Download - LONG CASE KATARAK IMATUR FIX.docx
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. E
Usia : 72 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiun
Agama : Islam
Alamat : Jalan Raya Pondok Kelapa B1 no.3 RT/RW 009/04 Kelurahan Duren
Sawit, Jakarta Timur
Status : Menikah
No.RM : 688163
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien di poli mata RSUD Budhi Asih pada tanggal 03
November 2015 pada pukul 12.00 WIB
Keluhan Utama : Penglihatan seperti berkabut dan memburam tanpa disertai mata
merah sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan : silau, sulit membaca
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang ke rumah sakit Budhi Asih dengan keluhan penglihatan seperti berkabut dan
memburam tanpa disertai mata merah sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien
merasakan tidak adanya gangguan dalam penglihatan, tetapi makin kelamaan os
mengeluh penglihatan makin memburam terutama saat melihat jauh dan saat membaca.
1
Pasien juga mengeluhkan sedikit merasa silau jika melihat cahaya langsung, tetapi belum
sampai mengganggu aktivitas. Os menyangkal adanya melihat bayangan ganda, mata
nyeri dan merah disangkal oleh pasien, pasien menyangkal adanya riwayat terbentur
sehingga mengenai mata. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala, penglihatan ganda.
Pasien juga menyangkal adanya riwayat saat berjalan sering terbentur atau menabrak
benda disekitarnya. Riwayat mata merah, gatal, dan sering mengeluarkan air disangkal
oleh pasien.
Os baru pertama kali mengalami gejala seperti ini dan belum pernah berobat ke dokter
mata sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes melitus, alergi obat disangkal oleh pasien
Riwayat penyakit keluarga:
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami gejala seperti ini.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,70C
Pernafasan : 20 x/menit
2
Status Oftalmologi
OD OS
6/30 ph (-) Visus 6/120 ph (-)
Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia
Baik kesegala arah
Pergerakan bola mata
Baik kesegala arah
Oedem (-)
Hiperemis (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Trikiasis (-)
Distrikiasis (-)
Blefaritis (-)
Lagoftalmus (-)
Ptosis (-)
Palpebra Superior
Oedem (-)
Hiperemis (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Trikiasis (-)
Distrikiasis (-)
Blefaritis (-)
Lagoftalmus(-)
Ptosis (-)
Oedem (-)
Hiperemis (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Trikiasis (-)
Distrikiasis (-)
Blefaritis (-)
Palpebra Inferior
Oedem (-)
Hiperemis (-)
Entropion (-)
Ektropion (-)
Trikiasis (-)
Distrikiasis (-)
Blefaritis (-)
Hiperemis (-)
Folikel (-)
Papil (-)
Lithiasis (-)
Membran (-)
Konjungtiva Tarsalis
Superior
Hiperemis (-)
Folikel (-)
Papil (-)
Lithiasis (-)
Membran (-)
3
Injeksi Konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Kemosis (-)
Subkonjungtiva Bleeding (-)
Pterigium (-)
Pingekuela (-)
Konjungtiva Bulbi
Injeksi Konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Kemosis (-)
Subkonjungtiva Bleeding (-)
Pterigium (-)
Pingekuela (-)
Hiperemis (-)
Folikel (-)
Papil (-)
Lithiasis (-)
Membran (-)
Konjungtiva Tarsalis
Inferior
Hiperemis (-)
Folikel (-)
Papil (-)
Lithiasis (-)
Membran (-)
Jernih Kornea Jernih
Dangkal, Shadow test (+) COA Dangkal, Shadow test (+)
Warna cokelat, gambaran
kripta baikIris
Warna cokelat, gambaran
kripta baik
Isokor, D=3 mm,reguler,
Refleks Cahaya Langsung (+),
Refleks Cahaya Tidak
Langsung (+)
Pupil
Isokor, D=3 mm,reguler,
Refleks Cahaya Langsung (+),
Refleks Cahaya Tidak
Langsung (+)
Keruh Lensa Keruh
Sulit dinilai Vitreous Humour Sulit dinilai
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai
14,2 TIO 15,8
IV. RESUME
Seorang pria, 72 tahun datang ke poli mata RSUD Budhi Asih dengan keluhan
penglihatan seperti berkabut dan memburam tanpa diserta mata merah sejak 1 tahun yang
lalu. Os juga mengaku adanya gangguan dalam penglihatan terutama saat melihat jauh.
Pasien juga mengeluhkan sedikit merasa silau jika melihat cahaya langsung, Os baru
pertama kali mengalami gejala seperti ini dan belum pernah berobat ke dokter mata
sebelumnya. Pada status oftalmologi ditemukan:
4
OD OS
6/30 ph (-) Visus 6/120 ph (-)
Dangkal, Shadow test (+) COA Dangkal, Shadow test (+)
Keruh Lensa Keruh
V. DIAGNOSIS KERJA
Katarak senilis imatur ODS
VI. DIAGNOSIS BANDING
Glaukoma kronik
VII. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa:
Menggunakan kacamata hitam untuk mengurangi rasa silau
Memberitahu kepada pasien untuk menjaga kebersihan mata untuk menghindari
penyakit mata lainnya
Memberitahukan menggunakan obat tetes mata teratur dan memberitahukan
bahwa pengobatan topikal tidak membantu untuk menyembuhkan kekeruhan pada
lensa
Merujuk ke spesialis mata untuk dilakukan tindakan selanjutnya seperti
pembedahan
b. Medikamentosa:
Catarlent eye drop 3 ddgtt1 ODS
c. Operatif:
Phaco + IOL ODS
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia Ad bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad bonam
5
BAB II
ANALISIS KASUS
6
GAMBAR 1 OD GAMBAR 2 OS
GAMBAR 3 FUNDUSKOPI
Pada pasien dilakukan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi dan didapatkan diagnosa katarak
imatur ODS.
1. Tn.E, 72 tahun datang ke poli mata RSUD Budhi Asih dengan keluhan penglihatan
seperti berkabut dan memburam tanpa diserta mata merah sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan ini termasuk didalam penggolongan mata tenang visus turun perlahan, termasuk
didalamnya adalah katarak, glaukoma kronis, retinopati, maupun kelaianan refraksi.
2. Usia merupakan salah satu faktor resiko yang meningkatkan insidensi terjadinya kekeruhan
pada lensa. Beberapa penelitian mengatakan bahwa prevalensi ini meningkat sampai 50%
pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun.
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Lensa orang dewasa
tidak dapat lagi mensintesa kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.
3. Pandangan berkabut dan penglihatan memburam dan perasaan silau. Hal ini
disebabkan karena kekeruhan lensa, akibat dari kekeruhan lensa akan terjadi perubahan
kepadatan dan warna, hal ini mengakibatkan yang seharusnya cahaya dibiaskan dan
difokuskan masuk menuju retina, terhalang oleh kekeruhan lensa sehingga mngakibatkan
gejala seperti berkabut dan mmberikan penglihatan yang memburam, serta perasaan
fotofobia (silau). Silau merupakan salah satu gangguan penglihatan yang terjadi dini pada
katarak dimana terjadi ketidakmampuan menoleransi cahaya terang; misalnya sinar matahari
langsung atau lampu kendaraan bermotor. Derajat silau tergantung pada lokasi dan ukuran
kekeruhan lensa.
4. Pada pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan visus pada OD 6/30 ph (-) dan OS 6/120 ph (-).
Pada pemeriksaan mata jika didapatkan tanda pinhole negatif menunjukkan adanya kelainan
organik yang mengarah kelainan pada lensa. Sehingga kelainan refraksi dapat disingkirkan.
Visus yang turun ini diakibatkan karena kekeruhan lensa yang mengakibatkan penglihatan
menurun.
5. Pada pemeriksaan shadow test positif pada ODS. Ketika cahaya disinarkan ke pupil, akan
terbentuk bayangan berebentuk bulan sabit (crescenteric shadow) di tepi pupil pada lensa
yang keruh keabuan, selama masih ada korteks yang jernih dianatara kekeruhan dan tepi
pupil. Ketika lensa jernih atau keruh secara keseluruhan, maka tidak terbentuk iris shadow.
Iris shadow tersebut merupakan tanda dari katarak imatur
7
6. COA dangkal pada ODS, menunjukkan adanya bayangan iris yang mendekati lensa. COA
positif terdapat pada katarak imatur.
7. Lensa keruh pada ODS, diakibatkan karena adanya kekeruhan lensa, bisa terjadi karena
adanya faktor sklerosis lensa maupun hidrasi cairan. Kekeruhan lensa ini meningkat dengan
insidensi usia.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, maka pasien ini didiagnosa dengan
katarak senilis imatur ODS dimana dimana katarak senilis ditemukan pada usia >60 tahun
dengan diagnosa banding glaukoma kronis.
Glaukoma kronis termasuk dalam kelompok mata tenang visus menurun dan glaukoma
kronis dapat disingkirkan melalui anamnesis yaitu pasien menyangkal adanya kepala pusing,
mual,dan menyangkal adanya riwayat terbentur benda sekitarnya saat berjalan dimana hal ini
mengarah kepada defek lapang pandang. Pada pemeriksaan tonometri didapatkan TOD 14,2 dan
TOS 15,8 dimana tekanan bola mata tersebut normal.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa edukasi mengenai masalah mata yang
dihadapinya, penyembuhannya, dan terapi selanjutnya yang diperlukan oleh pasien ini yang
harus dirujuk ke spesialis mata untuk dilakukan tindakan selanjutnya, menghindari pasien dari
rasa tidak nyaman dengan mnggunakan kacamata hitam. Pengobatan yang diberikan hanya
bersifat memperlambat progresifitas tetapi tidak menyembuhkan. Pengobatan yang diberikan
yaitu Catarlent eye drop. Kandungan dari catarlent yaitu CaCl2 anhidrat 0,075 gram, Kalium
Iodida 0,075 gram, Natrium Tiosulfat 0,0075 gram, Fenilmerkuri nitrat 0,3 mg dimana
komposisi trsebut dipakai dalam pngobatan katarak. Tindakan yang dianjurkan selanjutnya
adalah rujuk ke spesialis untuk dilakukan pembedahan. Pembedahan yang dipilih yaitu phaco +
IOL, dimana pada katarak imatur dapat dilakukan pembedahan jenis tersebut.
Prognosis dari pasien ini yaitu pada ad vitam ad bonam, dikarenakan penyakit ini tidak
mengancam jiwa, ad sanationam dubia ad bonam apabila tlah dilakukan tindakan pembedahan,
tergantung bagaimana cara pasien dalam merawat matanya dan menghindari faktor predisposisi
katarak, ad fungsionam dubia ad bonam, dikarenakan pada pasien dengan katarak ada beberapa
kasus adanya gangguan penglihatan dikarenakan gangguan pada saraf matanya sehingga fungsi
penglihatan memang menurun tetapi pada katarak senilis jika katarak dapat cepat terdeteksi serta
8
mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95% penderita dapat melihat
normal.
BAB III
KATARAK
9
KATARAK SENILIS
Definisi
Katarak senilis atau biasa juga disebut ‘age-related cataract’ merupakan katarak dapatan
yang paling sering, mengenai umur lebih dari 50 tahun. Setelah umur 70 tahun, lebih dari 90%
individu mengalami katarak senilis. Kondisi ini biasanya bilateral, tetapi pada tahap awal hampir
selalu satu mata yang terlibat.
Secara morfologi katarak senilis terjadi dalam dua bentuk, yaitu kortikal (katarak lunak)
dan nuklear (katarak keras). Katarak senil kortikal dapat berawal dari katarak kuneiformis atau
kupuliformis.1
Epidemiologi
Secara global sekitar 38 juta orang mengalami kebutaan, 41% kasus disebabkan oleh
katarak. Data di India menunjukkan sekitar 72% kebutaan disebabkan oleh katarak. Tidak ada
perbedaan insiden antara laki-laki dan perempuan.
Etiologi
Katarak senilis berkembang seiring dengan proses bertambahnya usia. Etiopatogenesis
yang pasti belum jelas, beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya katarak senilis adalah:
Faktor yang berpengaruh terhadap onset umur, jenis, dan maturitas katarak senilis
1. Herediter; berperan dalam insiden, onset umur, dan maturasi katarak senilis pada keluaraga
yang berbeda.
2. Radiasi ultraviolet; banyak studi epidemiologi menunjukkan peranan paparan sinar
ultraviolet terhadap lebih awalnya onset dan maturitas dari katarak senilis.
3. Faktor diet; defisiensi protein tertentu, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin E, vitamin
C), dan elemen esensial diduga mempercepat onset dan maturitas katarak senilis.
4. Krisis dehidrasi; adanya episode dehidrasi sebelumnya (misalnya diare, kolera) juga
dihubungkan dengan cepatnya onset dan maturitas katarak.
5. Merokok; mengakibatkan akumulasi molekul 3 hidroksikinurinin berpigmen dan kromofor
yang dapat menyebabkan warna kekuningan. Sianat pada rokok menyebabkan karabamilasi
dan denaturasi protein lensa.
10
Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan β
merupakan heat shock protein yang berguna menjaga keadaan normal dan mempertahankan
molekul protein agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat
lagi mensintesa kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan
kekeruhan lensa. Perubahan lensa pada usia lanjut sebagai berikut:
1. Kapsul
a. Menebal dan kurang elastis
b. Mulai presbiopi
c. Bentul lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel makin tipis
a. Sel epitel pada ekuator bertambah besar dan berat
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria nyata
3. Serat lensa
a. Lebih ireguler
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet mengubah protein nukleus lensa, sedang
warna cokelat protein nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal
d. Korteks tidak berwarna
Mekanisme hilangnya transparansi berbeda pada katarak nuklear dan kortikal.
1. Katarak senil kortikal
Gambaran perubahan biokimia pada katarak senil kortikal adalah berkurangnya protein
total, asam amnio, dan kalium yang dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi natrium
dan hidrasi lensa, diikuti oleh koagulasi protein.
2. Katarak senil nuklear
Pada katarak senil nuklear, terjadi peningkatan signifikan dari protein yang tidak larut air.
Protein total dan distribusi kation dalam batas normal. Selain itu jiga dapat atai tidak
berhubungan dengan depost pigmen urokrom dan/atau melanin turunan dari asam amnio
pada lensa.
11
Klasifikasi Katarak Senilis
1. Berdasarkan morfologi katarak senilis dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu:
a. Katarak Nuklear
Katarak nuklear terjadi pada bagian sentral darilensa dan muncul pada usia lanjut bahkan
pada lensa yang normal. Protein yang terakumulasi , terutama akibat faktor oksidasi,
menyebabkan pembentukan dari agregasi protein yang akhirnya memendarkan cahaya.
Protein didalam nukleus kemudian menjadi berkembang secara progresif dan lebih
berpigmen seiring bertambahnya usia, pada beberapa katarak nuklear warnanya dapat lebih
gelap, coklat atau bahkan hitam.
Pada beberapa kasus katarak , cahaya pada lensa lebih diserap dibandingkan dipendarkan.
Secara kontras , pada katarak kortikal , katarak nuklear bersifat lebih keras. Penghamburan
cahaya dan kekuningan yang parah disebut sebagai katarak nuklear yang menyebabkan
opasiti netral. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih
menjadi kuning sampai cokelat. Perubahan kekuningan dan kecokelatan yang
progresifitasnya pada lensa menyebabkan diskriminasi warna yang buruk, khususnya
terhadap spektrum warna biru sehingga penderita mengalami kesulitan membedakan warna
terutama warna biru dan ungu. Beberapa tingkat sklerosis nuklear dan kekuningan pada lensa
adalah normal pada pasien dewasa yang telah
melewati usia pertengahan. Secara umum, kondisi
ini hanya mempengaruhi fungsi visual secara
minimal. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70
tahun dan progesivitasnya lambat. Bentuk ini
merupakan bentuk yang paling banyak terjadi
meskipun biasanya bilateral, namun biasanya
asimetris. Pandangan jauh lebih dipengaruhi
daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan
pandangan baca dapat menjadi lebih baik yang disebut juga second sight, sulit menyetir pada
malam hari.
b. Katarak Kortikal
12
GAMBAR 1 KATARAK NUKLEARIS
Katarak kortikal terjadi pada bagian luar dari lensa dan mempunyai karakteristik adanya
vakuol, katup air,dan bentuk seperti jari sepeda. Dipercaya bahwa kebanyakan katarak
kortikal ini penyebabnya karena gangguan osmotik, dimana terjadi akumulasi cairan didalam
dan diantara sel dari lensa yang biasanya diakibatkan dari ketidakseimbangan dari ion.
Ketidakseimbangan elektrolit terjadi sebagai hasil dari rusaknya membran sel dari lensa,
terutama jaringan sel-sel epitelial yang berfungsi dalam menjaga keseimbangan metabolik
homeostasis dari seluruh lensa. Pada kortikal katarak kadar kalium menurun, sedangkan
kadar natrium,klorida dan kalsium meningkat sehingga terjadi influks dari air. Vakuola atau
tempat dimana mengandung air yang banyak ini menghasilkan indeks refraksi yang rendah
karena kaya akan protein pada serat-seratnya dan hal yang berkepangjangan menghasilkan
pependaran cahaya dan katarak. Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi sering asimetris.
Terdapat wedgeshape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Banyak pada
penderita DM. Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu,
penglihatan merasa silau.
c. Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak subkapsular posterior
lebih sering terkena pada usia tua dibandingkan pada katarak nuklear maupun kortikal.
Prevalensi usia terkena sekitar 40-60 tahun dan progesivitasnya cepat. Posterior subkapsular
katarak terjadi pada bagian kutub posterior. Katarak ini terjadi akibat dari pembentukan serat
–serat bagian posterior yang berubah atau serat-serat lensa menjadi abnormal. Pada keadaan
lanjut sel epitelial lensa ini dapat migrasi kebagian kutub posterior. Posterior subkapsular
katarak ini biasanya ditemukan setelah radiasi dari sinar X dan pemakainan kortikosteroid ,
serta penyakit degenerasi retina, tetapi dapat juga terjadi secara idiopatik.
2. Berdasarkan stadium katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:
1. Stadium katarak insipien
Pada stadium ini kekeruhan diantara
lensa yang masih jernih dapat dideteksi
lebih awal. Ada dua bentuk yang
berbeda pada stadium ini, yaitu:
13
a. Katarak kuneiformis; ditandai oleh kekeruhan berbentuk baji yang berada di
antara lensa yang masih jernih. Pada
penyinaran oblik katarak stadium ini
tampak sebagai kekeruhan berbentuk seperti jari-jari roda yang bejalan radial
dengan warna putih keabuan, seperti gambar berikut ini:
b. Katarak kupuliformis; pada katarak jenis ini berkembang kekeruhan berbentuk
seperti piring cawan tepat di bawah kapsul yang biasanya di sentral korteks
posterior (katarak subkapsular posterior)
2. Stadium katarak imatur
Pada stadium ini lensa berwarna putih keabuan
(seperti pada gambar 10) tetapi masih ada korteks
yang jernih sehingga tampak bayangan iris (iris
shadow). Pada beberapa pasien, lensa bisa menjadi
bengkak oleh karena hidrasi yang terus-menerus.
Keadaan ini disebut katarak inumesen.
3. Stadium Katarak matur
Pada katarak stadium ini kekeruhan menjadi
komplit oleh karena korteks secara keseluruhan
telah terlibat. Warna lensa menjadi seperti mutiara.
Katarak matur disebut juga katarak matang.
4. Katarak senil hipermatur
a. Katarak hipermatur Morgagnian; pada beberapa pasien, setelah maturitas seleuruh
korteks mencair dan lensa berada dalam kantung berisi cairan seperi susu. Nukleus lensa
yang kecil berwarna kecoklatan berada di bawah.
b. Pada stadium ini kadang-kadang terjadi deposit kalsium yang dapat terlihat di kapsul
lensa. Katarak hipermatur tipe sklerotik; setelah stadium
matur kadang korteks lensa mengalami disintegrasi dan
lensa menjadi mengkerut akibat kebocoran cairan. Kapsul
14
GAMBAR 3 KATARAK MATUR
GAMBAR 2 KATARAK INSIPIEN
GAMBAR 5 KATARAK HIPERMATUR
anterior mengkerut dan menebal akibat proliferasi sel-sel anterior dan katarak kapsular
dengan densitas putih dapat terbentuk di area pupil. Oleh karena lensa mengkerut, bilik
mata depan menjadi dalam dan iris tremulans (iridodonesis).
Insipien Imatur Matur HipermaturVisus 6/6 ↓ (6/6 -1/60) ↓↓ (1/300 – 1/~) ↓↓ (1/300 – 1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh MasifCairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal TremulansBilik Mata
DepanNormal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Ngatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma -Uveitis+ glaukoma
Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senilis
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang dirasakan pasien katarak pada umumnya serupa :
1. Silau. Salah satu gangguan penglihatan yang terjadi dini pada katarak adalah rasa silau atau
ketidakmampuan menoleransi cahaya terang; misalnya sinar matahari langsung atau lampu
kendaraan bermotor. Derajat silau tergantung pada lokasi dan ukuran kekeruhan lensa.
2. Poliopia uniokular. Dapat berupa melihat dua atau tiga bayangan objek. Hal ini juga
merupakan gejala dini dari katarak yang disebabkan oleh refraksi yang tidak beraturan akibat
indeks refraktif yang bervariasi sebagai hasil dari proses kekeruhan lensa.
3. Halo berwarna. Hal ini mungkin
dirasakan oleh beberapa pasien sebagai
cahaya putih yang terpecah menjadi
spektrum warna akibat adanya droplet
air di lensa.
4. Bintik hitam di depan mata. Bintik
hitam yang stasioner dapat dirasakan
oleh beberapa pasien.
15
Gambar 6.Penglihatan tanpa katarak (penglihatan normal). B.Penglihatan dengan katarak, tampak daerah
yang berawan dan kehilangan visual yang parsial.
5. Pandangan kabur, ditorsi gambar Pandangan berkabut dapat terjadi pada stadium awal
katarak. Penurunan atau hilangnya penglihatan. Kemunduran visus akibat katarak senilis
mempunyai beberapa gambaran tipikal. Penglihatan yang menurun atau hilang secara
perlahan tanpa diseratai rasa nyeri. Pasien dengan kekeruhan sentral (misalnya pada katarak
kupuliformis) merasa mengalami kemunduran penglihatan lebih awal. Penglihatan dirasakan
lebih baik ketika pupil midriasis pada malam hari dengan cahaya yang suram (day blindness).
Pada pasien dengan kekeruhan lensa di bagian perifer (misalnya pada katarak kuneiformis)
kemunduran penglihatan lambat terjadi dan penglihatan dirasakan lebih baik pada cahaya
terang ketika pupil miosis. Pasien dengan sklerosi nuklear, penglihatan jauh mengalami
kemunduran akibat miop indeks yang progresif. Pasien tersebut dapat membaca dekat tanpa
memakai kacamata presbiop. Perbaikan penglihatan dekat ini disebut “second sight”.
TANDA KLINIS
Beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk melihat tanda dari katarak:
a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Ketajaman penglihatan dapat bervariasi mulai dari 6/9 sampai hanya persepsi cahaya,
tergantung pada lokasi dan maturitas katarak.
b. Iluminasi oblik
Pemeriksaan iluminasi oblik dapat memperlihatkan warna lensa di daerah pupil yang
bervariasi dari setiap jenis katarak.
c. Tes iris shadow
Ketika cahaya disinarka ke pupil, akan terbentuk bayangan berebentuk bulan sabit
(crescenteric shadow) di tepi pupil pada lensa
yang keruh keabuan, selama masih ada korteks
yang jernih dianatara kekeruhan dan tepi pupil,
sebagaimana digambarakan seperti berikut ini:
Ketika lensa jernih atau keruh secara keseluruhan,
maka tidak terbentuk iris shadow. Iris shadow
tersebut merupakan tanda dari katarak imatur.
d. Pemeriksaan oftalmoskop langsung
16
GAMBAR 7 GAMBARAN DIAGRAMA IRIS SHADOW PADA: KATARAK
IMATUR
Pada media tanpa kekeruhan akan tampak refleks fundus yang berwarna kuning kemerahan,
sedangkan pada lensa dengan kekeruhan parsial akan tampak bayangan hitam yang
berlawanan dengan cahaya kemerahan tersebut pada area yang keruh.
e. Pemeriksaan slit-lamp
Pemeriksaan dengan slit-lamp dilakukan dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan ini memberikan
gambaran menegenai morfologi kekeruhan (lokasi, ukuran, bentuk, pola warna, dan
kepadatan dari nukleus). Pengelompokan berdasarkan konsistensi nukleus penting dalam
parameter ekstraksi lensa teknik fakoemulsifikasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan slit-lamp,
konsistensi nukleus dapat dikelompokkan seperti tabel berikut ini:
Tingkat konsistensi/kepadatan
Deskripsi Konsistensi Warna Nukleus
Tingkat 1 Lunak Putih atau kuning kehijauanTingkat 2 Lunak agak padat KuningTingkat 3 Agak padat KuningTingkat 4 Padat KecokelatanTingkat 5 Sangat padat kehitaman
Tabel 2. Pengelompokan konsistensi/ kepadatan nuleus berdasarkan pemeriksaan slit-lamp
PENATALAKSANAAN PADA KATARAK SENILIS
Penataksanaan Non-Bedah
1. Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang bersifat
kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat, menghindari iradiasi
(infra merah atau sinar-X) dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses
kataraktogenesis.
2. Memperlambat Progresivitas
Beberapa preparat yang mengandung kalsium dan kalium digunakan pada katarak stadium
dini untuk memperlambat progresivitasnya, namun sampai sekarang mekanisme kerjanya
belum jelas. Selain itu juga disebutkan peran vitamin E dan aspirin dalam memperlambat
proses kataraktogenesis.
3. Penilaian terhadap Perkembangan Visus pada Katarak insipien dan Imatur
a. Refraksi; dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi.
17
b. Pengaturan pencahayaan; pasien dengan kekeruhan di bagian perifer lensa (area pupil
masih jernih) dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan yang terang. Berbeda
dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya remang yang ditempatkan di
samping dan sedikit di belakang kepala pasien akan memberikan hasil terbaik.
c. Penggunaan kacamata gelap; pada pasien dengan kekeruhann lensa di bagian sentral,
hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman apanila beraktivitas di luar
ruangan.
d. Midriatil; dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lataral aksial dengan
kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau tropikamid 1% dapat
memberikan penglihatan yang jelas.
Pembedahan Katarak
Pembedahan katarak adalah pengangkatan lensa natural mata (lensa kristalin) yang telah
mengalami kekeruhan, yang disebut sebagai katarak.2,3
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan
kosmetik.
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu,
tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas
lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina
misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak
(meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.
Jenis-jenis operasi katarak :
1. Intracapsular Ekstraksi Katarak
2. Ekstrakapsular Ekstraksi Katarak
a. Ekstrakapsular ekstraksi katarak convensional
b. Manual Small Incision cataract surgery
18
c. Phacoemulsifikasi
Akan dijelaskan tahapan operasi sebagai berikut:
1. INTRACAPSULAR CATARACT EXTRACTION (ICCE)
Prosedur ini memiliki tingkat komplikasi yang sangat tinggi sebab membutuhkan insisi yang
luas dan tekanan pada vitreous. Tindakan ini sudah jarang digunakan terutama pada negara-
negara yang telah memiliki peralatan operasi mikroskop dan alat dengan teknologi tinggi
lainnya.
a. Indikasi ICCE:
Dislokasi lensa atau fasilitas operasi yang tidak memungkinkan untuk operasi yang lain.
