dr. drs. h. zainul djumadin., mrepository.unas.ac.id/516/1/buku 1.pdf · bentuk sistem politik...
TRANSCRIPT
-
Dr. Drs. H. Zainul Djumadin., M.Si
BIROKRASI DAN POLITIK
PADA ERA PEMERINTAHAN ORDE BARU
DI INDONESIA
LPU-UNAS-2018
-
Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Copyright : Djumadin, Zainul
BIROKRASI DAN POLITIK PADA ERA
PEMERINTAHAN ORDE BARU DI INDOENSIA
ISBN : 978-602-0819-23-5
Editor dan Desain Sampul: Syarif Nur Bienardi
Penata Letak : LPU-UNAS
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak
buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara
apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk
fotocopi, rekaman dan lain-lain tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Lembaga Penerbitan Universitas Nasional (LPU-UNAS)
Alamat : Jl. Sawo Manila, No. 61. Pejaten, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan.12520. Telphon : 021-78837310/ 021-7806700
(hunting) ext. 172. Fak : 021-7802718
Cetakan Tahun : 2018
Penerbit : LPU-UNAS, JAKARTA
-
i
KATA PENGANTAR
Buku Saudara Dr. H. Zainul Djumadin., M.Si, membahas
tentang Birokrasi dan Politik Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
di Indonesia. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai
konotasi dalam konteks dengan pelayanan publik dan masyarakat
suatu proses pembangunan nasional, sedangkan politik adalah
ilmu pengetahuan dalam kerangka memberikan kontribusi untuk
memperkuat pelayanan dan tugas pokok dari pada
penyelenggaraan negara, agar tujuan dari pokok antara birokrasi
dan politik saling memberikan dan menunjang jalannya
pemerintahan.
Suatu negara yang maju dalam hubungan dengan
pelayanan masyarakat akan selalu terlihat dari sepak terjang
memberikan nilai-nilai tambah bagi kemajuan suatu bangsa,
karena dukungan birokrasi yang baik dan memadai kinerja
birokasi atau birokrat merupakan suatu organisasi yang
menunjang kinerja pemerintahan dan suksesnya tergantung pada
sinergisitas antara para pengambilan keputusan yang menjadi
kekuatan negara untuk memberikan hasil akhir dari suatu proses
pembangunan dalam menghadapi era globalisasi dan regionalisasi
dalam bentuk persainagan, serta bagaimana pengawasan dan
pengendalian organisasi bekerjasama, khusus masalah koordinasi
antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, terutama
pada otoritas pembagian kewenangan antara pusat dan daerah.
Seringkali terjadi ketidaksamaan antara pemerintah pusat dan
daerah berkuasa terjadinya distorsi dan tekanan pada birokrasi
dan para elit politik menjadi tidak sinkron dan komunikasi yang
-
ii
terbatas sebagai hambatan bagi pelayanan birokasi yang dianggap
tidak efisiensi.
Birokrasi pada era Orde Baru lebih bersifat Patrimonial
dan juga Patron-klien yang menguntungkan sekelompok elit yang
berkuasa mengatur kekuasaan politik sebagai bagian integral
komprehensif para penentu kebijakan pada masa itu lebih banyak
mengatur kepentingan partai penguasa yang mendapatkan
fasilitas dan kemudahan dalam pembagian hasil kekayaan negara
yang dikoptasi, dimana tidaka ada sistem dan regulasi yang dapat
mengatasi kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat
miskin. Pendapat para ahli untuk mengurangi atau menggantikan
birokasi yang lebih rasional dari pergeseran antara primordial
menjadi birokrasi aktual tergantung pada penyelenggara negara
yang memiliki kesadaran politik agar pertumbuhan ekonomi
dapat berlangsung lebih baik.
Jakarta, Nopember 2018
LPU-UNAS
-
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN . .............................................. 1
BAB II ARTI DAN HAKIKAT BIROKRASI .............. 11
A. Pengertian Birokrasi ....................................... 11
B. Birokrasi Dalam Sistem Politik ...................... 29
BAB III BIROKRASI DI INDONESIA .......................... 41
A. Birokrasi Dalam Masa Pra Penjajahan ........... 41
B. Birokrasi Dalam Pemerintahan Setelah
Kemerdekaan .................................................. 55
BAB IV KETERLIBATAN BIROKRASI DALAM
POLITIK PADA ERA PEMERINTAHAN
ORDE BARU ...................................................... 73
A. Peran Ganda Birokrasi Dalam Masa
Pemerintahan Orde Baru ................................ 74
1. Hubungan Timbal Balik Antara Birokrasi
dan GOLKAR ............................................ 76
2. Hubungan ABRI dan GOLKAR ................ 87
B. Birokrasi dan Kestabilan Politik ..................... 94
C. Peranan Birokrasi Dalam Pemilihan Umum
(Pemilu) .......................................................... 104
-
iv
BAB V PENUTUP ............................................................ 117
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 121
-
Pendahuluan
1
BAB I
PENDAHULUAN
Fred W. Riggs berpendapat bahwa kehidupan
politik Indonesia merupakan satu masyarakat yang
dinamakan “bureaucratic polity “ (masyarakat politik
birokratik), suatu konsep yang mula-mula
dikembangkan oleh Riggs untuk menerangkan sistem
politik di Thailand pada pertengahan Tahun 60-an.
Masyarakat politik birokratik ini disebutnya sebagai
bentuk sistem politik dimana kekuasaan dan
partisipasi politik dalam membuat keputusan,
terbatas sepenuhnya pada para penguasa, terutama
para perwira militer dan pejabat tinggi birokrasi.
Asumsi ini lahir melihat kenyataan bahwa birokrasi
di Indonesia cukup luas keterlibatannya dalam
proses politik.
Ciri-ciri pokok masyarakat politik birokratik,
adalah : pertama, lembaga politik yang dominan
adalah aparat birokrasi, kedua, lembaga-lembaga
politik lainnya seperti parlemen, partai politik,
“interest group” lemah dalam arti tidak mampu
melakukan “balance” dan kontrol terhadap birokrasi,
ketiga, massa diluar birokrasi secara politis maupun
ekonomis pasif, yang merupakan sebab terpenting
lemahnya peranan partai politik, dan secara timbal
balik menguatkan kedudukan dan peranan birokrasi.
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
2
Disamping itu pengusaha-pengusaha swasta (bukan
asing), terutama yang tidak menjadi bagian dari mata
rantai birokrasi pada umumnya juga lemah.
Sedangkan proses politik dalam elite penguasa
amat dipengaruhi oleh tradisi pemikiran politik Jawa
yaitu elite dengan kemampuannya berkonsentrasi,
memfokuskan kekuasaannya dan menyerap
kekuasaan dari luar serta memusatkan dalam
dirinya, sehingga terjadi pemusatan kekuasaan,
kewibawaan dan kewenangan dalam tubuh elite itu
sendiri.
Walaupun pemusatan kewenangan merupakan
usaha yang berlangsung terus menerus oleh elite
tetapi bukan berarti bahwa birokrasi telah
menyelesaikan persoalan pokok untuk menegakan
Birokrasi Nasional yang efektif.
Dalam hal ini sejumlah persoalan yang masih
dihadapi ialah kordinasi, fungsi yang tumpang
tindih, pemusatan kewenangan secara mitra dan
komunikasi. Dalam hal motivasi sejumlah masalah
yang dihadapi ialah tingkatan pelaksanaan
pemerintahan yang menyangkut hubungan antar
birokrasi dan politik.
Disamping pemusatan kewenangan birokrasi di
Indonesia ditandai pula keterlibatannya dalam
kegiatan politik, bentuk keterlibatannya antara lain
bahwa birokrasi beriteraksi dengan pusat-pusat
kekuasaan dalam peranannya sebagai pelaksanaan
kebijaksanaan yang dihasilkan oleh pusat–pusat
-
Pendahuluan
3
kekuasaan tersebut. Juga birokrasi dilibatkan, dan
pada titik-titik tertentu melibatkan diri dalam arena
kekuasaan baik dalam rangka kepentingan politisi
atau penguasa maupun dalam rangka kepentingan
birokrasi itu sendiri.
Dari waktu kewaktu memang terlihat terjadi
krisis kepercayaan terhadap birokrasi. Berbagai
kalangan menuduh seolah-olah birokrasi semakin
mewakili kepentingan dirinya sendiri atau semakin
mewakili kepentingan perusahaan-perusahaan besar
atau bekerja sama dengan partai politik tertentu.
Menurut Dorojatun Kuncoro Jakti, birokrasi di
negara-negara Dunia Ketiga merupakan suatu mesin
politik yang tidak mungkin bersikap netral.
Mesin politik ini kadang-kadang
mencerminkan nilai-nilai serta norma-norma yang
jauh dari rasional dan tidak objektif, bisa saja mesin
politik ini merupakan bagian dari dominasi oleh
suatu suku, daerah, agama yakni kelompok-
kelompok primordial ataupun merupakan bagian
dari partai politik yang berkuasa. Meskipun birokrasi
memiliki struktur yang serupa dengan negara-negara
maju, namun isi dan prilakunya diwarnai oleh kaitan
primordialnya. Karena birokrasi semacam ini pernah
terjadi di Barat yaitu pada tahap pra-kapitalis, yang
oleh Max Weber disebut sebagai Birokrasi
Patrimonial. Dalam birokrasi yang semacam ini
hubungan-hubungan yang ada lebih nampak seperti
hubungan antara patron dengan klien yang bersifat
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
4
sangat pribadi yaitu birokrasi akan timbul masalah
pertukaran antara loyalitas politik dengan sumber
ekonomi. Mereka yang memberikan loyalitas akan
dibendung atau dimatikan sumber ekonominya.
Kepentingan bangsa dan negara tidak menjadi
pertimbangan dalam hubungan patron-klien,
melainkan hubungan antara satu pribadi dengan
pribadi yang lain, baik sebagai basis bagi
kepentingan diri sendiri, maupun golongan atau
partainya. Birokrasi patrimonial juga membangun
kekuasaan dan jaringan pemerintahannya
berdasarkan ketergantungan dari mereka yang
menjalankan politik yang bersumber pada
kepatuhan. Kepatuhan itu dikembangkan oleh
penguasa dalam jaringan kesetiaan, artinya bawahan
memberikan kesetiaan pada penguasa dan penguasa
memberikan imbalan-imbalan istimewa kepada
bawahan.
Dengan demikian posisi penguasa sangat kuat
karena modal dari orang yang melaksanakan
pemerintahan berdasarkankepatuhan dan kesetiaan.
Karena penguasa harus memberikan imbalan-
imbalan kepada bawahan maka birokrasi patrimonial
bergantung pada kondisi ekonomi. Max Weber
Mengatakan dalam sistem ekonomi yang
bagaimanapun birokrasi patrimonial bisa hidup.
