duplik kasus perdata mantan sekda ksb
TRANSCRIPT
KANTOR ADVOKAT/PENGACARA
SYAHRUL MUSTOFA,SAlAlAlAlamat : Jl. Ade Irma Nasution, RT 05/01 Kelurahan Dalam, Kecamatan Taliwang
84355 Email : [email protected]
Kepada Yang Terhormat,Ketua Pengadilan Negeri Sumbawac.q. Yang Mulia Majelis Hakim Yang Memeriksa Dan Mengadili PerkaraNo. 30/Pdt. G/2010/PNDi – Sumbawa Besar
PERIHAL DUPLIK TERGUGAT I, TERGUAT II DAN TERGUGAT III
DALAM PERKARA PERDATA NO.30/PDT.G/2010/PN.SBB
Dengan segala hormat,
Yang bertanda tangan
Kesemuanya adalah Advokat
Advokat/Pengacara (
ASSOCIATES, Jl. Ade Irma Nasution, RT 05/01 Kelurahan Dalam,
Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat
84355 Telefon
Oktober 2010 dan Surat Kuas
sendiri-sendiri maupun bersama
nama Klien Kami
1. Drs. Amrullah
I beralamat di RT 01 RW 08 Kelurahan Telaga Bertong,
Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat,
2. Ir. Muhammad Saleh,
Tergugat II,
Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, NT
KANTOR ADVOKAT/PENGACARA
(LAW OFFICE )
SYAHRUL MUSTOFA,S.H.,M.H & ASSOCIATESamat : Jl. Ade Irma Nasution, RT 05/01 Kelurahan Dalam, Kecamatan Taliwang
[email protected] atau [email protected] Telp (0372)81848 Telp/HP : 085253830001
Sumbawa Barat, 17 Kepada Yang Terhormat, Ketua Pengadilan Negeri Sumbawa Besar
Majelis Hakim Yang Memeriksa Dan Mengadili PerkaraNo. 30/Pdt. G/2010/PN-SBB
DUPLIK TERGUGAT I, TERGUAT II DAN TERGUGAT III
DALAM PERKARA PERDATA NO.30/PDT.G/2010/PN.SBB
Dengan segala hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini ;
Syahrul Mustofa, S,H.,M.H D.A Malik, S.H
Basri Mulyani, SH Lalu Ahyar Supriadi, SH
Kesemuanya adalah Advokat-PERADI, berkantor di Kantor
Advokat/Pengacara (Law Office) SYAHRUL MUSTOFA,
Jl. Ade Irma Nasution, RT 05/01 Kelurahan Dalam,
Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat-NTB kode pos
fon : (0372)-81848 Fax : (0372)-81848
[email protected]. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 11
dan Surat Kuasa Khusus Tanggal 29 Oktober 2010
sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan atas
Klien Kami :
rs. Amrullah Ali, S.H, Untuk selanjutnya disebut
beralamat di RT 01 RW 08 Kelurahan Telaga Bertong,
Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat,
r. Muhammad Saleh, M.Si. Untuk selanjut di sebut
Tergugat II, beralamat di RT 01 RW 08 Kel.Telaga Bertong,
Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, NT
Hal 1
H.,M.H & ASSOCIATES amat : Jl. Ade Irma Nasution, RT 05/01 Kelurahan Dalam, Kecamatan Taliwang-KSB Kode Pos
atau [email protected] Telp (0372)-81848 Fax : (0372)-
7 Nopember 2010
Majelis Hakim Yang Memeriksa Dan Mengadili Perkara
DUPLIK TERGUGAT I, TERGUAT II DAN TERGUGAT III
DALAM PERKARA PERDATA NO.30/PDT.G/2010/PN.SBB
PERADI, berkantor di Kantor
SYAHRUL MUSTOFA,.S.H.,M.H &
Jl. Ade Irma Nasution, RT 05/01 Kelurahan Dalam,
NTB kode pos
81848, email:
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 11
29 Oktober 2010 baik
sama bertindak untuk dan atas
Untuk selanjutnya disebut Tergugat
beralamat di RT 01 RW 08 Kelurahan Telaga Bertong,
Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB.
. Untuk selanjut di sebut
beralamat di RT 01 RW 08 Kel.Telaga Bertong,
Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB.
Hal 2
3. Emmy A.Z, Untuk selenjutnya disebut Tergugat III, beralamat
di RT 03/04 Kelurahan Bugis, Kecamatan Taliwang-
Kab.Sumbawa Barat, NTB
Kesemuanya telah memilih tempat kediaman hukum (domicilie) pada
Kantor Kuasanya sebagaimana tersebut di atas.
Dengan ini, perkenankan kami Majelis Hakim yang terhormat, Para
Tergugat untuk mengajukan Duplik atas Replik Penggugat :
BAKRAN BIN A.GANI, Pekerjaan Petani, beralamat di RT 04 RW
11 kelurahan Dalam Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa
Barat, Nusa Tenggara Barat selanjutnya disebut sebagai
PENGGUGAT, melalui Kuasa Hukumnya Neiki Hendrata, SH
yang disampaikan pada tanggal 10 Nopember 2010. Adapun Duplik
Para Tergugat adalah sebagai berikut :
DALAM REPLIK ATAS EKSEPSI
Karena Penggugat menginginkan Tanah Objek Sengketa
ditetapkan sebagai tanah milik yang diperoleh dari pemberian
orang tua dan kakek penggugat. Secara implisit Penggugat
menginginkan ditetapkan sebagai “Pemilik Atas Waris atau
Hibah” yang sah. Oleh karena itu, maka, kompetensi itu
menjadi kompetensi Peradilan Agama :
1. Bahwa dalil gugatan tidak menjelaskan proses kepemilikan
atas tanah milik dari warisan atau hibah, namun dalam
Petitum gugatan Penggugat meminta kepada Majelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan
bahwa “tanah pertanian yang dikuasai oleh Tergugat Satu,
Tergugat Dua, Tergugat Tiga diatas (obyek sengketa) adalah
milik Penggugat diperoleh melalui proses pemberian orang tua
Penggugat dan pada ponit dua Penggugat diperoleh dari
warisan keluarga”. Petitum ini secara implisit mengandung
makna agar SPPT yang dipegang saat ini : SPPT 52.04.030 006
000-0563 7 atas Nama ABDUL GANI dan SPPT 52.04 030 006
000-0260 7 atas nama CIN BIN BRAHOM untuk ditetapkan
sebagai milik Penggugat dengan alasan Penggugat karena
diperoleh dari pemberian orang tua dan warisan keluarga.
2. Bahwa Putusan Penetapan apakah tanah objek sengketa
tersebut adalah merupakan pemberian orang tua dan atau
Hal 3
warisan keluarga yang berasal dari orang tua dan dari warisan
dari kakek adalah merupakan kompetensi Peradilan Agama.
Dalil Gugatan itu sendiri tidak jelas atau kabur (obscuur
liibell) karena penggugat tidak menjelaskan bagaimana
kedudukan, maupun proses pemberian orang tua dan warisan
tersebut, sejak kapan dan atas dasar apa penggugat
memperoleh hak atas tanah sengketa dari bapak dan kakeknya,
bahkan dalam dalil gugatan maupun replik yang disampaikan
Penggugat tidak menjelaskan bentuk dari pemberian yang
dimaksud, apakah dalam bentuk hibah, warisan atau apa? dan
bagaimana hingga pada akhirnya tanah yang diklaim sebagai
milik Penggugat, sehingga ada kejelasan dalil gugatan dan
memiliki korelasi dengan petitumnya. Gugatan yang tidak
menyebutkan dengan jelas berapa dan siapa saja yang berhak
atas objek warisan, dikategorikan sebagai gugatan kabur,
karena tidak memenuhi dasar (feitlijke grond) gugatan.
Tentang hal tersebut, ditegaskan dalam Putusan M.A No.1145
K/Pdt/1984.
3. Bahwa selain tidak memenuhi dasar feilijke grond, gugatan
penggugat juga tidak memenuhi dasar hukum (reichtelijke
grond) karena dasar hukum yang dijadikan alasan untuk
kepemilikan tanah yang dijadikan alas hukum atas tanah objek
sengketa berupa SPPT dimana dalam SPPT itu sendiri tercatat
bukan atas nama Penggugat (point 2 tanah objek sengketa-CIN
BIN BRAHOM), begitupun halnya, alasan bahwa penggugat
telah menguasai tanah sejak tahun 1967 dan 1975, alasan
tersebut adalah berupa alasan peristiwa feilijke grond1. Secara
konseptual, dalam penguasaan tanah terdapat penguasaan
tanah secara yuridis dan penguasaan tanah secara fisik. Secara
yuridis, tentu bukanlah SPPT sebagai bukti yuridis terkait
dengan kepemilikan hak atas tanah, sedangkan klaim
penguasaan secara fisik tersebut, ternyata tidak kuasai
penggugat sejak tahun 1967, melainkan adalah kakek dan
orang tua penggugat. Dan penguasaan fisik, bukanlah dasar
1 Tahun 1967 dan 1975 Kakek Penggugat dan Orang Tua Penggugat masih hidup,
bagaimana mungkin Penggugat menguasai tanah (warisan keluarga), sementara tanah tersebut
dikuasai oleh Orang Tua dan kakek Penggugat, bagaimana warisan itu terjadi, sementara orang yang mewaris tersebut masih hidup. Artinya, jika Penggugat beralasan bahwa tanah tersebut
adalah pemberian dari orang tua dan kakek penggugat sejak tahun 1967 dan 1975, patut untuk diragukan kebenaran meteriil dan alas hak yang dikalim penggugat mengenai hak milik penggugat
dalam perakara ini.
Hal 4
untuk menyatakan bahwa penggugat telah menguasai secara
yuridis atas objek sengketa.
4. Bahwa jika dihubungankan antara bukti kepemilikan SPPT
dengan klaim hak milik yang diperoleh dari warisan
sebagaimana gugatan penggugat, maka timbul pertanyaan, apa
hubungan antara SPPT yang dipegang oleh Penggugat dengan
Hak Atas Tanah Milik? Apakah SPPT dapat dibenarkan untuk
dijadikan sebagai bukti hak milik dengan menyatakan
diperoleh dari warisan? Sementara, klaim mengenai warisan
itu sendiri yang didalilkan penggugat tidak memiliki kejelasan
dan dasar hukum yang jelas?. Jika mencermati konstrukti
petitum penggugat point C, sebagai berikut; Penggugat
memegang SPPT kemudian dari SPPT tersebut dijadikan
sebagai bukti kepemilik tanah, dengan alasan, tanah objek
sengketa adalah pemberian orang tua dan kakek yang telah
dikuasai sejak tahun 1967 dan 1975. Dengan konstruksi
petitum demikian, kemudian penggugat mendalilkan bahwa
tanah objek sengketa adalah milik Penggugat, dengan
justifikasi tanah tersebut diperoleh dari pemberian orang tua
dan warisan keluarga dari kakek dan untuk memperoleh
kepastian hukum dan dasar hukum hak milik SPPT tersebut
kemudian diminta untuk “dilegalkan” kebenarannya agar
dalam perkara a quo Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini agar menyatakan hukum bahwa memang
benar tanah objek sengketa adalah dari pemberian (warisan)
orang tua dan kakek. Sementara dalil gugatan penggugat tidak
menjelaskan proses dan dasar hukum mengenai warisan
dimaksud. Bahwa lebih jauh bila dicermati gugatan dan
petitum tersebut, sesungguhnya kejelasan dan kepastian
kedudukan Penggugat sebagai ahli waris atas objek sengketa
belum memiliki kejelasan, kepastian dan kebenaran hukum.
Untuk itulah Penggugat kemudian menuntut demikian
sehinggga status mengenai kedudukan Penggugat sebagai ahli
waris atas objek sengketa, dan pemilik atas tanah berasal dari
warisan tersebut menjadi beralasan hukum.
5. Bahwa posita maupun Petitum gugatan Penggugat
sesungguhnya selain tidak memiliki korelasi telah mengandung
kekaburan (obscuur libell) dan setelah mendalami hakekat
materi yang terkandung dari petitum point C, secara materiil
sebenarnya penggugat meminta adanya penetapan atau
Hal 5
disahkannya tanah objek sengketa sebagai pemberian orang
tua dan kakek penggugat (sehingga menjadi sah tanah objek
sengketa sebagai tanah hak milik yang diperoleh dari warisan
keluarga).
6. Bahwa oleh karena substansi Petitum menyatakan demikian,
maka adalah sangat beralasan hukum pula bagi para Tergugat
untuk menyarankan kepada Penggugat, sebaiknya sebelum
mengajukan perkara ini dan untuk memperoleh kepastian dan
ketetapan hukum yang tetap dan jelas, apakah memang tanah
objek sengketa dimaksud adalah berasal dari pemberian orang
tua (hibah atau waris) dan apakah memang benar Penggugat
diwarisi atas tanah objek sengketa dari Orang Tua dan kakek
Penggugat, maka Penggugat sebaiknya terlebih dahulu
mengajukan perkara ini ke Pengadilan Agama, sehingga
gugatan penggugat tidak prematur dan Penggugat memiliki
dasar hukum untuk mengklaim tanah objek sengketa dalam
perkara ini sebagai miliknya, setalah adanya dasar hukum
tersebut (bahwa memang benar Penggugat adalah pemilik
tanah berdasarkan dari warisan orang tua)--penggugat
mengajukan perkara ini ke PN Sumbawa Besar2. Sehingga
antara dalil gugatan dengan petitum memiliki korelasi dan
konsistensi. Jangan sampai gugatan berisikan perbuatan
melawan hukum namun tuntutan yang diminta adalah berupa
penetapan pemberian harta warisan.
7. Bahwa berdasarkan dalil gugatan dan Petitum penggugat
maupun replik Penggugat, maka semakin jelas dan terang
bahwa ; (a). Sesungguhnya Petitum Point C gugatan penggugat
dalam perkara a quo tidaklah berkorelasi dengan Posita,
bahkan menjadi terkesan aneh karena dalam dalil gugatannya
penggugat tidak menunjukkan dasar hukum dan dasar fakta
dalam dalil gugatannya (b). Bahwa sesungguhnya Petitum
Point C secara substantif berupa keinginan penggugat untuk
menjustifikasi hak milik atas dasar tanah objek sengketa
adalah berasal dari pemberian orang tua dan kakek, justifikasi
itu sesungguhnya adalah keliru, karena bukan merupakan
kompetensi dari Peradilan Umum (PN Sumbawa besar),
melainkan adalah Kompetensi Peradilan Agama. (c). Petitum
2 Dalam replik Penggugat tanggal 10 Nopember 2010 pada angka 1 Penggugat beralasan bahwa
obyek sengketa yang menjadi gugatan penggugat adalah milik penggugat yang akan dibuktikan dalam proses persidangan pokok perkaran. Alasan ini tidaklah memiliki alasan hukum yang logis, karena setiap gugatan haruslah mengandung dasar hukum dan dasar fakta.
Hal 6
yang tidak jelas dan tegas ini sesungguhnya adalah petitum
yang masuk dalam kategori petitum obscurr libell.
8. Bahwa oleh karena itulah, dalam replik (point 1) Penggugat
mungkin telah menyadari pula bahwa para tergugat adalah
bukanlah para pihak yang masuk dalam struktur ahli waris
keluarga penggugat dan tidak ada hubungan hukum waris
antara penggugat dan tergugat. Oleh sebab itulah, semestinya
pula para Tergugat adalah bukanlah orang yang seyogyanya
untuk di gugat dalam Perkara ini, jika memang Penggugat
menginginkan adanya penetapan atas objek sengketa
adalah sebagai milik penggugat yang berasal dari
warisan keluarga, maka seharusnya Penggugat
menyelesaikan perkara ini kepada para ahli waris atau
keluarganya ;
9. Bahwa berdasarkan alasan-alasan sebagaimana di atas, serta
alasan-salan yang Para Tergugat ajukan dalam eksepsi dan
jawaban sebelumnya, maka Para Tergugat berpendapat bahwa
gugatan penggugat terkait dengan petitum point C adalah
keliru dan salah alamat, karena Kompetensi mengenai Petitum
dimaksud adalah merupakan Kompetensi Peradilan Agama.
Dan atas dasar itu, Para Tergugat memohon kepada Majelis
Hakim yang terhormat yang memeriksa, mengadili dan
memutus perkara ini untuk menerima Eksepsi, Jawan dan
Duplik yang diajukan Para TERGUGAT terkait dengan
Kompetensi Peradilan Agama ; menolak gugatan penggugat
atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan penggugat tidak
dapat diterima.
Tidak ada bantahan dari Penggugat mengenai Kompetensi
Peradilan Tata Usaha Negara Yang Berwenang Untuk
Memeriksa dan Mengadili Perkara Ini. Dengan demikian,
Eksepsi Tergugat mengenai Kompetensi Peradilan Tata
Usaha Negara dapat diakui alasan-alasan dan
kebenarannya
1. Bahwa dalam gugatannya penggugat menginginkan agar
Majelis Hakim untuk : “Membatalkan Sertifikat atau segala
bentuk surat yang berkaitan dengan atas nama para tergugat
atas tanah milik penggugat”. Maka sangatlah beralasan
hukum, jika Para Tergugat dalam eksepsinya beralasan bahwa
Hal 7
gugatan Penggugat adalah keliru dan salah alamat, jika dalam
gugatan penggugat diajukan ke Pengadilan Negeri Sumbawa
Besar. Adapun hal ini didasari atas alasan-alasan, bahwa;
Pertama, jika Pihak Penggugat memang merasa dirugikan
akibat telah dikeluarkannya sertifikat hak milik atas tanah,
maka adalah keliru, jika penggugat menggugat para tergugat3,
penggugat juga telah keliru untuk mengajukan perkara ini ke
Pengadilan negeri Sumbawa Besar. Oleh karena penerbitan
sertifikat tersebut dilakukan oleh Pejabat Tata Usaha Negara-
Badan Pertanahan Nasional C.q. Kepala Kantor Pertanahan
Nasional Sumbawa Barat, maka Penggugat semestinya
mengajukan Perkara a quo ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Karena Para Tergugat bukanlah Para Pejabat Tata usaha
Negara atau Badan Hukum yang diberikan kewenangan
(mandat, delegasi maupun atribusi4) untuk mengeluarkan
keputusan/ketetapan berupa Penerbitan Sertifikat Hak Milik
Tanah. Oleh Karena Para Tergugat Bukanlah Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, maka Para Tergugat bukanlah
orang yang diberikan otoritas oleh peraturan perundang-
undangan sebagai pihak yang menerbitkan sertifikat. Oleh
karena itu, sesuai dengan ketentuan UU. Nomor 14 Tahun
1970 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 jo. UU No.4
Tahun 2004 jo.UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang PTUN.
Seharusnya gugatan penggugat mengenai pembatalan atas
sertifikat hak milik diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
bukan PN Sumbawa Besar. Kedua; Bahwa Badan Pertanahan
Nasional adalah lembaga negara/Badan Hukum yang memiliki
wewenang (authority) berdasarkan atas ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dimana setiap kebijakan
atau tindakannya bersumber atau bertumpu atas kewenangan
yang sah, prinsip Rechtmategheid Van Bestuur (tata
pemerintahan yang baik) atau Asas-Asas Umum Pemerintahan
Yang Baik, Ruang lingkup keabsahan dan tindakanya didasari
atas kewenangan, prosedur dan substansi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, memperhatikan aspek
prosedur hukum dalam membuat suatu keputusan atau
3 Kekeliruan Penggugat tersebut terkait dengan pemahaman mengenai kedudukan dan kapasitas
para Tergugat yang bukan Pejabat Tata Usaha Negera yang mengeluarkan Keputusan Mengenai Sertifikat. Memang benar Tergugat Satu dan Tergugat Dua adalah Para Pejabat, tapi bukan Pejabatan TUN yang diberikan oleh Undang-Undang untuk menjalankan fungsi atau kewenangan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah.
4 Mengenai teori kewenangan, Penggugat dapat membacanya pada Teori Kewenangan, pendapat Philipus M.hadjon.
Hal 8
ketetapan yang diterbitkannya. Pembatalan Sertifikat atau
produk hukum yang telah dikeluarkannya suatu Keputusan
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara adalah merupakan
kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, dan pembatalan
tersebut baru dapat dilakukan apabila Keputusan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara tersebut memang terbukti
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Seyogyanya, jika Penggugat merasa dirugikan akibat
telah dikeluarkannya Keputusan/Ketetapan oleh Badan Hukum
atau PejabatanTUN—atas terbitnya Sertifikat Hak Milik Atas
Tanah, maka Pihak Penggugat mengajukannya ke PTUN,
bukan PN Sumbawa Besar5 .
2. Bahwa Para Tergugat ingin menegaskan kembali Eksepsi dan
Jawaban Para Tergugat dalam duplik ini mengenai PETITUM
Pengugat mengenai : “Pembatalan Sertifikat atau Segala
Bentuk Surat yang berkaitan dengan atas nama Para Tergugat
atas tanah milik penggugat6”. Bahwa perumusan Petitum ini
sesungguhnya adalah tidak jelas dan kabur. Ketidakjelasan
dan kekaburan tersebut, ternyata bukan hanya menyangkut
petitum melainkan pula terkait dengan ; Pertama, bahwa
dalam dalil gugatan penggugat tidak menjelaskan dasar hukum
(Rechtelije grond) maupun dasar fakta (Feitelijke Grond)
mengenai perbuatan melawan hukum apasajakah yang
dilakukan oleh para tergugat terkait dengan pembuatan surat-
surat, penggugat tidak menjelaskan perbuatan hukum apa
yang telah dilanggar oleh para tergugat mengenai surat atau
keterangan palsu. Surat-surat apa sajakah yang dimaksud
telah yang dipalsukan oleh para tergugat? Dan surat manakah
yang dipalsukan? Apa dan bagaimana para tergugat
memalsukan? Apa hubungannya antara surat dan kepentingan
Penggugat? Kapan dan dimana Tergugat memalsukan?
Keterangan palsu apa yang diberikan oleh Para Tergugat?
siapa yang diberikan keterangan palsu? Kapan dan dan
5 Menurut Stellinga (Utrecht,: 115-116), keputusan pemerintah selalu tidak boleh dianggap batal
karena hukum. Lebih lanjut dijelaskan, Suatu keputusan tidak pernah boleh dianggap batal karena hukum, baik dalam hal keputusan itu dapat digugat dimuka hakim administrasi atau banding administrasi, maupun dalam hal kemungkinan untuk menggugat dan untuk memohon banding itu tidak digunakan, demikian juga dalam hal kedua kemungkinan tersebut tidak ada. Dalam vernietigbaar (dapat dibatalkan), perbuatan hukum adalah sah sampai dinyatakan batal. Suatu perbuatan hukum yang dapat dibatalkan adalah suatu perbuatan yang mengandung cacat. Selama pihak yang berkepentingan dengan pembatalan itu tidak pernah menyatakan bahwa karena cacat ini perbuatan itu dipandang sebagai tidak sah “onrechtmatig“, maka tidak bisa dikatakan adanya pembatalan vernietiging. (Prawirohamidjojo, tanpa tahun: 3-5). Dengan kata lain, ketika ada gugatan dan kemudian gugatan telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhitung sejak saat keputusan tata usaha negara itu dinyatakan batal (nietig).
6 Kutipan langsung dari PETITUM Penggugat.
Hal 9
seterusnya. Kekaburan petitum ini menunjukkan bahwa
memang apa yang didalilkan penggugat dalam gugatannya
adalah sebatas pada asumsi-asumsi, tidak berdasarkan atas
dasar hukum dan dasar fakta, sehingga dalil gugatan
memenuhi syarat sebagai gugatan. Kedua, dalam petitum
penggugat tidak menjelaskan sertifikat apakah yang harus
dibatalkan? Apakah sertifikat juara kelas, sertifikat diklat?
Sertifikat Hak Milik, HGU atau sertifikat apa? Begitupun
dengan “Segala Bentuk Surat”, Surat-surat apa yang
dimaksud oleh PENGGUGAT, karena setiap hari Tergugat
Satu dan Tergugat Dua maupun Tergugat Tiga banyak sekali
menerbitkan surat-surat.
3. Bahwa kejelasan terhadap surat maupun sertifikat dimaksud
sangat penting untuk ditujukan oleh penggugat dalam dalil
gugatannya maupun petitumnya, karena terkait dengan
sertifikat maupun surat-surat dimaksud akan sangat berkaitan
pula dengan dasar hukum dan otoritas lembaga manakah yang
berwenang untuk menerbitkan sutau keputusan/ketetapan.
Jika yang dimaksud Penggugat adalah Sertifikat Hak Milik,
maka surat-surat apa yang dimaksud telah dipalsukan oleh
penggugat? Karena begitu banyak surat-surat yang harus
dipenuhi oleh seseorang untuk dapat memperoleh Sertifikat
Hak Milik, mulai dari A sampai Z. Begitupun prosedurnya,
mulai dari A sampai Z, dimana setiap tahapan prosedur itupula
orang/badan hukum yang mengurusi proses/prosedur
pendaftaran tanah berbeda, beda. Belum lagi jika dihubungkan
dengan ilmu hukum administrasi negara, seperti macam-
macam bentuk produk hukum dan hierarkhinya, serta macam-
macam keputusan/ketetapan. Petitum penggugat bila mengacu
atau berdasarkan kaidah hukum dalam Yurisprudensi tahun
1970 , Buku No. 4, hal 391-4107. Maka, petitum penggugat
adalah obscuur libeel.
4. Bahwa mengacu pula dan berdasarkan yurisprudensi M.A.R.I
No.582 K/Sip/1973 tanggal 18 Desember Tahun 1975 dan
7Dalam yurisprudensi ini menjelaskan bahwa mengenai Tuntutan-tuntutan yang berupa: agar
semua putusan Menteri dinyatakan tidak sah tanpa menyebut putusan-putusan yang mana, serta ;agar segala perbuatan tergugat terhadap penggugat harus dinyatakan tidak sah tanpa menyebutkan dengan tegas perbuatan-perbuatan tergugat yang mana yang dituntut itu, dan ;ganti kerugian sejumlah uang tertentu tanpa perincian kerugian-kerugian dalam bentuk apa yang menjadi dasar tuntutan itu, harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tuntutan tersebut adalah tidak jelas/tidak sempurna. Adalah Petitum yang obscuur libeell dan tidak sempurna.
Hal 10
Putusan M.A. R.I No.492 K/Sip/1970 tanggal 21 Nopember
1970. Kedua Putusan ini menekankan bahwa suatu petitum
haruslah bersifat tegas dan spesifik menyebutkan apa yang
diminta sesuai dengan dalil gugatan. Dalam Putusan M.A. R.I
No.492 K/Sip/1970 tanggal 21 Nopember 1970, yang
menyatakan gugatan tidak sempurna, karena tidak menyebut
dengan jelas apa yang dituntut, sebab petitum hanya meminta
agar dinyatakan sah semua Putusan Menteri Perhubungan
Laut, tetapi tidak disebut putusan yang mana, serta juga
meminta agar semua perbuatan tergugat dinyatakan melawan
hukum terhadap penggugat tanpa menyebut yang mana yang
di maksud.
5. Bahwa dalam gugatan maupun repik yang diajukan oleh
Penggugat nampak jelas, bahwa Petitum Point E gugatan
Penggugat maupun Repilk yang diajukan Penggugat tidak
menjelaskan surat-surat manakah yang menurut Penggugat
telah diduga dipalsukan oleh Para Tergugat. Kejelasan
mengenai surat-surat terlebih lagi menyangkut dugaan
perbuatan melawan hukum sesungguhnya sangatlah erat
berhubungan apa dan kualifikasi perbuatan apa yang telah
dilakukan, terlebih lagi menyangkut dugaan pemalsuan, maka
sudah barang tentu menjadi sangat penting Penggugat dalam
gugatan maupun repliknya menjelaskan jenis surat apasajakah
yang dipalsukan? Karena pembuatan dan penerbitan surat
terkait pula dengan siapa dan otoritas apa sehingga Tergugat
diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum?. Bahwa
berdasarkan Replik Penggugat justeru terlihat bahwa gugatan
yang diajukan semakin memperkokoh bahwa sesunggunya
gugatan Penggugat tidak jelas dan kabur, bahkan semakin
membingungkan konteks dan relasi hukum perkara ini.
6. Bahwa oleh karena Petitum Penggugat mengiginkan adanya
pembatalan sertifikat dan segala bentuk surat sebagaimana
tertuang dalam petitum point E, maka adalah beralasan hukum
bagi para tergugat untuk memohon kepada majelis hakim yang
terhormat, yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk
menolak atau setidak-tidaknya menyatakan hukum gugatan
penggugat tidak dapat diterima karena dalam petitum point E
gugatan penggugat telah salah alamat dan keliru untuk
mengajukan perkara ini ke Pengadilan Negeri Sumbawa Besar
karena; Pertama, kompetensi untuk memutuskan perkara ini
Hal 11
adalah merupakan kompetensi dari Peradilan Tata Usaha
Negara. Kedua, karena gugatan penggugat telah mengandung
cacat formil (obscuur libeel) dan tidak sempurna. Ketiga,
dalam repliknya penggugat tidak melakukan bantahan atas
eksepsi yang diajukan para tergugat mengenai perakara a quo
adalah merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara.
Maka Para Tergugat memohon kepada Majelis Hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara ini untuk mengabulkan
eksepsi Para Tergugat.
Berdasarkan Petitum Point C dan Petitum Point E, maka
Petitum Penggugat tidak sejalan dengan dalil gugatan
(posita), sehingga gugatan mengandung cacat formil dan
kabur (obscuur libel)
1. Bahwa berdasarkan Putusan M.A. R.I. Nomor 67 K/Sip/1975,
tanggal 15 Mei 1975, yg intinya suatu gugatan haruslah sejalan
dengan dalil gugatan, dengan demikian, petitum mesti
bersesuaian atau konsisten dengan dasar hukum dan fakta-
fakta yang dikemukan dalam posita. Tidak boleh terjadi saling
bertentangan atau kontroversi diantaranya, apabila terjadi
saling bertentangan, mengakibatkan gugatan mengandung
cacat formil, sehingga gugatan dianggap kabur (obscuur libel).
2. Bahwa sesungguhnya bila dicermati dalil gugatan dengan
petitum gugatan penggugat tidaklah memiliki kesesuaian atau
konsisten dengan dasar hukum dan fakta-fakta yang
dikemukakan dalam posita. Bahkan dalil gugatan penggugat
sesungguhnya sangatlah kabur, dan jika dihubungkan antara
dalil gugatan dengan petitum gugatan tidaklah berkesesuan,
dalam dalil gugatan penggugat berusaha untuk menjelaskan
mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para
tergugat, namun dalam petitumnya penggugat meminta
ditetapkannya sebagai pemilik tanah berdasarkan pemberian
dari orang tua dan kakek, dibatalkannya sertifikat, sita
jaminan dan sebagainya. Dalil gugatan dan petitum tersebut
sesungguhnya mengandung cacat obscuur libell.
Perbuatan Para Tergugat menurut Penggugat merupakan
Kompetensi Pengadilan Negeri mengenai Perbuatan Pidana
Hal 12
(Replik Penggugat point 2). Berarti gugatan telah keliru,
salah alamat dan tidak konsisten :
1. Bahwa sejak awal gugatan penggugat atas perkara ini
sesungguhnya tidak jelas, apakah gugatan penggugat adalah
mengenai perbuatan melawan hukum, wanprestasi, waris, atau
mengenai pembatalan sertifikat hak milik atas tanah.
Konstruksi gugatan (posita dan petitum) terlihat tidak
konsisten bahkan tidak memiliki korelasi yang jelas dan tepat.
Secara umum, dengan melihat konstruksi gugatan penggugat
yang demikian, para tergugat menilai bahwa gugatan
penggugat telah memenuhi unsur obscur libell
2. Bahwa hal itu tersirat pula dalam replik penggugat (point 3).
Penggugat telah mengakui dan menyadari bahwa gugatan
penggugat mengenai dugaan perbuatan melawan hukum para
tergugat dengan cara membuat surat dan keterangan yang
diduga palsu tersebut, adalah merupakan perbuatan pidana,
dan kompetensi Pengadilan Negeri mengenai perbuatan
pidana. Bahwa oleh karena replik demikian ; maka
sesungguhnya konstruksi gugatan, posita maupun petitum
perkara a quo adalah merupakan lingkup atau merupakan
ranah Hukum Pidana, bukan Perdata. Sehingga, materi dan
proses perkara ini seharusnya adalah berjalan pada rel hukum
pidana dengan kerangka acuan proses mengacu pada Kitab
Hukum Acara Pidana. Dengan demikian, Penggugat telah
keliru dalam mengkonstruksikan gugatannya (Perdata) dan
mengajukan pekara ini ke Pengadilan Negeri Sumbawa.
3. Bahwa oleh karena Penggugat telah keliru dan salah alamat
untuk mengajukan perkara ini ke PN Sumbawa Besar, maka
dalam konteks kompetensi mengenai kewenangan mengadili
berarti pula kewenangan megadili perkara ini, bukanlah
Kewenangan Pengadilan Negeri dan Dasar Hukum yang
digunakan untuk proses beracara pada perkara ini bukan
KUHPerdata melainkan KUHPidana ;
4. Bahwa berdasarkan itulah, maka para Tergugat memohon
kepada Mejelis Hakim yang Memeriksa dan mengadili Perkara
ini untuk menolak atau menyatakan gugatan penggugat tidak
dapat diterima.
Dalil gugatan penggugat mengenai perbuatan melawan
hukum adalah dalil gugatan yang tidak memiliki atau
Hal 13
memenuhi landasan atau dasar hukum (Rechtelije Grond)
dan Penggugat telah keliru jika proses pelaporan kepada
kepolisian dijadikan sebagai bukti pihak tergugat satu
telah melakukan pelanggaran hak orang lain (penggugat)
secara melawan hukum :
7. Bahwa memang benar Penggugat telah melaporkan Tergugat
Satu ke Kepolisian (Polrest Sumbawa Barat) pada tanggal 28
Nopember 2009 dan pada tanggal 3 Mei 2010 terkait dengan
dugaan tindak Pidana Perampasan Hak atas tanah dan
berdasarkan laporan itu tergugat telah diperiksa oleh Penyidik.
Maka, apabila dasar laporan itu kemudian dijadikan sebagai
dasar hukum dan alasan gugatan bahwa Tergugat Satu
Melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebagai dasar hukum
gugatan penggugat adalah suatu kekeliruan besar karena dalil
gugatan yang demikian adalah gugatan yang tidak mempunyai
dasar hukum. Mengapa demikian? pertama; adanya pelaporan
dari pelapor (Penggugat) bukan berarti bahwa setiap orang
yang terlapor telah dinyatakan bersalah secara hukum8.
Karena belum tentu laporan dari si Pelapor itu (Penggugat)
adalah benar. Oleh sebab itu, maka setiap laporan yang
diberikan oleh pelapor (Penggugat) kepada kepolisian sesuai
dengan KUHPidana dilakukan proses penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan seterusnya, hingga berujung pada
adanya putusan pengadilan yang bersifat inkracht. Setelah itu,
baru seseorang dapat dinyatakan bersalah atau tidak bersalah
(setelah adanya putusan pengadilan yang bersifat in-kracht).
Kedua, adalah sangat-sangat keliru jika konstruksi berpikir
hukum Penggugat telah memvonis terlebih dahulu9 bahwa
setiap orang Terlapor adalah dinyatakan bersalah atau
melakukan pelanggaran hak orang lain secara melawan
hukum. Cara berpikir dan landasan yuridis seperti ini adalah
akan sangat berbahaya bagi kelangsungan tertib hukum dan
penegakkan hukum di Indonesia, karena jika setiap orang
sebagai terlapor dinyatakan bersalah, maka setiap orang
kemudian akan berpotensi besar untuk mengajukan atau
8 Salah satu asas hukum bahwa seseorang belum dinyatakan bersalah (melanggar) apabila belum
ada Putusan tetap yang bersifat in-krahct dari Pengadilan yang berwenang untuk itu. 9 Penggugat ternyata mendahului vonis hakim atas perkara—laporan dugaan perampasan hak yang
dilaporkan kepada Kepolisian, padahal laporan tersebut hingga sekarang masih pada tahap penyelidikan, bahkan dari pemeriksaan awal para saksi dan bukti-bukti awal yang ada, Tergugat Satu tidak cukup bukti untuk dijadikan sebagai tersangka, jikalaupun menjadi tersangka bahkan terdakwa bukan berarti bahwa Tergugat Satu telah melakukan perbuatan melawann hukum, karena harus menunggu hingga adanya putusan tetap dari pengadilan.
Hal 14
membuat laporan kepada kepolisian atas dugaan tindak pidana
apapun untuk kemudian atas laporan tersebut—si pelpaor
mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum perdata
(meminta gantu rugi) karena si Terlapor telah bersalah dan
melakukan perbuatan melawan hukum sesuai dengan laporan
Pelapor (Penggugat) ke polisian. Sungguh Penggugat dalam
konteks ini sebenarnya telah keliru dalam memahami arti dan
makna perbuatan melawan hukum perdata serta melangkahi
asas “presumption of innocence”. Bahkan, apa yang dijadikan
dasar hukum tentang adanya perbuatan melawan hukum
tergugat Satu telah mendahului putusan pengadilan.
8. Bahwa dengan asumsi dan kontsruksi dalil gugatan dan replik
yang diajukan Penggugat tersebut sesungguhnya gugatan
Penggugat tidak memenuhi atau tidak memiliki landasan
hukum karena apa yang dijadikan sebagai dasar gugatan oleh
Tergugat mengenai adanya perbuatan melawan hukum dengan
alasan karena Penggugat telah melaporkan dugaan tindak
pidana, sementara laporan tersebut sendiri hingga sekarang
masih dalam proses penyelidikan dan belum ada ketetapan
putusan atau vonis dari Pengadilan Negeri yang menangani
dugaan tindak pidana sebagaimana yang dilaporkan oleh
Penggugat. Sejauh ini pihak aparat kepolisian berdasarkan
saksi dan bukti-bukti awal ternyata laporan Penggugat tidak
beralasan hukum untuk menjadikan Tergugat Satu sebagai
tersangka.
9. Bahwa dengan mengacu pada ; Pertama, Yurisprudensi M.A.
R.I. Nomor 3133 K/Pdt/1983, 29-1-1985, jo. PT Medan
No.310/1982 tanggal 16 Maret 1983, PT Tanjung Balai
No.2/1980 tanggal 27 Agustus 1980. Kedua, Yurisprudensi M.A.
R.I. Nomor 1085 K/Pdt/1984 tanggal 17 Oktober 1985, jo.PT
Padang No.175/1983 tanggal 4 Oktober 1983 dan PN Padang
No.68/1982 Tanggal 17 Januari 1983. Ketiga, Yurisprudensi
M.A. R.I. No.2329 K/Pdt/1985, tanggal 18 Desember 198610.
Maka cukuplah beralasan bagi para Tergugat untuk
mengajukan ekspsi yang menyatakan bahwa dalil gugatan
penggugat mengenai perbuatan melawan hukum adalah dalil
gugatan yang tidak memiliki atau memenuhi landasan atau
10 Mengenai Dalil Gugat yang dianggap tidak mempunyai Dasar Hukum dapat dilihat oleh Penggugat
pada buku karangan M.Yahya Harapap, SH, “Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, yang diterbikan oleh Penerbit Sinar Grafika Jakarta, Cetakan Kesembilan-Nopember 2009, halaman 58-59.
Hal 15
dasar hukum (Rechtelije Grond). Dan mengacu pada
Yurisprudensi Pertama di atas, maka landasan atau dasar
hukum penggugat tidak ada, jikalaupun penggugat beralasan
bahwa tanah itu dikuasai sejak 1967 dan 1975—alasan tersebut
bukanlah merupakan alasan atau dasar hukum untuk
terpenuhi gugatan berdasarkan hukum11, melainkan alasan
penggugat tersebut termasuk dalam kategori Feiteljke Grond12
maka dalam yurisprudensi MA tersebut, gugatan dianggap
cacat formil, dan dinyatakan tidak dapat diterima. Begitupun
halnya jika gugatan ini adalah merupakan gugatan
wanprestasi, dengan alasan Penggugat telah melaporkan Para
Tergugat kepada polisi, maka tidaklah cukup menjadi dalil
gugatan menuntut ganti rugi Penggugat kepada Tergugat.
Bahwa adalah tidak mungkin pula aparat kepolisian akan
berdiam diri atas laporan Penggugat tentang dugaan
perampasan hak yang dilakukan oleh Tergugat Satu jika
memang dari bukti permulaan awal yang cukup, Tergugat
Satu adalah memang benar telah melakukan perbuatan pidana
(perampasan hak)—bukan karena jabatan Tergugat Satu
aparat kepolisian tidak menindaklanjuti laporan Penggugat
(Pelapor) melainkan tentu adalah semata-mata atas alasan
hukum kepolisian karena memang dalam pemeriksaan awal
laporan Pengugat tidak cukup bukti dan alasan hukum yang
sah dan benar bahwa Tergugat Satu telah melakukan
perbuatan melawan hukum13.
10. Bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Penggugat
dengan melakukan upaya untuk melaporkan Tergugat Satu ke
polisi adalah hanyalah sebuah strategy semata untuk
membangun opini hukum dalam perkara ini kedalam
mainstream logika hukum bahwa seakan-akan Penggugat
11 Bahwa klaim atas tanah objek sengketa yang dikalim Penggugat adalah klaim penguasaan tanah
secara fisik. Padahal klaim atas penguasaan tanah secara fisik tersebut belum dilandasi dengan Penguasaan yuridis. Sementara Para Tergugat selain penguasaan tanah secara yuridis yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum sebagai pemegang hak juga menguasai secara fisik tanah yang dimilikinya sampai sekarang. Oleh karena klaim kepemilikan tanah dalam gugatan penggugat tidak dilandasai dengan landasan yuridisnya, atau berdasarkan hak yuridisnya atas tanah objek sengketa, maka Penggugat tidak berhak untuk menuntut diserahkannyai tanah yang dikuasai oleh para tergugat.
12 Yang dimaksud dengan Feiteljke Grond adalah dasar fakta atau peristiwa—dalam konteks perkara ini, peristiwa sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat masih patut untuk diuji kebenarannya. Dasar gugat atau dasar tuntutan (dalil gugatan)/fundamentum petendi haruslah memenuhi syarat, memuat dua unsur, yakni Dasar Hukum (Rechtlejke Grond) dan Dasar fakta (Fetelijke Grond). Jika tidak terpenuhi maka gugatan kabur (obscuur libel).
13 Dalam gugatan penggugat pada angka 6, Penggugat telah melaporkan kepada polisi dua kali, pertama tanggal 28 Nopember 2009 dan kedua tanggal 3 Mei 2010. Jika dilihat dari rentang waktu laporan ini sudah cukup waktu bagi aparat kepolisian jika memang laporan penggugat (pelapor) memang cukup bukti untuk ditindaklanjuti ke proses penyidikan/penuntutan dan seterusnya. Seharusnya pihak Penggugat dapat mempelajari dari proses ini.
Hal 16
adalah selaku pemilik tanah yang sah dan telah dirugikan
kepentingannya akibat adanya perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh para Tergugat dengan merampas hak
orang lain14. Sehingga seakan-akan pula ada landasan hukum
bagi Penggugat untuk mengajukan perkara ini ke PN
Sumbawa Besar mengenai Perbuatan Melawan Hukum para
tergugat atas objek sengketa.
Disamping Dasar Hukum Gugatan Tidak Jelas, Gugatan
tentang Perbuatan melawan hukum yang diajukan
penggugat dalam gugatannya telah mengandung Obscuur
Libell
11. Bahwa dalam Repliknya point 4 : Penggugat beralasan bahwa
gugatannya adalah berdasarkan hukum dengan alasan karena
obyek sengketa sudah dikuasai sejak 1967 dan 1975. Secara
teoritis, ini adalah bukan yang dimaksud sebagai dasar hukum
(Rechtelije Grond) dalam fundamentum Petendi suatu gugatan
melainkan masuk kedalam unsur dasar fakta (feitelijke grond),
dan dalam konteks perkara ini, Penggugat berusaha untuk
menjadikannya sebagai dasar hukum. Suatu gugatan
(fundamentum petendi) haruslah memenuhi kedua unsur dasar
hukum dan dasar fakta. Dan jika tidak maka dalill gugatan
adalah kabur (obscuur libell). Gugatan penggugat
sesungguhnya adalah telah mengandung cacat formil karena
dalil gugatan kabur.
12. Bahwa menanggapi Replik PENGGUGAT pada point 4,
gugatan PENGGUGAT semakin menunjukkan bahwa gugatan
tidak berdasarkan landasan hukum. Disamping, itu dari replik
point 4 menunjukkan bahwa materi gugatan yang diajukan
penggugat adalah semakin tidak jelas dan kabur,
sesungguhnya apakah yang didalilkan oleh PENGGUGAT
dalam perkara a quo adalah gugatan mengenai perbuatan
melawan hukum ataukah wanprestasi ataukah waris ataukah
mengenai pembatalan sertifikat?. Replik PENGGUGAT point 4
menunjukkan semakin jelas dan terang bahwa konstruksi
gugatan dan pemahaman PENGGUGAT terhadap pemaknaan
Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi. Hal ini dapat
14 Upaya ini (penggugat) sepertinya hanya sebagai usaha untuk memenuhi unsur-unsur gugatan
perbuatan melawan hukum .
Hal 17
dilihat pada kutipan langsung replik dari Penggugat yang
mengatakan bahwa “Bagaimana mungkin Penggugat tidak
mempunyai hak sebagai penggugat dalam perkara ini,
padahal tergugat satu telah melakukan perbuatan
melawan hukum dengan cara memberi janji dan sesuatu
barang kepada penggugat tanpa adanya proses lebih lanjut
untuk memenuhi janjinya.......dst”. dari Replik pernyataan
replik PENGGUGAT sebagaimana di atas, maka menjadi
pertanyaan penting apakah yang dimaksud dengan perbuatan
melawan hukum adalah karena seseorang berjanji atau dengan
modus berjanji kemudian jika janji tersebut tidak dipenuhi
adalah merupakan bentuk dari perbuatan melawan hukum?.
Lalu apa sesungguhnya yang dimaksud Penggugat dengan
perbuatan melawan hukum? Apa yang dipahami pula oleh
PENGGUGAT mengenai wanprestasi?. Konstruksi gugatan
menjadi tidak jelas dan kabur karena PENGGUGAT tidak
memilia secara jelas dan tegas apakah gugatan yang diajukan
PENGGUGAT adalah mengenai Perbuatan Melawan Hukum
ataukah Wanprestasi?.
13. Bahwa gugatan PENGGUGAT dan replik yang telah
disampaikannya memperlihatkan bahwa materi gugatan
PENGGUGAT telah mencampuradukan dan menggabungkan
gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan Perbuatan Ingkar
Janji yang tidak berkorelasi baik antara posita dengan petitum
maupun dari dasar fakta dan dasar hukumnya. Padahal, dalam
Putusan M.A. R.I No.1875/Pdt/1984, tanggal 24 April 1986
tentang Penggabungan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata tidak dibenarkan
digabungkan dengan Perbuatan Ingkar Janji (wanprestasi)
berdasarkan 1365 KUHPerdata dalam satu gugatan menurut
tertib beracara perdata, keduanya harus diselesaikan secara
tersendiri. Sementara, jika melihat posita dan petitum gugatan
penggugat, bukan hanya tidak berkorelasi dan
mencampuradukkan, melainkan pula dalam posita dengan
petitum yang sangat tidak berkolerasi, seperti pembatalan
mengenai sertifikat.
14. Bahwa Bagaimana mungkin TERGUGAT melakukan
perjanjian jual beli dengan PENGGUGAT (Bakran), karena
PENGGUGAT bukanlah pemilik lahan pertanian (Objek
sengketa), karena itu sesuai dengan Putusan M.A. R.I Nomor
Hal 18
1230 K/SIP/1980 : pembeli yang beritikad baik harus
mendapat perlindungan hukum.
Gugatan tidak berdasarkan hukum, pengugat tidak
memiliki dasar hukum untuk mengajukan gugatan karena
Hak Pengugat Atas Objek Gugatan Tidak jelas
1. Bahwa berdasarkan Yurisprudensi M.A. R.I No.566 K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1974 mengatakan bahwa Dalil Gugatan
yang tidak menegaskan secara jelas dan pasti hak penggugat
atas objek yang disengketakan, dianggap tidak memenuhi
syarat, dan dinyatakan tidak sempurna. Dalam Putusan MA
dimaksud tersebut, dinyatakan antara lain, suatu gugatan
dianggap tidak memenuhi syarat dan tidak sempurna, apabila
hak penggugat atas tanah terperkara tidak jelas15.
2. Bahwa dalam perkara ini kedudukan penggugat atas obyek
dalam perkara a quo adalah tidak jelas. Penggugat mengkalim
dirinya telah menguasai tanah objek sengketa sejak tahun 1967
dan 1975 dan mengklaim tanah tersebut adalah tanah miliknya
berdasarkan SPPT Nomor 52.04 030 006 000-0563 7 dan SPPT
52.04 030 006 000-0260 7. Apabila SPPT ini dijadikan sebagai
kepemilikan atas tanah PENGGUGAT, maka berarti Pertama;
PENGGUGAT bukanlah pemilik atas tanah tersebut (Objek
Tanah Perkara 2) karena dalam SPPT tersebut, tercantum atas
nama CIN BIN BRAHOM. Seyogyanya, jika memang
PENGGUGAT adalah orang yang telah menguasai tanah sejak
tahun 1967 (objek tanah 2) hingga sekarang, maka tentu dalam
SPPT tersebut adalah atas nama PENGGUGAT, karena
penguasaan atas tanah pada objek sengketa (point 2 gugatan
penggugat) telah dikalim dikuasai PENGGUGAT lebih lama
dibandingkan dengan objek sengketa tanah point 1. Sehingga
dengan demikian, cukuplah beralasan jika PENGGUGAT
mempertanyakan kedudukan Penggugat atas objek sengketa.
Sekligus mempertayakan apa yang menjadi alas hukum atau
dasar hukum PENGGUGAT sehingga PENGGUGAT memilki
standing in judicio atau kualifikasi sebagai PENGGUGAT.?
Layakkah seorang PENGGUGAT yang hanya mengkalim
dirinya adalah sebagai pemilik tanah tanpa landasan hak
hukum yang jelas atas objek sengketa kemudian bertindak
15 Rangkupan Yurisprudensi MA, II, Hukum Perdata dan Acara Perdata, MA RI, halaman 195,
dalam buku M.Yaya harapap Tentang Hukum Acara Perdata, hal 62-63.
Hal 19
sebagai Penggugat?, Disisilain, sementara kualifikasi dirinya
sebagai PENGGUGAT sama sekali belum terpenuhi?.
Bagaimana mungkin seorang PENGGUGAT yang tidak
memiliki alas hukum untuk bertindak bisa merasa
kepentingannya dirugikan? Atas dasar apa dan kerugian apa?
Kedua, apakah secara hukum SPPT adalah landasan
hukum atas hak milik tanah sekaligus dapat menjadi legal
standing penggugat oleh setiap orang untuk mengajukan
gugatan?, dan pada akhirnya, gugatan menjadi berdasarkan
hukum dan mendudukukan PENGGUGAT sebagai pihak yang
memiliki kualifikasi untuk bertindak sebagai PENGGUGAT
kendati dasar hukum hak milik (SPPT) tersebut bukan atas
nama PENGGUGAT?
Ketiga, jika dengan landasan SPPT pihak PENGGUGAT
adalah sebagai pemilik tanah (obyek sengketa) dan memiliki
alas hukum—sebagai pemilik tanah yang sah, maka bukankah
sebaiknya PENGGUGAT terlebih dahulu melakukan upaya
hukum judicial review terlebih dahulu ke Mahkamah
Konstitusi terhadap berbagai peraturan yang ada saat ini—
agar Undang-Undang berubah dan akhirnya, menyatakan
bahwa SPPT adalah sebagai bukti atas kepemilikan tanah yang
sah (Hak Milik). Penggugat seyogyanya menyadari bahwa jika
klaim yang dilakukannya akan membawa dampak hukum
bahwa setiap orang yang memiliki SPPT kemudian dapat
dibenarkan sebagai pemilik tanah yang sah (Hak Milik), maka
dengan demikian, bisa saja si A, si B, si C dan seterusnya
dengan hanya memiliki SPPT dapat mengklaim dirinya adalah
sebagai pemilik tanah (hak milik). Kondisi ini tentu akan
“merusak tertib” berupa kepastian, kedilan dan ketertibah
hukum pertanahan.
Keempat, bahwa katakanlah misalnya, SPPT adalah
benar secara hukum sebagai bukti atas kepemilikan hak milik
tanah (objek sengketa), dengan menyatakan bahwa pihak yang
namanya tercantum dalam SPPT tersebut adalah pemilik
tanah, maka, pertanyaannya adalah atas dasar dan hukum
apakah Penggugat mengajukan perkara ini? Karena dalam
SPPT tersebut tercatat bukan atas nama PENGGUGAT,
melainkan atas nama CIN BIN BRAHOM. (“Kok bisa
Penguggat menggugat para tergugat)”? Apa kapasitas dan
kualifikasi penggugat sehingga penggugat dibenarkan secara
Hal 20
hukum sebagai pihak penggugat? Bahwa apa yang menjadi
alasan hukum Penggugat dalam gugatannya bukanlah alasan
yuridis yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum, karena
alasan tersebut hanyalah berupa gambaran peristiwa (1967 dan
1975).
3. Bahwa oleh karenanya sangat beralasan hukum, Para Tergugat untuk membantah alasan gugatan penggugat menyatakan
bahwa gugatan tidak berdasarkan hukum, disamping alasan
mengenai kedudukan dan hak PENGGUGAT yang tidak jelas
dan pasti atas objek yang disengketakan sebagaimana di atas.
Alasan lainnya adalah oleh karena bahwa ; Pertama, secara
yuridis, SPPT bukan sebagai dasar bukti kepemilikan atas hak
milik tanah (objek sengketa). Alasan ini mengacu pada
Pengertian SPPT berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1985
Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985, Nomor 68. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) jo. UU
Nomor 12 Tahun 1999, tentang Perubahan Atas UU Nomor 12
Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Dalam
Ketentuan Pasal I ayat 5 UU No.12 Tahun 1985 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak
terhutang kepada Wajib Pajak. Kemudian dalam pasal
12 ditegaskan bahwa Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang, Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan
Pajak merupakan dasar penagihan pajak. Jadi, jelas
bahwa SPPT bukanlah dasar kepemilikan hak atas
tanah (Hak Milik) melainkan adalah dasar penagihan
Pajak16. Dalam praktek SPPT hanyalah sebatas sarana atau
media untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang
terhadap suatu objek pajak dimana Pemerintah yang
membidangi urusan tersebut menerbitkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan setiap
satu tahun sekali. Kedua, Bahwa secara yuridis pula,
penegasan mengenai SPPT bukan merupakan bukti hak milik
telah dijelaskan dan ditegaskan oleh Mahkamah Agung jauh
sebelumnya. Melalui Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia tgl 03-02-1960 No. 34 K/Sip/1960, sebagai berikut
bahwa : “ Surat ketetapan pajak tanah. Surat "petuk" pajak
bumi ( sekarang PBB?) bukan merupakan suatu bukti mutlak
bahwa tanah sengketa adalah milik orang yang namanya
16 Mengenai Hak Milik dan Hak-hak kepemilikan mengenai tanah Penggugat dapat lihat pada UU
No.5 tahun 1960 Tentang UUPA. Sedangkan mengenai Sertifikat Hak Milik Atas Tanah termasuk Pendaftaran Tanah dapat dilihat pada PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menggantikan PP Nomor 10 Tahun 1960.
Hal 21
tercantum dalam surat pajakbumi bangunan tersebut”17. Bahwa
oleh karena SPPT Bukan Bukti Kepemilikan Atas Tanah maka
PENGGUGAT berartipula gugatan tidak memiliki dasar
hukum dan PENGGUGAT juga tidak memiliki landasan
hukum untuk dapat mengajukan gugatan ini ke pengadilan
negeri sumbawa besar. Ketiga, bahwa oleh karena dalam SPPT
tersebut (objek sengketa point 2) masih atas nama CIN BIN
BRAHOM maka berarti pula kedudukan PENGGUGAT sebagai
penerima tanah atas objek sengketa (point 2 gugatan) patut
untuk diragukan dan belumlah jelas dan pasti karena salah
satu persyaratan pengajuan SPPT (berpindah kepada ahli
waris) harus dibuktikan pula dengan adanya Akta Pembagian
Hak Bersama (APHB)— yang menjelaskan pembagian tanah
tersebut (PENGGUGAT sebagai penerima tanah pertanian
atau ahli waris).
4. Berdasarkan alasan-asalan tergugat diatas, serta alasan-alasan yang telah disampaikan dalam eksepsi dan jawaban para
tergugat, Maka dalam duplik ini Para Tergugat beranggapan
bahwa sesungguhnya kedudukan penggugat atas objek
sengketa tidak jelas dan denggan demikian pula gugatan
penggugat sesungguhnya tidak berdasarkan hukum. Bahwa
oleh karena gugatan Penggugat tersebut tidak berdasarkan
hukum maka, mengacu pada Putusan Mahkamah Agung
No.239 K/Sip/1968 gugatan harus dinyatakan tidak dapat
diterima. (Sumber: Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm.
330).
Disamping Kedudukan Penggugat Tidak Jelas Atas Obyek
Sengketa, Objek yang disengketakan oleh Penggugatpun tidak
jelas, termasuk mengenai perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Para Tergugat
1. Bahwa dalam ekspsi dan jawaban para tergugat (point 5
tergugat 1) dan point 2.3., yang disampaikan oleh Para
Tergugat adalah berkaitan dengan objek sengketa, gugatan
maupun replik yang disampaikan penggugat, alasan dan
bantahan Penggugat ternyata tidak sejalan dengan makna
yang terkandung dalam eksepsi dan jawaban yang diajukan
oleh para tergugat ;
17 "surat petuk pajak bumi bukan merupakan suatu bukti mutlak, bahwa sawah sengketa adalah milik orang yang namanya tercantum dalam petuk pajak bumi tersebut, akan tetapi petuk itu hanya merupakan suatu tanda siapakah yang harus membayar pajak dari sawah yang bersangkutan."
Hal 22
2. Bahwa penggugat telah mendalilkan dalam gugatannya
mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para
tergugat, dengan cara menguasai tanah penggugat, dalam dalil
gugatan penggugat juga mengatakan bahwa Tergugat I,
Tergugat II dan Tergugat III melakukannya secara paksa,
sepihak dan melawan hukum.
3. Bahwa terkait dengan itu, seyogyanya gugatan penggugat
maupun replik penggugat haruslah jelas dan terang (tidak
kabur) mengenai tanah objek sengketa yang menjadi perkara
ini, tanah-tanah manasajakah dan berapa luasnyanya, dan
perbuatan melawan hukum yang mana yang dilakukan oleh
para tergugat secara paksa dan sepihak tersebut? Tanah yang
mana yang dirampas oleh Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat
III dan berapa luasnya? Sebab, dalam gugatan penggugat
mendalilkan ada dua objek tanah sengketa berdasarkan SPPT
yang dipegang Penggugat, Objek I seluas 9000 M2 atas nama
Bakran Bin A Gani dan Objek Sengketa 2, seluas 5000 M2 atas
nama Cin Bin Brahom. Jika dihubungkan dengan dalil gugatan
perbuatan melawan hukum, kemudian adalah tanah manakah
yang sesungguhnya para tergugat melakukan pemaksanaan,
sepihak dan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam
gugatan penggugat?
4. Bahwa kekaburan dan ketidakjelasan gugatan penggugat
mengenai letak objek sengketa ini cukuplah beralasan karena
apa yang dikuasai oleh para tergugat mengenai objek sengketa
tanah dan lokasi, maupun batas-batas yang didalikan
penggugat sangat berbeda dengan keadaannya, misalnya
Tanah Tergugat I :
Sebelah Barat : H.Iya/Rogaiyah dan Hajjah Esa
Sebelah Timur : Mulyadi dan H.Yusuf (dan Ir. M.Saleh)
Sebelah Selatan : Kali (Said Bappadal)
Sebelah Utara : Jl. Raya Balat/H.Usin Kadir
5. Bahwa oleh karena objek sengketa yang diajukan penggugat
tidak jelas mengenai keberadaan tanah dimaksud, dan antara
batas-batas tanah yang diajukan penggugat dengan yang
dikuasai penggugat berbeda bahkan sangat kabur. Maka,
mengacu pada ; Pertama, Yurisprudensi Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 1149/K/SIP/1975 tanggal 17 April
1979 yang berbunyi "Karena surat gugatan tidak disebutkan
dengan jelas letak / batas-batas tanah sengketa. Gugatan tidak
Hal 23
dapat diterima". Kedua, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
dalam putusannya tertanggal 17-4-1979 No. 1149 K/1975 (vide
Putusan Mahkamah Agung RI No. 81 K/Sip/1971 tanggal 9 Juli
1973) dan dalam putusannya tertanggal 29-4-1979 No. 3138
K/Pdt/1994 di mana disebutkan karena dalam surat gugatan
tidak dijelaskan dengan jelas letak batas-batas tanah sengketa
maka gugatan tidak dapat diterima. Bahwa berdasarkan
alasan-alasan diatas itulah para tergugat menyatakan bahwa
gugatan penggugat kabur, dan gugatan semakin kabur terkait
dengan objek sengketa dan perbuatan melawan hukum yang di
lakukan tergugat II dan Tergugat III.
Gugatan Penggugat juga Mengandung Error In Persona ;
Pengugat Diskualifikasi In Persons (Tidak Mempunyai Hak
untuk Menggugat Perkara yang disengketakan), gugatan juga
kurang pihak (Plurium litis consortium), dan Penggugat telah
Keliru Menarik Para Pihak dalam perkara ini :
1. Bahwa gugatan penggugat mengandung cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi in persona karena
penggugat bukanlah pemilik atas objek sengketa, kedudukan
penggugat yang bukan pemilik atas objek sengketa tersebut
dibuktikan dengan dasar kepemilikan atas tanah yang dalam
dalil gugatan Penggugat dalam bukti formil yang
diajukan/didalilkan adalah berupa SPPT, sementara SPPT
selain bukan sebagai bukti formil hak kepemilikan atas tanah,
dalam SPPT tersebut tercatat bukan pula atas nama
Penggugat, melainkan atas nama (objek sengketa pada point 2)
CIN BIN BRAHOM. Sehingga, jika SPPT tersebut dijadikan
alas hak atau dasar hukum penggugat sebagai pemilik, maka,
penggugat dalam gugatannya seakan-akan berarti pula
bertindak sebagai Cin Bin Brahom. Padahal, Cin Bin Brahom
adalah pihak yang telah meninggal dunia dan tidak pernah
mengajukan perkara ini sebelumnya dan atau
meminta/mewasiatkan untuk menggugat tanah (objek sengketa
sekarang), Cin Bin Brahom dan para ahli warisnya juga tidak
pernah memberikan kuasa khusus atau kuasa lainnya kepada
Penggugat untuk bertindak sebagai kuasanya dan mengajukan
perkara ini ke PN Sumbawa Besar.
2. Bahwa Penggugat belum memiliki standing in judicio. Persona standing in judicio, karena dasar hak milik yang diklaim bahwa
tanah tersebut diperoleh dari pemberian orang tua dan kakek,
Hal 24
tanpa ada dasar hukum yang jelas baik berupa ketetapan dan
kejelasan bahwa memang penggugat sebagai ahli waris yang
sah yang memang dan berhak untuk mengajukan gugatan
dalam perkara ini, kedudukan penggugat atas objek atas tanah
sengketa belum memiliki kejelasan. Begitupun dengan dasar
alasan yang didalilkan penggugat, bahwa tanah objek sengketa
telah dikuasai oleh penggugat sejak tahun 1967 dan 1975
alasan tersebut hanyalah uraian dasar fakta (feitelijke grond)
dimana harus memiliki hubungan dan menunjukkan hubungan
dengan dasar hukum Rechtelije Grosnd sehingga gugatan
tersebut memenuhi syarat sebagai sebuah gugatan yang
lengkap dan tidak kabur. Sebab, Dalil gugatan yang hanya
berdasarkan atas peristiwa semata, hanya akan menjadi
sebuah berita semata—yang tidak ubahnya dengan berita yang
ada ditelevisi atau media massa cetak. Dengan tanpa adanya
kejelasan hukum dan dasar hukum yang jelas serta alasan-
asalan hukum atas kepemilikan hak tanah penggugat yang
pasti dan jelas, maka selain gugatan itu termasuk gugatan
yang kabur, juga dalam gugatan perkara a quo menunjukkan
bahwa kedudukan penggugat sebagai penggugat belumlah
cukup menyakinkan secara hukum karena dasar hukum
penggugat— memenuhi sebagai penggugat (sebagai ahli waris
dan pemilik tanah waris tersebut) tidak berdasarkan alasan
dan dasar hukum yang jelas.
3. Gugatan Penggugat tidak lengkap dalam menarik para pihak tergugat (Plurium litis consortium). Dalam petitum penggugat
dalam point E, Penggugat meminta agar dibatalkan sertifikat
dan surat-surat lainnya, namun Penggugat tidak memasukkan
pihak tergugat atau turut tergugat dalam hal ini Badan
Pertanahan Nasional—maupun pihak lainnya yang telah
mengeluarkan sertifikat dan surat-surat yang dimaksud oleh
Penggugat. Dengan tidak dimasukkannya Badan Pertanahan
Nasional C.q. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Sumbawa Barat, maka ; Pertama, tuntutan terhadap
pembatalan atas sertifikat dan atau surat-surat berkaitan
dengan atas nama penggugat, tidak dapat dilakukan berarti
pula penggugat mengkesampingkan tuntutan dimaksud.
Kedua, sesuai dengan ajaran atau kaidah hukum acara bahwa
gugatan yang mengandung plurium litis consortium adalah
gugatan yang tidak sempurna dan obscuur libell karena itu
gugatan dinyatakan tidak dapat diterima hal ini sesuai pula
dengan Putusan M.A. R.I. No. 1311 K/Pdt/1983 Tanggal 20-8-
1884 jo. PT.Manado Np.113/1982, tanggal 29-1-1982, jo. PN
Pulau No.21/1982, tanggal 19-2-1982. Ketiga, bahwa tidak ada
bantahan (replik) dari Penggugat atas eksesksi ini dalam replik
yang disampaikan pada tanggal 10 Nopember 2010, dengan
Hal 25
demikian berartipula Penggugat mengakui bahwa gugatan
penggugat tidak sempurna dan mengakui adanya plurium litis
consortium dalam gugatannya.
4. Bahwa gugatan Penggugat adalah keliru dalam menarik Tergugat II dan Tergugat III, karena Tergugat II dan Tergugat
III adalah pihak yang tidak memiliki hubungan hukum dan
tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum dengan
Penggugat, Tergugat II dan Tergugat III melakukan perjanjian
jual beli dengan Tergugat I, sehingga gugatan penggugat
kepada Tergugat II dan Tergugat III mengenai Perbuatan
melawan hukum adalah sebuah bentuk kekeliruan pihak
Penggugat dalam menarik pihak tergugat II dan Tergugat III.
Gugatan Penggugat tidak berdasarkan hukum karena
Pemilik Tanah (Abdul Gani-Orang Tua Penggugat) Telah
menjual Tanahnya kepada Tergugat Satu Secara Sah dan
Penggugat adalah Pihak Ketiga yang tidak memiliki
hubungan hukum dengan Tergugat I maupun Tergugat II
dan Tergugat III
5. Bahwa Abdul Gani pada tahun 1996, telah melakukan perjanjian jual beli dengan Tergugat Satu. Maka, yang sah
sebagai penggugat atau tergugat dalam perkara yang timbul
dari perjanjian (jual beli tanah) adalah terbatas pada diri para
pihak yang langsung terlibat dalam perjanjian tersebut. Hal ini
sesuai dengan asas yang ditegaskan dalam Pasal 1340
KUHPerdata : persetujuan hanya mengikat atau berlaku antara
pihak yang membuatnya. Prinsip ini disebut contract party.
Selanjutnya pasal ini menegaskan, persetujuan tidak dapat
menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga. Sebaliknya, pihak
ketiga tidak dapat memperoleh manfaat dari perjanjian. Oleh
karena itu, yang dapat menjadi pihak penggugat maupun pihak
tergugat dalam sengketa yang timbul dari suatu perjanjian,
hanya terbatas pada diri orang yang terlibat menjadi pihak
dalam perjanjian dimaksud. Pihak ketiga yang tidak ikut
terlibat dalam perjanjian, tidak dapat bertindak menuntut
pembatalan atau mengajukan tuntutan wanprestasi maupun
perbuatan melawan hukum. Gugatan yang diajukan Penggugat
itu dalam perkara ini mengandung cacat diskualifikasi karena
yang bertindak sebagai Penggugat (Bakran Bin Abdul Gani)
sebagai penggugat tidak punya hak untuk itu berdasarkan
Pasal 1341 KUHPerdata. Sebaliknya, pihak ketiga tersebut
tidak dapat dijadikan sebagai tergugat, karena akan berakibat,
orang yang ditarik sebagai tergugat salah sasaran atau keliru
orang yang digugat. Penerapan dan prinsip ini sesuai dengan
Putusan M.A. R.I No.1270 K/Pdt/1991 Tanggal 30 Nopember
Hal 26
199318 yang menyatakan, suatu perjanjian kerjasama sesuai
dengan ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata, hanya mengikat
kepada mereka. Penerapan pembatasan yang dapat bertindak
sebagai pihak dalam suatu perjanjian, sangat rasional demi
tegaknya ketertiban umum (public order). Adalah akan terjadi
kekacauan dalam kehidupan masyarakat, apabila pihak ketiga
(Penggugat-Bakran Bin Abdul Gani) dibenarkan bertindak
sebagai pihak dalam proses peradilan atas perjanjian yang
dibuat oleh pihak lain (Orang Tua Penggugat-Abdul gani dan
Cin Bin Brahom).
Replik penggugat (point 5) terhadap alasan penggugat telah
dimaknai secara keliru dan bantahan tidak berdasarkan atas
konstruksi hukum dan alasan hukum yang rasional, sehingga
atas dasar itu berarti seluruh atau sebagian eksepsi dan
jawaban tergugat satu dalam point 5 s.d. 8 diterima oleh
penggugat ;
1. Bahwa dalam replik atas jawaban tergugat satu point 5,6,7 dan 8, penggugat di dalam repliknya menyatakan bahwa : “alasan
tersebut (Para tergugat) adalah sebuah alasan yang dibuat-buat
dan mengada-ada untuk membenarkan bahwa perbuatan
tergugat satu sah, padahal kesemuanya sebagai bentuk semakin
jelas bahwa tergugat satu telah mengambil alih hak orang lain
(penggugat) secara melawan hukum dengan berlindung pada
alasan yang mengada-ada, begitupun alasan tergugat II dan
tergugat II copy paste alasan tergugat satu”.
2. Bahwa bila membaca dan memahami konstruksi hukum—dalam jawaban gugatan tergugat I maupun Tergugat II dan
Tergugat III secara mendalam alasan-alasan dan bantahan
atas gugatan yang diajukan para tergugat adalah berkaitan
dengan syarat-syarat formil suatu gugatan, bahwa ; Pertama,
sesungguhnya sebuah gugatan yang baik adalah gugatan yang
tidak mengandung salah satunya adanya obscuur libell,
sebelum mengajukan gugatan penggugat harus memahami
terlebih dahulu mengenai objek sengketa yang akan
digugatnya, keberadan dan batas-batas tanah, termasuk
didalamnya adalah luas tanah objek sengketa, serta kejelasan
hukum mengenai status kedudukan penggugat atas objek
sengketa, sehingga gugatan tersebut tidak mengalami
kekaburan, hal ini sejalan dengan yurispurdensi M.A. R.I
sebagaimana yang telah dituangkan dalam jawaban para
tergugat. Kedua, dengan replik penggugat yang demikian
(point 5) nampak bahwa penggugat kurang memahami
kejelasan atas materi gugatan, bahkan sangat prematur dalam
18 Lihat Varia Peradilan, Tahun IX, No.97, Oktober 1993, hlm. 36.
Hal 27
menarik kesimpulan para tergugat telah mengambil hak orang
lain secara melawan hukum. Padahal, kedudukan penggugat,
apa yang digugatnya belum jelas? Termasuk kualifikasi
perbuatan melawan hukum yang manakah yang dituduhkan
penggugat kepada para tergugat I, tergugat II dan Tergugat
III?. Selain tentu saja, adalah mengenai dasar hukum yang
dijadikan alas penggugat dengan alasan karena penggugat
telah melapor ke polisi adalah sebuah kekliruan besar dari
gugatan penggugat dalam memahami makna perbuatan
melawan hukum.
3. Bahwa dalam eksepsi tergugat satu (point 6) tentang kualifikasi perbuatan tergugat, alasan tergugat jelas mengacu
pada kaidah hukum—yurisprudensi M.A. R.I sebagaimana
yang dijelaskan dalam jawaban tergugat satu. Oleh karena
penggugat mendalilkan gugatannya mengenai perbuatan
melawan hukum maka sudah sepatutnya dalam dalil
gugatannya penggugat menjelaskan kualifikasi perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat I, Tergugat II
maupun tergugat III dan harus menujukkan kejelasan
mengenai perbuatannya sehingga gugatan tidak obscuur libell.
4. bahwa dalam jawaban tergugat satu (point 7) adalah mengenai penggabungan ggugatan, dimana dalam gugatannya penggugat
telah mencampuradukan materi gugatan mengenai perbuatan
melawan hukum, waris, wanprestasi, sertifikat dll . Bahwa
landasan yang dijadikan sebagai dasar hukum eksepsi adalah
Putusan MA sebagaimana jawaban tergugat satu sampaikan.
Jika melihat gugatan penggugat secara sederhana dapat dilihat
dalam Hal gugatan yang diajukan. Di dalam Surat gugatan,
baik surat gugatan pertama maupun perbaikannya, hal yang
ditulis adalah Hal : Gugatan (perbaikan) gugatan pertama :
Hal Gugatan, dari sini saja terlihat ketidakjelasan tentang
apa atau materi apa yang digugat? Dan bila dicermati secara
lebih mendalam mengenai materi gugatan, semakin kabur, apa
yang sesungguhnya digugat penggugat?, karena antara posita
dan petitum tidak memiliki korelasi dan konsitensi, bahkan
banyak kontradiksi.
5. Bahwa dalam point 8 tentang para pihak, kurang pihak dan pihak yang ditarik sebagai para tergugat yang keliru, dasar
hukum adalah M.A. R.I sebagaimana jawaban tergugat. Jadi,
sesungguhnya, menjadi sangat penting penggugat untuk dapat
memahami prinsip-prinsip dan syarat-syarat formil sebuah
gugatan, sehingga dalam gugatan tidak sekedar hanya
menggugat, tanpa didasari oleh dasar hukum (reichtelije grond)
dan dasar fakta (feilitjhe grond) dan hubungan antara dasar
fakta dan dasar hukum, sehingga gugatan tidak menjadi
Hal 28
sekedar gugatan tanpa kontruksi hukum atas gugatan yang
jelas (gugatan obscurr libell).
6. Bahwa setelah membaca dan mempelajari replik penggugat, terlihat bahwa replik penggugat atas jawaban tergugat 1, point
5, 6, 7, dan 8 menunjukkan bahwa replik penggugat bukanlah
replik yang didasarkan atas pertimbangan, alasan-alasan dan
bantahan-bantahan yang secara rasional-yuridis, dan atau
berdasarkan atas hukum yang jelas, melainkan lebih
didasarkan pada aspek logika dan subjektifitas penggugat, dan
yang didasarkan pula hanya pada asumsi penggugat, bahkan
penggugat terlihat tidak memahami konstruksi gugatan
penggugat maupun jawaban yang disampaikan oleh para
tergugat, oleh karenanya Para Tergugat memohon kepada yang
Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara
ini untuk mengkesampingkan replik penggugat point 5, dan
mempertimbangkan jawaban tergugat I point 5, 6, 7, dan 8
serta alasan dan bantahan dalam duplik atas replik ini.
7. Bahwa dari uraian di atas pula sesungguhnya tuduhan penggugat mengenai alasan dan bantahan gugatan penggugat,
maka adalah tidak benar, kalo para tergugat membuat-buat
dan mengada-ada, justeru sebaliknya gugatan dan replik
penggugat pada point 5 lah yang mengada-ada dan diada-
adakan dan dibuat-buat, karena bantahan atas jawaban
penggugat tidak didasari pada alasan-alasan hukum, dasar
fakta dan lainnya, namun celakanya penggugat
menghubungkan jawaban tergugat satu point 5,6,7, dan 8
sebagai bentuk dan kesimpulan terang bahwa tergugat satu
telah mengambil alih hak orang lain secara melawan hukum
dengan berlindung pada alasan yang menurut penggugat
sebagai alasan meng- ada-ada.
Bahwa Tuntutan Penggugat atas Sita Jaminan Yang
diletakkan sah atau berharga tidak berlaku karena Penggugat
Tidak mempunyai Dasar Hukum dan Bukan Orang Yang
Memiliki Hak Atas Obyek Sengketa
1. Bahwa tuntutan Penggugat agar dilakukan sita jaminan yang diletakkan sah atau berharga (point B Petitum) tidak
memenuhi syarat, karena dalil gugatan yang diajukan
Penggugat tidak mempunyai dasar hukum. Penggugat
bukanlah orang yang memiliki hak atas objek sengketa.
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam buku Hukum Acara
Perdata Indonesia, karangan Liberty, Yogyakarta, tahun terbit
1998, hlm.63. “....dalam rangka menyelamatkan barang kepada
pemilik yang sebenarnya sita ini tidak dapat diterapkan
apabila keberadaan barang di bawah penguasaan tergugat
berdasarkan titel yang sah. Misalnya, melalui jual-beli, tukar
Hal 29
menukar atau hibah dan sebagainya”. Bahwa oleh karena
Penggugat tidak memenuhi syarat atau alasan karena bukan
sebagai pemilik objek sengketa, serta tidak adanya fakta
tentang hal kepemilikan yang dibuktikan penggugat,
penggugat hanya menduga dan beralasan tentang adanya
tindakan tergugat untuk menggelapkan barang (objek
sengketa).
2. Bahwa penguasaan tanah objek sengketa oleh Para Tergugat bukanlah penguasaan tanpa hak, atau penguasaan yang
dilakukan bertentangan dengan hukum, melainkan
penguasaan yang didasarkan atas hak yang sah melalui
perjanjian jual beli. Dalam gugatannya, Penggugat
sesungguhnya tidak mampu menunjukkan fakta atau indikasi
tentang penguasaan hak oleh para tergugat, oleh karena itulah,
Para Tergugat memohon kepada majelis Hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menolak
permohonan sita penggugat, berdasarkan ajaran : barang siapa
yang menguasi barang dianggap sebagai pemilik (bezit geld als
volkomen titel).
Bahwa Para Tergugat adalah Para Pembeli yang Beritikad
Baik, karena itu dasar hukum dan dasar fakta para tergugat
ajukan dimaksudkan agar penggugat menyadari bahwa dalil
gugatan Penggugat tidak memenuhi dasar hukum dan dasar
fakta, sehingga penggugat menyadari pula bahwa dalam
gugatan ini telah keliru, dan sadar bahwa gugatan tidak
memenuhi syarat untuk diajukan di persidangan.
1. Bahwa pada tanggal 20 September 1996, Tergugat Satu telah membeli sebidang tanah sawah dari Abdul Gani
(Orang Tua) Penggugat yang terletak di Serangin Desa
Kuang Kecamatan Taliwang seharga Rp.8.000.000,- dan
disaksikan pula oleh Kepala Desa dan Saksi-Saksi
lainnya (bukti kwitansi terlampir).
2. Bahwa adalah menjadi tidak benar dalil gugatan penggugat yang mengatakan bahwa pada tahun 1998, tergugat satu baru
merencanakan akan membeli tanah, dan tidak benar pula
harga dan bahwa tergugat satu tidak pernah membayarnya
sebagaimana dalil gugatan penggugat pada point 7 gugatan
penggugat (perbaikan), begitupun dengan dalil gugatan
penggugat point 8 dan seterusnya.
3. Bahwa atas dasar itulah, maka sangat beralasan hukum jika para tergugat dalam jawabannya mengajukan eksepsi
berkaitan dengan dasar hukum gugatan penggugat, dintaranya;
persona standing in judicio penggugat, kualifikasi dan
Hal 30
kapasitas penggugat, letak objek tanah sengketa, dan lain
sebagainya.
Akhirnya, mengenai Perihal Gugatan (Obscuur libell); tidak
ada bantahan terhadap Eksepsi Tergugat II dan Tergugat III
(point 2.1. dan 2.2.) mengenai dalil gugatan dan petitum
penggugat :
1. Bahwa dalam gugatan yang disampaikan oleh Penggugat pada tanggal 20 Juli 2010 maupun perbaikan atas gugatan yang
disampaikan pada tanggal 3 September 2010. Tidak jelas
mengenai gugatan yang diajukan. Dalam gugatan tersebut
mengenai halnya ditulis oleh Penggugat:adalah Hal Gugatan.
Begitupun perbaikan yang telah diajukannya, tertulis : Hal :
Gugatan (Perbaikan). Dari formil ini saja, sesungguhnya
gugatan tersebut telah terlihat adanya kekaburan belum lagi
substansi gugatan yang membingungkan semua pihak. Dalam
ekspsi Tergugat II dan Tergugat III mengenai Gugatan
penggugat Obscuur Libell tidak ada bantahan, dengan
demikian ;
2. Bahwa disamping itu, telah mengakui kesalahan dalam gugatan, konstruksi gugatan, mencerminkan pula ketidakhati-
hatian dan ketidapkahaman penggugat dalam
menkonstruksikan gugatannya sehingga menimbulkan
semakin kaburnya dalil gugatan maupun tuntutan dalam
gugatan. Hal ini terlihat dari Dalil Gugatan dan Tuntutan,
dalam petitum penggugat pada point E (gugatan perbaikan)19
dan dalil gugatan point 1320, Dalil point 13 gugatan penggugat,
secara tegas menjelaskan bahwa yang mengalami kerugian
akibat penguasaan tanpa hak yang dilakukan oleh penggugat,
tergugat mengalami kerugian atas tanah tersebut mencapai
Rp.1.000.000.000,- (Satu Milyar). Sementara dalam petitumnya
Penggugat (Petitum Poin F) meminta kepada Majelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk
“.........memerintahkan kepada para tergugat untuk
membayar kepada penggugat baik sendiri sendiri
maupun secara bersama sama sebesar kerugian atas
tanah tersebut di atas sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah) atas penguasaan tanah milik penggugat
oleh para tergugat secara melawan hukum”.
19 Petitum Penggugat PEIMAIR Point E menyebutkan bahwa “Membatalkan sertifikat atau
segala bentuk surat berkaitan dengan atas nama para penggugat atas tanah milik penggugat
yang dimaksud pada poitn 1 (satu) dan 2 (dua) tersebut di atas”. 20
Dalam Dalil Gugatan Point 13 menyatakan bahwa : “Akibat penguasaan tanpa hak
yang dilakukan oleh para penggugat maka tergugat mengalami kerugian atas tanah tersebut
berdasarkan harga pasar menc sejumlah pai Rp.1.000.0000.0000,- (Satu milyar)”.
Hal 31
Artinya, antara dalil gugatan dan tuntutan tidak konsisten,
dan tidak memiliki korelasi (bahkan kontradiksi), bahwa
berdasarkan dalil gugatan dan tuntutan tersebut, maka pihak
Penggugatlah yang seharusnya membayar kerugian kepada
para tergugat.
Kedua, petitum point E dalam tuntutan penggugat
meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara ini untuk : “membatalkan sertifikat atau segala bentuk
surat yang berkaitan dengan atas nama para penggugat atas
tanah milik penggugat yang dimaksud dalam point 1 (satu)
dan 2 (dua) tersebut diatas.” .
Berdasarkan tuntutan ini, maka jelas bahwa penggugat
meminta para penggugat untuk dibatalkan sertifikat dan
surat-surat lainnya. Sehingga, dengan demikian, Penggugat
sendirilah yang membatalkan sertifikat atau surat-suratnya
sendiri, karena penggugat sendiri yang meminta dibatalkannya
sertifikat dan surat-surat tersebut. Berdasarkan beberapa fakta
gugatan formil yang telah disampaikan penggugat kepada para
tegugat jelas bahwa gugatan penggugat sangat kabur (obscuur
libeell).
3. Bahwa dalam eksepsi yang diajukan oleh Para Tergugat, khususnya Tergugat II dan Tergugat III mengenai hal ini (point
2.2.) ternyata tidak dibantah atau ditangkis oleh Penggugat,
sehingga berarti penggugat mengakui dalil dan tuntutan
gugatan sebagaimana tertuang dalam gugatan penggugat pada
tanggal 3 September 2010 (gugatan perbaikan)21. Atas dasar
dan alasan-alasan tersebut di atas, maka dalam duplik ini kami
mohon kepada Mejelis Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa
yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menerima
alasan, bantahan dalam duplik ini dan eksepsi serta jawaban
yang telah diajukan oleh para tergugat.
Bahwa dari uraian dan alasan-alasan yang telah disampaikan dalam
eksepsi dan jawaban sebelumnya serta alasan dan bantahan-
bantahan Para Tergugat atas gugatan dan replik penggugat, maka
Para Tergugat Mohon Kepada Majelis Hakim yang mengadili dan
memutus perkara ini untuk berkenan menerimanya, dan Mohon
kiranya pula atas replik penggugat yang tidak menjawab alasan dan
bantahan Para Tergugat di dalam eksepsi dan jawabannya untuk
dapat dipertimbangkan sebagai pengakuan dari penggugat.
21 Dalam replik penggugat mengatakan tetap pada gugatannya tertanggal 20 juli 2010
yang telah diperbaiki pada tanggal 3 september 2010
Hal 32
POKOK PERKARA
Bahwa dalam pokok perkara Para Tergugat tetap pada jawabannya
yang telah disampaikan oleh Tergugat I tertanggal 27 Oktober 2010
Perihal Eksepsi dan Jawaban Tergugat I, dan Jawaban Tergugat II
dan Tergugat III pada tanggal 3 Nopember 2010. Yang intinya bahwa:
1. Bahwa Objek Sengketa adalah merupakan milik para tergugat yang diperoleh dari jual beli yang sah.
2. Bahwa Para Tergugat tidak melakukan perbuatan melawan hukum
Dan untuk itu Para Tergugat dengan segala kerendahan hati, tetap
Mohon kepada Bapak Majelis Hakim Yang Mulia, Yang Memeriksa
dan Mengadili Perkara ini untuk berkenan menjatuhkan putusan
sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
1. Menerima dan mengabulkan Eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya.
2. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan tidak dapat
diterima/Niet Ontvankelijk Verklaard.
3. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini.
DALAM POKOK PERKARA :
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan tidak dapat
diterima/Niet Ontvankelijk Verklaard.
2. Menolak Permohonan Sita Jaminan Yang Diletakkan sah dan berharga;
3. Menghukum Penggugat untuk membayar keseluruhan biaya yang timbul dalam perkara ini.
Demkian Duplik yang kami ajukan, Atas waktu, perhatian dan
kebaikan Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
Perkara Perdata No. 30/Pdt.G/2010/PN-SBW Kami haturkan banyak
terima kasih.
Hal 33
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Para Tergugat (Terguat I, Tergugat II dan Tergugat III)
Syahrul mustofa, SH.,MH D.a. Malik, S.H
Basri mulyani, S.H
Lalu ahyar supriadi, S.H