drug related problems pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan tuberkulosis paru

32
1 DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN TUBERKULOSIS PARU DI BANGSAL PENYAKIT DALAM DAN POLIKLINIK RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG ARTIKEL Oleh : RIRI AFRIANTI NAZULIS 09 212 13 039 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

Upload: asrina-fitri

Post on 09-Aug-2015

169 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan

TRANSCRIPT

Page 1: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

1

DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN DIABETES MELITUS

TIPE 2 DENGAN TUBERKULOSIS PARU

DI BANGSAL PENYAKIT DALAM DAN POLIKLINIK

RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

ARTIKEL

Oleh :

RIRI AFRIANTI NAZULIS

09 212 13 039

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2011

Page 2: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

2

Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

Di Bangsal Penyakit Dalam Dan Poliklinik

RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Oleh:

Riri Afrianti Nazulis

(Di bawah bimbingan Prof. Dr. Helmi Arifin, MS. Apt;

Prof. Dr. dr. Nasrul Zubir, Sp.PD KGEH; Dra. Hj. Deswinar Darwin, Apt, Sp.FRS)

ABSTRAK

Untuk mendukung keberhasilan pengobatan diperlukan pengontrolan secara

menyeluruh terhadap pasien, dimana perlu dilakukan diperhatikan adanya angka kejadian

Drug Related Problems (DRPs) sehingga efek terapi yang diharapkan dapat tercapai.

Penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif yang dikerjakan secara prospektif

dan retrospektif terhadap suatu populasi terbatas yaitu pasien dengan diagnosa DM dan TB

paru dengan masa rawatan besar dari 7 hari di Bangsal Penyakit Dalam selama bulan April

sampai Juni 2011 dan seluruh pasien dengan diagnosa DM dan TB paru di Poliklinik

RSUP.DR.M. Djamil Padang selama bulan Juni 2010 sampai Juni 2011. Data pasien didapat

dari rekam medik pasien. Kekurangan data pada pasien yang dirawat inap dilengkapi dengan

melihat catatan perawat dan observasi atau wawancara pasien serta keluarga pasien.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien Diabetes Melitus di Bangsal Penyakit

Dalam RSUP. DR. M. Djamil Padang berjumlah 168 orang dan 10 (5,9%) diantaranya

adalah pasien dengan TB paru. Pada poliklinik ditemukan pasien DM dengan TB paru

sebanyak 9 orang (4,5%). Dari penelitian tidak ditemui adanya indikasi tanpa obat ataupun

pengobatan tanpa indikasi medis (DM dan TB paru). Pada Bangsal Penyakit Dalam, . Pasien

yang mengalami ketidaktepatan pemberian obat sebanyak 3 dari 10 pasien, yang menerima

obat dengan dosis berlebih sebesar 1 dari 10 pasien; yang menerima dosis kurang sebanyak

1 dari 10 pasien, yang mengalami efek samping terapi sebanyak 1 dari 10 pasien dan yang

mengalami interaksi obat sebanyak 2 dari 10 pasien. Sedangkan pada Poliklinik, Pasien yang

menerima obat dengan dosis kurang sebanyak 1 dari 9 pasien, yang mengalami efek

samping terapi yang dapat teratasi sebanyak 4 dari 9 pasien, dan yang mengalami interaksi

obat yang dapat teratasi sebanyak 6 dari 9 pasien.

Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa prevelensi DRPs di

RSUP.DR.M.Djamil Padang rendah

Page 3: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

3

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

prevelensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data IDF (International

DIAbetes Federation) tahun 2005, diketahui pada tahun 2003, Indonesia masih menduduki

posisi ke 5 dengan jumlah penduduk penderita DM terbesar di bawah Amerika. Namun

terjadi peningkatan pada tahun 2005 sehingga Indonesia bergeser ke posisi ke 3.

Diperkirakan akan terjadi lonjakan pada tahun 2010 sebesar 50 % dan dua kali lipat pada

tahun 2025 (Heydari, 2005).

Dari seluruh kasus DM, maka 90 % nya merupakan pasien dengan DM tipe 2. Hal

ini kemungkinan disebabkan oleh perubahan pola hidup masyarakat (Dipiro, 2005).

Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan

absolut insulin atau penurunan relatif insentisitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Pada umumnya, pasien DM lebih rentan terkena infeksi karena faktor predisposisi dari efek

hiperglikemia, angiopati, hormonal, neuropati dan mekanik (Mubarak et al, 2010;

Soeatmadji, 1996). Hiperglikemi menyebabkan terganggunya fungsi neutrofil dan monosit

(makrofag) termasuk kemoktasis, perlengketan, fagositosis dan mikroorganisme yang

terbunuh dalam intraseluler (Soeatmadji, 1996). Infeksi biasanya disebabkan oleh

mikroorganisme tertentu seperti Staphylococcus aureus, Mycobacterium tuberculosis,

Streptococcus pneumonie dan virus influenza (Joshi et al, 1999). Salah satu komplikasi

penyakit infeksi yang paling sering ditemukan pada pasien DM adalah Tuberkulosis (Jeon,

2008; Young et al, 2010).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis yang menular melalui droplet

(percikan dahak). Penyakit ini merupakan salah satu ancaman kesehatan bagi penduduk dunia

termasuk Indonesia. Pada tahun 2004, terjadi penambahan penderita baru TB sebenyak

Page 4: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

4

seperempat juta orang dan terjadi sekitar 140.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar

penderita TB adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun. TB merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada

selurtuh kalangan usia (Depkes RI, 2005).

Prevelensi TB paru pada DM meningkat 20 kali dibanding non DM, sedangkan

aktifitas kuman TB meningkat 3 kali pada pasien DM berat dibanding DM ringan (Sanusi,

2006; Bukhari, 2008). Prevelensi TB paru pada DM di Indonesia masih cukup tinggi yaitu

antara 12,8-42% (Sanusi, 2006).

Untuk mengatasi kegagalan terapi pada pasien DM dengan TB paru maka

diperlukan suatu pelayanan kesehatan yang menyeluruh agar tujuan terapi yang diharapkan

tercapai, salah satunya pelayanan kefarmasian.

