latar belakang - data center -...

143
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan dan Gizi memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Hubungan gizi dengan pembangunan bersifat timbal balik, yang artinya bahwa gizi akan menentukan keberhasilan suatu bangsa, begitupula sebaliknya kondisi suatu bangsa dapat mempengaruhi status gizi masyarakatnya. Gizi dalam kaitannya dengan pembangunan suatu bangsa berkaitan dengan sumber daya manusia, karena gizi sebagai sentra untuk pembangunan manusia. Dimensi pembangunan bangsa diarahkan pada upaya kebijakan dan program yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang unggul. Oleh karena itu salah satu prioritas pembangunan adalah pembangunan karakter bangsa, yang tentunya ditentukan pula oleh kecukupan pangan dan gizi. Masalah pangan dan gizi merupakan masalah pokok yang mendasari seluruh kehidupan dan pembangunan bangsa. Masalah ini adalah masalah yang harus selalu mendapat perhatian ekstra dari pemerintah dan kita semua tentunya sebagai warga negara. Akar permasalahan pangan dan gizi sebenarnya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, ketidak pedulian (ignorance), distribusi bahan pangan yang buruk. Demikian pentingnya pangan dan gizi bagi kehidupan masyarakat, maka tersedianya harus dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi humanistik masyarakat, yaitu hidup maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin. 1

Upload: vumien

Post on 14-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan dan Gizi memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa.

Hubungan gizi dengan pembangunan bersifat timbal balik, yang artinya bahwa gizi akan

menentukan keberhasilan suatu bangsa, begitupula sebaliknya kondisi suatu bangsa dapat

mempengaruhi status gizi masyarakatnya. Gizi dalam kaitannya dengan pembangunan suatu

bangsa berkaitan dengan sumber daya manusia, karena gizi sebagai sentra untuk

pembangunan manusia.

Dimensi pembangunan bangsa diarahkan pada upaya kebijakan dan program yang

dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia-

manusia Indonesia yang unggul. Oleh karena itu salah satu prioritas pembangunan adalah

pembangunan karakter bangsa, yang tentunya ditentukan pula oleh kecukupan pangan dan

gizi.

Masalah pangan dan gizi merupakan masalah pokok yang mendasari seluruh

kehidupan dan pembangunan bangsa. Masalah ini adalah masalah yang harus selalu

mendapat perhatian ekstra dari pemerintah dan kita semua tentunya sebagai warga negara.

Akar permasalahan pangan dan gizi sebenarnya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, ketidak

pedulian (ignorance), distribusi bahan pangan yang buruk. Demikian pentingnya pangan dan

gizi bagi kehidupan masyarakat, maka tersedianya harus dapat dijamin dalam kualitas

maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi humanistik masyarakat, yaitu hidup

maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin.

Permasalahan pangan dan gizi Indonesia khususnya di Provinsi Kalimantan timur

seperti kurangnya perbaikan Gizi Masyarakat terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil dan

anak, kurangnya peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam, kurangnya peningkatan

pengawasan mutu dan keamanan pangan, kurangnya peningkatan perilaku hidup bersih dan

sehat (PHBS) serta kurangnya penguatan kelembagaan pangan dan gizi.

Untuk mencapai status perbaikan gizi dan pangan nasional peran pemerintah saja tidak

cukup, karena proses pengawasan dan pendanaan yang setingkat nasional tidaklah mudah.

Disini peran daerah diperlukan untuk dapat melaksanakan maupun menginovasikan program

gizi dan pangan. Pemerintah daerah yang dianggap lebih memahami permasalahan

daerahnya dituntut akan inovasinya serta jalinan hubungan kemitraan dengan swasta. Oleh

1

karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari berbagai sektor

yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi. Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD PG)

Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-2018 akan dilakukan revisi kembali dengan

mengedepankan kesesuaian dengan perencanaan baik secara horizontal maupun vertikal

dengan dokumen RPJMN 2015-2019 dan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN PG)

2015-2019. Selain itu RAD PG ini juga tetap disusun atas dasar partisipasi multisektor; dan

diharapkan integrasi yang baik antar program, keleluasaan dalam penganggaran, dan

kapasitas kelembagaan yang kuat dalam menjawab tantangan sebagai upaya pencapaian

ketahanan pangan dan nutrisi.

Penyusunan dokumen Revisi Rencana Aksi Pangan dan Gizi Provinsi Kalimantan Timur

Tahun 2014-2018 melibatkan berbagai SKPD maupun instansi yaitu Balai Besar Pengawasan

Obat dan Makanan, Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan &

Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan

Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Biro Hukum Sekretariat Daerah

Provinsi Kalimantan Timur, serta Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda.

1.2 Maksud dan TujuanTujuan penyusunan Revisi RAD Pangan dan Gizi Provinsi Kalimantan Timur 2014-2018

ini adalah sebagai panduan, arahan, bagi seluruh pemangku kepentingan pada tataran provinsi

maupun kabupaten dan kota serta masyarakat untuk berperan serta aktif dalam upaya

mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sesuai dengan visi dan misi yang tertuang dalam

RPJMD Provinsi Kaltim Tahun 2013-2018 dalam rangka meningkatkan perbaikan Gizi

Masyarakat terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil dan anak, Peningkatan aksesibilitas pangan

yang beragam, Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan, peningkatan perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) serta penguatan kelembagaan pangan dan gizi. Dalam

dokumen ini akan direvisi terkait updating data, analisa data terhadap buku laporan RAD PG

yang telah disusun sebelumnya serta kesesuaian terhadap dokumen perencanaan RAN PG

2015-2019, RPJMN 2015-2019,serta RPJMD Kalimantan Timur 2013-2018 dan Renstra SKPD

terkait.

2

Berdasarkan maksud diatas, dalam rangka meningkatkan kontribusi yang optimal untuk

mewujudkan ketahanan pangan dan gizi Kalimantan Timur, maka tujuan Revisi RAD-PG

Kalimantan Timur Tahun 2014-2018 adalah sebagai berikut :

a. Mengintegrasikan dan menyelaraskan peran setiap stakeholders baik dari aspek

perencanaan, program, serta kegiatan dalam melaksanakan rencana aksi pangan dan gizi;

menetapkan prioritas penanganan masalah pangan dan gizi; maupun memantau dan

mengevaluasi pembangunan pangan dan gizi

b. Meningkatkan komitmen setiap stakeholders dalam menjalankan pembangunan pangan

dan gizi secara terpadu dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan gizi yang

berkelanjutan

c. Sebagai panduan bagi kabupaten/kota dalam menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi

agarterbangun sinergitas implemetasi pelaksanaan dan evaluasi capaian.

1.3 Dasar HukumKegiatan Penyusunan Rancangan RAD–PG Provinsi Kalimantan Timur 2014 – 2018

berdasar pada :

1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan ;

2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ;

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ;

4. Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Tahun 2015 – 2019 ;

5. Perpres Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi

6. Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 7 Tahun 2014 tentang RPJMD Tahun 2013-2018

Provinsi Kalimantan Timur ;

7. Perda Provinsi Kalimantan Timur No 13 Tahun 2015 Perubahan atas Perda No. 1 Tahun

2013 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan ;

8. Perda Provinsi Kalimantan Timur No. 9 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan

Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Timur ;

9. Pergub Provinsi Kalimantan Timur No 54 Tahun 2015 Tentang Pengawasan Mutu dan

Keamanan Pangan Segar ;

10. Pergub Provinsi Kalimantan Timur No 55 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Cadangan

Pangan ;

11. Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur No 520/K.106/2015 Tentang Penetapan

Kecamatan Sentra Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura se Kalimantan Timur.

3

BAB II PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INTERVENSI PEMBANGUNAN

2.1 Situasi Pangan dan Gizi2.1.1 Situasi Pangan

Secara umum situasi pangan Provinsi Kalimantan Timur masuk dalam kategori cukup

aman yang diindikasikan dengan kemampuan wilayah ini menyediakan pangan untuk

penduduk secara stabil, walaupun sebanyak 38 % mendatangkan dari luar daerah namun

dengan distribusi yang cukup lancar sehingga ketersediaan pangan utama pada dasarnya

cukup tersedia. Adapun situasi pangan Provinsi Kalimantan Timur dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Ketersediaan Energi dan ProteinKetersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan ketahanan

pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi

masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan. Untuk

memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan meningkatkan kuantitas serta kualitas

konsumsi pangan, diperlukan target pencapaian angka ketersediaan pangan per

kapita per tahun sesuai dengan angka kecukupan gizinya. Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi (WNPG) X Tahun 2012 merekomendasikan kriteria ketersediaan

energi ditetapkan minimal 2400 kkal/kapita/hari untuk energi dan minimal 63

gram/kapita/hari untuk protein.

Ketersediaan energi di Provinsi Kalimantan Timur pada Tahun 2016 sudah di

atas rekomendasi WNPG X dengan rata - rata 2.445 kkal/kapita/hari. Ketersediaan

energi tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dari tahun 2015 sebesar

0,41 persen. Peningkatan ketersediaan energi pada Tahun 2016 disebabkan karena

adanya peningkatan produksi beberapa komoditas pangan. Seperti halnya

ketersediaan energi, tingkat ketersediaan protein pada pada Tahun 2016 juga sudah

melebihi rekomendasi angka kecukupan gizi WNPG X dengan ketersediaan protein

rata-rata 88,13 gram/kapita/hari. Ketersediaan protein tersebut mengalami penurunan

sebesar 8,36 persen jika dibandingkan dengan tahun 2015 dan masih lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kecenderungan penurunan ketersediaan

protein pada Tahun 2016 ini disebabkan karena adanya menurunan ketersediaan

beberapa komoditas pangan sumber protein, seperti beras, minyak dan lemak serta

buah-buahan.

4

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan energi dan protein secara

umum sudah cukup baik. Kelebihan ketersediaan pangan tersebut dapat

dimanfaatkan sebagai stok atau cadangan. Jika dilihat dari sumbangan energi dan

proteinnya, kelompok pangan nabati dan pangan hewani memberikan porsi

sumbangan dengan jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan kelompok pangan

lainnya. Ketersediaan energi dan protein per kapita pada Tahun 2016 dapat dilihat

pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 di bawah ini.

Sumber : Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2016

Gambar 2.1Perkembangan Ketersediaan Energi (kkalori/kapita/hari) Tahun 2013 – 2016 di KalimantanTimur

Sumber : Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2016

Gambar 2.2Perkembangan Ketersediaan Protein (gram/kapita/hari) Tahun 2013 – 2016

di Kalimantan Timur

5

Perkembangan skor Pola Pangan Harapan (PPH) tingkat ketersediaan

berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) sejak tahun 2013 sampai 2015

menunjukkan skor rata-rata 95,12 kecenderungan meningkat dengan rata-rata 4,12

% per tahun. Skor PPH tingkat ketersediaan dari NBM pada Tahun 2015 adalah

97,70. Untuk mencapai keberagaman yang ideal dan memenuhi Angka Kecukupan

Gizi (AKG) yang dianjurkan, maka yang perlu ditingkatkan adalah ketersediaan

kelompok pangan hewani,sayuran dan buah.

2. Perkembangan Tingkat Konsumsi PanganKonsumsi pangan, baik secara kuantitas maupun kualitas, harus dipenuhi agar

setiap orang dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Gambaran pemenuhan kuantitas

konsumsi pangan diketahui dari tingkat konsumsi energi dan protein, yaitu proporsi

konsumsi energi atau protein aktual terhadap Angka Kecukupan Gizi/AKG

(rekomendasi WNPG Tahun 2012), yaitu Angka Kecukupan Energi (AKE) 2.150

kkal/kapita/hari dan Angka Kecukupan Protein (AKP) sebesar 57 gram/kapita/hari.

Pada aspek capaian konsumsi pangan penduduk secara kuantitatif pada Tahun

2016 menunjukkan tingkat konsumsi energi yang cenderung meningkat dibandingkan

dengan tahun 2015 sebesar 1,15 persen. Pada tahun 2016 AKE yakni sebesar

1.938,7 kkal/kap/hari. Angka kecukupan gizi tahun 2016 cenderung terjadi kenaikan

yakni secara berturut-turut dari tahun 2013 sampai 2016 adalah sebesar 1.752,

1.641, 1.686 dan 1.937,7 kkal/kap/hari. Konsumsi energi masih termasuk kategori

defisit energi, sekitar 1,03 persen AKE. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh

menurunnya konsumsi padi-padian, umbi-umbian, sayur dan buah yang masih

dibawah standar WNPG.

Sementara itu, konsumsi protein penduduk sudah melebihi Angka Kecukupan

Protein (AKP) dimana pada tahun 2016 mencapai sebesar 57,5 gram/kapita/hari dan

berdasarkan WNPG sebesar 57 gram/kapita/tahun. Konsumsi protein penduduk

Kalimantan Timur berarti mencapai sebesar 100,87 persen dari AKP rekomendasi

WNPG. Tingginya konsumsi protein dalam pola konsumsi pangan nasional,

memberikan indikasi bahwa konsumsi pangan sumber protein sudah terpenuhi.

Namun jika dicermati, sumbangan konsumsi protein tertinggi penduduk Indonesia

khususnya di Kalimantan Timur selama beberapa tahun terakhir berasal dari protein

pangan nabati terutama dari kelompok padi-padian (beras). Jadi, beras tidak hanya

penyumbang energi terbesar tetapi juga merupakan penyumbang protein yang

6

terbesar.

Perkembangan jumlah dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi

mencerminkan tingkat kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan, yang

dipengaruhi berbagai faktor seperti pendapatan rumah tangga, ketersediaan bahan

pangan yang terdistribusi secara merata dengan harga yang terjangkau, serta

pemahaman dan tingkat kesadaran gizi masyarakat.

Secara umum, potensi pangan Kalimantan Timur belum mampu memenuhi

kebutuhan pangan masyarakatnya. Hal tersebut terlihat dari adanya defisit untuk

hampir semua komoditas, kecuali pangan hewani khususnya ikan. Kondisi defisit

ketersediaan pangan tersebut diusahakan Pemerintah Kalimantan Timur dengan

melakukan import untuk menjaga stabilitas pangan di daerah ini. Ketersediaan

komoditas karena belum sebanding dengan konsumsi masyarakat, sehingga dalam

pemenuhannya harus disuplai dari luar dalam hal ini disuplai dari Pulau Jawa dan

Sulawesi.

Sumber : Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2016

Gambar 2.3 Situasi Ketersediaan Komoditas Pangan StrategisProvinsi Kalimantan Timur Tahun 2013 – 2016

Begitu pula dengan konsumsi daging berkembang dengan pesat yang

disebabkan oleh pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, kesadaran gizi

serta pola hidup sehat. Berdasarkan data konsumsi maka peningkatan konsumsi

daging mencapai 11,51% pada tahun 2016. Struktur konsumsi daging jika dilihat

atas jenis daging yang dikonsumsi, sebagaimana tabel 2.1. berikut :

7

Tabel 2.1. Struktur konsumsi daging Kaltim tahun 2011-2016 (%)No Jenis

Daging2011 2012 2013 2014 2015 2016*

1 Sapi 18,39 19,77 15,94 15,60 14,78 13,132 Kerbau 0,30 0,47 0,08 0,09 0,05 0,053 Kambing 1,32 1,04 0,86 1,64 0,64 0,614 Domba 0,05 0,01 0,01 0,01 0,01 0,015 Babi 1,63 2,30 1,99 2,16 1,33 1,346 Ayam Buras 9,97 9,40 8,99 7,29 6,63 6,707 Ayam

Petelur1,00 1,05 1,08 0,44 0,57 0,63

8 Ayam Pedaging

67,65 65,83 70,97 72,47 75,76 77,34

9 Itik 0,20 0,13 0,10 0,28 0,18 0,1410 Kelinci 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01

Jumlah 100 100 100 100 100 100

Sumber :Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Timur, 2016 * angka Sementara

Struktur konsumsi daging terbesar pada 5 tahun terakhir mencapai lebih dari

78 % adalah daging ayam ras atau Broiler. Prestasi yang telah diraih bahwa

seluruh kebutuhan konsumsi daging broiler tersebut berasal dari lokal Kaltim. Saat

ini perkembangan ternak ayam ras broiler sudah sepenuhnya ditangani swasta,

pemerintah hanya sebagai regulator saja. Konsumsi daging kambing menduduki

peringkat ke-5 pada tahun 2016 yaitu sebesar 0,61%, sebagian masih dipenuhi

dari luar daerah. Jumlah pemotongan kambing pada tahun 2016 sebanyak 37.730

ekor yang terdiri atas 15.052 ekor berasal dari lokal dan 22.678 ekor berasal dari

luar Kaltim atau 60.10%. Sedangkan daging sapi mencapai 13,13% pada tahun

2016 dan konsumsi daging tahun 2015 mencapai 14,78 % mengalami penurunan

pada tahun 2016, namun 82% dari jumlah konsumsi daging sapi tersebut masih

didatangkan dari luar daerah, hal ini menjadi peluang untuk dapat memenuhi

kebutuhan daging sapi dari lokal. Pada tahun 2016 diperlukan 65.554 ekor sapi

untuk dipotong, yang terdiri atas 12.586 ekor berasal dari lokal dan 52.967ekor

berasal dari luar Kaltim atau 80,79 %. Peluangnya sangat besar untuk

mengembangkan peternakan sapi dan kambing sehingga bisa memenuhi

kebutuhan daging sendiri tidak mendatangkan lagi dari luar Kalimantan Timur.

8

3. Perkembangan Penganekaragaman Konsumsi PanganPemenuhan konsumsi pangan seyogyanya tidak hanya ditekankan pada aspek

kuantitas, tetapi yang juga tidak kalah pentingnya kualitas konsumsi pangan atau

keanekaragaman konsumsi pangan dengan gizi berimbang. Proporsi energi dari

setiap kelompok pangan terhadap total anjuran konsumsi energi memberikan

gambaran kualitas atau keragaman dan keseimbangan gizi, yang ditunjukkan

dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Perkembangan rata-rata kualitas

konsumsi pangan masyarakat Tahun 2016 yang ditunjukkan dengan pencapaian

skor PPH berfluktuasi setiap tahunnya. Skor PPH tahun 2016 meningkat

dibandingkan tahun 2015 yakni sebesar 2,7 poin dengan skor 82,6. Peningkatan

skor PPH tersebut banyak dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi pangan

hewani, minyak dan lemak serta konsumsi padi-padian.

Gambar 2.4 Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein serta Skor PPH Provinsi Kalimantan Timur

Salah satu pembentuk gizi seimbang didasarkan pada triguna makanan, salah

satunya adalah makanan sebagai sumber zat tenaga atau biasa disebut konsumsi

energi penduduk. Dari hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2014,

konsumsi energi penduduk atau biasa disebut Angka Kecukupan Energi (AKE)

ideal/anjuran 2.000 kilokalori/kap/hari Konsumsi energi tahun 2016 sebesar 1.938,7

lebih rendah 61.3 kilokalori/kap/hari dari konsumsi energi ideal / anjuran 2.000

kilokalori/kap/hari. Tetapi bila dilihat terjadinya peningkatan konsumsi energi tahun

2016 bila dibandingkan dengan tahun 2015, atau mengalami kenaikan sebesar

25,27 kilokalori/kap/hari. Kebaikan tersebut dipicu oleh tingginya angka konsumsi

minyak dan lemak sebesar 27,0 gram/kap/hari (212,3 kkal/kap/hari). Selain minyak

dan lemak, sumbangan energi terbesar didapat dari kelompok pangan padi-padian

dan pangan hewani.

9

Sementara itu, produk utama asal ternak yang sangat penting dalam memenuhi

gizi masyarakat serta menjadi komoditas ekonomi yang strategis adalah daging,

telur, dan susu. Standar kecukupan protein hewani yang dikeluarkan oleh Widya

Karya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI, 1989) adalah 6 gr/kapita/hari setara dengan

daging 10,3 kg, telur 6,5 kg dan susu 7,2 kg/kapita/tahun. Konsumsi protein hewani

masyarakat Indonesia saat ini daging 5,213 kg, telur 6,309 kg dan susu 7,090

kg/kapital/tahun (Data Susenas BPS, 2015). Sedangkan konsumsi protein hewani

masyarakat Kalimantan Timur sekarang ini daging 20,24 kg telur 7,64 kg dan susu

5,55 kg/kapita/tahun (Data Statistik Dinas Peternakan Prov Kaltim, 2015).

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui konsumsi daging dan telur masyarakat

Kalimantan Timur di atas Standar WPG dan Standar Nasional, namum konsumsi

susu masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa standar konsumsi daging dan telur

telah terpenuhi, khusus konsumsi susu diharapkan dapat meningkat, walaupun

belum dapat memenuhi standar.

Permintaan terhadap produk pangan hewani ini cenderung terus meningkat

setiap tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pada tahun 2016

Konsumsi dari komoditi daging menempati urutan pertama dengan jumlah konsumsi

6,95 gram protein per kapita per hari, diikuti komoditi telur dengan jumlah konsumsi

2,14 gram protein per kapita perhari, dan yang terakhir adalah komoditi susu

dengan jumlah konsumsi 0,48 gram protein per kapita per hari (Tabel 2.2). Selain

faktor penduduk, faktor yang turut mendorong meningkatnya permintaan daging

sapi adalah terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan

sumber protein nabati ke bahan pangan sumber protein hewani. Fenomena ini

diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.

Tabel 2.2. Konsumsi Daging, Telur dan Susu di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 – 2016 (gram protein/kapita/hari)

Komoditi Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016*

1. Daging 5,31 4,83 5,43 6,85 7,36 6,95

2. Telur 1,74 1,48 1,59 - 1,77 2,14

3. Susu 0,42 0,44 0,44 - 0,41 0,48

Protein hewani 7,48 6,76 7,46 6,85 9,55 9,57

10

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Timur, 2016* Angka Sementara

Pengembangan kearah pola konsumsi pangan yang sehat memerlukan

perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat agar dengan kemauan dan

kemampuan sendiri mau mengubah pola konsumsinya ke arah yang lebih

beragam dan bergizi seimbang. Untuk itu, upaya sosialisasi dan promosi yang

lebih intensif dan melibatkan beragam pemangku kepentingan dari sektor

pemerintah, swasta, akademisi dan masyarakat secara utuh dan menyeluruh perlu

menjadi prioritas.

4. Perkembangan Konsumsi Beras dan Pangan UtamaPerkembangan jumlah dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi

mencerminkan tingkat kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan, yang

dipengaruhi berbagai faktor seperti pendapatan rumah tangga, ketersediaan bahan

pangan yang terdistribusi secara merata dengan harga yang terjangkau, serta

pemahaman dan tingkat kesadaran gizi masyarakat. Secara umum, potensi pangan

Kalimantan Timur masih belum mampu memenuhi kebutuhan pangan

masyarakatnya kecuali komoditi ubi kayu.

Khusus untuk kebutuhan konsumsi beras, terlihat dari produksi padi Kalimantan

Timur tahun 2015 yang mencapai 408.782 ton masih belum cukup untuk memenuhi

kebutuhan beras penduduk Kalimantan Timur yang berjumlah 3.426.838 jiwa. Bila

dilakukan konversi gabah kering giling ke beras, maka pada tahun 2015 Provinsi

Kalimantan Timur hanya menghasilkan beras sebesar 0,6285 x 408.782 ton =

256.919 ton beras. Sementara kebutuhan beras penduduk sebesar (114 kg/kapita x

3.426.838 jiwa)/1000 = 390.660 ton beras. Dengan demikian pada tahun 2015

Kalimantan Timur masih kekurangan beras sebesar 133.740 ton beras. Bila

kekurangan beras tersebut dikonversi ke Gabah Kering Giling, maka

kekurangannya sebesar 212.792 ton.

Penyebab belum terpenuhinya kebutuhan konsumsi beras di Kalimantan Timur

adalah produksi padi yang belum bisa maksimal dikarenakan lokasi lahan

terpencar-pencar dengan luasan kecil-kecil, sarana dan prasarana (benih, pupuk,

pestisida, alsintan) serta infrastruktur sangat terbatas, belum padunya antar sektor

dalam menunjang pembangunan pertanian, meningkatnya kerusakan lingkungan,

alih fungsi lahan, dan perubahan iklim, lemahnya permodalan dan kelembagaan

11

petani, terjadinya perubahan SDM petugas dan struktur organisasi di tingkat

kabupaten/kota, adanya serangan organisme pengganggu tanaman, dan laju

pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat.

