dr. drs. h. zainul djumadin., mrepository.unas.ac.id/516/1/buku 1.pdf · bentuk sistem politik...

133

Upload: others

Post on 28-Jan-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Dr. Drs. H. Zainul Djumadin., M.Si

    BIROKRASI DAN POLITIK

    PADA ERA PEMERINTAHAN ORDE BARU

    DI INDONESIA

    LPU-UNAS-2018

  • Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Copyright : Djumadin, Zainul

    BIROKRASI DAN POLITIK PADA ERA

    PEMERINTAHAN ORDE BARU DI INDOENSIA

    ISBN : 978-602-0819-23-5

    Editor dan Desain Sampul: Syarif Nur Bienardi

    Penata Letak : LPU-UNAS

    Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak

    buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara

    apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk

    fotocopi, rekaman dan lain-lain tanpa izin tertulis dari Penerbit.

    Lembaga Penerbitan Universitas Nasional (LPU-UNAS)

    Alamat : Jl. Sawo Manila, No. 61. Pejaten, Pasar Minggu,

    Jakarta Selatan.12520. Telphon : 021-78837310/ 021-7806700

    (hunting) ext. 172. Fak : 021-7802718

    Cetakan Tahun : 2018

    Penerbit : LPU-UNAS, JAKARTA

  • i

    KATA PENGANTAR

    Buku Saudara Dr. H. Zainul Djumadin., M.Si, membahas

    tentang Birokrasi dan Politik Pada Masa Pemerintahan Orde Baru

    di Indonesia. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai

    konotasi dalam konteks dengan pelayanan publik dan masyarakat

    suatu proses pembangunan nasional, sedangkan politik adalah

    ilmu pengetahuan dalam kerangka memberikan kontribusi untuk

    memperkuat pelayanan dan tugas pokok dari pada

    penyelenggaraan negara, agar tujuan dari pokok antara birokrasi

    dan politik saling memberikan dan menunjang jalannya

    pemerintahan.

    Suatu negara yang maju dalam hubungan dengan

    pelayanan masyarakat akan selalu terlihat dari sepak terjang

    memberikan nilai-nilai tambah bagi kemajuan suatu bangsa,

    karena dukungan birokrasi yang baik dan memadai kinerja

    birokasi atau birokrat merupakan suatu organisasi yang

    menunjang kinerja pemerintahan dan suksesnya tergantung pada

    sinergisitas antara para pengambilan keputusan yang menjadi

    kekuatan negara untuk memberikan hasil akhir dari suatu proses

    pembangunan dalam menghadapi era globalisasi dan regionalisasi

    dalam bentuk persainagan, serta bagaimana pengawasan dan

    pengendalian organisasi bekerjasama, khusus masalah koordinasi

    antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, terutama

    pada otoritas pembagian kewenangan antara pusat dan daerah.

    Seringkali terjadi ketidaksamaan antara pemerintah pusat dan

    daerah berkuasa terjadinya distorsi dan tekanan pada birokrasi

    dan para elit politik menjadi tidak sinkron dan komunikasi yang

  • ii

    terbatas sebagai hambatan bagi pelayanan birokasi yang dianggap

    tidak efisiensi.

    Birokrasi pada era Orde Baru lebih bersifat Patrimonial

    dan juga Patron-klien yang menguntungkan sekelompok elit yang

    berkuasa mengatur kekuasaan politik sebagai bagian integral

    komprehensif para penentu kebijakan pada masa itu lebih banyak

    mengatur kepentingan partai penguasa yang mendapatkan

    fasilitas dan kemudahan dalam pembagian hasil kekayaan negara

    yang dikoptasi, dimana tidaka ada sistem dan regulasi yang dapat

    mengatasi kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat

    miskin. Pendapat para ahli untuk mengurangi atau menggantikan

    birokasi yang lebih rasional dari pergeseran antara primordial

    menjadi birokrasi aktual tergantung pada penyelenggara negara

    yang memiliki kesadaran politik agar pertumbuhan ekonomi

    dapat berlangsung lebih baik.

    Jakarta, Nopember 2018

    LPU-UNAS

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ....................................................... i

    DAFTAR ISI ....................................................................... iii

    BAB I PENDAHULUAN . .............................................. 1

    BAB II ARTI DAN HAKIKAT BIROKRASI .............. 11

    A. Pengertian Birokrasi ....................................... 11

    B. Birokrasi Dalam Sistem Politik ...................... 29

    BAB III BIROKRASI DI INDONESIA .......................... 41

    A. Birokrasi Dalam Masa Pra Penjajahan ........... 41

    B. Birokrasi Dalam Pemerintahan Setelah

    Kemerdekaan .................................................. 55

    BAB IV KETERLIBATAN BIROKRASI DALAM

    POLITIK PADA ERA PEMERINTAHAN

    ORDE BARU ...................................................... 73

    A. Peran Ganda Birokrasi Dalam Masa

    Pemerintahan Orde Baru ................................ 74

    1. Hubungan Timbal Balik Antara Birokrasi

    dan GOLKAR ............................................ 76

    2. Hubungan ABRI dan GOLKAR ................ 87

    B. Birokrasi dan Kestabilan Politik ..................... 94

    C. Peranan Birokrasi Dalam Pemilihan Umum

    (Pemilu) .......................................................... 104

  • iv

    BAB V PENUTUP ............................................................ 117

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 121

  • Pendahuluan

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Fred W. Riggs berpendapat bahwa kehidupan

    politik Indonesia merupakan satu masyarakat yang

    dinamakan “bureaucratic polity “ (masyarakat politik

    birokratik), suatu konsep yang mula-mula

    dikembangkan oleh Riggs untuk menerangkan sistem

    politik di Thailand pada pertengahan Tahun 60-an.

    Masyarakat politik birokratik ini disebutnya sebagai

    bentuk sistem politik dimana kekuasaan dan

    partisipasi politik dalam membuat keputusan,

    terbatas sepenuhnya pada para penguasa, terutama

    para perwira militer dan pejabat tinggi birokrasi.

    Asumsi ini lahir melihat kenyataan bahwa birokrasi

    di Indonesia cukup luas keterlibatannya dalam

    proses politik.

    Ciri-ciri pokok masyarakat politik birokratik,

    adalah : pertama, lembaga politik yang dominan

    adalah aparat birokrasi, kedua, lembaga-lembaga

    politik lainnya seperti parlemen, partai politik,

    “interest group” lemah dalam arti tidak mampu

    melakukan “balance” dan kontrol terhadap birokrasi,

    ketiga, massa diluar birokrasi secara politis maupun

    ekonomis pasif, yang merupakan sebab terpenting

    lemahnya peranan partai politik, dan secara timbal

    balik menguatkan kedudukan dan peranan birokrasi.

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    2

    Disamping itu pengusaha-pengusaha swasta (bukan

    asing), terutama yang tidak menjadi bagian dari mata

    rantai birokrasi pada umumnya juga lemah.

    Sedangkan proses politik dalam elite penguasa

    amat dipengaruhi oleh tradisi pemikiran politik Jawa

    yaitu elite dengan kemampuannya berkonsentrasi,

    memfokuskan kekuasaannya dan menyerap

    kekuasaan dari luar serta memusatkan dalam

    dirinya, sehingga terjadi pemusatan kekuasaan,

    kewibawaan dan kewenangan dalam tubuh elite itu

    sendiri.

    Walaupun pemusatan kewenangan merupakan

    usaha yang berlangsung terus menerus oleh elite

    tetapi bukan berarti bahwa birokrasi telah

    menyelesaikan persoalan pokok untuk menegakan

    Birokrasi Nasional yang efektif.

    Dalam hal ini sejumlah persoalan yang masih

    dihadapi ialah kordinasi, fungsi yang tumpang

    tindih, pemusatan kewenangan secara mitra dan

    komunikasi. Dalam hal motivasi sejumlah masalah

    yang dihadapi ialah tingkatan pelaksanaan

    pemerintahan yang menyangkut hubungan antar

    birokrasi dan politik.

    Disamping pemusatan kewenangan birokrasi di

    Indonesia ditandai pula keterlibatannya dalam

    kegiatan politik, bentuk keterlibatannya antara lain

    bahwa birokrasi beriteraksi dengan pusat-pusat

    kekuasaan dalam peranannya sebagai pelaksanaan

    kebijaksanaan yang dihasilkan oleh pusat–pusat

  • Pendahuluan

    3

    kekuasaan tersebut. Juga birokrasi dilibatkan, dan

    pada titik-titik tertentu melibatkan diri dalam arena

    kekuasaan baik dalam rangka kepentingan politisi

    atau penguasa maupun dalam rangka kepentingan

    birokrasi itu sendiri.

    Dari waktu kewaktu memang terlihat terjadi

    krisis kepercayaan terhadap birokrasi. Berbagai

    kalangan menuduh seolah-olah birokrasi semakin

    mewakili kepentingan dirinya sendiri atau semakin

    mewakili kepentingan perusahaan-perusahaan besar

    atau bekerja sama dengan partai politik tertentu.

    Menurut Dorojatun Kuncoro Jakti, birokrasi di

    negara-negara Dunia Ketiga merupakan suatu mesin

    politik yang tidak mungkin bersikap netral.

    Mesin politik ini kadang-kadang

    mencerminkan nilai-nilai serta norma-norma yang

    jauh dari rasional dan tidak objektif, bisa saja mesin

    politik ini merupakan bagian dari dominasi oleh

    suatu suku, daerah, agama yakni kelompok-

    kelompok primordial ataupun merupakan bagian

    dari partai politik yang berkuasa. Meskipun birokrasi

    memiliki struktur yang serupa dengan negara-negara

    maju, namun isi dan prilakunya diwarnai oleh kaitan

    primordialnya. Karena birokrasi semacam ini pernah

    terjadi di Barat yaitu pada tahap pra-kapitalis, yang

    oleh Max Weber disebut sebagai Birokrasi

    Patrimonial. Dalam birokrasi yang semacam ini

    hubungan-hubungan yang ada lebih nampak seperti

    hubungan antara patron dengan klien yang bersifat

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    4

    sangat pribadi yaitu birokrasi akan timbul masalah

    pertukaran antara loyalitas politik dengan sumber

    ekonomi. Mereka yang memberikan loyalitas akan

    dibendung atau dimatikan sumber ekonominya.

    Kepentingan bangsa dan negara tidak menjadi

    pertimbangan dalam hubungan patron-klien,

    melainkan hubungan antara satu pribadi dengan

    pribadi yang lain, baik sebagai basis bagi

    kepentingan diri sendiri, maupun golongan atau

    partainya. Birokrasi patrimonial juga membangun

    kekuasaan dan jaringan pemerintahannya

    berdasarkan ketergantungan dari mereka yang

    menjalankan politik yang bersumber pada

    kepatuhan. Kepatuhan itu dikembangkan oleh

    penguasa dalam jaringan kesetiaan, artinya bawahan

    memberikan kesetiaan pada penguasa dan penguasa

    memberikan imbalan-imbalan istimewa kepada

    bawahan.

    Dengan demikian posisi penguasa sangat kuat

    karena modal dari orang yang melaksanakan

    pemerintahan berdasarkankepatuhan dan kesetiaan.

    Karena penguasa harus memberikan imbalan-

    imbalan kepada bawahan maka birokrasi patrimonial

    bergantung pada kondisi ekonomi. Max Weber

    Mengatakan dalam sistem ekonomi yang

    bagaimanapun birokrasi patrimonial bisa hidup.

