Download - Cr Ulkus Metro
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang
berpotensi menyebabkan kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan secara
langsung.
Di Indonesia gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah
kesehatan. Survey Kesehatan Indera tahun 1993 – 1996 menunjukkan 1,5%
penduduk Indonesia mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (0,78%),
glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) gangguan retina (0,13%), kelainan
kornea, (0,10%) dan penyakit mata lain-lain (0,15%).
Kelainan kornea yang dimaksud, termasuk ulkus kornea. di Indonesia
insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk, sedangkan
predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, infeksi,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel,
perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor lima
di Indonesia. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis
atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan
meninggalkan jaringan parut yang luas yang akhirnya mengarah pada kebutaan
fungsional. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya
bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Ds. Purwodadi RT 16
Kunjungan Poli : 11-02-2014
II. ANAMNESA
Dilakukan autoanamnesa pada 11 Februari 2015
Keluhan utama : Penglihatan mata kiri kabur disertai mata merah sejak 6
bulan yang lalu
Keluhan tambahan : Melihat pelangi di sekitar cahaya
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Enam bulan yang lalu penderita mengeluh mata kirinya terkena pasir saat
sedang bekerja. Pasien menggosok-gosok matanya dan kemudian
merasakan mata kirinya menjadi merah, nyeri, gatal dan berair. Keluhan ini
terus berlangsung selama 1 minggu. Pasien pergi berobat ke dokter spesialis
mata dan keluhan di mata kirinya menghilang setelah menggunakan obat
tetes mata selama 1 minggu. Namun, setelah itu pasien merasakan ada bintik
putih di tengah pupil mata kirinya yang semakin lama semakin besar. Sejak
adanya bintik putih ini pasien merasakan pandangannya agak kabur dan
melihat pelangi di sekitar cahaya. Saat ini keluhan mata merah (+), mata
terasa nyeri (-), mata berair (+), belekan (-).
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
.
V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada riwayat hipertensi ataupun diabetes di dalam keluarganya.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Respirasi : 20x/mnt
Suhu : 36,5 oC
Status oftalmologis :
DEXTRA SINISTRA
6/6 VISUS 6/60
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Dalam batas normal Supersilia Dalam batas normal
Edema (-), spasme (-) Palpebra superior Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) Palpebra inferior Edema (-), spasme (-)
Dalam batas normal Silia Dalam batas normal
Orthoforia (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Bulbus oculi
Orthoforia (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Baik ke segala arah Gerakan bola mata Baik ke segala arah
Injeksi Konjungtiva (-) Conjungtiva bulbi Injeksi Konjungtiva (+)
Sekret (-) Conjungtiva fornices Sekret (-)
Hiperemis (-)
Sikatrik (-)Conjungtiva palpebra
Hiperemis (-)
Sikatrik (-)
Siliar injeksi (-) Sclera Siliar injeksi (-)
Jernih, infiltrat (-),
Ulkus (-)Cornea Keruh
Ulkus (+) ϴ 2mm
Kedalaman cukup,
beningCamera oculi Anterior
Kedalaman cukup,
bening
Gambaran Kripta Baik,
warna coklatIris
Gambaran Kripta Baik,
warna coklat
Bulat, regular, sentral,
ϴ 3 mm, reflek cahaya
(+)
Pupil
Bulat, regular, sentral,
ϴ 3 mm, reflek cahaya
(+)
Jernih Lensa Jernih
Tidak diperiksa Fundus refleks Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Corpus vitreum Tidak diperiksa
T dig N Tensio oculi T dig N
Dalam batas normal Sistem canalis Lacrimalis Dalam batas normal
Gambar 1. Pemeriksaan Fisik pada Oculi Dextra
Gambar 2. Pemeriksaan Fisik pada Oculi Dextra dan Sinistra
VII. RESUME
Enam bulan yang lalu penderita mengeluh mata kirinya terkena pasir saat
sedang bekerja. Pasien menggosok-gosok matanya dan kemudian
merasakan mata kirinya menjadi merah, nyeri, gatal dan berair. Keluhan ini
terus berlangsung selama 1 minggu. Pasien pergi berobat ke dokter spesialis
mata dan keluhan di mata kirinya menghilang setelah menggunakan obat
tetes mata selama 1 minggu. Namun, setelah itu pasien merasakan ada bintik
putih di tengah pupil mata kirinya yang semakin lama semakin besar. Sejak
adanya bintik putih ini pasien merasakan pandangannya agak kabur dan
melihat pelangi di sekitar cahaya. Saat ini keluhan mata merah (+), mata
terasa nyeri (-), mata berair (+), belekan (-).
Status oftalmologis
(OD) (OS)
Visus : 6/6 3/60
Conjungtiva bulbi : Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (+)
Cornea : Jernih Keruh, ulkus ø 2mm
putih (sentral)
VIII. DIAGNOSIS KERJA
OS Ulkus kornea
IX. DIAGNOSIS BANDING
Keratitis bacterial
Keratitis jamur
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
Slit Lamp Biomikroskop
Kultur dari goresan ulkus kornea
XI. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Pemberian sikloplegik : SA 1% 3 kali per hari.
Pemberian antibiotik Broad Spectrum dan anti jamur sebelum hasil uji
resistensi keluar : Ceftriaxone forte per 15 menit, Natamicin / jam, Tobro
/ jam, Fungicid tiap 3 jam, Diflucan tiap 30 menit.
Apabila tidak sembuh di rencanakan untuk keratoplasti.
2. Non-medikamentosa
Jangan memegang atau menggosok-gosok mata.
Menggunakan kacamata atau topi jika keluar
XII. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Kornea
a. Embriologi Kornea
Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitif, yaitu ektoderm,
neuroektoderm dan mesoderm. Kornea dibentuk dari lapisan nureal crest
cell yang merupakan derivat dari ektoderm.
Pada akhir dari minggu ke 6 gestasional, kornea telah terdiri dari 3
lapis, yaitu lapisan epitel skuamosa superfisial dengan sel basal yang
berbentuk kubus, lapisan stroma dan laisan set endotel. Pada bulan ke
empat, lapisan Bowman dan descement mulai terlihat. Saat lahir ukuran
diameter kornea mencapai 10,00 mm dan terus berkembang kemudian
berhenti ketika telah berusia 1 tahun.
Gambar 4. Gambar kornea dan bagian-bagian di sekitar kornea (tampak samping)
b. Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
Kornea
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleraris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi,
dan diameternya sekitar 12,5 mm dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea
disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan
refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea oedema karena suatu sebab,
maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar
sehingga penderita akan melihat halo.
Gambar 5. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam:
1. Lapisan epitel
-Tebalnya 40 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
-Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom
dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
-Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
-Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
-Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari
lapisan fibril kolagen yang tersusun secara random.
-Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter. Bila terjadi luka yang
mengenai bagian ini maka akan digantikan dengan jaringan parut
karena tidak memiliki daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
-Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. Jenis kolagen
yang dibentuk adalah tipe I, III dan VI.
-Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga kandungan air
di stroma sebesar 78%.
4. Membran Descement
-Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
-Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.
- Sel endotel mempunyai fungsi transport aktif air dan ion yang
menyebabkan stroma menjadi relatif dehidrasi sehingga terut
menjaga kejernihan kornea.
Gambar 6. Potongan Melintang Kornea
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan
supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong
di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh
strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau
keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang
bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata
prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik;
proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang
menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan
keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut
lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui
stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut
lemak dan larut air sekaligus.
2. Ulkus Kornea
a. Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang
dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi menyebabkan kebutaan
yang membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.
b. Etiologi
1) Infeksi
- Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya
sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas
menunjukkan infeksi P aeruginosa.
- Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
- Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga
terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
- Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai
larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada
bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.
2) Noninfeksi
- Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka
akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Trauma kimia asam adalah
trauma pada kornea dan konjungtiva yang disebabkan karena adanya
kontak dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan
kerusakan permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen anterior
yang cukup parah serta kerusakan visus permanen baik unilateral
maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya akan
mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun bila
penetrasi lebih dalam dapat membahayakan visus. Asam sulfat
merupakan penyebab paling sering dari seluruh trauma kimia asam.
Asam bereaksi dengan air mata yang melapisi kornea dan
mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel
kornea. Semua asam cenderung untuk mengkoagulasi dan
mengendapkan protein. Sel-sel terkoagulasi pada permukaan
berfungsi sebagai penghalang relatif pada penetrasi asam yang lebih
parah. Protein jaringan juga memiliki efek buffer pada asam, yang
berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar asam.
Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea. Trauma basa biasanya lebih
berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua
sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat mengijinkan mereka
secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata
depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan
menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan
suatu sawar perlindungan agar asam tidak penetrasi lebih dalam.
Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda dapat menyebabkan
kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi secara cepat,
dan dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat menembus ke dalam
bilik mata depan dalam waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini dapat
terjadi edema kornea karena adanya kerusakan dari epitel,
glikosaminoglikan, keratosit, dan endotel, sehingga aquos humor
dari bilik mata anterior dapat masuk kedalam kornea. Selain itu
karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi berkurang sehingga
menyebabkan tidak terjadinya reepitelisai kornea dan pada akhirnya
dapat timbul sikatrik pada kornea.
- Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
- Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.
- Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
- Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
- Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
- Pajanan (exposure)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup
dibasahi dan dilindung oleh palpebra.
- Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri.
Pada keadaan ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek
mengedip hilang. Benda asing pada kornea bertahan tanpa
memberikan keluhan selain daripada itu kuman dapat berkembang
biak tanpa ditahan daya tahan tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan
stroma kornea sehingga menjadi ulkus kornea.
3) Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
- SLE
SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi
okular di segmen anterior dan posterior, termasuk keratitis sicca,
episkleritis, ulkus kornea, uveitis, dan vasculitis retina.
- Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering
melibatkan permukaan okular. Pasien dengan RA berat sering hadir
dengan ulserasi progresif indolen dari kornea perifer atau pericentral
dengan peradangan minimal yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan perforasi kornea.
c. Epidemiologi Ulkus Kornea
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, infeksi dan kadang-kadang tidak di
ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis
diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian
ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan
selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea
seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus
kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan
karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga
meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.
d. Klasifikasi Ulkus Kornea
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1) Ulkus kornea sentral
a) Ulkus kornea bakterialis
Ulkus Streptokokus :
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpiginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar
ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin
yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus :
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak
diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat
hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Gambar 7. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Pseudomonas :
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral
ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyebaran
ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan
kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang
bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat
terlihat hipopion yang banyak.
Gambar 8. Ulkus Kornea Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus :
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi
ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen.
Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna
kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering
terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak
kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya
sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti
bila ditemukan dakriosistitis.
Gambar 9. Ulkus Kornea Bakterialis dengan hipopion
b) Ulkus kornea fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi
jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-
abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan
terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik.
Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak kadang-kadang
dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida
bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi
neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar
disertai hipopion.
Gambar 10. Ulkus Kornea Fungi
c) Ulkus kornea virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster :
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala
ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma.
Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan
dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu
kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan
rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan
infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex :
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat
terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan
tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel
di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau
bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal
kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel.
Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai
dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.
Gambar 11. Ulkus Kornea Dendritik
Gambar 12. Ulkus Kornea Herpetik
d) Ulkus kornea acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah
ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.
Gambar 13. Ulkus Kornea Acanthamoeba
2) Ulkus kornea perifer
a) Ulkus marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel
berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat
pada infeksi stafilococcus, toksik atau alergi dan gangguan sistemik
pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-
lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral.
Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus
eritromatosis dan lain-lain.
Gambar 14. Ulkus Marginal
b) Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea
kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis,
virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata.
Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea
dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang
sentral.
A
B
C
Gambar 15. Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B : Gambaran lanjut Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)
c) Ulkus cincin (ring ulcer)
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat
ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus,
bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus
marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu
menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.
Gambar 16. Ulcer Ring
e. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab
susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan
cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan
dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan
bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama
bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi
dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit
dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus
ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang
timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah
infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang
akan menyebabkan terjadinya sikatrik.
f. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
i. Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan
lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion
g. Diagnosis Ulkus Kornea
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit
kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes
simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada
kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
- Ketajaman penglihatan
- Tes refraksi
- Pemeriksaan slit-lamp
- Keratometri (pengukuran kornea)
- Respon reflek pupil
- Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Gambar 17. Ulkus Kornea dengan fluoresensi
- Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Gambar 18. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 19. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes simpleks
Gambar 20. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes zoster
A BGambar 21. A. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri , B : Pewarnaan gram ulkus
kornea akantamoeba
h. Penatalaksanaan Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
- Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
- Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
- Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
- Berikan analgetik jika nyeri
Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus
diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan
yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A,
vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan
kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa,
dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang
disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan
ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C.
Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi
dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-
baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik.
Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2
minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis
yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya
: topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,
thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan
sulfa, berbagai jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik
spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat
indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif
karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman
penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih
tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
Kauterisasi
a. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik,
larutan murni trikloralasetat
b. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter
atau termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung
alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir
ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat
tidak menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti
cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak
mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan
nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi
spontan berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat.
Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila
perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka
dapat dilakukan :
- Iridektomi dari iris yang prolaps
- Iris reposisi
- Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
- Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah
berlangsung lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas
irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 22. Ulkus kornea perforasi (jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat
pada kornea ditepi perforasi)
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas
tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan
kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu:
a. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 23. Keratoplasti
i. Komplikasi Ulkus Kornea
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
c. Prolaps iris
d. Sikatrik kornea
e. Katarak
f. Glaukoma sekunder
j. Prognosis Ulkus Kornea
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan
ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan
serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan
obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi
pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan
dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis
sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial
yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama,
tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan
fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur
dan mata terasa berair serta merah. Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri,
kebanyakan lesi kornea, superfisial, maupun dalam (benda asing kornea, abrasi
kornea, phlyctenulae, keratitis interstisial), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela
bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak
mengaburkan, terutama kalau letaknya di sentral. Meskipun mata berair dan
fotofobi umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada sekret mata
kecuali pada ulkus bakteri purulen.
.Tukak (ulkus) kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea. Dikenal dua bentuk pada kornea yaitu sentral
dan marginal atau perifer. Tukak kornea akan memberikan gejala mata merah,
sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.
Tukak kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang
merusak epitel kornea. Pada kasus ini, pasien mengaku kalau sebelum ada keluhan
mata pasien sebelah kiri kemasukan pasir dan kemudian digosok-gosok oleh
pasien dengan tangannya. Epitel kornea merupakan sawar yang efisien terhadap
masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera,
stroma yang avaskuler dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh
berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba dan jamur. Bakteri yang sering
mengakibatkan tukak kornea adalah Streptokokus alfa hemoliticus,
Staphylococcus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas
aeruginosa, Nocardia asteroides, Streptococcus anaerobik, Streptococcus beta
hemolitikus, Proteus sp, Staphylococcus epidermidis.
Dari pemeriksaan fisik diketahui bahwa ulkus yang terbentuk terletak di
tengah kornea mata kiri (sentral), berbentuk bulat irreguler, dan terdapat infiltrat.
Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus akibat infeksi bakteri. Lesi terletak di
sentral, jauh dari limbus yang bervaskuler. Tukak kornea akan memberikan
kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi
pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau di tengahnya.
Biasanya kokus gram positif, staphilococcus aureus dan
streptokokus pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas,
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada tukak yang supuratif.
Bila tukak disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu dikelilingi
infiltrat halus disekitarnya (fenomena satelit). Dari gejala dan ciri-ciri klinis yang
terlihat diduga ulkus yang terbentuk tersebut disebabkan oleh bakteri. Namun
demikian untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang lain
seperti kultur dan pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan jamur dilakukan
dengan sediaan hapus. Pengobatan umumnya untuk tukak kornea adalah
siklopegik, antibiotika yang sesuai topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat
bila mengancam perforasi.
Pada pasien ini karena keluhan sudah berlangsung kurang lebih 6 bulan
maka prognosis bagi fungsi penglihatan (quo ad functionam) adalah dubia ad
malam. Obat-obatan tidak dapat mengembalikan fungsi penglihatan pasien
menjadi normal, hanya mengurangi gejala mata merah dan berair. Sedangkan,
keluhan penglihatan mata kiri kabur dan melihat pelangi di sekitar cahaya akan
tetap ada karena ulkus pada kornea akan menetap sebagai jaringan sikatrik yang
mengganggu masuknya cahaya yang masuk ke mata.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas S. 2010.Trauma Kimia. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Ilyas S. 2010. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Perdami. 2006. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum & Mahasiswa
Kedokteran, Perdami.
Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia. 2002. Ulkus Kornea dalam :
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, Edisi ke 2,
Penerbit Sagung Seto, Jakarta.
Riordan, P, dkk. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Jakarta;
EGC.
Suhardjo, Widodo F, Dewi MU. 2007. Artikel Tingkat Keparahan Ulkus
Kornea di RS Dr. Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Bagian SMF
Penyakit Mata RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
Wijana. N. 1989. Ulkus Kornea, Dalam: Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4,
Jakarta
Voughan & Asbury. 2010. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC.