edi sang.doc

23
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN CLEFT LIP AND PALATE (CLP) A. Pengertian Labio/palatoskisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. (Ngastiah, 2005 : 167) Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003) Labio/palatoskisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palatoskisis (subbing palatum) dan labioskisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21) B. Etiologi 1. Faktor Herediter Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom (agen atau faktor yang menimbulkan cacat pada masa embrio)Kawin antar kerabat sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan

Upload: arif21492

Post on 20-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

EDI SANG.doc

TRANSCRIPT

BAB IILAPORAN PENDAHULUAN CLEFT LIP AND PALATE (CLP)A. PengertianLabio/palatoskisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. (Ngastiah, 2005 : 167)

Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)

Labio/palatoskisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palatoskisis (subbing palatum) dan labioskisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)

B. Etiologi1. Faktor Herediter

Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom (agen atau faktor yang menimbulkan cacat pada masa embrio)Kawin antar kerabat sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor usia ibu

b. Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit- langit. Antineoplastik, Kortikosteroid

c. Nutrisi (kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat)d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella e. Radiasif. Stres emosional g. Trauma, (trimester pertama). (Wong, Donna L. 2003).

C. Fisiologi Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk. Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglotis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar liur. Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.

1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I.

2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.

3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. 4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.

D. Klasifikasi 1. Berdasarkan organ yang terlibat :

a. Celah di bibir (labioskizis)

b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk. Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing :

a. Unilateral Incomplete ; Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b. Unilateral complete ; Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.

c. Bilateral complete ; Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.E. Manifestasi Klinis Pada labioskisis :

1. Distorsi pada hidung

2. Tampak sebagian atau keduanya

3. Adanya celah pada bibir Pada palatoskisis:

a.Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive

b. Adanya rongga pada hidung

c. Distorsi hidung

d. Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari

e. Kesukaran dalam menghisap atau makan

F. Komplikasi 1. Kesulitan makan

Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioskisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labiosksisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoskisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus untuk mengatasi masalah pemberian makan/ asupan makanan.

2. Gangguan dental

Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk. Gigi tidak akan tumbuh secara normal, dan umumnya diperlukan perawatan khusus untuk mengatasi hal ini.

3. Gangguan bicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot

tersebut diatas untuk menutup ruang atau rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara atau kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch".

4. Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoskisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.

5. Aspirasi

6. Distress pernafasan

7. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

8. Gangguan psikologis ; Bibir sumbing menyebabkan timbulnya rasa kurang percaya diri pada penderita dan keluarga yang bisa menyebabkan stress dan terbatasnya hubungan sosial dengan orang lain.

G. Pemeriksaan Diagnostik Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.

1. Foto rontgen

2. Pemeriksaan fisik

3. MRI untuk evaluasi abnormal H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penatalaksanaan labiopalatoskisis adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum berdasarkan kriteria rule of ten , yaitu: Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan ) Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg ) Hb lebih 10 g / dl Leukosit lebih dari 10.000 / ul Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis, dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis. Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas. Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk dan derajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi

masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit- langit bervariasi dari 6 bulan 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Perawatan Pra-Operasi

1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi. Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka( Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.( Diskusikan tentang pembedahan( Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan( yang positif terhadap bayi. Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.

2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi. Tahap-tahap intervensi bedah( Teknik pemberian makan( Penyebab devitasi

3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adekuat. Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol( atau dot yang cocok. Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke( dinding mulut. Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.( Sendawakan bayi dengan sering selama pemberian makan( Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.( Akhiri pemberian susu dengan air.

4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas

Pantau status pernafasan17.Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan( Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi

b. Perawatan Post Operasi

1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes( atau sendok. Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.Lanjutkan dengan diet lunak( Sendawakan bayi selama pemberian makanan.

2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak. Bersihkan garis sutura dengan hati-hati Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan. Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik. Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.Monitor keutuhan jaringan kulit Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi

I. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian

a. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur

b. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu ; Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang ; Mengkaji berat / panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan / penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga ; Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiopalatoskisis dari keluarga, penyakit sifilis dari orang tua laki-laki.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.

b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi

c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.

d. Kaji tanda-tanda infeksi

e. Palpasi dengan menggunakan jari

f. Kaji tingkat nyeri pada bayi Pengkajian Keluarga

g. Observasi infeksi bayi dan keluarga

h. Kaji harga diri / mekanisme koping dari anak/orangtua

i. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah. e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

J. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi : 1. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.

2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.

3. Risiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan dan masuknya cairan ke saluran telinga

4. Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang sangat nyata pada bayi.

5. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan perawatan dirumah

Post operasi1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme.

3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan pada jahitan.

K. IntervensiPre Operasi1. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelanTujuan : anak tidak akan mengalami aspirasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jamkriteria hasil :

a. Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.

b. Bertoleransi terhadap asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.

c. Bertoleransi terhadap pemberian perenteral tanpa aspirasi

Intervensi :

a. Jelaskan pada orang tua cara/ teknik menyusui yang benarR/ ibu dapat mengerti cara yang benar dalam memberikan ASI sehingga bayi terhindar dari aspirasi.

b. Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.R/ Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.

c. Gunakan dot khusus yang agak panjangR/ untuk meminimalkan terjadinya aspirasi

d. Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan.R/ Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan menelan terganggu.

e. Pantau status pernafasan selama pemberian makan tanda-tanda aspirasi selama proses pemberian makan dan pemberian pengobatan.R/ Perubahan yg terjadi pada proses pemberian makanan dan pengobatan bisa saja menyebabkan aspirasi