    Untuk menghidupi kecukupannya birokrasi

    patrimonial bergantung kepada pengusaha,

    pengusaha ditarik pajak yang besar dan bisa

  • Pendahuluan

    5

    memberikan konsesi-konsesi, dari sini birokrasi dpat

    menarik keuntungan-keuntungan.

    Akibat dari birokrasi patrimonial ini kegiatan

    birokrasi menjurus pada penyelewengan-

    penyelewengan, makin tidak jelas peraturan dan

    kelembagaannya sehingga makin mudah terjadi

    korupsi yang terlepas dari konstitusi, perundang-

    undangan dan peraturan-peraturan. Jelas semua ini

    bertentangan dengan upaya untuk melembagakan

    kehidupan bernegara.

    Proses pertumbuhan dan perkembangan

    birokrasi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan

    perkembangan birokrasi di negara-negara

    berkembang lainnya, yaitu birokrasi tidak saja

    sebagai pelaksana kebijaksanaan yang dihasilkan

    oleh pusat-pusat kekuasaan tetapi juga birokrasi

    melibatkan diri dalam arena kekuasaan untuk ikut

    dalam proses politik dalam pengambilan keputusan.

    Disamping birokrasi yang berperanan ganda

    tersebut juga birokrasi patrimonial yang

    mengutamakan patron-klien yang mendasarkan pada

    hubungan pribadi dan hubungan antara bapak dan

    anak buah.

    Disamping itu, keadaan birokrasi di Indonesia

    saat ini menurut beberapa pengamat ,diwarnai oleh

    peninggalan masa lalu yaitu berupa konsep politik

    etnis Jawa tradisional yang aritokratis. Pada masa

    pemerintahan Amangkurat, misalnya aparat

    pemerintahan adalah sekedar alat raja untuk

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    6

    mengurus kelangsungan kepentingan pribadi raja

    dan kerajaannya.

    Raja melalui aparat yang bernama Priyayi

    memerintah rakyatnya, dari raja kekuasaan keluar

    kebawa melalui khirarki pejabat birokrasi abdi

    dalem, oleh raja para abdi dalem ini diberi hak-hak

    atas tanah, menarik pajak dan semacamnya dari

    rakyat tanpa batasan dan peraturan yang jelas,

    untuk kemudian diserahkan kepada raja, sesudah

    diambil sekadarnya oleh para abdi dalem. Tidak ada

    kontrol atas tindakan raja oleh rakyat dan tidak ada

    komunikasai dari bawah keatas.

    Dari pendapat pengamat diatas, barulah dapat

    menelaah pertumbuhan birokrasi di Indonesia dan

    perkembangannya dalam kehidupan politik di masa

    pemerintahan orde baru.

    Birokrasi pada masa Demokrasi Liberal dapat

    dikatakan peranannya tidak ada, kalaupun ada itu

    hanya pada hal-hal tertentu, menyangkut masalah-

    masalah administrasi, karena pada masa itu arena

    kekuasaan dan proses politik di dominasi oleh partai

    politik. Pada Demokrasi Terpimpin, mulai kelihatan

    peranannya walaupun belum begitu menonjol, hal ini

    diakibatkan besarnya peranan (pengaruh) Presiden

    Soekarno, sedangkan partai politik hampir tidak ada

    sama sekali pengaruhnya kecuali Partai Komunis

    Indonesia (PKI), itupun disebabkan diberinya angin

    kepada Soekarno, sedangkan PNI dan NU praktis

    hampir tidak mempunyai pengaruh sama sekali,

  • Pendahuluan

    7

    sedangkan partai politik Islam Masyumi dan PSI

    telah dibubarkan. Kekuatan lainnya yang mampu

    mengimbangi PKI adalah ABRI khususnya Angkatan

    Darat.

    Pada perode pemerintahan Orde Baru pada

    tahun-tahun permulaan mulai menunjukan citra,

    birokrasi yang efisien jujur dan bertanggung jawab.

    Akan tetapi kemudian terlihat bahwa kecenderungan

    yang menuju kepada penempatan birokrasi sebagai

    bagian instrumen politik.

    Dalam pada itu kekutan-kekuatan diluar

    secara perlahan-lahan kurang berfungsi.

    Perekonomian yang tumbuh dengan pesat sejalan

    dengan membanjirnya penanaman modal asing telah

    menjadi sumber penghidupan aparat birokrasi pada

    lapisan tertentu, dengan segala ikatannya.

    Dari pertumbuhan dan perkembangan

    birokrasi dari zaman Kerajaan Jawa dahulu sampai

    pada birokrasi pemerintahan Orde baru sekarang ini,

    akhirnya kita dapat menemukan wujud dan bentuk

    birokrasi, yang berperan ganda. Disatu sisi birokrasi

    hanya sebagai pelaksana kebijaksanaan yang

    dihasilkan oleh pusat-pusat kekuasaan, disisi lain

    birokrasi dilibatkan atau melibatkan diri dalam arena

    kekuasaan,baik dalam rangka memenuhi kebutuhan

    dan kepentingan birokrasi itu sendiri.

    Keterlibatan birokrasi dalam politik

    nampaknya menguntungkan kedua belah pihak.

    Kebutuhan penguasa akan dukungan masyarakat

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    8

    menyebabkan keterlibatan birokrasi dalam arena

    politik, menjadi amat bermanfaat karena dengan

    demikian jaringan birokrasi yang demikian luas dan

    keseganan serta penghormatan masyarakat terhadap

    kaum birokrat ikut menjadi jaminan. Keuntungan

    lain yang bertolak dari keahlian tekhnis yang

    dipunyai oleh birokrat dalam

    perencanaan,pengelolaan serta pengawasan sebagai

    penguasa menggunakan birokrat sebagai kawan

    kerja dalam melaksanakan pembangunan.

    Penghargaan penguasa terhadap kemampuan kaum

    birokrat adalah berkat peninggalan masa lalu.

    Disamping birokrat yang berperan ganda

    tersebut, juge bentuk birokrasi yang patrimonial

    yaitu birokrasi yang mendasarkan diri pada

    hubungan pribadi dan hubungan bapak dan anak

    buah (patron-klien), tetap terpelihara.

    Birokrasi yang patrimonial ini menjadikan

    kekuasaan yang berdasarkan pribadi yang karena

    statusnya dihormati dan dipatuhi. Max Weber

    mengatakan untuk mengganti birokrasi patrimonial

    kearah yang rasional dibutuhkan waktu yang sangat

    panjang. Sedangkan loiyd berpendapat bila untuk

    merubah birokrasi patrimonial kearah birokrasi yang

    rasional bergantung pada kesadaran politik dan

    pertumbuhan ekonomi negara itu.

    Studi birokrasi yang penulis lakukan adalah

    menelaah konsep birokrasi Max Weber yaitu

    birokrasi patrimonial, dimana jabatan dan perilaku

  • Pendahuluan

    9

    dalam keseluruhan khirarki birokrasi lebih

    didasarkan pada hubungan familier, hubungan

    pribadi dan hubungan bapak dan anak buah (patron-

    klien).

    Kecenderungan birokrasi seperti tersebut

    diatas amat dipengaruhi oleh kebudayaan tradisional

    yang begitu dominan dalam kehidupan politik

    masyarakat di indonesia. Faktor kultur ini sangat

    menentukan dalam birokrasi patrimonial, hubungan

    patrol-klien dalam masyarakat indonesia lebih

    dikenal dengan hubungan bapak dan anak buah

    seperti itu, merupakan suatu hubungan yang kuat

    berdasarkan kemauan timbal balik untuk saling

    memberi dan menerima, secara informal kedua belah

    pihak mempunyai status yang tidak sama tinggi

    derajatnya. Didalam hubungan sosial seperti itu sulit

    dengan jelas diketahui siapa memanfaatkan siapa,

    sebab ada hakekatnya kedua belah pihak

    mendapatkan suatu yang diharapkan masing-

    masing, walaupun tidak sepadan.

    Gambaran diatas amat menentukan jalannya

    rekrutmen pada jabatan-jabatan pada birokrasi,

    karir seseorang dalam birokrasi lebih bergantung

    kepada kecerdikan orang itu dalam memelihara dan

    memanfaatkan hubungan pribadi dan hubungan

    politik.

    Jabatan-jabatan birokrasi ini lebih ditentukan

    oleh persetujuan dan penunjukan dari pemegang

    jabatan ditingkat atas karena kenaikan jabatan

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    10

    dipengaruhi faktor-faktor seperti kawan sejak kecil,

    kawan lama, hubungan darah, hubungan

    perkawinan, kesamaan etnis dan kesamaan

    keanggotaan politik.

    Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa

    legitimasi kekuasaan politik dan wewenang jabatan

    birokrasi amat ditentukan oleh hubungan patron-

    klien, hubungan bapak anak buah (peternalisme). Ini

    berarti konsep birokrasi patrimonial merupakan

    sistem nntuk merekrut jabatan-jabatan birokrasi

    yang ada hubungannya dengan permasalahan dalam

    penelitian ini.

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    11

    BAB II

    ARTI DAN HAKIKAT BIROKRASI

    A. Pengertian Birokrasi

    Prosedur kerja yang berbelit-belit, mekanisme

    kerja yang tidak efisien, proses pelayanan yang

    lamban, sumber penyalahgunaan kedudukan dan

    wewenang, merupakan simpul-simpul kesan bagi

    orang awam terhadap terminologi yang bernama

    birokrasi. Kesan demikian timbul karena orang

    melihat instrumen pemerintahan yang disebut

    birokrasi itu dari dimensi realitas yang terbatas pada

    aspek prosedural administratif. Apa yang tersimpul

    merupakan akibat dari cara pelayanan yang pada

    beberapa seginya nampak tidak efisien, kurang

    rasional, tidak bisa bersikap netral dan obyektif

    dalam birokrasi yang pada umumnya terjadi

    dinegara-negara Dunia Ketiga

    Sebenarnya, pengertian birokasi itu menurut

    asal-usul etomologsnya, berasal dari kata ; bureau

    yang bisa berarti meja tulis (tetapi bisa juga diartikan

    sebagai nama/sebutan kain yang selalu menjadi alas

    meja para pejabat diperancis pada abad ke 18), dan

    cratein yang bererti kekuasaan. Jadi secara harfiah

    pengertian birokrasi adalah kekuasaan dari balik

    meja tulis. Dan karena yang biasanya yang punya

    meja semacam itu adalah mereka yang ada

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    12

    dilingkungan pemerintahan, maka pengertian itupun

    dikaitkan dengan aparat pemerintahan. Jadi

    akhirnya birokrasi lebih kurang diartikan sebagai

    perangkat yang menjadi alat untuk menjalankan

    pemerintahan.

    Sejalan dengan pemikiran diatas, pada tahun

    60-an Martin Aloraw meneliti masalah birokrasi,

    masalah perkembangan dan konsep birokrasi. Dia

    meneliti di Eropa Barat dengan membahas dengan

    berbagai dokumentasi (perpustakaan), musium serta

    tokoh-tokoh yang ada melalui surat. Kemudian dia

    tertarik dengan surat dari Baraw Bigrim. Setelah

    dibaca dinyatakan istilah birokrasi yang pertama

    dipakai dalam M. Degeor Asay Gurnay mengartikan

    biokrasi dalam dua hal :

    Pertama, pemerintahan ke IV dan ke V di

    Perancis, dan kedua, para pejabat, pegawai,

    sekretaris, dan orang yang magang yaitu orang ini

    melayani masyarakat. Selain istilah birokrasi,

    Grunay juga memakai islitah Bereaumania.

    Praktek-praktek birokrasipun sudah ada sejak

    dahulu, sejak tahun 1655, di Cina telah digunakan

    istilah birokrasi, misalnya dalam pengangkatan

    pegawai kerajaan di Cina. Disamping itu jauh

    sebelum ini birokrasi telah digunakan oleh

    Machiaveli, yang menceritakan bagaimana menteri-

    menteri itu menerima imbalan. Perkembangan

    selanjutnya dari pengertian birokrasi terlihat melalui

    pandangan Rocy mengartikannya sebagai kekuasaan

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    13

    para pegawai. Sedangkan Mosca lebih banyak

    membahas atau menyoroti individu yang terlihat

    birokrasi.

    Sejalan dengan pemikiran Max Weber

    mengkonstantir bahwa birokrasi merupakan bentuk

    pengorganisasian modern dengan segala cirinya yang

    meninggalkan sifat-sifat organisasi tradisional,

    Kenyataan sekarang dinegara-negara Dunia Ketiga

    memperlihatkan bahwa birokrasi pemerintahan

    merupakan organisasi yang tangguh. Posisi itu akan

    merosot apabila dibandingkan dengan birokrasi

    militer.

    Adapun yang dimaksud dengan birokrasi

    pemerintahan adalah seluruh aparatur pemerintah,

    baik sipil maupun militer yang melakukan tugas

    membantu pemerintah dan mereka menerima gaji

    dari pemerintah karena statusnya itu.

    Salah satu instrumen pokok bagi negara

    modern adalah apa yang disebut birokrasi. Birokrasi

    adalah suatu alat atau instrumen pemerintah untuk

    melaksanakan keputusan-keputusan serta

    kebijakannya. Dengan kata lain birokrasi adalah

    suatu sistem untuk mengatur jalannya

    pemerintahan. Salah satu ciri yang paling menonjol

    dalam birokrasi adalah modern adanya khirarki

    adanya jabatan-jabatan (atasan dan bawahan), dan

    terdapat rekruitmen, promosi, penggajian,

    pemisahan bidang pribadi dan jabatan, yang

    kesemuanya itu diatur menurut undang-undang.

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    14

    Karena itu bentuk ideal dari bentuk birokrasi

    haruslah bersifat objektif, rasional, netral dengan

    mekanisme kerja yang efisien dan objektif.

    Birokrasi modern berasal dari negara-negara

    barat. Melalui penjajahan, birokrasi itu kemudian

    diperkenalkan kenegara-negara jajahan seperti di

    Asia dan Afrika. Negara-negara bekas jajahan

    perancis di Afrika misalnya, mengenal birokrasi lewat

    pemerintahan kolonial perancis, dan kemudian

    mereka menjalankan birokrasi tersebut dengan

    meniru sistem birokrasi Perancis. Sebagai bekas

    jajahan belanda proses pertumbuhan dan

    perkembangan masyarakat Indonesia sangat

    dipengaruhi dengan sistem negara Belanda,

    kendatipun dinegeri ini sebelumnya sudah terdapat

    sistem birokrasi kerajaan. Seperti kerajaan

    Majapahit, Aceh, Goa Talo dan Mataram. Lazimnya

    dalam bentuk sederhana , birokrasi itu dijalankan

    oleh pengikut pribadi raja. Sehingga dari sinilah

    timbul bentuk-bentuk birokrasi patrimonial. Bentuk

    birokrasi ini, dalam tipoligi weber menggambarkan

    bahwa jabatan dan perilaku pada hubungan,

    hubungan bapak dan anak buah.

    Oleh karena itu, birokrasi modern yang

    tumbuh dan berkembang dinegara-negara bekas

    jajahan juga dipengaruh oleh budaya politik yang

    bersumber dari lingkungan setempat. Begitu pula

    birokrasi yang berlaku di Indonesia sampai saat ini

    masih merupakan campuran antara unsur-unsur

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    15

    birokrasi Barat dengan unsur-unsur yang bersumber

    dari budaya politik kerajaan.

    Beberapa sejarawan menunjukan bahwa ilham

    dan akar birokrasi modern adalah masyarakat

    tradisional. Beberapa sejarawan misalnya,

    berpendapat bahwa penciptaan birokrasi modern di

    Eropa berilham dari aparatur negara kekaisaran

    Cina dengan mandarin-mandarinnya yang

    melakukan tugas atas dasar falsafah konfusisus.

    Memang yang terakhir ini dengan sistem ujian yang

    ketat bagi calon pegawainya, memperlihatkan unsur-

    unsur birokrasi modern, tapi hanya ilham yang

    disempurnakan bagi masyarakat dan negara maju di

    Eropa modern.

    Sejarawan juga melihat bahwa birokrasi inggris

    tumbuh dari peristiwa sejarah yang kebetulan, yakni

    ketika raja-raja dari Hannover di Jerman menjadi

    raja Inggris karena keturunan pewarisan, sehingga

    mereka harus meninggalkan kerajaan Hannover yang

    lalu diperintah oleh orang-orang ahli administrasi,

    birokrat. Dari sinilah antara lain berasal birokrasi

    kolonial Inggris di India, Asia Tenggara, Afrika dan

    lain-lain,yang sampai kini mempengaruhi struktur

    birokrasi mereka.

    Di Indonesia terciptanya birokasi modern,

    artinya birokrasi yang berasal dari Barat ini terjadi

    sejak revolusi Perancis (1789). Negeri Belanda

    modern sendiri tercipta pada zaman tersebut dan

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    16

    tidak mengherankan bahwa koloninya juga berakar

    pada periode itu.

    Konsep negara dan birokrasi modern di

    Indonesia dibawa oleh marsekal Herman Willem

    Daendlas (1806-1809) yang melihat dirinya sebagai

    Napoleon kecil yang harus menciptakan negara yang

    bermodal Napoleon di Koloni Hindia Belanda. Dengan

    tegas ia menciptakan pembagian fungsi daerah, dan

    khirarki kekuasaan baik dikalangan penguasa

    Belanda (Eropa) maupun bumi putra.

    Dalam pada itu birokrasi dalam literatur ilmu

    administrasi sering dipergunakan dengan beberapa

    pengertian yang berbeda. Martin Albrow

    mengemukakan pengertian istilah birokrasi dalam

    tujuh pengertian atau kategori :

    1. Rational organization

    2. Organization ineffciency

    3. Rule by oficial

    4. Public administration

    5. Administration by oficial, etter public or privete

    sector

    6. An organization form characterized by such

    qualities as hierrarchy and rules

    7. An assential quality f modern society. (warwick,

    1975 : 4).

    Dalam uraian ini birokrasi dipakai dalam

    pengertian yang terbatas yaitu sebagi organisasi

    pemerintahan atau administrasi negara atau public

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    17

    administration, pengertian ini secara mengacu

    kepada govermental-bureacra-cy, seperti yang

    dipakai oleh Almond dan Powell, yaitu : The

    Governmental Bureacruracy is group of formally

    organized offices and duites, linked in complex

    grading subordinates to the formal rule-makers.

    (almond & Powell, 1968 : 70).

    Juga pengertian yang terbatas ini dipakai oleh

    Lance Castels dalam suatu uraian tentang birokrasi

    di indonesia, seperti yang dukemukakan bahwa : “

    Bureacruracy I mean the salaried people who are

    charged with the function of goverment. The army

    officers, the military bureacracy of wich I am

    speaking does not always conform to Weber’s nation

    of rasional bureacracy”. ( Lance Castels; 1976 : 2)

    Yang paling sering terjadi ialah pemakaian

    istilah birokrasi dalam pengertian yang kurang baik

    yaitu “administrative-inefficiency”. Di Amerika

    birokrasi dalam pengertian yang kurang baik

    mencerminkan cara kerja aparatur pelayanan

    pemerintah yang tidak bekerja sebagaimana

    mestinya. Gambaran seperti itu dapat digambarkan

    dengan jelas, digambarkan oleh Warwick dalam

    pertanyaannya, berikut ini : “Critics claims that

    govermental organization become the master rather

    then the servant ot the people. Stifle initiatives,

    inculcate fear, multiply reporting requirement,

    circumscrible action, waste time and deple the federal

    treasury” (Warwick ; 1975 : 3)

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    18

    Kutipan diatas menggambarkan pengertian

    yang kurang baik mengenai birokrasi, ciri-ciri

    penampilan birokrasi dalam arti negatif yang sering

    dijumpai oleh mereka yang berhubungan dengan

    birokrasi.

    Edward feit, mempertegas pengertian birokrasi

    dan khusunya aparatur birokrasi dalam arti para

    pejabat pimpinan tingkat atas dan menengah dalam

    suatu struktur organisasi baik pemerintah maupun

    swasta, seperti kutipan dibawah ini :

    “The definition used is of bureacrats as men state service corresponding to “top” or middle levels of managenemt in business. They are a part of that hirarchy of offices whose authority derives from a chief executive”. (Edward Feit, 1973 : 8).

    Dalam pengertian yang lain yaitu suatu bentuk

    organisasi dengan ciri-ciri yang khusus yaitu sebagai

    suatu organisasi yang rational, seperti apa yang

    digambarkan oleh Max Weber dalam berbagai

    karyanya yang dikenal sebagai “tipe ideal dari

    birokrasi”. Secara ringkas La Palombara merangkum

    ciri-ciri yaitu : “The Crucial Characteristic of

    Bureacracy” :

    1. Specialliced,highly differentiated administrative

    rules

    2. Recruitment on the basis of achivement

    (measured by examinations) rather than

    ascription;

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    19

    3. Placement, transfer and promotion on the basis

    of universalistic reather than particularistic

    criteria;

    4. Administrators who are salaried profesionals

    who view their work as career, and

    5. Administrative decision making whitin a

    rational and readly undesstood context of

    hierarchi, responsibility and dicipline (La

    Palombara, 1973:49)

    Ciri-ciri birokrasi yang rasional seperti yang

    dikemukakan diatas, juga meruakan dasar dari

    pembentukan organisasi pemerintahan yang dikenal

    sebagai organisasi pemerintah. Tentu saja dalam

    organisasi sehari-hari,dapat dijumpai kritik dan

    kelemahan,namun hakekat dasar dari semua

    organisasi pemerintahan dalam melaksanakan

    tugasnya adalah “ administrasi yang rasional “.

    Lain halnya, pengertian birokrasi yang

    diberikan oleh pemerintah Indonesia. Seperti apa

    yang disampaikan oleh Menteri Negara

    Pendayagunaan Aparatur Negara pada suatu rapat

    Kerja dengan Komisi II DPR, pada tanggal 11

    Februari 1984 di kemukakan bahwa :

    1. Birokrasi dapat diartikan suatu susunan yang

    terorganisir untuk mencapai tugas-tugas

    administratif dengan cara mengkordinir secara

    sistimatis pekerjaan dari banyak orang.

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    20

    Birokrasi terdapat disemua organisai

    kerjasama manusia.

    2. Apabila disebut birokrasi pemerintah sering

    pula diartikan sebagai Aparatur pemerintah

    atau Administrasi Negara pada umumnya.

    3. Birkrasi dapat diartikan Aparatur Pemerintah

    pada khususnya Korps Pegawai Negri

    (KORPRI).

    4. Birokasi dapat diartikan suatu prosedur kerja.

    Oleh karena, salah satu instrumen pokok bagi

    negara modern adalah apa yang disebut “birokrasi”.

    Birokrasi suatu alat atau instrumen pemerintah

    untuk melaksanakan keputusan-keputusan serta

    kebijaksanaannya. Maka birokrasi adalah hierarki

    diikat dengan sistem legeslasi yang relatif luas dan

    mengalokasikan wewenang dan kekuasaan, serta

    mendistribusikan tugas secara berkait-kait, sehingga

    baru bermakna secara operasional , dan menerima

    upah karena statusnya itu, apabila ada imajinasi

    pada setiap tingkat, setiap sektor, setiap

    fungsionaris, bahwa ia tidak semata-mata

    mengarahkan lingkungan, tetapi juga melayani

    lingkungan.

    Kombinasi mengarahkan lingkungan dan

    melayani lingkungan ini benar-benar merupakan

    batu ujian bagi suksesnya birokrasi. Mengarahkan

    lingkungan adalah fungsi pembangunan,sedangkan

    melayani lingkungan memberi jaminan dukungan

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    21

    efektif terhadap kehadiran birokrasi itu sendiri.

    Borokrasi Pemerintahan yang tidak mendapat

    dukungan efektif tentunya tidak akan mampu

    menunaikan amanat pembangunan.

    Dalam tulisan yang diajukan

    disini ialah bahwa pembangunan politik yang

    dilakukan oleh rezim Orde Baru memang diarahkan

    untuk menempatkan birokrasi pemerintahan sebagai

    pemegang posisi sentral dalam kehidupan politik di

    Indonesia, dengan pertimbangan sebagai berikut :

    1. Bahwa birokrasi pemerintah dipandang

    sebagai alat yang efisien dan efektif dalam

    mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan

    nasional.

    2. bahawa birokrasi pemerintah dipandang

    sebagai alat untuk memperoleh,

    mempertahankan dan melaksanakan

    kekuasaan.

    1. Pembangunan politik

    Dalam kepustakaan ilmu politik definisi

    pembangunan politik sampai dewasa ini masih

    mengandung kesimpang siuran antara satu sama

    lainnya, tidak saling mendukung seperti apa yang

    ditulis oleh Lucian W pye, antara lain sebagai berikut

    : 1. Pembangunan politik sebagai prasyarat politik

    untuk membangun politik; 2. Pembangunan politik

    sebagai kehidupa politik khas masyarakat-

    masyarakat industri; 3. Pembangunan politik sebagai

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    22

    modernisasi politik; 4. Pembangunan politik sebagai

    operasi negara kebangsaan; 5.pembangunan politik

    sebagai administrasi massa dan partisipasi; 7.

    Pembangunan politik sebagai pembinaan demokrasi ;

    8. Pembangunan politik sebagai stabilitas dan

    perubahan tertib; 9. Pembangunan politik sebagai

    mobilitas kekuasaan; 10. Pembangunan politik

    sebagai satu segi dari proses perubahan sosial yang

    multidimensional.

    Agaknya sulit, untuk merangkum semua

    indikasi diatas demi memperoleh gambaran ringkas

    namun menyeluruh mengenai pembangunan politik,

    akan tetapi hal-hal berikut ini nampaknya mewakili

    keseluruhan butir diatas.

    1. Menyangkut pembentukan sistem politik

    yang efektif; Hal ini berarti bahwa yang menjadi

    tujuan pembangunan politik adalah menciptaka

    suatu pemerintah, yang mempunyai kemampuan

    untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk

    itu diperlukan adanya stabilitas sebagai sarat utama;

    artinya pemerintah harus dapat bekerja cukup lama

    untuk merencanakan programnya serta kemudian

    melaksanakan dan mengawasi pelaksanaannya.

    2. Menyangkut pembentukan sistem politik

    yang cocok dengan kepribadian bangsa yang

    bersangkutan. Dalam hal ini yang ditelaah adalah

    seberapa jauh sistem politik yang ingin dicapai itu

    sesuai dan didukung oleh pengalaman sejarah,

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    23

    struktur sosial dan nilai-nilai budaya yang hidup

    dimasyarakat.

    3. Menyangkut pembentukan sistem politik

    yang modern. Yang ditelaah adalah nilai tradisional

    apa saja yang dapat menghambat atau mendorong

    terwujudnya sistem politik yang baru. Sehubungan

    dengan hal ini ada beberapa ukuran guna dapat

    melihat suatu sistem politik yang modern, yaitu :

    1. Adanya lembaga-lembaga pemerintahan yang

    terdifenrensiasi dan terspisialisasi

    2. Terdapatnya integrasi yang tinggi dalam

    pemerintahan;

    3. Menonojolnya rasionalitas dan sekuleritas

    dalam proses pengambilan keputusan;

    4. Adanya “partisipasi” yang besar dalam sistem

    politik;

    5. Menonjol “achievement oriented” dari para

    kedudukan sosial sehubungan dengan alokasi

    peranan-peranan politik;

    6. Terdapatnya suatu sistem hukum yang sekular

    dan impersonal; dan lain-lain.

    Apa yang dikemukakan diatas kiranya dapat

    dijadikan dasar pembanding, untuk dapat melihat

    arah pembanguna politik yang dilakukan oleh rezim

    orde baru.

    Diatas tadi telah ditulis 10 definisi tentang

    pembangunan politik yang berbeda orientasi satu

    sama lainnya. Tapi diballik itu berupaya mencari

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    24

    beberapa persetujuan yang terkandung dalam

    definisi-definisi tersebut. Dari upaya itu Pye

    kemudian menyimpulkan adanya tiga ciri pokok atau

    dimensi yang dapat diterima didalam kejadian

    pembangunan politik, yaitu persamaan, kapasitas,

    dan diferensiasi. Dalam sebuah kajian yang lebih

    khusus, Myron Weiner (1969), secara langsung

    menghubungkan pembangunan politik dengan

    integrasi politik. Istilah yang terakhir ini cukup

    menarik karena diasumsikan bahwa integrasi politik

    pada dasarnya adalah salah satu bagian yang cukup

    penting dari kerangka pembangunan politik.

    Berbicara tentang pembangunan politik,

    demikian Weiner, maka hal itu berkenaan dengan

    perluasan fungsi-fungsi politik; dengan tingkat

    integrasi baru yang dibutuhkan untuk menjalankan

    fungsi-fungsi itu; dan dengan kapasitas sistem politik

    untuk menangani masalah-masalah integrasi yang

    baru tersebut. Selanjutnya, Weiner menyarankan

    bentuk dan strategi untuk, mewujudkan integrasi

    politik yang mencakup enam dimensi pembinaan

    yaitu : Integrasi Elite massa dan perilaku Integratif.

    Bertitik tolak dari pemahaman diatas tentu

    pembangunan politik dalam konteks pembahasan

    adalah pembangunan politik ke Indonesia,

    khususnya pemerintah orde baru, artinya ;

    Pembahasan dan kajian disini melihat kebijaksanaan

    pemerintahan dalam menata politik dan birokrasi.

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    25

    Kebijaksanaan pemerintah merupakan arena

    sekaligus kenyataan politik.

    Konsep-konsep pembangunan politik, baik

    yang diajukan oleh Lucian. Pye maupun Myron

    Wainer, akan terlihat dengan jelas adanya berbagai

    implikasi dari pembangunan politik terhadap

    keberadaan dan peranan birokrasi pemerintahan.

    Dalam ciri pokok yang pertama dari konsep pye,

    yaitu persamaan (equality) antara lain terkandung

    pengertian bahwa pengerahan tenaga kedalam

    jabatan-jabatan pemerintahan seyogyanya

    mencerminkan ukuran-ukuran kemampuan atas

    dasar prestasi, bukan atas dasar ikatan

    kekeluargaan dan status yang berdasar pada sistem

    tradisional. Ini berarti bahwa pembinaan birokrasi

    dalam konteks pembangunan politik tidak terlepas

    kaitannya dengan salah satu tema yang sejak lama

    dipersoalkan dalam diskusi tentang birokrasi, yaitu :

    The search for effisiency through merit recruitment

    (Peters 1978 : h. 75). Ciri pokok kedua yang

    dikemukakan pye, yakni kapasitas sistem politik

    untuk menghasilkan output, merupakan suatu hal

    yang secara langsung berhubungan dengan prestasi

    pemerintah dan keadaan-keadaan yang

    mempengaruhi prestasi itu. Pada tingkat tertentu,

    dimensi kapasitas ini cenderung kearah

    professionalisasi pemerintahan, dimana diasumsikan

    kearah professionalisasi pemerintahan, dimana

    diasumsikan bahwa suatu sistem yang telah maju

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    26

    akan dapat berbuat lebih baik dalam menjangkau

    kepentingan umum. Birokrasi pemerintahan yang

    baik harus dapat bekeja lebih cepat dan teliti, seraya

    memperhatikan segi-segi efisiensi dan efektifitas

    sebagai salah satu ukuran universal tentang

    prestasi. Disini terlihat relevansi antara

    pembangunan politik dan kapasitas birokrasi.

    Oleh karena birokrasi merupakan bagian

    utama dari berbagai sistem politik, maka dimensi-

    dimensi perubahan dari sistem politik yang terjadi

    pada awal Orde baru tentunya mempunyai implikasi

    terhadap sektor ini. Dengan kata lain, pembaharuan

    dalam sistem birokrasi. Untuk itulah maka, birokrasi

    merupakan sektor yang pertama kali ditata oleh

    regim Orde baru, karena dipandang sebagai alat yang

    vital bagi pelaksanaan tujuan-tujuan yang telah

    ditetapkan regim ini. Oleh karena itu, terwujudnya

    birokrasi nasional dalam periode orde baru

    merupakan suatu prestasi yang cukup baik,

    walaupun akar-akarnya telah terlihat sejak awal

    tahun 1960-an. Tentunya konsolidasi birokrasi ini

    paling tidak membantu terwujudnya “National

    Building” yang merupakan salah satu masalah yang

    harus dihadapi pada khususnya. Dalam rangka

    inilah dibutuhkan peranan aktif dari pemerintahan,

    namun demikian dengan memperhatikan bahwa

    manusia adalah obyek dan subyek pembangunan,

    maka peranan aktif dan positif dari birokrasi sebagai

    instrumen pemerintah tersebut masih harus

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    27

    didukung oleh partisipasi aktif dari rakyat. Amin

    Rais, melihat partisipasi politik sebagai

    pemerintahan hak-hak politik bagi semua warga

    negara untuk mendukung pembangunan. Untuk

    tumbuhnya partisipasi diperlukan sosialisasi politik

    dalam menanamkan budaya politik. Dan budaya

    politik terproses melalui pendidikan politik.

    Sosialisasi merupakan suatu proses

    perkembangan atau suatu proses yang selalu

    berkembang. Ini merupakan alat dimana individu

    menjadi satu serta menyesuaikan diri kedalam

    system kebudayaan politik.

    Tetapi proses sosialisasi politik dari pihak

    pengambil keputusan atau kebijaksanaan tidaklah

    mesti berjalan searah, yaitu dari pengendali negara

    kepada masyarakat, ini akan menanamkan

    partisipasi yang semu, tumbuhnya budaya politik

    yang monolist. Dalam tingkah laku politiknya

    “manut” kepada kehendak atasan.

    Sedangkan orientasi kerja pemerintah yang

    semakin cenderung pada peningkatan pelayanan

    sosial menandai perkembangan kearah modernisasi

    yang berlangsung diberbagai negara didunia,

    terutama yang menganut sistem politik demokrasi.