Tabel 2.3 Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Di Kalimantan TimurTahun 2011 - 2016 (Ton)

TAHUN TARGET BERAS JAGUNG KEDELAI KC. TANAH

KC. HIJAU

UBI KAYU UBI JALAR

2011Produksi 267,430 5,332 1,493 1,402 552 56,558 13,691

Konsumsi 356,064 14,930 21,551 12,244 4,248 38,792 15,898

Surplus - 88,634 - 9,598 - 20,058 - 10,841 - 3,696 17,766 - 2,207

2012Produksi 266,905 6,093 952 1,399 407 47,036 11,477

Konsumsi 364,765 15,295 22,078 12,543 4,352 39,740 16,286

Surplus - 97,860 - 9,201 - 21,126 - 11,143 - 3,945 7,296 - 4,809

2013Produksi 276,187 4,182 1,269 1,322 339 47,194 11,434

Konsumsi 373,446 15,659 22,603 12,841 4,455 40,686 16,674

Surplus - 97,259 - 11,476 - 21,335 - 11,519 - 4,116 6,508 - 5,240

2014Produksi 268,098 6,508 1,020 1,385 333 51,800 11,443

Konsumsi 382,060 16,020 23,125 13,138 4,558 41,624 17,059

Surplus - 113,962 - 9,512 - 22,104 - 11,753 - 4,225 10,176 - 5,615

2015Produksi 256,919 7,206 1,375 1,027 160 45,871 9,621

Konsumsi 390,660 16,380 23,645 13,433 4,660 42,561 17,443

Surplus - 133,740 - 9,174 - 22,270 - 12,407 - 4,501 3,310 - 7,822Produksi 239.184 7.382 1.423 887 193 57.243 7.033

2016 Konsumsi 385.208 16.295 23.521 13.363 4.636 42.339 17.3521Surplus - 146.024 - 8.912 - 22.099 - 12.486 - 4.443 14.904 - 10.319

konsumsi beras : 113 kg/kapita/tahun

konversi Ton GKG jadi beras : 62,85 %

Sumber : Dinas Pangan TPH Prov. Kaltim, diolah BKPP Prov. Kaltim 2016

Perkembangan konsumsi pangan pokok sumber karbohidrat pada Tahun 2015

menunjukkan adanya perubahan pola konsumsi pangan pokok yang cenderung

mengarah ke pola tunggal beras, dari semula pola beras dan/atau umbi-umbian

dan/atau jagung (Tabel 2.3).

Upaya untuk menurunkan konsumsi beras 1,5 persen per tahun belum tercapai.

Meskipun demikian, selama Tahun 2015 konsumsi beras masyarakat cenderung

mengalami penurunan, dengan laju rata-rata 1,2 persen per tahun. Pada tahun

2009 (baseline) tingkat konsumsi beras adalah 102,2 kg/kapita/tahun dan turun

menjadi 99,7 kg/kapita/tahun pada tahun 2010. Pada tahun 2014 menjadi sebesar

96,2 kg/kapita/tahun. Idealnya, apabila konsumsi beras menurun diharapkan dapat

12

disubstitusi dengan pangan pokok lainnya yang berbasis sumber daya lokal seperti

jagung, sagu, singkong, dan ubi jalar.

Sumber : Diolah oleh Dinas Pangan TPH Prov. Kaltim, 2016

Gambar 2.5 Perkembangan Konsumsi Beras Tahun 2013-2016 di Kalimantan Timur

Perkembangan konsumsi pangan sumber protein pada Tahun 2015 mengalami

peningkatan, dengan pola konsumsi pangan hewani didominasi oleh ikan (rata-rata

peningkatan konsumsi 0,2 % per tahun). Komoditas sumber protein lain yang

banyak dikonsumsi penduduk yaitu telur dan daging unggas. Kedua komoditas

tersebut menjadi komoditas utama bagi penduduk dalam memenuhi kecukupan

protein per hari, mengingat aksesibilitasnya (harga dan ketersediaan) yang dapat

terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Di sisi lain, komoditas pangan sumber

protein yang masih sangat minim dikonsumsi yaitu susu dan daging sapi. Meskipun

demikian, konsumsi komoditas susu meningkat rata-rata 3,35 % per tahun dan

daging sapi mengalami peningkatan 3,9 % pertahun.

13

Tabel 2.6 Perkembangan harga Eceran Barang – Barang yang Sesuai Perpres No. 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting di

Provinsi Kalimantan Timur

No jenis barang Perkembangan Harga Tahun 2016 Provinsi Kalimantan Timur

sat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

1 Barang Kebutuhan Pokok Hasil Pertanian

Beras Sulawesi Kg 11150 11150 11150 11150 11150 11150 11150 11150 11150 11150 10700 1650

Kedelai Lokal Kg 7600 7800 7850 7800 7800 7800 7800 11800 7650 7500 7500 7500Cabe merah Besar Kg 25500 37500 38300 40000 36650 36650 42300 37300 37350 37800 50400 41600

Cabe Keriting Kg 28250 32650 40650 37650 34900 34900 36350 36350 38950 36650 49600 42650Cabe Rawit Merah Kg 41600 32250 35450 37550 34200 31700 36350 36350 28550 25100 46400 42750Cabe Rawit Hijau Kg 45500 37900 37550 37550 37450 36650 4210 42150 41000 38650 54600 56600Bawang Merah Kg 38050 33000 31950 45150 43450 38300 43750 43750 44700 34860 42800 42350

2 Barang Kebutuhan Pokok Hasil Industri

Gula Kg 11300 13300 13300 13150 15350 15900 17000 16500 14650 13800 18700 18600Minyak Goreng Ltr 16500 16500 16500 16850 16850 17150 17150 17150 17150 17150 17150 17150

Tepung Terigu Kg 10300 10300 10300 10300 10300 10300 10300 10300 10300 10300 10300 10300

3 Barang Kebutuhan Pokok Hasil Peternakan & Perikanan

Daging Sapi Kg12428

012830

0 128300 128300 128300 127100 128300 128300 128300 128300 128300 128300Daging Ayam Ras (1 ekor) Kg 39000 32800 36300 34550 34950 34950 36150 38250 40600 40700 36300 39750Telur Ayam Ras (1 Kg atau 16-17 butir) Kg 27250 27300 27300 25000 25000 26100 25550 25850 25400 25150 24550 24750

Ikan Bandeng Kg 0 0 0 0 0 0

Ikan Gembung Kg 30150 37100 35000 30200 32300 33900 33900 37450 34850 35100 30500 35500

Ikan Tongkol Kg 26800 28700 31850 28850 27400 28200 28200 31650 32200 29650 29800 33350

4 Barang Penting

Benih Padi Kg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Benih Jagung Kg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Benih Kedelai Kg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pupuk KCL Kg 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000

Pupuk NPK Kg 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000

Pupuk SP36 Kg 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500

Pupuk Urea Kg 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500

Pupuk ZA Kg 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500

Gas Elpiji Kg 16000 17500 18000 18000 18000 18000 19000 19000 19500 19000 19000 19000

Triplek Lbr 80000 80000 800000 80000 80000 80000 80000 80000 80000 80000 80000 80000

14

No jenis barang Perkembangan Harga Tahun 2016 Provinsi Kalimantan Timur

sat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Semen Tonasa Kg 60300 60300 60300 61000 61000 61000 60300 60300 60300 61000 61000 61000Besi Baja Kontruksi Btg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Baja Ringan Btg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2.2. Pendidikan di Bidang PertanianAdanya SMK yang bergerak dibidang pengolahan hasil pertanian, sebagai contoh

SMKN-2 Tanah Grogot sebagai pusat belajar keahlian ganda di bidang Agrobisnis untuk

Wilayah :

a. Provinsi Kalimantan Timur;

b. Provinsi Kalimantan Utara;

c. Provinsi Kalimantan Selatan

d. Provinsi Kalimantan Barat;

e. Provinsi Kalimantan Tengah;

2.3. Perkembangan Konsumsi Ikan

Pada sektor perikanan, produksi perikanan Kalimantan Timur dari tahun 2010 hingga

tahun 2014 menunjukkan penurunan yang cukup berarti dimana pada tahun 2011 total produksi

perikanan sebesar 225.116 ton dan tahun 2014 menurun menjadi 211.793 ton. Dari total

produksi perikanan, produksi perikanan laut jauh lebih mendominasi dibandingkan produksi

perikanan darat, yaitu sebesar 114.942 ton.

15

2012 2013 2014 2015 20160

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

93556 94679 96851108828.3

99494.09

129956136664

114842

146286

101718.2

Produksi Perikanan Laut (Ton)

Produksi Perikanan Darat (Ton)

Sumber: Statistik DKP Prov. Kaltim, 2016

Gambar 2.6Perbandingan Produksi Perikanan Laut dan Darat

Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2012 - 2016

Produksi perikanan berkurang salah satu penyebabnya karena wilayah Kalimantan Utara

sudah tidak masuk dalam perhitungan. Selain itu, adanya perubahan iklim mepengaruhi

kegiatan perikanan dan kelautan di daerah. Utamanya pada tambak-tambak di pesisir. Upaya

yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan sinergitas sistem produksi hulu-hilir yang

menciptakan harmonisasi pelaku, penyedia jasa, pendukung dan pemerintah di sektor

perikanan. Saat ini Dinas Perikanan dan Kelautan membagi tiga area Provinsi Kalimantan

Timur sebagai pusat industri berbasis perikanan yakni wilayah utara, tengah dan selatan.

Wilayah utara meliputi Berau, Kutai Timur, dan Bontang yang diperuntukkan bagi perikanan

tangkap dan budidaya laut. Adapun untuk wilayah tengah meliputi Kutai Kartanegara, Kutai

Barat, Samarinda, dan Mahakam Hulu yang akan diproyeksikan sebagai produksi perikanan air

tawar. Sementara di wilayah selatan yang meliputi Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan

Paser akan diproyeksikan sebagai industri pengolahan ikan.

Terkait dengan tingkat konsumsi ikan masyarakat Kalimantan Timur pada tahun 2016

mencapai rata-rata 46,41 kilogram per kapita setiap tahun yang tercatat melampaui konsumsi

nasional yang hanya 43,88 kilogram per kapita. Angka ini menunjukkan perkembangan baik

16

mengingat tingkat konsumsi ikan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 46,12

kilogram per kapita melalui program GEMARIKAN (Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan)

yang dicanangkan sejak tahun 2012. Hal ini berarti target konsumsi ikan yang digalakkan DKP

Provinsi Kaltim melalui program GEMARIKAN telah tercapai lebih dari 99 persen. Dalam

implementasinya, program GEMARIKAN dilaksanakan terstruktur mulai dari pusat, provinsi,

hingga kabupaten/kota. Dinas Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan tim

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga di tiap-tiap kabupaten/kota, bahkan masuk hingga

setiap kelurahan dan desa.

2.4. Kondisi Rawan Pangan

Masalah kemiskinan berhubungan erat dengan kerawanan pangan, meskipun tidak

identik. Tingkat kedalaman kerawanan pangan ditunjukkan dengan indikator kecukupan

konsumsi kalori perkapita perhari dengan nilai AKG 2.150 kkal/kap/hari. Jika konsumsi

perkapita kurang atau lebih kecil dari 70 % dari AKG dikategorikan sangat rawan pangan;

antara 70 hingga 90 % dari AKG dikategorikan rawan pangan; dan lebih dari 90 % dari AKG

termasuk kategori tahanpangan.

2013 2014 2015 20160

10

20

30

40

50

60

Pros

enta

se A

KG

(%

)

Sumber : Diolah oleh Dinas Pangan TPH Prov.Kaltim , 2017

Gambar 2.7Persentase Penduduk Sangat Rawan Pangan (<70% Angka Kecukupan Gizi)

Tahun 2013- 2016 Provinsi Kalimantan Timur

17

Prosentase penduduk dengan kondisi sangat rawan pangan (<70% AKG) terjadi

penurunan pada hampir semua kabupaten dan kota, kecuali kabupaten Kutai Barat, Berau,

Kutai Timur dan Balikpapan terjadi peningkatan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah

penduduk yang tahan pangan, pada periode Tahun 2016 jumlah penduduk sangat rawan

pangan di Provinsi Kalimantan Timur mengalami penurunan dari 652.158 jiwa (20,51 persen)

tahun 2015 menjadi 686.455 jiwa (20,22 persen) pada tahun 2016.

2013 2014 2015 20160

10

20

30

40

50

60

Pro

sent

ase

AK

G (%

)

Sumber : Diolah oleh Dinas Pangan TPH Prov. Kaltim, 2017

Gambar 2.8Persentase Penduduk Rawan Pangan (70-89,9% Angka Kecukupan Gizi)

Tahun 2013- 2016 Provinsi Kalimantan Timur

Prosentase penduduk dengan kondisi rawan pangan umumnya terjadi peningkatan

kecuali Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Berau, dan Mahakam Ulu sedangkan

prosentase tertinggi terdapat pada Kabupaten Paser. Sementara itu, jumlah penduduk rawan

pangan juga mengalami perbaikan dari 997.474 jiwa (31,37 persen) pada tahun 2015 menjadi

1.039.188 jiwa (30,61 persen) pada tahun 2016.

Penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2016 berjumlah 3.394.932 jiwa dan

berdasarkan AKG tersebut, jumlah penduduk yang tahan pangan (90% AKG) mengalami

peningkatan pada Tahun 2016 masing-masing sebesar 503.860 jiwa atau meningkat sebesar

18

10,23 persen. Peningkatan penduduk tahan pangan karena pergeseran dari penduduk sangat

rawan pangan dan penduduk rawan pangan menjadi tahan pangan.

2013 2014 2015 20160

10

20

30

40

50

60

70

Pros

enta

se A

KG

(%

)

Sumber : Diolah oleh Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov. Kaltim, 2017

Gambar 2.9. Persentase Penduduk Tahan Pangan (>90% Angka Kecukupan Gizi)Tahun 2014 dan 2015 Provinsi Kalimantan Timur

Sumber : Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2017Gambar 2.10 Peta Daerah Sentra Produksi Pangan Provinsi Kalimantan Timur

19

Sumber : Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2017Gambar 2.11 Peta Komposit Kerentanan dan Kerawanan

Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

Peta Kerentanan dan Kerawanan Pangan (Food Security and Vurenability Atlas/FSVA)

Tahun 2016 adalah berdasarkan tiga pilar utama ketahanan pangan, yaitu : ketersediaan

pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan menunjukkan bahwa umumnya kondisi di

Kalimantan Timur masuk dalam kategori tahan sampai sangat tahan pangan, kecuali di

kecamatan Siluq Ngurai Kabupaten Kutai Barat termasuk dalam prioritas 3 (tiga) yang artinya

rentan terhadap kerawanan pangan.

Tingkat kerawanan pangan berdasarkan konsumsi kalori sangat ditentukan oleh

berbagai faktor, antara lain penyediaan pangan, harga pangan, pendapatan keluarga, dan

kemampuan keluarga dalam mengakses pangan, serta pengetahuan masyarakat tentang pola

konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Tingkat pendapatan yang

rendah di bawah harga pangan, akan mengurangi kemampuan rumah tangga dalam

mengakses kebutuhan pangan, sehingga asupan pangan pada tingkat perseorangan di

keluarga akan berkurang, dan secara bertahap akan mengarah pada timbulnya kasus gizi

buruk, yang akan menciptakan kualitas sumberdaya yang lemah.

20

Terkait dengan distribusi pangan, adanya peningkatan perekonomian membuat

permintaan akan daging sapi juga semakin meningkat, seiring dengan kesadaran masyarakat

akan gizi dan kemampuan daya beli masyarakat yang meningkat. Jumlah permintaan akan

daging sapi juga harus diimbangi dengan pasokan yang mencukupi.Produk peternakan seperti

daging sapi pada umumnya memiliki harga yang relatif tinggi dibandingkan komoditas pangan

lainnya, sehingga permintaan produk peternakan berkaitan erat dengan kemampuan dan daya

beli konsumen. Semakin meningkatnya pendapatan masyarakat Kalimantan Timur

menyebabkan permintaan akan produk-produk bermutu tinggi semakin meningkat. Selain itu

juga berkaitan dengan jumlah penduduk yang selalu meningkat akibat dari dampak

perkembangan kota yang cukup pesat, sehingga terjadi arus urbanisasi yang cukup tinggi

setiap tahun.

Adanya peningkatan perekonomian membuat permintaan akan daging sapi juga

semakin meningkat, seiring dengan kesadaran masyarakat akan gizi dan kemampuan daya

beli masyarakat yang meningkat. Jumlah permintaan akan daging sapi juga harus diimbangi

dengan pasokan yang mencukupi. Produk peternakan seperti daging sapi pada umumnya

memiliki harga yang relatif tinggi dibandingkan komoditas pangan lainnya, sehingga

permintaan produk peternakan berkaitan erat dengan kemampuan dan daya beli konsumen.

Semakin meningkatnya pendapatan masyarakat Kalimantan Timur menyebabkan permintaan

akan produk-produk bermutu tinggi semakin meningkat. Selain itu juga berkaitan dengan

jumlah penduduk yang selalu meningkat akibat dari dampak perkembangan kota yang cukup

pesat, sehingga terjadi arus urbanisasi yang cukup tinggi setiap tahun.

21

Balikpap

anBer

auKubar

Kukar

KutimPas

erPPU

Sam

arin

da

Bontang

115,000

120,000

125,000

130,000

135,000

140,000

Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Har

ga D

agin

g Sa

pi (

Rp

.)

Sumber: Sumber : Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2016

Gambar 2.12. Harga Rata-Rata Daging Sapi pada Tahun 2013- 2016 pada 9 kabupaten/Kota di Kaltim

Harga rata-rata daging sapi pada tahun 2015 berkisar pada Rp. 125.000,-/Kg, harga

tertinggi terdapat di Kabupaten Kutai Barat yaitu Rp. 135.000,-/kg, sementara pada tahun

2016 harga rata-rata daging sapi berkisar antara harga Rp. 120.000,- - Rp. 130.000,-.

Harga daging ayam buras pada 9 Kabupaten/Kota pada tahun 2013 s.d 2016 bervariasi

pada kisaran harga Rp. 19.000,-/kg sampai dengan Rp. 56.000,-/kg. Pada tahun 2016 harga

terendah sebesar Rp. 19.000,-/kg pada Kota Samarinda, sedangkan harga tertinggi sebesar

Rp.38.000,-/kg terdapat pada Kabupaten Kutai Barat.

22

B A L I K PA P A N

B ER A U

B ONT A NG

K UK A R

K UB A R

K UT I M

PA SERPPU

SA MA R I NDA

115,

000

93,3

33

112,

500

110,

000

110,

000

110,

000

100,

000

100,

000 11

5,00

0

100,

000

95,0

00

110,

000

90,0

00

110,

000

90,0

00 100,

000

90,0

00

95,0

00

9000

0

5500

0

1000

00

9500

0

9000

0 1000

00

1000

00

7000

0

1250

00

( R p /Ekor)

TAHUN 2014 TAHUN 2015 Tahun 2016

Sumber: Dinas Peternakan Prov.Kaltim, 2016

Gambar 2.13 Harga Rata-Rata Daging Ayam Buras Tahun 2014 s.d 2016 pada 9 Kabupaten/Kota di Kaltim

Pada tahun 2014 harga telur ayam di 9 kabupaten/kota sama yaitu sebesar

Rp.1.200,-/butir dan pada tahun 2015 harga telur ayam juga sama di 9 kabupaten/kota

sebesar Rp.1.400,-/butir. Pada tahun 2016 harga telur di 9 kabupaten/kota antara Rp. 1.200,-

s.d Rp. 1600,- per butir. Fluktuasi harga telur ayam pada 9 kabupaten/kota di Kalimantan

Timur yang terendah di Kota Samarinda, Penajam Paser Utara, Kutai Timur dan tertinggi

Berau, Bontang dan Kutai Kartanegara.

2.5. Perkembangan Keamanan Pangan Segar

Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama,

keyakinan dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

Pangan yang aman adalah pangan yang terbebas dari cemaran biologis, kimia dan benda

lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif

dan produktif. FAO dan WHO juga sepakat bahwa keamanan pangan (food safety) merupakan

salah satu komponen dari ketahanan pangan (food security). Untuk itu, program ketahanan

pangan nasional harus memasukan aspek keamanan pangan untuk kesehatan manusia.

23

Dukungan pemerintah Indonesia terhadap aspek keamanan pangan terlihat dari adanya

perubahan Undang-Undang Pangan No 7 tahun 1996 yang telah diganti menjadi Undang-

Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Dalam Undang-Undang pangan yang baru,

keamanan pangan telah memasukkan aspek keamanan pangan rohani serta diatur secara lebih

mendetail dan peran pemerintah dalam penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria

keamanan pangan pembinaan serta pengawasannya lebih dipertegas. Demikian pula dengan

penyelenggaraan keamanan pangan sebagaimana diatur dalam BAB VII Pasal 69, diatur

secara mendetail. Penyelenggaraan keamanan pangan tersebut dilakukan melalui: a) Sanitasi

pangan, b) Pengaturan terhadap bahan tambahan pangan, c) Pengaturan pangan produk

rekayasa genetika, d) Pengaturan iradiasi pangan, e) Standar kemasan pangan, f) Jaminan

keamanan pangan dan mutu pangan, g) Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.

Sebagai standar acuan yang dipakai Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi

Kalimantan Timur adalah permentan 88 tahun 2011 tentang pemasukan dan pengeluaran

PSAT serta SNI. Parameter yang diuji antara lain: pestisida, formalin, logam berat (Cadmium,

timbale, merkuri, arsen), mikroba (e.coli, salmonella, TPC, V. Cholerae, S.Aures, dan coliform).

Pangan disebut aman jika terbebas dari semua parameter cemaran. Berdasarkan pengujian

pangan yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan

Timur, diperoleh hasil bahwa tingkat keamanan pangan segar asal tumbuhan adalah 90,74%.

Berdasarkan pengujian pestisida diperoleh hasil semua pangan segar asal tumbuhan

aman untuk dikonsumsi karena pestisidanya di bawah batas minimum residu.

Sedangkan 3 komoditi yang mengandung formalin di atas batas minimum cemaran antara

lain: pisang kepok, pisang ambon dan jeruk. Formalin buatan tidak boleh ada pada pangan.

Formalin dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Rumus kimia formaldehyde dalam formalin

(sintesis) = HCOH+CH3OH+H2O.

Komoditi yang mengandung cemaran logam berat yaitu sebanyak 1 komoditi yaitu jeruk

borneo, dengan kandungan timbale di atas batas minimum cemaran. Pencemaran logam berat

dapat terjadi di air, udara dan darat. Pencemaran udara oleh logam berat erat kaitannya dengan

sifat-sifat logam itu sendiri. Pencemaran udara biasanya terjadi proses-proses industry yang

menggunakan suhu tinggi. Logam berat seperti Hg, As, Cd dan Pb adalah logam yang sangat

mudah menguap. Pencemaran logam berat di darat dan air banyak dikaitkan dengan

pembuangan limbah dari industry yang penggunaan logamnya tidak terkontrol.

Komoditi yang mengandung cemaran mikroba di atas batas minimum cemaran adalah

bayam. Yaitu mengandung Escherichia coli melebihi BMC. Namun dengan pemasakan yang

benar dapat mengurangi pertumbuhan cemaran e.coli.

24

Secara keseluruhan kondisi keamanan pangan segar (sayur dan buah) dikategorikan

aman.