Untuk menghidupi kecukupannya birokrasi
patrimonial bergantung kepada pengusaha,
pengusaha ditarik pajak yang besar dan bisa
-
Pendahuluan
5
memberikan konsesi-konsesi, dari sini birokrasi dpat
menarik keuntungan-keuntungan.
Akibat dari birokrasi patrimonial ini kegiatan
birokrasi menjurus pada penyelewengan-
penyelewengan, makin tidak jelas peraturan dan
kelembagaannya sehingga makin mudah terjadi
korupsi yang terlepas dari konstitusi, perundang-
undangan dan peraturan-peraturan. Jelas semua ini
bertentangan dengan upaya untuk melembagakan
kehidupan bernegara.
Proses pertumbuhan dan perkembangan
birokrasi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan
perkembangan birokrasi di negara-negara
berkembang lainnya, yaitu birokrasi tidak saja
sebagai pelaksana kebijaksanaan yang dihasilkan
oleh pusat-pusat kekuasaan tetapi juga birokrasi
melibatkan diri dalam arena kekuasaan untuk ikut
dalam proses politik dalam pengambilan keputusan.
Disamping birokrasi yang berperanan ganda
tersebut juga birokrasi patrimonial yang
mengutamakan patron-klien yang mendasarkan pada
hubungan pribadi dan hubungan antara bapak dan
anak buah.
Disamping itu, keadaan birokrasi di Indonesia
saat ini menurut beberapa pengamat ,diwarnai oleh
peninggalan masa lalu yaitu berupa konsep politik
etnis Jawa tradisional yang aritokratis. Pada masa
pemerintahan Amangkurat, misalnya aparat
pemerintahan adalah sekedar alat raja untuk
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
6
mengurus kelangsungan kepentingan pribadi raja
dan kerajaannya.
Raja melalui aparat yang bernama Priyayi
memerintah rakyatnya, dari raja kekuasaan keluar
kebawa melalui khirarki pejabat birokrasi abdi
dalem, oleh raja para abdi dalem ini diberi hak-hak
atas tanah, menarik pajak dan semacamnya dari
rakyat tanpa batasan dan peraturan yang jelas,
untuk kemudian diserahkan kepada raja, sesudah
diambil sekadarnya oleh para abdi dalem. Tidak ada
kontrol atas tindakan raja oleh rakyat dan tidak ada
komunikasai dari bawah keatas.
Dari pendapat pengamat diatas, barulah dapat
menelaah pertumbuhan birokrasi di Indonesia dan
perkembangannya dalam kehidupan politik di masa
pemerintahan orde baru.
Birokrasi pada masa Demokrasi Liberal dapat
dikatakan peranannya tidak ada, kalaupun ada itu
hanya pada hal-hal tertentu, menyangkut masalah-
masalah administrasi, karena pada masa itu arena
kekuasaan dan proses politik di dominasi oleh partai
politik. Pada Demokrasi Terpimpin, mulai kelihatan
peranannya walaupun belum begitu menonjol, hal ini
diakibatkan besarnya peranan (pengaruh) Presiden
Soekarno, sedangkan partai politik hampir tidak ada
sama sekali pengaruhnya kecuali Partai Komunis
Indonesia (PKI), itupun disebabkan diberinya angin
kepada Soekarno, sedangkan PNI dan NU praktis
hampir tidak mempunyai pengaruh sama sekali,
-
Pendahuluan
7
sedangkan partai politik Islam Masyumi dan PSI
telah dibubarkan. Kekuatan lainnya yang mampu
mengimbangi PKI adalah ABRI khususnya Angkatan
Darat.
Pada perode pemerintahan Orde Baru pada
tahun-tahun permulaan mulai menunjukan citra,
birokrasi yang efisien jujur dan bertanggung jawab.
Akan tetapi kemudian terlihat bahwa kecenderungan
yang menuju kepada penempatan birokrasi sebagai
bagian instrumen politik.
Dalam pada itu kekutan-kekuatan diluar
secara perlahan-lahan kurang berfungsi.
Perekonomian yang tumbuh dengan pesat sejalan
dengan membanjirnya penanaman modal asing telah
menjadi sumber penghidupan aparat birokrasi pada
lapisan tertentu, dengan segala ikatannya.
Dari pertumbuhan dan perkembangan
birokrasi dari zaman Kerajaan Jawa dahulu sampai
pada birokrasi pemerintahan Orde baru sekarang ini,
akhirnya kita dapat menemukan wujud dan bentuk
birokrasi, yang berperan ganda. Disatu sisi birokrasi
hanya sebagai pelaksana kebijaksanaan yang
dihasilkan oleh pusat-pusat kekuasaan, disisi lain
birokrasi dilibatkan atau melibatkan diri dalam arena
kekuasaan,baik dalam rangka memenuhi kebutuhan
dan kepentingan birokrasi itu sendiri.
Keterlibatan birokrasi dalam politik
nampaknya menguntungkan kedua belah pihak.
Kebutuhan penguasa akan dukungan masyarakat
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
8
menyebabkan keterlibatan birokrasi dalam arena
politik, menjadi amat bermanfaat karena dengan
demikian jaringan birokrasi yang demikian luas dan
keseganan serta penghormatan masyarakat terhadap
kaum birokrat ikut menjadi jaminan. Keuntungan
lain yang bertolak dari keahlian tekhnis yang
dipunyai oleh birokrat dalam
perencanaan,pengelolaan serta pengawasan sebagai
penguasa menggunakan birokrat sebagai kawan
kerja dalam melaksanakan pembangunan.
Penghargaan penguasa terhadap kemampuan kaum
birokrat adalah berkat peninggalan masa lalu.
Disamping birokrat yang berperan ganda
tersebut, juge bentuk birokrasi yang patrimonial
yaitu birokrasi yang mendasarkan diri pada
hubungan pribadi dan hubungan bapak dan anak
buah (patron-klien), tetap terpelihara.
Birokrasi yang patrimonial ini menjadikan
kekuasaan yang berdasarkan pribadi yang karena
statusnya dihormati dan dipatuhi. Max Weber
mengatakan untuk mengganti birokrasi patrimonial
kearah yang rasional dibutuhkan waktu yang sangat
panjang. Sedangkan loiyd berpendapat bila untuk
merubah birokrasi patrimonial kearah birokrasi yang
rasional bergantung pada kesadaran politik dan
pertumbuhan ekonomi negara itu.
Studi birokrasi yang penulis lakukan adalah
menelaah konsep birokrasi Max Weber yaitu
birokrasi patrimonial, dimana jabatan dan perilaku
-
Pendahuluan
9
dalam keseluruhan khirarki birokrasi lebih
didasarkan pada hubungan familier, hubungan
pribadi dan hubungan bapak dan anak buah (patron-
klien).
Kecenderungan birokrasi seperti tersebut
diatas amat dipengaruhi oleh kebudayaan tradisional
yang begitu dominan dalam kehidupan politik
masyarakat di indonesia. Faktor kultur ini sangat
menentukan dalam birokrasi patrimonial, hubungan
patrol-klien dalam masyarakat indonesia lebih
dikenal dengan hubungan bapak dan anak buah
seperti itu, merupakan suatu hubungan yang kuat
berdasarkan kemauan timbal balik untuk saling
memberi dan menerima, secara informal kedua belah
pihak mempunyai status yang tidak sama tinggi
derajatnya. Didalam hubungan sosial seperti itu sulit
dengan jelas diketahui siapa memanfaatkan siapa,
sebab ada hakekatnya kedua belah pihak
mendapatkan suatu yang diharapkan masing-
masing, walaupun tidak sepadan.
Gambaran diatas amat menentukan jalannya
rekrutmen pada jabatan-jabatan pada birokrasi,
karir seseorang dalam birokrasi lebih bergantung
kepada kecerdikan orang itu dalam memelihara dan
memanfaatkan hubungan pribadi dan hubungan
politik.
Jabatan-jabatan birokrasi ini lebih ditentukan
oleh persetujuan dan penunjukan dari pemegang
jabatan ditingkat atas karena kenaikan jabatan
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
10
dipengaruhi faktor-faktor seperti kawan sejak kecil,
kawan lama, hubungan darah, hubungan
perkawinan, kesamaan etnis dan kesamaan
keanggotaan politik.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa
legitimasi kekuasaan politik dan wewenang jabatan
birokrasi amat ditentukan oleh hubungan patron-
klien, hubungan bapak anak buah (peternalisme). Ini
berarti konsep birokrasi patrimonial merupakan
sistem nntuk merekrut jabatan-jabatan birokrasi
yang ada hubungannya dengan permasalahan dalam
penelitian ini.
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
11
BAB II
ARTI DAN HAKIKAT BIROKRASI
A. Pengertian Birokrasi
Prosedur kerja yang berbelit-belit, mekanisme
kerja yang tidak efisien, proses pelayanan yang
lamban, sumber penyalahgunaan kedudukan dan
wewenang, merupakan simpul-simpul kesan bagi
orang awam terhadap terminologi yang bernama
birokrasi. Kesan demikian timbul karena orang
melihat instrumen pemerintahan yang disebut
birokrasi itu dari dimensi realitas yang terbatas pada
aspek prosedural administratif. Apa yang tersimpul
merupakan akibat dari cara pelayanan yang pada
beberapa seginya nampak tidak efisien, kurang
rasional, tidak bisa bersikap netral dan obyektif
dalam birokrasi yang pada umumnya terjadi
dinegara-negara Dunia Ketiga
Sebenarnya, pengertian birokasi itu menurut
asal-usul etomologsnya, berasal dari kata ; bureau
yang bisa berarti meja tulis (tetapi bisa juga diartikan
sebagai nama/sebutan kain yang selalu menjadi alas
meja para pejabat diperancis pada abad ke 18), dan
cratein yang bererti kekuasaan. Jadi secara harfiah
pengertian birokrasi adalah kekuasaan dari balik
meja tulis. Dan karena yang biasanya yang punya
meja semacam itu adalah mereka yang ada
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
12
dilingkungan pemerintahan, maka pengertian itupun
dikaitkan dengan aparat pemerintahan. Jadi
akhirnya birokrasi lebih kurang diartikan sebagai
perangkat yang menjadi alat untuk menjalankan
pemerintahan.
Sejalan dengan pemikiran diatas, pada tahun
60-an Martin Aloraw meneliti masalah birokrasi,
masalah perkembangan dan konsep birokrasi. Dia
meneliti di Eropa Barat dengan membahas dengan
berbagai dokumentasi (perpustakaan), musium serta
tokoh-tokoh yang ada melalui surat. Kemudian dia
tertarik dengan surat dari Baraw Bigrim. Setelah
dibaca dinyatakan istilah birokrasi yang pertama
dipakai dalam M. Degeor Asay Gurnay mengartikan
biokrasi dalam dua hal :
Pertama, pemerintahan ke IV dan ke V di
Perancis, dan kedua, para pejabat, pegawai,
sekretaris, dan orang yang magang yaitu orang ini
melayani masyarakat. Selain istilah birokrasi,
Grunay juga memakai islitah Bereaumania.
