tantangan pendidikan gratis di ksb

37
1 POTRET PELAKSANAAN PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT-NTB1 Oleh : Syahrul Mustofa, S.H.,MH2 Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah merupakan Kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 2003, dan baru memiliki Bupati dan Wakil Bupati Definitif untuk pertama kali pada tahun 2005. Dan pada tahun 2006, Kabupaten Sumbawa Barat atau dikenal dengan KSB, meneyelenggarakan pendidikan gratis, mulai dari tingkat TK sampai dengan Pendidikan Atas (Sarjana/S1), Pemerintah juga memberikan bantuan pendidikan untuk S2. KSB adalah Kabupaten Pertama dan satu-satunya Kabupaten di Provinsi NTB yang melaksanakan program penyelenggaraan pendidikan gratis. Tulisan ini akan memberikan gambaran singkat mengenai bagaimana konsep pendidikan gratis di KSB? Bagaimana penyelenggaraan Pendidikan gratis di KSB? Kendala dan tantangan apayang dihadapi dalam pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB? Dan kemana aArah perubahan kebijakan pendidikan yang dituju KSB dimasamendatang? A. Konsep Pendidikan Gratis Menurut Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 1. Landasan Penyelenggaraan Program Pendidikan Gratis Landasan pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB adalah berdasarkan Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat, peraturan ini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 2006 dan diberlaku surut mulai sejak tanggal 1 januari 2006. Secara umum, ada dua dasar pertimbangan utama dikeluarkannya Perbup ini, sebagaimana tercantum dalam dasar menimbang huruf a adalah “dalam rangka meningkatkan cakupan sasaran pelayanan pendidikan kepada seluruh masyarakat, telah diambil suatu kebijakan Pembiayaan Sekolah melalui Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat”. Huruf b bahwa “agar penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat berjalan efektif, perlu ditetapkan Pedoman Pelaksanaannya”. 1 Tulisan ini diambil dari buku pendidikan gratis di KSB (bab III), diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa tahun 2012 atas dukungan dari oleh Tifa Foundation 2 Penulis adalah Peneliti pada Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID) Kabupaten Sumbawa Barat

Upload: syahrul-mustofashmh

Post on 26-Jul-2015

126 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pendidikan gratis di KSB

TRANSCRIPT

Page 1: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

1

POTRET PELAKSANAAN PENDIDIKAN GRATIS DI

KABUPATEN SUMBAWA BARAT-NTB1

Oleh : Syahrul Mustofa, S.H.,MH2

Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah merupakan Kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 2003, dan baru memiliki Bupati dan Wakil Bupati Definitif untuk pertama kali pada tahun 2005. Dan pada

tahun 2006, Kabupaten Sumbawa Barat atau dikenal dengan KSB, meneyelenggarakan pendidikan gratis, mulai dari tingkat TK sampai dengan

Pendidikan Atas (Sarjana/S1), Pemerintah juga memberikan bantuan pendidikan untuk S2. KSB adalah Kabupaten Pertama dan satu-satunya

Kabupaten di Provinsi NTB yang melaksanakan program penyelenggaraan pendidikan gratis. Tulisan ini akan memberikan gambaran singkat mengenai bagaimana konsep pendidikan gratis di KSB? Bagaimana penyelenggaraan Pendidikan gratis di KSB? Kendala dan tantangan apayang dihadapi dalam

pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB? Dan kemana aArah perubahan kebijakan pendidikan yang dituju KSB dimasamendatang?

A. Konsep Pendidikan Gratis Menurut Peraturan Bupati Nomor 11

Tahun 2006

1. Landasan Penyelenggaraan Program Pendidikan Gratis

Landasan pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB adalah

berdasarkan Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 11 Tahun 2006

Tentang Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat,

peraturan ini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 2006 dan diberlaku surut mulai

sejak tanggal 1 januari 2006. Secara umum, ada dua dasar pertimbangan

utama dikeluarkannya Perbup ini, sebagaimana tercantum dalam dasar

menimbang huruf a adalah “dalam rangka meningkatkan cakupan sasaran

pelayanan pendidikan kepada seluruh masyarakat, telah diambil suatu

kebijakan Pembiayaan Sekolah melalui Program Pendidikan Gratis di

Kabupaten Sumbawa Barat”. Huruf b bahwa “agar penyelenggaraan

kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat berjalan efektif, perlu

ditetapkan Pedoman Pelaksanaannya”.

1 Tulisan ini diambil dari buku pendidikan gratis di KSB (bab III), diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa tahun 2012 atas dukungan dari oleh Tifa Foundation

2 Penulis adalah Peneliti pada Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID) Kabupaten Sumbawa Barat

Page 2: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

2

Merujuk pada dasar pertimbangan sebagaimana di atas, jelas bahwa

Perbup Program Pendidikan Gratis adalah sebagai pedoman pelaksanaan

program pelaksanaan program pendidikan gratis, kehadiran perbup ini

dimaksudkan untuk meningkatkan cakupan sasaran pelayanan pendidikan

kepada seluruh masyarakat. Dengan demikian, maka

keberadaan/kedudukan perbup menjadi sangat strategis dalam menentukan

kearahmana program dan apakah program pelayanan pendidikan gratis

dapat berjalan efektif ataukah tidak.

Sedangkan secara hukum, dasar hukum yang dirujuk atau dijadikan

sebagai dasar mengingat adalah satau kerangka acuan hukum pembentukan

Perbup ini, adalah sebanyak 13 peraturan, ke- 13 landasan peraturan itu

adalah meliputi :

a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional;

b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan

Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat;

c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

sebagiamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2005 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah sebagai

Undang-undang

d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

e. Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan

Dasar sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor

55 Tahun 1998;

g. Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan

Menegah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 56 Tahun 1998;

h. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta

Masyarakat dalam Pendidikan Nasional;

i. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional

Pendidikan;

j. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 036/U/1995

tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar;

k. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;

Page 3: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

3

l. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002 tentang

Pedoman Pendirian Sekolah;

m. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang

Buku Teks Pelajaran.

2. Tujuan dan Sasaran Program Pendidikan Gratis

Tujuan dari program pendidikan gratis di KSB adalah :

a. Meringankan biaya pendidikan dari tingkat TK/RA, SD/MI,

SMP/MTs sampai SMA/SMK/MA baik negeri maupun swasta yang

sebelumnya menjadi tanggungan orang tua/wali siswa peserta belajar;

b. Memperkecil dan atau mengurangi angka putus sekolah dalam kurun

waktu selama 1-5 tahun di Kabupaten Sumbawa Barat

c. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Sumbawa

barat;

d. Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi

Murni (APM).

Sedangkan yang menjadi Sasaran dari Program Pendidikan Gratis

adalah seluruh peserta didik yang terdaftar disekolahnya masing-masing

dan telah dilakukan oleh pihak sekolah serta dilaporakan kepada Dinas.

3. Para Pihak Terkait Dan Fungsi

Para pihak terkait untuk mendukung kelancaran dan suksenya

Program Pendidikan Gratis, maka dipandang perlu keterlibatan para

pihak, yakni

a. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaraga

Dinas teknis ini mempunyai tugas melakukan pendataan, dan

pemuktahiran data seluruh anak usia sekolah maupun tidak sekolah,

sebagai dasar untuk menerapkan mekanisme kerja. Sementara

fungsinya yaitu menysusn dan menetapkan mekanisme kerja dari

perncanaan yang telah disusun sebelumnya

b. Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda)

Menyusun perencanaan terhadap mekanisme kerja program

c. Inspektorat daerah

Melakukan pembinaan dan pengawasan, serta tugas lain yang menjadi

tupoksi dari Inspektorat Daerah, kaitannya dengan Pendidikan.

Page 4: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

4

d. Dewan Pendidikan

Tugas dari lembaga ini memberikan dorongan, motivasi dan

pencerahan kepada masyarakat terhadap penyelenggaraan program.

Sebagai lembaga yang merepresentasikan masyarakat, maka

keberadaannya berfungsi sebagai corong untuk menyampaikan

aspirasi, menampung berbagaii masukan, dan menganalisa kebutuhan

tersebut, yang nantinya menjadi dasar pihak lainnya untuk

menjalankan program.

e. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM)

Keberadaannya berfungsi mengawasi pelaksanaan program secara

informal, mengidentifikasi pelaksanaan program, dan memberikan

masukan terhadap penyelenggara program

f. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan

Membuat melaksanakan sistem Gerakan Sejuta Pohon sebagai syarat

bagi warga untuk mendapatkan peleyanan pendidikan gratis

g. Sekolah/Madrasah

Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, dan memberikan

informasi serta data yang dibutuhkan oleh Dinas sesuai dengan

kebutuhan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan setiap tahun

anggaran

h. Guru

Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka mendukung

kelancaran dan keberhasilan program

i. Camat

j. Membantu kelancaran pelaksanaan program diwilayahnya, memantau

pelaksanaan program, untuk selanjutnya memberikan masukan

kepada sekolah-sekolah dan atau Dinas dalam rangka

penyempurnaan pelaksanaan program.

k. Kepala Desa

Membantu kelancaran pelaksanaan program diwilayah

Desa/Keluharan ditempatnya, memantau pelaksanaan program,

untuk selanjutnya memberikan masukan kepada sekolah-sekolah dan

atau KCD dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan program.

l. Orang tua siswa

Melaksanakan Gerakan Sejuta Pohon sebagai prasyarat untuk

mendapatkan pelayanan pendidikan gratis, dan memberikan

Page 5: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

5

dukungan secara materil maupun non materil terhadap pelaksanaan

rencana program sesuai dengan persetujuan komite sekolah.

m. Komite Sekolah

Mengkoordinir orang tua siswa untuk dapat berparfisifasi dalam

pelaksanaan program, membantu sekolah dalam menyelenggarakan

program, dan memantau pelaksanaan program, untuk selanjutnya

memebrikanmasukan masukan kepada sekolah guna penyempurnaan

pelaksanaan program.

4. Penggunaan Pembiayaaan Program dan Mekanise Pelaksanaan

Pembiayaan Program Pendidikan Gratis dipergunakan untuk :

a. Biaya operasional TK/RA senilai Rp.15.000,-/siswa/bulan

b. Biaya operasional SD/MI senilai Rp.5000,-/siswa/bulan sebagai

tambahan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah);

c. Biaya operasional SMP/MTs senilai Rp.5000,-/siswa/bulan sebagai

tambahan dana BOS

d. Biaya operasional SMA/MA senilai Rp.40.000,-/siswa/bulan

e. Biaya operasional SMK senilai Rp.50.000,-/siswa/bulan

Untuk dapat menerima biaya program pendidikan gratis, maka

setiap sekolah menyampaikan Daftar Nama Peserta Belajar kepada Dinas

Pendidikan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Cabang setempat

paling lama akhir bulan desember setiap tahun, nama-nama yang telah

disampaikan sekolah kemudian Dinas Pendidikan melakukan verifikasi

dan pemutakhiran data peserta belajar berdasarkan tingkat

pendidikannya. Setelah melakukanverifikasi dan diperoleh data, Dinas

Pendidikan melakukan koordinasi dengan BPKAD guna kelancaran

proses administrasi keuangan. Dinas melakukan koordinasi dengan pihak

sekolah, terkait syarat-syarat pengajuan pencairan keuangan maupun

pertanggungjawabannya.