2.6. Perkembangan Keamanan Pangan Olahan Terkait pengawasan mutu dan keamanan pangan olahan pada tahun 2016 Balai Besar

Pengawas Obat dan Makanan di Samarinda telah melakukan pengawasan terhadap:

Tabel. 2.4 Jenis Pelanggaran Pada Keamanan Pangan

No Jenis Pelanggaran Jumlah Pelanggaran TMK

1 Higine/sanitasi 6 Sarana

2 Administrasi 1 Sarana

Sumber : BBPOM Prov. Kaltim, 2016

2.6.1. Sarana produksi industri pangan dengan registrasi MD Provinsi Kalimantan Timur terdapat 21 sarana terdiri dari : 1 sarana industri garam

beryodium, 19 sarana Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan 1 sarana industri Ice

cream. Sarana industri pangan yang diperiksa sebanyak 21 sarana (100%) dari 19 sarana

yang diawasi, dengan hasil 2 sarana tidak produksi /tutup ; 14 sarana ( 66,67%)

Memenuhi Ketentuan (MK), dan 7 sarana (33,33 %) Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK)

dalam Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik dengan tindak lanjut rekomendasi ke

Badan POM RI dalam bentuk Peringatan seperti tertera pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.5 : Jenis Pelanggaran Industri Pangan Tahun 2016

No Jenis Pelanggaran Jumlah Pelanggaran TMK

1 Higine/sanitasi 6 Sarana

2 Administrasi 1 SaranaSumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

25

1

6

14

Sarana Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) terkait administrasi

Sarana Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) terkait Higiene dan sanitasi

Sarana Memenuhi Ketentuan (MK)

Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

Gambar 2.14 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Industri Pangan Tahun 2016

Dalam hal pengawasan terhadap mutu dan keamanan pangan Industri Rumah

Tangga, Balai Besar POM bersinergi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai

dengan PP 28 tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan. Tahun 2016 telah

dilakukan pemeriksaan sebanyak 40 sarana dengan hasil sarana IRTP Tidak Memenuhi

Ketentuan sebanyak 40 (100%) sarana; dengan rincian temuan sebagai berikut :

Tabel 2.6 : Jumlah Pelanggaran Kemanan Pangan Industri Rumah Tangga

Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

26

No Jenis Pelanggaran Jumlah Pelanggaran TMK

1 Higine/sanitasi 40 pelanggaran

2 Administrasi 11 pelanggaran

3 Perijinan 8 pelanggaran

4 Mutu/Label 4 pelanggaran

8

40

7

111

Perizinan

CPPB

Mutu / Label

Bahan Produk dilarangAdministrasi

Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

Gambar 2.15 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Industri Rumah Tangga Pangan Tahun 2016

2.6.2. Pemeriksaan Sarana Distribusi PanganPemeriksaan sarana distribusi pangan pada tahun 2016 telah dilaksanakan

terhadap 151 sarana (16,95%) dari 891 sarana yang ada, dengan hasil 91 sarana

(60,26%) Memenuhi Ketentuan dan 60 sarana (39,74%) Tidak Memenuhi Ketentuan

dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2.7 : Jumlah Pelanggaran Sarana Distribusi Pangan

No Jenis Pelanggaran Jumlah Pelanggaran TMK

1 Produk Tidak Terdaftar 19 pelanggaran

2 Mutu/Label 4 pelanggaran

3 Bahan/Produk dilarang 6 pelanggaran

4 Administrasi 1 pelanggaran

5 Hygiene/Sanitasi 25 pelanggaranSumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

27

19 4 6

1

25

Produk TIE

Mutu/ Label

Bahan/ Produk dilarang

Administrasi

Hygiene/ Sanitas

Gambar 2.16 Profil jenis Pelanggaran Sarana Distribusi Pangan

2.6.3 Pemeriksaan ParcelDalam rangka mengamankan produk pangan pada hari raya keagamaan (Idul Fitri

1437 H, Natal 2016 dan Tahun Baru 2017), Balai Besar POM di Samarinda juga

melakukan operasi penertiban khusus terhadap penjual parsel. Pemeriksaan Parsel pada

tahun 2016 dilaksanakan terhadap 352 sarana di 14 kabupaten/kota dengan hasil 251

sarana memenuhi ketentuan dan 101 sarana tidak memenuhi ketentuan. Temuan

pelanggaran yang dilakukan sarana adalah:

- 60 Sarana menjual pangan Tanpa Izin Edar ( TIE )

- 54 Sarana menjual pangan TMK Mutu/Label

- 208 Sarana menjual Pangan Kedaluwarsa

208

54

60Sarana menjual Pangan Kedaluwarsa

Sarana menjual pangan Tanpa Izin Edar ( TIE )

Sarana menjual pangan TMK Mutu/Label

Gambar 2.17 Profil Jenis Pelanggaran Sarana Parcel Tahun 2016

28

2.6.4 Pengawasan Periklanan Dan Label Produk PanganKegiatan pengawasan Iklan telah dilaksanakan dengan rincian sebagai

Iklan Pangan : Pengawasan iklan Pangan dilakukan terhadap 71 iklan, dan telah

dilaporkan ke Badan POM RI dengan hasil 10 iklan memenuhi ketentuan dan 61

iklan tidak memenuhi ketentuan.

Pengawasan label dan penandaan produk Pangan dilakukan terhadap 601

item penandaan produk, dengan hasil 488 item memenuhi ketentuan dan 113

item penandaan tidak memenuhi ketentuan.

2.6.5 Pengujian Produk Pangan Olahan

0

5

10

1515

1

14

6

1

4 42

5 5

21 1

2

BenzoatpHSiklamatSakarinTBHQKIO3Kadar AirSulfitKadar SariPbLemakEnzim DiastaseBobot TuntasMigrasi FormalinKadar Abu

Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

Gambar 2.18 Profil Hasil Uji TMS Pangan Tahun 2016

Dari hasil pengujian seluruh sampel diperoleh data produk pangan yang

mengandung bahan berbahaya( Tabel 24), terdiri dari :

Kadar Formalin: Kemasan Pangan

Kadar Cemaran Pb: Produk Susu

Laboratorium Mikrobiologi pada tahun 2016 menerima 624 sampel pangan dengan

rincian 564 sampel anggaranDIPAdan 60 sampel INL (pihak ketiga).Jumlah

yangditerima Laboratorium Mikrobiologi tersebut diatas seluruhnya selesai diuji pada

tahun 2016.

2.6.6 Sampling dan Operasional Laboratorium Mobil Keliling

29

Dalam pelaksanaan operasional mobil laboratorium keliling melibatkan 3 bidang

di BBPOM di Samarinda yaitu :

Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan melakukan sampling

Bidang Pengujian melakukan uji Rapid Test

Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen melakukan Komunikasi,

Informasi dan Edukasi (KIE) baik kepada komunitas sekolah maupun penjaja

makanan di sekitar sekolah , juga kepada masyarakat, selain menyebarkan leaflet,

poster dan brosur tentang keamanan pangan.

Sasaran dari operasional laboratorium mobil keliling tahun 2016 adalah :

1. Sampling dalam Rangka Pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS)Pangan Jajanan Anak Sekolah memegang peranan yang sangat penting

dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak usia sekolah.

Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin, boraks, pewarna

rhodamin B dan methanyl yellow oleh produsen pangan jajanan adalah salah

satu contoh masih rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran produsen

tentang keamanan pangan jajanan.

Implementasi Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman,

Bermutu, dan Bergizi (Aksi Nasional PJAS) selama 2011-2014 dan dilanjutkan

dengan pengawalan PJAS ditahun 2015-2016 ini diharapkan dapat menjangkau

± 2400 SD/MI di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. SD/MI yang telah

diintervensi selama Aksi Nasional PJAS di daerah semakin meningkat yang

diharapkan dapat menjadi penggerak dan percontohan dalam upaya

peningkatan keamanan pangan di lingkungan sekolah pada khususnya serta di

Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara pada umumnya. Oleh karena itu, SD/MI

tersebut perlu didukung dengan pendampingan atau bimbingan teknis lainnya

agar sekolah mampu mandiri menjaga keamanan pangan di lingkungannya.

Gerakan Aksi Nasional Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman,

Bermutu dan Bergizi (Aksi Nasional PJAS) yang dicanangkan oleh Bapak Wakil

Presiden RI pada tanggal 31 Januari 2011 sudah berakhir di tahun 2014. Sampai

dengan tahun 2014 semua kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Timur dan

Kalimantan Utara sudah dialakukan intervensi baik melalui Intervensi A, B dan C.

Tahun 2016, BBPOM di Samarinda melakukan pengawalan AN PJAS dengan

melakukan sampling dan uji PJAS di tempat menggunakan rapid test kit ke SD

yang belum terintervensi AN-PJAS sebagai berikut:

30

Tabel 2.8 Data Intervensi BBPOM di Samarinda ke sekolah Terkait Pengawalan

Aksi Nasional (AN-PJAS) Tahun 2016

NO KAB/KOTA Jumlah SD/MI yang diintervensi

1 Samarinda 432

2 Berau 48

3 Bulungan 107

4 Nunukan 31

Total 549

Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

2. Sampling dalam Rangka Pengawalan dan Pengawasan Desa dalam Program Gerakan Keamanan Pangan Desa.

Pengawalan Desa dalam Program Gerakan Keamanan Pangan Desa

(GKPD) 2016 dilaksanakan dengan melakukan operasional mobil laboratorium

keliling di desa yang sudah mendapatkan intervensi dalam program GKPD.

Kegiatan ini dilaksanakan di 5 (lima) Kelurahan di Kota Samarinda yang

mendapat intevensi GKPD tahun 2014; 3 (tiga) Desa di Kabupaten Kutai

Kartanegara yang mendapat intevensi GKPD tahun 2015 dan 3 (tiga) Kelurahan

di Kota Balikpapan yang mendapat intervensi GKPD tahun 2016.

3. Sampling dalam Rangka Pengawasan Pangan Jajanan Ramadhan.Dalam rangka pengawasan pangan jajanan ramadhan tahun 2016

BBPOM di Samarinda melaksanakan sampling dan pengujian pangan jajanan

ramadhan dengan menggunakan operasional mobil laboratorium keliling

(Mobling). Mobling dalam rangka pengawasan pangan ramadhan dilaksanakan

di 2 Kota yaitu Samarinda dan Tarakan.

Dari 129 sampel yang diambil dalam kegiatan mobling pangan jajanan

Ramadhan 2016, diperoleh hasil bahwa 99.23 % sampel memenuhi syarat,

0.77% sampel TMS Rhodamin B.Secara keseluruhan dari 956 sampel mobling

PJAS yang disampling dan diuji pendahuluan dengan rapid test kit dan

dilanjutkan dengan uji lanjut ke Laboratorium Pengujian Pangan dan BB,

diperoleh hasil bahwa 97.91 % sampel memenuhi syarat dan 2.09 % sampel

TMS (1.26 % TMS Rodhamin, 0.84 % TMS Boraks) Data lengkap hasil

31

operasional laboratorium mobil keliling dapat dilihat pada tabel dan gambar di

bawah ini :

Tabel 2.9 Hasil Uji dengan Rapid Test Kit Melalui Operasional Laboratorium Mobil Keliling Tahun 2016

No Bulan Total Sampel MS

TMSRhod -

BMethanil Yellow

Boraks Formalin

1 Januari 20 20 0 0 0 0

2 Februari 48 46 2 0 0 0

3 Maret 0 0 0 0 0 0

4 April 97 97 0 0 0 0

5 Mei 46 44 2 0 0 0

6 Juni 129 125 4 0 0 0

7 Juli 0 0 0 0 0 0

8 Agustus 48 42 2 0 4 0

9 September 0 0 0 0 0 0

10 Oktober 183 183 0 0 0 0

11 November 69 69 0 0 0 0

12 Desember 316 310 2 0 4 0

Total 956 936(97,91%)

12(1.26%) 0 8

(0,84%) 0 0Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

4. Pelatihan Fasilitator Keamanan Pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS)Tahun 2016 BBPOM di Samarinda menyelenggarakan Pelatihan Fasilitator

PJAS di 3 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur yaitu di Berau,

Mahakam Ulu dan Kutai Barat. Dengan demikian sampai akhir tahun 2016 Balai

Besar POM di Samarinda sudah melatih petugas puskesmas kabupaten/kota di

provinsi Kalimantan Timur.

Pelatihan Fasilitator Keamanan PJAS dilaksanakan dengan cara

penyampaian modul pelatihan dan dilakukan evaluasi penilaian pada hasil pre

dan post test. Peserta pelatihan memperoleh sertifikat telah mengikuti pelatihan

fasilitator keamanan PJAS bila hasil evaluasi post test minimal nilai 70. Bagi

peserta yang memperoleh sertifikat telah mengikuti pelatihan fasilitator

keamanan PJAS pengawalan AN-PJAS akan ditindaklanjuti sesuai Panduan

Pengawalan Intervensi AN-PJAS yang ditetapkan Badan POM.

Data peserta pelatihan fasilitator keamanan PJAS dapat dilihat pada table

32

di bawah ini :

Tabel 2.10 Data Peserta Pelatihan Fasilitator Pengawalan PJAS Tahun 2016No Kabupaten/ Kota Jumlah Peserta

1. Berau 30

2 Mahakam Ulu 30

3 Kutai Barat 31

Jumlah 91Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

2.7 Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan.Selama kurun waktu tahun anggaran 2016 telah terjadi 8 (delapan) laporan

Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Kabupaten/Kota yaitu Balikpapan,

Berau, dan Kutai Kartanegara. Kasus keracunan semua disebabkan oleh keracunan

pangan. Berikut hasil tindak lanjut pengujian yang dilakukan BBPOM di Samarinda.

Tabel 2.11 Kasus Keracunan Pangan Provinsi Kaltim dan Kaltara Tahun 2016

No Kab/Kota Tanggal pengiriman

sampel

Produk Pangan diduga Penyebab keracunan

Hasil Tindak lanjut Pengujian

1 Kutai Timur 9 Februari 2016

Nasi, Ikan Bumbu Kuning, Telur, Sop Sayuran, Ikan Bumbu Kuning

Negatif Parameter Mikrobiologi yang dicurigakan

2 Kutai Kartanegara

15 Februari 2016

Campuran Soun, Ayam suwir, Kentang Telur, sambal, Nasi Putih, Sop Wortel

Memenuhi Syarat

3 Paser 30 Mei 2016 Kerupuk, Tahu, Mentimun, kacang panjang, Kecambah, Lontong, Sambal kacang

Negatif ParameterMikrobiologi yang dicurigakan

4 Dinas Kesehatan Pemprov Kaltim

14 Oktober 2016

Ikan tongkol, Positif histamin pada ikan tongkol

5 Kutai Kartanegara

13 November 2016

Nasi Putih, Sayur Bening Kangkung, Ayam goreng ,Bakwan dan Sambel

Memenuhi Syarat

6 Balikpapan 28 November 2016

Ikan Tongkol Goreng dan Ikan Tongkol Mentah

Positif histamin pada ikan tongkol

7 Kutai 21 November Nasi Putih, Sambal Memenuhi Syarat

33

No Kab/Kota Tanggal pengiriman

sampel

Produk Pangan diduga Penyebab keracunan

Hasil Tindak lanjut Pengujian

Kartanegara 2016 Goreng Daging

8 Dinas Kesehatan Pemprov Kaltim

23 Desember 2016

Nasi Putih, Ikan Kering Asin, Sayur Santan Kacang Panjang , Tahu Goreng, Sambal Goreng Tahu Tempe

Memenuhi Syarat

Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016

Adapun kegiatan pemantauan pemetaan kasus keracunan tahun 2016 dilaksanakan

dengan mengumpulkan data kasus keracunan di rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit

swasta. Kegiatan ini dilaksanakan di 22 (dua puluh dua) rumah sakit di provinsi Kalimantan

Timur dan Kalimantan Utara dari bermacam-macam tipe yaitu tipe A, B, C dan D.

Dari pemantauan selama satu tahun diperoleh data kasus keracunan sebanyak 61 kasus.

Penyebab keracunan antara lain karena Bahan tumbuhan (50.7%), binatang (8%), kimia rumah

industri (8%), kimia rumah tangga (8%), makanan minuman (8%), Minuman beralkohol, Alkohol

dan ektaksi, obat (11%), obat dan minuman, Pestisida, lain-lain. seperti tertera pada tabel 40.

Dari data yang terkumpul dapat dianalisa bahwa bahan penyebab keracunan yang sering terjadi

dikarenakan makanan dan minuman, dan dari golongan usia dewasa, sedangkan kondisi ini

banyak disebabkan adanya unsur kesengajaan seperti minum minuman beralkohol dan

percobaan bunuh diri.

Pada kurun waktu tahun 2011 – Mei 2016 terdapat 33 KLB Keracunan Pangan yang

dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara

ke Balai Besar POM di Samarinda dan sebaran angka KLB Keracunan Pangan

menggambarkan hasil yang fluktuaktif.

2.8 Kesehatan Pendidikan Anak SekolahUsaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah Program pemerintah untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah

sehat/kemampuan hidup sehat dengan warga sekolah. Melalui Program UKS diharapkan dapat

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik yang harmonis dan optimal, agar

menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Tujuan diselenggarakannya Program UKS secara umum untuk meningkatkan

kemamppuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan

34

sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang harmonis dan

optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Sedangkan tujuan khusus

untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan peserta didik yang

mencakup :

1. Penurunan angka kesakitan anak sekolah.

2. Peningkatan kesehatan peserrta didik (fisik, mental, sosial)

3. Agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan

prinsip-prinsip hidup sehat serta perpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di

sekolah.

4. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah

5. Meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh buruk narkotika, rokok,

alkhohol dan obat-obatanan berbahaya lainnya.

Sasaran Program UKS meliputi seluruh peserta didik, baik di Jenjang TK, SD, SMP, SMA,

SMK dan SLB. Adapun Kegiatan-Kegiatan UKS meliputi :

1. Pemeriksaan kesehatan (gigi, mulut, mata, telinga, tenggorokan, kulit dan rambut)

2. Pemeriksaan perkembangan kecerdasan

3. Pemberian imunisasi

4. Penemuan kasus-kasus dini

5. Pengobatan sederhana

6. Pertolongan pertama

7. Rujukan

Beberapa kegiatan Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah (TPUKS) diantaranya:

1. Pembinaan sarana keteladanan gizi, seperti kantin sekolah

2. Pembinaan sarana keteladanan lingkungan, seperti pemeliharaan dan pengawasan

pengelolaan sampah, SPAL, WC, dan kamar mandi, kebersihan kantin sekolah, ruang UKS

dan ruang kelas , usaha mencegah pengendalian vektor penyakit.

3. Pembinaan personal higiene peserta didik dengan pemeriksaan rutin kebersihan kuku,

telinga, rambut, gigi serta dengan mengajarkan cara gosok gigi yang benar.

4. Pengembangan kemampuan peserta didik untuk berperan aktif dalam pelayanan

kesehatan antara lain dalam bentuk kader kesehatan sekolah dan dokter kecil.

5. Penjaringan kesehatan peserta didik baru.

6. Pemeriksaan kesehatan secara periodik

7. Imunisasi,pengawasan sanitasi air, usaha P3K di Sekolah

8. Rujukan medik, penanganan kasus anemia.

35

9. Forum komunikasi terpadu dan pencatatan pelaporan.

Presentase Jumlah UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) pada Jenjang SD, SMP, SMA, SMK

dan SLB di Provinsi Kalimantan Timur bias di lihat pada Tabel di bawah ini.

36

Tabel 2.12 Presentase Jumlah Ruang UKS Se- Kalimantan Timur

JUMLAH SEKOLAH

JUMLAH SEKOLAH YG

MEMILIKI R.UKS

PERSENTASE (%)

JUMLAH SEKOLAH

JUMLAH SEKOLAH YG

MEMILIKI R.UKS

PERSENTASE (%)

JUMLAH SEKOLAH

JUMLAH SEKOLAH YG

MEMILIKI R.UKS

PERSENTASE (%)

JUMLAH SEKOLAH

JUMLAH SEKOLAH YG

MEMILIKI R.UKS

PERSENTASE (%)

JUMLAH SEKOLAH

JUMLAH SEKOLAH YG

MEMILIKI R.UKS

PERSENTASE (%)

1 Kota Samarinda 213 165 77.46% 81 61 75.31% 35 32 91.43% 53 25 47.17% 12 3 25.00%

2 Kota Bontang 55 46 83.64% 29 22 75.86% 11 6 54.55% 12 7 58.33% 4 3 75.00%

3 Kota Balikpapan 176 117 66.48% 59 48 81.36% 21 13 61.90% 29 12 41.38% 3 3 100.00%

4 Kabupaten Paser 220 101 47.87% 67 40 59.70% 17 9 52.94% 11 5 45.45% 1 - 0.00%

5 Kab. Penajam Paser Utara 104 33 31.73% 29 18 62.07% 8 5 62.50% 8 6 75.00% 1 - 0.00%

6 Kab. Kutai Kartanegara 456 218 47.81% 131 60 45.80% 50 23 46.00% 41 13 31.71% 2 2 100.00%

7 Kab. Kutai Timur 206 57 27.67% 79 37 46.84% 22 11 50.00% 24 7 29.17% 1 - 0.00%

8 Kab. Kutai Barat 206 56 27.18% 55 20 36.36% 21 5 23.81% 13 5 38.46% 1 - 0.00%

9 Kabupaten Berau 160 44 27.50% 46 29 63.04% 19 6 31.58% 14 3 21.43% 1 - 0.00%

10 Kab. Mahakam Ulu 38 7 18.42% 13 7 53.85% 6 2 33.33% 2 - 0.00% - - 0.00%

1,834 844 46.02% 589 342 58.06% 210 112 53.33% 207 83 40.10% 26 11 42.31%TOTAL

NO KAB/KOTA

SD SMP SMA SMK SLB

37

2.9 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT2.9.1. Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD)

Pembangunan keamanan pangan dimulai dari individu, keluarga, hingga

masyarakat, termasuk di perdesaan sesuai salah satu agenda prioritas Nawa Cita, yaitu

membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa

dalam kerangka negara kesatuan. Badan POM menginisiasi program dan kegiatan di

bidang keamanan pangan yang berbasis masyarakat. Program nasional ini disebut

Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD).

Pada tahun 2016 program nasional Gerakan Keamanan Pangan Desa di

Balikpapan dilaksanakan di 3 (tiga) kelurahan di Kota Balikpapan, yaitu Muara Rapak,

Sumber Rejo dan Manggar.

Adapun rangkaian kegiatan GKPD pada tahun 2016 sebagai berikut :

1. Perkuatan Kapasitas Desa.

Kegiatan Advokasi Kelembagaan Desa merupakan salah satu kegiatan Perkuatan

Kapasitas Desa.Kegiatan Pertemuan Advokasi Kelembagaan dalam rangka Gerakan

Keamanan Pangan Desa di Kota Balikpapan tanggal 6 April 2016 dibuka dengan

sambutan dan arahan Asisten III Bidang Administrasi Umum Pemerintah Kota

Balikpapan oleh Bapak Ir. Chaidar Chairulsjah. Pertemuan ini merupakan pertemuan

kemitraan keamanan pangan dengan lintas sektor terkait yang memiliki program di

desa dan dapat disinergikan dan dikolaborasikan dengan program keamanan

pangan desa di desa target di Kota Balikpapan, antar lain yaitu Asisten Bidang

Administrasi Perekonomian dan Pembangunan, Kabag Ekonomi, Dinas Kesehatan,

Dinas Perindagkop dan UMKM, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kota Balikpapan,

Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Balikpapan, Dinas Kominfo Kota Balikpapan, Dinas

Pemberdayaan Masyarakat Desa Kota Balikpapan, Dinas Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak Kota Balikpapan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota

Balikpapan, Badan Ketahanan Pangan, Bappeda Kota, Ketua Tim Penggerak, Kwartir

Pramuka Kota, Camat Kecamatan Balikpapan Timur, Camat Balikpapan Tengah, Camat

Balikpapan Utara, Lurah Manggar, Lurah Sumber Rejo dan Lurah Muara Rapak.

Kegiatan ini mendapat respon positif dari Pemerintah Kota Balikpapan dan SKPD

termasuk didalamnya kelurahan yang akan mendapat intervensi keamanan pangan yaitu

Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak.

38

2. Pemberdayaan Komunitas Desa Pemberdayaan Komunitas Desa dilakukan melalui bimtek dan fasilitasi di 3

(tiga) kelurahan yaitu Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.

Tujuan kegiatan ini adalah memberdayakan komunitas desa dengan :

a. Meningkatkan awareness keamanan pangan di komunitas kelurahan dan

produsen pangan kelurahan.

b. Membentuk Kader Kemanan Pangan Kelurahan.

c. Meningkatkan kemampuan menerapkan praktek keamanan pangan yang baik

di tingkat rumah tangga dan tingkat IRTP/PKL dan Ritel.

