-matif Renja merupakan terjemah periodik (satu tahunan) dari Rencana Strategis (Ren-stra) SKPD. Renstra SKPD sendiri disusun sebagai derivasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabu-paten/Kota yang berdimensi waktu lima tahun. RPJMD disusun berdasarkan visi dan misi Bupati/Walikota terpilih. Selain itu RPJMD juga harus mengacu dokumen perencanaan lain seperti RPJMD Provinsi dan RPJM Nasional serta rencana-rencana aksi nasional dan internasional seperti Mil-lenium Development Goals (MDGs), Education For All (EFA yang diindonesiakan sebagai Pendidikan Untuk Semua/PUS).

Hasil-hasil Musrenbang ditambah Renja SKPD kemudian diolah dan disink-ronisasikan dalam Forum SKPD menjadi Kebijakan Umum Anggaran (KUA). KUA kemudian diperas menjadi Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang dari hasil diskusi secara simultan dapat ditetapkan secara definitif menjadi Prioritas Plafon Anggaran (PPA). PPA menjadi dasar pe-nyusunan Rencana Anggaran Pendapa-tan dan Belanja Daerah (RAPBD) sebelum kemudian ditetapkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Gula­Gula PartisipasiPada praktiknya, das sollen tak selalu

berbanding lurus dengan das sein. Aturan

Page 81: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 81

Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Practise Model Perencanaan Partisipatif

di Kabupaten Tegal Jawa Tengah

normatif yang mengatur implementasi lima model perencanaan pembangunan secara komplementer dalam pelaksanaan-nya seringkali tidak proporsional. Bila pendulum tak condong ke model politis, pendulum perencanaan lebih banyak state oriented, alias peran teknokratik pemerintah sangat kuat. Akibatnya peran partisipa-tif masyarakat dengan mudah tergelincir maknanya menjadi gula-gula perencanaan: pemanis namun tak mengenyangkan.

Di hampir semua daerah termasuk di Kabupaten Tegal peran teknokratik Pemer-intah dalam hal ini SKPD dan peran politik legislatif dalam hal ini DPRD masih sangat kuat dalam penyusunan APBD. Akibat-nya masukan masyarakat secara bottom up dan partisipatif dalam Musrenbang Desa dan Kecamatan banyak yang tidak diako-modasi dalam APBD. Hal ini disebabkan karena belum ada formulasi yang mengatur bagaimana mekanisme akomodasi hasil-hasil Musrenbang dalam APBD. Selain itu sudah tentu kemauan politik (political will) baik dari eksekutif maupun legislatif belum tumbuh dengan baik. Akibatnya, sejak lama Pemerintah Kabupaten Tegal tidak memiliki data (not available) seberapa banyak (persentase) usulan-usulan Mus-renbang yang diakomodasi dalam APBD. Ketiadaan data ini disebabkan oleh sejum-lah faktor, yakni:

a. Sistem arsip data di Pemerintah Ka-bupaten Tegal belum terorganisasi dengan baik, apalagi data kegiatan yang telah berlangsung beberapa ta-hun yang lalu. Perencanaan Bergaransi

(Guarantee Planning) di Kabupaten Tegal telah diinisiasi sejak 2 (dua) ta-hun yang lalu. Itu artinya data untuk menghitung hasil-hasil Musrenbang yang dialokasikan dalam APBD adalah data hasil Musrenbang sebelum Per-encanaan Bergaransi (Guarantee Plan-ning) diberlakukan, atau paling tidak data Musrenbang 3 (tiga) tahun yang lalu. Melacak data ini dalam sistem arsip dan data birokrasi seumpama membongkar tumpukan jerami untuk mencari jarum yang hilang.

b. Proses perencanaan dilakukan secara simultan, yang di dalamnya terjadi dis-kusi, koreksi, dan revisi. Hasil-hasil Musrenbang masih harus dipadukan dengan Rencana Kerja (Renja) SKPD untuk kemudian dibahas bersama DPRD. Seringkali pada proses ini ter-jadi perubahan nomenklatur kegiatan, kelompok sasaran, volume, besaran anggaran hingga penggabungan usu-lan kegiatan yang satu dengan usulan kegiatan yang lain. Karena Pemerintah Kabupaten Tegal belum sepenuhnya bersikap afirmatif terhadap hasil-hasil Musrenbang, pada sejumlah kegiatan (project) tidak dapat diketahui dengan pasti apakah mata kegiatan (project) yang dianggarkan dalam APBD adalah kelanjutan usulan Musrenbang, peren-canaan teknokratik SKPD atau masu-kan dan saran politik DPRD.

Meskipun tidak memperoleh data kuantitatif, peneliti berupaya memperoleh data kuantifikasi, yakni gambaran, persepsi atau perhitungan kasar dari pelaku peren-canaan di Kabupaten Tegal yang memiliki kompetensi untuk menilai atau mengukur seberapa besar hasil-hasil Musrenbang diakomodasi dalam APBD. Sebagaimana

Page 82: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

82 | Edisi 3, Tahun III

dikatakan YA, Kasubbid Perencanaan Pro-gram Bappeda Kabupaten Tegal (masa ja-batan 2008-2011):

“Setiap tahun hasil-hasil Musrenbang yang diakomodasi dalam APBD rata-rata sebesar 2%. Kalau setiap tahun jumlah mata kegiatan (project) sebanyak 1.100-1.200 ke-giatan (project), maka angka 2% ini antara 20-25 kegiatan (project). Sebagian besar jenis kegiatan ini adalah kegiatan di bidang fisik infrastruktur seperti perbaikan sarana ja-lan, talud, atau irigasi yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum (DPU) (wawancara 25 Oktober 2012).

Menginterpretasikan angka 2% dari to-tal APBD ini perlu dilakukan secara cermat, dan karenanya kita bisa saja mendapatkan angka yang lebih dramatis lagi. Sebagai gambaran, dari total jumlah kegiatan Be-lanja Langsung sebanyak 1.100-1.200 keg-iatan (project), sebagian kegiatan tersebut adalah kegiatan-kegiatan “rutin” kantor dalam Program Pelayanan Administrasi Perkantoran, Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, Program Pening-katan kapasitas Sumber Daya Aparatur, dan Program Peningkatan Pengemban-gan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan yang ada pada masing-masing SKPD. Jumlah anggaran kegiatan rutin kan-tor ini umumnya tidak lebih banyak dari jumlah kegiatan yang dilakukan untuk publik, atau kegiatan yang dilakukan se-bagai penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi), namun jumlah mata kegiatan (proj-ect) kegiatan rutin kantor ini bisa saja lebih

banyak dari jumlah kegiatan untuk publik atau penjabaran Tupoksi.

Hal ini terjadi karena kegiatan-kegi-atan “rutin” umumnya dialokasikan secara terperinci (seperti Penyediaan jasa surat menyurat; Penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik; Penyediaan jasa peralatan dan perlengkapan kantor; Penye-diaan barang cetakan dan penggandaan; Pe-nyediaan komponen instalasi listrik/pen-erangan bangunan kantor; Pemeliharaan rutin/berkala gedung kantor; Pemeliharaan rutin/berkala mobil jabatan; Pendidikan dan pelatihan formal; hingga Penyediaan makanan dan minuman Rapat-rapat kordi-nasi dan konsultasi ke luar daerah) dengan jumlah anggaran yang kecil (sedikit). Bila angka 2% dari APBD ini dimaknai sebagai angka 2% dari Belanja Langsung untuk publik dan penjabaran Tupoksi. Bila Belanja Langsung untuk public dan penjabaran tupoksi ini jumlahnya 40% dari total Be-lanja Langsung, maka jumlahnya berkisar rata-rata 500-600 kegiatan setiap tahun. Dengan asumsi 2% dari 500-600 kegiatan dapat diketahui jumlah kegiatan afirmasi hasil Musrenbang dalam APBD berkisar pada angka 10-12 kegiatan (project) saja. Angka yang dramatis ini tidak perlu dis-esali, karena realitasnya dapat saja memang demikian adanya.

Untuk memperoleh gambaran lebih utuh mengenai seberapa besar afirmasi pemerintah terhadap alokasi hasil-hasil Musrenbang dalam APBD dapat dilakukan dengan menghitung jumlah anggaran yang

Page 83: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 83

Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Practise Model Perencanaan Partisipatif

di Kabupaten Tegal Jawa Tengah

dialokasikan. Namun, data jumlah angga-ran ini lebih sulit dikuantifikasi daripada data jumlah mata kegiatan (project) yang diafirmasi.

Realitas ini tidak hanya terjadi dalam prosen perencanaan partisipatif di Kabupaten Tegal. Darma (2007) dalam penelitiannya tentang Dinamika Proses Perencanaan Pembangunan Daerah yang dilakukan Kabupaten Lampung Tengah juga mendapati realitas bahwa pemerintah belum afirmatif dalam menindaklanjuti hasil-hasil Musrenbang dalam APBD. Men-gutip Sultoni (Radar Lampung, 26 Januari 2007), Darma menulis:

”Musyawarah Perencanaan Pem-bangunan (Musrenbang) tahun anggaran 2007, dinilai tidak berjalan secara maksimal. Karena banyak aspirasi dari masyarakat di tingkat desa yang tidak tercantum dalam Berita Acara Penandatanganan (BAP). Distorsi itu antara lain berupa absennya partisipasi publik dalam perencanaan, pengesahan, implementasi dan auditing, masih berlakunya pendekatan teknokratis dan politis, kemudian pengambilan kepu-tusan terjadi di ruang privat birokrat dan politisi tanpa adanya proses transparansi”.

Karena tak memiliki data, proses ko-munikasi publik kepada masyarakat ter-hambat. Publik tidak mengetahui secara persis dari keseluruhan usulan Musrenbang berapa banyak yang diakomodasi dalam APBD, berapa banyak yang layak diusulkan kembali tahun depan, dan berapa banyak usulan yang perlu dievaluasi kriterianya

agar dapat diusulkan untuk diakomodasi dalam APBD.

Meskipun secara normatif pemerintah hendak mewujudkan tata kelola pemerin-tahan menuju paradigma New Public Ser-vice atau Governance dengan melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dalam setiap tahapan perencanaan pembangunan, pada praktiknya banyak usulan dan ma-sukan masyarakat (bottom up) yang tidak diakomodasi menjadi kebijakan dan pro-gram serta kegiatan. Praktik perencanaan pembangunan yang banyak terjadi di se-jumlah daerah lebih banyak mendasarkan pada kebutuhan publik menurut perspektif pemerintah. APBD yang di dalamnya berisi anggaran untuk membiayai pelaksanaan kegiatan (project), banyak yang lahir secara teknokratik sebagai hasil telaahan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja) SKPD masing-masing. Atau dengan kata lain, masyarakat (publik) me-nikmati hasil pembangunan secara taken for granted; alias “atas budi baik pemerintah.” (Hastiyanto, 2012). Atau bila pelaksanaan pembangunan ternyata sesuai dengan usu-lan masyarakat dalam Musrenbang, hal tersebut dapat disebut sebagai “kebetulan.”

Selain problem empiris (empirical prob-lems), pengabaian terhadap usulan Mus-renbang dalam penyusunan APBD juga menghadapi problem teoretik (theoretical problems). Secara epistemologis realitas ini menarik untuk didiskusikan menurut per-spektif teori-teori partisipasi termasuk di

Page 84: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

84 | Edisi 3, Tahun III

dalamnya teori partisipasi pembangunan. Teori-teori partisipasi umumnya mengan-daikan relasi antar aktor yang tidak seja-jar. Dalam teori partisipasi secara seder-hana dibedakan antara aktor pelaku dan partisipan. Teori partisipasi menjelaskan perilaku partisipan untuk berkontribusi dalam perilaku organisasi secara keselu-ruhan. Teori partisipasi— sebagaimana teori kepemimpinan—umumnya jarang melihat problem empiris menurut per-spektif pelaku, yakni pihak yang diberi atau menerima partisipasi—dalam teori kepemimpinan umumnya banyak mendis-kusikan perilaku pemimpin menghadapi bawahan ketimbang bawahan menghadapi pemimpin.

Teori-teori partisipasi umumnya mendeskripsikan dan menuntun bagaima-na pelaku organisasi (dalam konteks ini pelaku pembangunan) mendorong kelom-pok partisipan untuk memberi kontribusi optimal bagi pembangunan. Problem teo-retik muncul ketika partisipan telah berkon-tribusi secara optimal namun pelaku pem-bangunan tak merespons secara optimal pula partisipasi yang telah diberikan. Secara sederhana, realitas ini dapat diungkapkan dalam kalimat yang lebih sederhana: setelah partisipatif, lalu apa?

Kegagapan implementasi teori par-tisipasi ini sesungguhnya mendorong la-hirnya diskusi epistemologis yang lebih luas. Secara sederhana, agar proses partisi-pasi dapat berlangsung timbal balik, sudah seharusnya digagas model, mekanisme dan

kriteria umpan balik (feedback) terhadap kontribusi partisipan. Model ini secara sederhana berisi penjaminan bagaimana kontribusi partisipan diperlakukan dengan “benar”, misalnya bagaimana bila ia tidak diimplementasikan secara keseluruhan, apa konsekuensi etis, politis dan legal bagi pelaku pembangunan? Apakah kontribusi partisipan yang tidak diimplementasikan secara keseluruhan ditunda, dievaluasi, direvisi atau dibuang? Bagaimana skema atau mekanisme yang mengatur kriteria “ditunda”, “dievaluasi”, “direvisi” atau “dibuang” ini?

Dalam diskursus partisipasi masyara-kat dalam pembangunan, perlu didudukkan peran pemerintah dan masyarakat secara lebih tepat. Paradigma yang berkembang selama ini memposisikan pemerintah seb-agai partisipator, pihak yang membutuhkan partisipan. Rakyat sebagai partisipan ma-sih dianggap sebagai pelengkap (auxilary) karena otoritas pengambilan keputusan dari perencanaan berada di tangan pemer-intah. Suryono (2009: 255) juga memotret realitas ini dengan mengatakan bila per-spektif partisipasi hari ini menggunakan ukuran sejauh mana rakyat menanggapi, melaksanakan dan bersedia berkorban baik waktu, tenaga maupun hidupnya untuk pembangunan.

Partisipasi lebih mendalam dari masyarakat sebagai partisipan memang terhalang problem konstitusional. Sistem ketatanegaraan yang berlaku universal di banyak negara memposisikan negara

Page 85: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 85

Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Practise Model Perencanaan Partisipatif

di Kabupaten Tegal Jawa Tengah

dan parlemen—sesungguhnya ia repre-sentasi rakyat—sebagai aktor pengambil keputusan. Peran rakyat cenderung tidak dimungkinkan terlibat aktif dalam pengam-bilan keputusan. Realitas ini tidak menjadi problem sepanjang negara—dalam hal ini pemerintah dan birokrasi—dapat bersi-kap fair terhadap hasil-hasil perencanaan partisipatif.

Menjadi soal apabila negara meng-abaikan hasi-hasil perencanaan partisipatif yang telah dirumuskan bersama masyara-kat karena berbagai sebab, antara lain:

a. Negara menganggap rakyat tidak memiliki kapasitas perencanaan yang baik, sehingga usulan-usulan masyara-kat umumnya masih “mentah,” baik identifikasi masalah, maupun rumusan teknis proyek perencanaan meliputi volume, waktu pelaksanaan dan ren-cana pembiayaan. Usulan-usulan ma-syarakat juga seringkali tidak relevan dengan perencanaan strategis pemer-intah—jangka menengah dan jangka panjang. Hal ini dapat terjadi karena selain soal kapasitas perencanaan, ko-munikasi publik terhadap rencana dan hasil-hasil pembangunan tersumbat.

b. Negara menganggap peran masyara-kat sebagai pelengkap (auxilary) dalam perencanaan pembangunan. Negara melaksanakan perencanaan partisipatif hanya untuk memenuhi amanat kon-stitusi dan prosedur perencanaan.

c. Aktor perencanaan lain, yakni legislatif seringkali memiliki rencana pemban-gunan sendiri yang bahkan dapat men-ganulir perencanaan pembangunan yang disusun pemerintah. Celakan-ya, secara epistemologi perencanaan

bersama antara pemerintah dengan leg-islatif tidak dianggap sebagai “peren-canaan partisipatif.” Meskipun secara politik legislator adalah wakil rakyat, pada praktiknya legislator memposisi-kan diri sebagai wakil konstituen.

Implementasi Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning)

Pengabaian—atau tepatnya ketiadaan mekanisme umpan balik (feedback)—ter-hadap usulan-usulan masyarakat dalam Musrenbang berakibat pada munculnya kejenuhan dalam pelaksanaan Musrenbang di tingkat Desa atau Kecamatan bahkan Musrenbang Kabupaten. Kejenuhan publik ini mulai menunjukkan gejala baru yang lebih fatalistik, yakni apatisme. Publik mu-lai menganggap pelaksanaan Musrenbang sebagai seremoni pembangunan belaka ka-rena aspirasinya tidak selalu diakomodasi. Publik mulai tidak peduli dengan proses perencanaan pembangunan dan mengang-gap pembangunan sebagai wilayah yang tak dapat dimasukinya, menjadi monopoli pemerintah atau DPRD semata. Pemer-intah berdalih usulan masyarakat dalam pelaksanaan Musrenbang baik di tingkat Desa maupun Kecamatan umumnya masih “mentah”. Artinya masyarakat masih meli-hat kegiatan (project) yang harus dilakukan pemerintah adalah kegiatan-kegiatan yang dekat dengan dirinya, dan umumnya bersi-fat fisik infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, irigasi, talud dan infra-struktur lingkungan lain. Urusan-urusan lain yang juga mendesak dilakukan pemer-intah umumnya tidak tersampaikan dalam

Page 86: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

86 | Edisi 3, Tahun III

Musrenbang seperti sektor perhubungan (tarif, trayek, pengaturan lalu lintas), atau soal-soal kearsipan, kepurbakalaan, tele-komunikasi, tenaga kerja dan seterusnya (Hastiyanto, 2012).

Relasi yang diaktik ini sudah sepatut-nya perlu didamaikan. Masyarakat (publik) seringkali memiliki kompetensi yang terba-tas untuk soal-soal teknis karena tidak didi-dik secara khusus untuk melakukan kajian teknis sebagaimana birokrat dalam pemer-intahan. Namun realitas yang berkembang telah menunjukkan sikap ketidakpercayaan publik (distrust); apatisme publik terhadap pelaksanaan perencanaan pembangunan. Masyarakat beranggapan aspirasi mereka dalam Musrenbang tidak diakomodasi se-hingga Musrenbang yang digelar pemerin-tah tergelincir maknanya menjadi agenda seremonial; formalitas sehingga bila diter-uskan sesungguhnya tidak berguna bagi siapa-siapa (Hastiyanto, 2012). Salah satu usaha mendudukkan peran Musrenbang sesuai kaidah perencanaan adalah den-gan menerapkan Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning)4.

4 Pemerintah Kabupaten Tegal dalam hal ini Bappeda Kabupaten Tegal telah mendesain skema Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning) dalam proses perencanaan pemban-gunan, utamanya akomodasi hasil-hasil Mus-renbang Kecamatan dalam APBD. Perencanaan Bergaransi ini mulai dikenalkan pada tahun perencanaan 2010 untuk penganggaran tahun 2011. Kabupaten Tegal memiliki 18 kecamatan, masing-masing kecamatan mendapat alokasi Rp. 1 Milyar untuk mengakomodasi usulan ma-

Perencanaan bergaransi dapat dise-but sebagai penjaminan menurut kriteria tertentu terhadap usulan dan aspirasi Musrenbang untuk diakomodasi hingga APBD ditetapkan5. Kriteria tertentu6 ini dapat dijabarkan dalam skema jumlah nominal tertentu atau kegiatan (project) tertentu, misalnya setiap kecamatan di-beri penjaminan akomodasi usulan dan aspirasi senilai Rp. 1, 2, atau 5 Milyar sesuai kemampuan anggaran. Skema lain melalui jumlah kegiatan, misalnya setiap kecamatan diberi penjaminan 5, 6 atau 10 kegiatan

syarakat melalui Musrenbang Kecamatan di luar usulan masyarakat yang diakomodasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui Ren-cana Kerja (Renja) SKPD. Baik Perencanaan Bergaransi maupun usulan masyarakat yang diakomodasi melalui Renja SKPD pelaksanaan kegiatannya dilakukan oleh SKPD.

5 Lihat Hastiyanto dalam Musrenbang dan Guar-antee Planning, Jurnal Perencanaan IdeA, Edisi 9 Tahun V, 2011.

6 Setelah diintroduksi tahun 2010 untuk APBD ta-hun 2011, Bappeda Kabupaten Tegal melakukan kajian dan merumuskan aturan main yang lebih terpadu. Evaluasi terhadap alokasi anggaran Rp. 1 Milyar untuk masing-masing kecamatan mendapati situasi sbb: anggaran dibagi rata untuk masing-masing desa dalam satu kecamatan sehingga volume kegiatan kecil dan pembangu-nan tidak tuntas; proporsi kegiatan pembangu-nan infrastruktur lebih mendominasi ketimbang pembangunan sektor sosial dan ekonomi, serta proporsi Rp. 1 Milyar untuk setiap kecamatan dianggap belum proporsional karena belum mempertimbangkan jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah desa pada setiap kecamatan, Lih. Hastiyanto, Febrie. 2012. Implementasi Perencanaan Bergaransi. Jurnal IdeA Edisi 12 Tahun VI 2012

Page 87: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 87

Perencanaan Bergaransi (Guarantee Planning): Best Practise Model Perencanaan Partisipatif

di Kabupaten Tegal Jawa Tengah

pasti diakomodasi dalam APBD. Untuk merasionalisasi jumlah satuan, indeks harga, derajat kebutuhan dan seterusnya menjadi tanggungjawab pemerintah yang dapat membentuk Tim Pendampingan, dilengkapi dengan petunjuk teknis dan aturan, serta kriteria penjaminan. Krite-ria tersebut misalnya, kegiatan bersifat lintas desa, merupakan kegiatan afirmasi wilayah tertinggal, persentase anggaran lebih banyak untuk sektor infrastruktur dan harus ada anggaran untuk sektor sosial dan ekonomi, atau bukan kegiatan yang merupakan kewenangan desa sehingga cukup didanai melalui APBD Desa7.

7 Dari hasil evaluasi, Bappeda Kabupaten Tegal merumuskan aturan yang dituangkan dalam Peraturan Bupati mengenai Peneyelenggaraan Musrenbang Tahun 2012, yang secara pokok isinya mengatur hal-hal sbb: alokasi anggaran diberikan secara proporsional pada masing-ma-sing kecamatan antara Rp. 700 juta hingga Rp. 1,3 Milyar memperhitungkan jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah desa; alokasi anggaran harus digunakan untuk tiga sektor yakni Sosial, Ekonomi, Lingkungan (Infrastruktur); jumlah kegiatan yang direncanakan maksimal 5 (lima) kegiatan dengan harapan kegiatan (project) yang direncanakan merupakan kegiatan yang besar dan tidak mungkin dibagi rata untuk masing-masing desa dalam satu kecamatan; dan kegiatan bersifat lintas desa dalam satu kecamatan. Sejak tahun 2012, Perencanaan Bergaransi memiliki istilah generik yaitu Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) sebagaimana tertu-ang dalam Peraturan Bupati. Usulan masyarakat dalam Musrenbang yang tidak termasuk dalam PIK diakomodasi oleh SKPD melalui skema Pagu Indikatif Sektoral (PIS) yang bersama perencanaan teknokratik SKPD dituangkan dalam Renja SKPD.

Perencanaan bergaransi ini tidak men-gubah struktur APBD, dalam arti tidak me-nambah anggaran baru. Aspirasi Musren-bang ini hanya dijamin untuk diakomodasi oleh SKPD teknis dalam Rencana Kerjanya8. Sangat mungkin terdapat interseksi antara aspirasi Musrenbang dengan perencanaan teknokratis Renja SKPD. Dalam kondisi darurat perencanaan, model perencanaan bergaransi ini dapat dijadikan pilihan ke-tika pemerintah bersikap abai terhadap komitmen menindaklanjuti hasil-hasil Musrenbang.

8 Dalam pelaksanaannya, berkembang pemikiran bila Perencanaan Bergaransi tidak dilakukan oleh SKPD tetapi dilakukan oleh Pemerintah Desa atau Kelompok Pelaksana Proyek yang dikelola oleh masyarakat. Model ini mengadopsi model yang dikembangkan oleh Program Na-sional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Konsekuensi model ini adalah skema pembiay-aan Perencanaan Bergaransi yang sebelumnya bersifat Belanja Langsung menjadi Belanja Hibah kepada Pemerintah Desa atau kelompok masyarakat.

Page 88: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

88 | Edisi 3, Tahun III

Referensi:

1. Hastiyanto, Febrie. 2011. Musren-bang dan Guarantee Planning. Jurnal IdeA Edisi 10 Tahun V 2011.

2. Hastiyanto, Febrie. 2012. Implementasi Perencanaan Bergaransi. Jurnal IdeA Edisi 12 Tahun VI 2012

3. Ely Theresia Darma (2007), Dinamika

Proses Perencanaan Pembangunan Daerah (Suatu Kajian tentang Proses Pembangunan Perikanan di Kabupaten Lampung Tengah). Tesis Universitas Brawijaya. Tidak diterbitkan.

4. Suryono, Agus. 2010. Dimensi-Di-mensi Prima Teori Pembangunan. UB Press: Malang.

Page 89: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 89

MENIRU MODEL PELAYANAN PERBANKAN KEDALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA UNTUK MENUJU

PEMERINTAH KELAS DUNIA TAHUN 2025Oleh : Hajbudin Hekmatiar

Pemerintah merupakan suatu institusi yang pada hakekatnya ada untuk melayani masyarakat. Dengan mekanisme tertentu lembaga negara layaknya sebuah lembaga profit yang mendapatkan keuntungan dan biaya operasional berasal dari pendapatan negara baik pajak maupun non-pajak. Tulisan ini mengeksplorasi , betapa birokrasi pemerintah sepantasnya segera meniru model pelayanan yang diberikan oleh institusi perbankan dalam melaksanakan perubahan dari segi organisasi, tatalaksana, SDM, Pengawasan, Akuntabili-tas, serta mind set dan cultural set aparatur pemerintahan dengan mengubah persepsi bahwa aparatur negara merupakan comfortable zone menjadi com-petitive zone, guna menyempurnakan langkah nyata sesuai visi reformasi birokrasi indonesia yaitu menjadi pemerintah kelas dunia pada tahun 2025.

A. Latar Belakang

Indonesia sebenarnya merupakan neg-ara besar yang sangat mampu untuk menjadi sebuah negara maju dengan

semua potensi yang dimilikinya. Namun potensi tersebut belum mampu digunakan secara optimal. Kebanyakan kekayaan neg-eri ini hanya dinikmati oleh kaum-kaum tertentu atau bahkan yang lebih mempri-hatinkan, semua itu dinikmati oleh pihak asing. Padahal seharusnya kekayaan negara ini dinikmati oleh masyarakatnya sendiri. Semua ini diperparah lagi oleh pelayanan

publik yang sampai saat ini masih belum tertata rapih, masih banyak keluhan dan kekurangan disana sini. Bahkan masyarakat sendiri tampaknya sudah terbiasa dengan pelayanan-pelayanan tidak ramah bagi mereka.

Selain hal mendasar tersebut, masyara-kat sudah tidak asing dengan praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam pelayanan publik di negara ini. Bahkan organisasi Fund for peace merilis indeks terbaru mereka pada tahun 2012 tentang “Failed State” atau “Negara Gagal” pada

Page 90: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

90 | Edisi 3, Tahun III

urutan 100 setidaknya 82 peringkat lebih baik dari negara yang dianggap paling ga-gal adalah somalia dan seratus tingkat lebih buruk dari pada negara paling bersih yaitu new zealand. Hal ini paralel dengan indeks pendayagunaan SDM dimana indonesia berada pada urutan 124 atau negara den-gan urutan 63 terburuk dengan peringkat nomor satu terburuk adalah kongo dan yang terbaik adalah norwegia.