Peserta belajar yang dapat menerima bantuan pendidikan dari

program adalah siswa yang terdaftar disekolahnya masing-masing dan

atau telah mempunyai sertifikat GSP (Gerakan Sejuta Pohon). Dan pada

evaluasi pelaksanaan program dikaitkan dengan GSP dilaksanakan oleh

Dinas bersama dengan Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan

Ketahanan Pangan. Untuk memperlancar kegiatan evaluasi, Dinas

Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dapat dibentuk Tim. Evaluasi

terhadap seluruh pelaksanaan Program wajib dilakukan oleh Dinas

Pendidikan untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan program dan

Page 6: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

6

hasil evaluasi secara lengkap dilaporkan kepada Bupati.Sedangkan pihak-

pihak terkait lainnya diwajibkan untuk melakukan pemantauan terhadap

pelaskanaan program dan hasil pementauan tersebut disampaikan kepada

Bupati, Dinas, Tim dan lainnya.

B. Hasil Evaluasi Konsep dan Pelaksanaan Peraturan Bupati

Nomor 11 Tahun 2006

1. Kedudukan Perbup Tidak Dapat Menjamin Kepastian dan

Keberlanjutan program Pendidikan Gratis

Bila menilik kembali latar belakang sejarah, lahirnya Perbup maka

kita tidak lepas dari dinamika dan konsteleasi politik yang berkembang

ketika perbup ini dilahirkan adalah pasca pilkada langsung 2005. Ketika

itu, kondisi DPRD terfragmentasi begitu kuat, relasi eksekutif dengan

legislatif pada awal kepemimpinan Bupati kurang berjalan harmonis,

sebagian anggota DPRD KSB periode 1999-2004 menolak rencana

kebijakan program pendidikan gratis, rancangan peraturan daerah yang

disiapkan oleh Pemerintah Daerah pun “terpental” karena sebagian besar

anggota menilai kebijakan pendidikan gratis, sulit untuk dapat

dilaksanakan di KSB karena sebagai Kabupaten yang baru terbentuk pada

akhir tahun 2003, membutuhkan banyak anggaran untuk melaksanakan

berbagai agenda program dan kegiatan, khususnya terkait dengan agenda

pembangunan infrastuktur daerah yang membutuhkan proses yang cepat

disisilain ketersediaan dan kemampuan APBD daerah masih sangat

rendah. Sehingga dalam presfektif sebagian anggota DPRD menilai

kebijakan pendidikan gratis, sulit untuk diterapkan dan bukan

merupakan agenda prioritas pembangunan daerah tahun 2006.

Oleh karena, tidak adanya dukungan politik yang cukup besar

dikalangan legislative saat itu, sementara disisilain sosialiasi dan “janji

Page 7: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

7

politik” bupati kepada rakyat untuk menggratiskan biaya pendidikan

mulai tingkat TK sampai dengan SMA/sederajat, telah tersosialisasikan

keseluruh pelosok desa dan telah memeproleh dukungan yang luas dari

masyarakat , khususnya masyarakat fakir miskin Dengan adanya

dukungan yang luas dan kuat dari masyarakat itulah, pada akhirnya

menjadi modal bagi pemerintah daerah untuk menginisiasi dan

memberanikan diri untuk menetapkan Perbup Program Pendidikan

Gratis, karena rancangan peraturan daerah tidak dapat diakomodir oleh

DPRD.

Masalah dan Analisis Terkait Kedudukan Perbup

Secara konseptual, dalam hireraki perundang-undangan, kedudukan

Peraturan Bupati ini adalah berada pada tingkatan terendah karena

itu dari aspek hukum landasan dan kekuatan hukum untuk menjamin

kepastian keberlangsungan terhadap program pendidikan gratis yang

berkelanjutan masih belum efektif.

Ancaman terhadap keberlangsungan program pendidikan gratis

masih cukup potensial, karena landasan dan kekuatan hukum untuk

menjamin keberlangsungan program pendidikan gratis hanya di

payungi oleh perbup. Oleh karena hanya melalui perbup sementara

hierarki perbup berada pada tingkatan terendah, maka : (a) Potensi

peluang untuk dapat dibatalkan perbup masih terbuka lebar karena

kedudukannya (perbup) yang paling rendah dalam hierarkis

perundang-undangan sehingga perbup sesuai asas perundang-

undangan, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi (b) tidak adanya jaminan kepastian dan keberlanjutan terhadap

penyelenggraan program pendidikan gratis yang berkualitas dimasa

mendatang, karena perbup hanya mencerminkan komitmen dan

tanggung jawab politik yang terbatas pada lingkup Bupati, bukan

merupakan cermin dari komitmen politik dan tanggung jawab

bersama seluruh pihak, khususnya DPRD. Ancaman terhadap

terhentinya program pendidikan gratis akan sangat terbuka lebar

untuk dihilangkan atau dihapuskan ketika pada akhir masa jabatan

Page 8: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

8

Bupati 2015, dan Kepala Daerah terpilih nantinya tidak memiliki

komitmen untuk melanjutkan program pendidikan gratis, maka dapat

dipastikan pula pada tahun 2015, program pendidikan gratis yang

selama ini dilaksanakan dapat berakhir ditengah jalan. Dan tentu, hal

ini akan menjadi persoalan sosial baru bagi masyarakat KSB.

Arah Penyempurnaan

Bentuk produk hukum yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program

pendidikan gratis adalah dalam bentuk Peraturan Daerah bukan

dalam bentuk Peraturan Bupati sebagaimana yang berlangsung

selama ini. Oleh karena ; (1) kedudukan PERDA merupakan salah satu

jenis Peraturan Perundang-undangan dan merupakan bagian dari

sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. Dan pada saat ini

mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena diberikan

landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18

ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, yang menyatakan “Pemerintahan Daerah berhak menetapkan

peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan

otonomi daerah dan tugas pembantuan”. Berdasarkan UU No.10

Tahun 2004 Tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan serta hierarkhi perundang-undangan kedudukan Perda di

atas Peraturan Bupati.

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 pasal 146 ayat (1) menjelaskan

bahwa Materi muatan Peraturan Kepala Daerah adalah

materi untuk melaksanakan Peraturan Daerah atau atas

kuasa peraturan perundang-undangan. Jadi beranjak dari

ketentuan tersebut akan lebih tepat, jika Program Pendidikan Gratis

ditetapkan melalui Peraturan Daerah, dan terhadap materi yang

memerlukan peraturan lebih lanjt/aturan pelaskaaan diatur dalam

Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati.

Dengan ditetapkannya program pendidikan gratis melalui perda,

maka komitmen untuk melaksanakan program pendidikan gratis

bukan hanya semata dari Bupati melainkan pula DPRD—sehingga

Bupati dan DPRD sama-sama bertanggung jawab untuk memastikan

keberlanjutan terhadap program pendidikan gratis.

Page 9: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

9

2. Dasar Hukum Yang Digunakan Tidak Relevan Lagi Dengan

Peraturan Perundang-Undang Yang Berlaku Saat ini.

Dalam peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006, dalam dasar

hukumnya (dasar mengingat), oleh perancang peraturan tidak

memasukkan lembara negara/daerah dan tambahan negara dari

setiap peraturan yang dicantumkannya. Padahal, persoalan ini

bukanlah persoalan yang sederhana, melainkan sangat mendasar

karena menyangkut keabsahan dan keberlakuan suatu produk

hukum.

Beberapa dasar hukum yang digunakan yang memeiliki

keterterkaitan langsung dengan materi pendidikan sangat terbatas

untuk dimasukkan kedalam dasar pertimbangan, justeru dasar

hukum yang digunakan tidak memiliki korelasi dengan substansi

yang diatur. Disamping itu, jika merujuk pada dasar hukum yang

digunakan saat ini sebagai dasar dari pembentukan Peraturan Bupati

Nomor 11 tahun 2006, maka sudah kurang relevan lagi untuk

digunakan karena berbagai perubahan kebijakan peraturan

perundang-undangan baru.

Oleh sebab itu, seiring dengan dinamika perkembangan dalam bidang

pendidikan dan perkembangan kebijakan peraturan perundang-

undangan yang lahir dan berlaku saat ini, maka kiranya perlu, dasar

hukum penyelenggaraan program pendidikan gratis disesuaikan

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Perubahan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah diarahkan

pula pada perubahan terhdap landasan hukum terkait program

pendidikan gratis, dan untuk itu pula perubahan peraturan ini akan

merespons sejumlah peraturan baru terkait dengan penyelenggaraan

pendidikan gratis, diantaranya; Peraturan Pemerintah 74 Tahun

2008 tentang Guru, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008

tentang Wajib Belajar; Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008

tentang Pendanaan Pendidikan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1999 Tentang pelayanan Publik dan beberapa peraturan terkait

lainnya.

Page 10: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

10

3. Masih Minimnya Cakupan Materi Yang Diatur dan

Ketidakjelasan Materi Yang Diatur Dalam Peraturan Bupati

Secara umum konsep atau materi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun

2006 masih banyak terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut adalah

terkait dengan cakupan materi dan ketidakjelasan materi yang diatur

dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Secara rinci

Peraturan Bupati terdiri dari 7 Bab dengan jumlah pasal sebanyak 26

pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, tujuan dan sasaran,

para pihak terkait dan tugas fungsi, penggunaan pembiaayan

program, mekanisme pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan,

pendataan dan pelaporan. Dari hasil kajian terhadap muatan materi

peraturan bupati serta kalimat perundang-undangan yang digunakan

dalam perumusan pasal demi pasal terdapat beberapa kelemahan

antara lain, sebagai berikut ini:

No

Pasal Subtansi yang diatur

Kelemahan

1 Pasal 3 Sasaran Penerima Program Pendidikan Gratis

a. Tidak mengatur syarat dan perlengkapan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima program pendidikan gratis

b. Tidak mengatur mekanisme dan format verifikasi serta petunjuk teknis atau pedoman bagi sekolah-sekolah untuk melakukan verifikasi

2 Pasal 4 dan pasal 5

Para Pihak Terkait dan Tugas Fungsi

a. Tidak ada petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis dari para pihak untuk melaksanakan tugas fungsinya, cakupan dan batasan lingkup tugas dan fungsi, hak dan kewajiban para pihak, sanksi dan sebagainya.

b. Uraian tugas yang dijabarkan dalam perbup lebih kepada uraian fungsi dari tupoksi masing-masing dinas/badan yang berlaku selama ini yang “tanpa” diatur dalam perbup pun memang melaksanakan fungsi tersebut.

