Download - Hernia Nukleus Pulposus
Hernia Nukleus Pulposus ( HNP )
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kira-kira 80% penduduk seumur hidup pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah.
Pada setiap saat lebih dari 10 % penduduk menderita nyeri pinggang. Insidensi nyeri
pinggang di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total populasi, yang
sebagian besar merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik, termasuk tipe benigna.
Penelitian kelompok studi nyeri PERDOSSI Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri
pinggang sebesar 18,37% dari seluruh pasien nyeri.
Studi populasi di daerah pantai utara Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada pria
dan 13,6% pada wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang insidensinya
sekitar 5,4 – 5,8%, frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun.
Biasanya nyeri pinggang membutuhkan waktu 6-7 minggu untuk penyembuhan baik
terhadap jaringan lunak maupun sendi, namun 10% diantaranya tidak mengalami perbaikan
dalam kurun waktu tersebut. Hal ini pastilah sangat mengganggu, bukan hanya menimbulkan
rasa tidak nyaman atau sakit, tapi juga menghambat produktifitas di kehidupan sehari-hari.
Nyeri punggung bawah merupakan gejala, bukan suatu diagnosis. Nyeri punggung
merupakan kelainan dengan berbagai etiologi dan membutuhkan penanganan simtomatis
serta rehabilitasi medik. Banyak sekali penyebab nyeri pinggang pada manusia, bisa karena
infeksi pada otot atau tulang belakang, trauma atau benturan yang hebat pada pinggang,
kelainan pada tulang belakang, dll. Salah satu yang cukup sering menyebabkan nyeri
pinggang adalah yang dinamakan Herniated Nucleus Pulposus (HNP).
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI) adalah
suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis
vertebralis (protrusi diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang diakibatakan oleh
menonjolnya nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus yang menyebabkan kompresi
pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah lumbal dan servikal sehingga menimbulkan
adanya gangguan neurologi (nyeri punggung) yang didahului oleh perubahan degeneratif
pada proses penuaan.
B. ANATOMI
Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal
sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut
(shock absorber).
Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu:
1. Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
· Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilangkonsentris
mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per
(coiled spring)
· Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
· Daerah transisi.
Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil sehingga
pada ruang intervertebra L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan
mudah terjadinya kelainan didaerah ini.
2. Nucleus Pulposus
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic
long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat
higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan
tekanan/beban. Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai
dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam
nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastic.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1. Mobilitas
daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi. Diperkirakan hampir
57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1. Daerah lumbal terutama
L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal posterior hanya separuh
menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero
lateral.
C. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu
lama.
3 Sering membungkuk.
4 Posisi tubuh saat berjalan.
5 Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6 Struktur tulang belakang.
7 Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.
D. EPIDEMIOLOGI
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6 dan
paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja
tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Dengan insidens Hernia
lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia servikalis sekitar 5-10%.
E. PATOFISIOLOGI
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di
anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan
stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala
ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun
tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis
atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural
atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus
menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan
dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya
ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula pada tingkat L2 dan terus kebawah
sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan
menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Patofisiologi HNP
F. KLASIFIKASI
1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi
perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang.
Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong
ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi,
nucleus menonjol keluar sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis
vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus,
biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai
menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf.
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma
vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot
leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini
melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan
C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf.
Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada
kerusakan kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya terdiri
dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya
anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya
mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love dan
schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thorakal
paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit
atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
G. MANIFESTASI KLINIS
o Ischialgia. Nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke bawah
lutut.
Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus sampai ke
tungkai.
o Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal.
o Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon
patella (KPR) dan Achilles (APR).
o Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi
dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang
memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
o Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat, membungkuk
akibat bertambahnya tekanan intratekal.
o Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada
sisi yang sehat.
Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan LBP dan nyeri yang
dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi:
1. Tes laseque
2. Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan
menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
3. Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
4. Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
5. Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP.
Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada HNP.
Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang mencakup 90%
kejadian HNP. Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang jarang di L2-
3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik saja.
Gejala masing-masing tipe HNP berbeda-beda :
a. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik
kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan,
hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis.
Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2
prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan tungkai. “Low back pain”
ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan
secara refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk
skilosis lumbal.
Syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :
1. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
3. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
1. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai yang sakit, pada
tungkai ini timbul nyeri.
2. Tess Naffziger : Penekanan pada vena jugularis bilateral.
3. Tes Lasegue
4. Tes Valsava
5. Tes Patrick
6. Tes Kontra Patrick
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan bawah.
Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus ekstensor
kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.
b. Hernia servicalis
- Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
- Atrofi di daerah biceps dan triceps
- Refleks biceps yang menurun atau menghilang
- Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.
c. Hernia thorakalis
- Nyeri radikal
- Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis
- Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia
H. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
· Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
· Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
· Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor risiko yang dapat dirubah
· Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang
berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik yang berat,
paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
· Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat
dalam jangka waktu yang lama.
· Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk
menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
· Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain
pada punggung bawah.
· Batuk lama dan berulang
I. GAMBARAN RADIOLOGIS
Dapat dilihat hilangnya lordosis lumbal, skoliosis, penyempitan intervertebral, “spur
formation” dan perkapuran dalam diskus.
Bila gambaran radiologik tidak jelas, maka sebaiknya dilakukan punksi lumbal yang
biasanya menunjukkan protein yang meningkat tapi masih dibawah 100 mg %.
J. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum, pemeriksaan
neurologik dan pemeriksaan penunjang. Adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan
berulang, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya
herniasi. Diagnosa pada hernia intervertebral , kebocoran lumbal dapat ditemukan secepat
mungkin. Pada kasus yang lain, pasien menunjukkan perkembangan cepat dengan
penanganan konservatif dan ketika tanda-tanda menghilang. Myelografi merupakan penilaian
yang baik dalam menentukan suatu lokalisasi yang akurat.
1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan dan bagaimana mulai timbulnya, lokasi
nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang
memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga
penderita penyakit yang sama. Adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan
berulangkali, timbulnya low back pain.Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya
herniasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
o Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
o Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada
tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi
diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal
tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di
sebelahnya (jackhammer effect).
o Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke
depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang
meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada
sisi yang sama.
Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan
psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada
ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus
sambil melihat respons pasien. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis
dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain
memfokuskan pada kelainan neurologis.
Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2
dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks
ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi
untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan
miotom yang mempersarafinya.
Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam
membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan
sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
3. Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED), kadar
Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan Radiologis :
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai
penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor
spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu
posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas
dan kemungkinan karena kelainan tulang.
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai
prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG
untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila:
o vertebra dan level neurologis belum jelas
o kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
o untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
o kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
K. DIAGNOSIS BANDING
1 Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang berprotein tinggi. Hal
ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
2. Arthiritis
3. Anomali colum spinal.
L. TERAPI
a. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik pasien
dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. 90% pasien
akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya sisanya yang membutuhkan pembedahan.
Terapi konservatif untuk HNP meliputi:
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama yang
dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah.
Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan
punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan
memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.
2. Medikamentosa
· Analgetik standar (parasetamol, kodein, dan dehidrokodein yang diberikan tersendiri atau
kombinasi).
· NSAID : penghambat COX-2 (ibuprofen, naproxen, diklofenak) dan penghambat COX-2
(nabumeton, etodolak, dan meloxicam).
· Analgesic kuat : potensi sedang (meptazinol dan pentazosin), potensi kuat (buprenorfin,
dan tramadol), dan potensi sangat kuat (diamorfin dan morfin).
· Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat dipertimbangkan
pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi
3. Terapi fisik
4. Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat.
Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan korset
saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.
5. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk
nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
6. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai penyangga korset dapat
mengurangi beban pada diskus serta dapat mengurangi spasme.
7. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada punggung seperti jalan
kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan
bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan
jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga
aliran darah semakin meningkat.