Tentu hal ini merupakan cambuk yang luar biasa khususnya bagi aparatur negara dalam memberikan pelayanan yang ter-baik kepada publik, tidak hanya mengejar “profit” untuk melaksanakan segala bentuk operasional yang dijalankan oleh pihak pemerintah namun juga memberikan pelay-anan yang maksimal,profesional, efektif dan efisien serta tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

B. Permasalahan Banyak sekali keluhan dari ma-

syarakat dalam berbagai sektor pelay-anan publik baik berupa pelayanan ke-sehatan, administrasi, informasi maupun hal-hal pelayanan lain yang menyangkut pribadi maupun masyarakat luas. Sering masyarakat berkata bahwa dalam mengu-rus sesuatu “birokrasinya berbelit belit” atau “Kalau orang susah, pelayanannya gak akan ramah” dalam hal ini akan coba penulis uraikan penyebab permasalahan-permasalahan tersebut.

1. Mental AparaturMenjadi Pegawai negeri di Indone-

sia mungkin menjadi impian bagi seba-gian besar warganya. Kenapa demikian, setidaknya menjadi pegawai negeri akan menjamin hidupnya sampai ia pensiun. Berbeda halnya ketika ia bekerja di perusa-haan swasta atau mungkin berwiraswasta. Kursi menjadi seorang aparatur di persep-sikan menjadi sebuah kursi yang sangat nyaman, dengan jam kerja yang rendah dan “santai” seseorang bisa mendapatkan gaji yang tinggi apabila dibandingkan den-gan pegawai-pegawai swasta. Sehingga mereka dengan sendirinya akan merasa bahwa status sosial dirinya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain yang bekerja di perusahaan-perusahaan atau mungkin berdagang. Selain itu para pegawai negeri tidak di tekan oleh sistem untuk bekerja, maka jangan heran ketika mereka terkadang berkeliaran di tempat-tempat belanja pada jam kerja kemudian tidak responsif dan ramah ketika melayani masyarakat. Ini tercermin ketika kita sedang mengurus sebuah keperluan administrasi dalam bidang kesehatan, bagaimana pasien yang menggunakan jamkesmas ketika bero-bat di rumah sakit pemerintah layaknya orang asing dalam pemberian pelayanan, tidak seperti pasien dengan askes ataupun pasien yang membayar biaya berobatnya sendiri. Jangan pun responsif, senyuman pun nyaris tertutup mungkin oleh saking “sibuk”nya sang pemberi pelayanan.

Page 91: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 91

MENIRU MODEL PELAYANAN PERBANKAN KEDALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA UNTUK MENUJU PEMERINTAH KELAS DUNIA TAHUN 2025

2. Pegawai Tidak profesionalProfesional berarti ia bekerja sesuai

dengan profesi yang dimilikinya, ketika ia bekerja sebagai operator komputer ia harus memiliki kualifikasi pendidikan komputer yang memadai, ditambah dengan skill serta nilai-nilai yang diatur dalam kode etik pro-fesi. Kebanyakan aparatur negara ini tidak menganut sistem kerja yang profesional. Lulusan apapun dengan kualifikasi apa-pun bisa menduduki suatu posisi yang mungkin asing bagi dirinya sendiri. Misal seorang lulusan teknik, dijadikan sebagai seorang kepala dinas sosial. Seorang lulu-san sosial ditempatkan di bagian Pekerjaan Umum. Anekdotnya adalah “ale-ale” di-mana seseorang tidak ditempatkan pada suatu tempat yang semestinya. Maka tidak heran jika para aparatur tidak mengetahui secara jelas apa tugas pokok dan fungsinya ketika ia bekerja sehingga ketika ditanya oleh masyarakat tentang suatu hal mereka terkadang tidak tahu atau bahkan saling melempar.

3. KKNSeperti dijelaskan sebelumnya bahwa

pegawai negeri dipersepsikan menjadi se-buah zona yang sangat nyaman, sehingga mendorong orang-orang yang ada didalam-nya untuk menjaga atau bahkan mening-katkan kenyamanannya tersebut. Dalam sebuah proyek atau pelaksanaan program sangat banyak sekali korupsi-korupsi atau mark up yang tidak tersentuh. Sebenarnya bukan tidak tersentuh namun terlalu kuat

untuk disentuh. Anggaran yang dikorupsi di bagikan secara rapi menjadi uang tutup mulut yang efektif. Selain itu para pegawai akan berusaha meregenerasikan kenya-manannya itu kepada keluarganya sendiri, entah anak atau saudaranya sehingga ia akan berusaha dengan cara apapun untuk melakukan kolusi dan nepotisme dalam penerimaan pegawai atau pelaksanaan program yang melibatkan seleksi orang banyak. Tentu yang jadi korban dalam hal ini adalah masyarakat karena selain “uang” nya dicuri, haknya untuk mendapatkan informasi ataupun kualifikasi yang sebena-rnya dibutuhkan oleh negara tidak tercapai.

4. Keterbukaan InformasiSebenarnya banyak sekali program

yang dapat diakses oleh masyarakat, na-mun tidak jelasnya keterbukaan informasi mengenai sumber-sumber tersebut menye-babkan masyarakat tidak mengetahuinya. Jika tahu pun, masyarakat belum tentu paham bagaimana prosedur untuk men-gaksesnya. Untuk itu sebaiknya aparatur pemerintahan terbuka untuk memberikan informasi kepada masyarakatnya baik den-gan beragam media elektronik ataupun turun langsung sosialisasi rutin kepada masyarakat sasaran program.

5. Fasilitas tidak memadaiBangunan atau fasilitas terutama yang

bersentuhan dengan pelayanan publik ter-lihat benar-benar tidak memadai. Kesenjan-gan itu terlihat apabila kita membandingkan

Page 92: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

92 | Edisi 3, Tahun III

antara ruang tamu ataupun ruang tunggu untuk masyarakat, dengan ruangan kerja kepala dinas ataupun aparat-aparat terkait yang nyaman dan dilengkapi pendingin ruangan. Selain itu fasilitas-fasilitas lain seperti toilet yang sangat bersih, pendingin ruangan, sofa dan fasilitas untuk difabel mungkin akan menjadi fasilitas mewah

bagi sektor pelayanan publik di indonesia.

C. Model Pelayanan perbankanPrinsipnya pelayanan suatu bank

merupakan syarat utama bagi keberlang-sungan ataupun keberhasilan sebuah bank untuk mendatangkan konsumen. Konsumen harus merasa sangat nyaman sehingga ia akan menyimpan uang atau berinvestasi di bank tersebut. Sehingga bank akan selalu memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen dalam hal ini adalah nasabahnya.

Tidak melulu hanya penawaran produk perbankan namun juga sebuah pelayanan. Pelayanan merupakan sebuah marketing yang sangat baik untuk menjaga konsistensi nasabah agar tetap memilih bank tersebut. Ada beberapa ciri khas yang ideal ketika kita mendatangi suatu bank dimanapun itu berada :

1. Kemudahan AksesBank apapun selalu memilih tempat

yang sangat strategis agar mudah diakses oleh nasabahnya. Selain itu kenyamanan dan keamanan merupakan hal mutlak yang harus diberikan. Kenyamanan berupa

fasilitas parkir yang memadai, kursi sofa, nomor urut tunggu otomatis ,pendingin ruangan toilet yang bersih serta tata ru-ang yang sangat rapih. Sehingga nasabah akan merasa nyaman ketika ia berada di dalam bank.

2. Produk yang ditawarkanProduk yang ditawarkan sangat me-

narik dan variatif, menyebabkan lembaga bank tidak harus mempromosikan secara besar-besaran namun dengan menyimpan brosur di sudut-sudut ruangan saja menja-dikan nasabah dengan sukarela mengikuti tawaran produk tersebut. Produk-produk yang diberikan akan saling menguntung-kan baik untuk pihak bank maupun na-sabah, selain itu kejelasan informasi dan kemudahan akses bagi siapa saja yang menggunakan produk tersebut. Misalnya saat ini telah dikembangkan ATM bersama ataupun E-banking bahkan handphone bisa dijadikan sebuah media untuk men-

transfer uang.

3. Pelayanan Front LinerDari pintu masuk saja kita sudah di

berikan senyuman dan sapaan hangat dari satpam, hal itu pun terjadi ketika kita keluar. Setelah kita masuk kedalam ruangan bank kita akan dihadapkan akan kemana kita pergi, apakah bertemu dengan Costumer Services ataupun Teller. Jika kita bertemu dengan costumer services mereka (CS) benar-benar profesional, menguasai segala bentuk produk yang ditawarkan, sehingga

Page 93: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 93

MENIRU MODEL PELAYANAN PERBANKAN KEDALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA UNTUK MENUJU PEMERINTAH KELAS DUNIA TAHUN 2025

ia akan memberikan solusi kepada nasa-bahnya dengan penjelasan yang sangat ramah dan komplit. CS juga secara tidak langsung dapat melakukan cross selling kepada nasabahnya, sehingga pelayanan benar-benar efektif. Apabila anda bertemu teller anda juga akan mendapatkan pelay-anan yang tidak kalah ramahnya, teller merupakan seseorang profesional yang tidak boleh salah dalam melakukan input dengan cepat tanpa mengurangi sifat ramah terhadap nasabah.

Untuk menjaga kualitasnya, bank juga responsif dalam menerima keluhan maupun komplain dari nasabah. Selain Costumer Services mereka menempat-kan box-box untuk kritik dan saran di samping-samping ruangan, atau meng-gunakan media teknologi seperti call center ataupun internet banking. Setiap hari para petugas bank mendapatkan morning brief-ing atau sharing moment dari manajemen bank, Tujuannya adalah untuk membahas komplain-komplain dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Dalam praktiknya bank menempat-kan nasabah sebagai mitranya. Tanpa mitra tersebut bank tidak akan berjalan. Untuk itu bank selalu memperkuat kinerja pegawainya dengan beragam mekanisme

dan kontrol yang jelas. Ketika seseorang dinilai tidak cakap lagi untuk mendapat posisi tertentu maka akan dengan mudah bank tersebut menjatuhkan sanksi bah-kan melakukan pemberhentian. Tujuannya adalah pemberian pelayanan yang efektif dan efisien.

D. Sebuah perbandinganTentu akan sangat dengan mudah kita

membandingkan bagaimana kualitas pelay-anan yang diberikan oleh bank dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Bukan berniat untuk menjelek-jelekan na-mun realitasnya seperti itu, dengan sokon-gan dana dan cakupan yang luar biasa seha-rusnya pemerintah sudah mampu bergerak jauh untuk memberikan pelayanan yang terbaik terhadap masyarakat. Aparatur pemerintah tidak boleh mengeluh akan gajinya yang kecil, apabila dibandingkan dengan pegawai bank pun, pegawai negeri tampaknya lebih menjamin dan prospektif ke masa depan. Gaji memang kecil namun tunjangan-tunjangan dan “proyek” akan senantiasa hadir menyertai pekerjaannya.

Berikut mungkin apabila saya rangkum perbandingan pelayanan yang mungkin kita rasakan ketika kita mendapat pelayanan dari pihak pemerintah dengan pihak bank.

Page 94: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

94 | Edisi 3, Tahun III

NO JENIS PELAYANAN PEMERINTAHAN BANK1 WAKTU Kebanyakan tidak tepat waktu

(molor)Selalu tepat waktu, karena jika terlambat sanksinya berat

Jam kerja kebanyakan hanya sampai siang/tidak sesuai

Jam kerja jelas, dimulai pagi dan berakhir sore

2 MEKANISME PELAYANAN Dirasakan berbelit-belit Jelas dan terarah3 SDM Sebagian besar tidak profesional profesional

Integritas kerja rendah Integritas tinggi4 KERAMAHAN Kebanyakan tidak ramah Melayani dengan sangat

ramah5 RUANG LINGKUP Luas Kecil6 RESPONSIF Kurang responsif dalam menan-

gani keluhan, jika cepat pun ha-rus memakai “uang” pelicin

Sangat responsif dan menyelesaikan masalah secara cepat

7 REWARD AND PUNISH-MENT

Rendah Tinggi

8 ZONA Comfort zone Competitive zone9 EVALUATOR/ AUDITOR Ada Ada

10 FASILITAS Kurang nyaman Selalu nyamanMudah dijangkau Mudah dijangkau

11 PRODUKTIVITAS Rendah Tinggi12 KKN Sering ditemukan Jarang ditemukan

Tentu tidak semua sektor pelayanan publik seperti itu, ada juga beragam in-stansi yang sudah melaksanakan reformasi birokrasi. Setidaknya ada tiga instansi yang melaksanakan reformasi birokrasi yaitu : Kementerian keuangan, Mahkamah agung dan BPK. Yang apabila kita mendapatkan pelayanan dari kementerian keuangan misal nya melalui kantor pajak, pelayanan-nya sudah hampir setara dengan pelayanan yang diberikan oleh perbankan. Selain itu sesuai Pepres No.69 s.d 77 tahun 2010 ter-dapat 9 K/L yang sudah melakukan refor-masi birokrasi dan mendapatkan tunjangan

kinerja yaitu :

1. Kementerian Koordinator perekonomian

2. Kementerian koordinator polhukam

3. Kementerian Koordinator kesejahteraan rakyat

4. Tentara Nasional Indonesia

5. Kepolisian negara republik indonesia

6. Kementerian pertahanan

7. Kementerian PAN dan RB

8. Kementerian PPN/Bappenas

9. Badan pengawas keuangan dan pem-bangunan (BPKP)

Page 95: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 95

MENIRU MODEL PELAYANAN PERBANKAN KEDALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA UNTUK MENUJU PEMERINTAH KELAS DUNIA TAHUN 2025

Tentu sudah sewajarnya pelayanan publik khususnya yang diberikan langsung oleh lembaga-lembaga tersebut minimal sama dengan kualitas pelayanan yang di-berikan oleh bank terhadap nasabahnya. Sehingga rakyat tidak merasa dirugikan ketika ia membayar pajak namun ia tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari aparatur pemerintahan itu sendiri.

E. Meniru Model Pelayanan Perbankan

Dengan penjelasan yang cukup jelas di atas, pemerin-tah seharusnya menempat-kan masyarakan bukan hanya sebagai sasaran program, melainkan mitra yang harus diberikan pelayanan semaksi-mal mungkin. Dengan meniru perbankan di berbagai sektor dan mekanisme kerjanya, pemerintah sebenarnya mampu menem-patkan orang-orang profesional sebagai pegawai-pegawainya di semua lini. Mung-kin ini yang saya rekomendasikan untuk pelaksanaan pelayanan publik yang baik :

1. Pegawai negeri mutlak harus seseorang yang profesional, sesuai dengan kualifi-kasi pendidikan dan posisi yang diteri-manya saat ini. Jangan ada lagi pegawai negeri yang masuk namun tidak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh negara. Dengan mencontoh situ-asi penerimaan pegawai perbankan, informasi penerimaan dibuka secara jelas dan terbuka, tidak ada indikasi KKN serta melibatkan pihak konsultan manajemen untuk para pegawainya apakah cakap untuk melaksanakan

pekerjaan sesuai dengan posisi yang diperlukan. Tentunya hal ini akan mendatangkan orang-orang dengan integritas dan produktivitas kerja yang baik. Berikut adalah data dari Kemen-terian aparatur negara tentang profil PNS Oktober 2011 berdasarkan tingkat pendidikan.

Profesional berarti bekerja dengan menggunakan tiga kerangka kerja yaitu pengetahuan yang di dapat dari jenjang pendidikan formal, kemudian keterampilan (skill) dari pengalaman lapangan serta nilai-nilai dari organ-isasi profesi. Apabila kita melihat data tersebut mengindikasikan bahwa pro-fesionalitas yang di miliki oleh instansi negara masih sangat kurang memadai. Sehingga dalam penerimaan pegawai harus benar-benar di laksanakan me-lalui rekruitmen terhadap orang-orang yang memiliki kualifikasi khusus dan telah melalui jenjang pendidikan yang memadai sesuai dengan formasi yang dibutuhkan oleh negara.

2. Manajemen front-liner yang ramah dan responsif, bagaimanapun ma-syarakat sebagai mitra harus dijaga hati dan perasaannya. Masyarakat harus diperlakukan sangat baik oleh pegawai-pegawai yang bersentuhan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah persentase

1. ≤ SMA/SMU/sederajat 1.775.715 38.22 %

2. Diploma 1.239.738 26.68 %

3. Sarjana 1.517.428 32.66 %

4. Pasca Sarjana 105.375 2.27 %

5. Doktor 8.095 0.17 %

4.646.351 100%

Page 96: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

96 | Edisi 3, Tahun III

langsung dengannya. Hal itu bisa dim-ulai dari yang terkecil, sifat ramah dan selalu tersenyum kepada masyarakat ketika mereka sedang melakukan se-buah proses administrasi atau apapun. Ketika ada keluhan pun masyarakat sewajarnya mendapatkan respon yang cepat dan memberikan solusi terbaik, tidak berbelit atau bahkan tidak saling melempar tanggung jawab. Untuk itu seperti poin diatas pemerintah terlebih dahulu membutuhkan orang-orang yang profesional.

3. Perbaikan Sistem Reward and Punish-ment, mekanisme kerja pegawai neg-eri tidak memberikan efek jera pada pegawainya yang sering tidak disip-lin dan memiliki etos kerja yang baik. Ada selentingan bahwa jika menjadi pegawai negeri, yang rajin ataupun yang tidak gajinya tetap sama. Hal itu sangat berbahaya karena akan mem-pengaruhi persepsi masyarakat serta mempengaruhi langsung terhadap proses pelayanan kepada masyarakat yang sedang membutuhkan suatu hal. Ada baiknya ketika aparatur negara diberikan gaji sesuai dengan prestasi maupun absensinya saat ia bekerja dalam satu bulan. Apabila melihat di lembaga perbankan atau lembaga swasta lain benar-benar dituntut to-talitas kerja, ketika pegawainya tidak bekerja satu hari saja hukumannya akan sangat berat. Atau bahkan ke-tika pekerja swasta tersebut terlambat maka ia akan mendapatkan potongan gaji yang cukup besar. Sehingga etos kerja pekerja swasta dan aparatur negara dalam hal ini pegawai negeri akan terlihat akan sangat jauh berbeda. Walaupun mungkin gaji dan pendapa-tannya jauh lebih besar pegawai negeri dari pada pegawai swasta atau bank

yang menganut sistem outsourching dan tidak sedikit memiliki gaji pokok Sesuai UMR.

4. Memperketat fungsi pengawasan dan monitoring yang dilaksanakan setiap saat, Kelemahan dari instansi negara dalam hal pengawasan dan monitoring adalah proses-proses tersebut dilak-sanakan namun tidak dilaksanakan secara langsung atau terus menerus. Pengawasan hanya bersifat insidental dengan waktu yang telah ditentukan.Sehingga akan jauh lebih efektif ketika pengawasan dan monitoring dilaku-kan baik oleh pimpinan dinas ataupun supervisor yang memiliki ruangan rep-resentatif dan strategis, untuk mendu-kung fungsi tersebut. Seperti halnya di lembaga perbankan atau bahkan perusahaan swasta sekalipun, Seorang pimpinan baik jajaran direksi ataupun supervisor mempunyai ruangan yang terbuka dan menunjang untuk melihat langsung bagaimana anak buahnya bekerja. Biasanya ruang pimpinan berada di tengah-tengah antara front liner ataupun behind staff namun ada juga yang berada di ruangan atas yang memiliki kaca terbuka sehingga pimpi-nan mampu melihat proses kerja secara keseluruhan. Tentu jika hal ini di ap-likasikan kepada instansi negara akan sangat berpengaruh besar terhadap kualitas pelayanan publik karena para aparatur negara akan selalu merasa diawasi oleh pimpinannya.

5. Fasilitas yang representatif, pemerintah sampai saat ini belum mampu mem-berikan kenyamanan total, layaknya seseorang ketika masuk ke dalam ru-angan bank dengan sofa dan pendin-gin ruangan. Ruangan-ruangan yang dikelola oleh pemerintah tampak se-merawut dan tidak bersih. Selain itu,

Page 97: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 97

MENIRU MODEL PELAYANAN PERBANKAN KEDALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA UNTUK MENUJU PEMERINTAH KELAS DUNIA TAHUN 2025

di disektor-sektor pelayanan tertentu tidak ada nomor urut pengunjung, sehingga akan menambah kesal orang yang mengantri untuk mendapatkan pelayanan. Untuk itu anggaran yang sangat besar sudah seharusnya diopti-malkan tidak hanya untuk remunerasi atau tunjangan kinerja para aparatur saja, namun juga untuk perbaikan fasilitas pelayanan publik, sehingga masyarakat merasa nyaman apabila akan mengakses pelayanan-pelayanan tersebut.

6. Penggunaan teknologi, pemerintah indonesia rendah sekali menerapkan teknologi tepat guna bagi pelayannya. Lain halnya dengan lembaga per-bankan yang telah memiliki sebuah sistem dan manajemen database yang sangat baik sehingga sulit untuk ada manipulasi data atau redudansi data sekalipun. Di kecamatan-kecamatan atau bahkan tingkat kota/kabupaten sekalipun, masih menggunakan loket antrian dan kebanyakan tidak memakai nomor urut antrian. Kemudian dalam pengarsipan sangat tidak tertata rapi, terkadang berkasnya pun hilang karena pengarsipan yang tidak jelas. Untuk itu pemerintah seharusnya menggunakan

teknologi layaknya teknologi yang di-gunakan oleh perbankan seperti data-base yang jelas, serta beragam media seperti website untuk menawarkan/mensosialisasikan beragam kebijakan maupun program untuk kemajuan ma-syarakat dengan biaya yang propor-sional.

F. Harapan­harapanHarapan penulis dengan dilak-

sanakannya model tersebut, tentu tidak hanya untuk mencapai sebuah visi refor-masi birokrasi negara indonesia untuk men-jadi pemerintahan kelas dunia tahun 2025, Namun yang terpenting pada hakekatnya adalah untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sebagai mitra pemerintah. Jadi hal ini akan menjadi daya tarik/marketing dari pemerintah untuk menarik warganya sendiri untuk sadar dan peduli akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dan pada akhirnya dengan tata pelaksaan pelayanan yang efektif akan mensejahterakan seluruh masyarakat indo-nesia seperti halnya tujuan negara ini yang tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945.

***

Page 98: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

98 | Edisi 3, Tahun III

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE WUJUDKAN

TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHANOleh : Muh. Afif Mahfud1

Sistem dan kebijakan di kantor BPN khususnya proses pendaftaran tanah masih memiliki banyak kelemahan sehingga masyarakat harus bersusah payah untuk men-dapatkan sertifikat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Pendaftaran tanah yang dilaksanakan oleh BPN memiliki tiga tujuan utama yaitu mewujudkan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan dan mewujudkan tertib administrasi pertanahan.

Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah telah membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun, faktanya, betapa buruknya pelayanan publik dalam proses pendaftaran tanah yang tergambar dalam hasil survey sektor pelayanan publik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2010. Buruknya pelayanan publik dalam proses pendaftaran tanah harus segera direformasi. Reformasi proses pendaftaran tanah tersebut dalam bentuk peningkatan efektivitas dan efisiensi proses pendaftaran tanah. Salah satu langkah positif yang dapat dilakukan pemerintah adalah menerapakan one locket service (pelayanan satu loket). One locket service merupakan suatu sistem pelayanan dimana pihak pemohon hak atas tanah hanya berhubungan dengan petugas loket di BPN. Dalam konteks ini, permohonan yang diajukan akan diproses secara internal oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Hal ini menyebabkan pemohon hak atas tanah tidak harus repot berurusan dengan banyak pihak atau bagian di BPN.

“Pelayanan publik merupakan hakikat dari sebuah pemerintahan karena pemerintah lahir dan hadir untuk melayani rakyat. Pelayanan publik tersebut haruslah dijiwai oleh prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Prinsip-prinsip tersebut akan mewujudkan esensi pelayanan publik yakni menjamin rakyat dari kalangan apapun mendapatkan haknya. Rakyatlah yang berkuasa dalam negara maka rakyat harus dilayani dengan sebaik-baiknya”

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Angkatan 2009

Page 99: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 99

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE

WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN

Kutipan kalimat bijak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut pantaslah menjadi re-

nungan bagi segenap komponen bangsa ini akan pentingnya pelayanan publik. Kata-kata tersebut seharusnya merasuk dalam jiwa setiap organ pemerintahan sehingga setiap organisasi pemerintahan tersebut akan melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Namun sangat disayang-kan, kata-kata tersebut nampaknya belum tertanam dalam dada organ pemerintahan tanpa terkecuali pegawai Badan Pertana-han Nasional (BPN). Akibatnya, sistem dan kebijakan di kantor BPN khususnya proses pendaftaran tanah masih memiliki banyak kelemahan sehingga masyarakat harus bersusah payah untuk mendapatkan sertifikat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Sebelum membahas secara men-dalam mengenai kelemahan pendaftaran tanah di BPN, penulis akan memberikan deskripsi mengenai pentingnya tanah bagi masyarakat Indonesia.

Tanah memiliki fungsi ganda dalam kehidupan manusia yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset, tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial dalam kehidupan masyarakat. Di sisi lain, tanah sebagai capital asset meru-pakan faktor modal dalam pembangunan. Sebagai capital asset, tanah telah menjadi benda ekonomi yang sangat penting dan tinggi nilainya. Hal ini disebabkan luas ta-nah tetap sedangkan jumlah manusia yang membutuhkannya semakin bertambah.

Kebutuhan masyarakat akan tanah dari hari ke hari terus meningkat searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia.

Ketidakseimbangan antara luas ta-nah dengan kebutuhan masyarakat berpo-tensi menimbulkan konflik sosial. Untuk mencegah terjadinya konflik sosial yang dilatarbelakangi oleh pemilikan dan pen-guasaan tanah maka pemegang hak atas tanah harus diberikan perlindungan yuri-dis oleh pemerintah. Perlindungan yuridis terhadap harta benda termasuk di dalam-nya hak atas tanah merupakan hak asasi. Perlindungan yuridis bagi pemegang hak atas tanah dilandasi oleh Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Re-publik Indonesia 1945. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehor-matan, martabat dan harta benda yang ada dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Substansi Pasal 28 G UUD tersebut ke-mudian dijabarkan dalam Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No-mor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Ma-nusia. Dalam Pasal 29 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlind-ungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta miliknya. Kemudian dalam Pasal 36 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik

Page 100: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

100 | Edisi 3, Tahun III

baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. Pasal tersebut secara tegas juga menyatakan bahwa hak milik atas benda termasuk tanah tidak boleh dirampas secara sewenang-wenang dan melawan hukum.

Mengingat pentingnya perlindungan yuridis atas tanah sebagai hak asasi manu-sia maka pemerintah membuat kebijakan pendaftaran tanah. Kebijakan pendaftaran tanah di Indonesia didasarkan pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam pasal tersebut, pendaftaran tanah merupakan kewa-jiban pemerintah. Untuk melaksanakan amanah pasal tersebut maka pemerintah telah membentuk sebuah lembaga yang berfungsi mendaftarkan tanah yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pendaftaran tanah yang dilaksanakan oleh BPN memi-liki tiga tujuan utama yaitu mewujudkan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, menyediakan informasi kepada pihak yang berkepent-ingan dan mewujudkan tertib administrasi pertanahan.

Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah telah membuat Per-aturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam PP tersebut dicantumkan berbagai proses pendaftaran tanah dan data yang harus dilengkapi oleh pemohon hak atas tanah.