Tahapan pelaksanaan kegiatan antara lain : pembahasan, Pengambilan Data

dalam rangka GAP Asesment, pelaksanaan bimtek Kader Keamanan Pangan

Desa (KKPD), pelaksanaan bimtek keamanan pangan untuk komunitas desa,

fasilitasi penerapan keamanan pangan oleh KKPD.

3. Pengambilan Data dalam rangka GAP Asesment Pengambilan data dalam rangka GAP Assesment yang bertujuan untuk

memperoleh data komunitas desa sebelum dilakukan intervensi keamanan pangan.

Adapun target peserta GAP Assesment adalah Tim Kemanan Pangan Desa, KKPD

dan Komunitas Desa di kelurahan Manggar, Sumber rejo dan Muara Rapak.

Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2016 dengan menggunakan

Formulir Kuisioner untuk Komunitas Desa dengan rincian responden sebagai berikut :

1. PKK : 10 Responden

2. IRTP : 10 Responden

3. Ritel : 10 Responden

4. Komunitas sekolah : 10 Responden

5. PKL : 10 Responden

4. Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa (KKPD) Salah satu tujuan dari Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa adalah untuk

pembentukan kader/ fasilitator keamanan pangan di desa sehingga nantinya terbentuk

Fasilitator Keamanan Pangan Desa dari berbagai kader target yang terlatih. Di tiap

Desa/Kelurahan dilatih 15 (lima belas ) Kader Keamanan Pangan Desa yang terdiri

dari 5 (lima) kader komunitas sekolah, 5 (lima) kader Pembinaan Kesejahteraan

Keluarga (PKK), 5 (lima) kader Karang Taruna dan 2 (dua) orang tenaga PKP/DFI dari

39

masing-masing kelurahan.

Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader Guru/Komunitas Sekolah dilaksanakan tanggal 26 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas)

orang Kader Guru yang berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD

yaitu Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.

Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader PKK dilaksanakan

tanggal 27 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas) orang kader PKK yang

berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD yaitu Manggar, Sumber

Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.

Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader Karang Taruna dilaksanakan tanggal 28 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas) orang kader

karang taruna yang berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD yaitu

Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.

Pada Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa (KKPD) dilakukan pre test dengan

nilai rata-rata 91,25 untuk kader komunitas sekolah, 70,64 untuk kader PKK dan 92,38

untuk kader Karang Taruna. Adapun post test dengan dengan nilai rata-rata 93,33 untuk

kader komunitas sekolah, 73,50 untuk kader PKK dan 93,60 untuk kader Karang

Taruna.

Dari hasil evaluasi pre test dan post test semua kader dapat dilihat bahwa ada

peningkatan nilai sehingga dapat disimpulkan bahwa semua kader telah memahami

penerapan keamanan pangan sesuai fungsinya masing-masing.

5. Bimtek untuk Komunitas di Desa Tujuan Bimtek Komunitas di Desa adalah untuk melatih dan memandirikan

masyarakat desa di bidang keamanan pangan dan Bimtek Keamanan Pangan untuk

pelaku usaha pangan desa yang bertujuan untuk melatih usaha pangan desa di bidang

keamanan pangan.

Bimtek komunitas desa dilaksanakan di tanggal 19 s/d 21 Juli 2016. Narasumber

Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas Desa tahun 2016 adalah Kader Keamanan

Pangan Desa yang sudah mengikuti Bimtek Kader Keamanan Pangan sebelumnya yang

didampingi narasumber dari Balai Besar POM di Samarinda.

40

a. Kelurahan Sumber Rejo.Jumlah Peserta yang mengikuti Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas

Desa di Kelurahan Sumber Rejo tahun 2016 sebanyak 43 (empat puluh tiga)

orang yang berasal dari 5 (lima) Kelompok Komunitas Desa yaitu Kader PKK,

Pedagang Kreatif lapangan (PKL), kantin sekolah, sarana ritel pangan dan warung

makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Adapun rincian

peserta yang hadir dan tanggal pelaksanaan pertemuan ini adalah :

Tabel 2.13 Jumlah Komunitas yang diberdayakan di Kelurahan Sumber Rejo BalikpapanTahun 2016

b. Kelurahan ManggarJumlah Peserta yang mengikuti Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas

Desa tahun 2016 ini sebanyak 41 (empat puluh satu) orang yang berasal dari 5

(lima) Kelompok Komunitas Desa di Kelurahan Manggar yaitu Kader PKK,

Pedagang Kreatif lapangan (PKL), kantin sekolah, sarana ritel pangan dan warung

makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Adapun rincian

peserta yang hadir dan tanggal pelaksanaan pertemuan ini adalah :

Tabel 2.14 Jumlah Komunitas yang Diberdayakan di Kelurahan Manggar BalikpapanTahun 2016

No Kelompok Komunitas Peserta

1 PKK 102 Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) 73 Kantin Sekolah 74 Ritel Pangan 85 IRTP 9

c. Kelurahan Muara RapakJumlah Peserta yang mengikuti Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas

Desa tahun 2017 ini sebanyak 40 (empat puluh) orang yang berasal dari 5 (lima)

Kelompok Komunitas Desa di Kelurahan Muara Rapak yaitu Kader PKK,

Pedagang Kreatif lapangan (PKL), kantin sekolah, sarana ritel pangan dan warung

41

No Kelompok Komunitas Peserta

1 PKK 102 Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) 93 Kantin Sekolah 104 Ritel Pangan 95 IRTP 5

makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Jumlah peserta

yang hadir dalam pertemuan ini adalah :

Tabel 2.15 Jumlah Komunitas yang Diberdayakan di Kelurahan Muara Rapak Balikpapan Tahun 2016

No Kelompok Komunitas Peserta

1 PKK 72 Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) 103 Kantin Sekolah 104 Ritel Pangan 75 IRTP 6

Pada Bimtek Komunitas Desa dilakukan pre test pada saat gap assessment

dengan nilai rata-rata 70,18 untuk PKK, 71,11 untuk PKL, 90,8 untuk kader

Komunitas Sekolah, 79,6 untuk IRTP dan 63,8 untuk IRTP. Adapun post test

pada saat Bimtek Komunitas Desa dengan dengan nilai rata-rata 76,4 untuk

PKK, 72,3 untuk PKL, 91 untuk kader Komunitas Sekolah, 81,8 untuk IRTP dan

78,2 untuk IRTP.

6. Fasilitasi Penerapan Kemanan Pangan Oleh Kader Keamanan Pangan Fasilitasi penerapan keamanan pangan oleh Kader Keamanan Pangan Desa

(KKPD) dilakukan dalam rangka mengimplementasikan keamanan pangan dalam

kehidupan sehari-hari di lingkup rumah tangga/sekolah dan praktek/cara produksi/ritel

pangan yang baik di lingkup usaha pangan.

Masing-masing kader keamanan pangan desa dan tenaga Penyuluh

Keamanan Pangan (PKP) serta District Food Inspector (DFI) melakukan fasilitasi

penerapan keamanan pangan kepada masing-masing komunitasnya dengan cara

melakukan kunjungan kedapur/tempat produksi pangan, melakukan pengamatan

bagaimana komunitas yang dibinanya melakukan penyiapan/ pemasakan/

penyajian/ penyimpanan pangan. Kegiatan pengambilan data dengan menggunakan

Formulir Kuisioner Komunitas Desa ini dilakukan di Kelurahan Manggar, Muara Rapak

dan Sumber Rejo pada bulan Agustus dan September 2016.

42

7. Pengawasan Keamanan Pangan DesaTujuan Pengawasan Keamanan Pangan Desa adalah :

a. Menjamin pelaksanaan program kegiatan keamanan pangan di desa

berjalan sesuai rencana dan aturan yang telah ditetapkan serta tercapai

targetnya.

b. Menjamin perwujudan sustainabilitas (keberlanjutan) sistem keamanan pangan di

desa.

Pelaksanaan intensifikasi Pengawasan Pangan Desa dalam rangka pengawalan

yang sudah mendapat intervensi GKPD tahun 2014 dan 2015 dilakukan di kelurahan di

wilayah Kota Samarinda, yaitu Kelurahan Sengkotek, Kelurahan Sindang Sari,

Kelurahan Mugirejo, Kelurahan Lok Bahu dan Kelurahan Bantuas dan Kabupaten Kutai

Kertanegara, yaitu Desa Loa Janan Ulu, Desa Purwajaya, dan Desa Tani Bhakti.

Selain itu, pelaksanaan intensifikasi Pengawasan Pangan Desa juga dilakukan di

Kelurahan yang mendapat intervensi GKPD tahun 2016 yaitu Kelurahan Manggar,

Muara Rapak dan Sumber Rejo Kota Balikpapan.

Dalam tahapan ini dilakukan kegiatan Mobil Laboratorium Keliling (Mobling) di

Kelurahan Manggar, Muara Rapak dan Sumber Rejo Kota Balikpapan oleh petugas

Balai Besar POM di Samarinda didampingi oleh Tim Keamanan Pangan Kelurahan.

Pada kegiatan mobling ini, dilakukan pengambilan sampel dan pengujian sampel

menggunakan rapid test kit.

Pengawasan Keamanan Pangan di usaha pangan desa dilakukan oleh tenaga

PKP dan DFI dalam bentuk Fasilitasi Keamanan Pangan terhadap kelompok

komunitasnya dengan menggunakan formulir / check list penerapan keamanan pangan.

Khusus untuk IRTP, fasilitasi yang dilakukan sekaligus dalam rangka penerbitan SPP-

IRT

8. Monitoring dan Evaluasi GKPDSetelah intervensi keamanan pangan dilakukan, dilakukan monitoring dan evaluasi

dengan pengambilan data post intervensi terhadap kader keamanan pangan dan kepala

desa/lurah untuk dievaluasi.

Tujuan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program GKPD :

a. Mengevaluasi pelaporan oleh Koorlap dan KKPD

b. Melakukan analisis pelaksanaan kegitan GKPD

c. Melaporkan hasil program GKPD tahun 2016

43

d. Memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah menerapkan keamanan

pangan dengan baik seperti tingkat desa dan tingkat sekolah

e. Memberikan rekomendasi peningkatan keamanan pangan di tingkat desa

9. Pengambilan Data dalam rangka Monev

Kelompok target yang akan diambil datanya dalam rangka monev post intevensi

yaitu sama dengan GAP Assesment adalah Tim Kemanan Pangan Desa, KKPD dan

Komunitas Desa di kelurahan Manggar, Sumber rejo dan Muara Rapak.

Pengambilan data dilakukan pada Bulan Oktober sd Desember2016.

10. Lomba Desa

Lomba desa dalam rangka GKPD ini dapat diikuti oleh seluruh desa/kelurahan

yang diintervensi baik pada tahun 2014, 2015 dan 2016. Petugas Balai Besar POM di

Samarinda melaksanakan verifikasi data maupun lapangan dari akhir November sd

Desember 2016. Desa yang diajukan untuk mewakili Provinsi Kalimantan Timur tingkat

nasional tahun 2016 dalam rangka lomba desa adalah Kelurahan Sumber Rejo.

2.10 Pasar Aman dari Bahan Berbahaya2.10.1. Intervensi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya

Intervensi tahun 2016 dilaksanakan di Pasar Arum Samarinda dengan tahapan :

Advokasi dengan pemda kota Samarinda (sudah dilaksanakan tahun sebelumnya) ;

Bimbingan Teknis kepada petugas pasar Arum Samarinda ;

Monev dan Sampling tahap 1 dilaksanakan oleh petudas pasar ;

Penyuluhan / KIE terkait Bahan Berbahaya dalam Makanan kepada komunitas pasar

oleh Balai Besar POM di Samarinda ;

Monev dan Sampling tahap 2 dilaksanakan oleh petugas pasar ;

Monitoring dan Evaluasi oleh Balai Besar POM di Samarinda ;

2.10.2. Monitoring dan Evaluasi Pasar Aman dari Bahan BerbahayaMonitoring dan Evaluasi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya merupakan salah satu

rangkaian dari Kegiatan Pasar Aman dari Bahan Berbahaya yang sudah dimulai tahun

2014. Pelaksanaan kegiatan ini berlokasi di Pasar Pagi Samarinda yang merupakan

target pelaksanaan rangkaian kegiatan pasar aman tahun 2014, Pasar Segiri Samarinda

44

yang merupakan target pasar aman tahun 2015 dan Pasar Arum Samarinda yang

merupakan target pasar aman tahun 2016.

Monitoring dan Evaluasi dilakukan sebanyak 2 (dua) tahap. Monitoring dan Evaluasi tahap 1 dilaksanakan bulan Juni s/d Juli 2016 dengan melakukan sampling

pangan :

Pasar Segiri Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil

Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebanyak 14 sampel (11 TMS Rhodamin- B; 3 TMS Boraks)

Pasar Pagi Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil TMS

sebanyak 12 sampel (8 TMS Rhodamin- B; 4 TMS Formalin) Pasar Arum Samarinda sebanyak 100 sampel. Dari 100 sampel didapatkan hasil 3

sampel (2 TMS Rhodamin- ; 1 TMS Boraks)

2.10.3. Monitoring dan Evaluasi tahap 2

Monitoring dilaksanakan bulan September s/d Oktober 2016 dengan melakukan

sampling :

Pasar Segiri Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil TMS

3 sampel (3 TMS Rhodamin- B) Pasar Pagi Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil TMS

sebanyak 7 sampel (5 TMS Rhodamin- B, 2 TMS Formalin) Pasar Arum Samarinda sebanyak 100 sampel. Dari 100 sampel diperoleh hasil

semua sampel Memenuhi Syarat.

2.11. Unsur Pelaksana dari DPMPDDinas pemberdayaan masyarakat dan Pemerintahan Desa merupakan Unsur pelaksana

yang memilki input dan output, yaitu :

a. Input :

- PKK

- Posyandu

- PMT - AS

b. Output: Tersedianya akses pelayanan dalam rangka pengembangan dan peningkatan

Pemberdayaan Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat.

45

2.12. Intensifikasi Pengawasan Pangan Fortifikasi Beberapa cara dalam menangani permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro,

antara lain dengan pemberian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), suplementasi dan fortifikasi.

Mulai tahun 2014 Badan POM mengadakan program Pengawasan Pangan Daerah Terkait

Pengawasan pangan Fortifikasi. Langkah awal untuk mewujudkan kegiatan tersebut adalah

dimulai dengan acara Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Jejaring Pengawasan Pangan

Daerah Terkait Pangan Fortifikasi.

Balai Besar POM di Samarinda menyelenggarakan FGD Intensifikasi Pengawasan

Pangan Fortifikasi tanggal 29 November 2016 yang dihadiri SKPD Provinsi Kalimantan Timur

dan Kota Samarinda yang terkait dengan pangan fortifikasi dan peserta dari BBPOM di

Samarinda. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan tersebut adalah :

a. SKPD terkait mendukung suksesnya pelaksanaan program Pengawasan Pangan Daerah

Terkait Pangan Fortifikasi sebagai salah satu sarana dalam mengurangi kekurangan gizi

mikro masyarakat Indonesia utamanya Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

b. Badan POM tidak dapat berdiri sendiri dalam melakukan pengawasan pangan olahan yang

beredar. Perlu koordinasi dan kerja sama dengan lintas sektor terkait untuk mewujudkan

keamanan pangan yang berkesinambungan mulai dari tahap penanaman, pemanenan,

sampai dengan siap dikonsumsi (form farm to table).

c. Melalui kegiatan ini diharapkan tercipta penguatan koordinasi dan manajemen pangan

fortifikasi.

d. Terkait fortifikasi minyak goreng sawit, tahun 2017 batas akhir penerapan SNI, diperlukan

peraturan menteri perdagangan

e. Sehubungan dengan rencana fortifikasi pada beras, dalam pertemuan selanjutnya akan

diupayakan untuk mengundang narasumber dari Bulog

2.13. Situasi GiziTujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya

manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai

dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai

mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak

seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat

membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak

dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi

46

disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan

pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang

kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat

kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index

(HDI).

Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Kaltim dapat dikatakan tidak sakit akan

tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi dan kelebihan gizi (obesitas).

Kejadian kekurangan gizi dan gizi lebih sering terlupakan oleh kita, akan tetapi secara perlahan

berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita,

serta rendahnya umur harapan hidup. Masa kehamilan merupakan periode yang sangat

menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan

oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan.

Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan

juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah. Demikian seterusnya status

gizi remaja atau usia sekolah ditentukan juga pada kondisi kesehatan dan gizi pada saat lahir

dan balita.

Secara umum Prevalensi status gizi balita di Provinsi Kaltim Berdasarkan hasil

Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016 sudah terjadi penurunan, walaupun ditahun 2014

dan 2015 terjadi peningkatan. Namun pada tahun 2015 prevalensi kurang gizi 19,1 % telah

turun menjadi 18,0 % ditahun 2016.

Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016Gambar 2.19 Prevalensi Kurang Gizi Berdasarkan Hasil Riskesdas dan PSG

Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dan 2016

47

Demikian juga balita yang pendek, cendrung terjadi peningkatan, yaitu dari 26,1% pada

tahun 2014 meningkat menjadi 26,7 % pada tahun 2015, dan tahun 2016 meningkat lagi

menjadi 27,19 % atau masih diatas target RPJMD Provinsi Kaltim yaitu diharapkan pada tahun

2018 setinggi-tingginya balita pendek adalah 25 % .

Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016Gambar 2.20 Prevalensi Balita Pendek Berdasarkan Hasil Riskesdas dan PSG

Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dan 2016

Sedangkan prevalensi balita kurus sudah turun dari 12,1 % pada tahun 2015 menjadi

9,6 % ditahun 2016 demikian juga balita gemuk dari 5,9 % pada tahun 2015 menjadi 4,6 % di

tahun 2016.

Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016

Gambar 2.21 Tren Status Gizi Balita Berdasarkan Kategori Kurus dan Gemuk (BB/TB) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dan 2016

48

Adapun status gizi yang dikompositkan berdasarkan 3 indeks Berat Badan menurut

Umur, Tingga Badan menurut Umur dan Berat Badan menurut Tinggi Badan, maka diitemukan

18,1% balita menderita kurang gizi, dan diantara balita kurang gizi tersebut sebanyak 26,1 %

balita pendek.

Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016

Gambar 2.22 Status Gizi Komposit Berdasarkan 3 Indeks (BB/U, TB/U dan BB/TB) Prevalensi Balita Gizi Kurang dalam 6 Kategori di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2016, menunjukkan prevalensi orang

dewasa gemuk umur > 19 tahun berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) di Provinsi Kaltim

adalah 33,8 %.

Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016

Gambar 2.23 Presentase Dewasa Gemuk Umur > 19 Tauhn Berdasarkan Indeks IMT di Provinsi Kalimantan Timur

49

Adapun batasan masalah kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi menurut

WHO, bahwa balita kurus (5%), kurang gizi (10%) dan balita pendek (20%) sudah dianggap

bermasalah. Namun apabila kita bandingkan dengan hasil survey Pemantauan Status Gizi,

bahwa Provinsi Kaltim termasuk bermasalah gizi kronis dan akut, karena Prevalensi balita

kurang gizi, balita kurus dan balita pendek sudah diatas batasan indikator gizi menurut WHO.

Adapun peningkatan prevalensi balita kurang gizi dan balita pendek ini terjadi, karena masih

ada disparitas status gizi antar kabupaten kota se Kaltim, dimana aksesibilitas masyarakat

terhadap pelayanan kesehatan masih rendah, terutama kunjungan balita ke posyandu masih

rendah yaitu D/S baru mencapai 53,75 % , sehingga status gizi balita kita tidak bisa terdeteksi

lebih dini. Dan disamping itu juga hasil Pemantauan Monitoring Pemberian ASI Eksklusif

melalui survey PSG tahun 2016 baru mencapai 25,82 % atau masih dibawah target tahun 2016

yaitu 42 %.

Gambar 2.24 Presentase Balita Sampai Umur 6 Bulan Mendapat ASI Ekslusifdi Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016

Sedangkan Prevalensi Kekurangan Energi Kronis (KEK) WUS, yaitu untuk ibu Hamil 27,5 %

ditahun 2013 telah turun menjadi 14,8 % ditahun 2016.

50

Gambar 2.25 Presentase Ibu Hamil Risiko KEK Berdasarkan LILA di Provinsi Kalimantan Timur

serta untuk obesitas sentral pada orang dewasa 31,3 % (riskesdas 2013). Secara Nasional

angka kematian karena penyakit tidak menular cenderung meningkat terus, terutama penyakit

Hipertensi, Diabetes dan stroke.

2.14 Konsumsi Protein

Pada tahun 2016 Konsumsi dari komoditi daging menempati urutan pertama dengan

jumlah konsumsi 6,95 gram protein per kapita per hari, diikuti komoditi telur dengan jumlah

konsumsi 2,14 gram protein per kapita perhari, dan yang terakhir adalah komoditi susu dengan

jumlah konsumsi 0,48 gram protein per kapita per hari (Tabel 2.16). Selain faktor penduduk,

faktor yang turut mendorong meningkatnya permintaan daging sapi adalah terjadinya

pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan

pangan sumber protein hewani. Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.

51

Tabel 2.16 Konsumsi Daging, Telur dan Susu di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 – 2016 (gram protein/kapita/hari)

Komoditi Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016*

1. Daging 5,31 4,83 5,43 6,85 7,36 6,95

2. Telur 1,74 1,48 1,59 - 1,77 2,14

3. Susu 0,42 0,44 0,44 - 0,41 0,48

Protein hewani 7,48 6,76 7,46 6,85 9,55 9,57

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Timur, 2016* Angka Sementara

Pengembangan kearah pola konsumsi pangan yang sehat memerlukan

perubahan pola dan perilaku masyarakat agar dengan kemauan dan kemampuan

sendiri mau mengubah pola konsumsinya kearah yang lebih beragam dan bergizi

seimbang. Untuk itu, upaya sosialisasi dan promosi yang lebih intensif dan melibatkan

beragam pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, swasta, akademisi dan

masyarakat secara utuh dan menyeluruh perlu menjadi prioritas.

Gambar 2.26 Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein serta PPH Provinsi Kalimantan Timur

52

2.15 Konsekuensi Pangan dan Gizi dalam Pembangunan 1. Pergeseran Tren Penyakit

Perhatian terhadap penyakit tidak menular semakin meningkat seiring

meningkatnya frekuensi kejadian penyakit di masyarakat. Di Indonesia terjadi perubahan

pola penyakit yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, yang dikenal

sebagai transisi epidemiologi. Penyakit tidak menular (PTM) yang utama adalah penyakit

jantung termasuk kardiovaskuler, paru-paru terutama yang kronis, stroke dan kanker.

Prevalensi PTM berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 antara

lain hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar

25,8%, Penyakit Jantung Koroner (PJK) penduduk usia 18 tahun ke atas 1,5%, gagal

jantung 0,3%, gagal ginjal kronik 0,2%, batu ginjal 0,6%, rematik 24,7%, stroke 12,1%,

cedera semua umur 8,2%, asma 4,5%, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

penduduk usia 30 tahun ke atas 3,8%, kanker 1,8%, diabetes mellitus 2,1%, hipertiroid

pada penduduk usia 15 tahun ke atas berdasarkan diagnosa 0,4% dan cedera akibat

transportasi darat 47,7%.

Pada sisi lain, di Indonesia terjadi kegemukan atau kelebihan gizi dengan segala

macam akibatnya yang disababkan oleh pola makan.Kasus-kasus penyakit infeksi saat

ini sudah mengalami penurunan tapi muncul penyakit-penyakit yang disebut tidak

menular karena gaya hidup, terutama hipertensi atau tekanan darah tinggi yang

mengarah pada stroke dan serangan jantung. Oleh karena itu upaya yang perlu

dilakukan antara lain peningkatan aktivitas fisik dan perilaku konsumsi gizi seimbang.

Tidak hanya mengalami beban ganda, Indonesia juga terjadi apa yang disebut dengan

nutrition transition yaitu pola hidup pedesaan yang mulai beralih seperti perkotaan.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi PTM di Kalimantan Timur masih termasuk

rendah, terkecuali untuk penyakit diabetes dan penyakit hipertensi. Prevalensi diabetes

yang terdiagnosis dokter tertinggi berada pada urutan keempat dengan persentase 2,3

% (angka nasional 1,5%), dan Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun berada pada

urutan ketiga dengan persentase (29,6 %) (angka nasional 25,8%).

2. Peran dan Dampak Pangan dan Gizi Dalam Pembangunan

Kebijakan dan strategi pembangunan di bidang pangan dan gizi terus berkembang

dari waktu ke waktu seiring perubahan tantangan dan peluang yang dihadapi oleh setiap

pemerintahan. Di sektor penyediaan pangan, dalam beberapa tahun terakhir setidaknya

terdapat dua paradigma, yaitu: a) paradigma produksi (supply side) termasuk pada

53

penekanan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan perluasan areal (ekstensifikasi);

pada paradigma ini kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan didasarkan pada

kemampuan produksi, dan semua aspek, khususnya kelembagaan ditujukan untuk

mendukung proses produksi, b) paradigma sistem usaha agribisnis yang mengkaitkan

kegiatan produksi bahan baku dengan kegiatan industri dan jasa dalam perspektif

ekonomi makro. Implementasi kedua paradigma tersebut dalam pembangunan ketahanan

pangan menunjukkan bahwa kebijakan dan strategi untuk pembangunan ketahanan

pangan, khususnya dalam hal produksi, penyediaan dan distribusi pangan harus bersifat

integratif. Artinya pembangunan di bidang ini diarahkan terintegrasi, harus memadukan

kebijakan yang bersifat jangka panjang dan kegiatan operasional jangka pendek, serta

harus memadukan kebijakan yang mempengaruhi pasar, infrastruktur, teknologi serta

penguatan aspek kelembagaan.

Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat hal,

yaitu: (a) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh

penduduk, (b) distribusi pangan yang lancar dan merata, serta dapat diakses oleh

masyarakat, (c) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi

seimbang dan aman, yang berdampak pada d) status gizi masyarakat. Dengan demikian,

sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan

penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut

aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi

anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin.

Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas

karena penyebabnya multifaktor dan multidimensi, tidak hanya merupakan masalah

kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan

dan lingkungan. Kita ketahui bersama bahwa masalah gizi berakar pada masalah

ketersediaan, distribusi, dan keterjangkauan pangan, kemiskinan, pendidikan dan

pengetahuan serta perilaku masyarakat. Dengan demikian masalah pangan dan gizi

merupakan permasalahan berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab bersama

pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, langkah-langkah penanggulangannya juga

harus dirumuskan dan dilaksanakan bersama.

Guna mengoptimalkan pencapaian keberhasilan program Pangan dan Gizi daerah,

diharapkan target dan rencana aksi yang disusun dapat tercapai dengan memperhatikan

kebijakan, strategi, SDM, dan aspek pembiayaan. Mengingat pembangunan ketahanan

pangan dan gizi bersifat lintas sektor, maka dalam menyusun rencana aksi maupun

54

rencana implementasinya, semangat koordinasi dan integrasi serta sinergitas antar

kegiatan harus diutamakan. Kemitraan antar pemerintah dengan masyarakat dan swasta

juga merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi.

2.16 Kebijakan Daerah dalam Pembangunan Pangan dan Gizi 2.16.1 Kebijakan terkait Konsumsi

Sesuai dengan analisis isu strategis pembangunan Provinsi Kalimantan Timur,

rencana pembangunan tidak hanya dititikberatkan pada pengelolaan unrenewable

resources tetapi lebih pada (transformasi)renewable resources yang berpihak pada

lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Untuk mewujudkan

keseimbangan tersebut, pembangunan Provinsi Kalimantan Timur diarahkan pada model

pembangunan ekonomi hijau sebagai rezim pembangunan untuk menjaga keseimbangan

antara pilar ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta mewujudkan kondisi masyarakat yang

lebih baik dan berkeadilan sosial dengan mengurangi risiko kerusakan lingkungan.

Pemerintah Daerah juga mendukung sepenuhnya visi nasional untuk mewujudkan

empat sukses pembangunan pertanian, yaitu: pencapaian swasembada dan swasembada

berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan

ekspor serta peningkatan kesejahteraan petani. Dukungan tersebut termuat dalam RPJMD

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-2018 melalui 10 Prioritas

Pembangunan Kaltim Maju 2018, yaitu Penguatan Cadangan Pangan.

Dalam kerangka tersebut, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi

Kalimantan Timur, bersama-sama instansi terkait lainnya mempunyai peran strategis dalam

mendorong perwujudan ketahanan pangan daerah dan pemberdayaan penyuluh menuju

kemandirian pangan dan kedaulatan pangan Provinsi Kalimantan Timur, termasuk dalam

mengurangi angka kemiskinan dan kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, desa,

kecamatan, kabupaten/kota dan akhirnya tingkat provinsi menyusun Program dan Kegiatan

Strategis seperti pendampingan pada petani, lembaga petani, dan pelaku agribisnis;

penanganan daerah rawan pangan; analisa dan penyusunan pola konsumsi dan suplai

pangan; analisis rasio jumlah penduduk terhadap jumlah kebutuhan pangan;

mengemangkan cadangan pangan daerah, desa mandiri pangan, diversfikasi pangan,

lumbung pangan desa, serta model distribusi pangan efisien. Program dan kegiatan

strategis diharapkan mampu mendukung upaya pemerintah Kalimantan Timur dalam

mengatasi ancaman ketahanan pangan. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi,

ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi, peningkatan kualitas konsumsi dan

55

keamanan pangan, serta pemberdayaan penyuluh akan terus dilaksanakan sebagai

penggerak utama pembangunan sosial ekonomi daerah dalam rangka menuju kemandirian

pangan di Kalimantan Timur. Dengan demikian, program – program pembangunan daerah

khususnya ketahanan pangan dan pemberdayaan penyuluhan perlu diarahkan untuk

mendorong terciptanya kondisi sosial ekonomi yang kondusif menuju ketahanan pangan

yang mantap dan berkelanjutan sehingga konsumsi pangan daerah dapat terpenuhi.

Selain itu, dalam rangka mendukung ketahanan pangan mendorong akselearsi

peningkatan konsumsi ikan nasional, telah dilakukan pula sosialisasi Gerakan

Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) sebagai upaya mendukung program nasional

dalam peningkatan konsumsi ikan. Kampanye Gemarikan ini dimotori Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Kalimantan Timur.

Terkait dengan keamanan pangan daerah, Balai Besar Pengawasan Obat dan

Makanan (BBPOM) Samarinda telah menyusun program dan kegiatan diantaranya Pasar

Aman dari Bahan Bahaya, Pengamanan Jajan Anak Sekolah, IRTP (Industri Rumah

Tangga Pangan), serta yang baru dilakukan Gerakan keamanan Pangan Desa yang fokus

terhadap keamanan pangan yang berbasis masyarakat. Upaya yang dilakukan adalah

dengan membangun kemitraan lintas sektor di tingkat desa yang merupakan re-orientasi

peran pemerintah kearah kebutuhan fasilitasi yang lebih mendukung berkembangnya

awareness keamanan pangan desa secara berkelanjutan.

2.16.2 Kebijakan terkait AksesPertanian merupakan sektor strategis yang berperan penting untuk pertumbuhan

ekonomi, penyerapan tenaga kerja, penanggulangan kemiskinan, sumber devisa dan

ketahanan pangan. Gangguan produksi pertanian yang terjadi akhir-akhir ini akibat iklim

yang ekstrim mempengaruhi ketersediaan dan ketahanan pangan dunia. Khusus

tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) kehadirannya tidak hanya diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan pangan manusia, tetapi juga diperlukan untuk pembuatan pakan

hewan (ternak, ikan).

Peran pertanian tanaman pangan selain untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi

manusia dan pakan hewan, juga dapat diproses secara industrial untuk menghasilkan

produk-produk yang bernilai lebih tinggi. Terlebih saat ini ketersediaan sumber-sumber

energi yang tidak terbaharui di dunia semakin menipis, maka sumber energi dari tanaman,

khususnya tanaman yang tergolong tanaman pangan dapat dikembangkan sebagai

sumber energi terbarukan yang strategis. Salah satu contoh dapat diambil dari tanaman

56

palawija yaitu ubi kayu yang dapat diproses menjadi bioetanol dan dapat digunakan

sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) dari fosil.

Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kalimantan Timur

kendala yang dihadapi diantaranya adalah lokasi lahan terpencar-pencar dengan luasan

kecil-kecil, sarana dan prasarana (benih, pupuk, pestisida, alsintan) serta infrastruktur

sangat terbatas, belum padunya antar sektor dalam menunjang pembangunan pertanian,

meningkatnya kerusakan lingkungan, alih fungsi lahan, dan perubahan iklim, lemahnya

permodalan dan kelembagaan petani, terjadinya perubahan SDM petugas dan struktur

organisasi di tingkat kabupaten/kota, adanya serangan organisme pengganggu tanaman,

dan laju pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat.

Pembangunan pertanian tidak bisa berdiri sendiri melainkan melibatkan banyak

sektor terkait. Koordinasi antar sektor sudah sering dilakukan, hanya saja

mengintegrasikan secara fisik kegiatan antar sektor masih sulit dilaksanakan. Sektor

pertanian khususnya tanaman pangan Provinsi Kalimantan Timur terus berupaya untuk

meningkatkan produksinya, khususnya produksi padi, jagung dan kedelai dalam

mendukung program Swasembada Pangan Indonesia pada tahun 2017 guna menjamin

kedaulatan pangan nasional serta untuk mendukung Provinsi Kalimantan Timur

swasembada beras tahun 2018. Upaya tersebut dituangkan dalam Rencana Strategis

(Renstra) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Timur tahun 2013 - 2018,

dengan target produksi padi, jagung dan kedelai sampai tahun 2018 mencapai : Produksi

Padi 672.052 ton GKG, produksi Jagung 9.023 ton dan produksi Kedelai 1.636 ton.

Kebijakan terkait ketersedian akses pangan pertanian lebih difokuskan pada

keluarga rawan pangan dan miskin dengan arah kebijakan mengembangkan ketersediaan

pangan melalui peningkatan produksi dan mutu tanaman Tanaman Serealia, aneka

kacang dan umbi, tanaman buah, perkebunan, peternakan dan perikanan; membangun

sistem distribusi; serta upaya dalam stabilitas harga pangan. Upaya yang dilakukan tetap

konsisten pada pemenuhan dan penganekaragaman konsumsi pangan.

Sementara itu, terkait dengan aksesibilitas daging, pembangunan peternakan pada

dasarnya adalah untuk penyediaan pangan hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal

(ASUH) maupun kuantitas dan turut berperan dalam mendorong terhadap peningkatan

kualitas sumberdaya manusia dari sisi pemenuhan gizi melalui penyediaan konsumsi

protein hewani asal ternak yaitu daging, telur dan susu. Sehingga pembangunan

peternakan Kalimantan Timur diharapkan dapat meningkatkan populasi dan produktivitas

ternak serta terpenuhinya kebutuhan konsumsi hasil ternak yang ASUH dalam rangka

57

meningkatkan ketahanan pangan.

Salah satu kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan usaha

peternakan adalah menjamin agar produk yang dihasilkan mempunyai daya saing, sesuai

dengan kebutuhan pasar seperti produk yang ASUH, ramah lingkungan dan mampu

menjamin keberlanjutan usaha serta melindungi dari serbuan produk dumping, illegal atau

yang tidak ASUH melalui kebijakan maupun perlindungan tarif dan non-tarif. Kebijakan

dalam hal mempromosikan produk peternakan yang ASUH, mengingat konsumsi produk

peternakan yang belum merata di kalangan penduduk, sehingga diperlukan suatu promosi

dalam kerangka keamanan pangan serta peningkatan konsumsi.

2.16.3 Kebijakan terkait Pelayanan KesehatanUpaya meningkatkan akses dan kualitas program Gizi Masyarakat dilakukan

Pemerintah provinsi Kalimantan Timur dengan meningkatkan ketersediaan dan jangkauan

pelayanan kesehatan berkelanjutan yang difokuskan pada intervensi gizi efektif pada ibu

pra-hamil, ibu hamil, bayi, dan anak balita. Arah kebijakan peningkatan gizi masyarakat

difokuskan pada strategi antara lain: peningkatan pencapaian derajat kesehatan melalui

promosi cara hidup sehat, pemberdayaan perempuan dan keluarga dalam meningkatkan

mutu kesehatan keluarga, mengembangkan pelayanan dan penyediaan obat, makanan

serta melindungi masyarakat dari bahan-bahan berbahaya, meningkatkan cakupan dan

mutu pelayanan rumah sakit serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya serta

mengembangkan jaringan pelayanan kesehatan yang terintegrasi, memenuhi kebutuhan,

meningkatakan mutu profesionalisme tenaga kesehatan, mengembangkan sistem

pembiayaan pelayanan kesehatan yang berbasis sistem pra upaya/asuransi/JPKM,

memberikan pembiayaan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin dengan

system JPKM, penyediaan pelayanan puskesmas 24 jam yang lengkap dengan ruang

rawat inap dan UGD, serta peningkatan dan pemerataan tenaga medis dan para medis di

setiap Kabupaten/Kota sampai kepedalaman dan perbatasan.

Adapun Upaya meningkatkan akses dan kualitas program Gizi Ibu dan Anak,

dilakukan dengan pendekatan Continuum of Care yang dimulai sejak masa pra hamil,

kehamilan, persalinan dan nifas, bayi, balita, remaja, usia kerja hingga Lansia, minimal

percepatan perbaikan gizi diprioritaskan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)

serta meningkatkan upaya Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit dari 10 Kabupaten /kota

telah ada 9 (sembilan) Rumah Sakit Umum Daerah dan 180 Puskesmas semua telah

58

memberikan pelayanan kepada masyarakat terhadap pelayanan tata laksana gizi buruk

baik rawat inap maupun rawat jalan.

Semua unit pelayanan baik itu Rumah Sakit Puskesmas dan kilinik swasta dalam

memberikan pelayanan khususnya pertolongan persalinan diwajibkan untuk melakukan

IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan mendukung pemberian ASI eksklusif pada bayi serta

telah dibuatnya surat edaran dari Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Kaltim kepada

Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota untuk mendukung Peningkatan pemberian

ASI eksklusif khususnya melalui dukungan keluarga. Disamping itu juga melakukan

optimalisasi pemantuan pertumbuhan di posyandu, dimana salah satu upaya dengan

melaksanakan Pertemuan pembentukan dan pengaktifan Pokjanal UKBM (Posyandu) se-

Kaltim, mengingat posyandu merupakan salah satu tempat yang paling strategis dalam

rangka mendeteksi lebih dini satus gizi balita serta melakukan Workshop peningkatan

program gizi dengan adanya penanda tanganan komitmen dari lintas sektor dan lintas

program terkait dalam rangka percepatan perbaikan gizi program gizi di Provinsi Kaltim.

Adapun implementasi yang merupakan tindak lanjut dari Pertemuan workshop gizi

ditahun 2015, ada beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan di tahun 2016 adalah

sebagai berikut :

1. Melakukan Orientasi perbaikan gizi bagi anak sekolah di 10 Kabupaten Kota sekaltim

(APBN) ;

2. Melaksanakan pertemuan lintas sektoral dan lintas program baik di Provinsi maupun di

Kabupaten Kota se Kaltim dalam rangka percepatan perbaikan gizi (APBN) ;

3. Melakukan fasiltasi kelompok pendukung ASI di 5 Kabupaten/Kota se Kaltim (APBD I) ;

4. Melaksanakan Jambore Kader Posyandu se-Kaltim (APBD I) ;

5. Review capaian indikator kegiatan pembinaan gizi yang dilakukan secara terpadu.

(APBN) ;

6. Melakukan kelas edukasi untuk ibu hamil bekerjasama dengan tim konselor menyusui

provinsi Kaltim ;

7. Membangun kerjasama dengan PKK dan Organisasi Wanita di Provinsi dalam rangka

mendukung peningkatan capaian ASI Eksklusif dengan menjadi motifator ASI serta

membentuk Kelompok pendukung ASI.

59

2.16.4 Kebijakan Lintas Sektor

Dalam upaya mencapai tujuan pertama SDGs yaitu mengurangi angka kemiskinan

dan kelaparan di dunia sampai setengahnya ditahun 2015, Pemerintah sudah dan masih

melanjutkan program pembangunan yang tertuang di dalam triple track strategy

diantaranya untuk track ketiga revitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi

pedesaan untuk mengurangi kemiskinan. Untuk mewujudkan kemandirian pangan

dilakukan pemberdayaan masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui strategi jalur

ganda/twin track strategi; pertama, Membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan

untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan, kedua, memenuhi pangan bagi

kelompok masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui pemberdayaan dan

pemberian bantuan langsung. Untuk itu, Pemerintah melalui Badan Ketahanan pangan dan

penyuluhan Kementerian Pertanian sejak tahun 2006 telah meluncurkan Program Aksi

Desa Mandiri Pangan. Dengan program ini diharapkan dapat mendorong kemampuan

masyarakat desa untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi keluarganya, sehingga

dapat menjalani hidup sehat dan produktif dari hari ke hari. Desa Mandiri Pangan adalah

desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan

dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan

dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. Penetapan desa

mandiri pangan melalui survey DDRT (Data Dasar Rumah Tangga) dan SRT (Survei

Rumah Tangga) yang akhirnya didapat RTM (Rumah Tangga Miskin) minimum 30%.

Kalimantan Timur sebagai provinsi dengan wilayah yang luas, memandang aspek

ketahanan pangan dan gizi merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi.

Salah satu isu strategis yang dihadapi Kalimantan Timur terkait pembangunan

Pangan dan Gizi antara adalah kemandirian dan kedaulatan pangan, pengentasan

kemiskinan dan peningkatan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu pemerintah

Kalimantan Timur terus memacu pembangunan ketahanan pangan dan gizi melalui

program-program yang benar-benar mampu memperkokoh ketahanan pangan sekaligus

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menjadi sangat penting bagi Kalimantan Timur

untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan dan gizi wilayah, rumahtangga dan individu

yang berbasiskan kemandirian pangan.Pembangunan ketahanan pangan dan gizi

Kalimantan Timur secara menyeluruh di setiap sektornya akan dapat terlaksana dengan

efektif manakala memiliki arah yang jelas dan terukur kinerjanya. Program-program dalam

rangka pembangunan ketahanan pangan dan gizi harus terpadu (integrated), terukur

keberhasilannya (measureable) dan berkesinambungan (sustainability) yang selaras

60

dengan RPJMD.

Selain itu, Pencapaian Indonesia dalam pemenuhan akses air minum dan sanitasi

sesuai target MDGs 2015 juga perlu menjadi perhatian sebagai tonggak penting bagi

keberlanjutan bukan hanya pembangunan air minum dan sanitasi, namun bagi seluruh

tujuan pembangunan nasional. Pembangunan sektor sanitasi pada periode 2015-2019

dihadapkan pada target ambisius. 100 persen penduduk Indonesia sudah harus terlayani

akses sanitasi pada tahun 2019, atau dikenal dengan Universal Access. Sesuai Peraturan

Presiden (Perpres) No. 185/2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

juga disebutnya sebagai potensi untuk lebih mengoptimalkan pembangunan sanitasi.

Perpres tersebut mengatur koordinasi perencanaan sekaligus legitimasi terhadap Pokja

dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota. 

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sangat mendukung keberlangsungan program

Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP), terlebih dengan semakin

berkembangnya isu-isu strategis dan persoalan terkait ketersediaan air minum dan

kelayakan sanitasi sebagai kebutuhan mendasar bagi kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat di daerah. Pengembangan program PPSP di Kalimantan Tiimur dinilai selaras

dengan Misi pertama RPJMD Kalimantan Timur, yaitu Mewujudkan kualitas sumberdaya

manusia Kaltim yang mandiri dan berdaya saing tinggi.

Di tingkat provinsi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah membentuk

kelembagaan Tim Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kaltim dengan

tugas utama untuk melakukan koordinasi dan pembinaan kepada kabupaten/kota peserta

PPSP yang ada di daerah. Unsur-unsur yang terdapat di dalam Tim Pokja AMPL Kaltim

terdiri dari : Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, BLH, Dinas Pemberdayaan Masyarakat

dan Pemerintahan Desa, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Diskominfo, Dinas Pendidikan,

Biro Humas dan Protokol, Biro Pembangunan Daerah, Biro Organisasi, dan Universitas

Mulawarman.

61

Tabel 2.17 Keterkaitan SDGs dengan Rencana Pembangunan Nasional

GOALS TARGET GLOBAL TARGET RPJMN PRIORITAS NASIONAL

No Poverty 7 4

Penanggulangan Kemiskinan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat melalui Penghidupan Berkelanjutan

Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Marjinal

Zero Hunger 8 5 Peningkatan Kedaulatan Pangan

Good Health and Well-Being

13 8 Pelaksanaan Program Indonesia Sehat

Quality Education 10 5 Pelaksanaan Program

Indonesia Pintar

Gender Equality 9 6

Melindungi Anak, Perempuan dan Kelompok Marjinal

Clean water and Santation 8 6 Ketahanan Air

Affordable and Clean Energy 5 3 Kedaulatan Energi

Decent Work and Economic 12 9 Pertumbuhan Ekonomi

Nasional

62

Growth

Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja

Membangun Konektivitas Nasional untuk Mencapai Keseimbangan Pembangunan

Membangun Transportasi Umum Massal Perkotaan

Penguatan Investasi Akselerasi Industri

Manufaktur

Industry, Innovation,and Infrastructure

8 3 Peningkatan Kapasitas Inovasi dan Teknologi

Reduce Inequlites 10 6

Pengembangan Kawasan Perbatasan

Pembangunan Daerah Tertinggal

Pemerataan pembangunan antar wilayah

Menjamin Kepastian Hukum Hak Kepemlikan Tanah

Sustainable Cities and Communities

10 7 Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman

Responsible Consumption and Production

11 7

Peningkatan agroindustri, hasil hutan kayu, perikanan dan hasil tambang berkelanjutan

Perbaikan kualitas lingkungan (termasuk perilaku ramah lingkungan)

Climate Action 5 2 Penanganan Perubahan iklim dan Penyediaan informasi Iklim dan Kebencanaan

63

Life Below Water 10 7

Pengembangan ekonomi maritim dan kelautan:

i. Meningkatkan dan mempertahankan kualitas daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan laut;

ii. Meningkatkan harkat hidup nelayan dan masyarakat pesisir

Life On Land 12 7

Pelestarian SDA, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana:

i. Peningkatan konservasi dan tata kelola hutan

ii. Perbaikan kualitas lingkungan hidup

iii. Pelestarian dan pemanfaatan kehati

Pemberantasan tindakan penebangan liar dan penambangan liar

Peace Justice and Strong Institutions

12 10

Meningkatkan kualitas perlindungan warga negara Indonesia

Peningkatan penegakan hukum yang berkeadilan

Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan

Partnership For the Goals 19 13

Pelaksanaan politik LN bebas aktif

Memperkuat peran dalam kerjasama global dan regional

Peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi

Peningkatan kualitas data dan informasi

Penguatan sektor keuangan

64

 JUMLAH 169 108

Dalam SDG’s yang telah ada, Pangan dan Gizi berada di Goals ke 2 (Zero Hunger)

dimana Target Goal Zero Hunger SDG’S secara global mencapai skor 8 sedangkan dalam

Target RPJMN mencapai skor 5 yang mana sesuai dengan prioritas nasional yakni

Peningkatan Kedaulatan Pangan.

2.17 Tantangan dan Hambatan Kunci2.17.1 Tantangan dan Hambatan Kunci Program Spesifik Gizi Secara Langsung

1. Dalam naskah akademik Pedoman Gizi Seimbang (Dirjen Bina Gizi dan KIA,

2013), disebutkan bahwa tingginya angka kesakitan dan kematian akibat PTM

diperberat dengan rendahnya aktivitas fisik; rendahnya konsumsi sayuran dan

buah; pola makan tidak sehat Industri pangan yang menyediakan pangan

olahan tinggi lemak, gula dan garam; tersedianya pangan jenis tersebut

diberbagai toko waralaba dengan harga murah dan porsi yang besar, kantin

sekolah dan program makan siang yang sehat dan higienis di sekolah, belum

menjadi kebijakan bagi penyelenggara pendidikan;

2. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku masyarakat untuk hidup sehat yang masih

kurang. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 kecenderungan proporsi penduduk

Kalimantan Timur yang berperilaku benar dalam Buang Air Besar/BAB sebesar

87,8%, tertinggi keempat setelah Riau, Kepulauan Riau, dan Lampung ;

3. Adanya beberapa Capaian indikator gizi yang masih dibawah target meliputi

kunjungan balita ke posyandu (D/S) masih dan Capaian ASI eksklusif dan IMD

masih rendah;

4. Pendanaan kegiatan sebagian besar masih mengharapkan anggaran yang

bersumber dari dana dekonsentrasi (APBN), sehingga dengan terjadinya

rasionalisasi penganggaran akan berdampak terhadap pelaksanaan kegiatan

program perbaikan gizi .

2.17.2 Tantangan dan Hambatan Kunci Program Sensitif Gizi Secara Langsung1. Dewasa ini kasus gizi buruk dan gizi kurang pada anak dapat terjadi pada

siapapun, baik anak dari keluarga miskin, keluarga kaya, sampai keluarga

berpendidikan. Dalam beberapa kasus, gizi kurang bahkan ditemukan di pusat

perkotaan. Hal ini menyatakan gizi buruk/gizi kurang tidak identik dengan

65

kawasan perdesaan, melainkan merata. Di kawasan kota, kasus ini terjadi pada

orang tua yang terlalu sibuk dengan karir dan tidak sempat memperhatikan gizi

anak-anaknya. Di perkampungan pun, kasus gizi buruk banyak yang menimpa

keluarga petani. Padahal mereka memiliki banyak sayuran di kampungnya.

Kondisi yang sama juga terjadi pada anak nelayan yang mengalami gizi buruk

karena kekurangan protein. Sementara itu saat ini tidak sedikit orang tua yang

memberikan makanan instan kepada anak. Padahal, asupan makanan instan

ini tidak memenuhi standar gizi yang berkualitas bagi anak untuk tumbuh

kembangnya. Perawatan dan pemberian asupan makanan sepenuhnya

diserahkan kepada baby sitter atau asisten rumah tangga yang kurang memiliki

pengetahuan tentang asupan gizi untuk balita. Bahkan makanan yang

seharusnya belum bisa dikonsumsi untuk anak sudah diberikan. Gizi yang

dimakan tidak terserap maksimal karena organ pencernaan juga belum siap

untuk jenis makanan yang diberikan tersebut.Oleh karena itu pengetahuan

mereka mengenai gizi harus ditingkatkan.

2. Konsumsi pangan yang masih tetap didominasi oleh beras sebagai sumber

karbohidrat, dalam jangka panjang akan cukup memberatkan bagi upaya

pemantapan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan bertumpu kepada

sumber daya lokal. Berbagai permasalahan dan tingginya tantangan yang akan

muncul, yang harus diantisipasi, terutama dalam mewujudkan pola konsumsi

pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman antara lain :

a. Besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran dengan kemampuan

akses pangan rendah;

b. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap diversifikasi

konsumsi pangan dan gizi;

c. Masih dominannya konsumsi sumber karbohidrat yang berasal dari beras.

2.17.3 Tantangan dan Hambatan Kunci Program Spesifik dan Sensitif Gizi Secara Tidak Langsung1) Desentralisasi menuntut peran daerah untuk menyelesaikan

permasalahannya secara lebih luas. Dalam kaitan tersebut, diperlukan

komitmen daerah dalam melaksanakan kebijakan termasuk kebijakan pusat

sehingga pelaksanaan perbaikan pangan dan gizi dapat dicapai lebih baik.

66

Dalam hal RAD-PG, keberadaan RAD-PG Provinsi dan Kabupaten/kota

merupakan kesempatan dan tantangan untuk melaksanakan pembangunan

pangan dan gizi.

2) Kesenjangan antar wilayah yang tinggi. Prevalensi permasalahan pangan dan gizi yang ditemukan antara daerah

yang satu dan lainnya dapat berkali-kali lipat lebih tinggi. Adanya perbedaan

karakteristik demografis, geografis, serta sosio-ekonomi yang berbeda antar

wilayah satu dengan lainnya memerlukan adanya perlakuan atau

penyesuaian implementasi intervensi yang sesuai dengan karakteristik

wilayah, tidak dapat dilakukan penyamarataan intervensi yang dilakukan di

Kabupaten Mahakam Ulu dan di Kabupaten Berau misalnya. Pendekatan

penyelesaian masalah dengan pendekatan lokal perlu menjadi perhatian.

3) Adanya kesenjangan antara kebijakan yang ditetapkan, implementasi

yang dilaksanakan, dan masih belum kuatnya monitoring dan evaluasi

terhadap pelaksanaan program yang telah direncanakan. Indikator input

dalam pelaksanaan perbaikan gizi relatif tercapai, namun outcome yang

ditemukan di lapangan adalah sebaliknya, permasalahan gizi cenderung

meningkat.

4) Struktur wilayah Indonesia yang berupa kepulauan menggambarkan

adanya masalah untuk menyalurkan pangan dan pelayanan kesehatan

secara efektif, akses jalan dan transportasi yang sulit merupakan

permasalahan yang kerap ditemui.

67

BAB IIIRENCANA AKSI MULTISEKTOR

3.1 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dengan pendekatan multi-sektor adalah terbentuknya

sumber daya manusia yang cerdas, sehat, produktif secara berkelanjutan dan berdaya

saing tinggi. Selain itu diharapkan dengan disusunnya RAD PG ini menjamin kesediaan

dan kebutuhan pangan di Kalimantan Timur.

3.2 Outcome Utama dan OutputUpaya pemerintah dalam mencapai perbaikan pangan dan gizi diperlukan

pendekatan multisektor. Adanya koordinasi dan kolaborasi yang baik antara

pemerintah dan non pemerintah dengan tujuan yang sama akan meningkatkan

kapasitas dan meningkatkan efektivitas pekerjaan yang dilakukan. Untuk mencapai

output yang ditetapkan perlu dilakukan intervensi terhadap program kegiatan pangan

dan gizi yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pemerintah Dearah dalam hal ini Perangkat Daerah/Instansi terkait bertanggung

jawab untuk mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan, namun dalam

melaksanakan usaha untuk mencapai target tersebut komponen non pemerintah, yaitu

pelaku usaha, media, mitra pembangunan, dan masyarakat harus turut mengambil

peran. Dengan menetapkan outcome dan output utama, maka diharapkan setiap

stakeholder yang terlibat dapat melaksanakan program kegiatan lebih terarah dan

focus pada pemecahan masalah pangan dan gizi.

Tabel 3.1 Indikator Outcome Perbaikan Pangan dan Gizi

NoIndikator

Status Awal

(2014)

Target (2018)

1 Produksi padi (ton) 426.567 672.0522 Produksi jagung (ton) 7.567 9.0233 Produksi kedelai (ton) 1.128 1.6364 Produksi daging sapi (ribu ton) 8.817 11.6775 Produksi ikan (ton) diluar rumput laut 184.600 382.8006 Skor PPH 85,7 91,47 Tingkat konsumsi energi (kkal/kapita/hari) 3.034 2.1508 Konsumsi ikan (kg/kap/tahun) 50,5 55,749 Prevalensi anemia pada ibu hamil

(persen)20 <10

68

NoIndikator

Status Awal

(2014)

Target (2018)

10 Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (persen)

25 <15

11 Persentase bayi dengan usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif (persen)

45 50

12 Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita (persen)

17,3 16

13 Prevalensi kurus (wasting) pada anak balita (persen)

15 <10

14 Prevalensi pendek dan sangat pendek (stunting) pada anak baduta (bayi di bawah 2 tahun) (persen)

26,1 26

15 Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada penduduk usia >18 tahun (persen)

35 20

Penjabaran lebih rinci terkait peran lintas sektor ditampilkan pada Tabel berikut yang

didalamnya terdapat alur pikir (logical framework) dari peranan setiap stakeholder dan tabel ini

merupakan modifikasi dari kegiatan yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis SKPD/Instansi lingkup Pemerintah

Provinsi Kalimantan Timur.

Tabel 3.2 Logical Framework RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-2018

ImpactPeningkatan Kualitas SDM Outcome

1.       Produksi padi mencapai 672.052 ton2.       Produksi jagung mencapai 9.023 ton3.       Produksi kedelai mencapai 1.636 ton4.       Produksi daging sapi mencapai 11.677 ton5.       Produksi ikan (diluar rumput laut) mencapai 382.800 ton6.       Skor pola pangan harapan (PPH) mencapai 91,47.       Konsumsi energi mencapai 2.150 kkal/kapita/hari8.       Konsumsi ikan mencapai 55,74 kg/kap/tahun9.       Prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai <10%10.    Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mencapai <15%11.    Persentase bayi dengan usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif mencapai 50%12.    Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita mencapai <16%13.    Prevalensi kurus (wasting) pada anak balita mencapai <10%14.    Prevalensi pendek dan sangat pendek (stunting) pada anak baduta (bayi di bawah 2 tahun) mencapai 26%15.    Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada penduduk usia >18 tahun mencapai 20 %

69

PELAKSANA INPUT OUTPUT

Dinas Kesehatan1. Persentase Puskesmas yang

menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja

Peningkatan Pengetahuan Gizi Remaja, WUS & IBU

2. Persentase puskesmas yang melaksanakan kelas Ibu hamil.

3. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (K4)

4. Persentase bayi baru lahir yang melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

5. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif

6. Persentase Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan

7. Persentase Puskesmas Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

8. Prevalensi merokok pada penduduk usia < 18 tahun

Konsumsi energi dan zat gizi tercukupi terutama bagi kelompok rentan yaitu remaja putri, Ibu hamil

9. Persentase remaja putri yang mendapatkan Tablet Tambah Darah(TTD)

10. Persentase Ibu hamil KEK yang mendapat Pemberian Makanan Tambahan( PMT)

11. Persentase Ibu hamil yang mendapatkan TTD 90 tablet selama masa kehamilan.

12. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan

13. Persentase balita yang ditimbang berat badannya

14. Presentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan

Penanggulangan Gizi Buruk Akut dan kronis

15. Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul Vitamin A

16. Persentase ibu nifas mendapat kapsul vitamin A

Manajemen dan Pencegahan Penyakit

70

17. Persentase ibu hamil anemia18. Persentase rumah tangga

mengkosumsi garam beriodium

19. Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (berat badan <2500 gram)

20. Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap

21. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS)

22. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan

Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura

Jumlah Pemanfaatan Pekarangan (kelompok) Penganekaragaman Makanan

Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura

1.   Produksi Padi (ton)

Ketersediaan Pangan, Akses Ekonomi dan Pemanfaatan Pangan

2.   Produksi Jagung(ton)3.   Produksi Kedelai(ton)

Dinas Peternakan Produksi Daging Sapi (ton)

Dinas Kelautan dan Perikanan

1.   Produksi Perikanan Budidaya(ton)

2.   Produksi Perikanan Tangkap(ton)

3.   Rata-rata Konsumsi Ikan per tahun(kg)

Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura

1.   Tersedianya Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi setara 200ton

2.   Penurunan Jumlah Penduduk Rawan Pangan

3.   Lumbung Pangan yangdiberdayakan

4.   Produk Pangan Segar yangTersertifikasi

5.   Tingkat Keamanan Pangan Segar yang Diuji

BBPOM

1.   Persentase Cakupan PengawasanSarana Produksi Obat danMakanan

2.   Jumlah Desa Pangan Aman (PAMAN)

71

3.   Jumlah Pasar yang diintervensi menjadi pasar aman bahanberbahaya

4.   Jumlah Kabupaten/kota yang menerapkan Peraturan Kepala Badan POM tentang IRTP

PU Bidang Cipta Karya

1.   Pembangunan Saluran PAM ke Rumah Tangga

Peningkatan Sanitasi dan Akses Air Bersih

a.   Pembangunan SPAM(KK) b. Optimalisasi SPAM(KK) c.  Pembangunan SPAM Ibu

Kota Kecamatan (KK)d.  Perluasan SPAM Perkotaan

(KK)

2.   Pembangunan Infrastruktur Limbaha.   Pembangunan

SANIMAS(KK)b.   Pembangunan IPAL(KK)c.   Pembangunan IPLT(KK)d. Pembangunan Drainase (ha)

Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura

1.   Laporan Kegiatan Dewan Ketahanan Pangan

Koordinasi Vertikal Horizontal2.   Laporan Sistem Kewaspadaan

pangandan Gizi

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa

1. PKK

Tersedianya akses pelayanan dalam rangka pengembangan dan peningkatan Pemberdayaan Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat

2. Posyandu

3. PMT-A

3.3 Prinsip dan Pendekatan Kunci 3.3.1 Sensitif Gender dan Kesetaraan

a. Pelaksanaan Pengarusutamaan Pembangunan Gender.Kegiatan-kegiatan dan mungkin juga dlm konsepsinya di tingkat nasional

maupun Provinsi, dan Kabupaten/Kota, secara eksplisit maupun implisit, membuat

asumsi yang menguatkan pemisahan peran laki-laki dan perempuan, antara lain

72

penyuluhan pertanian, program kredit, perkumpulan-perkumpulan formal dan peran

pemimpin didalamnya ditetapkan sebagai urusan laki-laki. Sedang perempuan

ditetapkan terbatas pada kegiatan-kegiatan yang menjurus ke bidang reproduksi,

seperti KB, Pendidikan, gizi dan kesehatan, PKK dan lainnya. Hal ini menggambarkan

kebijakan pemerintah belum peka gender.

Secara umum akses dan kontrol perempuan pada kelembagaan dan organisasi,

baik yang bersifat formal maupun tradisional baru sebatas pada kelembagaan yang

erat hubungan dengan peran gender perempuan, misalnya organisasi PKK, arisan,

pengajian dan sebagainya. Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan di daerah masih diperlukan peningkatan pengintegrasian gender melalui

penguatan kelembagaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan program dan

kegiatan yang responsif gender.

Melalui Strategi Nasional (STRANAS) percepatan PUG melalui Perencanaan

yang responsip Gender (PPRG), berdasarkan permasalahan, sasaran serta arah

kebijakan nasional, maka strategi umum mengacu pada dua permasalahan yang

dihadapi adalah penerapan PPRG di tingkat nasional dan daerah yaitu a). Penguatan

dasar hukum dan b). Penguatan koordinasi baik antar sesama instansi penggerak

dengan instansi pelaksana.

b. Kesenjangan Gender Dalam Hal Akses, Manfaat dan Partisipasi Dalam Pembangunan.

Lambatnya peningkatan nilai Indeks Pembangunan Gender (IPG) setiap tahun.

Hal ini mengidikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ekonomi dan

ketengakerjaan, politik, serta pengambilan keputusan yang signifikan yang antara lain

disebabkan oleh (1). Masih terdapatnya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat

dan partisipasi dalam pembangunan serta penguasaan terhadap sumber daya pada

tataran antar Provinsi dan antar Kabupaten/Kota, (2). Rendahnya peran dan

partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan publik dan di bidang ekonomi, (3).

Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim,

krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial serta terjadinya penyakit.

Untuk 2 tahun terakhir (2014 dan 2015) Kalimantan Timur termasuk 5 (lima)

daerah terendah (Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua Barat

dan Papua) yang memiliki gap antara IPG dan IPM. Salah satu penyebab dari

kesenjangan gender yang terjadi di Kalimantan Timur adalah terjadinya kesenjangan

73

gender dalam sumbangan pendapatan laki-laki dan perempuan.(Sumber dari Buku

Pembngunan Manusia Berbasis Gender 2016, terbitan Kerjasama Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dengan BPS).

Lambatnya peningkatan nilai IPG setiap tahun mengindikasikan bahwa

peningkatan kesetaraan gender di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, politik serta

pengambilan keputusan yang signifikan yang antara lain disebabkan oleh :

- Masih terdapatnya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat dan partisipasi

dalam pembangunan serta penguasaan terhadap sumber daya pada tataran antar

Provinsi dan antar Kabupaten/Kota.

- Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan-jabatan

publik dan dibidang ekonomi.

- Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim,

krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial serta terjadinya

penyakit.

3.3.2 Pendekatan Multi Sektor

Tantangan utama dalam peningkatan status gizi masyarakat adalah

meningkatkan intervensi gizi spesifik serta peningkatan intervensi sensitif melalui

penguatan regulasi, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan bagi upaya perbaikan gizi

termasuk peningkatan jumlah dan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan akses

masyarakat terhadap pangan yang berkualitas, dan mendorong pola hidup makan

sehat terutama dengan penurunan konsumsi gula, lemak, dan garam untuk

menurunkan faktor risiko penyakit tidak menular. Tantangan lainnya yang perlu

diselesaikan adalah disparitas masalah gizi yang masih cukup tinggi antar propinsi,

antar kabupaten/kota, serta antar kelompok sosial ekonomi masyarakat.

Ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai faktor mempengaruhi

jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota keluarga. Bahan pangan yang

dimakan harus aman dan memenuhi kebutuhan fisiologis suatu individu. Keamanan

pangan mempengaruhi pemanfaatan pangan dan dapat dipengaruhi oleh cara

penyiapan, pemrosesan, dan kemampuan memasak di suatu komunitas atau rumah

tangga. Akses kepada fasilitas kesehatan juga mempengaruhi pemanfaatan pangan

karena kesehatan suatu individu mempengaruhi bagaimana suatu makanan dicerna.

Misal keberadaan parasit di dalam usus dapat mengurangi kemampuan tubuh

74

mendapatkan nutrisi tertentu sehingga mengurangi kualitas pemanfaatan pangan oleh

individu. Kualitas sanitasi juga mempengaruhi keberadaan dan persebaran penyakit

yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pangan sehingga edukasi mengenai nutrisi dan

penyiapan bahan pangan dapat mempengaruhi kualitas pemanfaatan pangan.

Dalam rangka mengatasi permasalahan gizi diketahui bahwa intervensi gizi

spesifik yang sebagian besar dilaksanakan oleh sektor kesehatan dan berpengaruh

secara langsung merupakan yang paling efektif (Bhutta, 2013). Keberlanjutan

intervensi ini bergantung pada pelaksanaan intervensi gizi sensitif, yang merupakan

faktor mendasar yang mempengaruhi status gizi, intervensi sensitif dilaksanakan oleh

sektor lain seperti pendidikan, pertanian, pekerjaan umum/infrastruktur, dan

kesejahteraan sosial (WHO, 2012).

Gambar 3.1 Pengarusutamaan Pembangunan Gizi Lintas Sektor

Logical framework (logframe) RAD-PG dengan peran SKPD terkait secara lebih

rinci. Semua SKPD terkait mempunyai goal atau dampak program multi-sektor yang

sama yaitu menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Semua

75

Pengarusutamaan Pembangunan Gizi Lintas Sektor

Sumber: Bappenas, 2012

Berfikir Multi-Sektor, Bertindak Sektoral

kegiatan SKPD ini diharapkan dapat mencapai semua Outcome yang telah ditentukan.

Seluruh outcome akan dapat dicapai setidaknya apabila 1) terjadi peningkatan

pengetahuan gizi dan kesehatan pada remaja, wanita usia subur dan ibu; 2) konsumsi

makanan yang berpedoman pada gizi seimbang terutama pada kelompok rentan yaitu

kelompok 1000 HPK, remaja perempuan, ibu menyusui, dan balita; 3) pemantauan dan

stimulasi tumbuh kembang; 4) pencegahan dan manajemen penyakit infeksi; 5)

penanggulangan gizi buruk akut; 6) ketersediaan pangan, akses ekonomi dan

pemanfaatan pangan yang adekuat; 7) Jaminan terhadap akses kesehatan dan sosial;

8) Peningkatan sanitasi dan air bersih; 9) Akses terhadap pelayanan kesehatan dan KB;

10) Pendidikan dan pemberdayaan perempuan, serta perkembangan anak usia dini; 11)

Peningkatan pemahaman dan pelaksanaan advokasi yang strategis; 12) koordinasi

vertikal dan horizontal; 13) Akuntabilitas, regulasi insentif, peraturan perundang-

undangan; 14) investasi dan mobilisasi kapasitas; 15) Monitoring dan evaluasi tepat

guna. Peran setiap SKPD terkait dapat dijabarkan melalui pencapaian indikator output,

seperti yang dicantumkan pada indikator input didalam logframe RAD-PG2015-2019.

Gambar 3.2 Contoh Peran Multi-sektor dalam Kerangka Perbaikan

Berbagai aspek gizi dan komponen sektor lainnya seperti pertanian, air dan

sanitasi, dan kebutuhan perlindungan sosial pada RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur

perlu mengacu apa yang telah ditetapkan dalam RPJMN, RAN-PG, RPJMD Provinsi

Kalimantan Timur dan peraturan pemerintah lainnya. Pelaksanaan peraturan yang

76

Keterangan :*) Peran Utama dari setiap Sektor

ditetapkan harus fokus pada kelompok yang rentan dan termiskin, sehingga dapat

meningkatkan pencapaian target yang telah ditetapkan.Pengembangan pendekatan

multi-sektor yang terintegrasi untuk intervensi diperlukan melalui pendekatan dari bawah

ke atas (bottom up) yang dapat dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah di provinsi dan kabupaten/kota. Untuk pelaksanaan RAD-PG dapat dimulai

ditingkat provinsi dan selanjutnya dilakukan di tingkat kabupaten/kota.

3.3.3. Kaitan Dengan RPJMD

RPJMD Kalimantan Timur 2013 – 2018 menitikberatkan pada pengelolaan

unrenewable resources tetapi lebih pada (transformasi) renewable resources yang

berpihak pada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Untuk

mewujudkan keseimbangan tersebut, pembangunan Provinsi Kalimantan Timur diarahkan

pada model pembangunan ekonomi hijau sebagai rezim pembangunan untuk menjaga

keseimbangan antara pilar ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta mewujudkan kondisi

masyarakat yang lebih baik dan berkeadilan sosial dengan mengurangi risiko kerusakan

lingkungan.

Dimensi-dimensi yang bernilai penting dalam pembangunan berkelanjutan memiliki

relevansi yang sama dengan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD PG)

Kalimantan Timur yang berupaya mewujudkan ketahanan pangan daerah namun tetap

memperhatikan sumber daya manusia yang sehat, dinamis dan memperhatikan

lingkungan berkelanjutan. Visi RPJMD Provinsi Kalimantan Timur 2013-2018 adalah

‘Mewujudkan Kaltim Sejahtera Yang Merata Dan Berkeadilan Berbasis Agroindustri Dan

Energi Ramah Lingkungan’. Selanjutnya untuk mencapai visi ini, maka misi pertama

RPJMD Kalimantan Timur adalah ‘Mewujudkan kualitas sumber daya manusia Kaltim

yang mandiri dan berdaya saing tinggi’.

Dalam mengarahkan strategi pembangunan, Pemerintah Provinsi Kaltim berupaya

untuk fokus pada prioritas pembangunan yang sejalan dengan visi dan misi daerah, yaitu:

1. Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan;

2. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan;

3. Percepatan pengentasan kemiskinan;

4. Peningkatan dan perluasan kesempatan kerja;

5. Pengembangan ekonomi kerakyatan

6. Percepatan transformasi ekonomi;

7. Pengembangan agribisnis;

77

8. Peningkatan produksi pangan;

9. Pemenuhan kebutuhan energi ramah lingkungan;

10. Peningkatan kualitas infrastruktur dasar;

11. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan; dan

12. Peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Sejalan dengan visi,

misi pertama dan

prioritas pembangunan

RPJMD Kalimantan

Timur 2013-2018,

Pembangunan

kesehatan dan pangan

merupakan kegiatan

prioritas yang

dipandang sebagai

suatu investasi dalam

kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan

pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan

kemiskinan. Peningkatan akses dan mutu di bidang kesehatan dilakukan dengan tujuan

untuk meningkatkan angka harapan hidup bagi masyarakat provinsi Kalimantan Timur.