Pelayanan farmasi klinis di rumah sakit ditujukan untuk memberikan jaminan

pengobatan yang rasional kepada pasien. Penggunaan obat dikatakan rasional jika obat

digunakan sesuai indikasi, kondisi pasien dan pemilihan obat yang tepat (jenis, sediaan, dosis,

rute, waktu, dan lama pemberian), mempertimbangkan manfaat dan resiko serta harganya

yang terjangkau bagi pasien tersebut (Aslam et al, 2003; WHO, 2003; Trisna, 2004).

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka penting dilakukan penelitian Drug

Related Problems (DRP) pada regimen obat pasien DM tipe 2 dengan TB paru. Penelitian ini

dilakukan dengan analisis deskriptif yang dikerjakan secara prosfektif selama bulan April

2011 sampai Juni 2011 tehadap suatu populasi terbatas yaitu seluruh pasien DM tipe 2

dengan TB paru pada bangsal rawat inap Penyakit Dalam dan retrospektif dari bulan Juni

2010 samapi Juni 2011 tehadap seluruh pasien DM tipe 2 dengan TB paru pada di RSU DR.

M. Djamil Padang. Data pasien DM tipe 2 dengan TB paru didapat dari bangsal rawat inap

penyakit dalam, kemudian dilakukan pencatatan rekam medik dibangsal rawat inap.

Kekurangan rekam medik dilengkapi dengan melihat catatan perawat, Depo Farmasi Ilmu

Page 5: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

5

Penyakit Dalam, melihat kondisi pasien langsung dengan mengikuti visite dokter dan

wawancara pasien atau keluarga pasien. Untuk pasien poliklinik, dilakukan pencatatan rekam

medik di Instalasi Rekam Medik.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui angka kekerapan (Prevalensi) Drug Related Problems pada pasien DM

tipe 2 dengan TB paru di RSUP DR. M. Djamil Padang, dimana khususnya :

a. Untuk mengetahui adanya indikasi tanpa obat.

b. Untuk mengetahui adanya obat tanpa indikasi medis.

c. Untuk mengetahui adanya ketidaktepatan pemilihan obat.

d. Untuk mengetahui terjadinya kelebihan dan kekurangan dosis obat.

e. Untuk mengetahui terjadinya interaksi obat.

f. Untuk mengetahui terjadinya reaksi efek samping obat.

g. Untuk mengetahui adanya pasien yang gagal menerima terapi obat.

h. Untuk mengetahui kegagalan terapi

II. METODA PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif yang dikerjakan secara prospektif

dan retrospektif terhadap suatu populasi terbatas. Jenis data yang digunakan terbagi atas 2

bagian :

1. Data kualitatif

Meliputi masalah-masalah yang ditemukan dalam terapi DM tipe 2 dengan TB paru

yakni penggunaan obat tanpa indikasi, indikasi tanpa obat, ketidaktepatan pemilihan

Page 6: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

6

obat, dosis yang berlebih atau kurang, terjadinya efek samping obat, terjadinya interaksi

obat dan kegagalan terapi obat yang dianalisis secara kualitatif.

2. Data kuantitatif

Meliputi persentase pasien yang terdiagnosa DM tipe 2 dengan TB paru persentase

jenis obat TB dan jenis obat antidiabetes yang digunakan. Persentase jumlah pasien

berdasarkan rentang umur pasien, jenis kelamin, jenis pengobatan, riwayat pengobatan,

diagnosa penyakit dan beratnya penyakit.

Sumber data

Sumber data meliputi rekam medik pasien DM dengan TB paru serta pemantauan

kondisi pasien atau keluarga pasien di bangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUP DR. M.

Djamil Padang.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama lebih kurang tiga bulan dari April sampai Juni 2011 di

bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP.DR. M Djamil Padang.

Prosedur Penelitian

a. Penetapan obat yang akan dievaluasi

Obat yang akan dievaluasi adalah obat-obat yang digunakan selama menjalani terapi DM

tipe 2 dengan TB paru.

b. Penetapan sampel yang akan dievaluasi

Data inklusi sampel yang dipilih adalah pasien dengan diagnosa DM tipe 2 dengan TB

paru dengan masa rawatan lebih dari 7 hari di bangsal rawat inap Penyakit Dalam di

RSUP DR. M. Djamil Padang selama bulan April 2011 sampai Juni 2011 dan pasien DM

tipe 2 dengan TB paru di poliklinik rawat jalan di RSUP DR. M. Djamil Padang dari

bulan Juni 2010 sampai Juni 2011. Data eklusi adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang

Page 7: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

7

dirawat di bangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUP. DR. M. Djamil Padang selama

bulan April sampai Juni 2011.

c. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan melalui pencatatan rekam medik di bangsal rawat inap

Penyakit Dalam di RSUP DR. M. Djamil Padang meliputi data kualitatif dan kuantitatif

serta kelengkapan data pasien (seperti umur, jenis kelamin, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat obat terdahulu,

tindakan terapi terhadap penyakit DM tipe 2 dengan TB paru, diagnosa, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan penunjang, dll). Data yang diambil dipindahkan ke lembaran

pengumpul data yang telah disiapkan. Kekurangan rekam medik dilengkapi dengan

melihat catatan perawat, catatan obat depo farmasi Ilmu Penyakit Dalam (IPD) melihat

kondisi pasien langsung dan wawancara pasien atau keluarga pasien. Untuk Pasien

poliklinik rawat jalan, dilakukan pencatatan rekam medik di Instalasi Rekam Medik

RSUP DR. M. Djamil Padang meliputi data kualitatif dan kuantitatif serta kelengkapan

data pasien. Data yang diambil dipindahkan ke lembaran pengumpul data yang telah

disiapkan.

d. Penetapan Standar Penggunaan Obat

Standard penggunaan obat ditetapkan berdasarkan standar terapi penyakit dalam RSUP.

DR. M Djamil Padang edisi II tahun 2008, formularium RSUP. DR. M Djamil Padang

edisi V tahun 2008 dan literatur-literatur ilmiah lainnya.

Analisa Data

1. Analisis kuantitatif

Data ditabulasi berdasarkan persentase pasien yang menjalani terapi DM tipe 2

dengan TB paru di bangsal penyakit dalam dan poliklinik serta persentase jenis obat

antidiabetes dan antibiotik yang digunakan. Persentase jumlah pasien berdasarkan rentang

Page 8: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

8

umur pasien, jenis kelamin, jenis pengobatan, riwayat pengobatan, diagnosa penyakit dan

beratnya penyakit dibuat dalam bentuk tabel-tabel. Data yang diambil dipindahkan ke

lembaran pengumpul data yang telah disiapkan.