Adapun proses-proses tersebut yaitu pertama, pemohon melengkapi beberapa berkas yaitu fotokopi identitas pemohon, data yuridis tanah seperti akta jual beli, keterangan ahli waris dan lain-lain, surat pernyataan pemohon dan Surat Pemberi-tahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir. Pada tahap ini, pemohon akan berhubungan dengan bagian hak atas tanah.

Kedua, pemohon mengajukan permin-taan pengukuran dan penetapan batas ta-nah di bagian pengukuran dan pemetaan tanah. Proses pengukuran dan pemetaan tersebut terdiri dari empat kegiatan utama yaitu pembuatan peta dasar pendaftaran, penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah, pembuatan peta pendaftaran serta pembuatan daftar tanah dan pembuatan surat ukur. Sebelum melakukan empat ke-giatan utama tersebut, panitia pemeriksaan tanah mengadakan penelitian dan penin-jauan fisik atas tanah yang dimohonkan, mengumpulkan keterangan/penjelasan dari pemohon dan pemilik yang berba-tasan, meneliti ada tidaknya keberatan dari pihak lain, meneliti kepentingan umum dan kesesuaian tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) termasuk meneliti status tanah, riwayat tanah dan hubungan hukum antara tanah yang dimohonkan dengan pemohon.

Ketiga, pemohon akan mengajukan permohonan penerbitan sertifikat kepada bagian penyertifikatan tanah. Sertifikat

Page 101: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 101

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE

WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN

tersebut ditandatangani oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota sebagai tanda bukti hak. Keempat, pen-catatan sertifikat dalam buku tanah. Hal ini dilakukan pada bagian pencatatan. Kelima, pemohon hak atas tanah melakukan pem-bayaran penerbitan sertifikat pada bagian pembayaran BPN. Pembayaran yang di-lakukan oleh setiap pemegang hak berbeda-beda bergantung pada jenis hak atas tanah dan luas tanah yang dimohonkan. Semakin luas tanah yang dimohonkan maka semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan.

Berdasarkan hasil penelitian pendaf-taran tanah pada tahun 2007, waktu yang dibutuhkan oleh seorang pemohon hak atas tanah untuk mendapatkan sertifikat men-capai 104-125 hari2. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyertifikatkan tanah tersebut jelas menunjukan tidak mungkin untuk menyertifikatkan seluruh tanah di Indonesia dalam waktu dua puluh atau tiga puluh tahun. Sebagai ilustrasi, apabila seorang penduduk dapat memiliki tanah dua hektar maka waktu yang dibutuhkan untuk menyediakan sertifikat bagi 200 juta penduduk berarti lebih dari 300 tahun bila satu sertifikat diproses selama dua hingga tiga bulan.

Lamanya proses pendaftaran tanah di Indonesia tersebut sesungguhnya telah melanggar asas sederhana dalam proses

2 Untung Rahardjo. 2009. Pelaksanaan Waktu Efektif Pendaftaran Tanah Secara Sporadik di Kantor Pertanahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hlm. 6

pendaftaran tanah3. Asas sederhana bertu-juan agar ketentuan-ketentuan pokoknya dapat dipahami dan dilaksanakan dengan mudah. Asas sederhana tersebut seharus-nya menjiwai proses pendaftaran tanah na-mun dalam kenyataannya hal tersebut tidak terjadi. Di sisi lain, telah ditetapkan pula asas cepat, mudah dan biaya murah guna mewujudkan catur tertib pertanahan di Indonesia. Akan tetapi, ketiga asas tersebut belum tercapai karena proses pendaftaran tanah sangat lama, prosesnya berbelit-belit dan biayanya sangat mahal.

Penulis sangat sependapat dengan Adrian Sutedi bahwa tingkat keberhasi-lan pemerintah dalam mewujudkan ter-tib administrasi pertanahan masih sangat rendah bahkan gagal karena tujuh indika-tor tertib administrasi pertanahan belum tercapai. Salah satunya adalah terdapat prosedur tetap yang sederhana, cepat na-mun akurasinya terjamin. Kenyataannya, asas sederhana guna menciptakan catur tertib pertanahan hingga saat ini masih dalam text book dan belum wujud dalam realitas pendaftaran tanah. Hal ini sangat ironis karena pada dasarnya asas tersebut merupakan meta kaidah yang memberikan arahan perilaku yang diinginkan atau seb-agai pedoman dalam setiap proses pendaf-taran tanah4.

Lamanya waktu yang dibutuhkan

3 Lihat Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

4 JJH Bruggink. 1999. Refleksi Tentang Hukum. Bandung : P.T. Citra Adithya Bakti. Hlm. 132

Page 102: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

102 | Edisi 3, Tahun III

untuk mendapatkan sertifikat sebagai bukti hak atas tanah diperparah dengan banyaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh pemohon hak atas tanah. Dari sisi pembiayaan, proses pendaftaran tanah terkesan tidak transparan dan seringkali pemohon hak atas tanah membayar lebih dari biaya yang seharusnya karena tidak adanya transparansi atau informasi awal dari pegawai BPN. Bahkan, pemohon hak atas tanah terkadang harus mengeluarkan biaya hingga jutaan rupiah untuk mem-peroleh sertifikat5. Biaya jutaan rupiah yang harus dikeluarkan oleh pemohon hak atas tanah tersebut jelas bertentangan dengan asas terjangkau dalam proses pendaftaran tanah. Padahal, asas terjangkau tersebut dimaksudkan memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin untuk turut mendaftarkan tanahnya. Namun dalam kenyataannya, rakyat miskin saat ini tidak mungkin sanggup untuk membayar biaya pendaftaran tanah yang mencapai jutaan tersebut.

Penerapan proses pendaftaran tanah yang tidak efektif dan efisien karena pan-jangnya jalur birokrasi yang harus dilewati menimbulkan berbagai dampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah terjadinya suap menyuap dalam proses pendaftaran tanah. Suap menyuap terse-but terjadi karena para pemohon hak atas tanah ingin dilayani secara cepat dan mu-dah sedangkan sistem yang berlaku tidak

5 Mhd. Yamin Lubis. 2010. Hukum Pandaftaran Tanah. Bandung : Mandar Maju. Hlm. 192

memungkinkan untuk dilaksanakannnya hal tersebut. Keinginan untuk mendapat-kan sertifikat hak atas tanah secara cepat walaupun harus melanggar peraturan pe-rundang-undangan tersebut dilaksanakan dengan cara menyuap oknum pegawai BPN yang tidak berintegritas.

Proses suap menyuap hingga saat ini marak terjadi di kantor BPN karena ma-sih banyaknya pegawai BPN yang tidak berintegritas. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2009, tingkat integritas pegawai BPN masih dalam kategori cukup dengan nilai 5,02 dengan rentang nilai 1-106. Kat-egori cukup ini sungguh jauh dari nilai baik apalagi sangat baik sebagaimana yang dicita-citakan dalam PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Bahkan menu-rut Yamin Lubis, inefisiensi dan inefekti-vitas birokrasi dalam proses pendaftaran tanah telah dimanfaatkan oleh pegawai BPN sendiri untuk memperoleh tambahan pendapatan7. Penyataan ini menunjukan bahwa penyuapan berpotensi untuk me-lembaga dan membudaya dalam operasion-alisasi pendaftaran tanah di Kantor BPN. Suap menyuap dalam proses pendaftaran tanah berpotensi membawa reaksi berantai yaitu terjadinya diskriminasi dalam proses pendaftaran tanah. Hal ini disebabkan pe-nyuap tentu akan diperlakukan lebih spe-sial dari pemohon hak atas tanah lainnya

6 Zainal Arifin Mochtar dan Hasrul Halili. 2009. Tingkat Integritas Instansi Pelayanan Badan Pertanahan Nasional. Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Hlm. 23

7 Mhd. Yamin Lubis, Op.Cit. Hlm. 195

Page 103: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 103

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE

WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN

dan proses penerbitan sertifikat hak atas tanahnya akan lebih cepat.

Kegiatan pendaftaran tanah di Kan-tor Badan Pertanahan Nasional yang erat dengan suap menyuap tersebut sangat tidak sesuai dengan prinsip pelayanan publik yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepo-tisme. Terdapat beberapa aturan pelayanan publik yang dilanggar dalam kaitannya dengan proses penyuapan di Badan Per-tanahan Nasional yaitu Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyeleng-garaan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberan-tasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 dan Peraturan Pemer-intah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedo-man Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

Penyuapan yang terjadi dalam proses pendaftaran tanah tersebut bertentangan pula dengan prinsip-prinsip pelayanan publik. Padahal, prinsip-prinsip pelayanan publik seharusnya menjadi pedoman dalam setiap tindakan administratif dan teknis pemerintah. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan terhadap realitas proses pendaftaran tanah telah terjadi pelanggaran terhadap empat prinsip pelayanan publik yang telah ditetapkan oleh Badan Perenca-naan Pembangunan Nasional (Bapennas)8.

8 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Na-sional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2007. Penerapan Tata Kepemerintahan

Adapun keempat prinsip tersebut adalah prinsip keterbukaan dan transparansi (openness and transparency), profesional-isme dan kompetensi (professionalism and competency), efisiensi dan efektivitas (effi-ciency and effectiveness) dan komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality).

Prinsip keterbukaan dan transparansi belum terwujud dalam proses pendaftaran tanah karena terdapat intransparansi dalam hal besarnya biaya dan prosedur pengu-rusan sertifikat hak atas tanah. Prinsip profesionalisme belum terwujud karena masih terjadi praktik suap menyuap di Kantor BPN. Prinsip efisiensi dan efek-tivitas masih belum diterapkan. Hal ini terbukti dengan lamanya waktu yang harus dihabiskan untuk melakukan penyertifi-katan tanah dan rumit serta panjangnya prosedur pendaftaran tanah. Hal serupa juga terjadi pada prinsip komitmen pada pengurangan kesenjangan. Mahalnya biaya pendaftaran tanah jelas kontradiktif den-gan prinsip ini. Hal ini disebabkan hanya orang mampulah yang bisa mendaftarkan tanahnya sedangkan orang miskin tidak.

Berdasarkan realitas tersebut, penulis berpendapat bahwa telah terjadi sebuah diskriminasi sistemik terhadap orang miskin dalam proses pendaftaran tanah. Berbagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip pelayanan publik tersebut meng-ingatkan penulis pada pendapat Jeremy

yang Baik, Jakarta:Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional. Hlm. 12

Page 104: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

104 | Edisi 3, Tahun III

Pope bahwa jika prinsip-prinsip pelayanan publik tidak diterapkan secara baik dan maksimal maka akan membawa kehan-curan bagi negara tersebut9.

Lamanya waktu pendaftaran tanah, besarnya biaya yang dikeluarkan, in-transparansi dan praktik suap menyuap dalam proses pendaftaran tanah menye-babkan rendahnya jumlah sertifikasi tanah di Indonesia. Kenyataannya, hingga saat ini jumlah tanah yang bersertifikat di In-donesia masih dibawah ketentuan yaitu hanya 31 % atau 22. 985.559 persil dari total luas tanah di Indonesia. Dalam laporan tahunan BPN tahun 2005, hanya 50.000.000 sertifikat tanah yang telah diterbitkan10. Sedangkan pendaftaran yang dilakukan untuk kegiatan perpajakan baru menca-pai 80.000.000 kapling tanah11. Sehingga dalam perkiraan logisnya, bila dibanding-kan dengan jumlah penduduk Indonesia maka kehendak pendaftaran tanah baru akan dapat diselesaikan dalam waktu 300 tahun ke depan. Tingkat penyertifikatan tanah sebagaimana yang penulis uraikan sangat jauh tertinggal dengan negara lain di Asia Tenggara. Di Filipina tanah yang telah bersertifikat telah mencapai 90 % dan

9 Wahyudin Kumoro. 2007. Etika Administrasi Negara. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada. Hlm. 53

10 Arie Sukanti Hutagalung. 2008. Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hlm. 56

11 Kegiatan Pendaftaran Tanah untuk kepentingan perpajakan dilakukan oleh Kementerian Keuan-gan dalam hal ini Direktorat Jendel Pajak bukan oleh Badan Pendaftaran Nasional.

Thailand mencapai 70 % dari total luas ta-nah di kedua negara tersebut12.

Buruknya pelayanan publik dalam proses pendaftaran tanah juga tergambar dalam hasil survey sektor pelayanan pub-lik yang dilakukan oleh Komisi Pember-antasan Korupsi pada tahun 201013. Hasil survey tersebut menunjukan bahwa in-deks pelayanan di BPN di bawah nilai 6. Nilai ini lebih rendah dari Indeks Pelay-anan Publik Nasional yakni 6,5. Buruknya pelayanan publik di bidang pertanahan ini juga berpengaruh terhadap buruknya pelayanan publik di Indonesia secara kes-eluruhan. Berdasarkan hasil survey Politi-cal and Economic Risk Consultancy (PERC) terhadap kualitas pelayanan publik di Asia, pelayanan publik Indonesia merupakan pelayanan publik kedua terburuk di Asia dan kualitas pelayanannya hanya mampu

12 Adrian Sutedi. 2009. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm. 167

13 Survei yang berlangsung pada bulan April-Agustus 2010 tersebut dilakukan terha-dap 353 unit layanan yang tersebar di 23 instansi pusat, 6 instansi vertikal dan 22 pemerintah kota, dengan melibatkan jumlah responden pengguna layanan sebanyak 12.616 orang yang terdiri dari 2.763 orang responden di tingkat pusat, 7.730 orang responden di tingkat instansi vertikal, dan 2.123 orang responden di tingkat pemer-intah kota. Seluruh responden merupakan pengguna langsung dari layanan publik yang disurvei dalam satu tahun terakhir. ( KPK Luncurkan Hasil Survey Integritas Publik Tahun 2010. http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=1645. Diakses pada tanggal 21 November 2012. Pukul 24.00 WITA)

Page 105: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 105

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE

WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN

mengalahkan India14.

Buruknya pelayanan publik dalam proses pendaftaran tanah harus segera direformasi. Reformasi proses pendaftaran tanah tersebut dalam bentuk peningkatan efektivitas dan efisiensi proses pendaftaran tanah. Salah satu langkah positif yang dapat dilakukan pemerintah adalah menerap-kan one locket service (pelayanan satu loket). One locket service merupakan suatu sistem pelayanan dimana pihak pemohon hak atas tanah hanya berhubungan dengan petugas loket di BPN. Dalam konteks ini, permo-honan yang diajukan akan diproses secara internal oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Hal ini menye-babkan pemohon hak atas tanah tidak harus repot berurusan dengan banyak pihak atau bagian di BPN.

Penerapan one locket service ini lebih maju dari sistem pelayanan satu atap karena pelayanan satu atap menempatkan pela-yanan pada satu kantor dan pihak pemohon tetap harus berhubungan dengan banyak bagian sehingga potensi penyuapan masih sangat besar. Oleh sebab itu, one locket service merupakan bentuk penyederhanaan atau efisiensi birokrasi yang dapat mencegah potensi penyuapan dalam proses pendaf-taran tanah. One locket service sebagai me-kanisme pendaftaran tanah yang baru juga

14 Detik. Com. Birokrasi Indonesia Kedua Terburuk di Asia. http://forum.detik.com/birokrasi-indonesia-terburuk-kedua-di-asia-188973. Diakses Pada Tanggal 21 November 2012 pukul 23.50 WITA)

dapat dipandang sebagai sebuah peruba-han paradigma pelayanan publik. Dalam konteks ini, one locket service menekankan pada keaktifan administrasi negara yaitu pihak BPN bukan keaktifan pemohon hak atas tanah. Hal ini sangat berbeda dengan proses pelayanan selama ini yang lebih menekankan pada keaktifan pemohon.

Langkah awal yang harus ditempuh untuk menerapkan one locket service dalam proses pendaftaran tanah adalah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Revisi ini bertujuan mengubah ketentuan-ketentuan yang kaku dalam PP tersebut seperti yang tertuang dalam Pasal 11 mengenai pelaksa-naan pendaftaran tanah, Pasal 14 mengenai pengukuran dan pemetaan tanah, pasal 17 mengenai penetapan batas-batas bidang tanah, Pasal 22 mengenai pembuatan su-rat ukur dan Pasal 31 mengenai penerbi-tan sertifikat. Revisi terhadap pasal-pasal tersebut akan mewujudkan efisiensi bi-rokrasi dalam pendaftaran tanah sebagai elemen pelayanan publik yang baik dan berkualitas.

Revisi terhadap PP tersebut harus ditindaklanjuti oleh BPN dengan membuat Standard Operasional Procedure (SOP). Pem-buatan SOP sebagai panduan operasional sangat penting guna memastikan bahwa setiap pelayanan yang dilaksanakan oleh pegawai BPN sesuai dengan mekanisme one locket service dan mengarah kepada ter-capainya tujuan pendaftaran tanah. Stan-dard Operasional Procedure tersebut harus

Page 106: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

106 | Edisi 3, Tahun III

memuat secara jelas mekanisme one locket service dan waktu penerbitan sertifikat ta-nah. Misalnya, BPN menetapkan waktu 20 hari untuk penerbitan sertifikat hak atas tanah.

Batas waktu ini akan menjadi acuan bagi pegawai BPN untuk bekerja secara maksimal guna menerbitkan sertifikat ses-uai dengan waktu yang telah ditentukan. Pembuatan SOP pendaftaran tanah yang jelas dan tegas ini sekaligus mengubah SOP pendaftaran tanah selama ini yang kurang jelas. Mengenai ketidakjelasan tersebut, S.R. Buck yang merupakan research fel-low dari Harvard University menyatakan bahwa Standard Operasional Procedure (SOP) pendaftaran tanah di Indonesia tidak jelas khususnya proses pengajuan permohonan, manual pengukuran dan pembayaran15.

Dalam tataran operasional, one locket service dalam proses pendaftaran tanah di-awali dengan pengajuan permohonan hak atas tanah dengan menyertakan bukti-bukti penguasaan tanah seperti akta jual beli dan bukti-bukti lainnya. Setelah menyerahkan permohonan dan bukti-bukti tersebut maka petugas loket akan memberikan bukti tan-da terima berkas. Tanda terima berkas ini yang akan menjadi bukti bagi pemohon untuk mengecek perkembangan proses pendaftaran tanahnya dan untuk men-gambil sertifikat tanah. Setelah itu, pihak BPN akan mengadakan pemeriksaan atas bukti-bukti yang telah diajukan. Setelah

15 S.R. Buck. 2001. Indonesian In Their Own Land. New York : Harper and Brother. Hlm. 25

bukti tersebut cukup maka pihak BPN akan menghubungi pemohon melalui telefon untuk menentukan tanggal pengukuran tanah. Setelah proses pengukuran selesai maka akan dibuat peta pendaftaran tanah oleh pihak BPN.

Peta pendaftaran tersebut dibuat se-cara digital dengan menggunakan Global Positioning Sistem (GPS). Penggunaan GPS dapat memudahkan dan memper-cepat proses pendaftaran tanah. Di sisi lain, tingkat akurasinya juga lebih tinggi sehingga dapat mencegah konflik pertana-han yang timbul sebagai akibat penguku-ran yang tidak akurat. Di sisi lain, hal ini juga akan menciptakan peta pendaftaran dalam skala besar yang selama ini tidak dapat diwujudkan. Setelah proses pengu-kuran, diterbitkanlah sertifikat dan didaftar dalam buku tanah. Setelah terdaftar dalam buku tanah maka pemohon hak atas tanah ditelefon dan diberitahukan jumlah biaya yang harus dibayarkan melalui bank ke-pada rekening atas nama BPN. Kemudian, dilakukan pembayaran oleh pemohon hak atas tanah.

Guna transparansi jumlah pem-bayaran maka BPN Kabupaten/Kota se-harusnya membuat sebuah website yang memuat cara perhitungan biaya pendaft-aran tanah secara sederhana agar mudah dimengerti oleh pemohon. Website tersebut juga dapat menggunakan aplikasi perhitun-gan pembayaran pembuatan sertifikat ele-ktronik yang perhitungannya disesuaikan dengan luas tanah dan lokasinya. Website

Page 107: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 107

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE

WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN

ini harus terus di perbaharui oleh pihak BPN sesuai dengan perkembangan harga tanah. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai biaya yang harus dibayarkan antara BPN dengan pemohon hak atas tanah. Nilai yang tertu-ang dalam aplikasi perhitungan tersebut dapat menjadi pembanding biaya yang harus dibayarkan dengan biaya yang diberi-tahukan oleh pihak BPN melalui telefon.

Pembayaran oleh pemohon hak atas tanah dilaksankan melalui bank. Pem-bayaran melalui bank ini akan memudah-kan proses pembayaran karena pemohon dapat membayar melalui berbagai sarana yang memudahkan seperti Automatic Teller Machine (ATM) dan sarana lainnya. Pem-bayaran dengan mekanisme ini akan sangat memudahkan dan dapat menghindari pe-nyuapan. Artinya, mekanisme ini jauh lebih transparan dibanding dengan mekanisme pembayaran saat ini.

Berkaitan dengan biaya pendaftaran tanah berbasis one locket service ini maka BPN harus pula mempertimbangkan penggratisan biaya pendaftaran tanah bagi masyarakat miskin. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena memiliki lan-dasan yuridis yaitu Pasal 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 2 tahun 1978 tentang Biaya Pendaftaran Tanah. Hanya saja PMDN tersebut tidak mengatur teknis pelaksanaannya. Dalam konteks inilah, penulis mengusulkan agar setiap rakyat miskin yang bermohon untuk dibebaskan biaya pendaftaran tanah harus

melengkapi surat keterangan miskin dari kelurahan setempat yang kemudian akan dipastikan melalui peninjauan langsung oleh pegawai BPN.

Penggratisan pembayaran ini akan mengakhiri diskriminasi terhadap rakyat miskin yang terjadi secara sistemik dalam proses pendaftaran tanah. Di sisi lain, hal ini juga akan menyebabkan masyarakat miskin memperoleh sertifikat tanah yang dapat digunakan untuk menjadi jaminan kredit di bank dengan tujuan mendirikan usaha yang dapat meningkatkan kondisi ekonominya16. Dengan kata lain, penggrati-san pendaftaran tanah bagi masyarakat miskin dapat menggerakkan ekonomi real.

Implementasi one locket service akan memberikan berbagai keuntungan dalam proses pendaftaran tanah yaitu memini-malisir suap menyuap karena pemohon hanya berhubungan dengan petugas loket sehingga suap menyuap sangat susah ter-jadi, mewujudkan efisiensi dan efektivitas birokrasi karena waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat dan terjadi penyederha-naan proses pendaftaran tanah, mewujud-kan paradigma pelayanan publik modern yang berorientasi pada keaktifan pejabat publik, lebih transparan karena pem-bayaran dilakukan melalui bank dengan biaya yang dapat diketahui dari website BPN Kab/Kota setempat dan melalui informasi langsung oleh pegawai BPN. Hal ini juga

16 A. Suryaman Mustari Pide. 2009. Quo Vadis Pendaftaran Tanah. Makassar : Pusat Kajian Politik, Demokrasi dan Perubahan Sosial. Hlm. 59

Page 108: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

108 | Edisi 3, Tahun III

didukung oleh mekanisme pembayaran melalui bank.

Pelayanan ini juga mendayagunakan semua potensi teknologi sehingga pem-rosesan data bisa lebih cepat dan akurat, meningkatkan animo masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya serta memberikan kesempatan kepada rakyat miskin untuk memperoleh sertifikat tanah secara gratis. Hal ini dapat dipandang sebagai perwuju-dan prinsip komitmen pada pengurangan kesenjangan dalam proses pelayanan pub-lik. Penerapan sistem one locket service ini juga sudah dapat mewujudkan asas-asas pendaftaran tanah yaitu asas sederhana, mudah dan terjangkau sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah

Penerapan one locket service dalam proses pendaftaran tanah akan membawa berbagai implikasi positif bagi pertana-han di Indonesia secara keseluruhan serta memenuhi tujuan pendaftaran tanah yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa17. Adapun tujuan-tujuan tersebut adalah memberikan jaminan keamanan

17 Lihat Land Administration Guidelines in 1996 with Special Reference to Countries in Admin-istration. New York and Geneva

penggunaan tanah bagi pemiliknya, men-dorong atau meningkatkan penarikan pajak oleh negara, meningkatkan fungsi tanah sebagai jaminan kredit, meningkatkan pen-gawasan pasar tanah, mengurangi sengketa tanah, memfasilitasi kegiatan rural land reform, meningkatkan urban planning dan memajukan infrastruktur, mendorong pen-gelolaan lingkungan hidup yang berkuali-tas serta menyediakan data statistik tanah yang baik.

Penulis meyakini bahwa penerapan one locket service merupakan solusi ideal untuk mengatasi masalah buruknya pelay-anan publik di bidang pendaftaran tanah karena dapat menghadirkan pelayanan publik yang cepat, mudah, murah, transpar-an dan anti diskriminasi. One locket service ini juga mengembalikan hakikat pelayanan publik di bidang pertanahan yaitu memo-sisikan BPN sebagai pelayan publik sejati.

***

Page 109: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 109

GOOD PUBLIC SERVICE : PENERAPAN ONE LOCKET SERVICE

WUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang UndanganUndang-Undang Dasar Negara Re-

publik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 2 tahun 1978 ten-tang Biaya Pendaftaran Tanah

BukuAdrian Sutedi. 2009.Peralihan Hak Atas

Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika.

Andi Suryaman Mustari Pide. 2009. Quo Vadis Pendaftaran Tanah. Makassar : Pusat Kajian Politik, Demokrasi dan Perubahan Sosial.

Arie Sukanti Hutagalung. 2008. Ke-wenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

JJH Bruggink. 1999. Refleksi Tentang Hu-kum. Bandung : P.T. Citra Adithya Bakti.

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Na-sional (Bappenas), 2007. Penera-pan Tata Kepemerintahan yang Baik, Jakarta:Sekretariat Tim Pengem-bangan Kebijakan Nasional.

Land Administration Guidelines in 1996 with Special Reference to Countries in Administration. New York and Geneva

Muhammad. Yamin Lubis. 2010. Hu-kum Pandaftaran Tanah. Bandung : Mandar Maju.

S.R. Buck. 2001. Indonesian In Their Own Land. New York : Harper and Brother.

Untung Rahardjo. 2009. Pelaksanaan Waktu Efektif Pendaftaran Tanah Secara Sporadik di Kantor Perta-nahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Wahyudin Kumoro. 2007. Etika Ad-ministrasi Negara. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.

Zainal Arifin Mochtar dan Hasrul Hali-li. 2009. Tingkat Integritas Instansi Pelayanan Badan Pertanahan Nasi-onal. Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Page 110: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

110 | Edisi 3, Tahun III

Internet

Detik. Com. Birokrasi Indonesia Kedua Terburuk di Asia. http://forum.detik.com/birokrasi-indonesia-terburuk-kedua-di-asia. Diakses tanggal 21 November 2012 pukul 23.50 WITA

KPK Luncurkan Hasil Survey Integritas Publik Tahun 2010. http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=1645. Diakses pada tanggal 21 November 2012. Pukul 24.00 WITA

Page 111: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 111

ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

Oleh : Liliek Handoko

Di kalangan masyarakat masih menganggap rendah kualitas pelayanan publik. Masyarakat acap kali mengeluhkan pelayanan publik yang tidak beru-saha melayani dengan baik terutama perihal komunikasi dan performansi. Semangat reformasi birokrasi untuk menciptakan good governance harus didukung. Artinya, permasalahan yang ada dalam pelayanan publik tidak boleh menjadi bahan olok-olokan atau dibiarkan begitu saja tanpa memberikan solusi yang cerdas. Oleh karena itu, untuk mendukung semangat birokrasi dan memberikan gagasan dalam pelayanan terbaik pelayanan publik penulis memberikan alternatif gagasan dalam meningkatkan kualitas komunikasi dan performansi dalam pelayanan publik. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui hasil bahwa: (1). rendahnya performansi dalam pelayanan publik diantaranya kurang informatif, kurang profesional dan kurang efisien dan optimal. Rendahnya komunikatif dalam pelayanan publik diantaranya kurang komunikatif, kurang persuasif dan kurang sugestif (2) Strategi ISO – 3S adalah strategi yang menggabungkan ISO 9001 dan 3 S ( Senyum, Salam, Sapa ). ISO 9001 akan menjadi standardisasi dalam hal performansi pelayanan publik, sedangkan 3 S ( Senyum, Salam, Sapa) menjadi acuan dalam etika komunikasi dalam pelayanan publik. ISO 9001 dipilih karena lebih unggul daripada Citizen’s Charter dan SPM. Konsep 3 S dipilih karena memiliki dampak holistik yaitu secara biologis, psikologi, sosiokultural dan spiritual terhadap masyarakat dalam pelayanan publik.