Praktek-praktek birokrasipun sudah ada sejak
dahulu, sejak tahun 1655, di Cina telah digunakan
istilah birokrasi, misalnya dalam pengangkatan
pegawai kerajaan di Cina. Disamping itu jauh
sebelum ini birokrasi telah digunakan oleh
Machiaveli, yang menceritakan bagaimana menteri-
menteri itu menerima imbalan. Perkembangan
selanjutnya dari pengertian birokrasi terlihat melalui
pandangan Rocy mengartikannya sebagai kekuasaan
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
13
para pegawai. Sedangkan Mosca lebih banyak
membahas atau menyoroti individu yang terlihat
birokrasi.
Sejalan dengan pemikiran Max Weber
mengkonstantir bahwa birokrasi merupakan bentuk
pengorganisasian modern dengan segala cirinya yang
meninggalkan sifat-sifat organisasi tradisional,
Kenyataan sekarang dinegara-negara Dunia Ketiga
memperlihatkan bahwa birokrasi pemerintahan
merupakan organisasi yang tangguh. Posisi itu akan
merosot apabila dibandingkan dengan birokrasi
militer.
Adapun yang dimaksud dengan birokrasi
pemerintahan adalah seluruh aparatur pemerintah,
baik sipil maupun militer yang melakukan tugas
membantu pemerintah dan mereka menerima gaji
dari pemerintah karena statusnya itu.
Salah satu instrumen pokok bagi negara
modern adalah apa yang disebut birokrasi. Birokrasi
adalah suatu alat atau instrumen pemerintah untuk
melaksanakan keputusan-keputusan serta
kebijakannya. Dengan kata lain birokrasi adalah
suatu sistem untuk mengatur jalannya
pemerintahan. Salah satu ciri yang paling menonjol
dalam birokrasi adalah modern adanya khirarki
adanya jabatan-jabatan (atasan dan bawahan), dan
terdapat rekruitmen, promosi, penggajian,
pemisahan bidang pribadi dan jabatan, yang
kesemuanya itu diatur menurut undang-undang.
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
14
Karena itu bentuk ideal dari bentuk birokrasi
haruslah bersifat objektif, rasional, netral dengan
mekanisme kerja yang efisien dan objektif.
Birokrasi modern berasal dari negara-negara
barat. Melalui penjajahan, birokrasi itu kemudian
diperkenalkan kenegara-negara jajahan seperti di
Asia dan Afrika. Negara-negara bekas jajahan
perancis di Afrika misalnya, mengenal birokrasi lewat
pemerintahan kolonial perancis, dan kemudian
mereka menjalankan birokrasi tersebut dengan
meniru sistem birokrasi Perancis. Sebagai bekas
jajahan belanda proses pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat Indonesia sangat
dipengaruhi dengan sistem negara Belanda,
kendatipun dinegeri ini sebelumnya sudah terdapat
sistem birokrasi kerajaan. Seperti kerajaan
Majapahit, Aceh, Goa Talo dan Mataram. Lazimnya
dalam bentuk sederhana , birokrasi itu dijalankan
oleh pengikut pribadi raja. Sehingga dari sinilah
timbul bentuk-bentuk birokrasi patrimonial. Bentuk
birokrasi ini, dalam tipoligi weber menggambarkan
bahwa jabatan dan perilaku pada hubungan,
hubungan bapak dan anak buah.
Oleh karena itu, birokrasi modern yang
tumbuh dan berkembang dinegara-negara bekas
jajahan juga dipengaruh oleh budaya politik yang
bersumber dari lingkungan setempat. Begitu pula
birokrasi yang berlaku di Indonesia sampai saat ini
masih merupakan campuran antara unsur-unsur
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
15
birokrasi Barat dengan unsur-unsur yang bersumber
dari budaya politik kerajaan.
Beberapa sejarawan menunjukan bahwa ilham
dan akar birokrasi modern adalah masyarakat
tradisional. Beberapa sejarawan misalnya,
berpendapat bahwa penciptaan birokrasi modern di
Eropa berilham dari aparatur negara kekaisaran
Cina dengan mandarin-mandarinnya yang
melakukan tugas atas dasar falsafah konfusisus.
Memang yang terakhir ini dengan sistem ujian yang
ketat bagi calon pegawainya, memperlihatkan unsur-
unsur birokrasi modern, tapi hanya ilham yang
disempurnakan bagi masyarakat dan negara maju di
Eropa modern.
Sejarawan juga melihat bahwa birokrasi inggris
tumbuh dari peristiwa sejarah yang kebetulan, yakni
ketika raja-raja dari Hannover di Jerman menjadi
raja Inggris karena keturunan pewarisan, sehingga
mereka harus meninggalkan kerajaan Hannover yang
lalu diperintah oleh orang-orang ahli administrasi,
birokrat. Dari sinilah antara lain berasal birokrasi
kolonial Inggris di India, Asia Tenggara, Afrika dan
lain-lain,yang sampai kini mempengaruhi struktur
birokrasi mereka.
Di Indonesia terciptanya birokasi modern,
artinya birokrasi yang berasal dari Barat ini terjadi
sejak revolusi Perancis (1789). Negeri Belanda
modern sendiri tercipta pada zaman tersebut dan
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
16
tidak mengherankan bahwa koloninya juga berakar
pada periode itu.
Konsep negara dan birokrasi modern di
Indonesia dibawa oleh marsekal Herman Willem
Daendlas (1806-1809) yang melihat dirinya sebagai
Napoleon kecil yang harus menciptakan negara yang
bermodal Napoleon di Koloni Hindia Belanda. Dengan
tegas ia menciptakan pembagian fungsi daerah, dan
khirarki kekuasaan baik dikalangan penguasa
Belanda (Eropa) maupun bumi putra.
Dalam pada itu birokrasi dalam literatur ilmu
administrasi sering dipergunakan dengan beberapa
pengertian yang berbeda. Martin Albrow
mengemukakan pengertian istilah birokrasi dalam
tujuh pengertian atau kategori :
1. Rational organization
2. Organization ineffciency
3. Rule by oficial
4. Public administration
5. Administration by oficial, etter public or privete
sector
6. An organization form characterized by such
qualities as hierrarchy and rules
7. An assential quality f modern society. (warwick,
1975 : 4).
Dalam uraian ini birokrasi dipakai dalam
pengertian yang terbatas yaitu sebagi organisasi
pemerintahan atau administrasi negara atau public
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
17
administration, pengertian ini secara mengacu
kepada govermental-bureacra-cy, seperti yang
dipakai oleh Almond dan Powell, yaitu : The
Governmental Bureacruracy is group of formally
organized offices and duites, linked in complex
grading subordinates to the formal rule-makers.
(almond & Powell, 1968 : 70).
Juga pengertian yang terbatas ini dipakai oleh
Lance Castels dalam suatu uraian tentang birokrasi
di indonesia, seperti yang dukemukakan bahwa : “
Bureacruracy I mean the salaried people who are
charged with the function of goverment. The army
officers, the military bureacracy of wich I am
speaking does not always conform to Weber’s nation
of rasional bureacracy”. ( Lance Castels; 1976 : 2)
Yang paling sering terjadi ialah pemakaian
istilah birokrasi dalam pengertian yang kurang baik
yaitu “administrative-inefficiency”. Di Amerika
birokrasi dalam pengertian yang kurang baik
mencerminkan cara kerja aparatur pelayanan
pemerintah yang tidak bekerja sebagaimana
mestinya. Gambaran seperti itu dapat digambarkan
dengan jelas, digambarkan oleh Warwick dalam
pertanyaannya, berikut ini : “Critics claims that
govermental organization become the master rather
then the servant ot the people. Stifle initiatives,
inculcate fear, multiply reporting requirement,
circumscrible action, waste time and deple the federal
treasury” (Warwick ; 1975 : 3)
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
18
Kutipan diatas menggambarkan pengertian
yang kurang baik mengenai birokrasi, ciri-ciri
penampilan birokrasi dalam arti negatif yang sering
dijumpai oleh mereka yang berhubungan dengan
birokrasi.
Edward feit, mempertegas pengertian birokrasi
dan khusunya aparatur birokrasi dalam arti para
pejabat pimpinan tingkat atas dan menengah dalam
suatu struktur organisasi baik pemerintah maupun
swasta, seperti kutipan dibawah ini :
“The definition used is of bureacrats as men state service corresponding to “top” or middle levels of managenemt in business. They are a part of that hirarchy of offices whose authority derives from a chief executive”. (Edward Feit, 1973 : 8).
Dalam pengertian yang lain yaitu suatu bentuk
organisasi dengan ciri-ciri yang khusus yaitu sebagai
suatu organisasi yang rational, seperti apa yang
digambarkan oleh Max Weber dalam berbagai
karyanya yang dikenal sebagai “tipe ideal dari
birokrasi”. Secara ringkas La Palombara merangkum
ciri-ciri yaitu : “The Crucial Characteristic of
Bureacracy” :
1. Specialliced,highly differentiated administrative
rules
2. Recruitment on the basis of achivement
(measured by examinations) rather than
ascription;
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
19
3. Placement, transfer and promotion on the basis
of universalistic reather than particularistic
criteria;
4. Administrators who are salaried profesionals
who view their work as career, and
5. Administrative decision making whitin a
rational and readly undesstood context of
hierarchi, responsibility and dicipline (La
Palombara, 1973:49)
Ciri-ciri birokrasi yang rasional seperti yang
dikemukakan diatas, juga meruakan dasar dari
pembentukan organisasi pemerintahan yang dikenal
sebagai organisasi pemerintah. Tentu saja dalam
organisasi sehari-hari,dapat dijumpai kritik dan
kelemahan,namun hakekat dasar dari semua
organisasi pemerintahan dalam melaksanakan
tugasnya adalah “ administrasi yang rasional “.
Lain halnya, pengertian birokrasi yang
diberikan oleh pemerintah Indonesia. Seperti apa
yang disampaikan oleh Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara pada suatu rapat
Kerja dengan Komisi II DPR, pada tanggal 11
Februari 1984 di kemukakan bahwa :
1. Birokrasi dapat diartikan suatu susunan yang
terorganisir untuk mencapai tugas-tugas
administratif dengan cara mengkordinir secara
sistimatis pekerjaan dari banyak orang.
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
20
Birokrasi terdapat disemua organisai
kerjasama manusia.
2. Apabila disebut birokrasi pemerintah sering
pula diartikan sebagai Aparatur pemerintah
atau Administrasi Negara pada umumnya.
3. Birkrasi dapat diartikan Aparatur Pemerintah
pada khususnya Korps Pegawai Negri
(KORPRI).
4. Birokasi dapat diartikan suatu prosedur kerja.
Oleh karena, salah satu instrumen pokok bagi
negara modern adalah apa yang disebut “birokrasi”.
Birokrasi suatu alat atau instrumen pemerintah
untuk melaksanakan keputusan-keputusan serta
kebijaksanaannya. Maka birokrasi adalah hierarki
diikat dengan sistem legeslasi yang relatif luas dan
mengalokasikan wewenang dan kekuasaan, serta
mendistribusikan tugas secara berkait-kait, sehingga
baru bermakna secara operasional , dan menerima
upah karena statusnya itu, apabila ada imajinasi
pada setiap tingkat, setiap sektor, setiap
fungsionaris, bahwa ia tidak semata-mata
mengarahkan lingkungan, tetapi juga melayani
lingkungan.
Kombinasi mengarahkan lingkungan dan
melayani lingkungan ini benar-benar merupakan
batu ujian bagi suksesnya birokrasi. Mengarahkan
lingkungan adalah fungsi pembangunan,sedangkan
melayani lingkungan memberi jaminan dukungan
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
21
efektif terhadap kehadiran birokrasi itu sendiri.
Borokrasi Pemerintahan yang tidak mendapat
dukungan efektif tentunya tidak akan mampu
menunaikan amanat pembangunan.
Dalam tulisan yang diajukan
disini ialah bahwa pembangunan politik yang
dilakukan oleh rezim Orde Baru memang diarahkan
untuk menempatkan birokrasi pemerintahan sebagai
pemegang posisi sentral dalam kehidupan politik di
Indonesia, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Bahwa birokrasi pemerintah dipandang
sebagai alat yang efisien dan efektif dalam
mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan
nasional.
2. bahawa birokrasi pemerintah dipandang
sebagai alat untuk memperoleh,
mempertahankan dan melaksanakan
kekuasaan.
1. Pembangunan politik
Dalam kepustakaan ilmu politik definisi
pembangunan politik sampai dewasa ini masih
mengandung kesimpang siuran antara satu sama
lainnya, tidak saling mendukung seperti apa yang
ditulis oleh Lucian W pye, antara lain sebagai berikut
: 1. Pembangunan politik sebagai prasyarat politik
untuk membangun politik; 2. Pembangunan politik
sebagai kehidupa politik khas masyarakat-
masyarakat industri; 3. Pembangunan politik sebagai
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
22
modernisasi politik; 4. Pembangunan politik sebagai
operasi negara kebangsaan; 5.pembangunan politik
sebagai administrasi massa dan partisipasi; 7.
Pembangunan politik sebagai pembinaan demokrasi ;
8. Pembangunan politik sebagai stabilitas dan
perubahan tertib; 9. Pembangunan politik sebagai
mobilitas kekuasaan; 10. Pembangunan politik
sebagai satu segi dari proses perubahan sosial yang
multidimensional.
Agaknya sulit, untuk merangkum semua
indikasi diatas demi memperoleh gambaran ringkas
namun menyeluruh mengenai pembangunan politik,
akan tetapi hal-hal berikut ini nampaknya mewakili
keseluruhan butir diatas.
1. Menyangkut pembentukan sistem politik
yang efektif; Hal ini berarti bahwa yang menjadi
tujuan pembangunan politik adalah menciptaka
suatu pemerintah, yang mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk
itu diperlukan adanya stabilitas sebagai sarat utama;
artinya pemerintah harus dapat bekerja cukup lama
untuk merencanakan programnya serta kemudian
melaksanakan dan mengawasi pelaksanaannya.
2. Menyangkut pembentukan sistem politik
yang cocok dengan kepribadian bangsa yang
bersangkutan. Dalam hal ini yang ditelaah adalah
seberapa jauh sistem politik yang ingin dicapai itu
sesuai dan didukung oleh pengalaman sejarah,
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
23
struktur sosial dan nilai-nilai budaya yang hidup
dimasyarakat.
3. Menyangkut pembentukan sistem politik
yang modern. Yang ditelaah adalah nilai tradisional
apa saja yang dapat menghambat atau mendorong
terwujudnya sistem politik yang baru. Sehubungan
dengan hal ini ada beberapa ukuran guna dapat
melihat suatu sistem politik yang modern, yaitu :
1. Adanya lembaga-lembaga pemerintahan yang
terdifenrensiasi dan terspisialisasi
2. Terdapatnya integrasi yang tinggi dalam
pemerintahan;
3. Menonojolnya rasionalitas dan sekuleritas
dalam proses pengambilan keputusan;
4. Adanya “partisipasi” yang besar dalam sistem
politik;
5. Menonjol “achievement oriented” dari para
kedudukan sosial sehubungan dengan alokasi
peranan-peranan politik;
6. Terdapatnya suatu sistem hukum yang sekular
dan impersonal; dan lain-lain.
Apa yang dikemukakan diatas kiranya dapat
dijadikan dasar pembanding, untuk dapat melihat
arah pembanguna politik yang dilakukan oleh rezim
orde baru.
Diatas tadi telah ditulis 10 definisi tentang
pembangunan politik yang berbeda orientasi satu
sama lainnya. Tapi diballik itu berupaya mencari
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
24
beberapa persetujuan yang terkandung dalam
definisi-definisi tersebut. Dari upaya itu Pye
kemudian menyimpulkan adanya tiga ciri pokok atau
dimensi yang dapat diterima didalam kejadian
pembangunan politik, yaitu persamaan, kapasitas,
dan diferensiasi. Dalam sebuah kajian yang lebih
khusus, Myron Weiner (1969), secara langsung
menghubungkan pembangunan politik dengan
integrasi politik. Istilah yang terakhir ini cukup
menarik karena diasumsikan bahwa integrasi politik
pada dasarnya adalah salah satu bagian yang cukup
penting dari kerangka pembangunan politik.
Berbicara tentang pembangunan politik,
demikian Weiner, maka hal itu berkenaan dengan
perluasan fungsi-fungsi politik; dengan tingkat
integrasi baru yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsi-fungsi itu; dan dengan kapasitas sistem politik
untuk menangani masalah-masalah integrasi yang
baru tersebut. Selanjutnya, Weiner menyarankan
bentuk dan strategi untuk, mewujudkan integrasi
politik yang mencakup enam dimensi pembinaan
yaitu : Integrasi Elite massa dan perilaku Integratif.
Bertitik tolak dari pemahaman diatas tentu
pembangunan politik dalam konteks pembahasan
adalah pembangunan politik ke Indonesia,
khususnya pemerintah orde baru, artinya ;
Pembahasan dan kajian disini melihat kebijaksanaan
pemerintahan dalam menata politik dan birokrasi.
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
25
Kebijaksanaan pemerintah merupakan arena
sekaligus kenyataan politik.
Konsep-konsep pembangunan politik, baik
yang diajukan oleh Lucian. Pye maupun Myron
Wainer, akan terlihat dengan jelas adanya berbagai
implikasi dari pembangunan politik terhadap
keberadaan dan peranan birokrasi pemerintahan.
Dalam ciri pokok yang pertama dari konsep pye,
yaitu persamaan (equality) antara lain terkandung
pengertian bahwa pengerahan tenaga kedalam
jabatan-jabatan pemerintahan seyogyanya
mencerminkan ukuran-ukuran kemampuan atas
dasar prestasi, bukan atas dasar ikatan
kekeluargaan dan status yang berdasar pada sistem
tradisional. Ini berarti bahwa pembinaan birokrasi
dalam konteks pembangunan politik tidak terlepas
kaitannya dengan salah satu tema yang sejak lama
dipersoalkan dalam diskusi tentang birokrasi, yaitu :
The search for effisiency through merit recruitment
(Peters 1978 : h. 75). Ciri pokok kedua yang
dikemukakan pye, yakni kapasitas sistem politik
untuk menghasilkan output, merupakan suatu hal
yang secara langsung berhubungan dengan prestasi
pemerintah dan keadaan-keadaan yang
mempengaruhi prestasi itu. Pada tingkat tertentu,
dimensi kapasitas ini cenderung kearah
professionalisasi pemerintahan, dimana diasumsikan
kearah professionalisasi pemerintahan, dimana
diasumsikan bahwa suatu sistem yang telah maju
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
26
akan dapat berbuat lebih baik dalam menjangkau
kepentingan umum. Birokrasi pemerintahan yang
baik harus dapat bekeja lebih cepat dan teliti, seraya
memperhatikan segi-segi efisiensi dan efektifitas
sebagai salah satu ukuran universal tentang
prestasi. Disini terlihat relevansi antara
pembangunan politik dan kapasitas birokrasi.
Oleh karena birokrasi merupakan bagian
utama dari berbagai sistem politik, maka dimensi-
dimensi perubahan dari sistem politik yang terjadi
pada awal Orde baru tentunya mempunyai implikasi
terhadap sektor ini. Dengan kata lain, pembaharuan
dalam sistem birokrasi. Untuk itulah maka, birokrasi
merupakan sektor yang pertama kali ditata oleh
regim Orde baru, karena dipandang sebagai alat yang
vital bagi pelaksanaan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan regim ini. Oleh karena itu, terwujudnya
birokrasi nasional dalam periode orde baru
merupakan suatu prestasi yang cukup baik,
walaupun akar-akarnya telah terlihat sejak awal
tahun 1960-an. Tentunya konsolidasi birokrasi ini
paling tidak membantu terwujudnya “National
Building” yang merupakan salah satu masalah yang
harus dihadapi pada khususnya. Dalam rangka
inilah dibutuhkan peranan aktif dari pemerintahan,
namun demikian dengan memperhatikan bahwa
manusia adalah obyek dan subyek pembangunan,
maka peranan aktif dan positif dari birokrasi sebagai
instrumen pemerintah tersebut masih harus
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
27
didukung oleh partisipasi aktif dari rakyat. Amin
Rais, melihat partisipasi politik sebagai
pemerintahan hak-hak politik bagi semua warga
negara untuk mendukung pembangunan. Untuk
tumbuhnya partisipasi diperlukan sosialisasi politik
dalam menanamkan budaya politik. Dan budaya
politik terproses melalui pendidikan politik.
Sosialisasi merupakan suatu proses
perkembangan atau suatu proses yang selalu
berkembang. Ini merupakan alat dimana individu
menjadi satu serta menyesuaikan diri kedalam
system kebudayaan politik.
Tetapi proses sosialisasi politik dari pihak
pengambil keputusan atau kebijaksanaan tidaklah
mesti berjalan searah, yaitu dari pengendali negara
kepada masyarakat, ini akan menanamkan
partisipasi yang semu, tumbuhnya budaya politik
yang monolist. Dalam tingkah laku politiknya
“manut” kepada kehendak atasan.
Sedangkan orientasi kerja pemerintah yang
semakin cenderung pada peningkatan pelayanan
sosial menandai perkembangan kearah modernisasi
yang berlangsung diberbagai negara didunia,
terutama yang menganut sistem politik demokrasi.
Seperti yang dikatakan oleh Deutsch (1974 :
158), bahwa para teoritisi tentang demokrasi, mulai
dari pericles hingga Jhon Suart Mill, sepakat bahwa
untuk menilai suatu pemerintahan yang baik harus
diukur dari kualitas hidup individu-individu yang
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
28
tumbuh dibawah naungannya. Kalau dalam teori
klasik abad ke-19, baik dinegara yang menganut
liberalisme dan marxisme, enforcement function
merupakan esensi dari kehidupan bernegara, maka
dengan meluasnya penerimaan terhadap konsep
“welfare State” teori itu telah ditinggalkan. Menurut
pengamatan Karl W. Deutsch pada era tujuh
puluhan, sebagian besar negara modern
membelanjakan kurang dari sepertiga anggarannya
untuk “Iam en forcement”., termasuk didalamnya
penyediaan dana untuk kepentingan peradilan
kriminil, polisi dan pertahanan nasional. Dua pertiga
digunakan unutuk menunjang kegiatan-kegiatan
disektor pemerintahan umum, pelayanan sosial,
kesejahteraan pendidikan, bantuan ekonomi dan
pemeliharaan infra struktur ekonomi seperti sekolah-
sekolah, jalan raya, airport, pelabuhan dan berbagai
bagian dari sistem transportasi (Ibid, h.155).
Konstasi Deutsch ini menyadarkan kita bahwa di
negara-negara yang sudah maju, bahkan yang
memliki orientasi-orientasi kewiraswastaan yang
kuat atau entrepreneurial societies sekalipun
(kecenderungan orientasi ini dibedakan dari
bureaucratic societies, Bendix 1956) peranan
birokrasi sebagai pelayanan kesejahteraan
masyarakat cukup menonjol. Tentu saja di negara-
negara sedang berkembang, peranan itu akan
terlihat, atau diharapkan tampil secara luas.
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
29
Ciri pokok atau dimensi ketiga, dari konsep
pembangunan politik, menurut Pye, yakni
diferensiasi dan spesialisasi, khusus berlaku dalam
analisa tentang lembaga dan struktur. Jabatan-
jabatan dan lembaga-lembaga pemerintah masing-
masing cenderung memiliki fungsi yang tersendiri
dan terbatas, dan ada persamaan pembagian kerja di
dalam pemerintahan (Yahya Muhaimin Colin Ma
Andrews, 1977 :17)
Jika konsep analisa pye dihubungkan dengan
konsep Weiner, untuk dipakai dalam menganalisa
kedudukan dan peranan birokrasi dapat diarahkan
untuk memperbaiki kondisi internal terhadap
birokrasi pemerintahan, agar dapat mengemban
perananannya sebagai “agent political devloment”.
Dan dilain pihak, konsep Weiner dengan tidak
mengurangi arti penting dan kemungkinannya untuk
diarahkan bagi pembinaan integrasi dalam tubuh
birokrasi, namun lebih menampilkan sebagai
tantangan yang harus dijawab dan diwujudkan oleh
setiap sistem politik. Dengan demikian konsep itu
dapat menjadi kerangka orientasi kerja dari birokrasi
sebagai salah satu komponen operasional dari sistem
politik.
B. Birokrasi Dalam Sistem Politik
Seringkali orang memberikan nama kepada
suatu sistem politik berdasarkan proses hubungan
kekuasaan yang berhubungan kekuasaan yang
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
30
diperlukan ataupun yang dicita-citakan oleh
pendukung sistem tersebut. Demikianlah misalnya
dengan sistem politik competitive, dan non
competitive, kerap pula ideologi dijadikan azas dasar
negara digunakan untuk julukan bagi suatu sistem
politik. Maka dijumpai sistem Politik Sosialis,
Komunis, Liberalisme, demokratis. Dan tidak jarang
pula kelompok elit penguasa atau rejim politik,
dengan segala karakter yang dibawakannya, dipakai
untik menamakannya sistem politik. Karena itu
orang bicara tentang sistem politik militerisme,
sistem politik feodalistik ataupun sistem politik
birokratik.
Tulisan ini amat erat kaitannya dengan bentuk
sistem politik yang terakhir, sebab yang hendak
ditelaah bukan saja antara hubungan birokrasi
pemerintahan dengan politik, akan tetapi aspek
penting dari kegiatan birokrasi pemerintahan
Indonesia yaitu peran gandanya, menjadi perhatian
pula dalam tulisan ini. Kedua lingkup pembicaraan
tersebut hendak dijabarkan kedalam telaah
mengenai sejarah pertumbuhan birokrasi di
Indonesia dengan memperhatikan sebab-musebab
dengan efeknya terhadap kehidupan sosial dan
politik.
Di negara-negara Barat, biasanya birokrasi
dipandang sebagai aparat instrumental yang
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan melalui
lembaga-lembaga politik non birokrasi. Ini berarti,
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
31
bahwa keterlibatan birokrat dalam politik lebih
berpusat pada tingkat “atas” yakni pada tingkat
pembuat keputusan. Sedangkan dinegara-negara
berkembang keterlibatan birokrat didalam politik
sangat tinggi, sehingga birokrasi selalu mempunyai
pengaruh tertentu dalam perkembangan politik.
Karena besarnya keterlibatan para birokrat di
negara-negara sedang berkembang, para penulis
barat bahkan menilai bahwa ada hubungan yang
spesifik antara birokasi dengan sistem politik yang
berlaku,tentu dengan alasan yang spesifik pula.
Agar lebih jelas peranan birokrasi dalam sistem
politik di Indonesia, khususnya pada masa
pemerintahan Orde Baru, maka ada baiknya dalam
tulisan ini, walaupun secara sepintas lalu, penulis
memberikan pengertian tentang sistem politik.
David Easton, memberikan pengertian tentang
sistem politik (political system) sebagai “a set of
interactions abstracted from the totality of sosial
behaviour through which values are allocated for a
society”’ artinya seperangkat interaksi yang
diabstraksikan dari totalitas kelakuan soaial, dimana
nilai-nilai dialokasikan terhadap masyarakat.
Sistem politik itu adalah suatu mekanisme dari
separangkat fungsi atau peranan yang ajeg. Proses
yang disebut mengandung segi-segi dimensi waktu
(masa lampau, masa kini dan masa yang akan
datang), kemudian yang diartikan dengan struktur
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
32
adalah aktivitas-aktivitas yang dapat diobservir atau
diidentifisir menentukan sistem politik itu.
Setiap sistem politik itu harusnya mempunyai
ciri-ciri yang bersifat universal, yaitu dalam bentuk
fungsi politik. Menurut Gabriel Almond fungsi-fungsi
politik yang ada dalam sistem politik dapat dibagi
dalam dua bagian: Fungsi Infut, yaitu artikulasi
kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi
politik, komunikasi politik,rekruitment politik, dan
Fungsi Output yaitu pembatan kebijaksanaan,
penerapan kebijaksanaan, dan penghakiman
kebijaksanaan. Struktur politik didefinisikan sebagai
“suatu pola interaksi yang dianggap sah, dengan
mana Tata cara masyarakat dipertahankan dan
dipelihara”. Dalam masyarakat politik modern
terdapat struktur-struktur politik : kelompok
kepentingan, partai politik, birokrasi, badan
eksekutif, badan legislatif, dan badan peradilan.
Proses politik itu dimulai dengan masuknya
infut berupa kepentingan yang diartikulasikan atau
dinyatakan oleh kelompok kepentingan dan
diagregasikan atau dipadukan oleh partai politik
sehingga kepentingan-kepentingan khusus itu
menjadi suatu usul kebijaksanaan yang lebih umum,
dan selanjutnya dimasukan kedalam proses
pembuatan kebijaksanaan yang dilakukan oleh
badan-badan legislatif dan eksekutif. Dalam hal ini,
infut itu diubah menjadi output berupa
kebijaksanaan, karena itu tahap ini disebut juga
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
33
“konversi”. Dan tahapan pembuatan kebijaksanaan
ini pula yang merupakan inti dari keseluruhan dari
proses poliik. Kebijaksanaan itu kemudian dijadikan
oleh birokasi.
Disamping itu, dalam setiap proses politik juga
berjalan fungsi-fungsi sosial politik, komunikasi
politik dan rekruitmen politik. Demikianlah proses
itu berjalan, dari infut berujud tuntutan kepentingan
diubah menjadi output berupa kebijaksanaan
kedalam sistem politik dalam ujud tuntutan
kepentingan baru. Dan demikian seterusnya.
Selanjutnya, bila diperhatikan secara seksama,
nampak bahwa fungsi infut tidak hanya dijalankan
oleh struktur –struktur yang semata-mata bersifat
politis, tetapi bisa juga oleh struktur-struktur dalam
sistem sosial yang lebih luas yang dalam hal ini
berfungsi politik, seperti kelompok kepentingan
keagamaan,kebudayaan dan lain-lain. Tetapi fungsi
output merupakan monopoli dari struktur-struktur
politik yang legal formil, seperti birokrasi, badan
peradilan, parlemen, dan eksekutif, sehingga fungsi
ini disebut pula “fungsi pemerintahan”.
Idealnya, setiap struktur politik memiliki fungsi
politik yang khas, seperti kelompok kepentingan
menjalankan artikulasi kepentingan, partai politik
megagregasikan kepentingan, badan legislatif
merumuskan kebijaksanaan, dan birokrasi
melaksanakannya, dan sebagainya. Tetapi hal ini
tidak pernah terjadi dalam kenyataan ; umumnya
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
34
dalam setiap sistem politik terdapat satu struktur
yang menjalankan lebih dari satu fungsi atau satu
fungsi dijalankan lebih dari satu struktur.
Satu fenomena penting yang berkembang
diantara masyarakat transisi adalah kurangnya
keseimbangan diantara lembaga-lembaga pembuat
keputusan politik dengan struktur-sruktur
pelaksana kebijaksanaan birokrasi. Kelemahan relatif
organ-organ politik mengandung arti bahwa fungsi
politik cenderung ditentukan, dalam ukura besar,
oleh birokrat-birokrat. Pergulatan-pergulatan antar
birokrasi tampil sebagai bentuk utama politik. Tetap
bila arena politik ini bergeser ke birokrasi satu
pergeseran yang ditandai dengan semakin kuatnya
kekuasaan pejabat-pejabat militer dalam
menghadapi para pejabat sipil maka konsekwensinya
terhadap stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi,
efektifitas pemerintahan, dan nilai-nilai demokrasi
sangat riskan.
Untuk menganalisa corak hubungan birokrasi
dan sistem politik ini, Fred W. Riggs menonjolkan
beberapa segi yang dianggap besar pengaruhnya
dalam perkembangan sistem politik di negara-negara
sedang berkembang, yakni antara hubungan
birokrasi dengan sistem kepartaian, pencalonan,
perundang-undangan, pengadilan dan
kepemimpinan eksekutif.
Dalam membahas hubungan antara birokrasi
dengan sistem kepartaian, Riggs menekankan
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
35
perlunya pengangkatan birokrat atas dasar kriteria
prestasi, yang diperlihatkan dengan baik dengan cara
pengujian. Demikian pula halnya pada mekanisme
personalia yang didasarkan pada konsep prestasi
dan karier.