8. Latihan kelenturan
Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra lumbosakral tidak
sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai keluhan “kencang”. Latihan
untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat posisi meringkuk seperti bayi dari posisi
terlentang. Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan posisi knee-
chest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung teregang, dilakukan fleksi bertahap
punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher dan membawa dagu ke dada. Dengan
gerakan ini sendi akan mencapai rentang maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3
kali gerakan, 2 kali sehari.
9. Latihan penguatan
· Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan belakang dari posisi
berbaring.
· Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan kembali diluruskan
dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser tumit).
· Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut dan punggung
fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan pada lantai dan panggul
diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan tangan yang bertumpu pada lantai. Latihan
ini untuk meningkatkan lordosis vertebra lumbal.
· Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm, kemudian
punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari dinding sehingga punggung
menekan dinding. Latihan ini untuk memperkuat muskulus kuadriseps.
· Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting karena otot
hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral termasuk pada
anulus diskus posterior, ligamen dan otot erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi duduk,
kaki lurus ke depan dan badan dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan
ini dapat dilakukan dengan berdiri.
· Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada 2 kaki,
kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan ini dilakukan 10
kali.
· Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut, meluruskan kaki
yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan tahan selama 1-5 detik.
Turunkan kaki secara perlahan. Latihan ini diulang 10 kali.
Proper body mechanics: Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik
untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak dan
lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
o Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir
tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan
berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha
untuk membantu posisi berdiri.
o Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser
posisi panggul.
o Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak jongkok,
punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut. Dengan
punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang
diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan kaki
harus berubah posisi secara bersamaan.
o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan wc
duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung saat
bangkit.
Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara teratur maka
diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak 20-40%.
b. Terapi Operatif
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit
neurologik.
Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
· Defisit neurologik memburuk.
· Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
· Paresis otot tungkai bawah.
· Terapi Konservatif gagal
1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis
spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi
dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra
4. Disektomi dengan peleburan : Graf tulang (Dari krista illaka atau bank tulang) yang
digunakan untuk menyatukan dengan prosessus spinosus vertebrata. Tujuan peleburan spinal
adalah untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi kekambuhan.
Berdasar lokasi herniasi penatalaksanaan dapat dibedakan menjadi :
a. Hernia Lumbosacralis
Pada fase akut, pasien tidur diatas kasur yang keras beralaskan papan dibawahnya.
Traksi dengan beban mulai 6 Kg kemudian berangsur-angsur dinaikkan 10 Kg. pada hernia
ini dapat diberikan analgetik salisilat
b.Hernia Servicalis
Untuk HNP sevicalis, dapat dilakukan traksi leher dengan kalung glisson, berat
beban mulai dari 2 Kg berangsur angsur dinaikkan sampai 5 Kg. tempat tidur dibagian kepala
harus ditinggikan supaya traksi lebih efektif.
Untuk HNP yang berat, dapat dilakukan terapi pembedahan pada daerah yang
rekuren. Injeksi enzim chympapim kedalam sendi harus selalu diperhatikan.
M. KOMPLIKASI
1) Kelemahan dan atrofi otot
2) Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
3) Kehilangan kontrol otot sphinter
4) Paralis / ketidakmampuan pergerakan
5) Perdarahan
6) Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
N. PROGNOSIS
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu perawatan yang
praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi motorik dapat menyebabkan atrofi
otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.
KESIMPULAN
Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI) adalah
suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis
vertebralis (protrusi diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang diakibatakan oleh
menonjolnya nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus yang menyebabkan kompresi
pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah lumbal dan servikal sehingga menimbulkan
adanya gangguan neurologi (nyeri punggung) yang didahului oleh perubahan degeneratif
pada proses penuaan.
HNP dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu hernia lumbosacralis, hernia
thoracalis, dan hernia cervicalis. Masing-masing hernia tersebut memiliki gejala yang
berbeda-beda, tergantung dari radix syaraf yang lesi. Namun, gejala yang paling sering
adalah ischialgia, nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar, berdenyut, dan menjalar
sampai bawah lutut.
Untuk penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis
umum, pemeriksaan neurologik, dan pemeriksaan penunjang. Adapun beberapa pemeriksaan
penunjang yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, MRI, CT Scan, mielogram,
elektromiografi