    Seperti yang dikatakan oleh Deutsch (1974 :

    158), bahwa para teoritisi tentang demokrasi, mulai

    dari pericles hingga Jhon Suart Mill, sepakat bahwa

    untuk menilai suatu pemerintahan yang baik harus

    diukur dari kualitas hidup individu-individu yang

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    28

    tumbuh dibawah naungannya. Kalau dalam teori

    klasik abad ke-19, baik dinegara yang menganut

    liberalisme dan marxisme, enforcement function

    merupakan esensi dari kehidupan bernegara, maka

    dengan meluasnya penerimaan terhadap konsep

    “welfare State” teori itu telah ditinggalkan. Menurut

    pengamatan Karl W. Deutsch pada era tujuh

    puluhan, sebagian besar negara modern

    membelanjakan kurang dari sepertiga anggarannya

    untuk “Iam en forcement”., termasuk didalamnya

    penyediaan dana untuk kepentingan peradilan

    kriminil, polisi dan pertahanan nasional. Dua pertiga

    digunakan unutuk menunjang kegiatan-kegiatan

    disektor pemerintahan umum, pelayanan sosial,

    kesejahteraan pendidikan, bantuan ekonomi dan

    pemeliharaan infra struktur ekonomi seperti sekolah-

    sekolah, jalan raya, airport, pelabuhan dan berbagai

    bagian dari sistem transportasi (Ibid, h.155).

    Konstasi Deutsch ini menyadarkan kita bahwa di

    negara-negara yang sudah maju, bahkan yang

    memliki orientasi-orientasi kewiraswastaan yang

    kuat atau entrepreneurial societies sekalipun

    (kecenderungan orientasi ini dibedakan dari

    bureaucratic societies, Bendix 1956) peranan

    birokrasi sebagai pelayanan kesejahteraan

    masyarakat cukup menonjol. Tentu saja di negara-

    negara sedang berkembang, peranan itu akan

    terlihat, atau diharapkan tampil secara luas.

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    29

    Ciri pokok atau dimensi ketiga, dari konsep

    pembangunan politik, menurut Pye, yakni

    diferensiasi dan spesialisasi, khusus berlaku dalam

    analisa tentang lembaga dan struktur. Jabatan-

    jabatan dan lembaga-lembaga pemerintah masing-

    masing cenderung memiliki fungsi yang tersendiri

    dan terbatas, dan ada persamaan pembagian kerja di

    dalam pemerintahan (Yahya Muhaimin Colin Ma

    Andrews, 1977 :17)

    Jika konsep analisa pye dihubungkan dengan

    konsep Weiner, untuk dipakai dalam menganalisa

    kedudukan dan peranan birokrasi dapat diarahkan

    untuk memperbaiki kondisi internal terhadap

    birokrasi pemerintahan, agar dapat mengemban

    perananannya sebagai “agent political devloment”.

    Dan dilain pihak, konsep Weiner dengan tidak

    mengurangi arti penting dan kemungkinannya untuk

    diarahkan bagi pembinaan integrasi dalam tubuh

    birokrasi, namun lebih menampilkan sebagai

    tantangan yang harus dijawab dan diwujudkan oleh

    setiap sistem politik. Dengan demikian konsep itu

    dapat menjadi kerangka orientasi kerja dari birokrasi

    sebagai salah satu komponen operasional dari sistem

    politik.

    B. Birokrasi Dalam Sistem Politik

    Seringkali orang memberikan nama kepada

    suatu sistem politik berdasarkan proses hubungan

    kekuasaan yang berhubungan kekuasaan yang

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    30

    diperlukan ataupun yang dicita-citakan oleh

    pendukung sistem tersebut. Demikianlah misalnya

    dengan sistem politik competitive, dan non

    competitive, kerap pula ideologi dijadikan azas dasar

    negara digunakan untuk julukan bagi suatu sistem

    politik. Maka dijumpai sistem Politik Sosialis,

    Komunis, Liberalisme, demokratis. Dan tidak jarang

    pula kelompok elit penguasa atau rejim politik,

    dengan segala karakter yang dibawakannya, dipakai

    untik menamakannya sistem politik. Karena itu

    orang bicara tentang sistem politik militerisme,

    sistem politik feodalistik ataupun sistem politik

    birokratik.

    Tulisan ini amat erat kaitannya dengan bentuk

    sistem politik yang terakhir, sebab yang hendak

    ditelaah bukan saja antara hubungan birokrasi

    pemerintahan dengan politik, akan tetapi aspek

    penting dari kegiatan birokrasi pemerintahan

    Indonesia yaitu peran gandanya, menjadi perhatian

    pula dalam tulisan ini. Kedua lingkup pembicaraan

    tersebut hendak dijabarkan kedalam telaah

    mengenai sejarah pertumbuhan birokrasi di

    Indonesia dengan memperhatikan sebab-musebab

    dengan efeknya terhadap kehidupan sosial dan

    politik.

    Di negara-negara Barat, biasanya birokrasi

    dipandang sebagai aparat instrumental yang

    melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan melalui

    lembaga-lembaga politik non birokrasi. Ini berarti,

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    31

    bahwa keterlibatan birokrat dalam politik lebih

    berpusat pada tingkat “atas” yakni pada tingkat

    pembuat keputusan. Sedangkan dinegara-negara

    berkembang keterlibatan birokrat didalam politik

    sangat tinggi, sehingga birokrasi selalu mempunyai

    pengaruh tertentu dalam perkembangan politik.

    Karena besarnya keterlibatan para birokrat di

    negara-negara sedang berkembang, para penulis

    barat bahkan menilai bahwa ada hubungan yang

    spesifik antara birokasi dengan sistem politik yang

    berlaku,tentu dengan alasan yang spesifik pula.

    Agar lebih jelas peranan birokrasi dalam sistem

    politik di Indonesia, khususnya pada masa

    pemerintahan Orde Baru, maka ada baiknya dalam

    tulisan ini, walaupun secara sepintas lalu, penulis

    memberikan pengertian tentang sistem politik.

    David Easton, memberikan pengertian tentang

    sistem politik (political system) sebagai “a set of

    interactions abstracted from the totality of sosial

    behaviour through which values are allocated for a

    society”’ artinya seperangkat interaksi yang

    diabstraksikan dari totalitas kelakuan soaial, dimana

    nilai-nilai dialokasikan terhadap masyarakat.

    Sistem politik itu adalah suatu mekanisme dari

    separangkat fungsi atau peranan yang ajeg. Proses

    yang disebut mengandung segi-segi dimensi waktu

    (masa lampau, masa kini dan masa yang akan

    datang), kemudian yang diartikan dengan struktur

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    32

    adalah aktivitas-aktivitas yang dapat diobservir atau

    diidentifisir menentukan sistem politik itu.

    Setiap sistem politik itu harusnya mempunyai

    ciri-ciri yang bersifat universal, yaitu dalam bentuk

    fungsi politik. Menurut Gabriel Almond fungsi-fungsi

    politik yang ada dalam sistem politik dapat dibagi

    dalam dua bagian: Fungsi Infut, yaitu artikulasi

    kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi

    politik, komunikasi politik,rekruitment politik, dan

    Fungsi Output yaitu pembatan kebijaksanaan,

    penerapan kebijaksanaan, dan penghakiman

    kebijaksanaan. Struktur politik didefinisikan sebagai

    “suatu pola interaksi yang dianggap sah, dengan

    mana Tata cara masyarakat dipertahankan dan

    dipelihara”. Dalam masyarakat politik modern

    terdapat struktur-struktur politik : kelompok

    kepentingan, partai politik, birokrasi, badan

    eksekutif, badan legislatif, dan badan peradilan.

    Proses politik itu dimulai dengan masuknya

    infut berupa kepentingan yang diartikulasikan atau

    dinyatakan oleh kelompok kepentingan dan

    diagregasikan atau dipadukan oleh partai politik

    sehingga kepentingan-kepentingan khusus itu

    menjadi suatu usul kebijaksanaan yang lebih umum,

    dan selanjutnya dimasukan kedalam proses

    pembuatan kebijaksanaan yang dilakukan oleh

    badan-badan legislatif dan eksekutif. Dalam hal ini,

    infut itu diubah menjadi output berupa

    kebijaksanaan, karena itu tahap ini disebut juga

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    33

    “konversi”. Dan tahapan pembuatan kebijaksanaan

    ini pula yang merupakan inti dari keseluruhan dari

    proses poliik. Kebijaksanaan itu kemudian dijadikan

    oleh birokasi.

    Disamping itu, dalam setiap proses politik juga

    berjalan fungsi-fungsi sosial politik, komunikasi

    politik dan rekruitmen politik. Demikianlah proses

    itu berjalan, dari infut berujud tuntutan kepentingan

    diubah menjadi output berupa kebijaksanaan

    kedalam sistem politik dalam ujud tuntutan

    kepentingan baru. Dan demikian seterusnya.

    Selanjutnya, bila diperhatikan secara seksama,

    nampak bahwa fungsi infut tidak hanya dijalankan

    oleh struktur –struktur yang semata-mata bersifat

    politis, tetapi bisa juga oleh struktur-struktur dalam

    sistem sosial yang lebih luas yang dalam hal ini

    berfungsi politik, seperti kelompok kepentingan

    keagamaan,kebudayaan dan lain-lain. Tetapi fungsi

    output merupakan monopoli dari struktur-struktur

    politik yang legal formil, seperti birokrasi, badan

    peradilan, parlemen, dan eksekutif, sehingga fungsi

    ini disebut pula “fungsi pemerintahan”.

    Idealnya, setiap struktur politik memiliki fungsi

    politik yang khas, seperti kelompok kepentingan

    menjalankan artikulasi kepentingan, partai politik

    megagregasikan kepentingan, badan legislatif

    merumuskan kebijaksanaan, dan birokrasi

    melaksanakannya, dan sebagainya. Tetapi hal ini

    tidak pernah terjadi dalam kenyataan ; umumnya

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    34

    dalam setiap sistem politik terdapat satu struktur

    yang menjalankan lebih dari satu fungsi atau satu

    fungsi dijalankan lebih dari satu struktur.

    Satu fenomena penting yang berkembang

    diantara masyarakat transisi adalah kurangnya

    keseimbangan diantara lembaga-lembaga pembuat

    keputusan politik dengan struktur-sruktur

    pelaksana kebijaksanaan birokrasi. Kelemahan relatif

    organ-organ politik mengandung arti bahwa fungsi

    politik cenderung ditentukan, dalam ukura besar,

    oleh birokrat-birokrat. Pergulatan-pergulatan antar

    birokrasi tampil sebagai bentuk utama politik. Tetap

    bila arena politik ini bergeser ke birokrasi satu

    pergeseran yang ditandai dengan semakin kuatnya

    kekuasaan pejabat-pejabat militer dalam

    menghadapi para pejabat sipil maka konsekwensinya

    terhadap stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi,

    efektifitas pemerintahan, dan nilai-nilai demokrasi

    sangat riskan.

    Untuk menganalisa corak hubungan birokrasi

    dan sistem politik ini, Fred W. Riggs menonjolkan

    beberapa segi yang dianggap besar pengaruhnya

    dalam perkembangan sistem politik di negara-negara

    sedang berkembang, yakni antara hubungan

    birokrasi dengan sistem kepartaian, pencalonan,

    perundang-undangan, pengadilan dan

    kepemimpinan eksekutif.

    Dalam membahas hubungan antara birokrasi

    dengan sistem kepartaian, Riggs menekankan

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    35

    perlunya pengangkatan birokrat atas dasar kriteria

    prestasi, yang diperlihatkan dengan baik dengan cara

    pengujian. Demikian pula halnya pada mekanisme

    personalia yang didasarkan pada konsep prestasi

    dan karier.

    Keadaan birokrasi karier tanpa kekuatn politik

    dalam lembaga-lembaga politik, tidaklah selalu

    menimbulkan daya guna administratif. Tanpa

    pengarahan yang kuat,maka birokrat-birokrat akan

    mempunyai rangsangan yang lemah untuk

    memberikan pelayanan yang baik, apapun latar

    belakang mereka sebelum bekera pada negara.

    Mereka cenderung menggunakan kendali efektif

    untuk mengamankan kepentingan-kepentingan

    birokrasi.

    Dalam suatu pemerintahan yang dibentuk oleh

    dominasi birokrasi, kelompok oposisis cenderung

    ditoleransikan, dan partai yang menang mengambil

    bentuk sebagai suatu koalisi dengan beberapa unsur

    yang berbeda. Koalisi yang berkasa kurang memiliki

    koherensi atau kesatuan, walaupun ia dapat menjadi

    pewaris dari suatu tradisi revolusioner dari periode

    pergulatan umum melawan kekuasaan asing.Dalam

    keadaan dimana demokrasi berjalan baik, partai

    oposisi selalu membantu membuat partai yang

    berkuasa lebih tanggap secara politik dan ikut

    bertanggung jawab terhadap berbagai tuntutan

    publik. Dilain pihak, fraksi-fraksi yang menentang

    kebijaksanaan birokrasi, ternyata tidak dapat

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    36

    mengembangkan pengaruh yang seperti ini. Bahkan

    sebaliknya, mereka sering meremehkan sistem dan

    melemahkan koherensi partai yang berkuasa.

    Untuk negara yang sedang membangun,

    khsusnya dalam kasus dimana partai yang dominan

    adalah partai pemerintah, pertentangan fraksi-fraksi

    dengan birokrasi tentu kurang menguntungkan.

    Sebab, kesepakatan diantara pembuat keputusan

    dan penerimaan mereka pada keputusan yang

    diciptakan, sangat tergantung pada integrasi tokoh-

    tokoh politk yang terlibat didalamnya. Seperti

    pernyataan Raymond Aron yang dikutip oleh Lester

    G. Seligman (dalam Afan Gafar, 1983 :115) bahwa

    komposisi pemerintahan dapat saja diciptakan

    perubahan-perubahan secara progresif, serta

    menggeser beberapa tokoh penting dalam birokrasi.

    Tetapi kemakmuran, seperti apa yang telah

    dicanangkan oleh perencana pembangunan, hanya

    dapat diwujudkan apabila kerjasama politik dapat di

    pertahankan. Artinya, diantara pejabat-pejabat

    pemerintah dengan tokoh-tokoh politik, harus

    terdapat kesatuan dan persatuan, baik dalam bentuk

    pendapat maupun tindakan.

    Aspek lain yang disoroti oleh Riggs dalam

    pembahasannya mengenai keterkaitan birokrasi

    dengan sistem politik adalah yang menyangkut

    pencalonan. Dikatakan bahwa agar pemerintah lokal

    dapat bermakna sebagai suatu dasar pembinaan bagi

    politik nasional, maka harus melibatkan pilihan-

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    37

    pilihan pencalonan diantara berbagai program,

    untuk mana pemberi suara sendirilah yang harus

    membayar, setidak-tidaknya sebagian. Jika sebuah

    partai menawarkan janji perluasan jalan dan

    program sekolah atas biaya pajak yang lebih besar,

    maka partai saingannya mungkin menawarkan

    berbagai paket keuntungan umum, misalnya

    menjanjikan untuk mengumpulkan biaya dengan

    memperbedakan tarif pajak,dimana beban akan

    jatuh secara berat pada suatu kelompok atau

    kelompok lain dari komunitas tersebut. Hanya

    dengan jalan inilah, politik maupun pemberi suara

    dapat mempelajari makna pilihan politk ketimbang

    agitasi dan hasutan( Riggs, Loc. Cit., :115).

    Berbicara mengenai birokrasi dan kelompok

    kepentingan, Riggs (Ibid :188-122) mengatakan

    bahwa pembangunan politik mempunyai dua

    pengertian , yaitusebagai proses demokratisasi dan

    proses politisasi. Demokratisasi diartikan sebagai

    proses pertumbuhan kendali rakyat terhadap

    pemerintah, sedangkan politisasi berarti peningkatan

    peran serta rakyat dalam aktivitas kenegaraan.

    Di negara-negara sedang berkembang, badan-

    badan birokrasi dibentuk untuk melaksanakan

    program-program baru, yang diarahkan pada konsep

    negara kesejahteraan. Konsep ini ternyata

    berpengaruh secara luas dikalangan rakyat. Mulai

    dari pelayanan kesehatan umum, pendidikan dan

    pertanian sampai ke bangunan komunitas, program-

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    38

    program ini membutuhkan suatu kondisi yang

    masiff. Untuk melaksanakannya, para pejabat harus

    memobilisir berbagai kelompok kepentingan untuk

    berperan aktif sebagai pendukung program. Melalui

    kelompok kepentingan-kepntingan ini, birokrasi

    dengan sabuk tranmisinya dapat memperluas

    jangkauannya untuk melakukan mobilisasi secara

    menyeluruh. Dengan demikian tumbuh nya

    kelompok-kelompok kepentinganakan meningkatkan

    kendali birokrasi, tanpa harus memperkuat pusat-

    pusat kekuasaan politik otonom yang mampu

    menjalankan mesin birokrasi bawah kendali rakyat.

    Ada berapa sebab mengapa pembentukan

    kelompok kepentingan yang bersifat otonom

    cenderung lemah dinegara-negara sedang

    berkembang. Yang pertama adalah adanya

    kecendrungan dpihak birokrat untuk bersikap curiga

    terhadap kelompok-kelompok otonom diluar kendali

    mereka. Disamping itu, memang lebih mudah

    menangani suatu sistem yang ditata secara menyatu,

    khususnya jika sistem itu telah dirumuskan untuk

    memenuhi spesifikasi-spesifikasinya.

    Penyebab kedua adalah finansial. Dinegara-

    negara miskin, biaya organisasi sukarela sukar

    diperoleh dari anggota untuk memenuhi kebutuhan

    hidup minimum mereka sendiri. Mereka harus

    tunduk kepada keharusan atau meminta bantuan

    finansial dari pemerintah. Oleh karena itu adalah

    tidak terelakan jika pemerintah akan mengambil

  • Arti dan Hakikat Birokrasi

    39

    kendali sebagai syarat untuk memberikan bantuan.

    Dengan demikian, kelompok-kelompok swasta ini

    akan menjadi sabuk transmisi bagi birokrasi.

    Yang ketiga, kepemimpinan modern sekarang

    ini umumnya berasal dari dan merupakan kelompok

    cendekiawan, dengan latar belakang pendidikan

    menurut konsep dan aspirasi dunia ”modern”.

    Pemimpin-pemimpin ini cenderung disalurkan

    kedalam organisasi-organisasi pada tingkat pusat,

    sehingga daerah-daerah kurang memiliki

    kepemimpinan modern. Karena adanya kekosongan

    partial ini, birokrasi menempatkan wakil-wakil lokal

    dari pemerintah pusat yang lebih berpengalaman dan

    lebih berpendidikan. Akibatnya, didaerah pedesaan,

    pemimpin-pemimpin dari kelompok kepentingan

    akan selalu tampil sebagai pengendali dalam proses

    modernisasi. Posisi superiritas mereka,

    memungkinkan untuk membina warga-warga swasta

    dengan siapa mereka berhubungan.

    Dari uraian diatas terlihat bahwa birokrasi

    sangat berpengaruh dalam suatu sistem politik.

    Pengaruh ini bisa ditanamkan melalui proses

    pencalonan ataupun melalui kelompok-kelompok

    kepentingan, secara lebih khusus,birokrasi

    mempunyai peranan yang sangat dominan pula

    dalam proses pembangunan politik, yang merupakan

    bagian integrasi dari pembangunan nasional. Dalam

    konteks ini, birokrasi seringkali bahkan berperan

    sebgai penggeraknya.

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    40

  • Birokrasi di Indonesia

    41

    BAB III

    BIROKRASI DI INDONESIA

    A. Birokrasi Dalam Masa Pra Penjajahan

    Birokrasi atau aparatur negara adalah suatu

    gejala negara dan masyarakat modern yang tanpa itu

    sangat sukar dibayangkan wujudnya. Dala arti ini

    birokrasi adalah rasional, fungsional dan khirarkis

    dengan batasan kerja yang jelas. Suatu mesin yang

    mengabdi dan mengurus masyarakat. Sifatnya

    sangat objektif tanpa pandang bulu.

    Welfare-state (negara kemakmuran) di Barat

    tanpa birokrasi tidak dapat terbayang. Sebab ia

    mengatur cara pencarian nafkah, pengolahan

    sumber ekonomi, dan sekaligus menjalin tingkat

    kemakmuran semua warga dan penghasilan mereka.

    Semua mendpat bagian. Meskipun tidak sama besar

    pembagiannya tetapi tidak sampai ada kemelaratan.

    Birokrasi, khususnya abdi masyarkat sebagai

    kebutuhan menurut undang-undang yang ada,

    ditentukan oleh politik bukan oleh birokrasi sendiri.

    Legalitas demokrasi adalah ketidak terlibatan

    organisasi tersebut dalam peran politik. Dengan

    sendirinya penghasilan maupun penyeleksian untuk

    menjadi anggota birokrasi memiliki peraturan

    tersendiri yang bebas dari pengaruh poliik dan

    masyarakat.

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    42

    Dalam penghasilan khususnya, ada pemisahan

    tegas antara penghasilan jabatan dan penghasilan

    pribadi.

    Konsep organisasi birokrasi modern ini muncul

    untuk pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-18,

    yakni pada masa revolusi perancis, khususnya dalam

    menghadapi masyarakat majemuk.

    Adapun birokrasi di indonesia masa kini

    tidaklah bisa dilepaskan dari latar belakang sejarah

    pertumbuhannya. Birokrasi pemerintahan Indonesia

    masa kini kelanjutan dari birokrasi zaman

    sebelumnya, terutama yang paling berpengaruh

    adalah birokrasi pada masa kerajaan jawa dan

    birokrasi masa kolonial belanda.

    Sesuai dengan pendapat Karl D. Jakcson,

    kerajaan birokrasi di Indonesia pada saat sekarang

    ini masih diwarnai oleh peninggalan masa lalu yaitu

    berupa konsep politik kelompok etnis Jawa

    tradisional yang aristokratis. Oleh karena itu pada

    kesempatan ini, akan membahas mengenai

    perkembangan birokrasi pada masa kerajaan Jawa

    dan masa Kolonial Belanda.

    1. Birokrasi pada masa Kerajaan Jawa dan Birokrasi

    pada masa Kolonial Belanda;

    Ciri-ciri ideal seperti digambarkan pada bab

    satu, masih jauh dari kenyataan. Dan apa yang

    dimaksud birokrasi patrimonial oleh Weber

    mendekati kenyataan di Indonesia, karena pola

  • Birokrasi di Indonesia

    43

    hubungan dalam birokrasi bersifat personal dan

    sangat pribadi (hal sama juga tercermin dalam pola

    hubungan dengan pihak diluar birokrasi, karena pola

    kekuasaan memang bersifat personal), pola

    hubungan antara atasan dan bawahan bersifat

    paternalistik mendekati seperti hubungan antara

    patron dengan klien. Hal yang sama juga terjadi

    pada hubungan antara para pejabat dengan rakyat

    yang dipimpinnya, dimana unsur-unsur pribadi,

    paternalisme dan seterusnya telah mempola secara

    baku. Dorojatun Kuncoro jakti menyebutkan bahwa

    birokrasi patrimonialistik tersebut, serupa dengan

    lembaga perkawulaan, dimana patron adalah gusti

    atau juragan, dan klien adalah kawula.

    Sedangkan pada masa kerajaan Surakarta,

    aparat pemerintahan sekedar berperan sebagai

    pelayan raja. Rakyat terbagi dalam tiga lapisan

    sosial. Yaitu, Santoso Dalem, mereka ini keluarga

    raja, seperti kaum bangsawan dan pangeran. Mereka

    digolongkan lapisan penguasa. Lapisan kedua, abdi

    dalem, yaitu para pegawai kerajaan. Lapisan sosial

    ketiga ialah kawula dalem, yaitu rakyat biasa. Raja

    melalui lapisan kedua (priyayi) memerintah

    rakyatnya. Oleh raja para abdi dalam ini diberi hak-

    hak ; menarik pajak, hak atas tanah dan sebagainya,

    tanpa peraturan yang jelas dan tanpa adanya kontrol

    dari rakyat. Semua kekuasaan terpusat ditangan

    raja. Melalui abdi dalem perintah itu keluar. Rakyat

    tidak dapat menikmati hasil-hasil pertanian,

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    44

    perkebunan secara keseluruhan. Setelah mereka

    ambil sebagian, mereka serahkan ke pada raja,

    melalui abdi dalem. Disini tidak ada lembaga

    pengontrol yang mampu menjadi pembimbing.

    Akibatnya birokrasi yang dijalankan abdi dalem suka

    melakukan kesewenang-wenangan. Tambahan pula

    para abdi dalem tidak mempunyai tanggung jawab

    kepada rakyat, melainkan kepada raja.

    Dalam khirarki kepemimpinan, raja sangat

    menonjol. Menurut konsep tradisional, raja adalah

    “penerima wahyu kedaton” (anugrah tuhan yang

    menjadikan raja) dan menyinarkan kesemua

    jurusan, yang berarti kekuasaan yang diterima oleh

    raja adalah dari Tuhan, sangat berbeda dengan

    konsep kekuasaan menurut orang Barat. Orang

    barat berpendapat bahwa, kekuasaan didapat

    dengan jalan perjuangan atau dengan kompetisi,

    sedangkan kekuasaan yang didapat oleh orang Jawa

    merupakan sesuatu yang tidak diperjuangkan. Kalau

    sekiranya ada yang membantah atau membangkang

    terhadap raja berarti dia juga membangkang

    terhadap tuhan.

    Raja merupakan sumber kekayaan, makin

    dekat seseorang dengan raja makin besar kekuasaan

    dan pengaruh kepemimpinannya, orang-orang yang

    bisa dekat dengan raja adalah orang-orang yang

    mempunyai hubungan darah dengan raja, atau

    orang-orang kepercayaan dan kesayangan raja.

  • Birokrasi di Indonesia

    45

    Raja dalam memilih pejabat tinggi untuk

    membantunya dalam menyelenggarakan

    pemerintahan terutama jatuh pilihan pada teman-

    teman seperjuangan dalam perang atau pengikut

    pribadi. Golongan-golongan lain yang mungkin bisa

    menjadi alat-alat raja adalah penguasa-penguasa

    lokal, yang telah ditundukan raja namun tetap

    dipercaya sebagai pemegang kedudukan.

    Pandangan raja terhadap keluarga dekat

    seperti saudara-saudara terdekatnya, paman atau

    keponakan, dalam berbagai derajat sering terdapat

    sikap hati-hati dan sering hanya diberikan jabatan-

    jabatan dipusat yaitu didalam keraton dengan

    maksud untuk lebih mudah diawasi oleh raja, oleh

    karena dari pangeran-pangeran inilah sering terjadi

    pemberontakan-pemberontakan dan menjadi saingan

    terhadap raja, dalam memperebutkan tahta.

    Diantara keluarga terdekat raja tidak

    semuanya ditempatkan didalam keraton, tetapi ada

    juga ditempatkan didaerah yaitu orang-orang yang

    menurut raja mempunyai loyalitas yang tinggi

    terhadap raja.

    Dengan adanya pengangkatan pegawai atau

    aparat pemerintahan didaerah, otomatis raja harus

    mendelegasikan kekuasaan pemerintah para pejabat

    yang dipercayakan tadi. Pejabat-pejabat itu bertindak

    atas nama raja. Demi untuk menjaga loyalitas

    pejabat terhadap raja supaya tidak terjadi

    penyelewengan atau pemberontakan, raja

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    46

    mempunyai cara-cara yang diterapkan pada aparat

    tadi. Pertama, secara idiologis diajarkan melalui

    dongeng-dongeng atau lakon wayang mengenai nilai

    loyalitas dan akibat keramahan raja terhadap

    penghianatan. Para penghianat yang durhaka akan

    ditimpa malapetaka, kalau tidak langsung dari raja,

    tentu akan dtang dari tuhan. Kedua, raja sering

    menahan anggota keluarga para pejabat tinggi dan

    para penguasa lokal didalam keraton, kadang-

    kadang dengan dalih bahwa anggota-anggota priyayi

    muda harus mendapatkan pendidikan dipusat,

    melalui mana akan dipiih pejabat-pejabat baru atau

    untuk dijadikan calon menantu keluarga raja. Cara

    yang dipergunakan raja memang dirasakan oleh

    priyayi merupakan suatu penghormatan, tetapi

    sebenarnya merupakan jaminan bagi raja, kalau

    sekiranya tejadi pembangkangan atau

    pemberontakan.

    Cara yang dilakukan raja tersebut banyak

    sekali dlaksanakan, seperti perkawinan dengan

    kerajaan keraton, dengan penguasa lokal. Seperti

    penyelidikan yang dilakukan oleh Onghokham,

    bahwa pada abad ke-XIX ketika kerajaan Mataram

    masih menguasai hampir seluruh pedalaman Jawa

    Tengah dan Jawa Timur terdapat para bupati, Adi

    Pati, Tumenggung dan Ngabei yang hampir

    semuanya mempunyai hubungan pertalian darah

    dengan keluarga raja. Aliansi perkawinan dengan

    dinasti memang menjalin kedudukan setempat para

  • Birokrasi di Indonesia

    47

    priyayi dan akhirnya sedikit banyak akan terjaminlah

    loyalitas pejabat terhadap raja.

    Sampai dengan abad ke-XIX dan awal abad ke-

    XX, sistem feodalisme tetap berkembang subur

    dimana-mana. Pola tersebut masih berlangsung

    secara ketat, dan sistem itu justru digunakan oleh

    pemerintah jajahan belanda untuk mengeruk

    kekayaan dinegeri ini. Sejarawan Sartono Kartodirdjo

    menggambarkan hal itu sebagai berikut :

    “Sistem Kolonial Belanda dengan pemerintah

    yang tak langsung selama abad ke XIX

    membawa akibat bahwa sejenis feodalisme

    dengan otoritas piramidial dengan sifat-sifat

    dari tradisionalisme, seperti sifat aksriptif,

    partikularistik dan diffuse. Meskipun kerajaan-

    kerajaan sudah memiliki suatu sistem

    birokrasi dalam struktur politiknya, akan

    tetapi belum terdapat pembagian pekerjaan

    secara politis terperinci. Sistem seperti ini

    dapat berjalan selama penguasa kolonial

    terutama mementingkan usaha ekonominya

    dengan mengerahkan penguasa pribumi untuk

    memungut hasil bumi dan jasa-jasa dari

    rakyat. Dengan birokrasi beserta otoritas yang

    khirarkis. Masa transisi ini berlangsung sejak

    abad ke XIX dan berjalan terus sampai

    kedalam abad ke-XX. Pada waktu penguasa

    kolonia mengambil alih kekuasaan dari

    kerajaan Mataram, para bupati mempunyai

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    48

    otoritas penuh dan pemerintah daerahnya

    secara otokratis. Sesuai dengan statusnya yang

    tradisionil, bupati menjalankan kekuasaan

    pribadi atas rakyat dibantu oleh pengikut-

    pengikut yang mempunyai loyalitas pribadi

    terhadap bupati. Baik sistem pemerintah

    maupun gaya hidup para bupati jelas

    merupakan raplika dari raja-raja. Rupanya

    dengan meniru kebudayaan keraton itu hendak

    diusahakan agar diperoleh karismanya untuk

    memperkuat kekuasaan kharismatik kalau itu

    ada atau paling sedikit kekuasaan tradisionil.)

    Sedangkan pada waktu VOC maupun

    pemerintahan kolonial Belanda diperintah secara

    otokratis, birokratis dan sentra listis, tahun 1602

    sampai dengan tahun 1799 maupun ketika

    pemerintah Hindia Belanda mengambil alih

    kekuasaan dari tangan VOC sedangkan pada tahun

    1800 sampai dengan tahun 1854 sistem birokrasinya

    dinamakan de absolute bureaucratie dari tahun 1855

    sampai dengan tahun 1918 dinamakan De

    contitutionele Staat pada hahikatnya semua urusan

    pemerintah dipusatkan pada satu tangan yaitu

    Geoverneur General yang berada dibogor. Gubernur

    Jenderal ini adalah sebagai wakil kerajaan Belanda

    yang ditempatkan ditanah jajahan.

    Adapun dalam menjalankan pemerintahannya,

    Gubernur Jendral membuat dua macam struktur

  • Birokrasi di Indonesia

    49

    birokrasi yaitu birokrasi yang mengurus urusan

    orang-orang priyayi (Inlander), struktur masyarakat

    Hindia Belanda pada masa itu adalah pertama,

    masyarakat Belanda dan masyarakat Eropa lainnya;

    kedua, masyarakat timur asing yang terdiri dari

    orang-orang Tionghoa dan Arab; ketiga, adalah

    masyarakat pribumi (Inlander).

    Perbedaan tersebut diatas membuat jurang

    pemisah yang lebih tajam antara masyarakat dengan

    penguasa, melebihi pada masa kerajaan di Jawa.

    Dahulu pada masa kerajaan, para pangreh praja,

    menjalankan tugas bagi kepentingan raja. Pada masa

    ini adalah pejabat bawahan dari kekuasaan asing.

    Yang juga perlu diketahui, aparat

    pemerintahan yang mengurus orang Belanda

    dinamakan Eropeesche Bestur, sedangkan aparat

    pemerintahan yang mengurusi orang-orang pribumi

    dinamakan Inlandse bestuur. Kedua-duanya

    dinamakan Pangreh praja. Sejak zaman ini

    kedudukan Pangreh Praja sangat istimewa boleh

    dikatakan sebagai tulang punggung pemerintah

    belanda. Pemerintah Hindia Belanda menyadari,

    bahwa rakyat indonesia dengan struktur masyarakat

    yang feodal dan dengan sifat-sifat magis religius,

    maka oleh sebab itu sangat patuh terhadap

    pembesar.

    Dengan demikian fungsi PP tidak hanya

    sebagai pimpinan masyarakat (pribumi), tetapi juga

    sebagai penghubung dengan pemerintah Kolonial.