c. Tentang Unit Pengaduan Masyarakat (UPM), tidak

Page 11: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

11

jelas kedudukannya dimana, personil, mekanisme dan tata kerja, hak dan kewajiban dan lain sebagainya, tidak diatur dalam perbup, dan hingga saat ini tidak ada petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksana mengenai UPM

3 Pasal 19 Penggunaan Pembiayaan Progran

a. Perbup tidak mengatur prinsip-prinsip pengelolaan biaya pendidikan, mekanisme pengelolaan, hak dan kewajiban dalam pembiayaan dan sebagainya

b. tidak ada petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksana terkait dengan pembiayaan program

4 Pasal 20 s.d. pasal 24

Mekanisme pelaksanaan

a. perbup tidak mengatur secara jelas mekanisme pelaksanaan apasajakah yang perlu diatur dalam perbup

b. perbup hanya mengatur mengenai verifikasi peserta penerima program pendidikan dan tidak ada petujuk pelaksanaan lebih lanjut, seperti pemutakhiran data dan verifikasi, syarat-syarat pengajuan pencairan keuangan, pertanggungjawaban, dan lain sebagainya

c. ketidakjelasan tentang evaluasi pelaksanaan program pendidikan gratis yang dikaitkan dengan GSP dilaksankan oleh Dinas pendidikan dan Dinas Kehutanan, pertanian dan Ketahanan pangan

d. ketidakjelasan pengaturan mengenai pembentukan Tim

e. ketiadaan juklak dan juknis dari pelaksanaan, termasuk format pelaporan program

5 Pasal 25 s.d. pasal 26

Pemantauan dan Pengawasan

a. ketidakjelasan pihak-pihak terkait dalam melakukan pemantauan pelaksanaan program

b. tidak diatur secara jelas pemantauan apakah yang dilakukan oleh masih-

Page 12: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

12

masing pihak terkait, bagaimanakah mekanisme pemantauan yang dilakukan, format pemantauan dan sebagainya.

6 Pasal 27 Pendataan dan Pelaporan

a. tidak adan petunjuk teknis dan pelaksana mengenai pendataan dan pelaporan

b. tidak jelas diatur tentang pendataan dan pelaporan, misalnya siapa yang mendata, mengelola data, mendokumentasikan data, hak dan kewajiban, format pendataan, mekanisme pendataan dan sebagainya. Begitupun mengenai pelaporan pelaksanaan program, tidak ada standar pelaksanaan pelaporan program untuk masing-masing sekolah sebagai acuan bagi sekolah untuk menyusun laporan pelaksanaan program

4. Minimnya Petunjuk Pelaksana dan Petunjuk Teknis Sebagai

Aturan Pelaksanaan Perbup

Untuk dapat melaksanakan Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun

2006, maka sesungguhnya dibutuhkan berbagai aturan pelaksanaan, baik

berupa petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis. Jika merujuk pada

judul Peraturan Bupati yang ada saat ini (Perbup Nomor 11 tahun 2006)

adalah berjudul Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis di

Kabupaten Sumbawa Barat. Jika merujuk pada judul Peraturan Bupati

tersebut, maka seyogyanya karena yang diatur adalah pedoman, maka

dalam perbup tersebut dapat menjabarkan secara rinci, terhadap para

pihak yang diatur baik impelemnting agency atau pelaksana dan para

pihak pelaksana terkait lainnya harus jelas begitupun dengan role

occupation atau pihak-pihak yang dituju dari peraturan tersebut. Jika

melihat pada aspek susbstansi yang diatur dalam Peraturan Bupati

dengan materi dalam Peraturan Bupati nampak ketidaksesuaian,

pedoman apa sesungguhnya yang diatur dalam Perbup itu sendiri, apakah

pedoman perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan,

akuntabilitas dalam program pendidikan gratis ? Begitupun sasaran yang

dituju dari pedoman tersebut masih terdapat bias. Pedoman untuk siapa?

Page 13: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

13

Karena seluruh pihak yang dituju begitu luas dan cakupan mengenai

tugas, fungsi, hak dan kewajiban masing-masing pihak yang dituju dari

aturan tersebut tidak jelas. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika

dalam pelaksanaanya, menimbulkan banyak penafsiran dan kebingungan,

bahkan aturan tersebut sesungguhnya tidak mampu untuk mengjangkau

apa yang diinginkan oleh Bupati.

Persoalan lainnya adalah jika Peraturan ini adalah bersifat

Pedoman, maka tentu ada peraturan diatasnya. Karena pada dasarnya

pedoman ini adalah untuk melaksanakan aturan/kebijakan diatasnya.

Jadi agak aneh dan timpang, peraturan mengenai pedoman ini muncul,

namun yang dijadikan pedoman masih simpang siur atau belum jelas,

bahkan tidak ada aturan diatasnya. Oleh karena Peraturan Bupati Nomor

11 tahun 2006 bersifat pedoman, maka menjadi aneh pula jika kemudian

pemerintah daerah mengeluarkan peraturan/keputusan yang mengatur

pedoman pelaksana dan pedoman teknis, karena dengan demikian berari

pedoman melahirkan pedoman, atau juklak diatas juklak.

Dari hasil kajian, persoalan ini tidak lepas dari paradigma

perancang peraturan dalam memahami legislative drafting. Untuk dapat

melaksanakan Perbup Nomor 11 Tahun 2006 dengan efektif, maka

setidaknya jika merujuk pada materi yang ada dalam perbup, masih

membutuhkan peraturan lebih lanjut yang perlu dijabarkan dalam bentuk

petunjuk pelaksana dan ataupun petunjuk teknis, sehingga para pihak

yang dituju baik impelemnting agency (badan pelaksana) maupun role

accupation (para pihak yang dituju dalam peraturan) dapat

melaksanakan sesuai dengan peraturan.

Beberapa masalah kurang efektifnya perbup, karena cakupan dan

materi yang diatur yang dimaksudkan sebagai pedoman program, tidak

cukup komprehensif dan sistematik. Dan jika merujuk pada perbup

tersebut, maka terdapat beberapa peraturan pelaksaan yang perlu diatur

lebih lanjut, antara lain adalah meliputi ;

a. juklak dan juknis tentang pendataan dan verifikasi penerima

program pendidikan gratis

b. petunjuk teknis pelaksanaan persyaratan dan kelengkapan

persyaratan penerima program pendidikan gratis

c. juklak dan juknis tentang pembentukan Tim dan Tata Kerja Tim

d. juklak dan juknis pelaporan program pendidikan gratis

Page 14: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

14

e. juklak dan juknis tentang pemantauan dan pengawasan program

pendidikan gratis untuk para pihak terkait

f. juklak dan juknis pembentukan Unit Pengaduan Masyarakat dan

Tata Kerja Unit Pengaduan Masyarakat

g. Juklak dan juknis Pelaporan Program Pendidikan Gratis.

h. Juklak dan Juknis Tata Cara Pengelolaan Anggaran, prosedur dan

Mekanisme Pengelolaan Anggaran untuk masing-masing sekolah

i. Juklak dan juknis Pelaporan program dan ;

j. Juklak dan juknis mengenai para pihak dan fungsi masing-masing

para pihak dalam pelaksanaan program pendidikan gratis.

Selain lingkup materi peraturan yang belum cukup komprehensif

untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan gratis berjalan

efektif, dari aspek teknis kalimat perundang-undangan yang dirumuskan

dalam pasal-pasal juga masih menimbulkan ketidakjelasan dan

berpotensi terjadi multitafsir dan kondisi ini telah menimbulkan

permasalahan dalam pelaksanaan program.

Beranjak dari permasalahan diatas, maka arah perubahan

penyempurnaan Peraturan Bupati—Penyusunan Peraturan daerah yang

dituju adalah penyempurnaan terhadap judul dan materi peraturan,

penyempurnaan terhadap kalimat peraturan, penyempurnaan terhadap

sistematika materi, dan beberapa permasalahan lainnya agar lebih

komprehensif dan sistematis.

5. Minimnya Pemahaman Masyarakat Terhadap Program

Pendidikan Gratis

Pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan gratis

ternyata masih sangat minim dan masih sangat beragam. Bahkan,

sebagian besar masyarakat tidak mengetahui materi apasajakah yang

diatur dalam Perbup Nomor 11 Tahun 2006. Pemahaman masyarakat

terhadap program pendidikan gratis selama ini dari mendengar,

informasi dari para guru, teman, atau warga-warga dikampung yang

membicarakan tentang program pendidikan gratis. lemahnya

pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan gratis ini, karena

memang sejak awal dalam proses penyusunan Peraturan tersebut

keterlibatan masyarakat sangat rendah, bahkan sama sekali tidak ada.

Peraturan Bupati disusun ‘sendiri” oleh bagian hukum, tanpa ada proses

konsultasi publik.

Page 15: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

15

Rendahnya keterlibatan masyarakat dalam proses ini, menurut

pemda karena saat itu situasi “genting” dalam arti membutuhkan langkah

yang cepat, karena adanya penolakan dari DPRD dan kondisi politik

daerah yang kurang kondusif, hubungan eksekuitif dan legislatif tidak

berjalan harmonis, dan hubungan antar warga masyarakat “masih”

memanas karena pasca pilkada 2005, masih tersisa berbagai persoalan,

termasuk penolakan atas terpilihnya Bupati saat itu. Sayangnya, pasca

penetapan Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 dan situasi daerah

berlangsung kondusif, sosialiasi perbup secara langsung, baik dari

pemerintah daerah c.q. Bagian Hukum, maupun DPRD sangat minim.

Hanya kalangan tertentu saja dari masyarakat yang mendapatkan Perbup

Nomor 11 tahun 2005. Bahkan, para tenaga pendidik di sekolah-sekolah

banyak yang mengetahui secara komprehensif perbup Nomor 11 tahun

2006. Bahkan, membaca perbup tersebut, karena minimnya sosialiasi

atas perbup itu. Distribusi perbup kepada kelompok strategis masyarakat

sangat terbatas.

Akibatnya, program pendidikan gratis yang dimaknai dan

dipahami masyarakat program pendirikan gratis adalah gratis biaya

pendidikan seluruhnya, tidak ada lagi uang untuk membayar SPP/BP3,

maupun pungutan-pungutan uang lainnya dari sekolah, karena sekolah

sudah digratiskan. Dan oleh karena pemahaman yang demikian, sulit bagi

sekolah yang mengalami kekurangan operasional untuk menarik dana

dari masyarakat atau menarik dana dari masyarakat untuk penambahan /

pengembangan kegiatan yang ada disekolah, misalnya untuk kegiatan

ekstrakurikuler, biaya kursus/jam tambahan mengajar diluar sekolah,

dan sebagainya. Sementara disisilain, anggaran yang disediakan dari

program pendidikan gratis masih sangat terbatas dan pemerintah daerah

melarang kepada sekolah untuk menarik pungutan atau biaya-biaya

lainnya dari siswa/orang tua murid. Salah satu penyebab masalah diatas

adalah karena ; pertama, ketiadaan aturan yang jelas mengenai jenis-

jenis pungutan yang dilarang dan dibolehkan oleh sekolah sehingga

terjadi perbedaan presepsi atau pemahaman antara masyarakat, pemda

dan sekolah. kedua, adalah keterbatasan anggaran operasional untuk

sekolah disisilain tuntutan terhadap peningkatan mutu pendidikan di

masyarakat semakin meningkat.