Dapat dilakukan pada zonula zinii yang rapuh atau mudah rapuh.
b. Keuntungan ICCE:
Tehnik telah dikenal lebih lama, sehingga sangat dipahami oleh ahli bedah mata
Tidak mungkin terjadi katarak sekunder
Instrumen lebih murah dan sederhana, dapat dilakukan dalam kondisi yang minimal.
Merupakan pilihan tehnik operasi untuk lensa dengan sub-luksasi
c. Kerugian ICCE:
Tidak dapat dilakukan insersi IOL PC di bilik mata belakang
Tidak dapat dilakukan untuk penderita berumur kurang dari 35 tahun, (sebab ligamen
kapsulo-hyaloid masih intak dan alfa-khemotripsin tidak dapat mencapai jaringan
ini).
Sering terjadi komplikasi vitreous pada segmen anterior, inkarserasi iris, glaucoma
blok pupil, kerusakan endotel di superior
Angka kejadian Irvine-Gass syndrome (CME), 50 % terjadi sementara, 2 – 4% terjadi
CME yang menetap.
Ablasio retina lebih tinggi dibanding ECCE
Penyembuhan luka lebih lama
Rehabilitasi visus dicapai lebih lambat, sering terjadi astigmatisme against the rule
d. Metode Operasi
19
1. Jahitan kendali muskulus rektus superior, bertujuan untuk menstabilisir bola mata dan
mempertahankan bola mata tetap mengarah ke bawah, sehingga limbus tampak
selebar mungkin.
2. Insisi dibuat sejauh mungkin dengan zonula yang ruptur (pada kasus subluksasi
lensa) untuk menghindari prolaps vitreous. Jenis insisi : stab dengan super blade,
kemudian dilanjutkan dengan gunting korneo-sklera kiri dan kanan.
3. Iridektomi perifer, untuk mencegah blok vitreous. Dilakukan dengan forsep Mc
Pherson, gunting de Wecker dan jahitan nilon 10-0 untuk menarik kornea.
4. Zonulisis dilakukan bila tidak terjadi subluksasi dan usia penderita < 60 tahun. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan pengeluaran lensa dan mencegah ruptur kapsul.
Caranya dengan irigasi Alfa-khemotripsin menggunakan kanula kedalam bilik mata
belakang melalui lubang iridektomi, kadang kadang dilakukan irigasi juga pada jam
6. Tetapi enzim ini harus diirigasi dengan BSS selama 2 menit. Secara teoritis hal ini
juga akan membersihkan zonula yang telah lisis dan mencegah kenaikan tekanan
intra-okuler.
5. Pengeluaran lensa dengan krio, spons segitiga, kanula dan asetil-kholin khlorida.
Caranya: rucingkan ujung spons, kendurkan jahitan kendali dan speculum untuk
menghilangkan tekanan positip, Krio ditest untuk pembekuan dan perlekatan. Asisten
menarik kornea, bila insisi kurang lebar, dilakukan pelebaran dengan guntung korneo-
sklera. Keringkan permukaan lensa dengan spons. Bila kurang kering akan
mempercepat pelebaran bunga es. Iris disingkirkan dengan spons baru, ujung krio
ditempelkan pada daerah pre-ekuator jam 12. Pembekuan dilakukan dengan pedal,
tunggu 2 detik, kemudian terjadi perlekatan, lensa ditarik keatas sedikit, lalu ke kiri
dan kanan. Bila bunga es telah sampai diluar bola mata, asisten mengendurkan jahitan
kornea untuk mencegah prolaps vitreous.
6. Irigasi Asetil-kholin khlorida dengan kanula.
7. Luka di jahit.
2. EKSTRACAPSULAR EKSTRAKSI KATARAK (ECCE)
1. Ekstracapsular Ekstraksi Katarak Conventional (ECCE)
20
Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior (biasanya 10-12 mm), bagian anterior
kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi, dan korteks lensa dibuang dari mata
dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga menyisakan kapsul posterior. Insisi
harus dijahit. Metode ini diindikasikan pada pasien dengan katarak yang sangat keras
atau pada keadaan dimana ada masalah dengan fakoemulsifikasi. Penyulit yang dapat
timbul adalah terdapat korteks lensa yang dapat menyebabkan katarak sekunder.
Pembedahan ini dilakukan.
a. Indikasi ECCE: Hard nuclei-cataract (grade 5) dan katarak pada bayi. Dapat dilakukan
pada pasien dengan katarak imatur, kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra
okular lensa, implantasi sekunder lensa intra okuler, kemungkinan dilakukan bedah
glaukoma, prdisposisi prolaps vitreous, ablasi retina
b. Keuntungan ECCE:
1. Dapat insersi IOL PC
2. Jarang komplikasi vitreous di BMD (dibanding ICCE)
3. Angka kejadian CME dan ablasio retina lebih jarang (dibanding ICCE)
4. Bila terjadi ablasio retina, lebih mudah diatasi dan prognosis lebih baik
5. Dapat dilakukan pada penderita umur < 40 tahun
c. Kerugian ECCE
1. Perlu learning curve lebih lama (dibanding ICCE)
2. 10 – 50 % terjadi katarak sekunder setelah 3 – 5 tahun
3. Tidak dapat dilakukan pada penderita dengan uveitis khronis yang aktif
d. Metode Operasi
a. Pasang jahitan kendali.
b. Flap konjungtiva dengan forsep St Martin dan gunting konjungtiva.
c. Dilakukan grooving dengan pisau “super sharp”, fragmen razor blade, pisau
“diamond” atau pisau Graefe.
d. Kapsulotomi anterior (lihat kuliah dr. Djiwatmo).
e. Bilik mata depan ditembus dengan pisau.
f. Dilebarkan dengan gunting Troutman atau Castroveijo.
21
g. Ekspresi nukleus dengan dua tangan. Sistotom di tangan kanan menekan sclera 2
mm. di belakang insisi untuk melepaskan pole superior inti dari korteksnya, pupil
akan terlihat melebar ke superior. Pole inferior diekspresi dengan lens expressor atau
kait otot dengan tangan kiri, dengan goyangan halus tangan kanan dan kiri. Jika pole
superior sudah tampak dibibir luka, dapat ditolong dengan sistotom yang tajam
untuk mengeluarkan inti..
h. Jika pole superior tetap berada di bawah iris, insisi mungkin perlu dilebarkan atau
iris perlu disingkirkan dengan sistotom.
i. Ekspresi nucleus dengan satu tangan. Gunakan “irrigating vectis”. Kapsulotomi
harus agak lebar, inti dilepaskan denga sistotom atau hidro diseksi. Dengan “vectis”
irigasi BSS pada tangan kanan, dibantu jari telunjuk tangan kiri, menyusur belakng
lensa dengan menekan iris, irigasi dikaukan terus sehingga inti hanyut keluar. Hati
hati, mudah terjadi ruptur kapsul posterior.
j. Ekspresi nucleus dengan tehnik inter kapsuler. Kapsulotomi bentuk D, kemudian
hidro-diseksi, ekspresi nucleus dengan dua tangan. Dapat juga dibantu VEM di bilik
mata depan.
k. Pembersihan korteks. Korteks lunak dan penderita tua akan mudah sekali
dibersihkan, cukup dengan irigasi. Korteks yang keras dan penderita muda
memerlukan irigasi dan aspirasi. Cara manual dengan menggunakan McIntyre,
Simcoe atau Pearce. Caraotomatik dengan Alcon, SITE, OMS atau Storz.
l. Yang perlu diperhatikan adalah : jahit kornea kadang belum perlu dilakukan, lubang
aspirasi menghadap ke kornea, lubang aspirasi dengan cara otomatik harus tertutup
korteks, (tetapi jika kapsul teraspirasi, aspirasi segera dihentikan), aspirasi korteks
jam 12 sering kali sulit dilakukan, demikian juga aspirasi pada PSC (katarak sub-
kapsuler posterior) mungkin memerlukan poles atau vakum. Kapsul posterior yang
teraspirasi memberikan gambaran seperti bintang. Aspirasi ujung kapsul akan
menyebabkan pupil tertarik. Kapsul penderita tua lebih kaku. Tehnik inter-kapsuler
memerlukan irigasi yang lebih sedikit. Korteks bersih adalah hal yang ideal, tetapi
lebih baik menyisakan sedikit korteks yang akhirnya di resorbsi daripada
menghadapi resiko robekan kapsul posterior dan prolaps vitreous.
22
m. Pembersihan kapsul posterior untuk menghindari kontraksi, distorsi atau Elschnig’s
Pearls dengan menggunakan iigasi aspirasi, Kratz scratcher, olive bulb polisher atau
Terry squeegee
Gambar Tahap ECCE konvensional
dengan implantasi IOL di bilik mata
belakang:
A, kapsulotomi anterior
dengan menggunakan can-
opener;
B, pengangkatan kapsul
anterior; C, corneo-scleral
section;
D, pengangkatan nukleus
(metode pressure and counter-
pressure);
E, aspirasi korteks; F, insersi haptik inferior IOL di bilik mata belakang;
2. Small Incision Cataract SurgEry (SICS)
a. Indikasi SICS: Insisi 5-6 mm untuk katarak slightly hard- moderately hard (grade 2 dan
3). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan
hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat
dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.
b. Keuntungan SICS:
1. Lebih murah dibanding fako-emulsifikasi
2. Astigmatisme lebih kecil dibanding ECCE
3. Rehabilitasi tajam penglihatan hampir sama dibanding fako-emulsifikasi
4. Komplikasi seperti nucleus tenggelam ke vitreous dan keratopati bulosa lebih sedikit
5. Jika dilakukan seorang yang ahli, operasi hanya membutuhkan waktu 6 – 8 menit dan
hampir tidak tergantung dari kekerasan nukleus
23
GAMBAR 8 TEKNIK ECCE
c. Kerugian SICS:
1. Insisi lebih lebar dari pada fako-emulsifikasi.
2. Komplikasi kornea lebih sering dari pada fako-emulsifikasi
d. Metode SICS:
1. Anestesi, jahitan kendali dan insisi khusus, sehingga insisi 6 mm tanpa jahitan bias
kedap air, antara lain bentuk Chevron Frown atau bentuk Lurus, semua dengan
struktur 3 bidang, termasuk membuat “sleral tunnel” dengan pisau khusus.
2. Visko-elastik
3. Kapsuloreksis
4. Hidro-diseksi (tidak memerlukan hidro-delineasi)
5. Visko-elastik
6. Nukleus diprolaps (prolapsing, flipping) ke bilik mata depan (lihat video) dengan
kanula hidro-diseksi atau dengan Sinskey hook.
7. Visko-elastik sebagai “bantal” di depan dan belakang nucleus.
8. Irrigating-vectis, nucleus diekstraksi
9. Pada tiap tiap tahap di atas, bila tidak tercapai tujuan yang dimaksudkan, dapat
dilakukan konversi ke ECCE dengan beberapa jahitan luka operasi.Hal ini perlu
diingat oleh operator, karena jika operator terlalu menuruti ego-nya akan berakibat
terjadi trauma pada endotel yang berat, terjadi komplikasi vitreous prolaps, maupun
komplikasi lain yang amat berbahaya bagi penderita kelak.
10. Irigasi dan aspirasi sisa masa lensa
11. Visko-elastik
12. Lensa intra-okuler, dst
3. Phacoemulsification
1. Indikasi fako-emulsifikasi : Insisi kecil pada katarak slightly hard – moderately hard
(grade 2 dan 3)
2. Keuntungan fako-emulsifikasi:
a. BMD selalu terbentuk
b. Insisi kecil
c. Astigmatisme menurun
24
d. Penutupan luka mudah
e. Rehabilitasi tajam penglihatan cepat
3. Kerugian fakoemulsifikasi:
a. Instrumen mahal
b. Tidak semua senter mempunyai alat fako-emulsifikasi.
c. Biaya pemeliharaan alat lebih tinggi.
d. Learning curve lebih lama
4. Metode fakoemulsifikasi:
a. Insisi
b. Kapsulotomi anterior
c. Hidro-diseksi dan hidro-delineasi
d. Emulsifikasi nukleus : ada 3 tahap yaitu : sculpting (mengeruk), mobilisasi nucleus
dengan second-instrument dan emulsifikasi sisa nucleus. Keberhasilan setiap tahap
akan mempermudah tahap berikutnya. Sculpting relatif mudah, terutama jika ada
adhesi antara nucleus dan korteks, sehingga nucleus tidak menjauhi tip sewaktu
emulsifikasi. Jumlah yang di sculpting tergantung dari kerasnya nucleus. Nucleus
yang lebih keras memerlukan sculpting sebanyak mungkin supaya second-instrument
dapat memegang inti lensa. Perlu diketahui, kapsul anterior harus sudah tidak ada,
karena dapat ter-aspirasi. Pedal fako-emulsifikasi (posisi 3) hanya diinjak seperlunya
saja, untuk menghemat waktu fako (phaco-time). Dalamnya sculpting sangat
bervariasi diantara kasus satu dengan yang lain. Bagi pemula, cukup melakukan tahap
sculpting, kemudian pindah pada ECCE yang biasa, sampai beberapa kasus tercapai.
Perlu juga untuk menghindari nucleus grade 1, sebab bila terdapat nucleus grade 1
yang melekat pada kapsulnya, mudah terjadi kerusakan kapsul atau zonula. Tahap
berikutnya adalahmobilisasi nucleus (manipulation and loosening). Tujuannya untuk
melepaskan nucleus dari perlekatannya di posterior dengan nucleus mikro-
manipulator atau irigasi (hidrodiseksi). Pedal fako posisi 1, nucleus di putar untuk
mengetahui apakah sudah lepas dari perlekatannya di posterior. Pedal posisi 2 dan
terakhir 3, sehingga pinggir nucleus mulai di emulsifikasi. Demikian seterusnya
sampai tahap emulsifikasi sisa nucleus.
25
Gambar. 9 Tahap
fakoemulsifikasi: A,
kapsuloreksis continuous
curvilinear;
B, Hidrodiseksi; C,
Hidrodelineasi;
D dan E, Emulsifikasi
nukleus, F, apirasi
korteks.
Lensa Intraokular
Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular (IOL) biasanya diimplantasikan ke dalam
mata. Kekuatan implan IOL yang akan digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya dengan
mengukur panjang mata secara ultrasonik dan dengan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan
optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan
kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontrolateral
dan apakah terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi.
KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif awal,
postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular lens,
IOL).
1. Komplikasi preoperatif
a. Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan akan
operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.
b. Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau gliserol.
Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.
26
c. Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif,
ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d. Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan
tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik selama satu hari
dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
2. Komplikasi intraoperatif
a. Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b. Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi
ke bilik mata depan.
c. Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d. Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e. Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
3. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
4. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder merupakan
komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
5. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome).
Perawatan Pasca Bedah
Jika digunakan teknik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
cepat. Pasien diperbolehkan rawat jalan. Tetapi dianjurkan untuk bergerak secara hati-hati dan
menghindari mengangkat beban berat selama 1 bulan, jangan berolahraga mengangkat beban
berat, menggunakan kacamata hitam selama 6-8 minggu pasca operasi sambil menunggu
kacamata permanen. Selain itu diberikan obat untuk mengurangi rasa sakit pasca operasi,
27
antibiotik untuk mencegah infeksi, obat tetes mata steroid untuk mengurangi reaksi radang pasca
operasi, obat tetes yang mengandung antibiotik.
Hal yang tidak boleh dilakukan antara lain:
PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih
dari 90% kasus. Pada katarak senilis jika katarak dapat cepat terdeteksi serta mendapatkan
pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95% penderita dapat melihat normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S., Taim, H.,Simarmata M.,et al. Ilmu Penyakit Mata. 2002. p.143-57
2. J.William. Surgical and Refractive Cataract.2015. Elsavier Journal. Available at:
http://www.aaojournal.org/article/E0161-6420%2805%29/abstractelsavier. Accessed on November 2, 2015.
3. American Academy of Ophthalmology: Lens and Cataract, section 11, 1997-1998, pp.
3-5, 77-117. Available at: http://www.aao.org/preferred-practice-pattern/cataract-in-
adult-eye-ppp--october-2011. Accessed on: November 2,2015
28
29