Page 112: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

112 | Edisi 3, Tahun III

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setakat ini, di kalangan masyarakat masih menganggap rendah kualitas pelayanan publik. Masyarakat acap

kali mengeluhkan pelayanan publik yang tidak berusaha melayani dengan baik teru-tama perihal komunikasi dan performansi. Banyak penelitian menyebutkan kualitas komunikasi dan performansi pelayanan publik masih rendah. Hasil survei PSKK UGM ( dalam Larasati, 2008) menyebutkan fakta di Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Selatan bahwa inisiatif bawahan ketika tidak ada atasan dinilai rendah.

Survei dari Bank Dunia menempat-kan Indonesia diurutan 135 dalam kualitas pelayanan publik (Larasati, 2008). Dari data di atas saja dapat digeneralkan pentingnya sebuah reformasi birokrasi dalam sebuah pelayanan publik. Setali tiga uang den-gan pernyataan tersebut, pemerintah me-nambahkan “Reformasi Birokrasi” dalam Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Akan tetapi, apakah masalah klasik yaitu masalah kepuasan pelayanan publik selesai begitu saja? Tentu tidak. Indikasinya adalah pelayanan publik saat ini masih ti-dak terlepas dari yang namanya calo atau makelar dalam pengurusannya. Misal, pe-ngurusan KTP, SIM, Sertifikat Pertanahan dan lain-lain. Hal ini menandakan tingkat kepercayaan (trust) terhadap pelayanan publik di negara ini masih kurang. Hal

lainnya masih dianggap sepele masalah etika komunikasi dalam pelayanan publik. Contoh nyata adalah kurang ramah dan senyum setiap pegawai yang melayani publik.

Semangat reformasi birokrasi un-tuk menciptakan good governance harus didukung. Artinya, permasalahan yang ada dalam pelayanan publik tidak boleh menjadi bahan olok-olokan atau dibiarkan begitu saja tanpa memberikan solusi yang cerdas. Oleh karena itu, untuk mendukung semangat birokrasi dan memberikan ga-gasan dalam pelayanan terbaik pelayanan publik penulis memberikan alternatif gaga-san dalam meningkatkan kualitas komu-nikasi dan performansi dalam pelayanan publik. Gagasan tersebut berjudul ISO-3S( ISO 9001 – Senyum Salam Sapa) : Strategi Cer-das Menciptakan Pelayanan Publik Berkualitas . Gagasan dalam karya tulis ini diharapkan mampu menjadi jawaban alternatif dalam solusi pelayanan terbaik pelayanan publik.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut,

permasalahan yang dikaji dalam karya tulis ini yaitu sebagai berikut:

1. Apa penyebab rendahnya kualitas ko-munikasi dan performansi pelayanan publik?

2. Bagaimana ISO-3S mampu dijadikan sebagai strategi cerdas dalam mening-katkan kualitas pelayanan publik?

Page 113: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 113

ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

1.3 Tujuan PenulisanKarya tulis ini memiliki tujuan sebagai

berikut:

1. Apa penyebab rendahnya kualitas ko-munikasi dan performansi pelayanan publik?

2. Bagaimana ISO-3S mampu dijadikan sebagai strategi cerdas dalam menin-gkatkan kualitas pelayanan publik?

1.4 Manfaat PenulisanKarya tulis ini diharapkan memberi-

kan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis, yaitu:

1. Secara teoretis, karya tulis ini diharapkan dapat memberikan konstribusi khasanah ilmu administrasi publik.

2. Secara praktis, karya tulis ini diharapkan dapat memberikan masukan menge-nai arti pentingnya informasi mengenai strategi ISO-3S dalam menciptakan dan meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas. Selain itu, karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menciptakan pelayanan terbaik dalam pelayanan pub-lik serta mendorong dan mengobarkan semangat reformasi birokrasi dalam pelayanan publik.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reformasi Pelayanan PublikMenurut Soeprapto (2005) pelayanan

publik adalah pemberian pelayanan pub-lik oleh agen-agen pemerintah melalui pegawainya. Pelayanan publik menurut

Dwiyanto ( dalam Mardatillah, 2010) menjelaskan pelayanan publik saat ini ha-rus bersifat nondiskriminatif yang menja-min adanya persamaan warga negara dan masyarakat tanpa membedakan ras, suku, agama, tingkat ekonomi, latar belakang pendidikan dan lain- lain. Artinya hubun-gan yang terjalin antara birokrat dengan sipil dan publik harus bersifat interpersonal sehingga terhindar dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Inti dari reformasi birokrasi Azhari dalam Sumaedi (2011) menjelaskan birokra-si dalam pelayanan publik merupakan sebuah upaya meningkatkan kinerja pelay-anan publik dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan publik. Azhari menambah-kam setidaknya ada tiga alasan perlunya reformasi birokrasi yaitu (1) lingkungan strategis yang senantiasa berubah, (2) pergeseran paradigma penyelenggaraan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dan (3) kondisi masyarakat yang mengal-ami dinamika.

Jadi, dapat disimpulkan pelayanan publik adalah pelayanan yang harus di-berikan oleh pemerintah di setiap birokrat kepada publik dalam rangka menciptakan good governance. Terkait reformasi birokrasi merupakan keharusan yang harus dijalank-an guna meningkatkan kualitas dan seja-lan dengan dinamika masyarakat dalam rangka mencapai kepuasan bagi pengguna pelayanan publik.

Page 114: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

114 | Edisi 3, Tahun III

1.2 Etika Komunikasi dan Performansi

Berikut di bawah ini pendapat dari Mardatillah (2010) menjelaskan beberapa etika dan etiket dalam berkomunikasi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari : jujur tidak berbohong, bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan, lapang dada dalam berkomunikasi, menggunakan panggilan atau sebutan orang yang baik, menggu-nakan pesan bahasa yang efektif dan efisien, tidak mudah emosi atau emosional, berini-siatif sebagai pembuka dialog, berbahasa yang baik, ramah dan sopan, menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan, ber-tingkah laku yang baik.

Berdasarkan hal di atas, aparat bi-rokrat yang bertugas memberikan pelay-anan kepada sipil dan publik dalam rangka pemenuhan hak-haknya sudah seharusnya menerapkan etik berkomunikasi.

Konsep performansi dalam pelayanan publik berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh birokrat. Performansi se-lalu berkaitan dengan action dalam melak-sanakan pelayanan publik. Kepuasan dan kualitas merupakan tujuan praktik perfor-mansi dalam pelayanan publik.

1.3 ISO – 3S

ISO-3S merupakan kepenjangan dari ISO 9001 dan 3S ( Senyum, Salam, Sapa). ISO-3S merupakan strategi gabungan yang ditujukan meningkatkan kemampuan ko-munikasi dan performansi. ISO 9001 akan menjadi standardisasi dalam melakukan

performansi, sedangkan 3 S yaitu senyum, salam, sapa akan menjadi acuan dalam ko-munikasi di pelayanan publik. ISO 9001 yang dimaksud adalah standar internasion-al dalam manajemen mutu yang bertujuan memuaskan pelanggan. Van den Heuvel dkk ( dalam Sumaedi, 2011) menjelaskan bahwa standar ini mewakili sebuah konsen-sus internasional tentang praktik-praktik manajemen yang baik dengan tujuan untuk memastikan bahwa organisasi dapat secara berkesinambungan menghasilkan produk atau jasa yang memenuhi persyaratan mutu pelanggan, persyaratan perundangan, meningkatkan kepuasan pelanggan dan mencapai perbaikan berkesinambungan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Jadi, strategi ISO- 3 S akan menjadi gabungan dua standardisasi yaitu standar performansi dan komunikasi. Lebih lanjut nanti akan dijelaskan mengenai kerangka bekerja dalam menggunakan strategi ISO- 3S di lingkungan pelayanan publik.

METODE PENULISAN

3.1 Pendekatan Penulisan Pendekatan yang digunakan dalam

penulisan ini adalah deskriptif kualitatif berdasarkan kajian kepustakaan. Pemilihan pendekatan ini diharapkan dapat memberi-kan gambaran secara cermat mengenai keadaan atau gejala tertentu pada objek ka-jian. Dalam hal ini penulis berusaha mem-buat gambaran mengenai permasalahan dalam pelayanan publik dan strategi dalam mengentaskan masalah tersebut sehingga

Page 115: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 115

ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

menciptakan pelayanan publik berkualitas yaitu dengan menggunakan ISO – 3S.

3.2 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Metode pengumpulan data yaitu data primer yang berupa data hasil pengamatan dan observasi diperoleh dengan menggu-nakan metode langsung dan metode lembar observasi . Adapun data sekunder yang berupa teori-teori yang relevan diperoleh dengan metode telaah pustaka.

3.3 Prosedur Penyusunan Karya Tulis

Penyusunan karya tulis ini telah me-lalui langkah-langkah yang sistematis, se-hingga diperoleh hasil kajian yang lengkap dan terstruktur. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini yaitu: 1) menemukan dan merumus-kan masalah, 2) mencari dan menyeleksi sumber-sumber kepustakaan yang relevan, 3) menganalisis data-data untuk menjawab permasalahan, 4) merumuskan alternatif pemecahan masalah, 5) menarik simpulan dan merekomendasikan saran, dan 6) me-nyusun karya tulis.

PEMBAHASAN

4.1 Penyebab Rendahnya Kualitas Komunikasi dan Performansi dalam Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah agen pemer-intah dalam melayani dan membantu ma-syarakat untuk memenuhi keperluan tata

kehidupan. Ibaratnya masyarakat adalah customer yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya karena pelayanan publik ada dan berjalan juga dari masyarakat itu sendiri yaitu melalui pajak yang telah dibayarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, jika pelayanan publik dinilai kurang memuaskan maka bisa dikatakan terjadi pengkhianatan sosial kepada masyarakat.

Dalam kehidupan yang dilandasi pa-ham demokrasi, pelayanan publik akan serta merta dimengerti dalam konsepnya sebagai suatu fungsi yang mau tak mau mesti diwujudkan sebagai bagian dalam aktivitas organisasi pemerintahan. Pembe-rian layanan kepada khalayak ramai, secara inheren akan merupakan bagian kewajiban para pejabat pemerintahan, sesuai dengan tugas, fungsi dan karena itu juga wewenang yang dipercayakan kepada pemerintah. Tugas utama untuk memberikan pelay-anan kepada publik tak salah lagi memang sudah merupakan bagian dari asas tata kepemerintahan yang baik (Larasati, 2008).

Banyak keluhan serta ketidakpua-san terhadap mutu pelayanan aparatur pemerintahan dalam menjabarkan tugas-tugas pelayanan publiknya, terutama bila dikaitkan dengan kewajiban untuk memperhatikan asas-asas penyelengga-raan pemerintahan yang baik. Tidak jarang pula, rendahnya mutu pelayanan publik ini menjadi penyebab timbulnya kasus-kasus yang dapat dikategorikan sebagai mal-administrasi (Riyadi Soeprapto dalam Sumaedi, 2011), diantaranya pelayanan

Page 116: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

116 | Edisi 3, Tahun III

berlarut-larut, perlakuan tidak adil, per-mintaan imbalan, dan penyalahgunaan wewenang. Secara umum kondisi di atas berpangkal pada buruknya tiga aspek yaitu pola penyelenggaraan (ketatalaksanaan), sumber daya manusia, dan kelembagaan pelayanan publik di Indonesia yang meli-puti (Agus F. Syukri dalam Sumaedi 2011):

1. Pola penyelenggaraan kurang responsif kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, terlalu birokratis, tidak mau mendengar, dan inefisien;

2. Sumber daya manusia kurang profes-sional, kompeten, empati, dan beretika;

3. Kelembagaan cenderung hierarkis dan tidak dirancang agar mampu mem-berikan pelayanan pada masyarakat secara efisien dan optimal.

Tiga poin di atas menunjukkan kurang maksimalnya sikap performansi pelayanan publik dalam malayani masyarakat. Penye-bab di atas menghasilkan suatu ketidakpua-san dikalangan masyarakat. Performansi yang rendah di antaranya karena kurang informatif, kurang profesional dan kurang efisien dan optimal.

Selama ini aparat birokrat cenderung melakukan pelayanan sesuai dengan jalan pemikirannya sendiri bukan mengutamak-an kepentingan dan kepuasan warga negara dan masyarakat. Masalah birokrasi yang sangat berbelit serta rendahnya tingkat etika para aparat dalam melakukan ko-munikasi yang komunikatif, sugestif dan persuasif selama menyelenggarakan pelay-anan membuat permasalahan ini semakin meluas dan kompleks.

Banyak keluhan yang muncul terkait pelayanan yang dilakukan para aparat bi-rokrat misalnya mereka suka memperlam-bat proses penyelesaian pemberian izin (Sia-gian dalam Mardatillah , 2010) tanpa ada alasan yang jelas seperti pengurusan KTP, Pasport, Sertifikat Tanah dan lain-lain den-gan penyampaian informasi yang sangat tidak komunikatif, tidak sugestif dan tidak persuasif. Mardatillah (2010) menjelaskan hal ini berakibat dengan kekecewaan dari para warga negara dan masyarakat karena mereka sengaja ditarik ulur tanpa kejelasan yang pasti. Para aparat birokrat tersebut cenderung melakukan komunikasi dengan para warga negara dan masyarakat tersebut secara tidak jelas sehingga komunikasi yang timbul cenderung dinilai sangat berbelit, tidak komunikatif, tidak sugestif dan tidak persuasif. Jelas hal ini sangat tidak sesuai dengan konsep human relation, dimana san-gat memperhatikan pentingnya hubungan manusiawi dilakukan melalui praktik ko-munikasi yang komunikatif, persuasif dan sugestif untuk memberikan kepuasan atau kebahagiaan hati bagi kedua belah pihak yang sedang berkomunikasi.

4.2 Strategi ISO – 3S dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik

Ketidakpuasan pelayanan publik yang terjadi menimbulkan istilah reformasi bi-rokrasi. Semangat reformasi ini juga dari semangat reformasi tahun 1998. Upaya reformasi birokrasi yang dilakukan sela-ma ini masih perlu digalakkan lagi untuk

Page 117: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 117

ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

mengurangi bahkan menghapus segala bentuk kecurangan dan ketidakpuasan dalam pelayanan publik. Oleh karena itu, strategi ISO – 3S dapat dijadikan sebagai solusi alternatif dalam memberikan best practice di lingkungan pelayanan publik.

Strategi ISO – 3S adalah strategi menin-gkatkan kualitas performansi dan komuni-kasi dalam pelayanan publik. ISO 9001 akan menjadi standardisasi dalam performansi, sedangkan 3S ( Senyum, Salam, Sapa) akan menjadi acuan komunikasi. Solusi ini merupakan pengembangan dari solusi yang ada. Artinya nanti akan ada kolaborasi dan kombinasi dari dua hal yaitu ISO 9001 dan 3 S ( senyum, salam, sapa ).

4.2.1 ISO 9001Dalam sebuah peneitian yang dilaku-

kan oleh Sumaedi (2011) dalam mengem-bangkan model reformasi birokrasi di Puskesmas menjelaskan pemilihan ISO 9001 sebagai model reformasi birokrasi pelayanan publik didasari beberapa per-timbangan, antara lain:

1. ISO 9001 memberikan sebuah kerangka sistem manajemen yang komprehen-sif. Persyaratan-persyaratan ISO 9001 tidak hanya mengatur kriteria-kriteria pengelolaan proses inti layanan pub-lik tetapi juga mengatur proses-proses manajemen sumber daya, tanggung jawab manajemen, dan peningkatan mutu.

2. ISO 9001 memungkinkan dan mengarah-kan integrasi antara persyaratan-per-syaratan yang ada dalam sistem mana-jemen dengan peraturan perundangan

yang berlaku.

3. ISO 9001 mengarahkan institusi pelay-anan publik untuk mengidentifikasi, memetakan dan menetapkan kriteria serta standar penerimaan proses-proses yang dimilikinya.

Hal ini diharapkan akan mengurangi inefisiensi serta ketumpangtindihan tugas dan wewenang atau mening-katkan efektifitas tata laksana institusi pelayanan publik.

4. ISO 9001 mengarahkan institusi pelay-anan publik untuk menetapkan dan memastikan bahwa sumber daya ma-nusianya kompeten dan aware terhadap tugas dan tanggung jawabnya melalui serangkaian persyaratan penetapan kompetensi, evaluasi kompentensi, perumusan, pelaksanaan dan evalu-asi efektifitas program pengemban-gan kompetensi. Dengan demikian, diharapkan hal ini akan meningkatkan “kualitas” sumber daya manusia insti-tusi pelayanan publik.

5. ISO 9001 mengarahkan institusi pelay-anan publik untuk menetapkan dan memastikan bahwa struktur organisasi, tugas, wewenang, dan pola hubungan komunikasi antar tiap personil efek-tif. Dengan demikian, diharapkan hal ini akan meningkatkan aspek kelem-bagaan institusi pelayanan publik.

6. ISO 9001 berbasis pada kepuasan pelang-gan dan perbaikan berkelanjutan. Hal ini mengarahkan agar instansi pelay-anan publik selalu berfokus pada kebu-tuhan dan upaya untuk meningkatkan kepuasan pelanggannya.

Jika dibandingkan dengan model re-formasi pelayanan publik Citizen’s Char-ter, ISO 9001 memiliki kelebihan utama

Page 118: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

118 | Edisi 3, Tahun III

berupa model tersebut secara komprehensif mengatur seluruh aspek yang dimiliki oleh instansi pelayanan publik seperti sumber daya manusia, infrastruktur, dokumentasi, tanggung jawab manajemen, proses pelay-anan dan hubungan dengan pelanggan. Selain itu, ISO 9001 tidak hanya berbicara dalam tataran prinsip-prinsip umum tetapi juga kerangka operasional sehingga lebih mudah dalam penerapannya ( Sumaedi, 2011).

Sementara jika dibandingkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), ISO 9001 memiliki kelebihan utama berupa tidak hanya memperhatikan aspek tu-juan/sasaran mutu tetapi juga mengatur bagaimana cara mencapainya. Selain itu, SPM disusun berdasarkan persepsi peny-elenggara negara (Riyadi Soeprapto dalam Sumaedi, 2011) sedangkan standar peneri-maan proses-proses ISO 9001 harus disusun berdasarkan persepsi pelanggannya.

Dari yang dikemukakan Sumaedi menjelaskan ISO 9001 mempunyai kele-bihan dibandingkan dengan cara lain sep-erti Citizen’s Charter dan SPM. Ini berarti berdasarkan hal tersebut ISO 9001 dapat diterapkan dalam setiap pelayanan pub-lik. Sektor swasta selama ini bahkan lebih dulu menerapkan ISO 9001 ini. Mereka menerapkan standar ini guna memberi-kan kepercayaan kepada masyarakat akan mutu dan kualitas. Seharusnya hal inilah yang juga dilakukan sektor publik seperi palayanan publik.

Pelaksanaan ISO 9001 dapat dilakukan

bertahap.Artinya, setiap pelayanan publik diberikan deadline untuk mempersiapka diri menggunakan ISO 9001. ISO 9001 ini nantinya akan dijadikan sebagai prepar-ing, organizing,controlling, evaluating dalam menjamin mutu setiap pelayanan publik.

Pada akhirnya penggunaan ISO 9001 dapat dijadikan sebagai standardisasi dalam menjamin mutu dan kualitas dari pelayanan publik itu sendiri. Dengan diterapkannya ISO 9001 diharapkan se-tian pelayanan publik akan lebih maksimal dalam melayani publik sehingga bendera reformasi birokrasi dapat terus dikibarkan.

4.2.2 3S ( Senyum, Salam, Sapa ) 3 S merupakan kepanjangan dari se-

nyum, salam dan sapa. Selama ini senyum, salam , dan sapa susah ditemui karena merupakan hal yang tidak penting dalam pelayanan publik. Padahal, 3 S ( senyum, salam, sapa ) merupakan hal yang mudah dilakukan dan mempunyai dampak yang besar. Dari tiga poin dari 3 S, biasanya yang susah dilakukan oleh pegawai pelayan publik adalah senyum. Hal ini sering di-lakukan karena anggapan kurang penting dan merasa bahwa senyum merupakan hal yang sepele.

3S ( senyum, salam, sapa ) dalam hal pelayanan publik tidak sekadar melakukan senyum kemudian salam dan sapa melain-kan terdapat dan cara yang perlu dipelajari dalam mempersembahkan 3 S (senyum, salam, sapa) dengan ketulusan dan keikhla-san sehingga dapat berdampak secara

Page 119: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 119

ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

holistik yang meliputi biologi, psikologi, sosiokultural, dan spiritual terhadap peng-guna pelayanan publik.

Lalu bagaimana mengimplementasi-kan 3 S dengan baik dalam pelayanan pub-lik? 3 S ( senyum, salam, sapa ) merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal dan verbal yang efektif. 3 S ( senyum, salam, sapa ) harus dilakukan semua pegawai di pelayanan publik. Mulai dari yang pega-wai rendah sampai yang paling tinggi ha-rus melakukan 3 S ( senyum, salam, sapa ) . Budaya tersebut harus dilestarikan di setiap kantor pelayanan publik. Jika hal tersebut dilakukan dengan ikhlas maka keramahtamahan dapat muncul sehingga pengguna pelayanan publik dapat merasa nyaman dan senang. Dengan adanya 3 S berarti memberikan kesan pertama yang bagus. Ketika kesan pertama sudah bagus pengguna tidak akan takut, merasa nya-man dan terpuaskan dalam hal pelayanan komunikasi sektor publik.

Jika 3 S ( senyum, salam, sapa ) di-lakukan maka akan berdampak secara holistik di lingkungan pelayanan publik itu sendiri. Dari senyum sendiri dapat menghilangkan stres, rasa nyeri, dan me-nimbulkan perasaan nyaman dan bahagia. Haruyama ( dalam Argarinta dkk, 2012 ) ketika seseorang tersenyum otak akan memproduksi hormon serotonin yang ber-fungsi dalam meningkatkan sistem keke-balan otak dan juga akan memproduksi hormon endorphin. Hormon inilah yang bermanfaat menghilangkan stres, rasa

nyeri dan menimbulkan perasaan senang dan bahagia. Oleh karena itu, senyum saja dalam menyapa pengguna pelayanan pub-lik dapat memberikan dampak yang besar.

Secara psikologis, jika 3 S ( senyum, salam, sapa ) digunakan dalam pelayanan publik akan meningkatkan emosi positif dan kesan optimis. Hal ini penting karena di saat menggunakan pelayanan publik yang sifatnya lama seperti di sektor per-tanahan, pengguna atau masyarakat akan menunggu proses yang lama akan men-gakibatkan keletihan. Dalam hal inilah, 3 S membantu masyarakat untuk menimbul-kan kesan positif. Secara sosiokultural, 3 S dapat menimbulkan kesan percaya kepada masyarakat sehingga masyarakat akan ber-sikap kooperatif. Sikap kooperatif dari ma-syarakat penting karena membantu dalam kejujuran pendataan di pencatatan sipil, pembuatan identitas seperti KTP, SIM dan kejujuran di setiap masyarakat menggu-nakan pelayanan publik. Simbol 3 S dapat menjadi obat rohani bagi pengguna sektor publik yang sedang mengalami kesedihan. Selain itu, 3 S juga akan menjadi simbol dari keramahtamahan.

Selama ini 3 S sering dilupakan dalam etika komunikasi dalam pelayanan publik akibatnya menjadi indikasi ketidakpercay-aan masyarakat. padahal trust sendiri pent-ing untuk menjaga kualitas dan kredibilitas sektor pelayanan publik.

Hopson dan Scally ( dalam Yemil dkk, 2005) melukiskan good service is not smiling at the customer but getting the customer to smile at

Page 120: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

120 | Edisi 3, Tahun III

you. Sektor swasta menganggap pelayanan yang memuaskan pada konsumen adalah penting dalam rangka meraih keuntungan yang lebih banyak. Ungkapan tersebut me-lukiskan pemberian pelayanan yang bagus bukan memberi senyum pada pelanggan. Lebih dari itu bagaimana membuat pelang-gan puas hingga ia bisa .menyunggingkan. senyumnya pada pemberi layanan. Artinya, sikap inilah yang harus ditiru oleh sektor publik yaitu pelayanan publik yang meru-pakan “abdi pelayanan masyarakat” atau public servant.

5.1 Simpulan

Simpulan dari karya tulis ini yaitu1. Penyebab rendahnya performansi dalam

pelayanan publik diantaranya kurang informatif, kurang profesional dan kurang efisien dan optimal. Rendahnya komunikatif dalam pelayanan pub-lik diantaranya kurang komunikatif, kurang persuasif dan kurang sugestif.

2. Strategi ISO – 3S adalah strategi yang menggabungkan ISO 9001 dan 3 S ( Senyum, Salam, Sapa ). ISO 9001 akan menjadi standardisasi dalam hal perfor-mansi pelayanan publik, sedangkan 3 S ( Senyum, Salam, Sapa) menjadi acuan dalam etika komunikasi dalam pelay-anan publik. ISO 9001 dipilih karena lebih unggul daripada Citizen’s Charter dan SPM. Konsep 3 S dipilih karena memiliki dampak holistik yaitu secara biologis, psikologi, sosiokultural dan spiritual terhadap masyarakat dalam pelayanan publik.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu1. Semua sektor pelayanan publik diharap-

kan dapat menerapkan strategi ISO – 3S sehingga dapat terus mengibarkan ben-dera reformasi birokrasi dalam menuju tiang good governance.

2. Perlu adanya studi lanjutan dalam pengembangan strategi ini sehingga diketahui efektivitas dari strategi ISO – 3 S ini.

***

Page 121: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 121

ISO-3S : STRATEGI CERDAS MENCIPTAKAN PELAYANAN PUBLIK BERKUALITAS

DAFTAR PUSTAKA

Argarinta, Agida De, dkk. 2012. The Art of Smiling : Jurus Jitu Perawat Bermutu. Karya Tulis Ilmiah: Pol-tekkes Kemenkes Semarang

Larasati, Endang. 2008. “Pelayanan Publik dan Demokrasi dalam Ke-hidupan Berbangsa dan Bernega-ra”. In Dialoge JIKP Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 96-109.

Mardatillah, Annisa. 2010. “ Etika Ko-munikasi dalam Reformasi Pelay-anan Sipil dan Publik ( Tinjauan Teori ). Jurnal Komunikasi Massa Volume 3 Nomor 1 Tahun 2010.

Semil, Nurmah, dkk. 2005. “ Analisis Kinerja Pelayanan Publik Instansi Pemerintah (Studi Kasus di Kan-tor Pertanahan Semarang)”. In Dialogue. JIAKP, Vol. 2, No. 3, Sep-tember 2005 : 1007-1028.

Sumaedi, Sik. 2011. “ Model Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik den-gan Pendekatan ISO 9001 ( Studi Kasus pada Puskesmas ). Jurnal Standardisasi Volume 3, Nomor 2 Tahun 2011: 73 – 83.

Soeprapto, Riyadi. 2005. “Pengemban-gan Model Citizens Charter dalam Meningkatkan Pelayanan Publik di Indonesia”. Delegasi (2): 123-150.

Page 122: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

122 | Edisi 3, Tahun III

Best Practices Pelayanan PublikInovasi Keterbukaan Informasi Publik melalui

Media Internet (Youtube) oleh Pemprov DKI JakartaRamlan Nugraha1

Keterbukaan serta transparansi mengenai informasi yang berada dalam pemerintahan telah dirasakan perlu bagi masyarakat. Tulisan mengenai Inovasi keterbukaan informasi melalui media internet (Youtube) oleh Pemprov DKI Jakarta, menjadi sebuah tulisan inspirasif ditengah keberadaan teknologi yang kian canggih serta keingintahuan masyarakat akan keterbuakaan pemerintah.

Pemerintahan DKI Jakarta berhasil menggunakan media youtube dalam mempublikasikan kegiatan dalam pemerintahan, diantaranya, pelantikan Gubernur dan Wagub, doorstop dengan wartawan, arahan kepada Dinas dan Pegawai Pemprov, tanggapan tokoh terhadap Gubernur dan Wagub, kunjun-gan ke pasar, sekolah, dusun, kelurahan, menghadiri undangan tokoh atau ormas, kunjungan ke lembaga, menerima peserta demonstrasi, melepaskan kontingen DKI, menjadi pembicara, memperingati hari besar, agenda kerja dengan SKPD, menandatangan MoU, agenda kerja dengan kementerian, menghaditi kejuaraan bahkan launcing expo yang dihadiri langsung oleh Gubernur atau Wkil Gubenur.

Adanya inovasi keterbukaan informasi melalui media maya, yang digagas Pemprov dapat dijadikan sebagai kemajuan pelayanan publik dalam transparasi kegiatan kepada publik dengan menyampaikan informasi publik secara berkala dan tidak boleh menutup-tutupi informasi, bukan hanya di-kalangan Pemprov DKI Jakarta melainkan seluruh Pelayanan Publik yang ada di Indonesia.

1 Mahasiwa S-1 Jurusan Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Jawa Barat.

Page 123: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 123

Best Practices Pelayanan PublikInovasi Keterbukaan Informasi Publik

melalui Media Internet (Youtube) oleh Pemprov DKI Jakarta

Kecanggihan teknologi bisa men-jadi sarana bagi pemerintah dae-rah untuk lebih memaksimalkan

kinerjanya terhadap masyarakat. Namun seringkali terjadi pembengkakan anggaran yang terlampau tinggi untuk pengadaan barang atau jasa atas implementasi program berbasis teknologi. Oleh karena itu harus dicari cara dengan cost yang tidak mahal namun memberikan dampak luas.

Sepak terjang Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk mengunggah video rapatnya di situs internet Youtube bisa menjadi contoh ket-erbukaan informasi publik. Mengunggah informasi apapun melalui Youtube hanya mengandalkan akses internet. Ide ini beru-paya untuk lebih mendekatkan birokrat dengan masyarakat. Publik kini mengeta-hui bagaimana situasi dan kondisi ketika pemerintah mengadakan rapat dengan dinas-dinas, atau dengan mitra kerja lain. Walaupun aksesnya untuk kalangan ter-tentu, artinya masyarakat yang bisa meng-gunakan internet namun tentu di tengah maraknya hp berteknologi canggih dan pulsa internet terjangkau, akses terhadap internet sudah merupakan hal yang tidak asing seperti dulu lagi.

Menggunggah kegiatan rapat di Pem-prov DKI Jakarta di internet pun didukung oleh Joko Widodo selaku Gubernur. Dalam sebuah kesempatan Jokowi pernah ber-pendapat, “Ya biar semua masyarakat tahu. Kalau lagi terima tamu, rapat suasananya seperti apa. Ya seperti ini. Katanya suruh ter-buka, sudah terbuka ditanya,” katanya dalam sebuah tabloid politik Jakarta. Ini artinya, keduanya mempunyai komitmen untuk meningkatkan transparansi dalam pemer-intahan di DKI Jakarta.

Institusi yang bertugas untuk mem-publikasikan video kegiatan Gubernur, Wagub dan Sekda adalah Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta. Tim khusus yang menanganinya yaitu Seksi Penyiapan Ma-teri dan Publikasi. Tim inilah yang membuat account PemprovDKI sebagai official video di situs Youtube.

Penulis mencatat selama kurun waktu satu bulan sejak pelantikan Gubernur dan Wagub pada 15 Oktober sampai 15 No-vember 2012, PemprovDKI telah mengung-gah 98 video ke situs Youtube. Pada bulan Oktober yaitu 15 – 31 Oktober sebanyak 53 video dan bulan November dari 1 – 15 November sebanyak 45 video.

Tabel 1 Jumlah Video yang Diunggah Per MingguWaktu Jumlah Video

15 Oktober - 20 Oktober 18

21 Oktober - 27 Oktober 20

28 Oktober – 3 November 27

04 November – 10 November 26

11 November – 15 November 7

Page 124: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

124 | Edisi 3, Tahun III

Berdasarkan tabel diatas, PemprovDKI pada minggu ketiga Oktober mengunggah sebanyak 18 video. Pada minggu keempat sebanyak 20 video dan minggu terakhir sebanyak 27 video. Pada minggu pertama November sebanyak 26 video dan sejak tanggal 11 s.d 15 November sebanyak 7 video.

Dengan jumlah video yang diung-gah tersebut maka publik pun mengeta-hui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh pimpinan mereka. Hal ini menjadi pertanda bahwa ada komitmen yang kuat untuk me-misahkan sekat yang selama ini terjadi yaitu makin lebarnya jarak antara masyarakat dengan pemerintah. Masyarakat menge-tahui bagaimana kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan. Dari video yang diunggah ke situs Youtube kita klasifikasikan menjadi beberapa kegiatan yaitu sebagai berikut :

1. Pelantikan Gubernur dan Wagub

2. Doorstop dengan wartawan

3. Arahan kepada dinas dan pegawai Pemprov.

4. Tanggapan tokoh thd Gubernur & Wagub

5. Kunjungan ke pasar, sekolah, dusun, kelurahan, dll.

6. Wawancara eksklusif ttg kasus.

7. Menghadiri undangan tokoh,ormas,dll

8. Menerima kunjungan tokoh, ormas, mahasiswa, parpol,dll

9. Berkunjung ke lembaga mitra,tokoh,dll

10. Menerima peserta demonstrasi

11. Melepas kontingen DKI

12. Memberi penghargaan/hadiah

13. Menjadi pembicara

14. Memperingati hari besar

15. Agenda kerja dengan SKPD

16. Menandatangani MoU

17. Agenda kerja dgn kementerian

18. Menghadiri kejuaraan/funbike/expo

19. Launching program/kegiatan

Dari 98 video yang diunggah oleh PemprovDKI, publik bisa mengetahui dan mengklasifikasikan jenis dan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh pemerintah provinsi khususnya Gubernur, Wagub dan Sekda. Dengan demikian masyarakat se-cara langsung bisa melihat kerja-kerja yang dilakukan serta melakukan monitoring ter-hadap pelayanan yang dilakukan pemerin-tah kepada publik. Lebih jauh lagi, penulis mencatat 10 (sepuluh) kegiatan yang sering dilakukan yaitu sebagai berikut :

1. Doorstop dengan wartawan: 18 video

2. Kunjungan ke pasar, sekolah, kelurahan, dll: 15 video

3. Agenda kerja dengan SKPD: 9 video

4. Menerima kunjungan tokoh, ormas, dll: 9 video

5. Pelantikan Gubernur dan Wagu : 6 video

6. Berkunjung ke lembaga mitra,tokoh,dll: 6 video

7. Memperingati hari besar: 6 video

8. Arahan kepada dinas dan peg. Pemprov: 5 video

9. Melepas kontingen DK: 4 video

10. Menghadiri kejuaraan/funbike/expo: 4 video

Dari data diatas, doorstop dengan wartawan menjadi kegiatan yang sering

Page 125: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 125

Best Practices Pelayanan PublikInovasi Keterbukaan Informasi Publik

melalui Media Internet (Youtube) oleh Pemprov DKI Jakarta

diunggah yaitu sebanyak 18 video atau 18,4 % dari total 98 video. Video tentang kegiatan kunjungan ke pasar, sekolah, kelurahan sebanyak 15 buah atau 15,3 %. Video tentang agenda kerja dengan SKPD dan kegiatan menerima kunjungan tokoh, ormas, mahasiswa yaitu masing-masing sebanyak 9 buah atau 9,2%. Mengenai video lainnya yang jumlahnya masing-masing kurang dibawah 3 buah sebanyak 17 buah atau 17,3% diantaranya launching program/kegiatan, memberi penghargaan/hadiah, menjadi pembicara, menghadiri undangan tokoh dan ormas, dan rapat dengan kemen-terian. Lebih lanjut mengenai persentase jenis kegiatan yang diunggah oleh Pem-

provDKI yaitu sebagai berikut :

Data diatas menunjukkan bahwa pimpinan baru DKI Jakarta itu sangat komunikatif dengan insan pers. Hal ini terbukti video tentang doorstop dengan wartawan menjadi yang terbanyak diung-gah oleh PemprovDKI. Meski demikian ini hanyalah opini pribadi berdasarkan

persentase yang diperoleh dari data diatas.

Video tentang kegiatan kunjungan ke pasar, sekolah, kelurahan dan lain-lain sebesar 15,3% menunjukkan bahwa keingi-nan warga Jakarta untuk membenahi hak dasar mereka oleh Gubernur dan Wagub terpilih memang menjadi prioritas dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam satu bulan masa pasca pelantikan mereka.

Dalam data video yang diunggah

lokasi yang telah dikunjungi adalah se-bagai berikut :

1. Gubernur berkunjung ke Rusun Marunda.

2. Gubernur mengunjungi Kali Ciliwung di Kampung Pulo Jatinegara.

3. Gubernur mengunjungi Lokasi Binaan Galur, Cempaka Putih.

4. Gubernur mengunjungi Pasar Induk Cipinang.

5. Gubernur mengunjungi Pasar Cempaka Sari, Cempaka Putih.

6. Gubernur mengunjungi Pintu Air Manggarai.

7. Gubernur mengunjungi Pasar Senen.

8. Gubernur berkunjung ke Rusun Tanah Tinggi.

9. Gubernur berkunjung ke Taman Ayodya.

10. Gubernur melihat keadaan sekitar Thamrin City.

11. Gubernur Sidak ke Kelurahan Bukit Duri.

12. Gubernur meninjau SDN 03 Rawamangun yang ambruk.

13. Gubernur mengunjungi Kel. Manggarai, Tebet.

14. Gubernur mengunjungi Kel. Marunda.

15. Wakil Gubernur mengunjungi Sekolah Ung-gulan MH. Thamrin.

Dalam waktu satu bulan tidak kurang 15 tempat seperti rumah susun (rusun), pasar, sekolah, kelurahan, kali, pintu air, dan taman yang telah dikunjungi. Lokasi-lokasi tersebut merupakan objek dari kerja pemerintah provinsi dalam proses pelay-anan publik.

Dengan data di atas, setidaknya ob-jek pelayanan publik yang mendapatkan perhatian antara lain perumahan atau

Page 126: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

126 | Edisi 3, Tahun III

pemukiman warga, pusat ekonomi/kes-ejahteraan masyarakat, pendidikan, sani-tasi lingkungan, kesehatan, daerah rawan banjir, tempat rekreasi warga atau ruang terbuka hijau, dan pusat pelayanan ma-syarakat di kelurahan. Melalui video yang diunggah PemprovDKI, publik akhirnya mengetahui objek pelayanan publik mana yang mendapatkan prioritas di pemerintah provinsi.

Kegiatan selanjutnya yaitu agenda rapat dengan Satuan Kerja Pemerintah Dae-rah (SKPD). Video yang diunggah sebanyak 9 buah atau 9,2% dari jumlah keseluruhan. Mengunggah video rapat dengan SKPD atau dinas ke internet sehingga bisa dilihat banyak orang merupakan hal yang tidak umum bagi sebagian pihak. Sangat jarang publik bisa melihat rapat antara eksekutif dengan SKPD sebelum Jokowi dan Ahok mempopulerkannya kini. Ide ini merupak-an Best Practices pelayanan publik berupa keterbukaan informasi yang seharusnya ditiru oleh daerah lain sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pelayanannya

kepada masyarakat. Hal ini seakan ingin menghilangkan sekat atau batas antara bi-rokrat selaku pelayan dengan masyarakat selaku pihak yang dilayani.

Tanggapan PublikMasyarakat yang mengklik video ter-

tentu dalam situs Youtube akan tercatat dan terakumulasi. Data tersebut dinamakan views. Jumlah views tidak sama dengan jumlah orang yang melihatnya, karena bisa saja satu orang mengklik video yang sama berulang kali. Tetapi dalam Youtube, ada kesimpulan bersama bahwa jika jum-lah views banyak menandakan minat yang besar dari orang lain untuk melihat video tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, penulis me-lihat besarnya tanggapan publik terhadap video yang diunggah PemprovDKI dari jumlah views pada video tersebut. Penu-lis mencatat ada 11 video yang mendapat respon dengan jumlah diatas 50.000 views yaitu sebagai berikut :

Tabel 2. Video dengan Jumlah di atas 50.000 ViewsNo. Waktu Kegiatan Jumlah Views

1 08 Nov 2012 Wagub Bpk. Basuki T. Purnama Menerima Paparan Dinas PU 1,123,7252 24 Okt 2012 Bpk Wagub Basuki T. Purnama menerima Demo Buruh DKI 367,6153 17 Okt 2012 Wagub Silaturahmi dengan Karyawan dan Staff Pemprov DKI Jakarta- Part 1/3 310,7894 14 Nov 2012 Wagub Bpk. Basuki T. Purnama mengunjungi Sekolah Unggulan MH. Thamrin 124,3755 08 Nov 2012 Wagub Bpk. Basuki T. Purnama Menerima Paparan Dinas Perhubungan 116,9056 2 Nov 2012 Bpk. Wagub Basuki T. Purnama menerima Demo Buruh (ada 2 Kamera) 101,5257 29 Okt 2012 Wagub DKI jakarta Bpk. Basuki T. Purnama Menerima paparan dari Telkom 95,417

8 7 Nov 2012 Gub Provinsi DKI Jakarta Bpk. Jokowi Kunker kepada Gubernur Provinsi Banten 88,0639 17 Okt 2012 Wagub Basuki Tjahaya P. bersilaturahmi sekaligus memberikan arahan dengan Pegawai

Pemprov DKI60,531

Page 127: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 127

Best Practices Pelayanan PublikInovasi Keterbukaan Informasi Publik

melalui Media Internet (Youtube) oleh Pemprov DKI Jakarta

No. Waktu Kegiatan Jumlah Views10 08 Nov 2012 Wagub Bpk. Basuki TP Menerima Paparan Dinas UKM Koperasi & Perdagangan 59,82111 08 Nov 2012 Wagub Bpk. Basuki T. Purnama Menerima Ketua BEM-Senat-Perwakilan Universitas 54,050

Video rapat Wagub dengan Dinas Pe-kerjaan Umum menempati posisi teratas dengan jumlah views sebanyak 1,123,725. Hal ini memang menjadi sorotan terutama setelah dipublish oleh banyak media cetak dan elektronik. Sedangkan rapat SKPD lain-nya yaitu dengan Dinas Perhubungan dan Dinas UKM Koperasi dan Perdagangan.

Video rapat dengan SKPD mendapat perhatian serius dari publik karena selain isinya, durasinya pun tidak sekedar asal saja. Pada kesempatan rapat dengan Dinas PU, Wagub Basuki T. Purnama meminta Dinas PU memotong 25% anggaran Pagu yang diusulkan. Wagub pun mengancam akan mencopot seluruh pejabat eselon III jika terbukti dirinya mampu mengerjakan proyek yang ada dengan dana yang sudah dipangkas tersebut. Melalui video tersebut, publik cukup kaget dengan gebrakan yang dilakukan Ahok. Tanggapan publik bisa dilihat dari jumlah views yang sangat tinggi pada video tersebut. Dinas PU memang menjadi sorotan karena wilayah kerjanya seperti pembangunan jalan, jembatan maupun kanal banjir Jakarta yang belum terselesaikan sampai sekarang.

Video lainnya yang mendapat tang-gapan serius dari publik yaitu Dinas Per-hubungan. Masalah kemacetan di Jakarta memang sudah akut dan menjadi program prioritas dari Jokowi Ahok. Oleh karena itu karena Dinas perhubungan adalah dinas

terkait mengatasi kemacetan maka tidak salah mendapat perhatian besar dari publik.

Selain itu durasi video yang diunggah pun tidak asal saja. Sebagai contoh rapat dengan Dinas PU berdurasi selama 46 me-nit, Dinas Perhubungan selama 83 menit 50 detik, dan dengan Dinas UKM Koperasi dan Perdagangan selama 96 menit.

Berdasarkan data di atas, publik mena-ruh perhatian besar kepada video dengan tema kegiatan rapat dengan SKPD dan mi-tra sebesar 56%, menerima peserta demo sebesar 19 %, arahan kepada pegawai sebe-sar 15%, mengunjungi sekolah sebesar 5%, kunjungan kerja sebesar 3% dan menerima waktu sebesar 2%.

Informasi berupa koordinasi inter-nal dalam pemerintah provinsi menjadi hal yang dominan ingin diketahui oleh publik. Hal ini diinterpretasikan bahwa publik ingin mengetahui bagaimana proses perencanaan pemerintah sebelum melaku-kan program pelayanan. Penting kiranya dengan informasi seperti ini publik tidak lagi menaruh curiga kepada pemerintah seperti adanya kongkalikong pembengkakan anggaran, penitipan tender barang dan jasa, dan sekelumit modus lainnya yang bisa merugikan kepentingan publik.

Penutup Inovasi Pemerintah Provinsi DKI

Page 128: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

128 | Edisi 3, Tahun III

Jakarta yang dipelopori oleh Wakil Guber-nur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mem-punyai dampak (impact) cukup luas bagi aparat di lingkungan pemerintah provinsi dan masyarakat luas. Dampak positif yang bisa dilihat (tangible) yaitu sebagai berikut :

1. Sampai 18 November 2012, publik bisa mengakses 98 video kegiatan Guber-nur, Wagub dan Sekda yang diung-gah oleh Tim Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta. Jumlah views yang meli-hat seluruh video tersebut sebanyak 3.936.405. Hal ini menunjukkan adanya komitmen terkait keterbukaan infor-masi publik.

2. Publik bisa melihat sekitar 19 tema keg-iatan dari semua video yang diunggah seperti kunjungan ke tempat publik (pasar, sekolah, kali, taman, kelurahan), agenda kerja dengan SKPD dan mitra, menerima kunjungan tamu (tokoh, or-mas, mahasiswa, parpol), berkunjung ke lembaga mitra, tokoh, dll serta keg-iatan memberikan arahan kepada dinas dan pegawai di lingkungan pemprov.

3. Publik mengetahui rencana pemprov untuk memangkas 25 % anggaran Pagu Dinas Pekerjaan Umum tahun anggaran 2013. Respon publik terlihat dari banyaknya yang melihat video rapat Wagub dengan Dinas PU pada 8 November 2012 ini yaitu sebanyak 1.123.725 views.

Praktek keterbukaan informasi yang digagas oleh Pemprov DKI Jakarta den-gan Diskominfomas sebagai leading sector bisa menjadikan program ini memiliki ke-berlanjutan (sustainability). Keberlanjutan yang dimaksud yaitu program tersebut bisa membawa perubahan bagi perbaikan insti-tusinya. Hal ini sesuai dengan ketentuan se-tiap badan publik harus transparan kepada publik, menyampaikan informasi publik secara berkala dan tidak boleh menutup-nutupi informasi kecuali yang dirahasiakan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Infor-masi Publik (KIP).

***

Page 129: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 129

Best Practices Pelayanan PublikInovasi Keterbukaan Informasi Publik

melalui Media Internet (Youtube) oleh Pemprov DKI Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Rogers, Everett M. 1983. Difusi Inovasi, Penyebaran Ide-Ide Baru Ke Masyarakat. New York : The Free Press.

Widodo, Joko. 2001. Good Governance. Sura-baya : Insan Cendekian.

http//www.youtube.com

http//www.ahok.com

http//www.monitorindonesia.com

http//www.yappika.org

Page 130: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

130 | Edisi 3, Tahun III

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK:

SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI MENUJU PRAKTIK

TERBAIK PELAYANAN PUBLIK

Oleh : Rheza Mario

Pelayanan publik adalah rangkaian aktivitas untuk memenuhi kebutu-han publik akan barang dan jasa. Permasalahan mengenai pelayanan publik merupakan masalah klasik yang tidak hanya dimiliki oleh Indonesia saja, tetapi juga oleh banyak negara lain yang berusaha mencari konsep terbaik dalam melaksanakan pelayanan publik agar terciptanya pelayanan publik yang prima. Permasalahan terbesar dalam pelayanan publik di Indonesia adalah kurangnya perhatian dari badan pelaksana pelayanan publik terhadap kepuasan publik dikarenakan kurang memberikan ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pelayanan publik.

Penggunaan teori Co-production dalam pelaksanaan pelayanan publik merupakan bentuk dari pelayanan publik yang melakukan pendekatan berbasis teori demi terciptanya praktik terbaik dalam pelayanan publik. Dengan pen-dekatan berbasis teori ini, pelaksanaan pelayanan publik dapat berjalan secara tepat guna karena dalam proses melakukan pelayanan juga memberikan kesempatan bagi publik untuk berpartisipasi dalam pelayanan publik sehingga dapat tercipta keserasian antara pelayanan yang diberikan dengan harapan yang diinginkan masyarakat atas pelayanan publik tersebut

Page 131: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 131

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI

MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIK

A. Pendahuluan

Pelayanan publik adalah rangkaian aktivitas untuk memenuhi kebu-tuhan publik akan barang dan

jasa. Permasalahan mengenai pelayanan publik merupakan masalah klasik yang tidak hanya dimiliki oleh Indonesia saja, tetapi juga oleh banyak negara lain yang berusaha mencari konsep terbaik dalam melaksanakan pelayanan publik agar ter-ciptanya pelayanan publik yang prima.

Pelayanan publik yang prima meru-pakan bentuk bakti dan pengabdian negara terhadap warganya agar setiap warga negara dapat hidup dengan nyaman, tenteram, dan makmur. Melalui penyeleng-garaan pelayanan publik yang baik oleh negara, negara dapat menunjukan kes-etiaan dan komitmennya kepada warga negara. Oleh karena itu, pada dasarnya, pelayanan publik dilakukan semata – mata demi terciptanya tingkat kepuasan yang tinggi dari masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

Pelayanan publik yang baik sendiri masih menjadi sebuah sistem yang sangat diinginkan oleh sebagian rakyat Indone-sia. Hal ini disebabkan masih banyaknya permasalahan yang ada dalam proses pelayanan publik yang ada di Indonesia. Priyanto Susiloadi menyatakan bahwa pelayanan publik masih sering tidak efektif, tidak efisien, berbelit, kurang profesional, prosedurnya tidak jelas, tidak ada kepas-tian waktu dan biaya, belum optimal me-manfaatkan teknologi informasi, sektoral,

pangkalan datanya lemah, rentan KKN (Korupsi, Kolusi, & Nepotisme), partisi-pasi masyarakat yang kurang, sikap aparat yang tidak menyenangkan, tidak adanya reward and punishment, diwarnai budayapa-ternalisme, dan diskresi dalam pemberian pelayanan lemah

1

.

Beberapa kekurangan tersebut juga merupakan akibat dari budaya buruk bi-rokrasi Indonesia yang sudah mendarah daging sejak lama namun tidak pernah di restrukturisasi oleh pemerintah sebagai oto-ritas yang dapat mengubah konsep pelay-anan publik yang lebih melayani dengan lebih baik kepada masyarakat. Salah satu dari budaya buruk tersebut adalah, bu-daya mengutamakan orang yang memi-liki uang berlebih. Budaya ini membuat proses pelayanan publik yang baik selalu terhambat karena ada proses timbal balik yang saling mendukung antara si pemilik uang dengan si pelaksana pelayanan publik yang menyebabkan masyarakat yang lebih memilih untuk mengikuti aturan ataupun masyarakat yang memang tidak memiliki uang akan kesulitan untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik. Akibatnya, pelayanan publik yang baik hanya akan dinikmati oleh sebagian masyarakat yang memiliki uang saja, sedangkan masyarakat

1 Priyanto Susiloadi, “Peranan Pemerintah dan partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Pub-lik”, http://fisip.uns.ac.id/publikasi/sp2_2_pri-yanto.pdf , diunduh pada 14 Nopember 2012, Pukul 14.53 WIB

Page 132: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

132 | Edisi 3, Tahun III

biasa semakin sulit dan seakan-akan tidak bisa menyentuh pelayanan publik yang baik yang telah tertutup oleh rumitnya birokrasi yang menguntungkan para pe-milik uang.

Bukti lain masih buruknya pelayanan publik di Indonesia juga diperkuat oleh Edi Suharto yang mengatakan bahwa Pelayan-an Publik di Indonesia cenderung memiliki beberapa permasalahan yang mendasar, seperti efektivitas pengorganisasian dan partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan masih relatif rendah2. Berbagai permasalahan dalam pelayanan publik ini merupakan bukti cukup bahwa pelayanan publik di Indonesia saat ini membutuhkan cara dan penanganan baru dalam pelak-sanaannya. Tentunya cara dan penanga-nan baru ini diperlukan agar tidak lagi terjadi berbagai macam permasalahan baru dalam proses pelayanan publik di In-donesia. Penanganan dan cara baru dalam melaksanakan pelayanan publik ini pasti-nya akan mengikuti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pengguna utama jasa pelayanan publik.

Berkaitan dengan masyarakat sebagai pengguna utama jasa pelayanan publik, pada saat ini juga telah terjadi perubahan dalam sistem pelayanan publik. Peruba-han ini terutama terjadi pada paradigma dalam birokrasi, yaitu dari birokrasi yang

2 Edi Suharto, “Penerapan Kebijakan Publik bagi Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus”, http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/LANPelayananPublik.pdf , diunduh pada 14 Nopember 2012, Pukul 15.05 WIB, hlm 3

“dilayani” menjadi peran yang sesungguh-nya yaitu “melayani”. Tetapi, perkemban-gan masyarakat pada saat ini juga memaksa birokrasi kembali mengalami perubahan paradigma, yaitu dari birokrasi “melay-ani” menjadi birokrasi yang ke arah peran “pemberdayaan”. Perubahan peran ini lebih menuntut kearah masyarakat yang berperan aktif dalam proses pelayanan publik. Maka, mengingat perkembangan masyarakat yang semakin hari semakin tidak terkendali dengan segala proses modernisasi dan westernisasi3, semakin membuktikan bahwa pada saat ini sangat diperlukan konsep pelayanan publik yang menekankan pada partisipasi masyarakat dalam melakukan proses pelayanan publik tersebut. Hal ini jelas sangat diperlukan agar perkembangan pelayanan pubik di In-donesia semakin baik dan diharapkan dapat meningkatkan peran masyarakat dalam proses pelaksanaan pelayanan publik.

Pada saat ini, masyarakat sangat mengharapkan partisipasinya dalam proses pelayanan publik. Masyarakat menginginkan partisipasinya agar proses pelayanan pubik yang selama ini tertutup oleh rumitnya birokrasi yang pada akh-irnya hanya menguntungkan beberapa pihak saja dapat diatasi dengan peran lebih masyarakat yang dapat memantau seberapa baik pelayanan publik tersebut.

3 Westernisasi adalah suatu perbuatan ses-eorang yang mulai kehilangan jiwa nasion-alismenya, yang meniru atau melakukan aktivitas bersifat kebarat-baratan (budaya bangsa lain).

Page 133: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 133

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI

MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIK

Hal ini tentunya sangat baik dan tentunya harus segera dijalankan oleh pemerintah agar masyarakat tidak terlanjur kehilangan euforia partisipasinya dalam pelayanan publik dan menjadi acuh tak acuh dengan proses pelayanan publik tersebut.