Arah Perubahan

Untuk mengatasi beberapa kelemahan/kendala sebagaimana

diatas, maka perlu dilakukan ; pertama, pelibatan masyarakat dalam

Page 16: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

16

proses pembentukan peraturan daerah (revisi perbup), sejak awal

pemerintah daerah c.q. bagian hukum dan DPRD perlu melibatkan dan

melakukan sosialiasi secara luas kepada seluruh stakeholders di daerah—

rancangan peraturan daerah perlu disitribusikan kepada masyarakat,

khsusunya adalah sekolah (tenaga pendidik) dan para orang tua/wali.

Pemerintah juga harus memberikan kesempatan dan bersikap terbuka

untuk menerima saran dan masukan dari masyarakat terhadap rancangan

peraturan daerah yang akan dibahas dan ditetapkan. Kedua, mengenai

jumlah pembiayaan program pendidikan untuk membiayai operasional

sekolah mulai dari TK/RA s.d. SMA/MA/SMK perlu dilakukan

penyesuaian dan pengkajian secara mendalam dan dilakukan evaluasi

secara terus menerus, karena pembiayaan operasional sekolah sangat

tergantung dengan dinamika pasar, fluktuasi harga, dan faktor lainnya,

pada setiap akhir tahun perlu dilakukan evaluasi dan penyesuaian

terhadap biaya operasional sekolah. Mengenai jumlah pembiayaan

operasional ini dapat dicantumkan dalam peraturan daerah dan atau

dapat pula dicantumkan secara khusus dalam bentuk surat keputusan

penetapan biaya operasional sekolah/tahun.

6. Adanya Kekhawatiran Masyarakat Atas Kepastian dan

Keberlanjutan Program Pendidikan Gratis

Pada dasarnya program pendidikan gratis memang sangat

dibutuhkan masyarakat, terutama masyarakat miskin, dan hampir

seluruh masyarakat program pendidikan gratis perlu untuk

dipertahankan dan dilanjutkan di masa mendatang. Program pendidikan

gratis dirasakan memiliki dampak dan manfaat langsung dirasakan

masyarakat. Karena dengan adanya program pendidikan gratis selama ini

sangat membantu mengurangi beban atau biaya pendidikan yang selama

ini ditanggung oleh orang tua/wali murid.

Saat ini dikalangan masyarakat mulai muncul kesangsian dan

kekhawatiran akan kepastian dan keberlanjutan program pendidikan

gratis, pasca berakhirnya masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati tahun

2015. Kekawatiran tersebut terkait dengan pertanyaan mendasar

masyarakat, apakah nantinya apabila Bupati dan Wakil Bupati sekarang

berakhir masa jabatannya, akan berakhir pula program pendidikan

gratis?

Kekhawatiran tersebut muncul dan masyarakat beranggapan

bahwa karena program pendidikan gratis yang berlangsung sekarang

Page 17: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

17

adalah karena merupakan kebijakan Bupati—ditetapkan melalui

Peraturan Bupati nomor 11 tahun 2006, dan Bupati sudah 2 kali terpilih,

dan karena itu adalah tidak mungkin Bupati sekarang akan kembali

menjabat sebagai Bupati pada tahun 2015. Jika kemudian Bupati terpilih

mendatang tidak lagi memiliki komitmen dan politicall will untuk

melaksanakan program pendidikan gratis, maka akan berakhir pula

program pendidikan gratis yang telah berlangsung saat ini.

Tumpuhan masyarakat akan kepastian dan keberlangsungan

program pendidikan gratis saat ini masih dan hanya tertuju pada sosok

Bupati. Masyarakat belum menaruh harapannya kepada lembaga lain,

seperti DPRD misalnya yang merupakan lembawa perawakilan

masyarakat, karena politicall will dan keberpihakan DPRD terhadap

masyarakat, dinilai warga masyarakat masih sangat minim. Belum ada

kebijakan legislasi DPRD saat ini yang menyentuh kepada kepentingan

dan kebutuhan real masyarakat.

Arah perubahan

Scalling-up perbup untuk menjadi Perda adalah salah satu cara

sekaligus usaha untuk menjamin kepastian dan kebrelanjutan terhadap

program pendidikan gratis. Dorongan perlu pembentukan perda selain

untuk menyempurnakan beberapa kelamahan perbup adalah

dimaksudkan untuk mendoroong komitmen bersama seluruh

stakeholders did aerah, khususnya DPRD untuk tetap melanjutkan

program pendidikan gratis. Scalling-up ini juga sebagai upaya untuk

“mengikat” DPRD agar sebagai lembaga perwakilan rakyat turut

bertanggungjawab untuk memperjuangkan aspirasi yang berkembang

dimasyarakat. Bertanggung jawab untuk mengalokasikan anggaran

program pendidikan gartis serta sebagai upaya untuk menaikkan derajat

hierarkhi produk hukum pengaturan program pendidikan gratis yang

sebelumnya masih dalam bentuk perbup menjadi peraturan daerah.

Arah perubahan yang penting pula yang perlu dipersiapkan saat ini

adalah membangun sistem pendidikan gratis yang efektif, komprehensig

dan sistematis. Sehingga, jika sistem program pendidikan gratis telah

terbangun, maka diharapkan melalui sistem yang terbangun ini mampu

untuk menjaga/mengawal Bupati dan Wakil Bupati maupun DPRD untuk

mengikuti sistem tersebut. Untuk itupula, maka segala aspek regulasi

yang bersifat mengikat untuk kesempurnaan produk hukum—program

pendidikan gratis perlu dirumuskan dan ditetapkan sejak sekarang.

Page 18: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

18

Dengan berbagai instrumen hukum yang mengikat itupula diharapkan

akan muncul komitmen dan politicall will yang sama Bupati dan Wakil

bupati di masa mendatang yang terpilih dengan Bupati yang ada saat ini.

7. Pendidikan Gratis Telah Memberikan Akses, Namun Belum

Menjamin Pendidikan Yang Bermutu/Berkualitas

Sebagaian besar masyarakat mengakui bahwa dengan adanya

program pendidikan gratis yang berlangsung saat ini, akses masyarakat

untuk dapat mengikuti pendidikan dari seluruh jenjang dapat lebih

terjangkau dan lebih mudah untuk dicapainya. Pendidikan gratis juga

telah mendorong motivasi orang tua dan siswa untuk meraih cita-cita

setinggi-tingginya, karena sudah tidak ada lagi kendala untuk mengikuti

proses pendidikan di KSB mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi.

Ketercapaian tujuan program pendidikan gratis pada aspek ketersediaan

dan keterjangkauan sudah cukup berhasil, bahkan melebihi target yang

diharapkan oleh pemerintah daerah. Indikasi ketercapain ini tercermin

dari Angka Partisipasi Murni dan angka Partisipasi Kasar yang terus

mengalami perbaikan, disamping meningkatnya posisi Indeks

Pembangunan Masyarakat (IPM) KSB yang sebelumnya berada pada

posisi ke 7 dari 10 kabupaten/Kota di NTB naik menjadi peringkat ke 3.

Seiring dengan itu, tujuan program pendidikan gratis diharapkan

dimasa mendatang, tidak lagi sebatas pada aspek, melainkan sudah harus

merambah pada peningkatan mutu/kualitas pendidikan. Tuntutan

terhadap peningkatan mutu/kualitas karena masyarakat menilai

pendidikan yang ada saat ini masih tertinggal dengan Kabupaten/Kota

lainnya di Indonesia, bahkan masih tertinggal jauh dengan Kota

Mataram. Sehingga, masih banyak pula warga KSB, yang meninggalkan

KSB untuk ke Kota Mataram atau Kota/Kabupaten lainnya di Pulau

Jawa—dengan tujuan dan alasan hanya mengejar mutu pendidikan,

karena mutu pendidikan yang berada di daerah tersebut relatif lebih baik

dibandingkan dengan mutu/kualitas pendidikan yang ada di KSB.

Dikalangan masyarakat bawah (miskin) persoalan mutu pendidikan

memang tidak menjadi sorotan dan kritikan yang tajam namun

demikian, bukan berartipula masyarakat miskin tidak berhak untuk

memperoleh pendidikan yang berkualitas. Sesungguhnya, dalam benak

merka menginginkan pula pendidikan yang bermutu. Bagi masyarakat

miskin, cakupan program pendidikan gratis dimasa mendatang, bukan

hanya terbatas diberikan untuk biaya operasional sekolah atau

Page 19: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

19

“pembebasan biaya” SPP, cakupan pendanaan program pendidikan gratis

harus pula dapat menjangkau biaya penunjang siswa antara lain seperti ;

biaya baju, buku, sepatu, transportasi dan sebagainya, karena biaya

operasional inilah yang dirasakan masih sangat sulit dan memebankan

mereka.

Terkait dengan hal tersebut, dalam pandangan dan tuntutan

masyarakat miskin terhadap program pendidikan gratis dimasa

mendatang, dibutuhkan adanya reformulasi ulang terhadap sasaran

kebijakan pemberian dana program pendidikan gratis. formulasi

kebijakan baru program pendidikan gratis haruslah dapat mengutamakan

terlebih dahulu kebutuhan dan kepentingan kepada masyarakat miskin.

Dan dalam konteks itu, maka perlu dilakukan peninjauan pemberian dana

pendidikan terhadap siswa yang mampu/mapan, perlu ada perhitungan

khusus dan proporsi khusus anggaran pendidikan gratis antara warga

miskin dengan warga yang mampu, dalam arti tidak lagi diperlakukan

secara seragam.

Arah perubahan

Salah satu kelemahan dari Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006

adalah tidak diaturnya mengenai standar pendidikan gratis. Persoalan

lainnya adalah rendahnya kapasitas dan profesionalisme guru, masih

terbatasanya sarana dan prasarana sekolah, dan faktor-faktor lainnya

yang menyebabkan mutu pendidikan rendah. Perubahan revisi perbup

diarahkan pada upaya perbaikan terhadap standar pendidikan dan dalam

pemberian pelayanan mengacu pada UU.No.25 tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik. Sedangkan terkait dengan jumlah dan alokasi

pemberian dana pendidikan yang tidak seragam perlu dilakukan kajian

dan diatur secara khusus dalam surat keputusan atau ketetapan tentang

besarnya proporsi anggaran bagi setiap peserta/siswa.