2. Analisis kualitatif

Data ditabulasikan kemudian dibandingkan terhadap kriteria penggunaan obat yang

telah ditetapkan. Hasil perbandingan menunjukkan persentase beberapa kategori DRPs

yang muncul selama pasien menjalani terapi dengan kriteria penggunaan obat tanpa

indikasi, indikasi tanpa obat, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis yang berlebih atau

kurang, terjadinya efek samping obat, terjadinya interaksi obat dan kegagalan terapi obat.

Page 9: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

9

Desain Penelitian

DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN

TUBERKULOSIS PARU

TERAPI

OBAT Dosis

Frekuensi

Interval

Waktu

pemberian DIABETES

MELLITUS TIPE 2

TUBERKULOSIS

PARU

DRUG RELATED

PROBLEMS

Indikasi tanpa obat

Obat tanpa indikasi

Ketidaktepatan pemilihan obat

Kelebihan Dosis Obat

Kekurangan Dosis Obat

Interaksi Obat

Efek Samping Obat

Kegagalan Pasien Menerima Terapi

ANALISA DATA

Page 10: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

10

HASIL

Pada bangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUP DR M Djamil Padang selama bulan

April sampai dengan Juni 2011 ditemukan 168 pasien dengan kasus DM, dan 10 diantaranya

termasuk ke dalam data inklusi yakni pasien yang terdiagnosa DM tipe 2 dengan TB paru.

Sedangkan pada Poliklinik Paru dan Penyakit Dalam RSUP DR M Djamil Padang selama 1

tahun dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011 ditemukan sebanyak 9 kasus pasien DM

tipe 2 dengan TB paru.

Hasil yang diperoleh dari penggunaan obat pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru

pada bangsal rawat inap Penyakit Dalam dan Poliklinik RSUP. DR. M. Djamil Padang adalah

sebagai berikut :

Hasil Analisa Kuantitatif di Bangsal Penyakit Dalam

1. Persentase jenis obat antidiabetes berdasarkan standar terapi

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa obat antidiabetes yang banyak

diresepkan adalah jenis obat dagang yang sesuai dengan formularium RSUP DR. M.

Djamil Padang yakni Noverapid sebesar 37,5 %

2. Persentase jenis obat antibiotik yang digunakan

Dari data ynag diperoleh, diketahui bahwa antibiotik yang paling banyak digunakan

adalah ceftriakson, cefotaksim, dan kombinasi rifampisin + isoniazid + pirazinamid +

etambutol yakni 27,3 % selanjutnya kombinasi antara Isoniazid + etambutol +

streptomisin dan Isoniazid + Rifampisin masing masingnya sebesar 9,1 %

3. Persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan rentang umur.

Berdasarkan data yang didapat, diketahui persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru

paling banyak dialami oleh pasien dengan rentang umur 50-59 tahun, yakni sebesar 80

%, diikuti dengan rentang umur 30-39 tahun dan ≥ 60 tahun sebesar 10%. Tidak

Page 11: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

11

ditemukan pasien dengan rentang umur antara 40 - 49 tahun yang terdiagnosa DM tipe 2

dengan TB paru

4. Persentase pasien berdasarkan klasififikasi DM

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa dari sebagian besar pasien yang

dirawat di bangsal rawat inap Penyakit Dalam adalah pasien DM tipe 2 dengan

persentase sebesar 99,5 %, dan 0,05 % pasien DM tipe 1. Tidak ditemukan pasien

dengan diagnosa DM gestasional

5. Persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan jenis pengobatan TB.

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa pasien DM tipe 2 dengan TB paru

yang mendapatkan antibiotik sebesar 50%, yang mendapatkan OAT (Obat

antituberkulosis) kategori 1 sebesar 50% dan tidak ditemukaan pasien yang mendapatkan

OAT kategori 2

6. Persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan riwayat pengobatan pasien

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa pasien DM tipe 2 dengan TB paru baru

sebesar 50%. Sedangkan pasien Diabetes Melitus dan TB paru relaps, failure ataupun

default tidak ditemukan

7. Persentase Pasien DM tipe 2 dan TB paru berdasarkan pengendalian DM

Dari data diketahui persentase pasien secara berturut turut adalah DM tipe 2 Berat + TB

paru dengan antibiotik sebesar 50%, DM tipe 2 Berat + TB paru OAT kategori 1 sebesar

30%, dan DM tipe 2 Ringan + TB paru OAT kategori 1 sebesar 20 %. Pasien DM tipe 2

Ringan + TB Paru dengan antibiotik, DM tipe 2 Ringan + TB paru OAT kategori ke 2,

dan DM tipe 2 Berat + TB paru OAT kategori ke 2 tidak ditemukann.

Page 12: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

12

8. Persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan jenis kelamin.

Dari data diketahui bahwa DM tipe 2 dengan TB paru lebih banyak dialami oleh pasien

laki-laki, yakni sebesar 70 % dan 30%nya dialami oleh perempuan

Hasil Analisa Kualitatif di Bangsal Penyakit Dalam

Hasil analisa terjadi atau tidaknya Drug Related Problems pada pasien DM

tipe 2 dengan TB paru pada pasien rawat inap di bangsal Penyakit Dalam RSUP. DR. M.

Djamil Padang selama bulan April sampai Juni 2011 adalah sebagai berikut

1. Tidak ditemukan pasien DM tipe 2 dengan TB paru yang mengalami indikasi tanpa

obat,

2. Tidak ditemukan pasien DM tipe 2 dengan TB paru yang mendapatkan obat tanpa

indikasi medis

3. Ketidaktepatan pemilihan obat pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru ditemukan

pada 3 orang pasien dari 10 pasien.