Keadaan birokrasi karier tanpa kekuatn politik
dalam lembaga-lembaga politik, tidaklah selalu
menimbulkan daya guna administratif. Tanpa
pengarahan yang kuat,maka birokrat-birokrat akan
mempunyai rangsangan yang lemah untuk
memberikan pelayanan yang baik, apapun latar
belakang mereka sebelum bekera pada negara.
Mereka cenderung menggunakan kendali efektif
untuk mengamankan kepentingan-kepentingan
birokrasi.
Dalam suatu pemerintahan yang dibentuk oleh
dominasi birokrasi, kelompok oposisis cenderung
ditoleransikan, dan partai yang menang mengambil
bentuk sebagai suatu koalisi dengan beberapa unsur
yang berbeda. Koalisi yang berkasa kurang memiliki
koherensi atau kesatuan, walaupun ia dapat menjadi
pewaris dari suatu tradisi revolusioner dari periode
pergulatan umum melawan kekuasaan asing.Dalam
keadaan dimana demokrasi berjalan baik, partai
oposisi selalu membantu membuat partai yang
berkuasa lebih tanggap secara politik dan ikut
bertanggung jawab terhadap berbagai tuntutan
publik. Dilain pihak, fraksi-fraksi yang menentang
kebijaksanaan birokrasi, ternyata tidak dapat
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
36
mengembangkan pengaruh yang seperti ini. Bahkan
sebaliknya, mereka sering meremehkan sistem dan
melemahkan koherensi partai yang berkuasa.
Untuk negara yang sedang membangun,
khsusnya dalam kasus dimana partai yang dominan
adalah partai pemerintah, pertentangan fraksi-fraksi
dengan birokrasi tentu kurang menguntungkan.
Sebab, kesepakatan diantara pembuat keputusan
dan penerimaan mereka pada keputusan yang
diciptakan, sangat tergantung pada integrasi tokoh-
tokoh politk yang terlibat didalamnya. Seperti
pernyataan Raymond Aron yang dikutip oleh Lester
G. Seligman (dalam Afan Gafar, 1983 :115) bahwa
komposisi pemerintahan dapat saja diciptakan
perubahan-perubahan secara progresif, serta
menggeser beberapa tokoh penting dalam birokrasi.
Tetapi kemakmuran, seperti apa yang telah
dicanangkan oleh perencana pembangunan, hanya
dapat diwujudkan apabila kerjasama politik dapat di
pertahankan. Artinya, diantara pejabat-pejabat
pemerintah dengan tokoh-tokoh politik, harus
terdapat kesatuan dan persatuan, baik dalam bentuk
pendapat maupun tindakan.
Aspek lain yang disoroti oleh Riggs dalam
pembahasannya mengenai keterkaitan birokrasi
dengan sistem politik adalah yang menyangkut
pencalonan. Dikatakan bahwa agar pemerintah lokal
dapat bermakna sebagai suatu dasar pembinaan bagi
politik nasional, maka harus melibatkan pilihan-
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
37
pilihan pencalonan diantara berbagai program,
untuk mana pemberi suara sendirilah yang harus
membayar, setidak-tidaknya sebagian. Jika sebuah
partai menawarkan janji perluasan jalan dan
program sekolah atas biaya pajak yang lebih besar,
maka partai saingannya mungkin menawarkan
berbagai paket keuntungan umum, misalnya
menjanjikan untuk mengumpulkan biaya dengan
memperbedakan tarif pajak,dimana beban akan
jatuh secara berat pada suatu kelompok atau
kelompok lain dari komunitas tersebut. Hanya
dengan jalan inilah, politik maupun pemberi suara
dapat mempelajari makna pilihan politk ketimbang
agitasi dan hasutan( Riggs, Loc. Cit., :115).
Berbicara mengenai birokrasi dan kelompok
kepentingan, Riggs (Ibid :188-122) mengatakan
bahwa pembangunan politik mempunyai dua
pengertian , yaitusebagai proses demokratisasi dan
proses politisasi. Demokratisasi diartikan sebagai
proses pertumbuhan kendali rakyat terhadap
pemerintah, sedangkan politisasi berarti peningkatan
peran serta rakyat dalam aktivitas kenegaraan.
Di negara-negara sedang berkembang, badan-
badan birokrasi dibentuk untuk melaksanakan
program-program baru, yang diarahkan pada konsep
negara kesejahteraan. Konsep ini ternyata
berpengaruh secara luas dikalangan rakyat. Mulai
dari pelayanan kesehatan umum, pendidikan dan
pertanian sampai ke bangunan komunitas, program-
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
38
program ini membutuhkan suatu kondisi yang
masiff. Untuk melaksanakannya, para pejabat harus
memobilisir berbagai kelompok kepentingan untuk
berperan aktif sebagai pendukung program. Melalui
kelompok kepentingan-kepntingan ini, birokrasi
dengan sabuk tranmisinya dapat memperluas
jangkauannya untuk melakukan mobilisasi secara
menyeluruh. Dengan demikian tumbuh nya
kelompok-kelompok kepentinganakan meningkatkan
kendali birokrasi, tanpa harus memperkuat pusat-
pusat kekuasaan politik otonom yang mampu
menjalankan mesin birokrasi bawah kendali rakyat.
Ada berapa sebab mengapa pembentukan
kelompok kepentingan yang bersifat otonom
cenderung lemah dinegara-negara sedang
berkembang. Yang pertama adalah adanya
kecendrungan dpihak birokrat untuk bersikap curiga
terhadap kelompok-kelompok otonom diluar kendali
mereka. Disamping itu, memang lebih mudah
menangani suatu sistem yang ditata secara menyatu,
khususnya jika sistem itu telah dirumuskan untuk
memenuhi spesifikasi-spesifikasinya.
Penyebab kedua adalah finansial. Dinegara-
negara miskin, biaya organisasi sukarela sukar
diperoleh dari anggota untuk memenuhi kebutuhan
hidup minimum mereka sendiri. Mereka harus
tunduk kepada keharusan atau meminta bantuan
finansial dari pemerintah. Oleh karena itu adalah
tidak terelakan jika pemerintah akan mengambil
-
Arti dan Hakikat Birokrasi
39
kendali sebagai syarat untuk memberikan bantuan.
Dengan demikian, kelompok-kelompok swasta ini
akan menjadi sabuk transmisi bagi birokrasi.
Yang ketiga, kepemimpinan modern sekarang
ini umumnya berasal dari dan merupakan kelompok
cendekiawan, dengan latar belakang pendidikan
menurut konsep dan aspirasi dunia ”modern”.
Pemimpin-pemimpin ini cenderung disalurkan
kedalam organisasi-organisasi pada tingkat pusat,
sehingga daerah-daerah kurang memiliki
kepemimpinan modern. Karena adanya kekosongan
partial ini, birokrasi menempatkan wakil-wakil lokal
dari pemerintah pusat yang lebih berpengalaman dan
lebih berpendidikan. Akibatnya, didaerah pedesaan,
pemimpin-pemimpin dari kelompok kepentingan
akan selalu tampil sebagai pengendali dalam proses
modernisasi. Posisi superiritas mereka,
memungkinkan untuk membina warga-warga swasta
dengan siapa mereka berhubungan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa birokrasi
sangat berpengaruh dalam suatu sistem politik.
Pengaruh ini bisa ditanamkan melalui proses
pencalonan ataupun melalui kelompok-kelompok
kepentingan, secara lebih khusus,birokrasi
mempunyai peranan yang sangat dominan pula
dalam proses pembangunan politik, yang merupakan
bagian integrasi dari pembangunan nasional. Dalam
konteks ini, birokrasi seringkali bahkan berperan
sebgai penggeraknya.
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
40
-
Birokrasi di Indonesia
41
BAB III
BIROKRASI DI INDONESIA
A. Birokrasi Dalam Masa Pra Penjajahan
Birokrasi atau aparatur negara adalah suatu
gejala negara dan masyarakat modern yang tanpa itu
sangat sukar dibayangkan wujudnya. Dala arti ini
birokrasi adalah rasional, fungsional dan khirarkis
dengan batasan kerja yang jelas. Suatu mesin yang
mengabdi dan mengurus masyarakat. Sifatnya
sangat objektif tanpa pandang bulu.
Welfare-state (negara kemakmuran) di Barat
tanpa birokrasi tidak dapat terbayang. Sebab ia
mengatur cara pencarian nafkah, pengolahan
sumber ekonomi, dan sekaligus menjalin tingkat
kemakmuran semua warga dan penghasilan mereka.
Semua mendpat bagian. Meskipun tidak sama besar
pembagiannya tetapi tidak sampai ada kemelaratan.
Birokrasi, khususnya abdi masyarkat sebagai
kebutuhan menurut undang-undang yang ada,
ditentukan oleh politik bukan oleh birokrasi sendiri.
Legalitas demokrasi adalah ketidak terlibatan
organisasi tersebut dalam peran politik. Dengan
sendirinya penghasilan maupun penyeleksian untuk
menjadi anggota birokrasi memiliki peraturan
tersendiri yang bebas dari pengaruh poliik dan
masyarakat.
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
42
Dalam penghasilan khususnya, ada pemisahan
tegas antara penghasilan jabatan dan penghasilan
pribadi.
Konsep organisasi birokrasi modern ini muncul
untuk pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-18,
yakni pada masa revolusi perancis, khususnya dalam
menghadapi masyarakat majemuk.
Adapun birokrasi di indonesia masa kini
tidaklah bisa dilepaskan dari latar belakang sejarah
pertumbuhannya. Birokrasi pemerintahan Indonesia
masa kini kelanjutan dari birokrasi zaman
sebelumnya, terutama yang paling berpengaruh
adalah birokrasi pada masa kerajaan jawa dan
birokrasi masa kolonial belanda.
Sesuai dengan pendapat Karl D. Jakcson,
kerajaan birokrasi di Indonesia pada saat sekarang
ini masih diwarnai oleh peninggalan masa lalu yaitu
berupa konsep politik kelompok etnis Jawa
tradisional yang aristokratis. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, akan membahas mengenai
perkembangan birokrasi pada masa kerajaan Jawa
dan masa Kolonial Belanda.
1. Birokrasi pada masa Kerajaan Jawa dan Birokrasi
pada masa Kolonial Belanda;
Ciri-ciri ideal seperti digambarkan pada bab
satu, masih jauh dari kenyataan. Dan apa yang
dimaksud birokrasi patrimonial oleh Weber
mendekati kenyataan di Indonesia, karena pola
-
Birokrasi di Indonesia
43
hubungan dalam birokrasi bersifat personal dan
sangat pribadi (hal sama juga tercermin dalam pola
hubungan dengan pihak diluar birokrasi, karena pola
kekuasaan memang bersifat personal), pola
hubungan antara atasan dan bawahan bersifat
paternalistik mendekati seperti hubungan antara
patron dengan klien. Hal yang sama juga terjadi
pada hubungan antara para pejabat dengan rakyat
yang dipimpinnya, dimana unsur-unsur pribadi,
paternalisme dan seterusnya telah mempola secara
baku. Dorojatun Kuncoro jakti menyebutkan bahwa
birokrasi patrimonialistik tersebut, serupa dengan
lembaga perkawulaan, dimana patron adalah gusti
atau juragan, dan klien adalah kawula.
Sedangkan pada masa kerajaan Surakarta,
aparat pemerintahan sekedar berperan sebagai
pelayan raja. Rakyat terbagi dalam tiga lapisan
sosial. Yaitu, Santoso Dalem, mereka ini keluarga
raja, seperti kaum bangsawan dan pangeran. Mereka
digolongkan lapisan penguasa. Lapisan kedua, abdi
dalem, yaitu para pegawai kerajaan. Lapisan sosial
ketiga ialah kawula dalem, yaitu rakyat biasa. Raja
melalui lapisan kedua (priyayi) memerintah
rakyatnya. Oleh raja para abdi dalam ini diberi hak-
hak ; menarik pajak, hak atas tanah dan sebagainya,
tanpa peraturan yang jelas dan tanpa adanya kontrol
dari rakyat. Semua kekuasaan terpusat ditangan
raja. Melalui abdi dalem perintah itu keluar. Rakyat
tidak dapat menikmati hasil-hasil pertanian,
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
44
perkebunan secara keseluruhan. Setelah mereka
ambil sebagian, mereka serahkan ke pada raja,
melalui abdi dalem. Disini tidak ada lembaga
pengontrol yang mampu menjadi pembimbing.
Akibatnya birokrasi yang dijalankan abdi dalem suka
melakukan kesewenang-wenangan. Tambahan pula
para abdi dalem tidak mempunyai tanggung jawab
kepada rakyat, melainkan kepada raja.
Dalam khirarki kepemimpinan, raja sangat
menonjol. Menurut konsep tradisional, raja adalah
“penerima wahyu kedaton” (anugrah tuhan yang
menjadikan raja) dan menyinarkan kesemua
jurusan, yang berarti kekuasaan yang diterima oleh
raja adalah dari Tuhan, sangat berbeda dengan
konsep kekuasaan menurut orang Barat. Orang
barat berpendapat bahwa, kekuasaan didapat
dengan jalan perjuangan atau dengan kompetisi,
sedangkan kekuasaan yang didapat oleh orang Jawa
merupakan sesuatu yang tidak diperjuangkan. Kalau
sekiranya ada yang membantah atau membangkang
terhadap raja berarti dia juga membangkang
terhadap tuhan.
Raja merupakan sumber kekayaan, makin
dekat seseorang dengan raja makin besar kekuasaan
dan pengaruh kepemimpinannya, orang-orang yang
bisa dekat dengan raja adalah orang-orang yang
mempunyai hubungan darah dengan raja, atau
orang-orang kepercayaan dan kesayangan raja.
-
Birokrasi di Indonesia
45
Raja dalam memilih pejabat tinggi untuk
membantunya dalam menyelenggarakan
pemerintahan terutama jatuh pilihan pada teman-
teman seperjuangan dalam perang atau pengikut
pribadi. Golongan-golongan lain yang mungkin bisa
menjadi alat-alat raja adalah penguasa-penguasa
lokal, yang telah ditundukan raja namun tetap
dipercaya sebagai pemegang kedudukan.
Pandangan raja terhadap keluarga dekat
seperti saudara-saudara terdekatnya, paman atau
keponakan, dalam berbagai derajat sering terdapat
sikap hati-hati dan sering hanya diberikan jabatan-
jabatan dipusat yaitu didalam keraton dengan
maksud untuk lebih mudah diawasi oleh raja, oleh
karena dari pangeran-pangeran inilah sering terjadi
pemberontakan-pemberontakan dan menjadi saingan
terhadap raja, dalam memperebutkan tahta.
Diantara keluarga terdekat raja tidak
semuanya ditempatkan didalam keraton, tetapi ada
juga ditempatkan didaerah yaitu orang-orang yang
menurut raja mempunyai loyalitas yang tinggi
terhadap raja.
Dengan adanya pengangkatan pegawai atau
aparat pemerintahan didaerah, otomatis raja harus
mendelegasikan kekuasaan pemerintah para pejabat
yang dipercayakan tadi. Pejabat-pejabat itu bertindak
atas nama raja. Demi untuk menjaga loyalitas
pejabat terhadap raja supaya tidak terjadi
penyelewengan atau pemberontakan, raja
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
46
mempunyai cara-cara yang diterapkan pada aparat
tadi. Pertama, secara idiologis diajarkan melalui
dongeng-dongeng atau lakon wayang mengenai nilai
loyalitas dan akibat keramahan raja terhadap
penghianatan. Para penghianat yang durhaka akan
ditimpa malapetaka, kalau tidak langsung dari raja,
tentu akan dtang dari tuhan. Kedua, raja sering
menahan anggota keluarga para pejabat tinggi dan
para penguasa lokal didalam keraton, kadang-
kadang dengan dalih bahwa anggota-anggota priyayi
muda harus mendapatkan pendidikan dipusat,
melalui mana akan dipiih pejabat-pejabat baru atau
untuk dijadikan calon menantu keluarga raja. Cara
yang dipergunakan raja memang dirasakan oleh
priyayi merupakan suatu penghormatan, tetapi
sebenarnya merupakan jaminan bagi raja, kalau
sekiranya tejadi pembangkangan atau
pemberontakan.
Cara yang dilakukan raja tersebut banyak
sekali dlaksanakan, seperti perkawinan dengan
kerajaan keraton, dengan penguasa lokal. Seperti
penyelidikan yang dilakukan oleh Onghokham,
bahwa pada abad ke-XIX ketika kerajaan Mataram
masih menguasai hampir seluruh pedalaman Jawa
Tengah dan Jawa Timur terdapat para bupati, Adi
Pati, Tumenggung dan Ngabei yang hampir
semuanya mempunyai hubungan pertalian darah
dengan keluarga raja. Aliansi perkawinan dengan
dinasti memang menjalin kedudukan setempat para
-
Birokrasi di Indonesia
47
priyayi dan akhirnya sedikit banyak akan terjaminlah
loyalitas pejabat terhadap raja.
Sampai dengan abad ke-XIX dan awal abad ke-
XX, sistem feodalisme tetap berkembang subur
dimana-mana. Pola tersebut masih berlangsung
secara ketat, dan sistem itu justru digunakan oleh
pemerintah jajahan belanda untuk mengeruk
kekayaan dinegeri ini. Sejarawan Sartono Kartodirdjo
menggambarkan hal itu sebagai berikut :
“Sistem Kolonial Belanda dengan pemerintah
yang tak langsung selama abad ke XIX
membawa akibat bahwa sejenis feodalisme
dengan otoritas piramidial dengan sifat-sifat
dari tradisionalisme, seperti sifat aksriptif,
partikularistik dan diffuse. Meskipun kerajaan-
kerajaan sudah memiliki suatu sistem
birokrasi dalam struktur politiknya, akan
tetapi belum terdapat pembagian pekerjaan
secara politis terperinci. Sistem seperti ini
dapat berjalan selama penguasa kolonial
terutama mementingkan usaha ekonominya
dengan mengerahkan penguasa pribumi untuk
memungut hasil bumi dan jasa-jasa dari
rakyat. Dengan birokrasi beserta otoritas yang
khirarkis. Masa transisi ini berlangsung sejak
abad ke XIX dan berjalan terus sampai
kedalam abad ke-XX. Pada waktu penguasa
kolonia mengambil alih kekuasaan dari
kerajaan Mataram, para bupati mempunyai
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
48
otoritas penuh dan pemerintah daerahnya
secara otokratis. Sesuai dengan statusnya yang
tradisionil, bupati menjalankan kekuasaan
pribadi atas rakyat dibantu oleh pengikut-
pengikut yang mempunyai loyalitas pribadi
terhadap bupati. Baik sistem pemerintah
maupun gaya hidup para bupati jelas
merupakan raplika dari raja-raja. Rupanya
dengan meniru kebudayaan keraton itu hendak
diusahakan agar diperoleh karismanya untuk
memperkuat kekuasaan kharismatik kalau itu
ada atau paling sedikit kekuasaan tradisionil.)
Sedangkan pada waktu VOC maupun
pemerintahan kolonial Belanda diperintah secara
otokratis, birokratis dan sentra listis, tahun 1602
sampai dengan tahun 1799 maupun ketika
pemerintah Hindia Belanda mengambil alih
kekuasaan dari tangan VOC sedangkan pada tahun
1800 sampai dengan tahun 1854 sistem birokrasinya
dinamakan de absolute bureaucratie dari tahun 1855
sampai dengan tahun 1918 dinamakan De
contitutionele Staat pada hahikatnya semua urusan
pemerintah dipusatkan pada satu tangan yaitu
Geoverneur General yang berada dibogor. Gubernur
Jenderal ini adalah sebagai wakil kerajaan Belanda
yang ditempatkan ditanah jajahan.
Adapun dalam menjalankan pemerintahannya,
Gubernur Jendral membuat dua macam struktur
-
Birokrasi di Indonesia
49
birokrasi yaitu birokrasi yang mengurus urusan
orang-orang priyayi (Inlander), struktur masyarakat
Hindia Belanda pada masa itu adalah pertama,
masyarakat Belanda dan masyarakat Eropa lainnya;
kedua, masyarakat timur asing yang terdiri dari
orang-orang Tionghoa dan Arab; ketiga, adalah
masyarakat pribumi (Inlander).
Perbedaan tersebut diatas membuat jurang
pemisah yang lebih tajam antara masyarakat dengan
penguasa, melebihi pada masa kerajaan di Jawa.
Dahulu pada masa kerajaan, para pangreh praja,
menjalankan tugas bagi kepentingan raja. Pada masa
ini adalah pejabat bawahan dari kekuasaan asing.
Yang juga perlu diketahui, aparat
pemerintahan yang mengurus orang Belanda
dinamakan Eropeesche Bestur, sedangkan aparat
pemerintahan yang mengurusi orang-orang pribumi
dinamakan Inlandse bestuur. Kedua-duanya
dinamakan Pangreh praja. Sejak zaman ini
kedudukan Pangreh Praja sangat istimewa boleh
dikatakan sebagai tulang punggung pemerintah
belanda. Pemerintah Hindia Belanda menyadari,
bahwa rakyat indonesia dengan struktur masyarakat
yang feodal dan dengan sifat-sifat magis religius,
maka oleh sebab itu sangat patuh terhadap
pembesar.
Dengan demikian fungsi PP tidak hanya
sebagai pimpinan masyarakat (pribumi), tetapi juga
sebagai penghubung dengan pemerintah Kolonial.
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
50
Diembannya fungsi “komunikasi” ini telah
menempatkan dirinya sebagai alat politik dari elit
Kolonial.
Sedangkan pada masa kerajaan jawa Mataram,
struktur masyarakat nampak sangat jelas terbagi
dalam dua kelompok : disatu pihak pengabdi-
pengabdi raja(abdi dalem dan priyayi), dilain pihak
orang kecil (wong cilik) bukan pegawai, apakah
petani, pedagang, pengrajin ataupun apapun.
Pendduduk sipil, betapapun kayanya masihlah kecil.
Tetapi pedagang kaya merupakan suatu hal yang
langka dan petani kaya adalah tidak mungkin.
Kekayaan, kekuasaan dan peradaban terpusatkan
pada kelas pegawai istana, terutama ditangan raja.
Raja yang dianggap sebagai penjelmaan Dewa di
alam semesta, kekuasaan mengalir keluar dan
kebawah melalui lapisan-lapisan pegawai-pegawai.
Tidak ada pengawasan secara konstitusional
terhadap kekuasaan raja. Hal tersebut diatas tetap
berlangsung sampai dengan pemerintahan Kolonial
belanda.
Raja-raja menguasai saudara-saudra nya dan
pegawai-pegawainya, dengan menghadiahkan
sejengkal tanah (appanages) yang meliputi beberapa
desa, atau untuk pegawai kecil diberi hak untuk
menarik pajak kepada masyarakat. Penerima-
penerima untuk raja itu menunjuk wakil (bekel),
yang selalu merasa petani, sejauh ia berani
menyimpan hasilnya yang diperkirakan tidak
-
Birokrasi di Indonesia
51
ketauan dan memberikan sisanya kepada bangsawan
yang menjadi pelindungnya. Sekalipun petani
memiliki cara-cara mereka sendiri untuk
menghindari pemerasan yang berlebih-lebihan
diantara yang paling penting pindah tempat tinggal,
suatu pilihan yang pada akhirnya dihentikan oleh
semakin kuatnya tekanan penduduk, pandangan
dunianya biasanya bersifat pasrah. Pemberontakan-
pemberontakan kaum tani yang gagal, yang terjadi
pada saat-saat tertentu mencerminkan suatu
pengertian sejarah yang melingkar, ketika dijaman
gelap atau dijaman edan mencapai titik terendah
zaman emas akan meledak keluar, dan
dipermaklumkan oleh ratu adil atau nabi
penyelamat. Pemberontak-pemberontakan ini tidak
pernah mengubah sistem yang berlaku. Dari
pandangan politik bisa diringkaskan bahwa
kerajaan-kerajaan Jawa Kuno tidak ada kekuasaan
pengimbang diluar birokrasi, yang bisa menuntut
pertanggung jawaban dari birokrasi.
Oleh karena pada masa kerajaan Jawa Kuno
struktur masyarakatnya adalah raja, priyayi, kaum
petani dan pedagang. Raja dan juga para priyayi
dimasing-masing wilayah dianggap sebagai seorang
umat yang dikaruniai hak ketuhanan yang mendapa
tugas untuk mengurus rakyatnya. Sebaliknya, rakyat
itu pada umumnya dianggap sebagai milik dan
benda. Dan sebagai Pangreh Praja diwajibkan pandai
mengasuh rakyatnya, mendidik rakyatnya, mengenal
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
52
rakyat dengan perantaraan pegawai-pegawai
bawahannya, seperti Lurah dan Camat.
Menyadari bahwa rakyat lebih payuh kepada
Pangreh Praja maka pemerintahan Hindia Belanda
lebih memperkokoh serta mempertinggi kedudukan
Pangreh Praja Indonesia yang kemudian disebut
Inland Bastuur yang mempunyai kedudukan
istimewa. Legitimasi yang didapat dari rakyat
menyebebkan jabatan turun temurun. Penduduk asli
(pribumi) tetap diatur oleh hukum adat mereka
sendiri, kecuali hukum adat tersebut bertentangan
dengan kepentingan Kolonial Belanda.
Ironisnya Pangreh Praja, “penguasa kerajaan”,
gelar ini meskipun dengan pancaran kebangsaan
kekuasaannya memang dapat dibenarkan, sekaligus
sedihnya karena tidak tepat. Karena bila dalam
konteks pribumi para pejabat berarti Pangreh Praja,
maka bagi Belanda mereka itu adalah Inlands
Bestuur atau “pemerintah Pribumi”, satu tingkat
lebih rendah dari pemerintahan setempat. Pejabat
pribumi itu merupakan suatu kelas penguasa yang
ditakuti dan dikagumi, tetapi mereka itu merupakan
wakil-wakil bawahan dari sebuah kekuasaan asing.
Mereka berperan melenyapkan perbedaan antara
kasta Eropa yang dominan dengan kepentingan-
kepentingan ekonomi dan politik. Yang menguasai
arah perkembangan petani dipedesaan. Selain itu
mereka juga merupakan mata rantai penghubung
dengan kerajaan-kerajaan Jawa. Dengan begitu
-
Birokrasi di Indonesia
53
mereka itu entah klien penguasa, entah elit
penguasa, entah pimpinan politik, entah pejabat
Kolonial sekaligus. Peranan berganda mereka yang
bersifat saling bertentangan itu juga sangat ringkan
dalam menghadapi perkembangan. Dan selama lima
puluh atau enam puluh tahun terakhir dari
kekuasaan belanda, peranan yang beraneka ragam
dari Pangreh Praja itu telah mengalami transformasi
pada segi-segi luarnya dibidang administrasi, sosial
dan politik.
Pejabat-pejabat Pamong Praja tidak bisa lebih
tinggi dari bupati sehingga kesempatan untuk maju
sangat terbatas yang didasarkan atas pertimbangan
senioritas dan turun temurun. Tuntutan bagi adanya
pembaharuan baik dalam hal gaya maupun fungsi
adalah sangat kecil, para pejabat merasa aman
karena mereka yakin bahwa mereka tidak dapat
digantikan oleh pejabat yang lebih muda yang lebih
pintar dan lebih bersemangat, sehingga tidak
mungkin akan terjadi persaingan.
Sedangkan Bupati merupakan garis pembatas
antara rakyat dengan penguasa Hindia Belanda,
Bupati dijawa bertindak seperti raja kecil, namun
tidak mempunyai kekuasaan yang nyata. Tugas nya
adalah menciptakan stabilitas didalam masyarakat,
dalam artian menghindari konfrontasi antara rakyat
dengan pemerintahan kolonial Belanda. Bupati tidak
diwajibkan memberikan laporan atas kegiatan yang
dijalankan, kekuasaanya merupakan otonomi
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
54
terselubung yang disahkan oleh pemerintah Hindia
Belanda. Tetapi, bupati diwajibkan hadir didalam
rapat-rapat yang diadakan oleh pemerintahan Hindia
Belanda, yang dilakukan secara berkala. Rapat
tersebut adalah dalam rangka memberikan
penjelasan tentang kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah Hindia Belanda.
Posisi tersebut berlangsung sampai periode-
periode terakhir kekuasaan Belanda. Sehingga
timbulnya elit-elit nasionalis. Tatkala PP
bergandengan tangan dengan beberapa anggota
Volksraad (parlemen), fungsi OP sebagai alat politik
menurun. Dengan munculnya beberapa organisasi
pada periode ini, telah menggeser “tradisi”
penghamban PP terhadap penguasa Kolonial.
Kepemimpinan organisasi-organisasi tersebut,
Sarekat Islam, Budi Utomo, perkumpulan-
perkumpulan keagamaan dan kelompok-kelompok
pemuda, yang dipimpin oleh beberapa orang sarjana
atau droup outs dari perguruan tinggi. Meskipun
mereka kebanyakan berasal dari keluarga priyayi,
sebagai kaum intelek mereka tidak mau menjadi
kaum birokrat. Mereka cenderung memilih profesi
wartawan, ahli hukum dan sebagainya. Tapi setelah
kemerdekaan mereka banyak kembali duduk dalam
birokrasi.
Revolusi kemerdekaan membawa perubahan
pada berbagai bidang kehidupan masyarakat,
termasuk perubahan dibidang birokrasi, tetapi tidak
-
Birokrasi di Indonesia
55
termasuk pola dan sifat tradisionalisme lama dengan
cepat berubah. Didaerah-daerah yang mempunyai
latar belakang sejarah agraris, pola tradisionalisme
lama lebih sukar untuk mencair bila dibandingkan
daerah pesisir. Sifat-sifat tradisionalisme lama
seperti sikap feodalistik, partikularistik, “diffus”,
kendatipun struktur dan sistemnya berubah, sifat-
sifat perilaku masyarakat, khususnya perilaku
mereka tergolong elite, masih berkesinambungan.
Pola tradisionalisme lama kadang-kadang tercermin
dalam bungkus yang lain namun hakekatnya sama
atau bahkan dengan terjadinya perubahan
masyarakat terjadi pula perpekan sifat-sifat lama
dalam bentuk baru yang lebih kompleks untuk
kemudian orang menyebutnya sebagai gejala
timbulnya neo-tradisionalisme.
B. Birokrasi Dalam Pemerintahan Setelah
Kemerdekaan
Sebagian besar negara-negara bekas jajahan
tetap mempertahankan sejumlah besar perangkat
administrasi bekas penjajah, meskipun ada
pernyataan-pernyataan yang berbau nasionalisme,
bahwa pemerintahan jajahan yang bersifat otoriter
dan terpusat adalah tidak sesuai dengan sistem
demokrasi. Begitupun sebaliknya setelah
kemerdekaan tercapai, tokoh-tokoh nasionalisme
yang baru muncul mereka merasa enggan untuk
-
Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia
56
merubah struktur pemerintahan yang memberikan
semacam jaminan stabilitas selama transisi. Tapi
setelah struktur administrasi memperoleh legitimasi,
para pemimpin partai olitik menghadapi kesukaran
untuk menghapuskan atau mengubah sistem yang
ada. Lalu mereka berusaha untuk membatasi
kekuasaan pemerintahan dengan memperkenalkan
lembaga-lembaga yang dipilih oleh rakyat. Baik di
Indonesia maupun di India, usaha-usaha politik
semacam itu telah merubah struktur administrasi
yang ada. Pembangunan ekonomi yang memaksakan
perobahan yang menyeluruh didaerah pedesaan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap cara
bekerja badan-badan administratif karena para
administrator dipaksa untuk mempertimbangkan
kembali peranan mereka dan cara-cara pengambil
keputusan yang tradisionil.
Ketika bangsa kita berangkat untuk
kemerdekakan dirinya hampir 40 tahun yang lalu,
modal utama yang ada ditangannya hanyalah
semangat persatuan dan solidaritas kebangsaan
dengan diiringi tekad yang cukup bulat. Padahal
sejarah mencatat, bahwa dipunggung mereka
tersandung beban-