case imatur

63
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTIFIKASI Nama : An. Juni Saputra Umur : 4 Tahun 10 Bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Nama Ayah : Tn. Sahroni Nama Ibu : Ny. Suraswati Bangsa : Sumatera Selatan Agama : Islam Alamat : Jl. Rajawali, Lr. Cendrawasih, Sekar Jaya, Baturaja Timur. Dikirim oleh : Poliklinik Anak MRS Tanggal : 14 April 2015 (10.25 WIB) B. ANAMNESIS (Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien di Bagian Anak RSUD Ibnu Sutowo Baturaja tanggal 15 April 2015 pukul 17.00 WIB) Keluhan Utama : Hasil Laboratorium : Protein Urin (++) Keluhan Tambahan : - Riwayat Perjalanan Penyakit 1

Upload: fajar-ahmad-prasetya

Post on 09-Nov-2015

57 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ojkj

TRANSCRIPT

BAB ILAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASINama: An. Juni SaputraUmur: 4 Tahun 10 BulanJenis Kelamin: Laki-lakiNama Ayah : Tn. SahroniNama Ibu: Ny. SuraswatiBangsa: Sumatera SelatanAgama: IslamAlamat: Jl. Rajawali, Lr. Cendrawasih, Sekar Jaya, Baturaja Timur.Dikirim oleh : Poliklinik AnakMRS Tanggal: 14 April 2015 (10.25 WIB)

B. ANAMNESIS(Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien di Bagian Anak RSUD Ibnu Sutowo Baturaja tanggal 15 April 2015 pukul 17.00 WIB)Keluhan Utama: Hasil Laboratorium : Protein Urin (++)Keluhan Tambahan: -

Riwayat Perjalanan Penyakit 2,5 bulan SMRS, penderita mengalami sembab di mata. Sembab timbul pertama kali di kelopak mata, timbul pada pagi hari saat bangun tidur, tidak gatal, tidak merah, tidak ada sekret, riwayat alergi tidak ada, riwayat makan obat sebelumnya tidak ada. Sembab kemudian menjalar ke seluruh tubuh, termasuk ke skrotum. Ibu pasien juga mengeluh kencing anaknya menjadi sedikit 1-2 kali sehari, berwarna kuning keruh, berbusa (+). Riwayat BAK berwarna seperti ai cucian daging (-), teh tua (-), berpasir (-), nyeri saat BAK (-), merasa tidak puas setelah BAK (-), BAK tidak bisa ditahan (-). Keluhan lain seperti demam tidak ada, batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), pucat (-), jantung berdebar-debar (-). BAB tidak berwarna hitam, tidak berwarna seperti dempul, tidak cair, tidak ada lendir dan darah, frekuensi 1 kali sehari. Pasien berobat ke Sp.A dan dianjurkan untuk dirawat. Pasien dirawat selama 1 bulan 3 minggu di RSUD Ibnu Sutowo Baturaja. Selama dirawat pasien mendapat obat berwarna putih yang pasien lupa namanya, obat diminum pada pagi-siang-malam sebanyak 4-2-2 tablet Selanjutnya obat yang diminum pada pagi-siang-malam berkurang menjadi sebanyak 2-1-1 tablet. Setelah dirawat pasien mengalami perbaikan, sembab menghilang, hasil pemeriksaan urin protein negatif. Pasien diperbolehkan pulang dan diminta untuk kontrol ulang tiap 1 minggu ke poliklinik anak RSUD Ibnu Sutowo.Pada saat kontrol ulang pada minggu pertama, kedua, dan ketiga, didapatkan hasil pemeriksaan protein urin berturut-turut positif 2, positif 1, dan positif 2. Selain itu, hasil kontrol pada minggu ketiga berupa urinalisa didapatkan: urin reduksi (-), protein (++), billirubin (-), leukosit (+) 8-10, eritrosit (+) 10-12, epitel (++), kristral amorf (+), silinder (+). Pada saat kontrol minggu ketiga, sembab (-), BAK sedikit (-), berwarna keruh (-), berbusa (-), warna seperti ai cucian daging (-), teh tua (-), berpasir (-), nyeri saat BAK (-), merasa tidak puas setelah BAK (-), BAK tidak bisa ditahan (-). Keluhan lain seperti demam tidak ada, batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), pucat (-), jantung berdebar-debar (-). BAB tidak berwarna hitam, tidak berwarna seperti dempul, tidak cair, tidak ada lendir dan darah, frekuensi 1 kali sehari. Pasien kemudian disarankan untuk dirawat kembali. Pasien dikatakan mengalami kambuh dan dicurigai infeksi saluran kemih.Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan serupa ada, satu tahun yang lalu, pasien didiagnosis Sindroma nefrotik dan dirawat selama 3 bulan dan pulang dengan perbaikan. Pasien hanya kontrol satu kali dan menyetop obat sendiri. Riwayat sakit tenggorokkan dan nyeri menelan tidak ada Riwayat koreng di kulit ada, ruam di kulit tidak ada.. Riwayat penyakit jantung bawaan tidak ada Riwayat sakit kuning tidak ada Riwayat BB sulit naik tidak ada

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal Riwayat penyakit ginjal di keluarga disangkal Riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal

Riwayat Tempat Tinggal dan LingkunganPasien tinggal di rumah yang berisikan 5 orang, terdiri dari 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, kamar mandi di dalam rumah. Rumah berukuran 4m x 9 m. Sumber air minum berasal dari air galon, sedangkan kebutuhan domestik lainnya berasal dari air sumur. Keluarga memiliki kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum makan dan menyiapkan makanan. Anggota keluarga membuang sampah pada tempat sampah sementara yang berjarak 3 m dari rumah.

Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari bapak Sahroni dan Ibu Suraswati. Pekerjaan ayah penderita adalah buruh bangunan dan ibu penderita adalah pembantu rumah tangga dengan pendapatan per bulan keluarga: Rp 1.500.000Kesan : status ekonomi menengah ke bawah

Riwayat Kehamilan dan kelahiran GPA: P3A0Masa kehamilan : cukup bulanPeriksa hamil : tidak teraturKebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan Minum alkohol : tidak adaMerokok : tidak adaMakan obat-obatan tertentu : tidak adaPenyakit atau komplikasi kehamilan ini : tidak ada

Riwayat KehamilanPresentasi : normalCara Persalinan : spontanDitolong oleh: BidanTanggal : 3 Juni 2010Riwayat Inj. Vitamin K : (+)KPSW : (-)Riwayat demam saat kehamilan : (-)Riwayat ketuban kental, hijau, bau : (-)Keadaan Bayi Saat Lahir Jenis Kelamin : Laki-lakiKondisi Saat Lahir : langsung menangisBBL : 3500 gramPBL : 50cmRiwayat MakananASI : 0 1 tahun 6 bulan, diberikan secara langsung, sebelum dan sesudah ibu pasien bekerja. Frekuensi 4-5 kali sehari. Lama pemberian 40 menit.Susu formula : 0 - 4 bulan, merk lactogen, Frekuensi pemberian 3 kali sehari. Tiap pemberian sebanyak 60 cc dari 2 sdm susu bubuk.Bubur susu : 4-6 bulan, merk promina. Frekuensi pemberian 3 kali sehari. Dalam sehari habis 2 bungkus Promina.Nasi tim: 6-11 bulan, frekuensi 3 kali sehari, ibu pasien membuat sendiri. Diberikan sebanyak sepiring/semangkok kecil. Nasi tim dicampur dengan kentang sebesar bola pingpong/ wortel 1 batang/ 1 potong ayam seberat 40 gram.Nasi biasa : 11 bulan 2 tahun, frekuensi 3 kali sehari, setengah centong makan disuapi oleh ibu, lebih sering habis. Makan ditambah sayur bening dan sup ikan patin 1 ekor, 4 kali seminggu. Ayam 1 potong 2 kali seminggu. Telur satu butir, 2 kali seminggu. Pasien jarang makan daging sapi. Terkadang diberi buah buahan seperti pisang satu buah, semangka satu potong dan pepaya satu potong dua hari sekali. 2 tahun sekarang, frekuensi 3 kali sehari, satu centong makan sendiri, lebih sering habis. Makan ditambah sayur tumis, sayur bening dan sup ikan patin 1 ekor, 4 kali seminggu. Ayam 1 potong 2 kali seminggu. Telur satu butir, 2 kali seminggu. Pasien jarang makan daging sapi. Terkadang diberi buah buahan seperti pisang satu buah, semangka satu potong dan pepaya satu potong dua hari sekali.Air Minum: pasien minum air putih sebanyak 1500 ml/ hari.Lainnya: Anak sering jajan, teh sisri, teh gelas, maknan ringan seperti chicki, roti rotian dll.Kesan : kuantitas makanan cukup, kualitas kurang.

Riwayat PerkembanganBerbalik: 3 bulanTengkurap : 4 bulanDuduk: 6 bulanMerangkak: 8 bulanBerdiri: 10 bulanBerjalan : 12 bulan

Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

Riwayat ImunisasiBCG: 1 kali, scar + (pada lengan kanan)DPT: 3 kaliPolio: 4 kaliHepatitis B: 3 kaliCampak: 1 kaliKesan: Imunisasi dasar lengkap

C. PEMERIKSAAN FISIKTanggal pemeriksaan: 15 April 2015

Keadaan UmumKesadaran: Kompos mentisTekanan darah: 120/80 mmHg (Hipertensi grade II)Nadi: 107 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukupPernapasan: 32 x/menit, regulerSuhu: 36,7CAnemis: tidak adaSianosis: tidak adaIkterus: tidak adaDispnea: tidak ada Edema umum: tidak adaBerat Badan: 16 kgTinggi Badan: 96 cmLingkar Kepala: 48,5 cm (-2 +2 SD) (normosefali)Lingkar Umbilikus: 56,5 cmLingkar Maksimum: 57 cmStatus Gizi CDC: BB/U: 16/18 x 100% = 88,88 % TB/U: 96/109 x 100% = 88,07 % BB/TB: 16/15 x 100% = 106,67%Kesan : BB/U: Mild Malnourished: TB/U: Moderate stunting: BB/TB:NormalStatus Gizi Z Score BB/U: 0- sampai -2SD TB/U: -2 sampai -3 SD BB/TB: 0- sampai -1 SDKesan : BB/U: Normal: TB/U: Perawakan pendek: BB/TB:Normal

PersentilSistolikDiastolik

509050

9010465

9510869

9911577

Keadaan SpesifikKepala: Muka Moon FaceBentuk : NormocephaliRambut : Lebat, hitam, pendek, halus, distribusi normal, tidak mudah dicabut, lesi di kepala (-)Mata : Pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, kornea keruh (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-), edema periorbital (-)Hidung : Nafas cuping hidung (-), deforrmitas (-), mukosa hiperemis (-), sekret (-), deviasi septum (-), konka hiperemis (-), konka hipertrofi (-), epistaksis (-).Telinga : Tidak ada deformitas, nyeri tarik auricular (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-), CAE lapang, serumen plaque (-), mukosa hiperemis (-), sekret (-).Mulut : Sianosis sirkumoral (-), pucat (-), mukosa mulut kering (-), rhagaden (-), stomatitis (-), cheilitis (-), papil atrofi (-)Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, Detritus (-), uvula di tengah, arkus faring simetris.Leher: Pembesaran KGB (-), JVP 5-2cmH20Thorax: Bentuk Normal, Retraksi (-), Lesi kulit (-)Paru-paru Inspeksi : Statis tidak dapat dievaluasi, dinamis simetrisPalpasi : Stem fremitus kiri sama dengan kananPerkusi : Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi : Vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihatPalpasi : Thrill tidak teraba, iktus kordis tidak terabaPerkusi : Batas atas jantung ICS II, Batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dekstra, Batas kiri jantung ICS IV linea midclavicularis sinistra,Auskultasi : HR 107x/menit, BJ I-II normal, regular, pulsus deficit (-), murmur (-), gallop (-)AbdomenInspeksi : Cembung, striae (-)Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)Perkusi : timpani (+), shifting dullness (-), undulasi (-)Auskultasi : Bising usus (+) normalLipat paha & genitalia: Pembesaran KGB (-), edema skrotum (-)Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT 6 tahun dengan manifestasi sindroma nefritis Usia 1 minggu periksa ulang natrium dan kalium plasma. Bila disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat kadar albumin 1,5 gram/dl, berikan infus albumin rendah garam 20-25% 1gram/kgBB atau plasma sebanyak 15-20 ml/kgBB dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah infus albumin/ plasma selesai diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB IV.4. Antibiotik/antiviralAntibiotik diberikan bila: edema anasarka + laserasi kulit amoksisilin, eritromisin atau sefaleksin infeksi beri antibiotik yang disesuaikan dengan derajat berat infeksi bila terjadi infeksi Varicella Asiklovir 80 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis 7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara5. Imunisasi vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid selesai kontak dengan penderita Varicella imunoglobulin Varicella-Zoster dalam waktu 0,5 mg/kgBB/alternating, tetapi 1 mg/kgBB/alternating atau Meskipun dosis rumat < 1 mg/kgBB tetapi disertai: efek samping steroid yang berat pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain hipovolemia, trombosis, sepsisDiberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari selama 8-12 minggu.3. Sitostatika Siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari atau IV 500 mg/m2/hari atau Klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari selama 8 mingguPemantauan dengan pemeriksaan darah tepi : Hb, lekosit, trombosit 1-2 x seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit 1 mg.kg AD atau efek samping steroid CPA 2-3 mg/kgbb 8-12 mingguRelaps prednisone standarRelaps pada prednisone > 0,5 mg/kgbb ADSiklosporin 5 mg/kgbb/hari selama 1 tahun