4. Pasien DM tipe 2 dengan TB paru yang menerima obat dengan dosis berlebih

ditemukan pada 1 orang pasien dari 10 pasien

5. Pasien DM tipe 2 dengan TB paru yang menerima obat dengan dosis kurang

ditemukan pada 1 orang pasien dari 10 pasien

6. Terjadinya reaksi efek samping obat pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru

ditemukan pada 1 orang pasien dari 10 pasien

7. Interaksi obat pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru ditemukan pada 2 orang pasien

dari 10 pasien

8. Tidak ditemukan kegagalan terapi pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru.

Page 13: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

13

Hasil Analisa Kuantitatif di Poliklinik

1. Persentase jenis obat antidiabetes yang digunakan

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa obat antidiabetes yang banyak

diresepkan adalah jenis obat generik sebesar 75 %, dari golongan sulfonil urea, yakni

glibenklamid dan dari golongan biguanid, yakni metformin sebesar 33,3 %. Selanjutnya

obat antidiabetes lain yang diresepkan adalah glimepirid, gluneronorm, noverapid dan

lantus sebesar 8,3 %

2. Persentase bentuk paket OAT yang digunakan

Dari data diketahui bahwa OAT yang paling banyak diresepkan adalah dalam bentuk

Kombinasi Dosis Tetap sebesar 66,6% dan sisanya dalam bentuk kombipak sebesar

33,3%

3. Persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan rentang umur.

Berdasarkan data yang didapat, diketahui persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru

paling banyak dialami pada rentang umur 50-59 tahun, yakni sebesar 66,6%, diikuti

dengan rentang umur 40 – 49 tahun sebesar 33,3 %. Tidak ditemukan pasien dengan

rentang umur antara 30 - 39 tahun dan besar dari 60 tahun

4. Persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan jenis pengobatan TB.

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa pasien DM tipe 2 dan TB paru yang

mendapatkan OAT kategori 1 sebesar 66,6 %, dan 33,3 % lainnya mendapatkan OAT

kategori ke 2

5. Persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan riwayat pengobatan pasien

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa pasien DM tipe 2 dengan TB paru baru

sebesar 66,6%, pasien DM tipe 2 dengan TB paru relaps sebesar 22,2 %, DM tipe 2

Page 14: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

14

dengan TB paru failure sebesar 11,1 % dan DM tipe 2 dengan TB paru default ataupun

Transfer in tidak ditemukan

6. Persentase Pasien DM tipe 2 dan TB paru berdasarkan pengendalian DM

Dari data yang diperoleh didapat bahwa pasien DM tipe 2 Berat + TB Paru OAT kategori

ke 1 sebesar 66,6 %, dan DM tipe 2 Berat + TB paru OAT kategori ke 2 sebesar 33,3 %.

Untuk DM tipe 2 Ringan + TB paru OAT kategori ke 1 ataupun kategori ke 2 tidak

ditemukan

7. Persentase pasien DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan jenis kelamin.

Dari data diketahui bahwa DM tipe 2 dengan TB paru lebih banyak ditemui pada

perempuan, yakni sebesar 55,5 % dan 44,4 %nya dialami oleh laki-laki

Hasil Analisa Kualitatif di Poliklinik

Hasil analisa terjadi atau tidaknya Drug Related Problems pada pasien DM

tipe 2 dengan TB paru pada pasien Poliklinik RSUP. DR. M. Djamil Padang selama

bulan Juni 2010 sampai Juni 2011 adalah sebagai berikut :

1. Tidak ditemukan pasien DM tipe 2 dengan TB paru yang mengalami indikasi tanpa

obat,

2. Tidak ditemukan pasien DM tipe 2 dengan TB paru yang mendapatkan obat tanpa

indikasi medis,

3. Tidak ditemukan ketidaktepatan pemilihan obat pada pasien DM tipe 2 dengan TB

paru,

4. Tidak ditemukan pasien DM tipe 2 dengan TB paru yang mendapatkan dosis obat

berlebih,

Page 15: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

15

5. Pasien DM tipe 2 dengan TB paru menerima obat dengan dosis kurang ditemukan

pada 1 orang pasien dari 9 pasien,

6. Terjadinya reaksi efek samping obat yang dapat teratasi pada pasien DM tipe 2

dengan TB paru ditemukan pada 4 orang pasien dari 9 pasien

7. Terjadinya interaksi obat yang dapat teratasi pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru

ditemukan pada 6 orang pasien dari 9 pasien

8. Kepatuhan pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru tidak dapat teramati.

PEMBAHASAN

Analisa Kuantitatif Bangsal Penyakit Dalam

Analisa ketepatan penggunaan obat pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan

Tuberkulosis paru serta masalah-masalah yang ditemukan selama terapi dilakukan dengan

membandingkan penggunaan obat di rumah sakit dengan standar terapi dan formularium

RSUP DR. M Djamil yang berlaku. Analisa ini dilakukan terhadap data secara kuantitatif dan

kualitatif.

Analisa kuantitatif meliputi analisa persentase jenis obat antidiabetes yang digunakan,

persentase obat antibiotik yang digunakan, persentase jumlah pasien DM tipe 2 dengan TB

paru berdasarkan rentang umur, klasifikasi DM, jenis pengobatan, riwayat pengobatan,

pengendalian DM dan jenis kelamin.

1. Jenis Obat Antidiabetes berdasarkan formularium

Persentase jenis obat antidiabetes yang digunakan dilihat dari jumlah obat

antidiabetes generik dan merek dagang yang sesuai formularium maupun non

formularium RSUP. DR. M. Djamil Padang. Dari data dapat dilihat obat antidiabetes

yang paling banyak diresepkan adalah 42,9 %nya jenis obat dagang yang sesuai

Page 16: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

16

formularium RSUP. DR. M. Djamil Padang, sedangkan obat generik yang sesuai

formularium sebesar 23,8 %. Obat merek dagang non formularium sebesar 33,3% dan

tidak ditemukan penggunaan obat generik non formularium

Penggunaan suatu produk obat dengan merek dagang memiliki kecenderungan

menjadikan biaya pengobatan menjadi lebih mahal jika dibandingkan penggunaan

produk obat generik. Tingginya biaya pengobatan dengan obat antidiabetes dan obat

lain dengan merek dagang ini menyebabkan pasien dibebankan dengan biaya

pengobatan yang besar dan menyebabkan tingkat kepatuhan pasien mengkonsumsi obat

menjadi berkurang (Siregar: 2004).

Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB paru, obat antidiabetes yang

paling banyak diresepkan adalah insulin short-acting seperti Noverapid (37,5%) dan

Actrapid (29,2%), diikuti dengan insulin long acting, yakni Levemir (20,8%). Dari data

yang diperoleh terlihat bahwa insulin yang paling banyak diresepkan adalah obat merek

dagang. Namun obat obat ini telah masuk ke dalam daftar obat Askes dan Jamkesmas.

Insulin merupakan antihiperglikemia yang paling efektif untuk mencapai

kadar gula darah yang diharapkan. Hiperglikemia pada pasien TB paru/ infeksi akan

memperburuk kondisi klinis pasien karena efek glukotoksisitas yang berdampak pada

peningkatan angka kejadian mortalitas. Sehingga pada pasien DM dengan komplikasi

infeksi perlu dilakukan pemberian insulin lebih dini (Mooradian et al, 2006).

Pada fisiologi normal, kadar glukosa dapat dipertahankan normal dalam

keadaan puasa yang cukup panjang. Pada saat puasa malam hari, kadar insulin relatif

rendah, dan tidak cukup untuk meransang masuknya glukosa ke dalam otot dan lemak.

Dalam keadaan ini, ambilan glukosa dilakukan oleh jaringan tidak tergantung insulin,

seperti otak, sel darah merah, dan ginjal. Dengan puasa, jaringan tergantung insulin

Page 17: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

17

menggunakan asam lemak untuk menghasilkan energi. Untuk mengimbangi ambilan

glukosa, hati memproduksi glukosa melalui glikogenolisis dan glikoneogenesis. Insulin

basal bertujuan menjaga keseimbangan antara glukosa produksi hati dan ambilan

glukosa untuk mempertahankan glukosa darah dalam keadaan normal. Basal insulin

juga cukup untuk mempertahankan lipolisis asam lemak bebas untuk dioksidasi oleh

otot dan lemak. Pada penderita diabetes, pemberian insulin basal diperlukan untuk

mempertahankan kadar glukosa puasa (Decroli, 2011; Soegondo, 1996).

Sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk

kebutuhan basal dan tiga kali untuk kebutuhan setelah makan. Untuk kebutuhan setelah

makan digunakan insulin kerja cepat (Noverapid, Insulin Reguler, Actrapid ) dan

insulin kerja panjang atau menengah seperti Levemir dan Lantus digunakan untuk

memenuhi kebutuhan basal (ADA: 2006).

2. Jumlah Pasien DM tipe 2 dengan TB paru Berdasarkan Klasifikasi DM dan

Riwayat Pengobatan Pasien

Dari data yang didapat terlihat bahwa pasien yang menderita Diabetes Melitus

tipe 1 sebanyak 1 orang (0,5 %), Diabetes Melitus tipe 2 sebanyak 167 orang (99,5 %)

. Hal ini timbul akibat perubahan gaya hidup ke arah yang kurang sehat terutama di

kota besar yang menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif

(Misnadiarly, 2006). Selain itu, kurang gizi (malnutrisi) juga dapat merusak pankreas

sehingga sekresi insulin menjadi terganggu.

Faktor lain adalah pengaruh stres yang berkepanjangan yang diderita

masyarakat. Tingkat gula darah tergantung pada kegiatan hormon yang dikeluarkan

oleh kelenjar adrenal, yaitu adrenalin dan kortikosteroid. Kedua hormon ini mengatur

kebutuhan ekstra energi tubuh dalam menghadapi keadaan darurat. Adrenalin akan

Page 18: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

18

memacu kenaikan kebutuhan gula darah, dan kortikosteroid akan menurunkannya

kembali.

Dari penelitian ini juga diperoleh bahwa dari jumlah pasien yang masuk ke

dalam data inklusi yakni 10 orang adalah pasien DM dengan kasus TB paru dengan

masa rawatan lebih dari 7 hari. Hal ini berarti, pasien secara klinis telah didiagnosa

DM dan TB paru, namun belum terbukti berdasarkan pemeriksaan sputum ataupun

foto thorax sehingga pasien hanya mendapatkan terapi empiris berupa antibiotik

(cefotaksim atau ceftriakson) dan mukolitik ekspektoran (ambroksol) tanpa

mendapatkan OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Untuk memutuskan seorang pasien

menerima OAT diperlukan diagnosis yang cermat dan hasil data laboratorium yang

lengkap. Karena pengobatan OAT memerlukan rentang waktu yang lama dan efek

samping yang cukup tinggi.

Selain itu, hasil data labor yang tidak lengkap juga menjadi salah satu faktor

kendala. Hal ini kemungkinan dikarenakan sebagian besar pasien tidak melakukan

pemeriksaan penunjang (pemeriksaan sputum dan foto thorax) yang merupakan

standar untuk pemberian OAT karena sulit mendapatkan sputum, hasil pemeriksaan

yang terlalu lama, ataupun pasien tidak mau melakukannya.

Dari data juga terlihat bahwa pasien DM tipe 2 dengan TB paru baru sebanyak

50%. Sedangkan tidak ditemui pasien DM tipe 2 dengan TB paru relaps (kambuh),

pasien DM tipe 2 dengan TB paru default (putus berobat), dan pasien DM tipe 2

dengan TB paru failure (gagal). Sedangkan untuk pasien DM tipe 2 dengan TB paru

transfer in tidak dimasukkan ke dalam kategori, karena semua pasien TB paru

merupakan pasien dari UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) lain yang di rujuk ke RS

karena perburukan kondisi klinis.

Page 19: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

19

3. Jumlah Pasien DM Tipe 2 dengan TB Paru Berdasarkan Rentang Umur

Berdasarkan rentang umur, persentase tertinggi pasien yang terdiagnosa DM

tipe 2 dengan TB paru terdapat pada umur 50-59 tahun yaitu sebesar 80%., diikuti

rentang umur 30-39 dan ≥ 60 tahun masing-masing sebesar 10 %. Pada penelitian

Guptan & Shah (2000) disebutkan bahwa pasien yang paling banyak menderita DM

tipe 2 dengan TB paru adalah pasien dengan kisaran umur diatas 40 tahunan.

Yamagshi (2000 dan 1999) menemukan bahwa penyakit DM dan TB paling tinggi

dijumpai pada pasien laki laki dengan rentang umur diatas 50 tahun (23,4%).

Maka dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien dengan umur 50

tahun keatas memiliki resiko tinggi DM tipe 2 dan TB paru. Hal ini terutama

disebabkan karena dengan bertambahnya umur, fungsi sel pankreas dan sekresi

insulin berkurang. Selain itu, kondisi hiperglikemia yang tidak terkontrol merupakan

faktor predisposisi untuk timbulnya infeksi karena berkurangnya fungsi monosit -

makrofag (Guptan et al, 2000).

4. Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB paru Berdasarkan Jenis

Pengobatan

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa pasien DM dan TB paru yang

mendapatkan terapi antibiotik empiris sebesar 50%. Hal ini dilakukan sebagai tahap

awal penanggulangan kondisi klinis yang meyerupai TB. Pemberian Obat

Antituberkulosis dilakukan setelah diperoleh semua pemeriksaan fisik dan penunjang

yang lengkap karena pengobatannya memerlukan jangka waktu yang lama dan efek

samping yang ditimbulkan (Depkes RI, 2005).

Page 20: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

20

Pasien TB paru yang mendapatkan terapi OAT kategori 1 sebesar 50 %. OAT

kategori 1 diberikan pada pasien TB paru dengan kriteria BTA positif atau BTA

negatif dengan rontgen foto positif (Depkes RI, 2005; Depkes RI, 2008). Sedangkan

pasien yang yang menggunakan kategori 2 tidak ditemukan.

Berdasarkan Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia,

maka OAT yang diberikan terdiri dari 2 kategori yakni kategori 1 (2HRZE/43H3R)

dan kategori 2 (2HRZES/HRZE/5HR3E3). Obat ini diberikan dalam bentuk

kombinasi beberapa obat untuk menghindari terjadinya resistensi antibakteri yang

terlalu dini dan menghindari efek samping yang besar dari penggunaan obat secara

tunggal.

5. Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB paru Berdasarkan

Pengendalian DM

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian didapat bahwa kebanyak

pasien DM tipe 2 yang dirawat merupakan DM berat. Dimana ditemukan DM tipe 2

Berat dengan TB paru yang mendapatkan antibiotik sebesar 50 %.

6. Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB paru Berdasarkan Jenis

Kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa pasien yang paling banyak

mendapatkan terapi obat antidiabetes adalah laki-laki yaitu sebesar 70%, sedangkan

perempuan 30%. Guptan dan Shah (2000) melaporkan bahwa perbandingan angka

kejadian TB paru pada penderita DM untuk pria dan wanita masing-masing adalah

10% dan 8,7%. Hasil ini juga diperkuat oleh penelitian dari Yamagishi dkk (2000)

yang menyatakan bahwa Diabetes melitus dengan komplikasi TB paru 2 kali lipat

Page 21: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

21

lebih banyak dari pada pasien wanita dengan persentase 16 % untuk pria dan 8,3 %

wanita. Dapat diartikan bahwa angka kejadian TB paru lebih tinggi pada pasien laki-

laki dibandingkan perempuan.

Analisa Kualitatif Bangsal Penyakit Dalam

Analisa kualitatif meliputi analisa terjadi atau tidaknya Drug related Problems

(masalah-masalah yang dapat timbul selama pasien diberi terapi) diantaranya : persentase

pasien DM tipe 2 dengan TB paru mendapat indikasi tanpa obat, persentase pasien DM tipe 2

dengan TB paru diberikan obat tanpa indikasi medis, persentase ketidaktepatan pemilihan

obat, persentase obat dengan dosis berlebih, persentase dosis kurang, persentase terjadinya

reaksi efek samping obat, persentase terjadinya interaksi obat, persentase pasien gagal

menerima terapi.

1. Indikasi Tanpa Obat

Dari penelitian tidak ditemukan permasalahan indikasi tanpa obat pada pasien

DM tipe 2 dengan TB paru .Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien

Diabetes DM tipe 2 dengan TB paru di RSUP DR. M. Djamil Padang mendapatkan

obat sesuai dengan penyakit yang dideritanya.

2. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi Medis ( DM dengan TB paru)

Pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru tidak ditemukan adanya pemberian

obat tanpa indikasi medis.

3. Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Ketidaktepatan pemilihan obat artinya adanya pemberian obat yang tidak

efektif, seperti produk obat tidak efektif berdasarkan kondisi medisnya, obat bukan

yang paling efektif untuk mengatasi penyakitnya (Priyanto, 2009).

Page 22: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

22

Hemoptisis merupakan batuk darah atau berdahak yang bercampur dengan

darah. Kondisi klini merupakan suatu gejala atau tanda dari adanya infeksi. Tujuan

dari terapi hemoptisis adalah menghentikan pendarahan, mencegah obstruksi jalan

nafas, dukungan terhadap fungsi vital pasien dan terapi penyakit dasarnya. Untuk itu

pemberian codipront yang berisi codein kurang tepat diberikan pada kondisi ini

karena codein bekerja dengan jalan menekan timbulnya refleks batu. Penekanan

reflek batuk akan berakibat pada kegagalan reflek pembersihan saluran nafas dari

bekuan darah (Bahar et al; 2001).

Allopurinol merupakan salah satu obat obat untuk mengatasi kondisi

hiperurisemia yang berfungsi menurunkan produksi asam urat dan meningkatkan

pembentukan xantin danelalui penghambatan kerja enzim xantin oksidase

(Martindale, 2008). Allopurinol kurang tepat diberikan pada serangan akut karena

dapat memperberat rasa nyeri pada pasien. Sukralfat diindikasikan untuk mengatasi

ganggauan saluran pencernaan/ lambung yang berhubungan dengan iritasi atau tukak.

4. Dosis Obat Berlebih atau Dosis Obat Kurang

Ketidaktepatan dosis ini dapat menimbulkan efek samping yang tidak

diharapkan pada pasien terutama untuk obat obat dengan indeks terapi sempit. Dosis

obat kurang artinya obat tidak mencapai MEC sehingga tidak menimbulkan efek

terapi, hal ini disebabkan karena dosis terlalu rendah untuk efek yang diinginkan,

interval pemakaian obat terlalu panjang, terjadi interaksi yang menyebabkan

berkurangnya bioavailabilitas, durasi obat terlalu pendek (Priyanto:2009).

Page 23: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

23

5. Tejadinya Reaksi Efek Samping Obat

Rifampisin merupakan obat yang mempunyai efek induksi hati yang cukup

besar, sehingga efek samping mayor dari penggunaan Rifampisin adalah hepatotoksis

yang dapat diperparah dengan penambahan Isoniazid. Efek samping yang juga

ditemukan adalah nyeri sendi.

6. Terjadinya Interaksi Obat

Interaksi obat artinya aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain

jika diberikan secara bersamaan (Priyanto:2009). Interaksi dapat terjadi karena proses

farmakokinetik dan farmakodinamik. Untuk interaksi farmakokinetik dapat diatasi

dengan menjarakkan waktu pemberian obat, sedangkan interaksi farmakodinamik

diatsi dengan melalukan monitor secar teratur kondisi klinis pasien.