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    50

    Diembannya fungsi “komunikasi” ini telah

    menempatkan dirinya sebagai alat politik dari elit

    Kolonial.

    Sedangkan pada masa kerajaan jawa Mataram,

    struktur masyarakat nampak sangat jelas terbagi

    dalam dua kelompok : disatu pihak pengabdi-

    pengabdi raja(abdi dalem dan priyayi), dilain pihak

    orang kecil (wong cilik) bukan pegawai, apakah

    petani, pedagang, pengrajin ataupun apapun.

    Pendduduk sipil, betapapun kayanya masihlah kecil.

    Tetapi pedagang kaya merupakan suatu hal yang

    langka dan petani kaya adalah tidak mungkin.

    Kekayaan, kekuasaan dan peradaban terpusatkan

    pada kelas pegawai istana, terutama ditangan raja.

    Raja yang dianggap sebagai penjelmaan Dewa di

    alam semesta, kekuasaan mengalir keluar dan

    kebawah melalui lapisan-lapisan pegawai-pegawai.

    Tidak ada pengawasan secara konstitusional

    terhadap kekuasaan raja. Hal tersebut diatas tetap

    berlangsung sampai dengan pemerintahan Kolonial

    belanda.

    Raja-raja menguasai saudara-saudra nya dan

    pegawai-pegawainya, dengan menghadiahkan

    sejengkal tanah (appanages) yang meliputi beberapa

    desa, atau untuk pegawai kecil diberi hak untuk

    menarik pajak kepada masyarakat. Penerima-

    penerima untuk raja itu menunjuk wakil (bekel),

    yang selalu merasa petani, sejauh ia berani

    menyimpan hasilnya yang diperkirakan tidak

  • Birokrasi di Indonesia

    51

    ketauan dan memberikan sisanya kepada bangsawan

    yang menjadi pelindungnya. Sekalipun petani

    memiliki cara-cara mereka sendiri untuk

    menghindari pemerasan yang berlebih-lebihan

    diantara yang paling penting pindah tempat tinggal,

    suatu pilihan yang pada akhirnya dihentikan oleh

    semakin kuatnya tekanan penduduk, pandangan

    dunianya biasanya bersifat pasrah. Pemberontakan-

    pemberontakan kaum tani yang gagal, yang terjadi

    pada saat-saat tertentu mencerminkan suatu

    pengertian sejarah yang melingkar, ketika dijaman

    gelap atau dijaman edan mencapai titik terendah

    zaman emas akan meledak keluar, dan

    dipermaklumkan oleh ratu adil atau nabi

    penyelamat. Pemberontak-pemberontakan ini tidak

    pernah mengubah sistem yang berlaku. Dari

    pandangan politik bisa diringkaskan bahwa

    kerajaan-kerajaan Jawa Kuno tidak ada kekuasaan

    pengimbang diluar birokrasi, yang bisa menuntut

    pertanggung jawaban dari birokrasi.

    Oleh karena pada masa kerajaan Jawa Kuno

    struktur masyarakatnya adalah raja, priyayi, kaum

    petani dan pedagang. Raja dan juga para priyayi

    dimasing-masing wilayah dianggap sebagai seorang

    umat yang dikaruniai hak ketuhanan yang mendapa

    tugas untuk mengurus rakyatnya. Sebaliknya, rakyat

    itu pada umumnya dianggap sebagai milik dan

    benda. Dan sebagai Pangreh Praja diwajibkan pandai

    mengasuh rakyatnya, mendidik rakyatnya, mengenal

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    52

    rakyat dengan perantaraan pegawai-pegawai

    bawahannya, seperti Lurah dan Camat.

    Menyadari bahwa rakyat lebih payuh kepada

    Pangreh Praja maka pemerintahan Hindia Belanda

    lebih memperkokoh serta mempertinggi kedudukan

    Pangreh Praja Indonesia yang kemudian disebut

    Inland Bastuur yang mempunyai kedudukan

    istimewa. Legitimasi yang didapat dari rakyat

    menyebebkan jabatan turun temurun. Penduduk asli

    (pribumi) tetap diatur oleh hukum adat mereka

    sendiri, kecuali hukum adat tersebut bertentangan

    dengan kepentingan Kolonial Belanda.

    Ironisnya Pangreh Praja, “penguasa kerajaan”,

    gelar ini meskipun dengan pancaran kebangsaan

    kekuasaannya memang dapat dibenarkan, sekaligus

    sedihnya karena tidak tepat. Karena bila dalam

    konteks pribumi para pejabat berarti Pangreh Praja,

    maka bagi Belanda mereka itu adalah Inlands

    Bestuur atau “pemerintah Pribumi”, satu tingkat

    lebih rendah dari pemerintahan setempat. Pejabat

    pribumi itu merupakan suatu kelas penguasa yang

    ditakuti dan dikagumi, tetapi mereka itu merupakan

    wakil-wakil bawahan dari sebuah kekuasaan asing.

    Mereka berperan melenyapkan perbedaan antara

    kasta Eropa yang dominan dengan kepentingan-

    kepentingan ekonomi dan politik. Yang menguasai

    arah perkembangan petani dipedesaan. Selain itu

    mereka juga merupakan mata rantai penghubung

    dengan kerajaan-kerajaan Jawa. Dengan begitu

  • Birokrasi di Indonesia

    53

    mereka itu entah klien penguasa, entah elit

    penguasa, entah pimpinan politik, entah pejabat

    Kolonial sekaligus. Peranan berganda mereka yang

    bersifat saling bertentangan itu juga sangat ringkan

    dalam menghadapi perkembangan. Dan selama lima

    puluh atau enam puluh tahun terakhir dari

    kekuasaan belanda, peranan yang beraneka ragam

    dari Pangreh Praja itu telah mengalami transformasi

    pada segi-segi luarnya dibidang administrasi, sosial

    dan politik.

    Pejabat-pejabat Pamong Praja tidak bisa lebih

    tinggi dari bupati sehingga kesempatan untuk maju

    sangat terbatas yang didasarkan atas pertimbangan

    senioritas dan turun temurun. Tuntutan bagi adanya

    pembaharuan baik dalam hal gaya maupun fungsi

    adalah sangat kecil, para pejabat merasa aman

    karena mereka yakin bahwa mereka tidak dapat

    digantikan oleh pejabat yang lebih muda yang lebih

    pintar dan lebih bersemangat, sehingga tidak

    mungkin akan terjadi persaingan.

    Sedangkan Bupati merupakan garis pembatas

    antara rakyat dengan penguasa Hindia Belanda,

    Bupati dijawa bertindak seperti raja kecil, namun

    tidak mempunyai kekuasaan yang nyata. Tugas nya

    adalah menciptakan stabilitas didalam masyarakat,

    dalam artian menghindari konfrontasi antara rakyat

    dengan pemerintahan kolonial Belanda. Bupati tidak

    diwajibkan memberikan laporan atas kegiatan yang

    dijalankan, kekuasaanya merupakan otonomi

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    54

    terselubung yang disahkan oleh pemerintah Hindia

    Belanda. Tetapi, bupati diwajibkan hadir didalam

    rapat-rapat yang diadakan oleh pemerintahan Hindia

    Belanda, yang dilakukan secara berkala. Rapat

    tersebut adalah dalam rangka memberikan

    penjelasan tentang kebijaksanaan-kebijaksanaan

    pemerintah Hindia Belanda.

    Posisi tersebut berlangsung sampai periode-

    periode terakhir kekuasaan Belanda. Sehingga

    timbulnya elit-elit nasionalis. Tatkala PP

    bergandengan tangan dengan beberapa anggota

    Volksraad (parlemen), fungsi OP sebagai alat politik

    menurun. Dengan munculnya beberapa organisasi

    pada periode ini, telah menggeser “tradisi”

    penghamban PP terhadap penguasa Kolonial.

    Kepemimpinan organisasi-organisasi tersebut,

    Sarekat Islam, Budi Utomo, perkumpulan-

    perkumpulan keagamaan dan kelompok-kelompok

    pemuda, yang dipimpin oleh beberapa orang sarjana

    atau droup outs dari perguruan tinggi. Meskipun

    mereka kebanyakan berasal dari keluarga priyayi,

    sebagai kaum intelek mereka tidak mau menjadi

    kaum birokrat. Mereka cenderung memilih profesi

    wartawan, ahli hukum dan sebagainya. Tapi setelah

    kemerdekaan mereka banyak kembali duduk dalam

    birokrasi.

    Revolusi kemerdekaan membawa perubahan

    pada berbagai bidang kehidupan masyarakat,

    termasuk perubahan dibidang birokrasi, tetapi tidak

  • Birokrasi di Indonesia

    55

    termasuk pola dan sifat tradisionalisme lama dengan

    cepat berubah. Didaerah-daerah yang mempunyai

    latar belakang sejarah agraris, pola tradisionalisme

    lama lebih sukar untuk mencair bila dibandingkan

    daerah pesisir. Sifat-sifat tradisionalisme lama

    seperti sikap feodalistik, partikularistik, “diffus”,

    kendatipun struktur dan sistemnya berubah, sifat-

    sifat perilaku masyarakat, khususnya perilaku

    mereka tergolong elite, masih berkesinambungan.

    Pola tradisionalisme lama kadang-kadang tercermin

    dalam bungkus yang lain namun hakekatnya sama

    atau bahkan dengan terjadinya perubahan

    masyarakat terjadi pula perpekan sifat-sifat lama

    dalam bentuk baru yang lebih kompleks untuk

    kemudian orang menyebutnya sebagai gejala

    timbulnya neo-tradisionalisme.

    B. Birokrasi Dalam Pemerintahan Setelah

    Kemerdekaan

    Sebagian besar negara-negara bekas jajahan

    tetap mempertahankan sejumlah besar perangkat

    administrasi bekas penjajah, meskipun ada

    pernyataan-pernyataan yang berbau nasionalisme,

    bahwa pemerintahan jajahan yang bersifat otoriter

    dan terpusat adalah tidak sesuai dengan sistem

    demokrasi. Begitupun sebaliknya setelah

    kemerdekaan tercapai, tokoh-tokoh nasionalisme

    yang baru muncul mereka merasa enggan untuk

  • Birokrasi dan Politik Pada Era Pemerintahan Orde Baru di Indonesia

    56

    merubah struktur pemerintahan yang memberikan

    semacam jaminan stabilitas selama transisi. Tapi

    setelah struktur administrasi memperoleh legitimasi,

    para pemimpin partai olitik menghadapi kesukaran

    untuk menghapuskan atau mengubah sistem yang

    ada. Lalu mereka berusaha untuk membatasi

    kekuasaan pemerintahan dengan memperkenalkan

    lembaga-lembaga yang dipilih oleh rakyat. Baik di

    Indonesia maupun di India, usaha-usaha politik

    semacam itu telah merubah struktur administrasi

    yang ada. Pembangunan ekonomi yang memaksakan

    perobahan yang menyeluruh didaerah pedesaan

    mempunyai pengaruh yang besar terhadap cara

    bekerja badan-badan administratif karena para

    administrator dipaksa untuk mempertimbangkan

    kembali peranan mereka dan cara-cara pengambil

    keputusan yang tradisionil.

    Ketika bangsa kita berangkat untuk

    kemerdekakan dirinya hampir 40 tahun yang lalu,

    modal utama yang ada ditangannya hanyalah

    semangat persatuan dan solidaritas kebangsaan

    dengan diiringi tekad yang cukup bulat. Padahal

    sejarah mencatat, bahwa dipunggung mereka

    tersandung beban-