Prednisone AD + CPA

Remisi 4 minggu AD

Relaps prednisone standar

Relaps pada prednisone > 0,5 mg/kgbb AD

Siklosporin 5 mg/kgbb/hari selama 1 tahun

Skema pengobatan prednison jangka panjang

Pengobatan SN resisten steroid Lakukan biopsi sebelum pengobatan dimulai Obat-obat yang digunakan bisa siklofosfamid puls 500 mg/m2/bulan + metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 6 bulan atau siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari + metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 3-6 bulan Pengobatan komplikasi Tromboemboli Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/ dependen steroid/ steroid resisten : aspirin atau dipiridamol selama pengobatan steroidHeparin diberikan bila sudah trombosis. HipovolemiaDiatasi dengan infus NaCl fisiologis, lalu disusul dengan infus albumin 1 gram/kgbb atau plasma 20 ml.kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB IV. Hipokalsemia Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin DBila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB IV. Tindak lanjut Pemeriksaan berat badan, intake output, lingkar perut, tekanan darah setiap hari Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu Urinalisis dan pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika sudah trace, diulangi 3 kali berturut-turut) Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama perawatan sekali 2 minggu Awasi efek samping obat dan komplikasi yang mungkin terjadi selama pasien dirawat. Indikasi pulang Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi, dalam keadaan remisi. Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan. Setelah steroid dihentikan, kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas gejala.

X. Komplikasi1. Tromboemboli2. Infeksi3. Hiperlipidemia4. Hipokalsemia5. Hipovolemia6. Gagal ginjal akut7. Anemia8. Pertumbuhan abnormal

XI. PrognosisPrognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.2. Disertai oleh hipertensi.3. Disertai hematuria.4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.Sebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada SN. Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan sindrom.Saat ini, prognosis pasien dengan SN bergantung pada penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid.2Hanya sekitar 20 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi proteinuria, 10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami frequent relaps, menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada 25-30 %pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul dalam 10 tahun.Orang dewasa dengan minimal-change nephropathy memiliki kemungkinan relaps yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal sangat baik, dengan resiko rendah untuk gagal ginjal. Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsialpada 50% SN nefropati membranosa dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental.Perlu diperhatikan efek samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus.Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik. Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, seperti komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive. Penderita SN non relaps dan relaps jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk memperoleh efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis yang paling buruk.Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang menyertainya.Pada nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung tingkat mortalitas.Biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade angiotensin, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik.Jarang terjadi remisi nyata. Resiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi ginjal, beberapa pasien akan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.

BAB IIIANALISIS MASALAH

Anak laki-laki 4 tahun 10 bulan datang dengan keluhan utama hasil urinalisis berupa proteinuria (++). Anak memiliki riwayat didiagnosis sindroma nefrotik pada bulan Januari tahun 2014 dan pernah mengalami relaps 1 kali satu tahun kemudian (bulan Januari tahun 2015). Pada Januari 2015, anak didiagnosis dengan sindrom nefrotik relaps. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan keluhan utama berupa sembab di seluruh tubuh. Awalnya, sembab timbul pertama kali di kelopak mata, timbul pada pagi hari saat bangun tidur, tidak gatal, tidak merah, tidak ada sekret, riwayat alergi tidak ada, riwayat makan obat sebelumnya tidak ada. Sembab kemudian menjalar ke seluruh tubuh, termasuk ke skrotum. Selain itu, hasil urinalisisnya menunjukkan adanya proteinuria +. Berdasarkan konsensus tatalaksana sindrom nefrotik pada anak oleh IDAI, kedua gejala klinik di atas menunjukkan dua dari empat gejala klinik untuk mendiagnosis sindrom nefrotik. Menurut konsensus tersebut, sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik dengan gejala:2. Proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau 2+).2. Hipoalbunimenia 2,5 g/dL.2. Edema2. Dapat disertai hiperkolesterolemia.Sembab yang terjadi pada pasien ini dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik. Penyebabnya dapat berasal dari penyakit ginjal, penyakit hati, gagal jantung, dan akibat masalah gizi buruk. Pada gangguan hati, edema lebih menonjol di perut, disertai gambaran gangguan hepar seperti ikterik. Pada edema akibat gangguan gizi, selain terjadi edema yang lebih menonjol diperut, akan tampak manifestasi kurang gizi seperti, rambut jagung, cheilitis, dan crazy pavement dermatosis. Pada gangguan jantung, selain edema, dapat pula dijumpai distensi vena jugularis, edema paru, dan tanda gangguan jantung. Pada gangguan ginjal, edema biasanya muncul terlebih dahulu pada palpebra. Kondisi hipoalbuminemia akibat gangguan pada ginjal menyebabkan tekanan onkotik menurun dan tekanan hidrostatik meningkat sehingga mengakibatkanb bocornya cairan ke interstisial yang lebih dulu mengisi jaringan ikat longgar. Pada penderita ini, sembab pertama kali muncul dikelopak mata pada pagi hari saat bangun tidur dan berkurang pada siang hari. Bengkak kemudian akan menjalar keseluruh tubuh hingga ke skrotum. Edema ini merupakan ciri dari edema pada penyakit ginjal. Kelainan pada ginjal yang dapat menimbulkan edema adalah sindroma nefrotik dan nefritik, namun apabila edema lebih menjadi gejala yang menonjol, maka diagnosisnya lebih mengarah ke sindroma nefrotik. Dari anamnesis penderita didapatkan juga riwayat penurunan BAK setelah timbulnya edema, frekuensinya hanya menjadi 1-2x dalam sehari dengan warna yang lebih pekat. Riwayat seperti air cucian daging disangkal, riwayat sakit tenggorokan sebelumnya tidak ada, sehingga kemungkinan penyakit penyebab adalah sindroma nefritik akut dapat disingkirkan. Setelah dirawat sekitar selama 2 bulan (setelah pasien menyelesaikan pengobatan SN Relaps yang menggunakan steroid (metilprednisolone) selama 8 minggu, yaitu 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh sampai remisi dan 4 minggu pengobatan steroid dosis alternating sebelum akhirnya dihentikan), pasien mengalami perbaikan, sembab menghilang, hasil pemeriksaan urin protein negatif (Maret 2015). Pasien diperbolehkan pulang dan diminta untuk kontrol ulang tiap 1 minggu ke poliklinik anak RSUD Ibnu Sutowo. Pasien kontrol teratur setiap minggu selama tiga minggu berturut-turut dengan melakukan pemeriksaan urinalisis. Hasil pemeriksaan urinalisis selama 3 minggu berturut-turut menunjukkan protein urin positif 2, positif 1, dan positif 2. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan urinalisis, pada pasien ini dijumpai proteinuria (> +2) setelah pengobatan steroid selesai sehingga diagnosis pasien ini adalah sindrom nefrotik relaps. Pada kasus sindrom nefrotik relaps, perlu dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi). Pada kasus ini, tidak ditemukan gejala-gejala yang mengarah pada adanya infeksi. Namun, pada hasil pemeriksaan urinalisis ditemukan urin reduksi (-), protein (++), billirubin (-), leukosit (+) 8-10, eritrosit (+) 10-12, epitel (++), kristral amorf (+), silinder (+). Hasil pemeriksaan ini menunjukkan adanya leukosituri yang bermakna (>5/lapang pandang besar) dan hematuria dapat mengindikasikan adanya infeksi saluran kemih. Meskipun tidak ditemukan adanya gejala infeksi saluran kemih pada pasien ini, namun kecurigaan infeksi saluran kemih sebagai faktor pencetus relaps pada kasus sindrom nefrotik dapat dipertimbangkan.Pada saat pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan fisik dalam batas normal, kecuali hipertensi yang dialami pasien, moonface dan edema minimal yang didapatkan di tungkai bawah. Hipertensi pada pasien ini termasuk dalam hipertensi grade II. Hal ini dikarenakan tekanan darah melebihi persentil ke 99 ditambah 5 mmHg. Anak ini memiliki tekanan darah 120/80 mmHg, sedangkan tekanan darah persentil ke 99 anak menurut usia dan tinggi badan adalah 115/77 mmHg. Peningkatan tekanan darah ini dapat disebabkan oleh gangguan pada parenkim ginjal pada anak ini. Karena terjadi proteinuria, anak ini mengalami hipoalbuminemia yang pada akhirnya akan terjadi penuruanan volume cairan darah, hipovolemia yang terjadi menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal yang akhirnya memicu produksi renin yang mengaktifkan angiotensin I, yang kemudian mengaktifkan angiotensin II sehingga menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan sekresi aldosteron. Vasokonstriksi dan retensi natrium dan air pada gilirannya akan menyebabkan hipertensi. Selain akibat dari perjalanan penyakit dari Sindroma Nefrotik, hipertensi pada anak ini juga dapat disebabkan oleh toksisitas steroid dalam terapi dari Sindroma Nefrotik itu sendiri. Mekanisme terjadinya hipertensi akibat penggunaan steroid berkaitan dengan peningkatan absorbsi natrium yang menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya dapat memicu timbulnya hipertensi. Selain itu, steroid juga diyakini dapat meningkatkan efek vasokonstriktor yang pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan diastolik. Moonface yang dialami oleh anak ini disebabkan oleh penggunaan steroid selama terapi Sindroma Nefrotik yang dijalani. Moonface diakibatkan oleh efek kortisosteroid terhadap metabolisme lemak berupa penumpukan lemak berlebih di daerah dada dan kepala, sehingga wajah dan dada menjadai bulat. Edema minimal ini terjadi akibat penurunan albumin darah dan akibatnya terjadi perembesan cairan ke ruang ruang interstitial, dalam hal ini adalah tungkai bawah.Penatalaksanaan pada pasien nefrotik relaps + hipertensi + T. ISK asimptomatik ini adalah terapi suportif, dietetik, dan medikamentosa. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya edema anasarka dan dispneu sehingga tirah baring tidak diperlukan lagi. Untuk terapi dietetik kalori yang dibutuhkan 7590 kcal/kg/hari, Protein normal sesuai kebutuhan RDA yaitu 2g/kg/hari sehingga kebutuhan protein pasien ini adalah 2 gr x 16kg = 32 g/hari, diet rendah garam 1-2g/hari, Saat masuk tidak ada edema berat sehingga tidak dilakukan retriksi cairan Terapi medikamentosa diberikan tablet Metilprednisolone 1mg/kgbb/hari yang dibagi dalam 3 dosis sehingga obat dimakan pada pagi,siang, dan sore hari adalah 2-1-1. Selain itu diberikan furosemide sebagai antihipertensi sebanyak 1x15 mg. Dan pemberian Amoksisilin 50 mg/kgBB/hari (800 mg/hari) sebagai antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Husein, dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi IDAI. Jakarta, Indonesia.Bagian IKA RSMH, 2008.Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Palembang, Indonesia. Hasan, Rusepno, dkk. 2007. BukuKuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta, Indonesia.Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2.Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, IndonesiaSari, Dina Kartika, dkk. 2006. Pediatricia. Edisi Kedua. Tosca Enterprise. Jogjakarta, Indonesia.

2

1