7. Kegagalan Terapi Obat

Tidak ditemukan tejadinya kegagalan terapi obat pada pasien DM tipe 2

dengan TB paru. Pasien mengalami kegagalan terapi disebabkan oleh faktor yang

berkaitan psikososial, ekonomi ataupun kurangnya pengetahuan pasien berupa :

pasien lupa minum obat, dosis tidak sesuai sebagaimana mestinya, interval waktu

antara dua dosis tidak tepat, menggunakan obat lain disamping yang diberikan oleh

dokter, menghentikan pemakaian obat lebih awal, minum obat dengan alasan yang

tidak tepat, obat tidak segera diambil diapotek tetapi menunggu beberapa hari baru

resepnya ditebus dan terjadinya efek samping. Kegagalan terapi tidak hanya

disebabkan oleh faktor pasien sendiri, tetapi juga pada petugas kesehatan seperti

pasien tidak diberi informasi tentang cara pengunaan obat, waktu minum obat oleh

petugas kesehatan.

Page 24: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

24

Analisa Kuantitatif Poliklinik

Analisa kuantitatif pada pasien polklinik meliputi analisa persentase jenis obat

antidiabetes yang digunakan, persentase jenis OAT yang digunakan, persentase jumlah pasien

DM tipe 2 dengan TB paru berdasarkan jenis kelamin, rentang umur, jenis pengobatan dan

riwayat pengobatan.

1. Jenis Obat Antidiabetes yang digunakan pada terapi

Pada pasien poliklinik, pemberian obat antidiabetes oral lebih dipilih untuk

pasien DM tipe 2. Walaupun dari beberapa literatur disebutkan pemberian insulin

lebih dini pada pasien dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol dan lebih dari

dari 5 tahun lebih dianjurkan, namun dibutuhkan keahlian untuk pemberiannya.

Glibenklamid merupakan obat golongan sulfonilurea generasi ke 2 paling banyak

diresepkan untuk pasien Diabetes Melitus yang tidak memperlihatkan perbaikan

hasil dengan hanya pemberian metformin. Obat ini mempunyai t1/2 eliminasi yang

panjang yakni 9 jam, sehingga hanya diberikan 1 x sehari. Selain itu dari segi

ekonomi, harga glibenklamid relatif murah sehingga dapat diperoleh oleh semua

kalangan masyarakat.

2. Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB paru Berdasarkan Jenis

Pengobatan dan Jenis Obat

Tablet OAT KDT terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yang mana panduan ini dikemas

dalam bentuk 1 paket untuk 1 pasien. Pemberian KDT ini lebih dipilih karena meiliki

keuntungan dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping, mencegah penggunaan obat tunggal

Page 25: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

25

sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi

kesalahan penulisan resep, serta jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga

pemberian obat menjadi lebih sederhanadan meningkatkan kepatuhan pasien.

Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniazid,

Pirazinamid, Rifampisin, dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

3. Jumlah Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan TB Paru Berdasarkan Rentang

Umur

Berdasarkan rentang umur, persentase tertinggi pasien yang mendapat terapi

obat antidiabetes pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru dialami oleh pasien dengan

rentang umur 50 – 59 tahun. Yaitu sebesar 66,6 %. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian dari Guptan & Shah (2000) dan Yamagshi (2000) yang menyatakan bahwa

Diabetes Melitus dan Tuberkulosis paru paling banyak ditemukan pada pasien dengan

rentang umur 40 sampai 50 tahunan.

4. Jumlah Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan Tuberkulosis Paru Berdasarkan

Jenis Kelamin

Penggunaan obat antidiabetes pada pasien DM tipe 2 dengan TB paru

berdasarkan jenis kelamin, yang paling banyak mendapatkan terapi obat antidiabetes

adalah perempuan yaitu sebesar 55,5 %, sedangkan laki-laki 44,4%. Hasil ini

berbanding terbalik dengan data yang diperoleh pada bangsal rawat inap.

Kemungkinan hal ini disebabkan lebih baiknya angka kesadaran perempuan dalam

melakukan kontrol pengobatan secara teratur ke bagian poliklinik sehingga

memperlihatkan angka pasien DM dengan TB paru yang lebih besar pada perempuan

dibanding laki-laki.

Page 26: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

26

5. Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan Tuberkulosis paru Berdasarkan

Riwayat Pengobatan Pasien

Dari hasil ini tergambar bahwa pasien yang paling banyak ditemui di

poliklinik adalah pasien dengan TB paru baru dibandingkan TB relaps ataupu default.

Adanya program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional dari pemerintahan dengan

memberikan penyuluhan, pemberian obat secara gratis, dan PMO ( Pengawas

Meminum Obat) dapat menekan angka keberulangan timbulnya TB.

Analisa Kualitatif Poliklinik

Analisa kualitatif meliputi analisa terjadi atau tidaknya Drug related Problems

(masalah-masalah yang dapat timbul selama pasien diberi terapi) diantaranya : Persentase

pasien DM tipe 2 dengan TB paru mendapat indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi medis,

ketidaktepatan pemilihan obat , menerima obat dengan dosis berlebih, menerima obat dengan

dosis kurang, terjadinya reaksi efek samping obat, terjadinya interaksi obat pada pasien

Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB paru, persentase pasien kegagalan terapi. Data tentang

DRP ini agak sulit dinilai karena pengambilan data secara retrospektif.

1. Indikasi Tanpa Obat

DRP mengenai indikasi tanpa obat pada pasien poliklinik agak sulit dinilai

karena lembaran Rekam Medik tidak melampirkan keluhan pasien secara keseluruhan.

Namun dapat disimpulkan tidak ditemukan adanya kategori DRP ini karena indikasi

utama pasien yakni DM dan TB paru diobati.

2. Obat tanpa Indikasi Medis (DM dengan TB paru)

Dari data yang diperoleh terlihat, disamping obat utama yang diperoleh oleh

pasien yakni obat antidiabetes dan OAT juga diresepkan obat-obat lain kemungkinan

Page 27: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

27

karena kondisi klinis pasien. Seperti diresepkan simvastatin untuk mengatasi

hiperlipidemia, ascardia sebagai terapi tambahan pada pasien DM, alprazolam untuk

mengatasi gangguan tidur, dan Amitriptilin untuk mengatasi kondisi psikis pasien.

3. Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Untuk ketepatan pemilihan obat agak sulit dinilai, namun secara keseluruhan

dapat disimpulkan bahwa pemberian obat untuk pasien DM tipe 2 dan TB paru di

poliklinik telah sesuai dengan Standar Terapi dimana untuk tahap awal pasien diterapi

dengan metformin, jika tidak terlihat perbaikan maka dilakukan kombinasi dengan

golongan sulfonilurea. Pemberian glikuidon pada pasien DM dengan diangnosa

gangguan ginjal lebih disarankan karena

4. Dosis Obat berlebih atau Dosis Obat Kurang

Pasien DM tipe 2 dan TB paru paling sering mengalami DRP pada penentuan

dosis obat DM yang digunakan terutama glibenklamid. Dimana Rifampisin akan

mengurangi kadar serum glibenklamid dalam darah dengan cara meningkatkan proses

metabolisme glibenklamid di hati.

5. Efek samping Obat

Efek samping obat dari terapi obat antidiabetik dan OAT pasien dilihat dari hasil

pemeriksan pasien selama check up di poliklinik terhitung saat pasien mulai

mendapatkan terapi OAT dan obat antidiabetik selama bulan Juni 2010 sampai Juni

2011. Dari data terlihat bahwa beberapa pasien mengalami keluhan nyeri sendi setelah

mendapatkan terapi OAT.

Page 28: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

28

6. Interaksi Obat

Rifampisin merupakan senyawa penginduksi hati yang poten sehingga dapat

meningkatkan proses metabolisme dari sebagian besar golongfan sulfonilurea

sehingga perlu dilakukan peningkatan dosis secara bertahap sesuai dengan respon

klinis pasien.

Salah satu obat yang berinteraksi dengan rifampisin adalah glibenklamid,

sehingga pada pasien DM tipe 2 dengan TB yang memerlukan pengontrolan kadar

gila darah secara baik perlu dilakukan penambahan dosis obat.

7. Kegagalan Terapi Pasien

Kegagalan terapi pasien dapat berasal dari pasien dapat disebabkan oleh faktor

psikososial, ekonomi, ketersediaan obat, dan tenaga medis.. Namun dari segi kepatuhan

pasien untuk meminum obat TB, dapat teratasi dengan Program Penanggulangan

Tuberkulosis yang dilakukan pemerintah dengan menunjuk PMO (Pengawas Menelan

Obat) yang bertugas untuk memastikan bahwa pasien benar benar telah meminum obat

yang diberikan.

Page 29: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

29

Gambar .Persentase Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB Paru yang

Mengalami Drug Related Problems di Poliklinik Paru dan Penyakit Dalam RSUP. DR. M

Djamil Padang

Gambar. Persentase Jumlah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB Paru yang

Mengalami Drug Related Problems di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP. DR. M

Djamil Padang

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0 0 0 0

11,10%

66,60%

44,40%

00,020,040,060,080,1

0,120,140,160,180,2

0 0

20%

7,70% 7,70%

20%

15,40%

0%

Page 30: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

30

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa angka kekerapan (Prevalensi) Drug

related Problems pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan TB Paru di RSUP DR. M.

Djamil Padang secara keseluruhan rendah.

SARAN

Untuk meningkatkan terapi pengobatan pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dan

Tuberkulosis paru, maka diharapkan seluruh tenaga medis saling bekerja sama dan

meningkatakan ketelitiannya sehinga angka kekerapan prevelelensi DRPs dapat terus

menurun secara seignifikan.

Page 31: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

31

DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeth J., 2009, Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Decroli, Eva, 2011, Timely for Insulin Initation and Intensification: Basal Bolus Approach

Concept, Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND, Padang.

Departemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical care untuk Penyakit Diabetes Melitus,

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical care untuk Penyakit Tuberkulosis,

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2008, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta.

Gunawan, Sulistia G., 2007, Farmakologi dan Terapi edisi V, Departemen Farmakologi dan

Terapeutik UI., Jakarta.

Guptan A., Shah A., 2000, Tuberculosis and Diabetes, Ind J Tub, 47: 3

Heydari, 2010, Chronic Complication of Diabetes Mellitus in Newly Diagnosed Patients,

International Journal of Diabetes Mellitus 2, Elsevier, 61-63

Informasi Spesialit Obat Indonesia vol 44, 2009, Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,

Jakarta.

Joshi N., 1999, Infection in Patients with Diabetes Mellitus, Engl J Med, 341: 1906 – 1912.

Martindale, 2007. The Complete Drug Reference, 35th

edition, The Pharmaceutical Press,

United States.

Misnadiarly, Diabetes Melitus, Gangren, Ulcer, Infeksi, Pustaka Populer Obor,

Jakarta, 2006.

Mooradian A.D., Bernbaum M., Albert S.G., 2006, A Rational Approach to Starting Insulin

Therapy, Ann Intern Med, 145: 125 – 134.

Neal M.J., 2006, At Glance Farmakologi Medis edisi 5, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Priyanto, 2009, Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia, Kepaniteraan Gerantologi

Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Trumanagara, Jakarta.

Sanusi, Harsinen, 2006, Diabetes Mellitus dan Tuberkulosis, USU Digital Laboratory.

Soegondo, Sidartawan, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pengobatan dengan Insulin,

Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Page 32: Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tuberkulosis Paru

32

Soegondo S., 2008, ”Diabetes, The Silent Killer”, at http://www.medicastore. com., Bagian

Metabolik dan Endokrin, FKUI/RSCM, Jakarta, akses 9 Oktober 2010.

Yamagishi F., Sasaki Y., Yagi T., Yamatani H., Kuroda F., Shoda H., 2000, Frequency of

Complication of Diabetes Mellitus in Pulmonary Tuberculosis, 75 (6): 435 – 7.

Yamagishi F., Suzuki K., Sasaki Y., Saitoh M., Izumizaki M., Koizumi K., 1999, Prevalence of

Coexisting Diabetes Mellitus Among Patients with Active Pulmonary Tuberculosis,

71(10): 569 – 72.

Young, 2010, Increased Risk of Tuberculosis Disease in People with Diabetes Mellitus:

Record-Linkage Study in a UK Population, J Epidemiol Community Health Doi:

10.1136/jech.114595.