Dalam proses pelayanan publik di Indonesia, pada saat ini sangat diperlu-kan pendekatan teori Co-production yang menekankan pelayanan publik pada par-tisipasi masyarakat. Dalam pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia yang masih banyak memiliki banyak masalah berkai-tan dengan partisipasi publik, penulis merasa teori ini layak digunakan dalam sistem pelayanan publik di Indonesia. Atas dasar uraian tersebut di atas, maka tulisan ini akan menguraikan mengenai pelaksa-naan pelayanan publik di Indonesia dan pelaksanaan pelayanan publik melalui pendekatan teori Co-production.

B. Penggunaan teori Co-production dalam melaksanakan pelayanan publik sebagai solusi atas masalah pelayanan publik melalui pendekatan berbasis teori menuju praktik terbaik pelayanan publik

1. Pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia

Pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia pada saat ini masih memiliki banyak rintangan. Masalah administrasi dan berbagai macam pelanggaran yang

dilakukan oleh para aparatur pelaksana pelayanan publik menjadi permasalahan klasik yang terus menganggu proses pelay-anan publik di Indonesia. Pada dasarnya, pemerintah sebagai pemilik otoritas dalam pelayanan publik masih belum terlihat berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi para warganya. Ombudsman Republik Indonesia yang dibentuk untuk mengurus pengaduan masyarakat berkaitan dengan masalah pelayanan publik semakin hari seperti tidak kelihatan peran di depan pub-lik dikarenakan masalah dalam pelayanan pulik yang begitu banyak dan sudah seperti menggerogoti sendi-sendi dan pilar yang ada dalam proses pelayanan publik. Aturan yang sudah dibuat untuk mentertibkan proses pelayanan publik belum bisa di-jalankan dengan baik. Berdasarkan uraian tersebut, penulis akan membahas mengenai pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia meliputi permasalahan pelayanan publik di Indonesia, pengaturan mengenai pelay-anan publik di Indonesia, dan lembaga yang berkaitan dengan pelayanan publik di Indonesia.

a. Permasalahan pelayanan publik di Indonesia

Sebelum masuk kedalam permasala-han birokrasi pelayanan publik di Indone-sia, sebenarnya permasalahan pelayanan publik di Indonesia juga tercermin dalam lima mitos reformasi sektor pemerintah yang diuraikan oleh Babak Armajani, yaitu :

1. Mitos Liberal, bahwa pemerintahan dapat diperbaiki dengan pembelanjaan

Page 134: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

134 | Edisi 3, Tahun III

yang lebih dan bekerja lebih banyak (spending more and doing more). Dalam kenyataannya, menganggarkan ban-yak uang kepada sistem yang tidak berfungsi tidak membawa hasil yang nyata.

2. Mitos Konservatif, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelan-jaan yang dikurangi dan bekerja lebih sedikit (spending less and doing less). Dalam kenyataannya, penghematan yang dilakukan pemerintah terhadap anggarannya tidak menolong kinerja pemerintah menjadi lebih baik.

3. Mitos Bisnis, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalu penyelenggaraan pemeritahan yang meniru teknik pe-nyelenggaraan bisnis. Dalam kenyata-annya, walaupun penyamaan dengan dunia bisnis dan teknik manajemen seringkali menolong, namun ada perbedaan kritis antara realitas sek-tor pemerintah dan swasta.

4. Mitos Pekerja, bahwa kinerja pegawai pemerintah dapat meningkat apabila mempunyai uang yang cukup. Dalam kenyataannya kita harus mengubah cara sumber daya dimanfaatkan jika kita ingin mengubah hasil.

5. Mitos Rakyat, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui perekrutan sumber daya manusia yang lebih baik. Dalam kenyataannya, masalahnya bukan ter-letak pada sumber daya, akan tetapi sistemlah yang menjebak mereka4.

Lima permasalahan diatas meru-pakan permasalahan mendasar yang ter-jadi dalam birokrasi pelayanan publik di

4 Osborne & Plastrik, Memangkas Birokrasi, Penerbit PPM, Jakarta, 2001, hlm 16

Indonesia yang menjadi sebuah perma-salahan sistemik.

Permasalahan mengenai pelayanan publik di indonesia merupakan sebuah per-masalahan sistemik yang sudah menjadi bagian dari birokrasi Indonesia yang rumit. Salah satu permasalahan dalam pelayanan publik di Indonesia adalah kewenangan ter-lalu besar yang dimiliki oleh birokrasi. Guru besar ilmu politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti mengatakan bahwa ke-wenangan besar dimiliki birokrat sehingga hampir semua aspek kehidupan masyara-kat ditangani birokrasi. Kewenangan yang terlalu besar itu bahkan akhirnya menon-jolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada melay-ani masyarakat. Akhirnya, wajar saja jika kemudian birokrasi lebih dianggap sebagai sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat5.

Permasalahan mengenai birokrasi merupakan satu dari sekian banyak ma-salah dalam pelayanan publik. Masalah berikutnya dalam pelayanan publk adalah budaya pungutan liar yang begitu “mem-budaya” dalam birokrasi pelayanan publik di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, para pelaksana pelayanan publik pada saat ini

5 Anonim, http://www.watchindonesia.org/050_Pemerintah%20Bukanlah%20Negara_RUU%20Pelayanan%20P.pdf , diunduh pada 12 Nopember 2012, Pukul 15.23 WIB.

Page 135: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 135

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI

MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIK

banyak yang lebih mengutamakan para konsumen yang memberi pungutan liar dalam pelayanannya. Berkaitan dengan masalah ini, para aparatur pelaksana pelay-anan publik tidak bisa menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan dalam kejadian ini. Hal ini lebih disebabkan karena adanya hubungan timbal balik yang saling men-dukung dalam kejadian pungutan liar ini, yaitu adanya pemberi pungutan liar yang tidak mau repot dalam mendapat-kan pelayanan publik dan juga adanya aparatur pelaksana pelayanan publik korup yang mudah diberikan pungutan liar dengan mengabaikan tugasnya yang harus memberikan pelayanan terbaik ke-pada masyarakat.

Di samping itu, kendala infrastruktur organisasi yang belum mendukung pola pelayanan prima yang diidolakan. Hal ini terbukti dengan belum terbangunnya kaidah-kaidah atau prosedur-prosedur baku pelayanan yang memihak publik serta standar kualitas minimal yang semestinya diketahui publik selaku konsumennya di samping rincian tugas-tugas organisasi pelayanan publik secara komplit. Standard Operating Procedure (SOP) pada masing-masing service provider belum diidentifikasi dan disusun sehingga tujuan pelayanan masih menjadi pertanyaan besar. Akibat-nya, pada satu pihak penyedia pelayanan dapat bertindak semaunya tanpa merasa bersalah (guilty feeling) kepada masyarakat6.

6 Ahmad Zaenal Fanani, “Optimalisasi Pelayanan Publik : perspektif David Osborne dan Ted Gae-

Dengan beberapa permasalahan yang telah disebutkan diatas, sepertinya sudah cukup untuk membuktikan bahwa sistem pelayanan publik di Indonesia membutuh-kan konsep baru dengan memperhatikan masyarakat sebagai konsumen utama dari pelayanan publik. Konsep pelayanan pub-lik yang telah dipakai selama ini ternyata tidak berjalan dengan baik dalam tingka-tan praktik dan implementasinya di ma-syarakat dikarenakan kurangnya reward and punishment serta pembenahan internal. Pelayanan publik Indonesia membutuhkan partisipasi masyarakat guna menciptakan pelayanan publik yang tepat guna dan diinginkan oleh masyarakat.

b. Peraturan mengenai pelayanan publik di Indonesia

Peraturan mengenai pelayanan publik sebenarnya sudah ada, tepatnya dalam UU No. 25 tahun 2009 mengenai pelayanan publik. UU No. 25 tahun 2009 lahir dengan empat pertimbangan, yaitu yang pertama, bahwa negara berkewajiban melayani se-tiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik. Kedua, untuk membangun kepercayaan publik terhadap penyelenggara pelayanan publik. Ketiga, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung

bler”, http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/OPTIMALISASI%20PELAYANAN%20PUBLIK.pdf , diunduh pada 14 Nopember 2012, Pukul 21.30 WIB

Page 136: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

136 | Edisi 3, Tahun III

jawab negara dan korporasi dalam peny-elenggaraan pelayanan publik; dan keempat, sebagai upaya untuk meningkatkan kuali-tas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberikan perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik77.

Berikutnya yang menjadi pertanyaan adalah apakah UU No. 25 tahun 2009 telah dilaksanakan dengan baik ? pelaksanaan aturan yang macet inilah yang juga menjadi salah satu permasalahan dalam pelaksa-naan pelayanan publik. Hal ini dikarenakan praktik pelayanan publik membutuhkan payung hukum yang jelas agar dapat di-laksanakan dengan baik. Sekarang ketika peraturan yang menjadi payung hukum itu telah ada, pelaksanaannya yang men-jadi sebuah masalah baru. Belum tertibnya penegakan atas aturan tersebut menjadi permasalahan utama dalam konteks ini. Tidak dapat disangsikan bahwa undang-undang pelayanan publik tersebut memuat banyak hal yang menjadi kewajiban para penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik. Dalam Pasal 15 disebutkan se-banyak dua belas kewajiban yang harus dipenuhi oleh Penyelenggara Pelayanan

7 Abdul Hakim dan Siti Rohmah, “Implementasi Undang-undang Pelayanan Publik : Siapkah Pemerintah Daerah ?”, http://ahakim61.files.wordpress.com/2011/09/microsoft-word-pelay-anan- publik1.pdf , diunduh pada 15 Nopember 2012, Pukul 22.00 WIB

Publik, dan lima kewajiban yang harus di-lakukan oleh Pelaksana Pelayanan Publik88. Semua ketentuan tersebut memang hanya jadi aturan belaka jika tidak ada sanksi tegas apabila aturan tersebut dilanggar. Maka, proses pelayanan publik membutuhkan penegakan hukum yang jelas meskipun sudah ada peraturan yang mengatur proses pelaksanaannya.

c. Lembaga penyelenggara/yang berkaitan dengan pelayanan publik di Indonesia

Indonesia memiliki beberapa lembaga yang berurusan langsung dengan proses pelayanan publik. Salah satu diantaranya adalah Ombudsman Republik Indonesia yang berfungsi sebagai pengawas dalam proses pelayanan publik. Hal ini tercantum dalam pasal 6 UU No 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu dalam pasal 1 UU No. 25 tahun 2009 mengenai pelayanan publik disebutkan pula apa yang disebut sebagai penyeleng-gara pelayanan publik, yaitu setiap institusi penyelenggara negara,korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang- undang untuk kegiatan pelay-anan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk keg-iatan pelayanan publik. Sehingga lembaga apapun yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik dapat disebut sebagai lembaga penyelenggara pelayanan publik.

8 Abdul Hakim dan Siti Rohmah, Ibid

Page 137: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 137

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI

MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIK

2. Pelaksanaan pelayanan publik melalui pendekatan teori Co- production

Pelaksanaan pelayanan publik di In-donesia pada saat ini diharapkan dapat memberikan akses yang luas bagi partisi-pasi publik. Konsep dengan memberikan partisipasi yang besar bagi publik sendiri merupakan implementasi dari teori Co-production. Sebelum mempraktikan teori Co- production dalam pelayanan publik di Indonesia, ada baiknya kita mengetahui dan mengenali apa yang dimaksud dengan teori Co-production itu dalam pengertian dari teori Co-production, contoh penerapan teori Co- production, dan urgensi mengapa teori Co-production wajib dilaksanakan di Indonesia.

a. Pengertian teori Co-productionTeori Co-production adalah teori/

konsep yang menekankan pada parti-sipasi masyarakat dalam pelayanan pub-lik. Konsep ini dikenal pertama kali dan dikembangkan sejak tahun 1980-an, ketika pakar administrasi publik dan politik ur-ban membangun teori yang menjelaskan kegiatan kolektif dan peran kritis dari keterlibatan warga masyarakat dalam pe-nyediaan pelayanan barang dan jasa. Pada dasarnya teori co-production mengkonsep-tualisasi pemberian layanan baik sebagai sebuah penataan maupun proses, di mana pemerintah dan masyarakat membagi tanggung jawab (conjoint responsibility)

dalam menyediakan pelayanan publik9. Sehingga di sini kita tidak lagi membeda-kan warga masyarakat sebagai pelang-gan yang konservatif dengan pemerintah sebagai penyedia layanan. Kedua pihak dapat bertindak sebagai bagian dari pem-beri layanan publik tersebut.

Dengan konsep ini, dapat terjadi kon-sep perubahan paradigma dalam pela yanan publik di Indonesia yang sebelumnya diisi oleh birokrat yang dilayani menjadi birokrat yang melayani sekaligus dengan adanya pemberdayaan dalam pelayanan publik melalui pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan publik agar pelayanan publik menjadi lebih optimal dan semakin mendapat perhatian lebih dari masyara-kat yang notabene merupakan konsumen utama dari pelayanan publik.

Lembaga NHS Tayside memberikan enam elemen dari teori co- production, yaitu :

Building on people’s existing capabilities (Membangun kemampuan yang ada ma-syarakat)

Recognising people as assets (Mengakui masyarakat sebagai aset)

Reciprocity and mutuality (Timbal Balik dan mutualitas)

Peer support networks (Dukungan jaringan sebaya)

9 Marschall (2004), hal 232, dalam Yogi S. & M. Ikhsan, “Standar Pelayanan Publik di Daerah”, http://www.pkai.lan.go.id/pdf/standar%20pelayanan%20publik.pdf, diunduh pada 12 Nopember 2012, Pukul 10.39 WIB, hlm 9.

Page 138: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

138 | Edisi 3, Tahun III

Blurring distinctions between people and professionals (Mengaburkan perbedaan antara masyarakat dan pekerja)

Facilitating rather than delivering (Mem-fasilitasi bukannya memberikan)10

Pelaksanaan dari enam elemen ini akan menghasilkan perubahan dalam ma-syarakat yang menghasilkan kemandirian dalam pelayanan publik di masyarakat.

Tidak hanya perubahan birokrat pelay-an publik yang menjadi lebih melayani ke-pada masyarakat tetapi juga masyarakat sebagai konsumen utama pelayanan publik akan mendapatkan pembelajaran dan pen-didikan dalam proses pelayanan publik sebagai proses partisipasi publik dalam pelayanan publik, yang dalam tahap lanjut menghasilkan kemandirian masyarakat yang dapat mendukung terciptanya pemer-intahan wirausaha dengan memanfaatkan produktivitas dan efektivitas masyarakat dalam pelayanan publik.

b. Contoh penerapan teori Co-production dalam pelayanan publik

Penerapan teori Co-production dalam pelayanan publik sudah banyak dilaku-kan di negara lain. Salah satu negara yang paling banyak menggunakan teori

10 Catriona Ness Improvement & Development Manager NHS Tayside, “Co-production in con-text Overview of theory & practice”, http://www.jitscotland.org.uk/downloads/1310395951- Co-production%20by%20NHS%20Tayside.ppt, diunduh pada 16 Nopember 2012, Pukul 16.00 WIB

Co-production dalam proses pelayanan pub-lik adalah Inggris. Inggris menggunakan teori ini diarenakan banyak masalah dalam proses pelayanan publik di negerinya. Bentuk penerapan teori ini di Inggris salah satunya adalah dalam program Fam-ily Nurse Partnership (Kemitraan Perawatan Keluarga). Dalam program ini, Pemerin-tah Inggris membangun kemitraan den-gan masyarakat berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak yang me-liputi program :

Support for young mothers during pregnancy and until the child is 2 (Dukungan untuk ibu muda selama kehamilan dan sampai memiliki dua anak)

Continuity of relationship (Kontinuitas hubungan)

Builds on mother’s strengths (Membangun kekuatan pada ibu)

Shared goals and aspirations (Berbagi tujuan dan aspirasi)

Clear focus on taking responsibility (Ber-sihkan fokus pada mengambil tanggung jawab)11

Pelaksanaan teori co-production di Ing-gris tidak hanya di bidang kesehatan, tapi juga dilaksanakan oleh pemerintah dalam bidang keuangan dan kesehatan finansial masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah

11 Strategy Unit Of Cabinet Office, “Coproduc-tion in public services: a new partnership with citizens”, http://webarchive.nationalarchives.gov.uk/+/http://www.cabinetoffice.gov.uk/me-dia/207033/publi c_services_co-production.pdf, diunduh pada 16 Nopember 2012, Pukul 16.39 WIB, hlm 14.

Page 139: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 139

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI

MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIK

Inggris membuat program yang dinamakan Self Directed Support and Individual Budget (Program Pengarahan diri dan Anggaran Individu) yang dilakukan untuk membantu masyarakat untuk mengembangkan diri dan kemandirian dalam hal finansial. Tindak lanjut dari pemerintah Inggris dalam melaksanakan program ini adalah melaksanakan :

Devolves power over decisions and re-sources to the citizen (Diserahkan kekua-saan atas keputusan dan sumber daya untuk warga negara)

Person centred planning (Perencanaan berpusat pada orang)

Shared goals and outcomes (membagi tujuan dan hasil)

Accountability direct to the citizen (penga-rahan akuntabilitas bagi warga negara)1212

Satu lagi program pemerintah Ing-gris yang menekankan partisipasi pub-lik adalah Program Family Intervention Projects (Proyek Intervensi Keluarga). Pro-gram ini merupakan bentuk kemitraan an-tara pemerintah inggris dengan warganya dalam bidang pembangunan keluarga. Hal konkret berikutnya untuk mendukung program ini adalah :

• Sustained trusting relationship with per-sistent key worker (hubungan saling percaya secara berkelanjutan dengan kunci pekerja gigih)

• Explicit contract of rights and responsibili-ties (kontrak eksplisit mengenai hak dan tanggung jawab)

12 Strategy Unit of Cabinet Office, Ibid.

• Whole family approach (Pendekatan Ke-seluruhan keluarga)

• Building capacity of family (Membangun kapasitas keluarga)

• Strengths based approach (Pendekatan berbasis kekuatan)13

Proses pelaksanaan pelayanan pub-lik dengan pendekatan teori ini terbukti disukai oleh rakyat Inggris. Dalam se-buah survei yang dilakukan oleh Uni Er-opa, menunjukkan bahwa partisipasi warga negara dalam kelompok dan organisasi yang mendorong kemitraan antara warga dan pelayanan publik tertinggi di Inggris1414. Partisipasi masyarakat terhadap pelayanan publik ini bahkan mengalahkan partisipasi masyarakat di kelompok lain yang justru sebelumnya jauh meninggalkan tingkat partisipasi dalam pelayanan publik. Dalam hal ini, Inggris telah menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dibutuhkan tidak hanya sekedar untuk memperbaiki pelayanan publik, tapi juga untuk menaikkan euforia dan keper-cayaan masyarakat dalam proses pelayanan publik. Sebuah hal yang patut dicontoh oleh Indonesia, yang proses pelayanan publiknya masih dikuasai oleh rumitnya birokrasi.

13 Strategy Unit of Cabinet Office, Ibid.14 Loffler et al., If you want to go fast, walk alone.

If you want to go far walk together: citizens and the coproduction of public services, October 2008, dalam Strategy Unit of Cabinet Office, Ibid, hlm 20.

Page 140: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

140 | Edisi 3, Tahun III

c. Urgensi pelaksanaan teori Co-production dalam pelayanan publik di Indonesia

Pelayanan publik di Indonesia pada saat ini masih menggunakan sistem birokra-si yang rumit yang semakin hari membuat masyarakat sebagai konsumen utama dari pelayanan publik jenuh dengan semua masalah pelayanan publik. Pelayanan publik membutuhkan konsep baru dalam melaksanakan pelayanan bagi masyarakat. Penggunaan teori Co-production merupakan solusi tepat bagi permasalahan pelayanan publik yang selama ini menggerogoti proses pelayanan publik di Indonesia. Dengan par-tisipasi masyarakat dalam pelayanan publik yang merupakan implementasi dari teori Co-production dapat menjadi penyegaran dan juga dapat memacu euforia masyara-kat dalam pelaksanaan pelayanan publik.

Bukti lain yang menunjukkan bahwa teori Co-production perlu dilaksanakan dalam pelayanan publik adalah kurangnya pengawasan dari instansi terkait dalam proses pelayanan publik. Dengan peng-gunaan teori Co-production, diharapkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dapat membuat aparat pelaksana pelayanan publik menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan pelayanan serta beru-paya menghindari pelanggaran dikarena-kan fungsi pengawasan dalam masyarakat dapat berjalan lebih optimal dalam teori Co-production.

Urgensi berikutnya yang membuat pelaksanaan teori Co-production menjadi

semakin penting adalah untuk mendidik masyarakat dan meningkatan partisipasi publik dalam pelayanan publik serta un-tuk meningkatkan kepuasan pelayanan publik. Pelaksanaan teori Co-production dalam masyarakat dapat memberikan efek positif yang diantaranya adalah mendidik masyarakat dalam pelayanan publik menuju kemandirian masyarakat dalam pelayanan publik. Hal ini dapat me-ningkatkan kesadaran masyarakat dalam pelayanan publik yang pada saat ini sedikit menghilang dikarenakan birokrasi dalam pelayanan publik yang semakin rumit dan kurang memberikan ruang bagi partisipasi publik. Sedangkan kepuasan pelayanan publik dapat tercapai sesuai dengan teori Westbrook & Reilly yang mengemukakan bahwa kepuasan konsumen merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan produk atau jasa yang dibeli15.

C. Penutup

1. Kesimpulana) Permasalahan pelayanan publik di

Indonesia banyak berputar dalam permasalahan birokrasi yang buruk, permasalahan aparatur yang masih kurang menghargai konsumen dan tugasnya sebagai pelayan publik, dan yang paling mendasar adalah kurang-nya partisipasi publik dalam pelayanan publik dikarenakan birokrasi pelay-anan publik yang rumit dan juga karena kurangnya akses yang dibuka oleh lembaga pelayanan publik terhadap masyarakat. Hal-hal dan permasalahan

Page 141: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 141

PENGGUNAAN TEORI CO-PRODUCTION DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK: SOLUSI MASALAH PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN BERBASIS TEORI

MENUJU PRAKTIK TERBAIK PELAYANAN PUBLIK

seperti ini membuat dibutuhkannya solusi baru dalam pelaksanaan pelay-anan publik.

b) Permasalahan pelayanan publik di Indonesia dapat dilakukan dengan pendekatan berbasis teori dengan melaksanakan teori Co-production. Yaitu, pelaksanaan pelayanan publik dengan menekankan kepada partisi-pasi masyarakat. Dengan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik, dapat memecahkan permasalahan rumitnya birokrasi dalam birokrasi pelayanan pubik yang berfungsi memberikan kemandirian dalam ma-syarakat demi mewujudkan masyara-kat yang sadar dan peduli terhadap kualitas pelayanan publik.

2. SaranMelalui pembahasan mengenai Peng-

gunaan teori Co-production dalam melak-sanakan pelayanan publik sebagai solusi atas masalah pelayanan publik melalui pendekatan berbasis teori menuju praktik terbaik pelayanan publik, penulis menyam-paikan saran sebagai berikut :

a) Perlu adanya perubahan konsep pelayanan publik dari birokrat yang

“dilayani” menjadi birokrat yang “me-layani” yang bersamaan dengan pem-berdayaan masyarakat dalam proses pelayanan publik. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari lembaga pelayanan publik untuk membuka seluas-luasnya akses bagi masyarakat untuk turut serta dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pelayanan publik.

b) Perlu adanya pembenahan internal dalam pelaksanaan pelayanan pub-lik, terutama pembenahan terhadap aparatur pelaksana pelayanan publik yang juga menjadi salah satu ma-salah yang fundamental dalam proses pelayanan publik di Indonesia.

c) Perubahan konsep pelayanan publik dan pembenahan internal dalam lembaga pelayanan publik terutama aparatur pelaksana pelayanan publik membu-tuhkan political will dari pemerin-tah sebagai pemegang otoritas dalam pelayanan publik. pemerintah dapat membuat aturan pelaksana/turunan dari UU No. 25 tahun 2009 mengenai pelayanan publik agar pelaksanaan pelayanan publik memiliki aturan yang jelas dan dapat di implementasikan dengan mudah di masyarakat.

***

Page 142: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

142 | Edisi 3, Tahun III

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

David Osborne dan Peter Plastrik, Memang-kas Birokrasi : Lima strategi menuju pemerintahan wirausaha, Jakarta, Penerbit PPM, 2001.

Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah In-donesia di Era Reformasi, Jakarta, Kencana, 2011

B. Peraturan Perundang­undangan

UU nomor 25 tahun 2009 tentang Pelay-anan Publik

UU nomor 37 tahun 2008 tentang Ombuds-man Republik Indonesia

C. Artikel / Jurnal Ilmiah

Priyanto Susiloadi, “Peranan Pemerintah dan partisipasi Masyarakat dalam-Pelayanan Publik”, http://fisip.uns.ac.id/publikasi/sp2_2_priyanto.pdf Edi Suharto, “Penerapan Kebijakan Publik bagi Masyarakat dengan Ke-butuhan Khusus”, http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/LANPe-layananPublik.pdf Anonim, http://www.watchindonesia.org/050_Pemerintah%20Bukanlah%20Negara _RUU%20Pelayanan%20P.pdf

Ahmad Zaenal Fanani, “Optimalisasi Pelayanan Publik : perspektif David Osborne dan Ted Gaebler”, http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/OPTIMALISASI%20PELAYAN AN%20PUBLIK.pdf

Abdul Hakim dan Siti Rohmah, “Imple-mentasi Undang-undang Pelayanan Publik : Siapkah Pemerintah Daerah ?”, http://ahakim61.files.wordpress.com/2011/09/microsoft-word-pelay-anan- publik1.pdf ,

Yogi S. & M. Ikhsan, “Standar Pelayanan Publik di Daerah”, http://www.pkai.lan.go.id/pdf/standar%20pelay-anan%20publik.pdf Catriona Ness Improvement & Development Man-ager NHS Tayside, “Co- production in context Overview of theory & practice”,

http://www.jitscotland.org.uk/down-loads/1310395951- Coproduction%20by%20NHS%20Tayside.ppt

Strategy Unit Of Cabinet Office, “Co-production in public services: a new partnership with citizens”, http://we-barchive.nationalarchives.gov.uk/+/http://www.cabinetoffice.gov. uk/media/207033/public_services_co-production.pdf,

Yogi Suwarno, “Co-production in Public Service : A Shared Role of Bureaucreacy and Citizenry”, http://zerosugar.files.wordpress.com/2011/03/coproduc-tion-in-public- service.pdf

Anonim, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22372/3/Chapter%20II.pdf

Page 143: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 143

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju Peningkatan

Praktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-Government

Oleh: CITRA YUDA NUR FATIHAH NPM

abstraksi

Tulisan yang mengangkat kondisi pelayanan pulbik di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, pada kenyataannya maladministrasi ada dalam pelayanan publik yang seharusnya tidak ada dalam prakteknya. Maladministrasi terjadi sebagai bentuk kekecewaan terhadap pelayanan aparatur pemerintahan yang berhasil menumbuhkan sikap pesimis masyarakat.

Perlu sebuah upaya yang meminimalisir adanya maladministrasi demi peningkatan praktek terbaik (Best Practices). Menggunakan konsep e-government atau elektronik government, yang sebenranya memberikan pelayanan melalui elektronik (e-service) , seperti melalui internet, jaringan telepon seluler dan komputer, serta multimedia. Dengan begitu, pemanfaatan dan pengoptimal-isasiasi teknologi informasi serta komunikasi. Konsep ini akan menghubung-kan pemerintah dan masyarakat, pemerintah dan perusahaan bisnis, hingga hubungan antar pemerintah.

Peningkatan pelayanan publik dengan menggunakan e-government mem-berikan bantuan dalam peningkatan ini. Setidaknya dengan adanya e-government, maladministrasi seperti persengkokolan tender tidak lagi bisa terjadi. Melaui proses tersebut, pemerintah dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi dan birokrasi, serta membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memung-kinkan instansi pemerintahan bekerja sevara terpadu untuk menyederhanakan akses informasi dan layanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah. Peningkatan ini memberikan efek positif bagi pelayanan publik di Indonesia.

Page 144: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

144 | Edisi 3, Tahun III

A. Latar BelakangPada prinsipnya, sebagaimana kita

ketahui bersama jika salah satu tugas dan fungsi utama aparatur pemerintah adalah memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Definisi pelayanan yang ter-baik itu sendiri pada dasarnya merupakan aktivitas yang bertujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang dilakukan dengan cara-cara terbaik sehingga dapat memberikan hasil yang lebih dari pada yang diharapkan. Namun, kenyataannya selama ini menunjukkan bahwa masyarakat memandang perbantuan dan pelayanan yang diberikan dan disediakan oleh apara-tur pemerintah, masih jauh dari standar minimum dan justru sangat mengece-wakan. Layanan birokrasi pemerintah dipandang tidak akurat, rumit, lamban, dan seringkali mahal1 . Akumulasi keke-cewaan masyarakat terhadap pelayanan aparatur pemerintah sebenarnya telah ber-langsung lama dan kini sebagai akibatnya telah berhasil menumbuhkan sikap pesimis masyarakat.

”Kalau bisa dipersulit kenapa harus di-permudah,” barulah salah satu contoh dari sekian banyak reaksi negatif dan kekece-waan masyarakat terhadap rendahnya kualitas pelayanan aparatur pemerintah tersebut.

Seiring dengan kuatnya arus peruba-han dan perkembangan zaman, kehidupan

1 Sutopo dan Adi Suryanto, Pelayanan Prima, (Jakarta: LAN- RI, 2003), hal. 1.

umat manusia pun kini telah berubah dan berkembang jauh ke arah yang lebih dinamis dan semakin kompleks. Salah satu implikasi nyata dari perubahan dan perkembangan zaman ini adalah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sedemikian pesat yang kemudian telah membuka akses informasi hampir merata ke seluruh pelosok dunia. Sejalan dengan itu, masyarakat yang makin melek infor-masi pun kini semakin kritis terhadap kinerja para aparatur pemerintah. Di satu sisi, sebagai konsekuensinya tidak jarang anggota masyarakat sekarang ini semakin lantang menyuarakan ketidakpuasan mer-eka terhadap kinerja aparat pemerintah dan birokrat yang menyangkut pelayanan kepentingan orang banyak tersebut.

Di sisi yang lain, pemerintahan di se-luruh dunia pada saat ini tengah mengha-dapi “tekanan” dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan partisipasi aktif dalam pemberian informasi bagi masyarakat, ser-ta dituntut untuk lebih efektif. Hal inilah yang menyebabkan electronic government (e-Government) atau pemerintahan berbasis elektronik semakin berperan penting bagi semua pengambil keputusan. Pemerintah Tradisional (traditional government) yang identik dengan paper-based administration mulai ditinggalkan2. Transformasi tradition-

2 Erick S. Holle, “Pelayanan Publik Melalui Electronic Government: Upaya Meminimalisir Praktek Maladministrasi Dalam Meningkat-

Page 145: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 145

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju PeningkatanPraktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-Government

al government menjadi electronic government (e-Government) menjadi salah satu isu kebi-jakan publik yang hangat dan sangat gencar dibicarakan saat ini. Di negara kitasendiri, e- Government baru dimulai dengan inisiatif yang dicanangkan beberapa tahun lalu.

Pada umumnya, proses pemberian pelayanan kepada publik (masyarakat) dewasa ini dilakukan melalui kontak langsung antara penyedia jasa layanan (birokrasi pemerintah) dengan warga ma-syarakat. Ternyata, kontak langsung sep-erti inilah yang telah banyak dimanfaatkan secara negatif oleh para pelaku interaksi pelayanan, baik itu dari pihak birokrat (pemberi layanan) maupun dari pihak warga masyarakat (penerima layanan)3. Hasil survei dari beberapa lembaga pene-litian dan berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para pemerhati pelayanan publik pun pada akhirnya sepakat pada satu kesimpulan bahwa pelayanan publik melalui kontak langsung sangat rentan terhadap berbagai praktek maladminis-trasi4. Praktek-praktek yang mengakibat-kan terjadinya maladministrasi memang lebih dimungkinkan dalam penyediaan layanan melalui kontak langsung dari pada penyediaan layanan melalui kontak tidak langsung. Pada pelayanan publik melalui kontak langsung akan jauh lebih sulit untuk dihindari adanya perlakuan-perlakuan khusus yang berdampak pada penyim-

kan Public Service”, Jurnal Sasi Vol. 17 No. 3 (Juli- September 2011): 21.

3 3 Ibid., hal. 22. 4 4 Ibid., hal. 23.

pangan terhadap ketentuan administrasi (maladministrasi).

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian yang telah dike-

mukakan sebelumnya pada bagian latar belakang, bahwa untuk meminimalisir ter-jadinya praktek-praktek maladministrasi dalam pelayanan publik demi memberikan praktek terbaik (best practices) pelayanan publik bagi masyarakat, berkenaan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa po-kok permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu:

1. Bagaimana keadaan pelayanan publik di Indonesia saat ini?

2. Bagaimana praktek maladministrasi dalam pelayanan publik?

3. Bagaimana konsep dasar Electronic Gov-ernment (E-Government)?

4. Bagaimana upaya untuk meminimal-isasi praktek maladministrasi melalui

E-Government?

5. Bagaimana praktek terbaik pelayanan publik dengan E-Government?

C. Tujuan PenulisanBerdasaran pemaparan dalam latar

belakang dan pokok permasalahan di atas, pembahasan dalam penelitian ini bertujuan untuk:

1. Tujuan Umum

Penulisan ini memiliki tujuan umum antara lain:

Penulisan ini memiliki tujuan untuk

Page 146: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

146 | Edisi 3, Tahun III

melakukan penganalisisan dan memberi-kan pemahaman secara umum dan men-dalam mengenai keadaan pelayanan publik di Indonesia saat ini yang rentan dengan praktek maladministrasi, terutama melalui kontak langsung, sehingga diperlukan suatu upaya untuk meminimalisir prak-tek maladministrasi tersebut melalui suatu terobosan baru seiring dengan perkemban-gan teknologi informasi dan komunikasi, yaitu pemerintahan berbasis elektronik (e-Government) yang dapat mengurangi frekuensi kontak langsung, antara apara-tur pemerintah dan masyarakat.

2. Tujuan Khusus

Penulisan ini memiliki tujuan khusus antara lain:

a. Mengidentifikasi keadaan pelayanan publik di Indonesia saat ini.

b. Mengidentifikasi praktek maladmin-istrasi dalam pelayanan publik. c. Mengetahui konsep dasar Electronic Government (E-Government).

d. Menganalisis upaya untuk meminimal-isasi praktek maladministrasi melalui E-Government.

e. Mengidentifikasi dan menganalisis praktek terbaik pelayanan publik dengan E-Government.

D. Manfaat PenulisanPenelitian ini memiliki beberapa man-

faat, antara lain:

1. Menambah khasanah pemikiran ilmu administrasi, khususnya dalam

praktek-praktek administrasi pelay-anan publik bagi masyarakat.

2. Sebagai masukan bagi para pelaku ad-ministrasi dalam pelayanan publik di Indonesia, khususnya terkait keadaan pelayanan publik di Indonesia saat ini yang sangat rentan terhadap praktek-praktek maladministrasi.

3. Sebagai masukan bagi para penegak hukum, khususnya dalam upaya pengekan hukum administrasi, menge-nai upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dan meminimalisir praktek maladministrasi, khususnya dalam kontak langsung dengan apara-tur pemerintah.

4. Sebagai referensi bagi penulis lain yang ingin mengulas topik mengenai prak-terk maladministrasi dalam pelayanan publik di Indonesia, khususnya men-genai upaya minimalisasi yang dapat dilakukan melalui suatu mekanisme E-Government.

5. Membantu masyarakat ataupun pem-baca untuk memahami dan menge-tahui implikasi nyata dan efektivitas penerapan mekanisme E- Government dalam meminimalisir praktek-praktek maladministrasi dalam pelayanan pub-lik menuju peningkatan praktek terbaik (best practices) dalam pelayanan publik.

PEMBAHASAN

A. Keadaan Pelayanan Publik di Indonesia

Kualitas pelayanan publik yang prima merupakan muara dari pelaksanaan Refor-masi Birokrasi. Tentu saja terdapat sinergi positif dan hubungan kualitas yang sangat

Page 147: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 147

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju PeningkatanPraktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-Government

erat antara Reformasi Birokrasi dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Hal itu didasarkan pada satu prinsip utama bahwa setiap penyelenggara negara meru-pakan pelayanan Publik, dari level tinggi sampai dengan jajaran paling bawah. Jika birokrasi sudah tertata dengan baik, dan se-cara konsisten menerapkan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang mengamanatkan kepada setiap pe-nyelenggara negara untuk mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif, maka pelayanan publik secara otomatis akan berjalan den-gan baik5.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No-mor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Pub-lik menegaskan, “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaiang kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayan-an sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelay-anan administratif yang dielenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik6”. Sementara itu, Keputusan Menteri Pen-dayagunaan Aparatur Negara Nomor. 63

5 Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia: Un-tuk Reformasi Birokrasi di Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, 2012), hal. v.

6 Indonesia, Undang- Undang tentang Pelayanan Publik, UU No. 25 Tahun 2009, LN No. 112 Tahun 2009, TLN No. 5038.

Tahun 2003 mendefenisikan pelayanan pub-lik sebagai ”Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Miliki Daerah (BUMD) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan keten-tuan peraturan perundang-undangan7”. Dengan demikian, pada dasarnya sudah jelas definisi dan pengertian dari apa yang sebenarnya dimaksud pelayanan publik tersebut. Sementara itu, hakikat Pelayanan Publik antara lain:

a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi pemer-intah di bidang pelayanan publik.

b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan publik dapat dis-elenggarakan lebih berdaya guna dan berhasil guna.

c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakasa, dan peran serta masyarakat dalam derap langkah pembangunan serta dalam upaya meningkatkan ke-sejahteraan masyarakat luas8.

Namun, ternyata rumusan ketentuan yang ada di dalam berbagai peraturan pe-rundang-undangan mengenai pelayanan publik tersebut tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Malah

7 Indonesia, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Kepmenpan No. 63 Tahun 2003.

8 Erick S. Holle, op. Cit., hal. 23.

Page 148: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

148 | Edisi 3, Tahun III

seringkali justru keadaannya berbanding terbalik dengan apa yang sesungguhnya diamanatkan oleh undang- undang. Salah satu media cetak pernah menuliskan, “Kondisi pelayanan publik selama tahun 2005 sangat buruk, masih diwarnai prak-tek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) serta sarat dengan paradigma korporat-isme untuk mencari keuntungan pribadi. Buruknya pelayanan publik diperparah pula oleh rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengingatkan para pejabat publik termasuk pegawai negeri sipil (PNS) agar bekerja lebih profesional9.” Selain itu, sep-erti dinyatakan Mantan Menteri PAN dan RB, Taufiq Effendi, “Penyelenggaraan pelayanan publik dan reformasi birokrasi di Indonesia masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Keluhan muncul, mulai dari prosedur pengurusan layanan yang berbelit-belit sampai soal si-kap aparat yang tidak menyenangkan10.

B. Praktek Maladministrasi dalam Pelayanan Publik

Dalam kamus Cambridge maladmin-istrasi didefinisikan sebagai “lack of care, judgment or honesty in the management of something” atau dapat diartikan sebagai kekurangpedulian atau ketidakjujuran seseorang dalam mengelola sesuatu. Se-mentara itu Hartono, dkk. (2003) dalam

9 Suara Pembaruan, edisi Jumat, 30 Desember 2005.

10 Kompas, edisi Jumat, 16 Desember 2005

Buku Panduan Investigasi untuk Ombuds-man Indonesia memberikan pengertian maladminsitrasi secara umum sebagai suatu perilaku yang tidak wajar (termasuk penundaan pemberian pelayanan), tidak sopan, dan kurang peduli terhadap ma-salah yang menimpa seseorang disebabkan oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan termasuk penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digu-nakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif, dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta, tidak masuk akal, atau tidak berdasarkan tindakan unreasonable, unjust, oppressive, improper, dan diskriminatif11.

Lebih lanjut Hartono, dkk., menye-butkan bahwa maladministrasi dapat merupakan perbuatan, baik sikap maupun prosedur dan tidak terbatas pada hal-hal administrasi atau tata usaha saja. Hal-hal yang menyangkut maladministrasi terse-butlah yang kemudian menjadi salah satu penyebab utama bagi timbulnya pemerin-tahan yang tidak efisien, buruk dan tidak memadai. Dengan kata lain, bahwa tinda-kan atau perilaku maladministrasi bukan sekedar merupakan penyimpangan dari prosedur atau tata cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat negara atau aparat penegak huku, akan tetapi juga dapat merupakan suatu perbuatan melawan

11 Hartono, dkk., Panduan Investigas untuk Om-budsman Indonesia, (Jakarta: The Asia Founda-tion Indonesia, 2003).

Page 149: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 149

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju PeningkatanPraktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-Government

hukum12. Dengan demikian, dapatlah di-simpulkan bahwa maladministrasi adalah salah satu faktor utama dalam menghambat peningkatan praktek terbaik dalam pelay-anan publik.

Malpraktik dalam administrasi pada faktanya terjadi hampir pada setiap proses penyelenggaraan pemerintahan dan bi-rokrasi di Indonesia. Mulai dari contoh yang Penulis alami sendiri pada proses kenaikan pangkat, karir pegawai yang berprestasi dihambat, sementara pegawai lainnya yang pandai “melayani” kemauan sang “bos” memperoleh perlakuan istimewa, sehingga dalam waktu singkat pangkatnya dapat melesat bertingkat-tingkat, termasuk pendongkrakan pangkat lebih dari satu tingkat secara “sim salabim” untuk pe-nyesuaian eselon. Contoh lainnya adalah pada proses penempatan (placement) pega-wai yang tidak pada tempat yang tepat atau tidak the right man on the right place. Akibatnya, banyak pegawai yang brilian dan berprestasi yang tidak mendapatkan jabatan, sementara yang kebagian jabatan justru pegawai-pegawai tidak memiliki ilmu yang relevan dengan jabatannya. Perlu diingat bahwa pemberian jabatan kepada pegawai dengan alasan sekadar “memberi kesempatan” tidaklah tepat karena jabatan bukanlah mainan untuk ajang coba-coba.

Tindakan birokrasi publik yang me-nyimpang dari etika administrasi juga dapat berupa kebijakan penerimaan, mu-tasi dan promosi yang tidak didasarkan

12 Ibid.

pada merytal system, melainkan pada per-asaan suka tidak suka (like and dislike), atau lebih parah lagi bahkan tanpa aturan yang jelas alias “semau gue”, semata- mata atas alasan kepentingan membangun sebuah jaringan untuk kelancaran income resource (sumber pendapatan), atau sekedar untuk power demonstration (demonstrasi kekua-saan). Sebagai dampaknya, pegawai akan kehilangan inisiatif dan kreatifitas kerja karena selalu dihantui oleh bayang-bayang monster mutasi yang bisa “menendang” setiap saat.

Sementra itu, menurut Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Azlaini Agus, substansi maladministrasi yang pal-ing banyak dilaporkan masyarakat adalah tentang penundaan pelayanan oleh peny-elenggara negara. Misalnya, pada pengu-rusan pendaftaran tanah yang tidak segera dilayani kantor pertanahan dan putusan pengadilan yang tidak segera dilaksanakan. Selain itu, penyalahgunaan wewenang, pelayanan yang berpihak, yaitu mereka yang memakai jasa calo mendapat priori-tas ketimbang yang tidak menggunakan calo, penyimpangan prosedur, permintaan uang dan barang atas jasa tertentu, serta pegawai yang bertugas tidak kompeten dalam memberikan pelayanan13.

13 Tri Indaryani, “141 Pemda Dilaporkan Paling Lelet Melayani Masyarakat,” Kontan (1 Juni 2011).

Page 150: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

150 | Edisi 3, Tahun III

C. Konsep Dasar Electronic Government (E-Government)

Sebagaimana telah Penulis uraikan se-belumnya bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (Information and communication Technology, ICT) telah mem-bawa pengaruh yang besar, tidak hanya terhadap berbagai lapisan dan elemen masyarakat, tetapi juga yang terutama bagi organisasi pemerintahan. Perkemban-gan teknologi informasi ini telah memaksa organisasi pemerintah untuk melakukan transformasi besar-besaran agar selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Perubahan tersebut tidak hanya dalam produk layanan, tetapi juga pada struktur dan manajemen organisa-si1414. Di negara-negara maju, e-Government merupakan hasil transformasi mekanisme interaksi birokrasi dengan masyarakat yang menjadi lebih bersahabat. Demikian hal-nya di negara-negara berkembang, ban-yak pengambil kebijakan yakin bahwa pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan transparan dapat diwujudkan melalui e-Government15.

Secara konseptual, konsep dasar dari e-Government (e-Gov) sebenarnya adalah bagaimana memberikan pelayanan me-lalui elektronik (e-service), seperti melalui

14 W. Bennis and M. Mische, The 21- Century Organization, (New York: Pfeiffer Company, 1995).

15 R.E. Indrajit, E- Government: Strategi Pemban-gunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, (Jogyakarta, 2002).

internet, jaringan telepon seluler dan kom-puter, serta multimedia. Melalui pengem-bangan e-Gov ini, maka sejalan dengan itu dilakukan pula penataan sistem manajemen informasi dan proses pelayanan publik dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi16.

Adapun ruang lingkup dari e-Gov ini adalah mencakup interaksi antara pemer-intah dan masyarakat (G2C-government to citizens), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-government to business enterprises) dan hubungan antar pemerintah (G2G-inter-agency relationship). Sementara itu, Forman memberikan defenisi e-Gov secara lebih spesifik lagi yakni penggunaan teknologi digital untuk mentransformasi kegiatan-kegiatan pemerintah yang bertujuan un-tuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian layanan.

Dari defenisi yang dikemukakan oleh Forman tadi bermakna bahwa penyam-paian layanan melalui teknologi digital dapat memberikan tingkat efisiensi dan efektivitas pekerjaan pemerintah yang lebih baik17. Untuk lebih tegasnya pada bagian konsiderans Inpres Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government sebagai

16 Alexander Rusli, Telematika Indonesia: Ke-bijakan dan Perkembangan, (Jakarta: Tim Koordinasi Telematika Indonesia Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, 2004).

17 Mark Forman, E- Government: Using IT to Transform the Effectiveness and Efficiency of Government, 2005.

Page 151: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 151

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju PeningkatanPraktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-Government

salah satu payung hukum penyelengga-raan e-Gov, disebutkan bahwa kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat sehingga pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-government) akan menin-gkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemer-intahan18.

Dalam Panduan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan E-Government Lembaga, Kementerian Komunikasi dan Informasi menekankan jika organisasi pemerintah harus lebih terbuka untuk membentuk ke-mitraan dengan dunia usaha (public-private partnership), memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengolah, mengelola, meny-alurkan, dan mendistribusikan informasi dan pelayanan publik19. Oleh karena itu ketika masyarakat mendambakan terwujudnya reformasi sektor publik, pemerintah harus segera melaksanakan proses transformasi menuju e-Government. Melalui proses tersebut, pemerintah dapat

18 Indonesia, Instruksi Presiden tentang Kebi-jakan dan Strategi Nasional Pengembangan E- Government, Inpres No. 3 Tahun 2003.

19 Kementerian Komunikasi dan Informasi, Panduan Penyusunan Rencana Induk Pengem-bangan E- Government Lembaga: Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E- Govern-ment, (Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, 2003).

mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi dan birokrasi, serta membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu untuk menyederhanakan akses ke semua informasi dan layanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah.

D. Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Melalui E-Government

Maladministrasi dalam berbagai bentuk dan jenis sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya dapat diminimalisir atau bahkan dapat di-hilangkan sama sekali apabila pelayanan publik tidak lagi diberikan secara tatap muka atau kontak langsung, melainkan diberikan melalui elektronik yang dikenal dengan istilah e-services. Meskipun memang diakui bahwa tidak semua jenis pelayan-an publik dapat disediakan sepenuhnya melalui elektronik dalam bingkai e-Gov. Akan tetapi, beberapa dari kegiatan pelay-anan publik yang substansial ini dapat disediakan melalui elektronik, misalnya saja jenis pelayanan administratif seperti pelayanan kependudukan (KTP, akta kela-hiran, surat nikah), pelayanan perizinan, dan lain-lain. Demikian pula halnya dalam hal pelayanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan instansi pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir dikembangkan

Page 152: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

152 | Edisi 3, Tahun III

electronic procurement (e-procurement) oleh pemerintah20.

Dengan e-procurement ini, malad-ministrasi seperti persekongkolan antara pengusaha (pelaku tender) dengan oknum panitia tender tidak lagi bisa terjadi. Se-cara rinci dapat dicontohkan beberapa jenis pelayanan publik yang memungkinkan untuk disediakan melalui e-gov, antara lain adalah pengurusan KTP, pelayanan perizinan, pembayaran pajak, pelapo-ran pindah alamat, pelaporan kelahiran, pendaftaran pernikahan, motor vehicle registration, Informasi pelayanan kesehatan, perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM), mencari dan melamar kerja, dan masih ban-yak lagi. Pengertia E-Services sendiri yaitu suatu metode pemberian pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan mana aparat pelay-an publik tidak lagi bertemu langsung (seemless) dengan warga masyarakat peng-guna jasa layanan2121. Dengan demikian, maka praktek-praktek maladministrasi sebagaimana yang disebutkan di atas ti-dak lagi mudah terjadi. Pelayanan tidak lagi melihat langsung siapa orang yang dilayani karena hanya terhubung dengan teknologi. Demikian pula halnya yang di-layani, ia tidak lagi melihat siapa yang melayaninya, sehingga peluang terjadinya kolusi dan nepotisme dalam pelayanan publik akan terhindarkan.

Dari uraian di atas, secara ringkas

20 Erick S. Holle, op. Cit., hal. 27. 21 Erick S. Holle, op. Cit., hal. 28.

tujuan yang ingin dicapai dengan imple-mentasi e-Gov adalah untuk menciptakan customer online dan bukan inline. E-Gov pada prinsipnya bertujuan untuk mem-berikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana. Selain itu e-Gov juga bertujuan dalam rangka men-dukung pencapaian good governance. Peng-gunaan teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabili-tas lembaga publik.

E-Gov dapat memperluas partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan/kebijakan oleh pemerintah. E-gov juga diharapkan dapat memperbaiki produktifitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Praktek-praktek maladministrasi seyog-yanya telah dapat diminimalisir dengan berupaya untuk memberikan pelayanan melalui e-Gov (e-services). Namun pada kenyataannya, khususnya di Indonesia, dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap pengembangan e-Gov untuk tujuan pelayanan publik, baru beberapa pemerintah daerah yang telah mampu mengembangkan e-Gov mereka untuk tujuan pemberian pelayanan kepada ma-syarakat22. Sebut saja misalnya Kabupaten Sragen yang telah menjangkau 298 desa dan

22 Erick S. Holle, op. Cit., hal. 28- 29.

Page 153: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 153

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju PeningkatanPraktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-Government

20 kecamatan. E-Gov yang telah dikem-bangkan di Kabupaten Sragen sejak tahun 2002 ini sangat membantu memperlancar pelayanan di lingkungan pemerintahan Ka-bupaten Sragen, misalnya saja untuk men-gurus KTP pemohon tidak perlu menunggu lama2323. Karena keberhasilan ini, maka Sragen menjadi pusat studi banding e-Gov, dan bahkan telah mendampingi lebih dari 25 kabupaten/kota dalam pengembangan e- Gov. Keberhasilan Kabupaten Sragen dalam mengembangkan e-Gov rupanya bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Berbagai daya dan upaya tentunya harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah apabila ingin berhasil seperti yang telah dicapai oleh Kabupaten Sragen, antara lain dengan adanya suatu komitmen yang kuat dan sinergi untuk mengembangkan e-Gov tersebut.

E. Praktek Terbaik Pelayanan Publik dengan E-Government

Pengembangan aplikasi e-government memerlukan pendanaan yang cukup be-sar sehingga diperlukan kesiapan dari sisi sumber daya manusia aparat pemerintahan dan kesiapan dari masyarakat. Survei di beberapa negara menunjukkan bahwa ada kecenderungan aparat pemerintah tidak melaksanakan kegiatan secara online, karena mereka lebih menyukai metode pelayanan tradisional yang berupa kontak langsung, tatap muka, surat-menyurat, atau telepon. Dengan demikian, sudah semestinya kita

23 Ibid.

belajar dari penyebab-penyebab kegagalan e-government di sejumlah negara yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain ketidaksiapan sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi informasi, serta kurangnya perhatian dari pihak-pi-hak yang terlibat langsung. Di samping itu, sembari mempersiapkan diri dalam pengembangan dan pelaksanaan e-Gov, pe-nyelenggara pelayanan publik dan aparatur pemerintah masih tetap dapat memberi-kan praktek-praktek terbaik (best practices) dalam pelayanan publik bagi masyarakat sejalan dengan kerangka e-government.

Praktek-praktek terbaik dalam pelay-anan pubik itu, antara lain:

1. Pelayanan publik yang berfokus pada pelanggan (masyarakat);

2. Dalam melayani senantiasa mengajukan pertanyaan yang tepat;

3. Menawarkan opsi kepada pelanggan (masyarakat);

4. Melampaui kebutuhan dan harapan pelanggan (masyarakat);

5. Mempertahankan kebahagiaan dan kesejahteraan pegawai (pelaku atau penyelenggara pelayanan publik);

6. Menciptakan dan menggunakan standar pelayanan;

7. Memiliki rencana untuk menjamin mem-berikan pelayanan yang prima;

8. Memiliki hubungan yang khusus dan efektif dengan pelanggan yang sulit;

9. Menggunakan komunikasi tindak lanjut sebagai salah satu cara untuk terus berhubungan dengan pelanggan;

Page 154: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

154 | Edisi 3, Tahun III

10. Belajar dari organisasi lainnya, untuk pembelajaran yang efektif;

11. Meminimalisir dan menghilangkan tindakan-tindakan yang dapat meng-hambat dan mengurangi pelayanan prima;

12. Konsistensi antara perkataan dan per-buatan (yang terpenting).

PENUTUP

A. KesimpulanSeperti telah diuraikan dan dijelaskan

sebelumnya bahwa kontak langsung dalam pemberian pelayanan memberi peluang yang besar terjadinya praktek maladmin-istrasi. Oleh karena itu, sebagai penutup, diperlukan seuatu upaya untuk memini-malisir atau bahkan menghilangkan prak-tek maladministrasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam bingkai electronic government dalam pembe-rian pelayanan, sehingga kontak langsung antara penyedia layanan dan pengguna layanan dapat diminimalisir dan dikurangi frekuensinya. Di Indonesia, payung hukum penyelenggaraan e-Gov sendiri sudah ada dan jelas dengan dikeluarkannya Inpres No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strate-gi Nasional Pengembangan e-Goverment.