2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.Tujuan : Rasa cemas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jamKriteria hasil :

a. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.

b. Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.

c. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan

Intervensi :

a. Jelaskan pada keluraga keadaan yang diderita anaknyaR/ pemahaman ibu tentang keadaan yang diderita anaknya mengurangi kecemasan keluarga, karena keadaan anak masih bisa diatasi.

b. Kaji tingkat kecemasan keluarga.R/ Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan keluarga sekarang.

c. Berikan penyuluhan pada keluarga tentang penyakit dan proses penyembuhannya.R/ Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan support atau penyuluhan.

d. Anjurkan keluarga mengungkapkan dan atau mengekspresikan perasaan (menangis)R/ membantu mengindentifikasikan perasaan atau masalah negatif dan memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau berduka. Klien dapat juga merasakan ancaman emosional pada harga dirinya karean sperasaannya bahwa ia telah gagal, bahwa ia sebagai wanita lemah, dan bahwa harapannya tidak terpenuhi.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan dan masuknya cairan ke saluran telingaTujuan : bayi tidak mengalami infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan .....x/24jamKriteria hasil :

a. Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.

b. Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.

c. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.

Intervensi :

a. Jelaskan pada orang tua penyebab dari resiko infeksiR/ penyebab dari resiko infeksi ialah karena masuknya cairan/susu ke dalam saluran pernapasan dan telinga.

b. Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia.R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.

c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik profilaksisR/ pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan resiko infeksi.

d. Observasi tanda-tanda infeksi R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi

4. Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang sangat nyata pada bayiTujuan : pasien atau keluarga memperlihatkan penerimaan terhadap bayiKriteria hasil:

a. Keluarga membicarakan perasaan dan kekhawatiran mengenai cacat yang disandang anaknya. Koreksi dan prospeknya di masa mendatang.

b. Keluarga memperlihatkan sikap menerima bayinya.

Intervensi:

a. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengekspresikan perasaan mereka.R/ untuk mendorong koping keluarga

b. Perlihatkan perilaku menerima bayi dan keluarganyaR/ karena orang tua sensitive terhadap perilaku afektif anaknya

c. Tunjukkan dengan perilaku bahwa anak adalah manusia yang berhargaR/ untuk mendorong penerimaan bayi cacat fisik.

5. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan perawatan dirumah.Tujuan : keluarga memahami teknik pemberian makanan yang tepat pada anak.Kriteria hasil :

a. Keluarga memahami teknik pemberian makan yang tepat

b. Keluarga dapat menjelaskan dan memperagakan kembali teknik pemberian yang benar.

Intervensi :

a. Jelaskan pada keluarga teknik pemberian makanan yang tepatR/ teknik pemberian makan yang tepat ialah puting /dot khusus harus diposisikan ke belakang dan di sepanjang sisi mulut di sisi noncleft, menekan pipi bersama-sama di sekitar puting untuk meningkatkan suction lisan.posisi bayi tegak.

b. Minta ibu memperagakan kembali apa yang sudah di ajarkan oleh perawat.R/ untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu tentang tekni pemberian makanan yang tepat.

c. Observasi ketepatan ibu dalam mengaplikasikan yang telah di ajarkan.R/ menilai ketepatan teknik pemberian makanan.

Post Operasi1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.Tujuan : anak mengalami tingkat kenyamanan yang optimal setelah dilakukan tindakan ....x 24 jamKriteria hasil : bayi tampak nyaman dan beristirahat dengan tenang.Intervensi :

a. Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.R/ Mencegah kelelahan dan dapat meningkatkan koping terhadap stres atau ketidaknyamanan.

b. Beri stimulasi belaian dan pelukanR/ sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal.

c. Libatkan orang tua dalam perawatan bayiR/ untuk memberikan rasa aman dan nyaman.

d. Berikan analgetik sesuai program.R/ Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganismeTujuan : mengurangi resiko terjadinya infeksi setelah dilakukan proses pebedahanKriteria hasil :

a. Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.

b. Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.

c. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.

d. Luka tampak bersih, kering dan tidak edema.

Intervensi :

a. Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia.R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.

b. Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.R/ Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan komplikasi lebih serius.

c. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksiR/ Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi

d. Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak steril, misalnya alat tenun dan lainnya.R/ alat yang tidak steril mudah menimbulkan MO mudah masuk ke daerah insisi.

e. Bersihkan garis sutura dengan hati-hatiR/ menjaga agar sutura tidak trauma/rusak

3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan pada jahitan.Tujuan : anak tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan, anak tidak memperlihatkan adanya aspirasiKriteria hasil : dapat menangani secret yang keluar dan susu formula tanpa aspirasiIntervensi :

a. Gunakan teknik pemberian susu yang non traumaticR/ untuk meminimalkan resiko trauma

b. Pertahankan alat pelindung bibirR/ untuk melindungi luka jahitan.

c. Hindari penggunaan alat didalam mulut sesudah operasiR/ untuk mencegah trauma pada luka operasi

d. Bersihkan jahitan operasi dengan hati-hati sesudah pemberian susuR/ karena inflamasi atau infeksi akan mengganggu proses kesembuhan serta efek kosmetik koreksi pembedahan.

e. Cegah bayi agar tidak menangis dengan kerasR/ dapat menimbulkan regangan pada jahitan bekas operasi

f. Ajarkan prosedur membersihkan dan menahan gerakan bayi yang mengenai luka operasi jika bayi dipulangkan sebelum jahitan luka dilepas.R/ untuk meminimalkan komplikasi setelah pembedahan.

DAFTAR PUSTAKAHidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama. Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC