Download - Laporan Tutorial Etika Ske 3
LAPORAN TUTORIAL “PRINSIP DASAR ETIKA KEDOKTERAN”
Diajukan guna melengkapi tugas tutorial dan memenuhi salah satu syarat untuk kelulusan Blok Etika dan Hukum Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Disusun oleh :
Kelompok Tutorial VI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2014
ANGGOTA KELOMPOK
Ketua : Lita Damafitra (111610101054)
Sciber papan : Whylda Dyasti E.F (111610101038)
Sciber meja : Sheila Dian Pradipta (111610101071)
Anggota :
1. Choiril Faizol A. (111610101021)
2. Yuntari Daniati (111610101028)
3. Ni Putu Inda Prisilia (111610101018)
4. Ayu Nurfitria (111610101058)
5. Fitria Krisnawati (111610101064)
6. Sitti Nur Qomariah (111610101066)
7. Tiara Fortuna B. B. (111610101067)
8. Adinda Martina (111610101072)
9. Dewi Martinda H. (111610101173)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa memberikan rahmat, hidayah
serta inayah-Nya kepada kita, sehingga kelompok kami dapat menyusun laporan ini
meskipun kami menyadari masih ada beberapa kekurangan di dalamnya.
Dalam laporan ini kami membahas tentang Prinsip Dasar Etika Kedokteran yang
terdapat pada Blok Etika dan Hukum Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Semoga bisa
bermanfaat, khususnya bagi kalangan mahasiswa yang bertujuan untuk menggali
pengetahuan serta untuk memperoleh ilmu di dalamnya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. drg. Sri Lestari, M.Kes sebagai tutor selaku dosen pembimbing pada diskusi
tutorial yang telah memberi bimbingan dan waktu untuk menyelesaikan laporan
ini.
2. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulisan laporan ini.
Akhirnya kami pun berharap, Semoga laporan ini bisa memenuhi syarat untuk tugas
tutorial. Dan kami pun berharap semoga Allah SWT meridhoi amal usaha kami juga
memberikan balasan kebaikan yang lebih baik, Amin.
Jember, Juni 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam dunia ini, sering ditemukan masalah dalam menentukan apakah
perbuatan yang kita lakukan itu baik atau buruk, benar atau salah. Apabila melakukan
sesuatu yang dianggap salah oleh masyarakat, seringkali tindakan tersebut dikatakan
tidak etis atau tidak sesuai dengan etika. Etika berasal dari kata Yunani ethos yang
berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap yang baik, yang layak. Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan
tentang azas dan akhlak.
Di dalam dunia pekerjaan/profesi, tentunya sangat dibutuhkan etika. Di dalam
dunia kedokteran juga mengenal istilah etika kedokteran. Etika kedokteran merupakan
seperangkat perilaku dokter dalam hubungannya dengan pasien, sesama dokter, keluarga,
masyarakat, dan lainnya. Di dalam etika kedokteran, terdapat istilah bioetika.
Bioetik berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang berarti
norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika atau bioetika medis merupakan studi
interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi
dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang.
Awalnya bioetika dikemukakan oleh V.P Potter, munculnya konsep ini dilatarbelakangi
oleh adanya masalah-masalah yang timbul dari kecerobohan manusia seperti polusi
lingkungan yang berkembang cepat, sehingga menyebabkan lingkungan bumi beserta
sistem ekologinya berada dalam bahaya. Dalam perkembangannya bioetika cenderung
mengarah pada penanganan issu-issu tentang nilai-nilai dan etika yang timbul karena
perkembangan ilmu dan teknologi serta biomedis yang cepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin membahas tentang prinsip
dasar etika kedokteran dan penerapannya dalam pengambilan keputusan perawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penjelasan prinsip dasar etika kedokteran?
2. Bagaimana cara menentukan pengambilan keputusan perawatan kepada pasien sesuai
dengan prinsip dasar etika kedokteran?
3. Bagaimana mengkomunikasikan kepada pasien dalam menerima dan menolak
perawatan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Mampu memahami dan menjelaskan prinsip dasar etika kedokteran.
2. Mampu memahami, menjelaskan dan menentukan pengambilan keputusan perawatan
kepada pasien berdasarkan prinsip dasar etika kedokteran.
3. Mampu mengkomunikasikan kepada pasien dalam menerima atau menolak
perawatan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan tutorial ini adalah dapat
melengkapi informasi tentang prinsip dasar etika kedokteran dan penerapannya dalam
pengambilan keputusan perawatan.
1.5 Mapping
Pasien dengan perubahan warna
Pemeriksaan
Rencana Perawatan
Diagnosa
ObyektifSubyektif
Prinsip dasar etika kedokteran
Beneficence Non-maleficence Justice Autonomi
Pengambilan keputusan perawatan
MenerimaMenolak
Informed Consent
Informed Refuse
Pemeriksaan
Pasien dengan perubahan warna
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioetika
Bioetika adalah studi interdisipliner tentang problem-problem yang
ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran, baik pada skala
mikro maupun skala makro, termasuk dampaknya terhadap masyarakat luas serta sistem
nilainya, kini dan masa mendatang. Di dalam uraian mengenai bioetika dibedakannya
etika dalam 3 pengertian yaitu,
a. Etika sebagai nilai-nilai dan azas-azas moral yang dipakai seseorang atau suatu
kelompok sebagai pegangan bagi tingkah lakunya.
b. Etika sebagai kumpulan azas dan nilai yang berkenaan dengan moralitas ( apa yang
dianggap baik atau buruk). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik rumah sakit.
c. Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudt-sudut norma
dan nilai-nilai moral. (J. Guwandi, 1991)
Ada sekurangnya tiga cara melihat bioetika:
a. Bioetika deskriptif ialah pengamatan dan penafsiran deskriptif cara orang
memandang kehidupan, interaksi moral dan tanggungjawab dengan organisme
hidup dalam kehidupan mereka.
b. Bioetika preskriptif memberitahu atau berusaha mengatakan pada orang lain apa
yang baik atau jelek secara etika, dan apa prinsip-pinsip yang paling penting dalam
membuat keputusan-keputusan seperti itu. Ini dapat juga dikatakan bahwa
seseorang atau sesuatu mempunyai hak, dan orang lain mempunyai kewajiban
terhadap hak ini.
c. Bioetika interaktif ialah diskusi dan debat mengenai butir 1 dan 2 di atas antara
orang, kelompok dalam masyarakat, dan komunitas. ( Gunawan, 1992 )
2.2 Prinsip Dasar Bioetika
Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah
penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat
dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi
berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan
mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil
Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan
bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral (sering
disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika) antara lain :
1. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy)
Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus
diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan
nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau
hilang perlu mendapatkan perlindungan.
Menurut pandangan Kant yaitu otonomi kehendak sama dengan otonomi
moral yakni kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa
hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi
dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia. Sedangkan
pandangan J. Stuart Mill, otonomi tindakan/pemikiran sama dengan otonomi
individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan
keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi
pandang pribadi. Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela,
membiarkan pasien demi dirinya sendiri (sebagai mahluk bermartabat). Hal ini erat
terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan
peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended).
(Shahid, 2001)
2. Berbuat baik (beneficence)
Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan
agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya. Pengertian ”berbuat
baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi
kewajiban.Tindakan berbuat baik (beneficence). Ciri-ciri dari kaidah benefince
antaralain, alturisme, memandang sesuatu seseorang tak hanya sejauh
menguntungkan dokter, manfaat lebih besar dari pada kerugian dan menggunakan
prinsip Golden rule principle.
a. General beneficence, melindungi & mempertahankan hak yang lain,
mencegah terjadi kerugian pada yang lain, dan menghilangkan kondisi
penyebab kerugian pada yang lain.
b. Specific beneficence, menolong orang cacat, menyelamatkan orang dari
bahaya. Mengutamakan kepentingan pasien, memandang
pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah
sakit/pihak lain, dan maksimalisasi akibat baik. (Gunawan, 1992)
3. Tidak berbuat yang merugikan (Non-Maleficence)
Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil
risikonya dan paling besar manfaatnya. Sisi komplementer beneficence dari sudut
pandang pasien, seperti tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm)
pasien, minimalisasi akibat buruk kewajiban dokter untuk menganut ini
berdasarkan hal-hal :
a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang
penting
b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
c. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
d. Manfaat bagi pasien lebih besar daripada kerugian dokter (hanya mengalami
risiko minimal).
4. Keadilan (justice)
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama
dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta
perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi
perhatian utama dokter. Ciri-ciri kaidah justice yaitu memberlakukan secara
universal, menghargai hak setiap pasien dan tidak membedakan pelayanan kesehatan
yang diberikan. Jenis keadilan ada 4 yaitu, komparatif, distributive, social dan
hukum :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b. Distributif (membagi sumber): kebajikan membagikan sumber-sumber
kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan
sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani, secara material kepada seetiap
orang dengan andil yang sama, setiap orang sesuai dengan kebutuhannya,
setiap orang sesuai upayanya, setiap orang sesuai kontribusinya, dan setiap
orang sesuai jasanya.
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan bersama yaitu utilitarian dengan memaksimalkan
kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan
memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien. Libertarian dengan
menekankan hak kemerdekaan social dan ekonomi (mementingkan
prosedur adil lebih besar daripada hasil substantif/materiil). Komunitarian
dengan mementingkan tradisi komunitas tertentu. Egalitarian dengan
kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh
setiap individu rasional (sering menerapkan kriteria material kebutuhan dan
kesamaan).
d. Hukum (umum) Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan
hak-hak kepada yang berhak.pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan
untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.
(Purwadianto, 2007)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Prinsip Dasar Etika Kedokteran
3.1.1 Benefience
Dalam arti bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat
manusia, dokter tersebut harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam
kondisi sehat. Perlakuan terbaik kepada pasien merupakan poin utama dalam
kaidah ini. Kaidah beneficence menegaskan peran dokter untuk menyediakan
kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk
memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Prinsip prinsip yang
terkandung didalam kaidah ini adalah:
Mengutamakan Alturisme
Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
Tidak ada pembatasan “goal based”
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan suatu keburukannya
Paternalisme bertanggung jawab/kasih sayang
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang
orang lain inginkan
Memberi suatu resep berkhasiat namun murah
Mengembangkan profesi secara terus menerus
Minimalisasi akibat buruk
Contoh kasus beneficence:
1. Dokter gigi Bagus telah lama bertugas di suatu desa terpencil yang sangat jauh
dari kota. Sehari-harinya ia bertugas di sebuah puskesmas yang hanya ditemani
oleh seorang mantri, hal ini merupakan pekerjaan yang cukup melelahkan
karena setiap harinya banyak warga desa yang datang berobat karena
puskesmas tersebut merupakan satu-satunya sarana kesehatan yang ada. Dokter
gigi Bagus bertugas dari pagi hari sampai sore hari tetapi tidak menutup
kemungkinan ia harus mengobati pasien dimalam hari bila ada warga desa yang
membutuhkan pertolongannya. Dokter tersebut telah menerapkan prinsip
alturisme, yaitu rela berkorban.
2. Drg. Wawan kemudian meresepkan beberapa obat dan vitamin. Drg. Wawan
menjelaskan bahwa macam obat itu ada dua, yaitu obat generic dan yang paten.
Drg. Wawan juga menjelaskan bahwa obat generic yang lebih murah, namun
bukan berarti kualitasnya tidak sebaik obat paten dan obat yang mahal pun
kualitasnya belum tentu lebih baik dibandingkan obat generic. Dalam kasus ini,
drg. Wawan memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak
hanya menguntungkan seorang dokter, memaksimalisasi hak-hak pasien secara
keseluruhan, mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu kerugiannya.
3.1.2 Non Maleficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak
melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang
paling kecil resikonya bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya. Pernyataan
kunoFist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence
mempunyai ciri-ciri:
Menolong pasien emergensi
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien
Tidak memandang pasien sebagai objek
Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
Melindungi pasien dari serangan
Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
Menghindari misrepresentasi
Memberikan semangat hidup
Tidak melakukan white collar crime
Contoh kasus Non-Maleficent:
Apabila tidak dapat menyembuhkan pasien, jangan membahayakan nyawa
pasien. Bekerja sesuai standard profesi dan standard operasional prosedur.
Walaupun tindakan yang salah sepele, namun apabila dapat merugikan pasien
termasuk melanggar prinsip non maleficence.
3.1.3 Justice
Keadilan atau Justice adalah suatu prinsip dimana seorang
dokter wajib memberikan perlakuan sama rata serta adiluntuk kebahagiaan dan
kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik,
agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan
kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter terhadap
pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :
Memberlakukan segala sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang
sama
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
Menghargai hak orang lain
Menjaga kelompok rentan
Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status
social, dan sebagainya
Tidak melakukan penyalahgunaan
Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian secara adil
Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah atau tepat
Menghormati hak populasi yang sama sama rentan penyakit atau gangguan
kesehatan
Bijak dalam makroalokasi
Contoh kasus Justice antara lain sebagai berikut:
1. Drg. Peter sudah praktek d desa sumber waras selama sepuluh tahun. Selama
praktek, drg. Peter tidak membeda-bedakan pasien yang ditanganinya. Pasien
pejabat dan pasien seorang tukang becak diberlakukan sama. Baik dari
pelayanan maupun penjelasan mengenai pilihan perawatan agar pasien dapat
memilih perawatan yang terbaik untuk dirinya. Apabila pasien tidak mampu,
maka drg peter memberikan alternatif yang terbaik bagi pasien. Dalam hal ini
drg. Peter memberlakukan segala sesuatu secara universal, memberikan
kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama. Drg. Peter
juga menghargai hak sehat pasien dan tidak membedakan pelayanan terhadap
pasien atas dasar SARA, status sosial, dan sebagainya. Memberikan
kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien serta meminta
partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya.
2. Apabila ada seorang pasien datang ke praktek drg dengan HIV, maka dokter
harus tetap memberikan perawatan karena pasien HIV juga mempunyai hak
sehat, drg harus memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam
posisi yang sama. Dokter gigi haruslah memproteksi diri dengan
menggunakan masker, sarung tangan, serta alat yang tajam dan steril.
3.1.4 Autonomi
Dalam kaidah ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan
hak manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang
mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk
berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomi bermaksud
menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien
demi dirinya sendiri. Kaidah Autonomi mempunyai prinsip – prinsip sebagai
berikut:
Menghargai hak menentukan nasib sendiri
Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
Berterus terang menghargai privasi
Menjaga rahasia pasien
Menghargai rasionalitas pasien
Melaksanakan Informed Consent
Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan,
termasuk keluarga pasien sendiri
Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikann pasien
Mejaga hubungan atau kontrak
Contoh kasus Autonomy :
Seorang pasien datang dengan gigi depan yang hilang akibat kecelakaan
dan meminta dokter gigi untuk dibuatkan gigi tiruan. Kemudian dokter gigi
tersebut memberikan penjelasan tentang pilihan bahan-bahan dari yang ideal
hingga standar. Kemudian dokter gigi tersebut mengembalikan keputusan kepada
pasien untuk memilih bahan yang akan digunakan. Seorang dokter gigi tidak
boleh mengintervensi atau memaksakan kehendak pasien dalam mengambil
keputusan demi keuntungan dirinya.
3.2 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Prinsip Dasar Etika Kedokteran
- Bab I Pasal 1
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan
kepada pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan kepada pasien.
- Bab II tentang persetujuan tindakan medis
Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
secara tertulis maupun lisan.
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan
Pasal 3
1. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan
2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan
persetujuan lisan.
3. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat
untuk itu.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam
bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala
yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapa dimintakan
persetujuan tertulis.
Pasal 7
1. Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung
kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak
diminta
2. Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.
3. Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain, dan resikonya;
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
f. Perkiraan pembiayaan
Pasal 9
1. Penjelasan tentang diagnosis sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah
dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah
pemahaman
2. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan
didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter
gigi yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan tanggal,
waktu, nama, dan tanda tangan penerima penjelasan dan pemberi
penjelasan.
3. Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut
dapat merugikan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan
penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh
seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.
- Bab V tentang penolakan tindakan kedokteran
Pasal 16
1. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/ atau
keluarga terdekatnay setelah menerima penjelasan tentang tindakan
kedokteran yang akan dilakukan.
2. Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan secara tertulis
3. Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.
4. Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjadi tanggung jawab pasien.
3.3 Mengkomunikasikan kepada pasien dalam menerima atau menolak perawatan
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan
komunikasi yang digunakan:
Manfaat :• Kepuasan pasien meningkat• Kepercayaan pasien meningkat• Keberhasilan diagnosis terapi
dan tindakan medis meningkat• Meningkatkan kepercayaan diri
dan ketegaran pada pasien
Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien
Informasi yang perlu dikomunikasikan kepada pasien oleh dokter
adalah:
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
b. Diagnosis
c. Rencana perawatan, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek
samping/komplikasi.
d. Perawatan alternatif lain (kekurangan dan kelebihan masing-masing cara)
e. Prognosis
f. Dukungan (support) yang tersedia
Informasi dokter dapat diberikan kepada pasien, keluarganya atau orang
lain yang ditunjuk oleh pasien maupun keluarganya atau pihak lain yang menjadi
wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien.
Informasi yang diberikan pasien sebanyak yang pasien kehendaki, yang
dokter merasa perlu untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental
pasien dan untuk keluarga pasien sebanyak yang diperlukan agar dapat
menentukan tindakan selanjutnya. Waktu untuk menyampaikan informasi sesegera
mungkin jika kondisi dan situasinya memungkinkan. Informasi dapat disampaikan
di ruang praktik dokter, di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat, di ruang
diskusi. di tempat lain yang pantas atas persetujuan bersama pasien/keluarga dan
dokter. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui
pos, faksimile, sms, internet. Persiapan penyampaian informasi meliputi materi
yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah
disepakati oleh tim). Kemudian dokter menjajaki sejauh mana pengertian
pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan dan menanyakan kepada
pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati kesiapan
pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan.
3.4 Penjelasan Kasus Skenario
1. Beneficence
Dokter gigi tersebut harus menjelaskan bahwa warna gigi –
geligi kuning kecoklatan yang dialami pasien merupakan warna alami
gigi pasien. Aplikasi home bleaching yang dilakukan pasien
konsentrasinya kecil sehingga gigi pasien tidak berubah warna. Dokter
gigi tersebut menyarankan agar gigi yang mengalami atrisi dan abrasi di
restorasi dengan menggunakan restorasi komposit dan menjelaskan dan
menangani kebiasaan buruk bruxism pasien.
2. Non Maleficence
Dokter gigi menjelaskan bahwa apabila menggunakan in-office
bleaching dengan konsentrasi yang besar memang mengubah warna gigi,
namun akibat dari konsentrasi bahan bleaching yang besar menyebabkan
mikroporositas yang akan menyebabkan stain mudah melekat dan cepat
merubah warna gigi kembali kuning serta menyebabkan terjadinya
sensitivitas. Menyarankan untuk merestorasi gigi yang mengalami atrisi
dan abrasi serta menghilangkan kebiasaan buruknya.
3. Justice
Apabila pasien tetap menginginkan merubah warna giginya
maka doker gigi menyarankan dilakukan veneer untuk merestorasi atrisi
dan abrasi serta menutupi giginya yang kuning kecoklatan. Dokter gigi juga
harus menjelaskan kekurangan dari veneer karena mengurangi jaringan
sehat. Dokter gigi dalam hal ini telah menerapkan prinsip justice yaitu
mengembalikan hak kepada pemiliknya, menghargai hak orang lain, dan
memberikan kontribusi relatif sama dengan kebutuhan pasien.
4. Autonomy
Apabila pasien tetap menginginkan merubah warna giginya
maka doker gigi menyarankan dilakukan veneer untuk merestorasi atrisi
dan abrasi serta menutupi giginya yang kuning kecoklatan. Apabila pasien
tetap menginginkan di bleaching, dokter gigi berhak menolak dan
menyarankan untuk mencari second opinion. Dokter gigi juga masih dapat
menerima permintaan pasien untuk di bleaching karena tindakan tersebut
tidak membahayakan nyawa pasien.
BAB IV
KESIMPULAN
Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya
memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga
memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang. Prinsip dasar
etika kedokteran (Bioetika) ada 4 antara lain beneficence, non maleficence, justice
dan autonomy. Dari keempat prinsip tersebut semua berkedudukan sama, apabila
menentukan suatu perawatan harus mempertimbangkan dari keempat prinsip
tersebut dan memilih satu perawatan yang terbaik untuk pasien. Pada kasus di
scenario dokter dapat menolak perawatan dan meminta pasien untuk mencari
second opinion, namun dokter masih bias melaksanakan karena tidak
membahayakan nyawa pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, M.Chrisdiono. 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan
Zaman. Jakarta : EGC
Gunawan, 1992. Memahami Etika Kedokteran. Yogyakarta : Kanisius
Hanafiah, Jusuf. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC
J. Guwandi, 1991. Etika dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbitan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Purwadianto, Agus. 2007. Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilemma Etik dan
Penyelesaian Kasus Konkrit Etik, dalam bahan bacaan Program Non Gelar. Jakarta : Blok
II Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia