dyah budi utami-revolusi sains

23
ANALISIS SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI FLOGISTON MENJADI OKSIGEN BERDASARKAN PARADIGMA KUHN MAKALAH Dosen: Prof. Rukaesih A/Dr. Ucu Cahyana, M.Si Penyusun : Dyah Budi Utami No. Registrasi : 7846121042

Upload: dyah-utami

Post on 07-Aug-2015

126 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

ANALISIS SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI

FLOGISTON MENJADI OKSIGEN BERDASARKAN

PARADIGMA KUHN

MAKALAH

Dosen: Prof. Rukaesih A/Dr. Ucu Cahyana, M.Si

Penyusun : Dyah Budi Utami

No. Registrasi : 7846121042

Program Pasca Sarjana Pendidikan KimiaUniversitas Negeri Jakarta

2012

Page 2: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

ANALISIS SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI FLOGISTON MENJADI

OKSIGEN BERDASARKAN PARADIGMA KUHN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu konsep dalam ilmu kimia yang mengalami

perubahan secara dinamis adalah mengenai teori Flogiston. Hal ini

karena teori-teori dan model-model yang dikembangkan

mempunyai kegunaan yang luas dalam menerangkan gejala-gejala

fisis dan kimia. Selain itu penemuan-penemuan baru partikel materi

memungkinkan luasnya penerapan penemuan tersebut.

Dewasa ini penerapan hasil-hasil pemikiran dan penemuan

di sekitar teori Oksigen merambah ke segala bidang, selain

mempunyai manfaat positif bagi kesejahteraan umat manusia, juga

dapat berdampak negatif dan berpotensi untuk membawa

kesengsaraan.

Pembahasan teori flogiston dalam tulisan ini, ditujukan untuk

menganalisis dan menginterpretasi fakta-fakta sejarah

perkembangan teori flogiston menjadi oksigen berdasarkan

kerangka berpikir sebagaimana yang dikemukakan Kuhn (1989)

dalam karyanya The Structure of Scientific Revolution.

Thomas Kuhn (1989) menjelaskan bahwa sains tidak selalu

bersifat akumulatif. Hal ini karena terjadi suatu revolusi sains yang

mengubah paradigma sains normal. Pada periode sains normal,

para ilmuwan bekerja memverifikasi atau menguji teori-teori

berdasarkan paradigma yang berlaku. Pada periode ini adanya

anomali atau penyimpangan hasil diabaikan. Namun adanya

akumulasi anomali-anomali dapat memungkinkan terjadinya krisis

paradigma, sehingga sains normal tidak dapat berlanjut. Pada saat

itulah terjadi revolusi sains dan muncul paradigma baru. Paradigma

baru yang timbul setelah anomali itu, akan tetap bertahan, jika hasil

verifikasi atau fakta-fakta dapat mendukungnya. Semakin banyak

Page 3: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

verifikasi yang mendukung paradigma, semakin kuat pula

kedudukannya, sehingga pada suatu waktu dapat menjadi sains

yang normal. Selanjutnya bila terjadi akumulasi anomali, maka

terjadi lagi krisis paradigma yang mengakibatkan revolusi sains.

Berdasarkan kerangka berpikir Kuhn mengenai Revolusi

Sains, maka dalam makalah ini disajikan analisis sejarah

perkembangan teori flogiston menjadi oksigen.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut di atas,

masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dibatasi pada:

1) Pada periode mana teori flogiston diperkenalkan?

2) Pada periode mana teori flogiston merupakan suatu mitos?

3) Pada periode mana teori oksigen merupakan suatu mitos

kemudian menjadi sains normal?

4) Penemuan-penemuan apa yang dianggap sebagai anomali dan

menyebabkan terjadinya revolusi?

5) Kapankah terjadinya revolusi pemikiran teori flogiston?

Page 4: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pemikiran Teori Flogiston dan Perkembangannya

Salah satu percobaan pertama yang menginvestigasi hubungan

antara pembakaran dengan udara dilakukan oleh seorang penulis

Yunani abad ke-2, Philo dari Bizantium. Dalam karyanya Pneumatica,

Philo mengamati bahwa dengan membalikkan labu yang di

dalamnnya terdapat lilin yang menyala dan kemudian menutup leher

labu dengan air akan mengakibatkan permukaan air yang terdapat

dalam leher labu tersebut meningkat. Philo menyimpulkan bahwa

sebagian udara dalam labu tersebut diubah menjadi unsur api,

sehingga dapat melepaskan diri dari labu melalui pori-pori kaca.

Gambar 1. Labu ekperimen Philo

Penelitian berikutnya adalah ketika para ahli kimia mengamati

adanya perubahan massa yang terjadi selama reaksi kimia berupa

pembakaran. Cukup lama para ahli tidak dapat mengungkapkan

perubahan massa yang terjadi selama massa pembakaran hingga

muncul teori phlogiston.

Ide awal teori phlogiston berasal dari Johann Joachim

Becher (1635-1682) yang kemudian menarik perhatian George Ernst

Stahl (1660-1734). Stahl mengamati bahwa jenis materi yang dapat

terbakar bermacam-macam. Oleh karena sama-sama dapat terbakar,

Page 5: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

maka harus terdapat suatu prinsip umum yang berlaku untuk materi-

materi tersebut. Hal ini dirumuskan dalam Teori Phlogiston sebagai

berikut : 

a. Semua materi yang dapat terbakar mengandung zat ringan yang

disebut Phlogiston.

b. Sewaktu materi terbakar, phlogiston akan lepas ke udara dan sisa

pembakaran tidak mengandung phlogiston lagi.

Phlogiston kemudian menjadi pusat teori luas yang

mendominasi kimia abad ke-18. Singkatnya, phlogiston adalah zat

material yang menentukan keterbakaran. Saat sebuah besi logam

menjadi merah, ia kehilangan phlogistonnya, sama halnya dengan

kayu saat ia terbakar. Debu kayu dan abu karat merah (kalx) besi tidak

dapat lagi terbakar karena ia tidak lagi mengandung prinsip

keterbakaran, atau phlogiston. Namun kalx besi dapat diubah kembali

menjadi logam bila ia dipanaskan dengan kuat dalam zat yang kaya

phlogiston seperti arang. Arang menyumbangkan phlogistonnya (dan

menjadi abu), saat kalx berubah menjadi besi logam cair. Jadi, reduksi

biji logam dapat juga dipahami dengan teori phlogiston. Ahli phlogiston

kemudian menambahkan respirasi pada jumlah fenomena yang dapat

dijelaskan teori ini. Hewan bernapas dengan udara, menyebarkan

phlogiston dalam analogi seperti memperlambat api, yang disulut oleh

makanan kaya phlogiston yang ia makan. Atmosfer bumi menghindari

kelebihan penumpukan phlogiston karena tanaman menggunakannya

dalam jaringan tanaman yang dapat dimakan oleh hewan.

Pembakaran, kalsinasi atau respirasi dapat lenyap dalam ruang

tertutup karena udara memiliki kapasitas terbatas untuk menyerap

phlogiston yang dipancarkan dari entitas yang terbakar, mengkalsinasi

atau bernapas.

Teori phlogiston menjadi populer karena berhasil menjelaskan

fenomena dan juga memandu penyelidikan lebih jauh. Ia juga populer

karena beberapa prediksi pencerahan untuk teori fisika materialistik

(cairan panas menjadi kalori, dan juga ada cairan listrik, cairan cahaya

Page 6: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

dan sebagainya). Trend materialis-mekanis ini juga karena pengaruh

kuat dari Newton dan Rene Descartes pada ahli kimia abad ke-18. Ahli

kimia pencerahan mendirikan masyarakat-masyarakat ilmiah khusus

dengan disiplin ilmu yang jelas (yang berhubungan dekat dengan

kedokteran) di negara-negara besar Eropa. Bengkel atau laboratorium

(istilah abad pencerahan untuk bengkel kerja kimia itu sendiri) menjadi

tempat sehari-hari ilmuan dan standar operasinya di buat.

2.2. Rekonseptualisasi Teori Flogiston

Teori phlogiston berkembang sepanjang abad ke-18, karena

banyak percobaan sedang dilakukan yang perlu dijelaskan. Sebagian

besar percobaan yang dilakukan oleh Antoine Lavoisier (bapak kimia

modern) dan para pengikutnya (yang Antiphlogistians). Mereka akan

datang dengan keberatan terhadap teori phlogiston, dan Phlogistians

(biasanya Priestley) akan memodifikasi teori agar sesuai dengan

percobaan baru. Seperti tahun-tahun berlalu, Phlogistians lebih dan

lebih menjadi Antiphlogistians, sampai Priestley hanya yang tersisa.

Hanya ada beberapa teori phlogiston yang masuk akal. Namun,

dengan percobaan yang lebih mendalam maka ahli kimia yakin bahwa

phlogiston tidak benar, hal ini dibuktikan dengan adanya eksperimen

kuantitatif. Para Antiphlogistians mengukur berat setiap zat yang

terlibat dalam percobaan, bahkan gas. Ketika besi berkarat hilang

sepenuhnya, karat sebenarnya lebih berat daripada besi asli. Ketika

luka bakar arang, karbon dioksida yang dihasilkan (tetap udara) lebih

berat daripada arang asli. Jadi, dalam setiap kasus phlogiston harus

memiliki berat negatif. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar

Phlogistians meninggalkan teori mereka.

Para Phlogistians  adalah ilmuwan serius yang membantu

menyelesaikan beberapa pertanyaan dasar kimia dengan menemukan

beberapa percobaan penting. Selama hampir seluruh abad ke-18,

teori phlogiston lebih memuaskan daripada alternatif teori lain. Para

Antiphlogistians menyimpulkan bahwa pembakaran adalah ketika zat

digabungkan dengan oksigen (udara dephlogisticated Priestley). Tapi,

Page 7: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

mereka tidak tahu mengapa zat digabungkan dengan oksigen, atau

bahkan mengapa semua zat tidak hanya membakar. Phlogiston teori

menjelaskan mengapa, karena beberapa zat yang kaya phlogiston

dan dibakar. Barulah kemudian bahwa penjelasan yang lebih

memuaskan ditemukan.

Masalah utama dari teori ini adalah terjadinya penurunan

massa kayu setelah dibakar sedangkan pada proses pembakaran

logam terjadi kenaikan masa logam setelah dibakar. Perbedaan

antara massa hasil pembakaran kayu dan logam yang menyebabkan

terjadinya anomali pada teori flogiston.

2.3. Penemuan-Penemuan Penyebab Revolusi Teori Flogiston

Tiada eksperimen kuantitatif yang pernah dilakukan untuk

menguji keabsahan teori flogiston ini, melainkan teori ini hanya

didasarkan pada pengamatan bahwa ketika sesuatu terbakar,

kebanyakan objek tampaknya menjadi lebih ringan dan sepertinya

kehilangan sesuatu selama proses pembakaran tersebut. Fakta

bahwa materi seperti kayu sebenarnya bertambah berat dalam proses

pembakaran tertutup oleh gaya apung yang dimiliki oleh produk

pembakaran yang berupa gas tersebut. Sebenarnya pun, fakta bahwa

logam akan bertambah berat ketika berkarat menjadi petunjuk awal

bahwa teori flogiston tidaklah benar (yang mana menurut teori

flogiston, logam tersebut akan menjadi lebih ringan).

Beberapa studi intensif yang dilakukan membawa ke dalam

suatu babak baru penyelidikan mengenai oksigen yang membawa

pemahaman yang sangat berbeda dengan teori flogiston. Berikut ini

beberapa penemuan yang menyebabkan terjadinya revolusi teori

flogiston menjadi oksigen :

1) C.W ScheeleOksigen pertama kali ditemukan oleh seorang ahli obat Carl

Wilhelm Scheele. Ia menghasilkan gas oksigen dengan

mamanaskan raksa oksida dan berbagai nitrat sekitar tahun

1772. Scheele menyebut gas ini 'udara api' karena ia murupakan

Page 8: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

satu-satunya gas yang diketahui mendukung pembakaran. Ia

menuliskan pengamatannya ke dalam sebuah manuskrip yang

berjudul Treatise on Air and Fire, yang kemudian ia kirimkan ke

penerbitnya pada tahun 1775. Namun, dokumen ini tidak

dipublikasikan sampai dengan tahun 1777.

2) Joseph Priestley

Pada saat yang sama, seorang pastor Britania, Joseph

Priestley, melakukan percobaan yang memfokuskan cahaya

matahari keraksa oksida (HgO) dalam tabung gelas pada tanggal 1

Augustus 1774. Percobaan ini menghasilkan gas yang ia namakan

'dephlogisticated air'. Ia mencatat bahwa lilin akan menyala lebih

terang di dalam gas tersebut dan seekor tikus akan menjadi lebih

aktif dan hidup lebih lama ketika menghirup udara tersebut. Setelah

mencoba menghirup gas itu sendiri, ia menulis: "The feeling of it to

my lungs was not sensibly different from that of common air, but I

fancied that my breast felt peculiarly light and easy for some time

afterwards." Priestley mempublikasikan penemuannya pada tahun

1775 dalam sebuah laporan yang berjudul "An Account of Further

Discoveries in Air". Laporan ini pula dimasukkan ke dalam jilid

kedua bukunya yang berjudul Experiments and Observations on

Different Kinds of Air. Oleh karena ia mempublikasikan

penemuannya terlebih dahulu, Priestley biasanya diberikan prioritas

terlebih dahulu dalam penemuan oksigen.

3) LavoiserApa yang Lavoisier tidak terbantahkan pernah lakukan

(walaupun pada saat itu dipertentangkan) adalah percobaan

kuantitatif pertama mengenai oksidasi yang mengantarkannya

kepada penjelasan bagaimana proses pembakaran bekerja. Ia

menggunakan percobaan ini beserta percobaan yang mirip lainnya

untuk meruntuhkan teori flogiston dan membuktikan bahwa zat

yang ditemukan oleh Priestley dan Scheele adalah unsur kimia.

Pada satu eksperimen, Lavoisier mengamati bahwa tidak terdapat

keseluruhan peningkatan berat ketika timah dan udara dipanaskan

Page 9: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

di dalam wadah tertutup. Ia mencatat bahwa udara segera masuk

ke dalam wadah seketika ia membuka wadah tersebut. Hal ini

mengindikasikan bahwa sebagian udara yang berada dalam wadah

tersebut telah dikonsumsi. Ia juga mencatat bahwa berat timah

tersebut juga telah meningkat dan jumlah peningkatan ini adalah

sama beratnya dengan udara yang masuk ke dalam wadah

tersebut. Percobaan ini beserta percobaan mengenai pembakaran

lainnya didokumentasikan ke dalam bukunya Sur la combustion en

général yang dipublikasikan pada tahun 1777. Hasil kerjanya

membuktikan bahwa udara merupakan campuran dua gas, 'udara

vital', yang diperlukan dalam pembakaran dan respirasi,

serta azote (Bahasa Yunani ἄζωτον "tak bernyawa"), yang tidak

mendukung pembakaran maupun respirasi. Azote kemudian

menjadi apa yang dinamakan sebagai nitrogen, walaupun dalam

Bahasa Perancis dan beberapa bahasa Eropa lainnya masih

menggunakan nama Azote.

Lavoisier menamai ulang 'udara vital' tersebut

menjadi oxygène pada tahun 1777. Nama tersebut berasal dari

akar kata Yunani ὀξύς (oxys) (asam, secara harfiah "tajam") dan -

γενής (-genēs) (penghasil, secara harfiah penghasil keturunan). Ia

menamainya demikian karena ia percaya bahwa oksigen

merupakan komponen dari semua asam. Ini tidaklah benar, namun

pada saat para kimiawan menemukan kesalahan ini,

nama oxygène telah digunakan secara luas dan sudah terlambat

untuk menggantinya. Sebenarnya gas yang lebih tepat untuk

disebut sebagai "penghasil asam" adalah hidrogen.

Oxygène kemudian diserap menjadi oxygen dalam bahasa

Inggris walaupun terdapat penentangan dari ilmuwan-ilmuwan

Inggris dikarenakan bahwa adalah seorang Inggris, Priestley, yang

pertama kali mengisolasi serta menuliskan keterangan mengenai

gas ini.

Page 10: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

2.4. Teori Oksigen dan Konsep-Konsep yang Mendukungnya

Teori mengenai Oksigen yang dipaparkan oleh Scheele,

Priestley dan Lavoisier mendapatkan dukungan berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh beberapa ilmuwan. Berikut akan

dipaparkan penelitian-penelitian yang akan mendukung teori

mengenai oksigen.

1) Teori Dalton

Hipotesis atom awal John Dalton berasumsi bahwa semua

unsur berupa monoatomik dan atom-atom dalam suatu senyawa

akan memiliki rasio atom paling sederhana terhadap satu sama

lainnya. Sebagai contoh, Dalton berasumsi bahwa rumus air adalah

HO, sehingga massa atom oksigen adalah 8 kali massa hidrogen

(nilai yang sebenarnya adalah 16). 

2) Gay Lussac

Pada tahun 1805, Joseph Louis Gay-Lussac dan Alexander von

Humboldt menunjukkan bahwa air terbentuk dari dua volume

hidrogen dengan satu volume oksigen

3) Avogadro

Pada tahun 1811, berdasarkan apa yang sekarang

disebut hukum Avogadro dan asumsi molekul unsur

diatomik, Amedeo Avogadro memperkirakan komposisi air dengan

benar.

4) Pemisahan Oksigen Cair

Pada akhir abad ke-19, para ilmuwan menyadari bahwa udara

dapat dicairkan dan komponen-komponennya dapat dipisahkan

dengan mengkompres dan mendinginkannya. Kimiawan dan

fisikawan Swiss, Raoul Pierre Pictet, menguapkan cairan sulfur

dioksida untuk mencairkan karbon dioksida, yang mana pada

akhirnya diuapkan untuk mendinginkan gas oksigen menjadi cairan.

Ia mengirim sebuah telegram pada 22 Desember 1877 kepada

Akademi Sains Prancis di Paris dan mengumumkan

penemuan oksigen cairnya. Dua hari kemudian, fisikawan

Page 11: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

Perancis Louis Paul Cailletet mengumumkan metodenya untuk

mencairkan oksigen molekuler. Hanya beberapa tetes cairan yang

dihasilkan sehingga tidak ada analisis berarti yang dapat

dilaksanakan. Oksigen berhasil dicairkan ke dalam keadaan stabil

untuk pertama kalinya pada 29 Maret 1877 oleh ilmuwan Polandia

dari Universitas Jagiellonian, Zygmunt Wróblewski dan Karol

Olszewski.

Pada tahun 1891, kimiawan Skotlandia James Dewar berhasil

memproduksi oksigen cair dalam jumlah yang cukup banyak untuk

dipelajari. Proses produksi oksigen cair secara komersial

dikembangkan secara terpisah pada tahun 1895 oleh insinyur

Jerman Carl von Linde dan insinyur Britania William Hampson.

Kedua insinyur tersebut menurunkan suhu udara sampai ia mencair

dan kemudian mendistilasi udara cair tersebut. Pada tahun 1901,

pengelasan oksiasetilena didemonstrasikan untuk pertama kalinya

dengan membakar campuran asetilena dan O2 yang dimampatkan.

Metode pengelasan dan pemotongan logam ini pada akhirnya

digunakan secara meluas.

5) Pengembangan Mesin Roket

Pada tahun 1923, ilmuwan Amerika Robert H. Goddard menjadi

orang pertama yang mengembangkan mesin roket; mesin ini

menggunakan bensin sebagai bahan bakar dan oksigen cair

sebagai oksidator. Goddard berhasil menerbangkan roket kecil

sejauh 56 m dengan kecepatan 97 km/jam pada 16 Maret 1926

di Auburn, Massachusetts, USA.

2.5. Paradigma Kuhn

Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset

ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat

diselesaikan oleh paradigma yang menjadi referensi riset. Untuk

mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah

yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan

Page 12: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan

membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka

lahirlah revolusi sains.

Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-

kumulatif, dimana paradigma lama diganti sebagian atau seluruhnya

oleh paradigma baru yang ber-tentangan. Transformasi-transformasi

paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma

yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa

dari sains yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains

normal bukanlah jalan bebas hambatan.

Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya

tidak mau menerima paradigma baru dan ini menimbulkan masalah

sendiri. Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar yang lebih

tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk

menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus

meneliti dampak sifat dan dampak logika juga teknik-teknik

argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang

membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan

paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah

konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan

masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima

oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat

terwujud.

Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan

berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang

sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya.

Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke

daerah lain di mana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya

tampak dalam penerangan yang berbeda, berbaur dengan obyek-

obyek yang tidak dikenal. Ilmuwan yang tidak mau menerima

paradigma baru sebagai landasan risetnya, dan tetap bertahan pada

paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat dukungan

Page 13: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas risetnya tidak

berguna sama sekali.

Konsep sentral Kuhn adalah apa yang dinamakan dengan

paradigma. Istilah ini tidak dijelaskan secara konsisten, sehingga

dalam berbagai keterangannya sering berubah konteks dan arti.

Pemilihan kata ini erat kaitannya dengan sains normal, yang oleh

Kuhn dimaksudkan untuk mengemukakan bahwa beberapa contoh

praktik ilmiah nyata yang diterima (yaitu contoh-contoh yang bersama-

sama mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi) menyajikan

model-model yang melahirkan tradisi-tradisi padu tertentu dari riset

ilmiah. Atau ia dimaksudkan sebagai kerangka referensi yang

mendasari sejumlah teori maupun praktik-praktik ilmiah dalam periode

tertentu.

Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains

normal, di mana ilmuwan berkesempatan mengembangkan secara

rinci dan mendalam, karena tidak sibuk dengan hal-hal yang

mendasar. Dalam tahap ini ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap

paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya, dan selama

menjalankan riset ini ilmuwan bisa menjumpai berbagai fenomena

yang disebut anomali. Jika anomali ini kian menumpuk, maka bisa

timbul krisis. Dalam krisis inilah paradigma mulai dipertanyakan.

Dengan demikian sang ilmuwan sudah keluar dari sains normal. Untuk

mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah

yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan

sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan

membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka

lahirlah revolusi ilmiah.

Dari sini nampak bahwa paradigma pada saat pertama kali

muncul itu sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupan

maupun ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya karena

lebih berhasil dari pada saingannya dalam memecahkan masalah

Page 14: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

yang mulai diakui oleh kelompok praktisi bahwa masalah-masalah itu

rawan.

2.6.Analisis Perkembangan Teori Flogiston menjadi Oksigen

berdasarkan Paradigma Kuhn

Gagasan teori Flogiston yang awalnya dikemukakan oleh Stahl

dan Beckher mendapatkan tantangan ketika dihadapkan pada

kenyataan bahwa materi yang dibakar ada yang mengalami

penambahan massa dan ada juga yang mengalami pengurangan

massa. Pada saat seperti itu, teori flogiston tidak dapat menjelaskan

dengan memuaskan sebenarnya reaksi kimia apa yang terjadi pada

saat proses pembakaran. Inilah yang oleh Kuhn disebut sebagai

anomali dalam penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh Scheele, Priestley dan Lavoisier

kemudian menemukan bahwa yang terlibat adalah udara yang

kemudian diberi nama oksigen. Penemuan oksigen ini sekaligus

menjadi tonggak munculnya paradigma baru dalam proses

pembakaran.

Sebagaimana paradigma baru, maka penelitian-penelitian baru

yang mendukung paradigma baru dilakukan. Penelitian yang dapat

dianggap paling mendukung paradigma baru ini adalah proses

pemisahan oksigen cair.

Adanya perkembangan pemikiran teori flogiston menjadi

oksigen bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak dalam IPA. Hal ini

karena para ilmuwan kini mempunyai pandangan bahwa kebenaran

sains bersifat tentatif dan relatif.

Page 15: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

BAB III

KESIMPULAN

Teori flogiston merupakan teori mengenai zat yang berperan

dalam pembakaran. Teori ini merupakan hasil riset ilmiah yang dimulai

oleh Stahl dan Becker kemudian dikembangkan oleh para ilmuwan

pada abad ke-18. Pada awal masa perkembangannya, teori ini

mampu menjawab pertanyaan para ilmuwan mengenai reaksi

pembakaran.

Anomali dari teori ini dimulai dengan hasil penelitian lanjutan

pada peristiwa pembakaran yang memberikan hasil yang berbeda.

Pembakaran pada kayu akan memberikan penurunan massa hasil

pembakaran, sedangkan pembakaran logam akan meningkatkan

massa hasil pembakaran.

Anomali ini memunculkan beberapa penelitian yang

menyebabkan terjadinya krisis sains normal. Diantara penelitian yang

dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Scheele, Priestley

dan Lavoisier. Ketiga penelitian tersebut menimbulkan hadirnya

paradigma baru bahwa oksigenlah yang terlibat dalam proses

pembakaran.

Paradigma baru tersebut mendapatkan pengujian dengan

dilakukannya beberapa penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan yang

dilakukan diantaranya proses pemisahan oksigen cair dari oksigen

menjadi faktor yang memperkuat paradigma baru tersebut.

Kuhn (1989) dalam bukunya menjelaskan bahwa semua sains

normal akan selalu dapat berakhir menjadi mitos dengan munculnya

anomali-anomali yang dengan pengujian secara ilmiah dapat menjadi

paradigma baru. Ini menjelaskan prinsip bahwa penelitian sains murni

tidak akan pernah berakhir karena sains murni dapat selalu

memperbaharui paradigma.

Page 16: Dyah Budi Utami-Revolusi Sains

DAFTAR PUSTAKA

Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat. Pustaka pelajar, 2002

C. Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah atas Cara kerja Ilmu-Ilmu,(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1991, cet ke-2)

http://aleph0.clarku.edu/huxley/CE3/Priest.html

http://www.faktailmiah.com/2010/07/22/teori-phlogiston.html

http://www.jimloy.com/physics/phlogstn.htm

http://genchem.chem.wisc.edu/demonstrations/Gen_Chem_Pages/0809bondingpage/liquid_oxygen.htm. Diakses pada 15 Desember 2007.

http://oxygen.darkillusions.org/history2.htm

NASA (2007-09-27). NASA Research Indicates Oxygen on Earth 2.5 Billion Years Ago. Siaran pers. Diakses pada 2008-03-13.

Saebani, Beni Ahmad, Drs. M.Si., Filsafat Ilmu (Kontemplasi filosofis tentang seluk-beluk sumber dan tujuan ilmu pengetahuan), Bandung, Pustaka Setia, p. 147

Thomas S Khun, Paradigma Dalam Revolusi Sains (The Structure of Scientific Revolutions); Remaja Rosdakarya: January 1990, p abstrak