Hanya saja, pada kenyataannya, dari be-berapa penelitian yang dilakukan terha-dap pengembangan e- Gov untuk tujuan pelayanan publik, baru beberapa pemer-intah daerah yang telah mampu mengem-bangkan e-Gov dengan baik dan sesuai dengan kerangka kerja Pemerintah. Tentu saja, dalam waktu ke depan, berbagai daya dan upaya harus dilakukan secara maksi-mal oleh baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, apabila ingin berhasil meminimalisir praktek-praktek maladmin-istrasi dalam pelayanan publik melalui mekanisme e-Gov ini, demi tercapainya pemberian praktek terbaik (best practices) dalam pelayanan publik.

B. SaranPerlu dibangun sebuah komitmen

yang kuat dan sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, khususnya bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pem-berian layanan publik untuk menjadikan Inpres No. 3 Tahun 2003 sebagai dasar dalam pengembangan dan penerapan e-Government di Indonesia. Selain itu, untuk mengatasi masalah sosialisasi yang masih minim hendaknya dilakukan promosi se-cara menyeluruh dan terintegrasi, khusus-nya bagi masyarakat.

***

Page 155: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 155

Efektivitas Upaya Minimalisasi Praktek Maladministrasi Menuju PeningkatanPraktek Terbaik (Best Practices) Pelayanan Publik Melalui E-Government

DAFTAR PUSTAKA

Bennis, W. and M. Mische. The 21-Century Organization. New York: Pfeiffer Com-pany, 1995.

Forman, Mark. E-Government: Using IT to Transform the Effectiveness and Ef-ficiency of Government. 2005.

Gaspersz, Vincent. Majemen Kualitas. Ja-karta: Gramedia Pustaka Utama, 1997. Hartono, dkk. Panduan Investigas untuk Ombudsman Indonesia. Jakarta: The Asia Foundation Indonesia, 2003.

Holle, Erick S. “Pelayanan Publik Melalui Electronic Government: Upaya Me-minimalisir Praktek Maladministrasi Dalam Meningkatkan Public Service”. Jurnal Sasi Vol. 17 No. 3, Juli-September 2011.

Indaryani, Tri. “141 Pemda Dilaporkan Paling Lelet Melayani Masyarakat.”

Kontan, 1 Juni 2011.

Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. UU No. 43 Tahun 1999. LN No. 169 Tahun 1999. TLN No. 3890.

. Undang-Undang tentang Pengesahan In-ternational Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasi-onal tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya). UU No. 11 Tahun 2005. LN No. 118 Tahun 2005. TLN No. 4557.

. Undang-Undang tentang Pengesahan Inter-national Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). UU No. 12 Tahun 2005. LN No. 119 Tahun 2005. TLN No. 4558.

. Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 12 Tahun 2008. LN No. 59 Tahun 2008. TLN No. 4844.

. Undang-Undang tentang Ombudsman Re-publik Indonesia. UU No. 37 Tahun 2008. LN No. 139 Tahun 2009. TLN No. 4899.

. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik. UU No. 25 Tahun 2009. LN No. 112 Tahun 2009. TLN No. 5038.

Page 156: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

156 | Edisi 3, Tahun III

. Instruksi Presiden Republik Indonesia ten-tang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Inpres No. 3 Tahun 2003.

. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Pedoman Umum Peny-elenggaraan Pelayanan Publik. Keputu-san Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003.

Indrajit, R.E. E-Government: Strategi Pemban-gunan dan Pengembangan Sistem Pelay-anan Publik Berbasis Teknologi Digital. Jogyakarta, 2002.

Kementerian Komunikasi dan Informasi. Panduan Penyusunan Rencana Induk-Pengembangan E-Government Lembaga: Kebijakan dan Strategi Nasional Pengem-bangan E-Government. Jakarta: Kemen-terian Komunikasi dan Informasi Re-publik Indonesia, 2003.

Masthuri, Budi. Mengenal Ombudsman Indonesia. Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 2005.

Patton, Patricia. EQ-Pelayanan Sepenuh Hati. Jakarta: Pustaka Deltapratasa, 1998.

Philipus, Hadjon M. Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Jogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011.

Rusli, Alexander. Telematika Indonesia: Ke-bijakan dan Perkembangan. Jakarta: Tim Koordinasi Telematika Indonesia Ke-menterian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, 2004.

Sekretariat Wakil Presiden Republik In-donesia. Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia: Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia. Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, 2012.

Suprawoto. Pelayanan Publik Melalui E- Government (Studi tentang Pelayanan KTP, e-Procurement dan PSB-Online di Kota Surabaya). Malang: Universitas Brawijaya, 2005.

Sutopo dan Adi Suryanto. Pelayanan Prima. Jakarta: LAN-RI, 2003.

Tjiptono, Fandy. Prinsip Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: Andi, 2000.

Page 157: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 157

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK

MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997

OLEH : Kristina Sitanggang, Tri Yanto Yeremia S

abstraksi

Pada Tahun 1994 Pemerintah cq Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan pendaftaran tanah secara sistematik dengan metode ajudikasi, dikenal dengan Proyek Administrasi Pertanahan (PAP), dengan maksud mensertifikatkan seluruh bidang tanah diluar kawasan hutan dengan biaya murah dan dengan persyaratan yang mudah.

Proyek ini merupakan proyek dengan bantuan luar negeri yang direncana-kan berlangsung selama 25 Tahun. Ajudikasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 butir 8 adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran.

Kepala Badan Pertanahan Nasional mengangkat Panitia Ajudikasi untuk membantu pendaftaran tanah secara sistematik ini, supaya pihak Kan-tor Pertanahan tidak terganggu dalam melakukan kinerjanya.Namun,pada prakteknya di dalam masyarakat, pendaftaran tanah secara sistematik ini ditemukan kendala-kendala atau hambatan, dikarenakan masyarakat kurang faham birokrasi pendaftaran tanah,sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum menggambarkan birokrasi pelayanan yang baik.

Rekomendasi penulis yaitu diantaranya melakukan sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah, melakukan penyuluhan terhadap pendaftaran tanah secara sistematik, dan membentuk lembaga pengawas terhadap panitia ajudikasi.

Page 158: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

158 | Edisi 3, Tahun III

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang MasalahPertumbuhan penduduk Indonesia

pada saat ini berjumlah 244.775.796 telah menjadi permasalah yang sangat penting untuk dikaji lebih dalam lagi. Pertumbuhan penduduk Indonesia turut serta di ikuti perubahan tatanan ekonomi, social, dan budaya. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali telah menimbulkan per-masalah-permasalah baru bagi kehidupan bangsa, bukan hanya permasalah krimi-nalitas yang semakin meningkat, tetapi permasalah penggunaan dan pengelolahan tanah yang semakin meningkat juga.

Tanah sangat penting dalam kehidu-pan manusia karena tanah dapat memberi-kan manfaat bagi manusia, baik melalui nilai produksi, nilai lokasi, nilai lingkun-gan, nilai social maupun nilai politik. Se-buah tanah dikatakan sempurna apabila memiliki ke lima unsur nilai dari tanah tersebut. Karena begitu vitalnya dan ur-gennya masalah tanah ini maka begitu penting pula adanya sebuah perangkat hukum yang mengatur tentang bagaima-na tatacara atau tata kelola dalam rangka mendaftarkan tanahnya, hingga memiliki sertifikat sebagai salah satu bukti yang kuat atas kepemilikan hat atas tanah tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerin-tah mengeluarkanUndang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, yang mempunyai

maksud dan tujuan meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah di seluruh Indonesia. Jaminan kepastian hukum ini tercantum dalam ketentuan Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria, yang berbunyi sebagai berikut : “Untuk menjamin kepas-tian hukum hak atas tanah oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.1

Dalam rangka mewujudkan tujuan negara kita yang tertuang dalam alinea ke 4 UUD negara Republic Indonesia Tahun 1945 ” Memajukan kesejahteraan umum “, untuk itulah dibutuhkan sebuah pelayan public yang baik bagi berlangsungnya sys-tem pendaftaran tanah untuk pertama seka-li baik secara adjudikasi maupun sporadik . Untuk itulah pada Tahun 1994 Pemerintah cq Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan pendaftaran tanah secara sistematik dengan metode ajudikasi, dikenal dengan Proyek Administrasi Pertanahan (PAP), dengan maksud mensertifikatkan seluruh bidang tanah diluar kawasan hutan dengan bi-aya murah dan dengan persyaratan yang mudah.

1 Mujiono, Hukum Agraria (Yogyakarta: Liberty,1992), hal. 24

Page 159: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 159

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997

Proyek Administrasi Pertanahan (PAP) ini merupakan proyek bantuan luar negeri yang direncanakan berlang-sung selama 25 Tahun. Ajudikasi menurut peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 butir 8 adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaf-taran tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagamanakah peran dari lembaga adju-

dikasi dalam sisitem pendaftaran tanah secara sistematik?

2. Apa yang menjadi kendala dan perma-salahan yang di alami oleh lembaga ad-judikasi dalam mengemban tugasnya terkait dengan pelayan publik dalam system pendaftaran tanah sistematik?

3. Apa yang menjadi solusi terhadap masalah dan kendala yang di alami oleh lembaga adjudikasi dalam mengemban

tugasnya.

1.3 Tujuan penelitian1. Untuk mengetahui bagaimana cara

pendaftaran tanah secara sistemik oleh lembaga adjudikasi mengacu kepada PP no 24 tahun 1997 tentang Pendaf-taran Tanah.

2. Adakah hambatan dari lembaga adjudi-kasi dalam proses pendaftaran tanah secara sistematik dan mengetahui apa yang menjadi solusi terhadap perma-salahan nya.

3. Untuk memenuhi lomba karya tulis tingkat nasional yang diselenggarakan.

1.4 Manfaat penulisan1. Melalui karya tulis ini diharapkan

para pembaca semakin paham lagi bagaimana cara pendaftaran tanah secara sistematik.

2. Melalui karya tulis ini juga diharapkan dapat menjadi solusi bagaimana cara menerapkan pelayanan public dalam sisitem pendaftaran tanah secara sisitematik oleh lembaga adjudikasi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengartian Pendaftaran Tanah

Menurut Peraturan Pemerintah No-mor 24 Tahun 1997 Pasal ayat (1) yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus dan

berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan dan pembuku-an, penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk pemberian

Page 160: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

160 | Edisi 3, Tahun III

surat tanda bukti haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang dibebaninya.2

Melalui pasal 1 Peraturan pemerin-tah no 24 tahun 1997 tampak jelas bahwa pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui dua cara, yakni pendaftaran tanah untuk pertama sekali dan pendaftaran tanah me-lalui pemeliharan data pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk pertama sekali dilakukan melalui dua cara juga yang per-tama secara sporadik dan kedua sistematik.

Pendaftaran tanah secara sistematik menurut PP 24 Tahun 1997 didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi 6 (enam) hal yaitu : Pengumpulan, pengolahan, pembukuan penyajian dan pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk surat tanda bukti hak bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Boedi Harsono mengemukakan bah-wa Pendaftaran tanah secara sistematik yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara seren-tak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan

2 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah (Jakarta : Kencana, 2011)hal. 13

yang diselenggarakan atas prakarsa pemer-intah.3) Dalam Pasal 1 angka 8 ditetapkan bahwa dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik Kepala Kantor Pertanahan di bantu oleh Panitia Ajudikasi dibentuk oleh Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional atau pejabat yang ditunjuk dan mengenai pembentu-kan panitia ajudikasi serta susunan tugas dan kewenangan akan diatur lebih lanjut. Proses pendaftaran tanah secara sistematik merupakan pendaftaran tanah untuk per-tama kali penyelenggaraannya khusus bagi bidang-bidang tanah yang belum pernah dibukukan/disertipikatan antara lain sifat pelaksanaannya masal, serentak dengan proses penyelesaian lebih cepat karena ditentukan jangka waktu.

Berdasarkan Pasal 8 PP Nomor 24 Ta-hun 1997 ditetapkan : Bahwa dalam melak-sanakan pendaftaran tanah secara siste-matik Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh panitia ajudikasi, yang dibentuk oleh Menteri Negara Agraria Kepala BPN atau Pejabat yang ditunjuk. Proses pendaftaran tanah secara sistematik diperlukan bantuan suatu panitia ajudikasi, karena pendaft-arannya bersifat masal sehingga dengan demikian tidak terganggu tugas rutin Kan-tor Pertanahan.

Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik ini telah dibentuk lem-baga ajudikasi yang membantu kinerja dari BPN, dan satu panitia adjudikasi minimal menangani 1000 bidang tanah dasa atau kelurahan, jika satu kelurahan kurang dari

Page 161: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 161

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997

1000 maka akan digabungkan dengan desa yang akan di adjudikasi juga.

Adapun desa Dalam penentuan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik dipri-oritaskan desa/kelurahan yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Sebagian wilayahnya sudah terdaftar secara sistematik

b. Jumlah maksimum bidang tanah yang terdaftar ± 30% (tiga puluh persen) dari perkiraan jumlah bidang tanah yang ada.

c. Merupakan daerah pengembangan perkotaan.

d. Merupakan daerah pertanian yang produktif

e. Tersedianya titik-titik berangka dasar teknik nasional

Dalam penyelenggaraan Proyek Ad-ministrasi Pertanahan, Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasi-onal telah mengeluarkan Keputusan Men-teri Negara Agraria/Kepala Badan Pertana-han Nasional No. 8 Tahun 1996, mengenai Struktur Organisasi dan Mekanisme Kerja Proyek Administrasi Pertanahan dimana struktur organisasi proyek tersebut adalah sebagai berikut :

I. Tingkat Pusat Terdiri dari : 1. Proyect Managemen Committee (PMC)

yang diketuai oleh Deputi Bidang Pen-gukuran dan Pendaftaran Tanah dengan anggotanya adalah para Deputi lain-nya pada lingkungan Badan Pertanahan Nasional

2. Proyect Tehnical Committee (PTC) yang diketahui oleh Direktur Proyek dengan

anggota terdiri dari Kepala Biro pada lingkungan Badan Pertanahan Nasional

3. Koordinator Tehnical Audit

4. Kelompok-kelompok kerja

5. Management Support Unit of Pusat (MSUP) sebagai Pimpinan Proyek Pusat, yang membawahi empat saksi

6. Sekretariat pusat

II. Tingkat Propinsi terdiri dari :1. Proyect Management Committee of Kan-

wil (PMCK) yang diketahui oleh peja-bat dari lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi setempat dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan keanggotaan terdiri dari para Kepala Seksi pada lingkungan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Propinsi.

2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertana-han Nasional Propinsi

3. Management Support Unit of Kanwil (MSUK) sebagai pimpinan bagian proyek (Pimbagpro) yang membawahi empat saksi yaitu :

- Pengadaan tenaga

- Perencanaan dan Marketing

- Pengadaan Peralatan

- Tata Usaha

III. Tingkat Kabupaten/Kota terdiri :1. Kepala Kantor Pertanahan

2. Management Support Unit of Kantor Pertanahan (MSUKP)

3. Panitia ajudikasi

Penyelenggaraan pendaftaran tanah sistematik adalah suatu panitia yang diberi

Page 162: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

162 | Edisi 3, Tahun III

nama Panitia Ajudikasi ditunjuk oleh Men-teri Negara Agraria/Kepala Badan Per-tanahan Nasional akan berada di desa/kelurahan dimana proyek tersebut sedang berjalan dengan jangka waktu tertentu (satu tahun).

Panitia ajudikasi dan satuan tugas di-wajibkan mengangkat sumpah atau men-gucapkan janji dihadapan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sesuai ketentuan Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasi-onal Nomor 3 Tahun 1997.

Panitia ajudikasi yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri/Kepala Badan Pertanahan Nasional akan dilantik oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat, masing-masing tim ajudikasi terdiri dari :

n 1 orang ketua

n 1 orang wakil ketua I dari pengukuran dan pendaftaran tanah

n 1 orang wakil ketua II dari hak atas tanah

n 3 Satgas administrasi

n 10 orang Satgas yuridis

n Beberapa orang petugas desa.

Dalam panitia adjudikasi ini di-harapkan adanya kordinasi dari masing-masing dari panitia, baik dari tingkat pusat,provinsi,kabupaten/kota,desa/ke-lurahan. Sehingga tujuan dari pendaftaran tanah tersebut dapat terwujud.

Adapun pelaksanaan pendaftaran

tanah sistematik melalui ajudikasi :

1. Adanya suatu rencana kerja (pasal 13 ayat 2 PP No 24 Tahun 1997) Pendaf-taran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria (Kepala Badan Pertanahan Nasional)

2. Pembentukan Panitia Ajudikasi (pasal 8 PP No 24 Tahun 1997) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri Negara Agraria (Kepala Badan Pertana-han Nasional)

Pada tahap ini peranan panitia ajudi-kasi sangat penting, karena tugas pokok panitia ajudikasi antara lain mengadakan pendaftaran hak atas tanah secara mas-sal dan pensertipikatan hak atas tanah. Keanggotaan panitia ajudikasi meliputi pejabat BPN selaku ketua, 2 (dua) orang petugas BPN. Kepala desa/lurah setempat dan seorang staf pemerintah desa/kelura-han. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh 5 (lima) unit SATGAS pengumpul data yang masing-masing terdiri dari 2 (dua) orang petugas BPN dan seorang ketua RT/ling-kungan serta satu unit tenaga administrasi yang terdiri dari 3 (tiga) orang petugas BPN.

Kegiatan-kegiatan yang diharapkan pada tahap ini adalah :

a. Mobilitas tim adjudikasi ke lokasi proyek

b.Penyuluhan dan pengumuman

Page 163: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 163

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997

pelaksanaan adjudikasi

c. Penelitian riwayat status hak bidang-bidang tanah serta penetapan batas-batasnya

d. Penelitian riwayat status hak bidang-bidang tanah serta penetapan batas-batasnya

e. Pengumuman hasil penelitian riwayat status bidang tanah dan penetapan ba-tasnya

f. Penyelesaian sanggahan atau sengketa pe-milikan atau penguasaan bidang tanah

g. Pengesahan hasil penelitian riwayat sta-tus bidang tanah dan peta batas bidang tanah serta pembutan berita acaranya.

3. Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran (pasal 15 dan pasal 16 PP No 24 Tahun 1997). Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran. Untuk pembuatan peta dasar pendaftaran, Badan Pertanahan Na-sioanal menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan, dan pemeliharaan titik-titik dasar teknik nasioanal di setiap Kabupaten/ Kota

4. Penetapan batas bidang­bidang ta­nah (pasal 17 dan pasal 19 PP No 24 Tahun 1997). Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas di setiap sudut tanah yang bersangkutan.

Penetapan batas bidang tanah di-upayakan penataan batas berdasarkan

kesepakatan para pihak yang berkepent-ingan. Penempatan tanda-tanda batas ter-masuk pemeliharaannya wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang ber-sangkutan. Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan sesuatu hak yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/ gambar situ-asinya atau surat ukur/ gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dilakukan oleh Panitia Ajudikasi berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang ber-sangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

5. Pengukuran dan pemetaan bi­dang­bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran (pasal 20 PP No 24 Tahun 1977). Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran

6. Pembuatan Daftar Tanah (pasal 21 PP No 24 Tahun 1997). Bidang yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran di-bukukan dalam daftar tanah.

7. Pembuatan surat ukur (pasal 22 PP No 24 Tahun 1997). Bagi bidang- bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya

8. Pengumpulan dan penelitian data yuridis (pasal 24 dan pasal 25 PP No 24

Page 164: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

164 | Edisi 3, Tahun III

Tahun 1997). Untuk keperluan pendaft-aran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak terse-but berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Aju-dikasi dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak- hak pihak lain yang membebaninya. Dalam hal tidak atau tidak ada lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktiannya, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan pengua-saan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :

l Penguasaan tersebut dilakukan den-gan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang ber-hak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.

l Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hu-kum adat atau desa/ kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lain.

9. Pengumuman hasil penelitian data yuridis dan hasil pengukuran (pasal 26 dan pasal 27 PP No 24 Tahun 1997). Hasil pengumpulan dan penelitian data yuri-dis beserta peta bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran diumumkan selama 30 hari untuk member kesempatan kepada pihak yang berkepent-ingan mengajukan keberatan. Pengumu-man dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi

dan Kantor Kepala Desa/ Kelurahan letak tanah yang bersangkutan serta di tempat lain yang dianggap perlu

10.Pengesahan hasil pengumuman penelitian data fisik dan data yuridis (pasal 28 PP No 24 Tahun 1997). Setelah jangka waktu pengumuman berakhir (lewat 30 hari), data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik disahkan dengan berita acara. Berita acara pengesahan pengumuman data fisik dan data yuridis menjadi dasar untuk :

l Pembukuan hak atas tanah yang ber-sangkutan dalam buku tanah

l Pengakuan hak atas tanah

l Pemberian hak atas tanah

11. Tahap Pembukuan Hak (pasal 29 PP No 24 Tahun 1997). Pada tahap pem-bukuan hak dilakukan kegiatan-kegiatan :

a. Pembuatan buku tanah, surat ukur, daftar nama dan kartu nama

b. Pembuatan peta pendaftaran tanah, atau peta kadastral. Buku tanah, daftar tanah dan kartu nama disiapkan oleh panitia ajudikasi yaitu:

- Ketua ajudikasi

- Wakil ketua ajudikasi

- Satgas/petugas BPN dan

- Unit administrasi

Tugas kepala desa/lurah sebagai ang-gota panitia ajudikasi telah selesai pada saat ditandatanganinya berita acara pengesa-han. Sedangkan surat ukur dan peta kadas-tral disiapkanoleh Konsultan/Kontraktor

Page 165: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 165

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997

pengukuran atau pemetaan. Data fisik dan data yuridis untuk pembuatan buku tanah, daftar tanah, kartu nama, surat ukur, dan peta kadastral adalah dokumen- dokumen yang telah disahkan oleh panitia ajudikasi.

12. Penerbitan sertifikat (pasal 31 PP No 24 Tahun 1997). Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah terdaftar dalam buku tanah. Sertifikat diterbitkan oleh Kan-tor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat, ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudi-kasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.

Adapun Hambatan-Hambatan atau kendala dalam sistem Pendaftaran tanah secara sistematik meliputi :

1. Proses pendaftaran tanah secara siste-matik mengalami kendala atau ham-batan yang diakibatkan karena adanya honor kerja harian yang tidak diberikan membuat petugas dari aparat kelurahan enggan bekerja sama dengan panitia ajudikasi.

2. Proses pendaftaran tanah secara sistema-tik mengalami kendala atau hambatan yang diakibatkan karena adanya pun-gutan yang dilakukan oleh kebijakan kelurahan. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya informasi menge-nai pendaftaran tanah secara sistematik yang diterima oleh pihak masyarakat.

3. Proses pendaftaran tanah secara sistema-tik mengalami kendala atau hambatan yang diakibatkan oleh banyaknya pe-milik tanah yang tidak dapat mengukur dan memasang tanda batas pada tanahn-ya yang disebabkan oleh ketidakhadiran

dari pemilik tanah yang berbatasan.3

Bahwanya tidak ada suatu masalah yang tidak dapat diselesaikan, untuk itu dalam menyikapi permasalahan yang men-jadi hambatan-hambatan dalam pelaksa-naan pendaftaran tanah secara sistematik maka perlu diadakan langkah-langkah untuk mencari pemecahan yang tepat sehingga pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik dapat diselesaikan dan dipecahkan permasalahannya sesuai den-gan yang diharapkan oleh semua pihak

Adapun langkah-langkah yang penu-lis berikan adalah :

1. Diperlukan adanya lembaga independen yang mengawasi panitia ajudikasi ini dalam hal pengelolaan keuangan agar setiap pihak yang terkait dengan pa-nitia ajudikasi mendapatkan apa yang menjadi hak mereka. Supaya dapat meningkatkan kerjasama antara aparat kelurahan dan panitia ajudikasi guna terlaksananya pendaftaran tanah secara sistematik yang baik.

2. Diperlukan adanya lembaga pengawasan kepada kelurahan, dan dilakukan sos-ialisasi kepada masyarakat mengenai pendaftaran tanah secara sisematik ini, supaya pihak masyarakat mengetahui prosedur pendaftaran tanah ini, dan diperlukan transparansi dari pihak ke-lurahan supaya instansi-instansi yang saling bersinergi dapat mengetahui

3 Rohiman, 2007. Proses Pendaftaran Tanah Se-cara Sistematik Melalui Ajudikasi di Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang Berdasarkan PP 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran. Tesis Pasca Sarjana Kenotariatan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Page 166: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

166 | Edisi 3, Tahun III

kinerja dari pihak kelurahan tersebut

3. Diperlukan adanya sosialisasi dan pe-nyuluhan terhadap peraturan perun-dang-undangan oleh pihak Kepala

Kantor Pertanahan kepada semua lapisan masyarakat. dengan tujuan supaya pihak masyarakat mengetahui mengenai pendaftaran tanah secara sistematik.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan Pendaftaran tanah merupakan serang-

kain kegiatan yang dilakukan oleh pemer-intah secara terus menerus, berkesinambun-gan, dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuri-dis, dalam bentuk peta dan daftar,mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk surat pemberian tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya danhak mi-lik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pendaftaran tanah ini dilakukan den-gan 2 cara yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara siste-matik ini dilakukan atas dasar inisiatif dari pemerintah dan dilakukan secara masal atau besar-besaran. Maka dalam hal ini pemerintah (Kepala Badan Pertanahan Nasional) mengangkat Panitia Ajudikasi untuk membantu pendaftaran tanah secara sistematik ini, supaya pihak Kantor Perta-nahan tidak terganggu dalam melakukan kinerjanya

Prakteknya di dalam masyarakat pendaftaran tanah secara sistematik ini ditemukan kendala-kendala atau ham-batan diantaranya masih adanya pungutan-pungutan liar yang dilakukan oleh aparat kelurahan, padahal pendaftaran tanah se-cara sistematik ini dilakukan dari anggaran pemerintah. Dan masih ditemukan adanya masyarakat yang enggan mendaftarkan hak atas tanahnya. Dikarenakan masyara-kat kurang memahami birokrasi pendaft-aran tanah Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum menggambarkan bi-rokrasi pelayanan yang baik.

2. Saran Melihat kekurangan yang terdapat

pada lembaga pendaftaran tanah secara sistematik ini maka penulis memberikan rekomendasi yaitu diantaranya melaku-kan sosialisasi terhadap peraturan perun-dang-undangan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah, melakukan penyuluhan terhadap pendaftaran tanah secara siste-matik, dan membentuk lembaga penga-was terhadap panitia ajudikasi. Dari hal ini diharapkan, supaya masyarakat yang

Page 167: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 167

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997

lain terutama masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman mengetahui mengenai prosedur pendaftaran tanah secara siste-matik ini, dan masyarakat tidak enggan mendaftarkan hak atas tanahnya, dan

lembaga pengawas ini dapat melakukan pengawasan kepada panitia ajudikasi su-paya birokrasi pelayanan publik di negeri ini dapat diketahui oleh semua pihak

DAFTAR PUSTAKA

Mujiono. 1992. Hukum Agraria. Yogyakarta : Liberty.

Rohiman, 2007. Proses Pendaftaran Tanah Secara Sistematik Melalui Ajudikasi di Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palem-bang Berdasarkan PP 24 Tahun 1997 Ten-tang Pendaftaran. Tesis Pasca Sarjana Kenotariatan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Santoso, Urip. 2011. Pendaftaran dan Perali-han Hak Atas Tanah. Jakarta : Kencana.

Yamin Lubis, Muhammad. 2008. Hukum Pendaftaran Tanah. Bandung : Mandar Maju.

Page 168: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

168 | Edisi 3, Tahun III

Page 169: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

Edisi 3, Tahun III | 169

PELAYANAN TERBAIK TERHADAP SISTEM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK MENURUT PP NO 24 TAHUN 1997

Page 170: Edisi 3, Tahun III | 1 JURNAL PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA Birokrasi Bersih, Kompeten, dan Melayani III 2013 Tahun III ISSN :

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA

170 | Edisi 3, Tahun III

JURNAL

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAREFORMASI BIROKRASI MENUJU PEMERINTAHAN KELAS DUNIA