8. Pemberian Dana Program Pendidikan Gratis ke Sekolah

Sudah Tepat, Namun Perlu Di bangun Transparansi dan

Akuntabilitas Sekolah

Selama ini dana program pendidikan gratis untuk siswa, tidak

diberikan langsung kepada siswa melainkan kepada sekolah. Sejumlah

kalangan menilai bahwa pemberian dana ke sekolah potensial terjadi

penyimpangan, karena selama ini tidak ada keterbukaan informasi dan

pertanggungjawaban publik terhadap pengelolaan dana program

pendidikan gratis. Disamping itu, juga berpotensi terjadi manipulasi

Page 20: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

20

terhadap jumlah data siswa. Terkait dengan itu, ada sebagian kecil

kalangan masyarakat yang menginginkan agar pemberian dana

pendidikan gratis diberikan secara langsung berupa uang tunai kepada

para penerima (siswa), dengan alasan dana tersebut adalah merupakan

hak penerima program, karena itu siswa atau orang tua siswalah yang

memiliki otoritas langsung untuk mengelolanya, bukan sekolah.

Keinginan sebagian kalangan ini, justeru banyak yang ditolak oleh

masyarakat, khususnya dari para tenaga pendidik. Mekanisme

pemberian dan pengelolaan dana langsung kepada masing-masing

sekolah sudah tepat, karena dengan langsung sekoolah yang menerima

dapat memberikan jaminan, dana pendidikan gratis yang diberikan oleh

pemerintah daerah sesuai peruntukkanya ; membebaskan biaya

operasinal siswa. Karena justeru, jika diberikan langsung dalam bentuk

uang tunai kepada masing-masing siswa/orang tua siswa/wali dapat

digunakan siswa/orang tua siswa/wali untuk keperluan belanja yang

lainnya sehingga siswa pada akhirnya terkendala untuk mambayar uang

sekolah.

Dari aspek pemberian dana pendidikan gratis kepada sekolah-

sekolah sudah cukup tepat. Persoalannya sekarang adalah bagaimana

pemerintah daerah, masyarakat dan DPRD dapat mendorong adanya

transparansi dan akuntabilitas dari masing-masing sekolah penerima

program pendidikan gratis, agar dana program pendidikan gratis dapat

diakses publik dan dipertanggungjawabkan serta tidak disalahgunakan.

Khususnya, terhadap sekolah swasta, karena pertanggungjawaban

sekolah swasta tergolong rendah dan pada sekolah swasta tidak ada

larangan khusus dari pemerintah daerah untuk menarik dana-dana dari

siswa atau orang tua siswa, sehingga dapat terjadi doubel acount

anggaran. Disatu sisi sekolah tersebut menerima program dana

pendidikan gratis, juga mereka menerima dana-dana dari siswa atau

orang tua murid melalui kebijakan di yayasan tersebut.

Arah Perubahan

Transparansi pengelolaan anggaran pendidikan di masing-masing

sekolah harus dibangun di masing-masing sekolah, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan atas program. Sekolah

harus membuka akses dan menyampaikan secara terbuka terhadap para

pemangku kepentingan yang ad di sekolah, seperti Komite Sekolah,

Dewan Pendidikan, orang tua siswa/wali, dan kepada siswa. Kegiatan

yang dilakukan misalnya dengan memasang papan informasi mengenai

dana program pendidikan gratis, mengundang para orang tua/wali untuk

Page 21: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

21

mensosialisasikan anggaran yang diterima sekolah dari program

pendidikan gratis, mempublikasikan secara terbuka laporan penggunaan

anggaran pendidikan gratis dan lain sebagainya. Pertanggungjawaban

pengelolaan anggaran pendidikan gratis, tidak lagi sebatas penyampaian

pelaporan sekolah kepada Dinas, melainkan pertanggungjawaban harus

pula disampaikan kepada Komite Sekolah, Dewan Pendidikan dan para

orang tua/wali siswa.

9. Menurunnya Partisipasi dan Tanggung Jawab Orang

Tua/Wali dan Siswa

Salah satu masalah yang muncul sejak diberlakukannya program

pendidikan gratis adalah adanya kecendrungan menurunnya partisipasi

dan tanggungjawab orang tua/wali siswa dalam memotivasi, mengawasi

dan membina anaknya (siswa), bahkan sebagian orang tua, semakin

kurang peduli terhadap perkembangan dan kemajuan siswa. Mereka

merasa oleh karena sekolah sudah gratis, maka berarti tanggungjawab

orang tua terhadap pembiayaan sekolah sudah menjadi tanggung jawab

pemerintah, karena sudah menjadi tanggungjawab pemerintah, maka

kewajiban orang tua sudah tidak ada lagi, dan karena itu pula, jika ada

anak siswa yang tidak naik kelas atau malas belajar tidak ada implikasinya

terhadap orang tua/wali, karena orang tua tidak dirugikan, toh meskipun

tidak naik kelas atau malas belajar dana pendidikan gratis tetap berjalan

dan siswa tetap menerima program pendidikan gratis.

Dampak dari minimnya partisipasi dan tanggungjawab orang tua

terhadap siswa berpengaruh terhadap beban tugas dan fungsi para

tenaga pendidik yang semakin meningkat, para tenaga pendidik, pada

akhirnya harus membuat sejumlah kebijakan yang lebih kreatif dan ketat

dalam pengawasan dan pembinaan siswa agar para siswa yang ada di

masing-masing sekolah tetap menjalankan proses pembelajaran di

sekolah dengan baik. Disamping , motivasi dan tanggungjawab dari para

siswa itu sendiri yang juga cenderung menurun.

Ada beberapa faktor munculnya masalah di atas ; pertama,

karena kurangnya pemahaman orang tua dan siswa terhadap tujuan

Page 22: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

22

program pendidikan gratis, bahkan siswa rata-rata belum tahu dan

pernah membaca Perbup Nomor 11 Tahun 2006 (khususnya siswa SMP

dan SMA). Sehingga sebagian siswa salah mensalahtafsirkan semangat

dan tujuan dari program pendidikan gratis. Sehingga program

pendidikan gratis, dimaknai sebagai hilangnya beban dan tanggungjawab

mereka sebagai siswa kepada orang tua, guru dan sekolah—mereka

merasa tidak perlu lagi untuk terus belajar dan meningkatkan

prestasinya. Karena toh, jikalaupun pada akhirnya mereka gagal, orang

tua mereka tidak dirugikan karena tidak ada biaya yang dikeluarkan,

segala tanggungjawab kembali kepada sekolah dan pemerintah daerah.

Arah Perubahan

Salah satu penyebab masalah di atas adalah karena di dalam

Perbup Nomor 11 Tahun 2006 tidak mengatur pembatasan waktu dan

jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk membiaya

siswa di masing-masing jenjang, misalnya ; terkait dengan jenjang

pendidikan di SMP adalah 3 tahun. Disamping itu adalah tidak adanya

sanksi kepada siswa atau orang tua, misalnya sanksi berupa “pemutusan”

dana bantuan pendidikan gratis apanila siswa/anak tersebut tidak naik

kelas atau malas atau melanggar peraturan tata tertib yang ada di sekolah.

Ketiadaan mekanisme tersebut menjadi salah satu pemicu minimnya

tingkat partisipasi dan tanggung jawab orang tua/wali murid untuk

mendukung upaya pencapaian program pendidikan gratis, termasuk

peningkatan mutu/kualitas pendidikan.

Oleh sebab itu, maka dalam revisi Perbup saat ini perlu

dirumuskan adanya ketentuan pembatasan waktu dan jumlah

pembiayaan pada setiap jenjang pendidikan serta sanksi terhadap siswa.

Pembatsan waktu disesuaikan dengan masa jenjang pendidikan yang

harus ditempuh, jika pendidikan SMP atau SMA, normalnya ditempuh

selama 3 tahun, maka selama hanya 3 tahun itulah kewajiban pembiayaan

pendidikan yang ditanggung pemerintah daerah dalam program

pendidikan gratis. Sedangkan terkait dengan sanksi adalah berupa

pemutusan atau pencabutan pemberian dana program pendidikan gratis,

misalnya apabila masa poendidikan SMA adalah 3 tahun, kemudian

ternyata ditempuh oleh siswa bersangkutan selama 5 tahun, maka 2 tahun

Page 23: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

23

kelebih masa waktu tersebut pembiayaannya menjadi tanggung jawab

orang tua/wali siswa bersangkutan.

Kedua pemerintah daerah melalui sekolah-sekolah perlu

meningkatkan sosialiasi terhadap program pendidikan gratis. Sosialiasi

tersebut, bukan hanya ditujukan kepada Komite Sekolah atau Orang

Tua/Wali siswa, melainkan pula harus ditujukan langsung kepada para

siswa penerima program pendidikan gratis khususnya kepada siswa

SMP/Tsanawiyah dan SMA/SMK/Aliyah agar para siswa dapat

memahami secara komprehensif terhadap program pendidikan gratis,

dan mereka dapat berpartiispasi dan bertanggungjawab pula terhadap

keberhasilan pelaksanaan program pendidikan gratis, karena

keberhasilan program pendidikan gratis tergantung pula dari tingkat

partisipasi siswa terhadap program.

10. Masih Terbatasnya Sarana dan Prasana Pendukung Sekolah

Untuk Melahirkan Pendidikan Gratis Yang bermutu

Persoalan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan untuk

dapat menunjang pendidikan gratis yang berkualitas dirasakan masih

menjadi kendala yang dihadapai oleh sebagaian besar sekolah dari

seluruh jenjang satuan pendidikan, mulai dari TK s.d. SMA/sederajat.

Karena program pendidikan gratis yang diberikan oleh Pemerintah

daerah terbatas pada subsidi untuk biaya operasional pendidikan di

masing-masing sekolah. Dukungan tersebut dirasakan sekolah belum

cukup untuk dapat pendidikan yang berkualitas. Beberapa permasalahan

yang banyak ditemukan di masing-masing sekolah adalah terkait dengan

sarana dan prasana alat peraga, alat bermain, laboratorium,

perpustakaan, komputer dan sarana pendukung lainnya.

Bahkan, sekolah yang sedang menuju pada sekolah standar

nasional, seperti SMAN I Taliwang dan SMPN I Taliwang, sarana dan

prasarana disekolah tersebut belum memenuhi standar yang

dipersyaratkan sebagai standar sekolah nasional. Sarana dan prasarana

yang dirasakan belum belum cukup mendukung dan memadai antara lain

seperti fasilitas komputer yang masih terbatas begitupun dengan fasilitas

laboratorium IPA dan IPS yang belum memenuhi standar sekolah

nasional.

Arah perubahan

Peningkatan sarana dan prasarana merupakan masalah klasik yang

masih menjadi kendala dalam upaya peningkatan mutu/kualitas

Page 24: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

24

pendidikan. Dalam rangka peningkatan mutu, selain memberikan dana

program operasional sekolah melalui program pendidikan gratis,

pemerintah daerah perlu mengalokasikan secara khusus dana

peningkatan sarana dan prasarana sekolah dan mendukung sekolah-

sekolah yang sedang menuju pada standar pendidikan nasional. Sekolah

standar nasional dibutuhkan sebagai percontohan sekolah di KSB—

mendorong sekolah-sekolah untuk menuju pada sekolah standar nasional

dan pada akhirnya sekolah standar internasional.

11. Perencanaan dan Pembiayaan Program bersifat Top Down

Menghambat Kreatifitas Pengembangan Sekolah

Penyusunan program dan kegiatan sekolah sangat tergantung dari

pagu yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan.

Sekolah harus menyesuaikan dengan anggaran yang ditetapkan dan

program maupun kegiatan sekolah pada akhirnya menyesuaikan dengan

anggaran yang telah dialokasikan oleh masing-masing sekolah.

Perencanaan kegiatan/program sekolah pada akhirnya banyak yang

terhambat atau tidak dapat dilaksanakan oleh masing-masing sekolah

secara efektif, karena secara prinsipil perencanaan program dan kegiatan

masing-masing sekolah tidak berdasarkan pada kebutuhan, potensi, dan

karakteristik yang dimiliki masing-masing sekolah. Pada dasarnya banyak

sekolah yang telah memiliki rencana strategis, visi dan misi serta agenda-

agenda program yang harus dilaksanakan oleh sekolah, namun menjadi

terhambat pengembangnnya karena alokasi anggaran yang diberikan

terbatas, item jenis kegiatan yang dapat dibiayai oleh pemerintah sudha

ditetapkan.

Aspek perencanaan program dan anggaran pendidikan di masing-

masing sekolah oleh sebagian besar tenaga pendidik di masing-masing

sekolah menilai penyusunan program dan anggaran pendidikan gratis

yang berlangsung selama ini lebih bersifat top down, anggaran

pendidikan untuk masing-masing sekolah telah ditetapkan oleh Dinas

Pendidikan, dan sekolah hanya menyesuaikan dengan kebijakan dari atas.

Oleh sebab itu, sangat sulit bagi sekolah untuk dapat mengembangkan

program pengembangan disekolahnya, terlebih lagi untuk program

peningkatan mutu atau kualitas pendidikan di masing-masing sekolah.

Page 25: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

25

Karena jenis program dan kegiatan dimasing-masing sekolah yang harus

disesaikan dengan rincian atau item anggaran yang telah ditetapkan oleh

Dinas Pendidikan.

Arah perubahan

Perencanaan strategis atau renstra masing-masing sekolah perlu

untuk dikembangkan di masing-masing sekolah. Renstra menjadi

kerangka acuan bagi sekolah dan Dinas Pendidikan untuk menyusun

program dan kegiatan tahunan. Pola pendekatan penyusunan anggaran

untuk program pendidikan gratis perlu disesuaikan dengan kebutuhan

masing-masing sekolah. Pemerintah daerah (Dinas Pendidikan) perlu

untuk melibatkan sekolah-sekolah dalam proses penyusunan anggaran,

termasuk melibatkan Dewan Pendidikan Daerah. Kajian dan evaluasi

terhadap kebutuhan masing-masing sekolah harus terus dilakukan untuk

memastikan tingkat perkembangan dan kemajuan masing-masing

sekolah. Disamping itu, sebelum menetapkan dan memberikan alokasi

anggaran kepada masing-masing sekolah Dinas Pendidikan perlu

melakukan verifikasi terhadap usulan program dan kegiatan yang

diajukan oleh masing-masing sekolah. Kebijakan alokasi anggaran untuk

operasional sekolah melalui program pendidikan gratis dapat

diberlakukan secara seragam, namun untuk pengembangan masing-

masing sekolah, pemerintah daerah perlu mempersiapkan dana khusus

yang dialokasikan untuk pengembangan sekolah—berdasarkan rencana

strategis yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. Sehingga proporsi

anggaran untuk operasional masing-masing sekolah tidak ditentukan

semata atas dasar indikator/variabel jumlah siswa yang terdaftar di

masing-masing sekolah, melainkan pula didasarkan atas basis kinerja—

yang tertuang dalam rencana strategis masing-masing sekolah, sehingga

dengan kebijakan model ini diharapkan sekolah juga menjadi kreatif

dalam mengembangkan sekolahnya. Tidak tergantung dari kebijakan dan

anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah.

12. Sasaran Penerima Program Pendidikan Gratis Untuk Semua

Sekolah Memicu Pelaku Usaha Pendidikan Untuk

Mendirikan Sekolah-Sekolah Baru.

Kebijakan pemberian dana program pendidikan gratis yang

berlaku saat ini adalah diberikan kepada seluruh siswa TK s.d. SMA dan

sederajat, baik swasta maupun sekolah negeri dan berlakupula pada

seluruh siswa, baik yang miskin maupun siswa kaya. Tidak ada

Page 26: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

26

pembedaan, seluruh warga KSB memiliki hak yang sama untuk

mendapatkan pendidikan gratis.

Dalam implementasinya pendekatan sasaran pemberian dana

dengan cara seperti ini telah melahirkan persoalan antara lain adalah ;

pertama, adanya kecendrungan munculnya sekolah-sekolah swasta baru,

mulai dari tingkat PAUD hingga tingkat SMA sederajat, kemunculan

sekolah-sekolah baru ini banyak yang motivasinya lebih kepada

kepentingan usaha ‘bisnis pendidikan”. Bagi sejumlah pelaku usaha,

dengan adanya program pendidikan gratis yang berlaku secara

menyeluruh dipandang sebagai sebuah peluang atau bisnis baru yang

relatif cukup menguntungkan. Situasi ini, kemudian dimanfaatkan

dengan cara mendirikan sekolah, karena dengan sekolah baru itu, maka

sekolah tersebut dapat menerima siswa, dan dengan menerima siswa itu

maka akan memperoleh dana program pendidikan gratis. Fenomena

kecendrungan ini dapat menjadi masukan atau isyarat penting bagi

pemerintah daerah dalam rangka mengantisipasi terjadinya “ledakan

atau lonjakan” jumlah dan jenis sekolah baru di Kabupaten Sumbawa

Barat, karena memiliki konsekuensi terhadap anggaran daerah,

berpotensi anggaran pendidikan akan semakin meningkat dan semakin

banyak “tersedot” untuk mensubsidi sekolah-sekolah tersebut.

Arah perubahan

Munculnya sekolah-sekolah baru disatu sisi cukup membantu

pemerintah daerah dalam meningkatkan ketersediaan (akses) pendidikan

bagi masyarakat, namun disilain juga menjadi beban baru bagi

pemeirntah daerah karena pemerintah daerah harus pula mengalokasikan

anggaran untuk sekolah tersebut. Pemerintah daerah juga tidak bisa atau

boleh melarang orang atau Badan Hukum yang mendirikan sekolah

karena bagian dari partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Dilema

ini menjadi tantangan tersedniri yang dihadapi pemerintah daerah dalam

program pendidikan gratis.

Munculnya sekolah baru yang kemudian memperoleh dana

program pendidikan gratis salah satu penyebabnya adalah ketiadaan

aturan yang jelas dalam peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 mengenai

kualifikasi dan persyaratan sekolah penrima program pendidikan gratis.

Disamping minimnya verifikasi dan pengawasan. Kehadiran sekolah baru

juga banyak menimbulkan masalah baru dalam masyarakat, karena

banyak sekolah baru yang tidak dilengkapi dengan kelengkapan dokumen

Page 27: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

27

perizinan yang memadai. Bahkan, terdapat sejumlah sekolah yang belum

memiliki legal standing yang jelas, namun pemerintah telah memberikan

dana untuk sekolah tersebut. Kondisi inipula yang menyebabkan dari

hasil pemeriksaan BPK menemukan sejumlah temuan-temuan yang

dinilai ebagai kesalahan.

Untuk itu, maka pemerintah daerah perlu untuk melakukan

perbaikan terhadap aturan main yang dijalankan dalam program

pendidikan gratis dan perlu melakukan ; pertama, evaluasi terhadap

keberadaan dan kinerja sekolah-sekolah baru diseluruh tingkatan mulai

dari PAUD hingga SMA sederajat khususnya terhadap sekolah swasta

untuk dapat memastikan apakah sekolah yang didirikan tersebut telah

memenuhi persyaratan dan kelayakan untuk menyelenggarakan

pendidikan, baik sarana dan prasarana, tenaga pendidik, legalitas sekolah

dan sebagainya.

Kedua, pemerintah daerah perlu untuk menyusun kriteria dan

persyaratan, mekanisme tata kelola dana pendidikan gratis, hak maupun

kewajiban, akuntabilitas penggunaan dana dan lain sebagainya kepada

masing-masing sekolah yang akan menerima dana pendidikan gratis,

kualifiasi sekolah yang layak dan tidak layak untuk menerima dana

pendidikan gratis perlu pula dirumuskan oleh pemerintah daerah

khususnya terhadap sekolah swasta, sehingga tidak semua sekolah

swasta, khususnya yang tidak layak untuk menerima dana pendidikan

gratis untuk menerima anggaran dari APBD daerah. Oleh sebab itu maka,

arah perubahan yang dituju dari adanya Revisi Peraturan Bupati Nomor

11 Tahun 2006 adalah diarahkan pada upaya untuk mengatasi beberapa

permasalahan diatas.

13. Terjadi Disparitas Antara Sekolah Maju (Pavorit) Dengan

Sekolah Pinggiran (Tertinggal)

Disparitas antara sekolah maju dengan sekolah pinggiran

sesungguhnya terjadi bukan hanya pada masa sekarang atau sejak

program pendidikan gratis diberlakukan. Sebelumnya, diparitas antar

sekolah antara sekolah pavorit dengan sekolah pinggiran pun telah

terjadi. Namun, kondisi disparitas antara sekolah maju dengan sekolah

pinggiran semakin cenderung meningkat sejak diberlakukannya program

pendidikan gratis. Salah satu penyebab pemicu terjadinya kesenjangan

yang semakin jauh ini dikarenakan kebijakan program pemberian dana

pendidikan gratis menjadikan indikator atau variabel jumlah siswa

Page 28: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

28

yangterdaftar disekolah menjadi salah satu variabel yang menentukan

besarnya jumlah anggaran operasional untuk masing-masing sekolah.

Kebijakan ini ternyata memiliki konsekuensi sekolah pavorit

(maju) semakin maju karena memiliki jumlah murid dan kelas yang

semakin meningkat dan anggaran yang semakin besar. Sebaliknya,

sekolah yang tertinggal, terlebih lagi sekolah baru berdiri yang

notabennya bukan sekolah pavorit cenderung akan menerima jumlah

siswa/murid dan kelas yang semakin minim sehingga anggaran program

pendidikan gratis yang diterima oleh sekolah itupun semakin terbatas.

Oleh karena, anggaran operasional yang dimiliki sekolah tertinggal sangat

terbatas, maka sulit bagi sekolah tersebut untuk dapat mengembangkan

dan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, hanya sekolah baru

tertentu saja yang berhasil dari ‘kemelut krisis” ini yang berhasil keluar

dari masalah dan berhasil mejadi sekolah pavorit, itupun sangat terbtas

jumlahnya. Minimnya anggaran yang diterima oleh sekolah tertinggal jika

terus menerus berlangsung sepanjang tahun, maka dapat dipastikan

sekolah tersebut akan mengalami “kebangkrutan” karena ketiadaan

peserta didik dan anggaran operasional sekolah.

Arah perubahan

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pemerintah daerah perlu

untuk melakukan perubahan. Perubahan tersebut diarahkan pada

bagaimana pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan sekolah

tertinggal dan memberikan kebijakan dan anggaran khusus bagi sekolah

tertinggal. Pemerintah juga harus melakukan evaluasi terhadap sistem

proporsi anggaran pada masing-masing sekolah, variabel jumlah murid

perlu dipertimbangkan kembali penggunaannya terhadap sekolah

tertinggal. Harus ada variabel tertentu yang digunakan oleh pemerintah,

seperti misalnya variabel sekolah tertinggal sebagai penilaian dan

pertimbangan khusus yang dijadikan dasar untuk menentukan besarnya

biaya tambahan operasional bagi sekolah tertinggal. Karena secara

prinsipil, dalam penyelenggaraan pendidikan biaya operasional yang

harus dikeluarkan sekolah relatif sama antar sekolah tertinggal dengan

sekolah maju. Misalnya, alat tulis mengajar yang dibutuhkan untuk

melaksanakn pendidikan di sekolah.

Arah perubahan kebijakan pendidikan yang dibutuhkan dimasa

mendatang adalah bagaimana kebijakan program pendidikan gratis

mampu mengurangi terjadinya disparitas antar sekolah. Sekolah negeri

Page 29: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

29

atau milik pemerintah khususnya, dapat berkembang maju secara

bersama-sama dan dapat meningkatkan mutu dan kualitasnya, serta

distribusi siswa yang merata di masing-masing sekolah, sehingga tidak

terjadi penumpukan murid dan guru pada sekolah tertentu. program

bantuan atau stimulus bagi sekolah tertinggal perlu untuk ditingkatkan

dimasa mendatang. Oleh sebab itu, arah revisi kebijakan yang ditempuh

didorong pada upaya untuk mengtasi problem disparitas antar sekolah.

14. Pencairan APBD dengan Kalender Pendidikan Belum

Sinkron dan Sinergis.

Persoalan mendasar dan merupakan persoalan yang cukup krusial

dari penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah ketiadaan

singkroninasi APBD dengan kalender pendidikan. Dua kebijakan ini,

mekanisme APBD dan Kalender Pendidikan adalah merupakan kebijakan

ditingkat pusat, yang sulit bagi daerah untuk menerobosnya. Sejak

program pendidikan gratis diberlakukan keluhan sekaligus masalah yang

banyak menjadi sorotan dari Kepala Sekolah dan Para Guru adalah terkait

dengan waktu pencairan/pengeluaran anggaran program karena antara

waktu pengeluaran anggaran dengan kalender pendidikan yang berbeda.

Hampir seluruh sekolah, baik PAUD, TK, SMP, maupun SMA/sederajat

mengalami kendala untuk menyesuaikan kebutuahan anggaran sekolah

dengan waktu pencairan anggaran.

Sebagaimana dimafhum dalam mekanisme penyusunan dan

pembahasan APBD KSB selama ini baru dapat ditetapkan pada bulan

febuari s.d. april. Sementara itu, dalam kalender pendidikan, pada bulan

januari s.d. bulan april sekolah sedang menhadapi persiapan ujian

nasional mapun ujian sekolah. Aktifitas kegiatan sekolah pada bulan ini

(januari s.d. april) begitu tinggi, dan seiring dengan itupula sekolah

membutuhkan anggaran yang memadai. Sementara itu, pada masa ini

APBD umumnya masih dalam tahap pembahasan. APBD baru dapat

dicairkan untuk program pendidikan gratis pada bulan mei bahkan bulan

juni. Akibatnya, waktu pencairan anggaran tidak sesuai dengan waktu dan

kebutuhan masing-masing sekolah.

Persoalan lainnya yang menjadi masalah adalah masa tenggang

waktu ketika proses APBD dibahas antar DPRD dengan Pemerintah

Daerah, sekolah harus “menunggu”, dan pada masa menunggu penetapan

dan pencairan APBD inilah sebagian besar sekolah mengalami kendala

dalam melaksanakan berbagai kegiatan, karena ketiadaan dana

Page 30: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

30

operasional. Padahal, disisilain sekolah dituntut untuk terus melakukan

proses belajar-mengajar, tanpa terganggu dengan pembahasan APBD.

Untuk menjaga agar proses belajar-mengajar tetap berjalan efektif,

sejumlah Kepala Sekolah, akhirnya terpaksa untuk mengisi “kekosongan”

biaya operasional sekolah, mencari pinjaman atau “berhutang” kepada

pihak tertentu. Keresahan dialami pula oleh para guru khususnya para

guru yang berstatus sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) maupun Guru

Kontrak Daerah (GKD) pada masa tenggang waktu ini, mereka harus

“berpuasa” karena tidak ada gaji atau honor untuk mereka. Padahal,

mereka harus tetap menjalankan aktifitas dan tugasnya mengajar, bagi

guru GTT dan GKD yang jaraknya jauh dari sekolah mereka harus

mengeluarkan biaya transportasi setiap hari, dan lebih parahnya lagi

adalah GTT dan GKD yang statusnya tidak memiliki rumah atau

mengontrak, mereka selain harus mengeluarkan biaya transportasi juga

harus mengeluarkan uang bulanan kos-kosan. Situasi ini cukup

memprihatinkan dan tentu dapat berdampak pada proses pembelajaran

di sekolah.

Arah perubahan

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka perlu dirumuskan

formulasi kebijakan agar dana program pendidikan gratis dengan

kalender pendidikan berjalan sinergis. Namun, oleh karena kedua

kebijakan ini adalah merupakan kebijakan yang berlaku secara umum di

tingkat pusat dan telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sulit bagi

Pemerintah Daerah untuk dapat merubahnya. Untuk itu, maka harus ada

kebijaksaan atau sebuah terobosan inovatif baru dari daerah. Terobosan

inovatif tersebut, misalnya adalah dengan cara membuat kebijakan

semacam “dana cadangan” atau “DANA ABADI SEKOLAH” untuk

masing-masing sekolah agar pada masa tenggang waktu pembahasan

APBD, proses belajar mengajar atau operasional sekolah tidak terganggu.

Dana Abadi Sekolah adalah Dana yang diberikan oleh Pemerintah

untuk masing-masing sekolah. Dana Abadi Sekolah ini semacam deposito

yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. Jumlahnya bervariasi sesuai

dengan kebutuhan operasional masing-masing jenjang sekolah. Misalnya

untuk sekolah SMA adalah Rp.50.000.000,- (lima puluh juta)/tahun.

Dana ini diperuntukkan sebagai dana “cadangan” digunakan pada saat

APBD belum dicairkan kepada masing-masing sekolah, setelah APBD

ditetapkan dan diberikan kepada masing-masing sekolah, maka dana

yang terpakai dari Dana Abadi Sekolah ini diganti kembali sesuai dengan

Page 31: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

31

jumlah yang dikeluarkan pada tahun tersebut. Sumber dari Dana Abadi

Sekolah ini adalah berasal dari APBD. Dan dapat pula ditarik dari

sumbangan pihak ketiga dan orang tua/siswa.

15. Ruang Partisipasi Masyarakat Tetap Harus Dibuka Oleh

Pemerintah, Tidak Boleh Ada Larangan Bagi Masyarakat

Yang Ingin Menyumbang

Tidak seluruhnya masyarakat menolak jika ada kebijakan dari

sekolah untuk memungut biaya kegiatan/program sekolah dalan rangka

peningkatan kualitas pendidikan. Misalnya, pungutan untuk biaya

pembelian fasilitas komputer siswa, penyediaan buku-buku perpustakaan

sekolah, atau kegiatan tambahan mengajar (les) dari para guru. Beberapa

orang tua/wali murid yang memiliki kelebihan secara ekonomis, ternyata

banyak pula yang tidak keberatan jika pungutan sekolah dilakukan untuk

meningkatkan mutu pendidikan. Bahkan, banyak diantara para orang

tua/siswa yang menginginkan untuk memberikan konstribusi langsung

terhadap peningkatan mutu pendidikan disekolah. Keinginan sejumlah

warga masyarakat yang memiliki perhatian dan kepedulian serta

kemampuan ekonomis ini tentu harus diberikan apresiasi oleh

pemerintah daerah dan sekolah.

Arah perubahan

Potensi ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan

sekolah. Misalnya melalui penggalangan dan penyaluran Dana Abadi

Sekolah (DAS). DAS ini dapat menjadi sarana atau wahana untuk

penggalangan dana partisipasi masyarakat, termasuk para alumni sekolah

yang bersangkutan yang memiliki kepedulian terhadap peningkattan

mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Secara kelembagaan,

kegiatan ini dapat dilakukan oleh Komite Sekolah di masing-masing

sekolah. Sehingga, keberadaan dan peran Komite Sekolah tetap dapat

berjalan dan tidak ternegasikan dengan adanya program pendidikan

gratis—partisipasi komite sekolah justeru semakin minim.

16. Profesionalisme Guru Perlu Ditingkatkan Untuk Menjaga

Pendidikan Gratis Yang Bermutu

Pfofesionalisme guru memiliki peran yang sangat strategis dalam

menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk memperoleh guru

yang profesional tentu dimulai sejak proses rekrutmen Pegawai Negeri

Sipil. Seleksi dan Ujian yang dilakukan dalam penjaringan guru selain

Page 32: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

32

mengacu pada ketentuan standar umum, perlu dilakukan uji kompetensi.

Uji kompetensi tersebut terkait dengan program studi yang akan

diajar/dilamar. Jika lowongan CPNS guru bahasa inggris, maka peserta

calon pegawai negeri sipil tersebut harus diuji kemampuannya secara

langsung dengan program bahasa inggris, termasuk kemampuan untuk

mengajar. Karena dari hasil evaluasi, masih banyak guru yang setelah

lulus menjadi PNS-Guru ternyata tidak memiliki kapasitas untuk

mengajar. Bahkan, banyak yang tidak mampu berbicara dihadapan siswa.

Di beberapa sekolah saat ini banyak ditemukan pula pegawai

negeri, yang sesungguhnya tidak memiliki background atau basic untuk

mengajar atau berasal dari program studi keguruan dan ilmu pendidikan,

sebagian besar adalah berasal dari akta IV (mengajar). Sehingga ada guru

yang basic pendidikannya adalah Sarjana Pertanian, kemudian mengajar

fisika dan kimia. Padahal, dari aspek kemampuan dan keilmuan yang

dimiliknya dengan program studi yang diajarkan tidak memiliki korelasi

dan kompetensi. Beberapa kasus lainnya adalah Guru yang hanya

berpendidikan SMA mengajar di Sekolah Dasar dan diangkat menjadi

Pegawai Negeri Sipil, bahkan ada tenaga administrasi yang merangkap

pula sebagai guru dan sebagainya.

Letak persoalan sesungguhnya bukan karena keterbatasan jumlah

guru yang memiliki kompetensi karena sebenarnya banyak guru di KSB

yang memiliki kompetensi di GTT atau GKD, namun karena kesempatan

yang dimiliki sangat terbatas, tidak ada akses dan jaringan ke tingkat

kekuasaan, akhirnya mereka tersingkirkan dari proses seleksi CPNS.

Rentannya praktek kolusi dan nepotisme dalam rekrutmen pegawai

diyakni banyak kelangan sebagai masalah besar yang menyebabkan

minimnya mutu pendidikan. Disamping itu upaya program untuk

peningkatan kapasitas para tenaga pendidik di sekolah masih sangat

minim.

Arah Perubahan

Beranjak dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan

perubahan terhadap sistem rekrutmen guru, perlu ada tambahan materi

dalam seleksi guru, yakni melakukan uji dan fit and propertes guru, untuk

memastikan bahwa calon PNS guru tersebut benar-benar memiliki

kelayakan dan kompetensi untuk mengajar, karena nasib pendidikan

tersebut sangat tergantung dari para guru. Uji kalayakan tersebut harus

Page 33: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

33

dilakukan secara terbuka dan independen serta mengkedepankan

obyektivitas.

Pemerintah daerah juga perlu untuk melakukan evaluasi secara

khusus dan menyelruh terhadap para tenaga pendidik yang ada saat ini,

khususnya adalah para guru PNS dan Guru PNS yang telah memiliki

sertifikasi, apakah dengan sertifikasi yang telah dimilikinya saat ini

mencerminkan kapasitas, integritas dan profesional mengajar yang cukup

memadai ataukah sebaliknya. Disamping, melakulan peningkatan

kapasitas kepada para guru di masing-masing sekolah, khususnya guru

yang mengajar di sekolah tertinggal, perlu untuk mendapatkan perhatian

dan pengembangan program kapasitas guru agar sekolah tersebut dapat

sejajar dengan sekolah lainnya yang telah lebih dahulu maju. Sanksi

terhadap para birokrat yang melakukan KKN dalam praktek rekrutmen

CPNS guru juga perlu diberikan sanksi yang lebih berat—karena dampak

yang ditimbulkan dari praktek tersebut adalah terhadap para generasi

KSB dimasa mendatang, mereka diajar oleh para guru yang tidak

memiliki komptensi atau berkualitas.

17. Tujuan Akses Pendidikan Telah Berhasil Dicapai, Namun

Mutu Pendidikan Harus Terus Ditingkatkan

Dari aspek pencapaian tujuan program, secara umum program

pendidikan gratis telah menunjukkan adanya perkembangan kemajauan

pencapaian. Hal ini tercermin dari meningkatkan APK (Angka Partisipasi

Kasar) dan Angka Partisipasi Murni (APM) dalam bidang pendidikan

yang terus mengalamai peningkatan dari tahun ketahun, begitupun

dengan tujuan meringankan biaya pendidikan, dan penguarangan

terhadap angka putus sekolah. Mengalami kemjuan yang signifikan sejak

diberlakukannya pendidikan gratis.

Agenda yang masih mendapat sorotan dan kritikan adalah pada

aspek mutu/kualitas pendidikan. Untuk itu, maka pada periode

pembangunan pendidikan di KSB selanjutnya yang perlu untuk mendapat

perhatian sekaligus perubahan yang harus dituju adalah pada

peningkatan mutu pendidikan. Standar Pendidikan Nasional perlu untuk

didorong dan diberlakukan pada sejumlah sekolah yang ada di KSB.

18. Lemahnya Regulasi Program Pendidikan Gratis Saat ini,

Menuntut Pentingnya dilakukan Scalling-Up Kebijakan

Page 34: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

34

Berbagai permasalahan yang muncul terkait dengan pelaksanaan

program pendidikan gratis sebagaimana di atas tidak lepas dari lemahnya

regulasi yang mengatur tentang program pendidikan gratis. bahkan

sejumlah materi dalam regulasi tidak dapat berjalan efektif sebagaimana

mestinya. Beberapa substansi yang kurang efektif berjalan adalah sebagai

berikut ;

Pertama, aspek persyaratan penerima program. Secara konseptual

program pendidikan gratis dihubungkan pula dengan program gerakan

sejuta pohon atau dikenal dengan GSP3. Akan tetapi, Gerakan Sejuta

Pohon sampai hari ini belum jelas konsepsi maupun implementasinya,

serta korelasi positif antara GSP dengan Program Pendidikan Gratis.

Dinas pendidikan sebagai leading sektor pelaksana program

pendidikan gratis dan Dinas Kehutanan, Pertanian, dan Ketahanan

Pangan sebagai leading sektor dari program berjalan sendiri-sendiri,

kurangnya koordinasi dan harmoniasasi program antara Dinas

Pendidikan dan Dinas Kehutanan juga menjadi kendala. Disamping

kendala terkait petunjuk pelaksana dan teknis pejabaran atas kebijakan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitupun dalam aspek evaluasi

program pendidikan dan kesehatan gratis, dalam konsep Perbup Nomor

11 Tahun 2006 dalam pasal 23 ayat (2) dikatakan bahwa evaluasi

pelaksanaan program dikaitkan dengan Gerakan Penanaman Sejuta

Pohon, dilaksanakan oleh Dinas (Pendidikan-red) bersama-sama dengan

Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan. Tidak

ada penjabaran lebih lanjut atau ketentuan lebih lanjut mengenai materi

apasajakah yang dievaluasi oleh masing-masing pihak, cakupan dan

lingkup evaluasi, indikator keberhasilan program, maupun korealasi

antara program GSP dan Program Pendidikan Gratis. Dua program

tersebut memiliki maisntream dan sesungguhnya semangat yang

berbeda. GSP sesungguhnya adalah sebuah program nasional yang

berlangsung pada tahun 2004, era pemerintahan megawati—sebagai

bentuk respons pemerintah pusat atas kesepakatan dengan para donor

asing terkait dengan upaya antisipasi pemanasan global dan perubahan

iklim yang kemudian diadopsi oleh daerah. Sejauh ini belum terlihat ada

keterpaduan antara kedua program tersebut.

Dalam Perbup Nomor 11 Tahun 2006 pasal 23 secara eksplitit

menyebutkan mengenai syarat penerima beasiswa. Bunyi pasal 23 adalah

3 GSP ditetapkan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Gerakan Sejuta Pohon di Kabupaten Sumbawa Barat, Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 2006.

Page 35: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

35

sebagai berikut “Peserta Belajar yang dapat menerima bantuan

pendidikan dari Program adalah siswa yang terdaftar disekolahnya

masing-masing dan atau telah mempunyai sertifikat GSP”. Dalam

rumusan pasal ini, secara implisit, mencerminkan ada dua syarat dan dua

otoritas lembaga yang memiliki kewenangan untuk menentukan peserta

penerima program, yakni ; Dinas Pendidikan dengan syarat siswa yang

terdafat di sekolah dan Dinas Kehuatanan, Pertanian, perkebunan dan

Ketahanan Pangan dengan GSP. Ketidakjelasan rumusan ini, bukan

hanya membingungkan masyarakat, tetapi juga dapat membingungkan

implementing agency dari pembuat dan pelaksana aturan itu sendiri.

Kedua, kekaburan rumusan dalan perbup Nomor 11 tahun 2006

tercermin pula dalam pengaturan mengenai pemantauan. Dalam pasal 25

ayat (1) dikatakan bahwa pihak-pihak terkaitpsimaksud dalam pasal 4

wajib melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program. Ayat (2)

hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan

kepada Bupati, Dinas, Tim dan lainnya guna keberhasilan Program.

Dalam rumusan ini jelas bahwa Perbup memerintahkan kepada

pihak-pihak terkait yang meliputi ;

a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora);

b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

c. Badan Pengeloa Keuangan Aset Daerah (BPKAD)

d. Inspektorat Daerah;

e. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan

(DISHUPPTAN)

f. Dewan Pendidikan;

g. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM);

h. Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Pendidikan, Pemuda

dan Olahraga;

i. Sekolah/Madrasah;

j. Guru;

k. Camat;

l. Kepala Desa;

m. Orang Tua/wali Siswa dan;

n. Komite Sekolah

Untuk melakukan pemantauan terhadap program pendidikan

gratis. oleh karena perintah dalam pasal 25 adalah merupakan wajib atau

suatu keharusan, maka tentu secara hukum memiliki konsekeunsi jika

dilaksanakan akan memperoleh sanksi. Namun, perintah dalam pasal 25

tersebut tidak dibarengi dengan pengaturan terhadap sanksi. Sehingga

Page 36: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

36

perintah keharusan untuk bertindak sesuai dengan pasal 25 ayat (1) tidak

memiliki kekuatan apapun karena ketiadaan atas sanksi.

Begitupun terkait dengan tugas pemantauan, oleh karena dalam

ketentuan peraturan tersebut (pasal 25 ayat 1) merupakan sebuah

keharusan untuk bertindak atau dijalankan, maka seyogyanya

implementing agency merumuskan secara jelas apa dan siapa yang

dipantau (obyek pemantauan) yang dilakukan oleh masing-masing pihak,

waktu dan prosedur pemantauan yang dijalankan, format pemantauan,

dan sebagainya. Namun dalam regulasi maupun turunannya tidak

mengatur sama sekali, sehingga seulit bagi para pihak untuk dapat

melaksanakan perintah pasal 24 ayat (1) dan (2). Bahkan menjadi

keanehan, jika Dinas (dikpora) memantau dirinya sendiri dan

melaporkannya kepada mereka sendiri (lihat pasal 24 ayat 1 dan 2).

Dari rumusan pasal-pasal yang diatur dalam Perbup Nomor 11

Tahun 2006 menunjukkan lemahnya peraturan tersebut, baik dari aspek

teknis pertimbangan, landasan yuridis yang digunakan, materi

pengaturan, maupun kalimat perundang-undangan yang digunakan.

Sehingga sangat wajar, jika impelemnting agency maupun rule ocupation

dari peratura tersebut tidak dapat dijalankan secara efektif oleh para

pihak atau dengan kata lain sulit bagi setiap orang untuk berperilaku atau

bertindak sesuai dengan yang diinginkan oleh peraturan tersebut, karena

perintah, larangan, kebolehan maupun pengaturan tentang obyek,

impelemnting agency dan rule occupation atas peraturan tersebut tidak

jelas dalam pengaturannya.

Beranjak dari permasalahan tersebut, maka perlu untuk

dilakukannya scalling-up perbup. Scalling-up perbup tersebut, bukan

hanya pada aspek penyempurnaan substansi materi pengaturan

melainkan pula adalah scalling-up kedudukan perbup untuk menjadi

sebuah perda—sebagai landasan untuk mendorong peyelenggaraaan

pendidikan yang bermutu/berkualitas di masa mendatang.

Page 37: Tantangan Pendidikan Gratis Di Ksb

37