Perhatian kepada bidang kesehatan menjadi semakin penting di masa desentralisasi ini,

karena kemampuan daerah menentukan arah dan kebijakan pembangunannya, akan

menentukan pula pembangunan dibidang ini secara mendasar. Arah kebijakan

pembangunan yang mendukung dan selaras dengan RAD Pangan dan Gizi adalah :

2. Peningkatan akses di bidang kesehatan

3. Peningkatan mutu di bidang kesehatan

4. Peningkatan areal pertanian melalui cetak sawah dan optimasi lahan

5. Penerapan mekanisasi dan teknologi pertanian

6. Peningkatan produktivitas pertanian

7. Peningkatan infrastrutur pertanian

8. Peningkatan Kualitas Bantuan dan Perlindungan sosial bagi masyarakat miskin;

9. Penyediaan infrastruktur dasar bagi masyarakat miskin

10. Pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin

78

Untuk mengimplementasikan arah kebijakan RPJMD ditetapkan pula program

prioritas pembangunan yang dilaksanakan oleh SKPD MultiSektor di Provinsi Kalimantan

Timur untuk mendukung tercapainya tujuan RAD-PG 2013-2019 yaitu:

1. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan

2. Peningkatan promosi kesehatan dan membangun kemitraan dengan lintas sektor

3. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan

4. Peningkatan upaya penanggulangan penyakit menular

5. Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan

6. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah

7. Peningkatan kualitas manajemen pelayanan kesehatan

8. Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin

9. Peningkatan mekanisme pemberian bantuan dan perlindungan sosial bagi

masyarakat miskin

10. Peningkatan pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin

11. Pengembangan kemampuan kerja dan berusaha (wirausha)

12. Peningkatan produksi hasil pertenakan

13. Pengembangan Perikanan Tangkap

14. Pengembangan kawasan budidaya laut, air payau dan air tawar

15. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Produksi Pertanian Padi

16. Penyediaan dan Peningkatan kualitas SDM pertanian

17. Mendorong produksi pertanian dan arti luas

18. Penganekaragaman Produk Olahan Pertanian dalam arti luas

19. Peningkatan Ketahanan Pangan

20. Program Pengembangan Lembaga Ekonomi Pedesaan

21. Program Peningkatan Pendayagunaan Teknologi tepat guna

Berbagai program prioritas tersebut bermuara pada pencapaian berbagai

Output sebagaimana termuat dalam Logical Fremework RAN-PG 2015-2019 dan Revisi

Kedua RAD PG Kalimantan Timur 2014-2018.

3.3.4. Penguatan RAD-PGPenguatan RAD-PG merupakan langkah-langkah yang ditempuh untuk

melaksanakan RAN-PG. Tahapan pelaksanaan dalam rangka memperkuat perbaikan

pangan dan gizi adalah pembenahan aspek kelembagaan di tingkat provinsi yang

79

dilanjutkan dengan pembentukan dan pendampingan di kabupaten/kota, sehingga bila

dari aspek kelembagaan sudah solid dan tertata maka akan mudah dalam menyusun

perencanaan hingga melakukan rencana aksi dan implementasi.

Kelembagaan ketahanan pangan dan gizi di pemerintahan propinsi Kalimantan

Timur mulai dilaksanakan di bawah koordinasi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang

diketuai oleh Gubernur. Namun kelembagaan Dewan Ketahanan Pangan di tingkat

kabupaten/kota masih belum optimal. Kendala belum efektifnya ini disebabkan karena

permasalahan pemahaman dan penerapan PP 38 Tahun 2007 dan PP 41 Tahun 2007,

selain itu karena keterbatasan SDM yang dimiliki Kabupaten/Kota, sehingga ada

beberapa organisasi ketahanan pangan yang berbentuk Badan, Kantor ataupun hanya

pada eselon III atau IV, sehingga dalam pelaksanaan koordinasi akan sangat

menyulitkan. Disamping itu karena institusi ini relatif baru, sehingga dijumpai kendala-

kendala kualitas SDM dan produktivitas tenaga penyuluh serta terbatasnya sarana dan

prasarana. Usaha-usaha untuk meningkatkan kelembagaan fungsional (DKP) maupun

kelembagaan struktural harus dilakukan, serta meningkatkan koordinasi dan kerjasama

lintas SKPD yang menangani pangan dan gizi. Hingga saat ini penanganan masalah

ketahanan pangan dan gizi seringkali menghadapi kendala yang bersumber dari aspek

kelembagaan. Kondisi tentang kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur dapat

di uraikan dalam Tabel berikut.

Tabel 3.3 Kondisi Kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur

KINERJADewan Ketahanan Pangan

1. Ditingkat Provinsi telah dibentuk Dewan Ketahanan Pangan Daerah berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor : 58 Tahun 2009 dan Keputusan Gubernur Nomor : 520/K.372/2009.

2. Ditingkat Kabupaten/Kota sudah dibentuk 8 Dewan Ketahanan Pangan Daerah

3. Rapat Koordinasi DKP seharusnya dilaksanakan minimal 2 kali setahun atau atas permintaan Ketua Dewan dalam hal ini Gubernur/Bupati/Walikota dapat dilakukan secara berkala. Ditingkat provinsi baru dilaksanakan satu kali di tahun 2010 yang dipimpin oleh Gubernur Kalimantan Timur.Sedangkan rapat koordinasi antara provinsi dan kabupaten belum pernah dilaksanakan akibat keterbatasan sarana dan prasarana, seperti Sekretariat, Pokja Ahli, SDM, dan Anggaran, sehingga koordinasi dilakukan melalui fasilitas yang ada.

4. Ada beberapa kabupaten yang dalam tahun 2013 akan membentuk Dewan Ketahanan Pangan meliputi Penajam

80

KINERJAPaser Utara dan Mahulu

5. Anggota DKP telah mengikuti beberapa kegiatan baik tingkat regional maupun nasional, baik melalui Rakor dan Rapat Teknis

Pendataan dan informasi pangan

1. Sistem pendataan belum dilakukan secara terpadu dan kontinyu, terutama akses data-data sekunder serta belum berbasis waktu. Data-data yang ada merupakan data-data yang belum diperbaharui, karena keterbatasan SDM dan sarana prasarana operasional.

2. Sistem informasi pangan belum dapat diakses secara tepat dan cepat, baik melalui media online maupun media offline lainnya.

Kelembagaan pangan dan gizi di pedesaan

1. Kelembagaan menangani gizi dan kesehatan ditingkat provinsi dan kabupaten/kota sudah berkembang, namun ditingkat kecamatan dan pedesaann belum berkembang secara optimal.

2. Kelembagaan menangani desa rawan belum merata di kabupaten/kota, karena tidak adanya kelembagaan ketahanan pangan.

3. Kelembagaan menangani penganekaragaman pangan baru tumbuh sejak tahun 2010 ditingkat pedesaan melalui stimulus APBN dan APBD, namun pendampingan oleh petugas belum berjalan secara baik.

Monitoring dan evaluasi kinerja ketahanan pangan

Monitoring dan evaluasi kinerja ketahanan pangan ditingkat provinsi dan kabupaten belum berjalan sebagaimana Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan, masih bersifat parsial, dan belum terpadu dan belum menjangkau tingkat kabupaten/kota secara keseluruhan dengan baik.

Pengembangan inovasi ketahanan pangan keluarga

1. Minimnya penelitian terhadap potensi pangan lokal di Kaltim sebagai bahan pangan alternatif, tidak dilakukan secara terkoordinasi, sehingga hasil-hasil penelitian tersebut belum terpublikasi pada masyarakat luas.

2. Belum optimal dalam memanfaatkan IpTek yang berbasiskan sumberdaya dan kearifan lokal .

3. Tidak berkembangnya hasil-hasil Lomba Cipta Menu yang dilaksanakan karena mahalnya biaya promosi dan harga bahan baku pangan lokal.

Sumber: BKPP Provinsi Kaltim, 2015

81

Dalam rangka penguatan aspek pangan dan gizi, diperlukan penguatan koordinasi dan

sarana pertemuan yang mampu menjadi pengungkit kelembagaan yang solid dan konsisten

hingga ke tingkat kabupaten/kota. Oleh sebab itu perlu dibangun kerangka kerja dan SOP

(standar, operasional, dan procedure) yang dijalankan secara konsisten oleh setiap multisektor

yang terlibat.

Gambar 3.3 Upaya Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur

3.3.5. Kesetaraan

Kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki laki dan perempuan. Dalam

rangka memperoleh kesempatan serta hak-haknya. Sebagai manusia agar mampu berperan

dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, social budaya, pendidikan,

pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Dengan berubahnya paradigma tentang perempuan, maka ruang publik tidak lagi

dominasi oleh pria tetapi perempuan juga memiliki peluang, akses dan kemampuan yang sama.

Dimensi kehidupan sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, dunia usaha, birokrasi bahkan

politik sendiri diwarnai oleh kaum perempuan. Hal ini mempertegas bahwa transformasi sosial

bagi perempuan sudah tidak bisa tertindas.

Seiring dengan terjadinya keterbukaan informasi pelaksanaan pembangunan.

Pemerintahan daerah telah mengupayakan hasil pembangunan dapat dirasakan oleh warga

82

masyarakat tanpa terkecuali, baik laki laki maupun perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan

melalui pengangkatan jabatan strategis yang dipimpin oleh perempuan yang artinya tidak ada

diskriminasi terhadap laki laki dan perempuan sepanjang telah memiliki kemampuan.

Kalimantan Timur merupakan daerah yang memiliki potensi yang cukup besar untuk

berkembang lebih maju. Maju dan tidaknya tergantung dari peran semua pihak sehingga hasil

pembangunan dapat dirasakan oleh semua tanpa diskriminasi. Untuk mendukung kesetaraan

gender, pemerintah daerah melakukan terobosan melalui program peningkatan peran serta dan

kesetaraan gender. Dalam pembangunan dengan alokasi anggaran Rp. 652 juta pada tahun

2016, dan pada tahun 2017 sebesar Rp. 2,5 M dan Pagu indikatif tahun 2018 sebesar

Rp. 800 juta.

83

BAB IVKERANGKA PELAKSANAAN RENCANA AKSI

Kerangka pelaksanaan rencana aksi menjadi suatu hal yang penting karena

menyangkut siapa dan bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Pada kerangka

pelaksanaan diatur kerangka kelembagaan, manajemen keuangan dan aliran dana,

anggaran indikatif, strategi pengembangan kapasitas, strategi advokasi dan komunikasi,

dan strategi monitoring dan evaluasi.

4.1 Kerangka Kelembagaan

4.1.1 Struktur organisasiTim Rencana Aksi Pangan dan Gizi Provinsi Kalimantan Timur dibentuk

berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur yang terdiri dari Tim

Pengarah, Tim Teknis dan Tim Sekretariat dengan susunan keanggotaan masing-

masing sebagai berikut:

PenanggungJawab : Gubernur Kalimantan Timur

Pengarah I : Wakil Gubernur Kalimantan Timur

Pengarah II : Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Ketua : Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Timur

Sekretaris : Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Timur

Anggota: : 1. Kabid Ekonomi Bappeda Provinsi Kalimantan Timur

2. Sekretaris Bappeda Provinsi Kalimantan Timur

3. Kepala Bidang Prasarana Wilayah Bappeda Provinsi

Kalimantan Timur

4. Kepala Bidang Perencanaan dan Pengendalian

Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Timur

5. Kepala Bidang Pemerintahan, Sosial dan Budaya Bappeda

Provinsi Kalimantan Timur

6. Kepala UPTB Pusat Data dan Informasi Bappeda Provinsi

Kalimantan Timur

7. Kasubbid Pertanian dan Perikanan Bappeda Provinsi

Kalimantan Timur

8. Kasubbid Indagkop, Investasi dan Pariwisata Bappeda

Provinsi Kalimantan Timur

84

9. Kasubbid SDA dan LH Bappeda Provinsi Kalimantan

Timur

10. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi

Kalimantan Timur

11. Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi

Kalimantan Timur

12. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi

Kalimantan Timur

13. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur

14. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur

15. Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur

16. Disperindakop & UKM Provinsi Kalimantan Timur

17. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan

Timur

18. Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Provinsi Kalimantan Timur

19. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa

Provinsi Kalimantan Timur

20. Dinas PUP2 & PERA Provinsi Kalimantan Timur

21. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda

22. Pelaksana pada Bappeda Provinsi Kalimantan Timur.

4.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab Tim Pengarah :1. Memberikan arahan dalam penyusunan RAD-PG antara lain koordinasi

penyusunan, kebijakan yang perlu dimasukkan dalam RAD-PG, serta

kegiatan prioritas yang diperlukan;

2. Menyampaikan laporan penyusunan RAD-PG kepada Menteri

PPN/Kepala Bappenas;

3. Memberikan arahan dalam pelaksanaan RAD-PG termasuk kebijakan

pelaksanaan dan strategi melaksanakan kegiatan prioritas.

Tim Teknis :1. Bertanggung jawab terhadap kegiatan penyusunan RAD-PG;

2. Melakukan penyusunan RAD-PG mulai dari membuat jadwal dan rencana

85

kerja, mencari dan mengumpulkan bahan yang diperlukan, melakukan

penyusunan sampai menghasilkan draft untuk disampaikan kepada Tim

Pengarah;

3. Menyampaikan draft RAD-PG kepada tim pengarah untuk proses lebih

lanjut;

4. Mengkoordinasikan pelaksanaan RAD-PG;

5. Menjalankan strategi untuk peningkatan efektifitas pelaksanaan sesuai

masukan Tim Pengarah

4.1.3 Keterlibatan Pemangku KepentinganUntuk mengimplementasikan rencana aksi ini, terdapat pelaksana dari pihak

PD Provinsi Kalimantan Timur maupun instansi vertikal. Dalam

mempermudah pelaksanaan di lapangan, PD/Instansi dapat dikelompokkan

ke dalam pilar, yaitu :

1. Perbaikan Gizi Masyarakat, melibatkan Dinas Kesehatan.

2. Peningkatan Aksesibilitas Pangan yang Beragam, melibatkan Dinas

PTPH, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Peternakan.

3. Peningkatan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan, melibatkan

Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kaltim, serta Dinas

Pangan TPH.

4. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, melibatkan Dinas

Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (Cipta Karya)

5. Kelembagaan Pangan dan Gizi, melibatkan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah dan DPTPH.

4.2 Manajemen Keuangan dan PendanaanUntuk menjalankan rencana aksi ini, setiap pelaksana memerlukan dukungan dan

pengelolaan dana yang dapat berasal dari berbagai sumber. Sumber pendanaan utama

berasal dari APBN dari pemerintah pusat dan APBD dari pemerintah daerah. Dana

APBD diatur secara mandiri oleh pemerintah daerah, untuk dana APBN pembiayaannya

diperuntukkan bagi belanja kegiatan di tingkat pusat dan dapat digunakan di provinsi dan

kabupaten dalam berbagai skema yang ada. Dana APBN yang dapat didistribusikan

pada masing–masing PD terkait sedangkan pendanaan melalaui APBD melekat pada

program dan kegiatan sesuai dengan Renstra PD.

86

4.3 Keterlibatan Pemangku KepentinganPara pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang pangan dan gizi termasuk

sektor swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah dalam dan luar negeri

terlibat dalam perbaikan gizi. Jika memungkinkan Badan PBB dan mitra pembangunan

berkontribusi memberikan hibah dan bantuan teknis untuk perbaikan pangan, kesehatan,

dan gizi. Walaupun demikian, koordinasi lintas program dan lintas sektor/bidang di

pemerintah maupun antar Badan PBB dan mitra pembangunan masih harus terus

ditingkatkan. Koordinasi perlu dibangun untuk mengkoordinasikan secara efektif kebijakan

antar sektor/bidang, memfasilitasi kolaborasi di tingkat operasional dan mengintegrasikan

kegiatan program terkait dengan penurunan prevalensi kekurangan gizi dan peningkatan

asupan kalori pada semua anggota keluarga yang mengalami rawan pangan (Landscape

Analysis on Nutrition, Kemenkes, 2010).

Sasaran pembangunan pangan dan gizi dicapai dengan meningkatkan koordinasi dan

kerja sama antara berbagai lembaga terkait dengan pembangunan pangan dan gizi, baik

antar lembaga pemerintah, antara pemerintah dan masyarakat, maupun antar kelompok

masyarakat. Peningkatan koordinasi didukung oleh penyusunan perangkat hukum tentang

pangan dan pemasyarakatannya. Perangkat hukum itu termasuk peraturan tentang

penyediaan bahan baku, produk pangan olahan dan bahan penolong lainnya.

Di samping kelembagaan tersebut di atas dikembangkan pula kebijaksanaan untuk

mendorong dunia usaha, swasta, serta koperasi, untuk berperan serta dalam produksi dan

pengolahan pangan, penyediaan dan distribusi pangan yang berkualitas dan aman

sehingga menjadi mitra pemerintah untuk mencapai sasaran pembangunan pangan;

menata kelembagaan yang terkait dengan pengawasan kualitas dan pengendalian

pangan; dan meninjau kembali dan menata ketentuan dan peraturan yang menghambat

usaha peningkatan produksi, distribusi dan penyediaan pangan, serta menghambat

pengembangan industri dan sistem perdagangan pangan.

4.4 Strategi Pengembangan KapasitasUntuk melaksanakan program yang telah direncanakan, diperlukan adanya peningkatan

kapasitas organisasi, sumberdaya manusia, dan panduan pelaksanaan program atau

kegiatan. Strategi pengembangan kapasitas yang dapat dilakukan adalah dengan cara

berikut:

87

Peningkatan tenaga profesional di tingkat Pemerintah paling bawah yakni tingkat

Kecamatan dan Desa

Melakukan Kampanye kesehatan tentang pentingnya gizi seimbang pada semua

siklus kehidupan, terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan melalui pada event-

event tertentu, seperti Hari Kartini, Hari Ibu dll.

Peningkatan dan pemerataan tenaga medis dan para medis di setiap Kabupaten/Kota

sampai ke pedalaman dan perbatasan.

Pengembangan teknologi pertanian dan peningkatan Sumberdaya Manusia Pelaku

Pertanian Tanaman Pangan untuk menghasilkan produksi yang mempunyai daya

saing.

Peningkatan ketahanan pangan masyarakat

Peningkatan kesejahteraan petani

Pemberdayaan dan Peningkatan penyuluhan ke Kabupaten/Kota dan peningkatan

SDM Penyuluh.

Bimbingan Teknis pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)

Bimbingan Teknis dan Monitoring pada Kantin Sekolah.

Peningkatan Keamanan, Mutu, Gizi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

Peningkatkan pemberdayaan masyarakat dan peran pimpinan formal serta non formal

terutama dalam perubahan perilaku atau budaya konsumsi pangan yang difokuskan

pada penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, perilaku

hidup bersih dan sehat, serta merevitalisasi posyandu.

4.5 Strategi Advokasi dan KomunikasiAdvokasi gizi adalah kombinasi antara pendekatan atau kegiatan individu dan sosial

untuk memperoleh komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan sosial, dan adanya

sistem yang mendukung terhadap suatu  program atau kegiatan khususnya di bidang gizi.

(Notoatmodjo, Soekidjo. 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta Rineka

Cipta.)Advokasi gizi memiliki tujuan yaitu:

Melakukan perubahan, terutama dalam hal gizi dan kesehatan

Meningkatkan perhatian publik terhadap kesehatan, dan meningkatkan alokasi sumber

daya untuk kesehatan.

Komitmen Politik (Political Comitment), komitmen para pembuat keputusan atau penentu

kebijakan baik kekuasaan eksekutif maupun legislatif sangat diperlukan terhadap

88

permasalahan kesehatan dan upaya pemecahan permasalahan kesehatan. Seberapa jauh

komitmen politik para eksekutif maupun legislatif terhadap masalah kesehatan dipengaruhi

oleh pemahaman mereka terhadap masalah – masalah kesehatan.

Dukungan Kebijakan (Policy Support), dukungan kebijakan ini dapat berupa Undang –

Undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah, surat keputusan pimpinan institusi

baik pemerintah maupun swasta, instruksi atau surat edaran dari para pemimpin lembaga/

institusi, dsb.

Dukungan Masyarakat (Social Acceptance), dukungan masyarakat berarti diterimanya

suatu program oleh sasaran program tersebut yakni masyarakat, terutama tokoh

masyarakat.

Dukungan Sistem (System Support), agar suatu program atau kegiatan berjalan dengan

baik, perlu adanya sistem, mekanisme, atau prosedur kerja yang jelas yang

mendukungnya.

Advokasi gizi dapat dilakukan melalui media cetak maupun media elektronik,

permasalahan kesehatan disajikan baik dalam bentuk lisan, artikel, berita, diskusi,

penyampaian pendapat, dsb. Hal ini karena media massa mempunyai kemampuan yang kuat

untuk membentuk opini publik (public opinion) yang dapat mempengaruhi bahkan merupakan

tekanan terhadap para penentu kebijakan dan para pengambil keputusan. Adapun metode yang

digunakan dalam advokasi gizi adalah :

Lobi politik (political lobying), lobi adalah berbincang – bincang secara informal dengan para

pejabat untuk menginformasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang

akan dilaksakan.

Seminar dan atau presentasi, seminar atau presentasi yang dihadiri oleh pejabat lintas

program dan lintas sektoral.

Media massa.

Perkumpulan (asosiasi) peminat, perkumpulan profesi juga merupakan bentuk advokasi.

4.6 Pendanaan IndikatifPenting untuk mengetahui anggaran yang tersedia untuk pelaksanaan program. Dengan

demikian dapat diketahui jumlah dana yang diperlukan dan ketersediaan dana sehingga

apabila terjadi kekurangan dapat diketahui lebih awal dan direncanakan untuk mencari

alternatif pendanaan dari sumber lainnya. Besar dana indikatif untuk program dan kegiatan

hendaknya dimiliki pusat dan daerah dan untuk pusat biasanya terdapat pada RPJMN dan

89

Renstra K/L sedang di daerah biasanya dianggarkan dalam APBD Provinsi dan APBD

Kabupaten/kota.

4.7 Strategi Monitoring dan Evaluasi

Dalam rangka menjamin pencapaian RAD-PG Kaltim 2014-2018, maka perlu dilakukan

kegiatan monitoring dan evaluasi. Monitoring difokuskan pada kegiatan yang sedang

dilaksanakan agar kelemahannya diketahui secara cepat dan bisa segera diantisipasi.

Sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat hasil yang dicapai dengan rencana target atau

standar yang telah ditentukan.

Selain itu dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu pula menetapkan target

dan output yang ingin dicapai, siapa yang berperan, dan apa saja yang berperan, apa saja

input dan proses yang harus dilakukan

Untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi perlu ditetapkan target atau output yang

ingin dicapai, siapa saja yang berperan, apa saja input dan proses yang harus dilakukan.

Secara garis besar informasi ini diperoleh dari logical framework. Namun agar lebih terukur

dipilih beberapa indikator kinerja utama untuk setiap Peringkat Daerah yang terkait dengan

pencapaian RAD-PG dan akan terus dipantau pencapaiannya dalam kurun waktu tertentu.

Indikator diperoleh dengan memilih indikator kinerjanya yang berasal dari RPJMD maupun

Renstra Peringkat Daerah atau kegiatan lainnya yang relevan terhadap upaya perbaikan gizi

dan berkaitan dengan output dan outcome yang ingin dicapai. Indikator ini akan terus

dipantau dan dievaluasi sehingga dapat mendorong tercapainya output dan outcome dari

RAD-PG 2014-2018.

Tabel 4.1 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Komponen Menurut Kab/Kota Tahun 2010 – 2015

KODE PROVINSI/KAB. /KOTAI D G

2010 2011 2012 2013 2014 20156400 Kalimantan Timur 60,05 61,29 61,84 63,12 53,74 55,966401 Pasir 54,26 56,08 56,08 52,85 58,90 64,586402 Kutai Barat 52,78 47,77 53,70 49,15 63,49 62,366403 Kutai 46,73 45,81 46,04 45,86 52,91 53,416404 Kutai Timur 51,67 54,92 48,56 50,52 55,31 55,206405 Berau 46,40 49,53 50,34 50,48 49,20 47,096409 Penajam paser utara 64,45 63,69 63,98 61,74 49,42 49,926411 Mahakam Ulu 68,19 66,37

90

6471 Kota Balikpapan 66,39 58,62 68,94 67,83 65,82 66,296472 Kota Samarinda 62,25 57,49 55,60 56,79 70,67 73,606474 Kota Bontang 46,93 59,11 59,06 59,47 44,29 45,85

Sumber : Disduk, P3A IGG Tahun 2016

Tabel 4.2 Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Komponen Menurut Kab/Kota Tahun 2010 - 2015

KODE PROVINSI/KAB. /KOTAI P G

2010 2011 2012 2013 2014 2015

6400 Kalimantan Timur 83 83.18 84.33 84.69 84.75 85.07

6401 Pasir 65.78 66.44 66.86 67.82 68.58 68.66

6402 Kutai Barat 77.91 78.28 80.91 82.87 83.01 82.51

6403 Kutai 72.98 73.29 74.92 76.13 76.92 77.22

6404 Kutai Timur 72.55 72.64 73.54 74.17 74.9 74.93

6405 Berau 81.82 83.49 85.76 86.27 87.23 87.37

6409 Penajam paser utara 82.01 82.05 82.87 84.71 85.97 86.26

6411 Mahakam Ulu 0 0 0 76.65 78.04 78.31

6471 Kota Balikpapan 85.81 86.22 86.72 87.14 90.05 89.97

6472 Kota Samarinda 87.65 87.82 88.03 88.71 89.26 89.43

6474 Kota Bontang 79.76 82.17 84.25 85.47 86.31 85.85

Tabel 4.3 DATA JUMLAH PENDUDUK KABUPATEN/KOTA SE KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN JENIS KELAMIN DILENGKAPI LUAS WILAYAH, JUMLAH KECAMATAN,

DESA DAN KELURAHAN TAHUN 2016

Kabupaten / Kota Jenis Kelamin JumlahJumlah

L % P % Kec Desa Kel

Kalimantan TimurPasir 129.457 52 118.580 48 248.037 10 139 5

91

Kutai Barat 347.291 52 315.190 48 662.481 18 193 44Kutai 112.732 53 98.780 47 211.512 13 100 10Kutai Timur 83.184 53 74.901 47 158.085 16 190 4Berau 226.459 54 189.094 46 415.553 18 134 1Penajam paser utara 86.855 52 79.200 48 166.055 4 30 24Mahakam Ulu 12.840 53 11.541 47 24.381 5 50 0Kota Balikpapan 316.389 51 301.739 49 618.128 6 0 34Kota Samarinda 392.130 51 371.599 49 763.729 10 0 59Kota Bontang 90.664 52 83.106 48 173.770 3 0 15

JUMLAH 1,798.001 523 1,643.730 477 3,441.73 103 836 196

Sumber : Data Penduduk Bersih (DKB) Kemendagri Semester II Tahun 2016

92

BAB VPEMANTAUAN DAN EVALUASI

5.1 PelaksanaanDalam rangka menjamin pencapaian RAD-PG 2014-2018, disamping menyelaraskan

informasi yang terkini terhadap pencapaian indikator serta target program kegiatan 2014-

2018 dilakukan juga kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap hasil RAD Pangan Gizi

tahun 2014-2018. Pemantauan difokuskan pada kegiatan yang sedang dilaksanakan agar

secepatnya dapat diketahui perkembangannya selama ini. Sedangkan evaluasi dilakukan

untuk melihat hasil yang dicapai dengan rencana target atau standar yang telah dite ntukan.

Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala, dengan memperhatikan indikator

input, proses, output, serta indikator dampak. Program dan kegiatan yang dilakukan pada

setiap tahun dimonitor dan dievaluasi dengan mekanisme Masing masing koordinator pilar

RAD-PG melakukan koordinasi internal maupun eksternal serta secara horisontal dan vertikal

pada SKPD atau Kementerian yang terkait langsung dalam penyelengaraan urusan sesuai

pilar pilar dimaksud. Hasil pemantauan dan evaluasi selanjutnya dilaporkan secara berkala

setiap 6 bulan kepada Gubernur Provinsi Kalimantan Timur. Di samping pemantauan dan

evaluasi terhadap terhadap program/kegiatan, juga dilakukan evaluasi pencapaian target

RAD-PG. Hasil monitoring akan ditindak lanjuti berupa perbaikan rencana maupun

pelaksanaan. Pada akhir pelaksanaan RAD-PG yakni tahun 2018 dilakukan evaluasi secara

keseluruhan terhadap pencapaian seluruh indikator terhadap capaian target RAD-PG.

5.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan evaluasi adalah :

1. Menyediakan data dan informasi tentang pelaksanaan pencapaian target pembangunan

pangan dan gizi di Kalimantan Timur

2. Memberikan masukan untuk mengatasi hambatan yang dihadapi oleh pelaksana kegiatan

3. Sebagai salah satu dasar dalam perumusan kebijakan di bidang pangan dan gizi di

Kalimantan Timur.

5.3 Kegiatan yang dimonitoringKegiatan yang dimonitoring dalam RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-

2018:

93

Tabel 5.1Pelaksanaan dan Indikator Monitoring dan Evaluasi RAD-PG Kalimantan Timur

PILAR KEGIATAN INDIKATOR YANG DIMONITOR PENANGGUNG

JAWAB FREK MONEV

Perbaikan Gizi Masyarakat

1. Persentase kasus balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan

Kepala Dinas Kesehatan Prov. Kaltim

3-6 Bulan/Th

2. Persentase balita yang ditimbang berat badannya

3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif

4. Persentase rumah tangga mengkosumsi garam beriodium

5.  Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul Vitamin A

6. Persentase ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan

7. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang mendapat makanan tambahan

8. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan

9. Persentase remaja puteri mendapat TTD10. Persentase ibu nifas mendapat kapsul

vitamin A11.Persentase bayi yang baru lahir mendapat

IMD12.Persentase bayi dengan berat badan lahir

rendah (berat badan <2500 gram)13.Persentase balita mempunyai buku

KIA/KMS (K)14.Persentase balita ditimbang yang naik

berat badannya15.Persentase balita ditimbang yang tidak naik

berat badannya (T)16. Persentase balita ditimbang yang tidak

naik berat badannya dua kali berturut-turut (2T)

17. Persentase balita di Bawah Garis Merah (BGM)

18. Persentase ibu hamil anemia

Aksesibilitas Pangan

Kepala Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura

3-6 Bulan / Tahun

1. Jumlah lumbung pangan yang dikembangkan di daerah rawan pangan

94

PILAR KEGIATAN INDIKATOR YANG DIMONITOR PENANGGUNG

JAWAB FREK MONEV

2. Penanganan daerah rawan pangan (desa)3. Ketersediaan data desa rawan pangan

(jumlah Kab/kota)4. Terlaksananya system Kewaspadaan

pangan dan Gizi (SKPG) diKabupaten/ kota

5. Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) Provinsi

Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura

6. Jumlah lembaga distribusi pangan di daerah produsen pangan (PUPM) Gapoktan

7. Jumlah kab/Kota yang melakukan pendataan dan informasi tentang distribusi, harga dan akses pangan

8. Jumlah kab/kota memantau dan pemantapan distribusi, harga, dan akses pangan

9. Jumlah desa P2KP10. Jumlah kab/kota yang melakukan promosi

penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan

11. Jumlah desa tersedia tenaga /petugas lapangan seperti penyuluh (pendamping P2KP)

12. Jumlah kab/kota memantau dan pemantapan penganekaragaman pangan dan keamanan pangan

13. Pengembangan kawasan sentra tanaman pangan

14. Jumlah lumbung pangan yang dikembangkan didaerah rawan pangan (unit)

15. Penanganan daerah rawan pangan (jumlah kab/kota)

16. Ketersediaan data desa rawan pangan (jumlah kab/kota)

17. Jumlah produksi dagingDinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

18. Jumlah produksi telur

19. Konsumsi daging

20. Konsumsi telur

21. Jumlah kebuntingan hasil IB

22. Pengembangan budidaya ternak Perah

23. Pengembangan budidaya kambing/domba

95

PILAR KEGIATAN INDIKATOR YANG DIMONITOR PENANGGUNG

JAWAB FREK MONEV

24. Pengembangan budidaya unggas lokal

25. Pengembangan budidaya ternak kelinci

26. Pengembangan budidaya ternak babi

27. Pengembangan budidaya ternak sapi potong

28. Peningkatan populasi ternak (%) :- Sapi (%)- Kerbau (%)- Kambing (%)- Babi (%)- Ayam Buras (%)

29. Peningkatan Produksi daging (%)

30. Peningkatan Produksi telur (%)

31. Rehabilitasi Tanaman kakao 5.000 Ha32. Perluasan Tanaman Kakao (Ha)33. Pengembangan Tanaman Kelapa Sawit

(595.000 ha) untuk Pemenuhan 1 jt ha.34. Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit

30.000 ha35. Peremajaan tanaman Lada 3000 ha.36. Peremajaan tanaman kelapa 6000 (ha)37. Volume produksi perikanan tangkap (ribu

ton)38. Volume produksi perikanan budidaya (ribu

ton)39. Peningkatan konsumsi ikan per kapita

(kg/tahun)40. Pameran produk perikanan (paket)

41. Peningkatan pemanfaatan pekarangan dengan mewujudkan HATINYA PKK

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa

42. Jumlah Penyuluhan Gizi di Posyandu43. Jumlah hari buka posyandu44. Jumlah Posyandu terintegrasi

45. Persetanse daya kunjungan masyarakat di Posyandu

46. Jumlah pembinaan dari Pokjanal Posyandu47. Persentase asupan Gizi anak sekolah

48. Jumlah peserta didik untuk menyukai makanan lokal bergizi

96

PILAR KEGIATAN INDIKATOR YANG DIMONITOR PENANGGUNG

JAWAB FREK MONEV

Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan

1. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana Produksi

Kepala Balai Besar POM Kaltim

3-6 Bulan/Th.

2. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana Distribusi

3. Persentase Makanan yang Memenuhi Syarat

4. Jumlah Komunitas yang diberdayakan5. Jumlah Desa Pangan Aman (sebagai Pilot

Project)6. Jumlah SKPD yang diadvokasi7. Terlaksananya Bulan Keamanan Pangan8. Jumlah Kader Keamanan Pangan yang

diberikan Bimbingan Teknis9. Jumlah Komunitas yang diberikan

Bimbingan Teknis10. Jumlah Komunitas Desa yang difasilitasi

penerapan Keamanan Pangan11. Terlaksananya kegiatan Lomba12. Jumlah pasar yang diintervensi menjadi

Pasar Aman dari Bahan Berbahaya ( sebagai Pilot Project)

13. Jumlah Kab/Kota yang memberikan komitmen dan menerapkan peraturan Kepala Badan POM terkait Industri Rumah Tangga (IRTP)

14. Jumlah Perkara dengan tindak lanjut penyidikan

15. Tersertifikasinya usaha Pembudidaya ikan Kadis Kelautan dan Perikanan

16. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana Distribusi

17. Persentase Makanan yang Memenuhi Syarat

18. Jumlah Komunitas yang diberdayakan

19. Jumlah Kader Keamanan Pangan yang diberikan Bimbingan Teknis

20. Jumlah pasar yang diintervensi menjadi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya (sebagai Pilot Project)

21. Jumlah Kab/Kota yang memberikan komitmen dan menerapkan peraturan Kepala Badan POM terkait Industri Rumah Tangga (IRTP)

22. Jumlah Perkara dengan tindak lanjut

97

PILAR KEGIATAN INDIKATOR YANG DIMONITOR PENANGGUNG

JAWAB FREK MONEVpenyidikan

23. Menurunnya hama penyakit ikan dan meningkatkan mutu hasil budidaya serta menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya Kaltim

24. Penerapan CCS untuk menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan (orang)

25. Penerapan GMP dan SSOP bagi UKM sektor kelautan dan perikanan (unit)

26. Sosialisasi Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) dan Lomba Masak Serba Ikan

27. Keikutsertaan dalam Promosi/Pameran

28. Jumlah sosialisasi Public Awareness Pangan Asal Hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH)

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Kaltim

29. Jumlah Auditor Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

30. Jumlah usaha peternakan yang bersertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

31. Jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Peternakan

32. Jumlah peserta pelatihan pengolahan produk olahan hasil peternakan

33. Peningkatan usaha yang bersertifikat Nomor Kontrol Veteriner/NKV (%)

34. Penurunan kasus cemaran mikroba (%)

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

1.  Prensentase rumah tangga melaksanakan PHBS

Kepala Dinas Kesehatan Prov. Kaltim

3-6 Bulan/Th.

2. Jumlah kabupaten / Kota melaksanakan survey PHBS

3. Jumlah kabupaten / Kota yang melaksanakan pengembangan Media PHBS

4. Jumlah Kabupaten / Kota yang melaksanakan pengembangan SBH

5. Jumlah kabupaten / Kota yang membuat rencana operasional peningkatan rumah tangga ber PHBS

Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi

1. Kelompok desa mandiri pangan yang dikembangkan

Kepala BKPP Provinsi, Kadis Kesehatan dan Kepala BPOM

3-6 Bulan/Th.

2.     Kelompok desa pada daerah rawan pangan

3 kelompok desa lokasi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

4.     Pembinaann kelompok pendamping P2KP

98

PILAR KEGIATAN INDIKATOR YANG DIMONITOR PENANGGUNG

JAWAB FREK MONEV

5.  Pembinaan kelompok pada untuk pemantuan dan pemantapan penganekaragaman pangan dan keamanan pangan

6.  Penguatan Tim Pangan dan Gizi Kecamatan pada setiap Kabupaten

7. Revitalisasi Dewan Ketahanan Pangan daerah

8.   Penguatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Daerah

9.     Penguatan kapasitas tenaga Pembina10.  Pendataan Kerawanan Pangan

masyarakat11.  Pendataan Pola Pangan Harapan12.  Jumlah penelitian tentang pangan olahan13.  Jumlah penelitian tentang zat gizi mikro14.  Jumlah penelitian tentang pangan lokal

5.4 Kegiatan yang Dimonitoring Berdasar IndikatorKegiatan yang dimonitoring dalam RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-

2018 memuat sejumlah indikator yang akan dievaluasi secara berkala .

Tabel 5.2 Indikator untuk Evaluasi Pengembangan Ketahanan Pangan dan Gizi

INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018

PILAR I : GIZI MASYARAKAT1. Persentase kasus balita gizi

buruk yang mendapatkan perawatan

100 100 100 100 100 100

2. Persentase balita yang ditimbang berat badannya 47,07 51,34 51,7 53,75 74 80

3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif

58,3 66,2 65 70,96 44 47

4. Persentase rumah tangga mengkosumsi garam beriodium

97,7 97,65 94,53 98,71 95 95

5. Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul Vitamin A 61,04 64,7 67,3 72,32 80,7 85

6. Persentase ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan

54,63 81,8 75,1 83,32 90 95

7. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang - -

- 31,17 65 80

99

INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018

mendapat makanan tambahan8. Persentase balita kurus yang

mendapat makanan tambahan 15 15 39,06 37,75 80 85

9. Persentase remaja puteri mendapat TTD - - - 5,47 36 34

10. Persentase ibu nifas mendapat kapsul vitamin A 87,95 93,31 84,4 85,65 90 95

11. Persentase bayi yang baru lahir mendapat IMD 41,3 - - 60,96 46,52 48,26

12. Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (berat badan <2500 gram) - - - 4,04 9,4 8,9

13. Persentase balita mempunyai buku KIA/KMS (K) 64,7 82,5 78,67 66,7 100 100

14. Persentase balita ditimbang yang naik berat badannya 62,76 63,55 77,5 74,8 78,1 79,2

15. Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya (T)

17,55 21,4 25,4 25,2 21,9 20,8

16. Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut (2T)

2,18 2,3 2,3 3,03 1,75 1

17. Persentase balita di Bawah Garis Merah (BGM) 1,19 1,1 0,83 0,8 0,47 0,17

18. Persentase ibu hamil anemia - - 25,66 10,7 30,24 29,12PILAR II : AKSESIBILITAS PANGAN

1. Jumlah lumbung pangan yang dikembangkan di daerah rawan pangan (unit)

0 2 19 3 2 21

2. Penanganan daerah rawan pangan (desa)

20 16 20 24 28 32

3. Ketersediaan data desa rawan pangan (jumlah Kab/kota)

1 Provinsi8 Kab

1 Provinsi7 Kab

1 Provinsi7 Kab

1 Provinsi7 Kab

1 Provinsi7 Kab

1 Provinsi7 Kab

4. Terlaksananya system Kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG) di Kabupaten/ kota

3 Kab/Kota 9 Kab/Kota 9 Kab/Kota 9 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota

5. Cadangan Pangan Pemrintah (CPP)

0 ton 123 ton 221 ton 212 ton 212 ton 250 ton

6. Jumlah lembaga distribusi pangan di daerah produsen pangan (PUPM) Gapoktan

0 0 6 Gapoktan 6 Gapoktan 6 Gapoktan 0

100

INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018

7. Jumlah kab/kota melakukan pendataan dan informasi tentang distribusi, harga dan akses pangan

6 Kab/Kota 9 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota

8. Jumlah kab/ kota memantau dan pemantapan distribusi, harga dan akses pangan 6 Kab/Kota 9 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10

Kab/Kota 10 Kab/Kota

9. Jumlah desa P2KP 87 KWT 6 KWT 34 KWT 40 KWT 21 KWT 72 KWT

10. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan promosi penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan

1 Provinsi, 9 Kab /

Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

11. Jumlah desa tersedia tenaga/petugas lapangan seperti punyuluh (pendamping P2KP) 87 Desa 6 Desa 34 Desa 40 Desa 21 Desa 72 Desa

12. Jumlah kab/kota memantau dan pemantapan penganekaragaman pangan dan keamanan pangan

1 Provinsi, 9 Kab /

Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

1 Provinsi, 9 Kab / Kota

13. Pengembangan kawasan sentra tanaman pangan 10 kab/kota 10 kab/kota 10 kab/kota 10 kab/kota 10 kab/kota 10 kab/kota

14. Jumlah lumbung pangan yang dikembangkan di daerah rawan pangan (unit)

7 17 17 20 25 30

15. Penanganan daerah rawan pangan (desa)

20 16 20 24 28 32

16. Ketersediaan data desa rawan pangan (jumlah Kab/kota)

1 Provinsi8 Kab/Kota

1 Provinsi8 Kab/Kota

1 Provinsi10 Kab/Kota

1 Provinsi10 Kab/Kota

1 Provinsi10

Kab/Kota

1 Provinsi10 Kab/Kota

17. Jumlah produksi daging 52.820,6 Ton

52.820,6 Ton

53.630,9 Ton

54.441,2 Ton * *

18. Jumlah produksi telur 13.685,2 Ton

13.950,2 Ton

14.220,5 Ton 14.496 Ton * *

19. Konsumsi daging 15,811 kg/kap/th

19,96 kg/kap/th

21,93 kg/kap/th

25,17 kg/kap/th * *

20. Konsumsi telur 5,38 kg/kap/th

6.54 kg/kap/th

6,9 kg/kap/th

9,62 kg/kap/th * *

21. Jumlah kebuntingan hasil IB 2.358 ekor 2.415 ekor 2.573 ekor 2.730 ekor * *

22. Pengembangan budidaya ternak Perah 15 ekor - -

(tidak dianggarkan

Th. 2016)* *

23. Pengembangan budidaya kambing/domba 466 ekor - 60 ekor 450 ekor * *

24. Pengembangan budidaya unggas lokal 5.500 ekor 2.100 ekor 6.000 ekor

(tidak dianggarkan

Th. 2016)* *

25. Pengembangan budidaya ternak kelinci 100 ekor -

(tidak dianggarkan

Th. 2016)* *

26. Pengembangan budidaya ternak babi 100 ekor - 125 ekor - * *

27. Pengembangan budidaya ternak sapi potong 2.891 ekor 2.258 ekor 13.187 ekor 3.260 ekor * *

101

INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018

28. Peningkatan populasi ternak (%) :- Sapi (%)- Kerbau (%)- Kambing (%)- Babi (%)- Ayam Buras (%)

** ** **

6 %5%7%5%6%

5%3%6%5%6%

29. Peningkatan Produksi daging (%) ** ** ** 3,3 % 3,3 %

30. Peningkatan Produksi telur (%) ** ** ** 3 % 3%

31. Rehabilitasi Tanaman kakao 5.000 (ha) 1.750 1.250 1.250 1.000 1.250 1.250

32. Perluasan Tanaman Kakao (Ha) 29.629 2.600 2.600 2.600 2.600 2.600

33. Pengembangan Tanaman Kelapa Sawit (595.000 ha) untuk Pemenuhan 1 juta Ha 691.766 119.000 119.000 119.000 119.000 119.000

34. Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit 30.000 Ha - 10.000 10.000 10.000 - -

35. Peremajaan tanaman Lada 3.000 ha - 750 750 750 750 750

36. Peremajaan tanaman kelapa 6.000 Ha - 100 1400 1550 1400 1550

37. Volume produksi perikanan tangkap (ribu ton) 136,664 114,842 146,286 101,718 111,890 123,079

38. Volume produksi perikanan budidaya (ribu ton) 94,679 96,851 108,286 99,494 109,443 120,387

39. Peningkatan konsumsi ikan per kapita (kg/tahun) 43 44 46,12 46,41 48,73 51,16

40. Pameran produk perikanan (paket) 4 4 4 4 2 2

41. Peningkatan pemanfaatan pekarangan dengan mewujudkan HATINYA PKK

160 160 160

42. Jumlah Penyuluhan Gizi di Posyandu 10 10 10

43. Jumlah hari buka posyandu 24 24 24

44. Jumlah Posyandu terintegrasi 10 10 1045. Persetanse daya kunjungan

masyarakat di Posyandu 80 % 80 % 90 %

46. Jumlah pembinaan dari Pokjanal Posyandu 10 10 10

47. Persentase asupan Gizi anak sekolah 10 10 10

48. Jumlah peserta didik untuk menyukai makanan lokal bergizi 75% 75% 80%

PILAR III : MUTU DAN KEMANAN PANGAN

1. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana Produksi

100% 100% 100% 100%

2. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana Distribusi

24.5% 25% 30% 30%

3. Persentase Makanan yang 86,10% 86,60% 87,10% 87,60%

102

INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Memenuhi Syarat4. Jumlah Komunitas yang

diberdayakan9 12 15 18

5. Jumlah Desa Pangan Aman (sebagai Pilot Project)

0 0 0 0 0 0

6. Jumlah Perangkat Daerah yang diadvokasi

0 0 0 0 0 0

7. Terlaksananya Bulan Keamanan Pangan

0 0 1 1 0 1

8. Jumlah Kader Keamanan Pangan yang diberikan Bimbingan Teknis

0 0 0 30 Orang 0 0

9. Jumlah Komunitas yang diberikan Bimbingan Teknis 0 0 0 0 0 0

10. Jumlah Komunitas Desa yang difasilitasi penerapan Keamanan Pangan

0 0 0 0 0 0

11. Terlaksananya kegiatan Lomba

0 0 0 0 0 0

12. Jumlah pasar yang diintervensi menjadiPasar Aman dari Bahan Berbahaya (sebagai Pilot Project)

1 2 3 4

13. Jumlah Kab/Kota yang memberikan komitmen dan menerapkan peraturan Kepala Badan POM terkait Industri Rumah Tangga (IRTP)

4 6 8 10

14. Jumlah Perkara dengan tindak lanjut penyidikan

8 8 9 9

15. Tersertifikasinya usaha Pembudidaya ikan (unit)

50 50 50 50 - -

16. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana Distribusi

24.5% 25% 30% 30%

17. Persentase Makanan yang Memenuhi Syarat

86,10% 86,60% 87,10% 87,60%

18. Jumlah Komunitas yang diberdayakan

9 12 15 18

19. Jumlah Kader Keamanan Pangan yang diberikan Bimbingan Teknis

30 orang

20. Jumlah pasar yang diintervensi menjadiPasar Aman dari Bahan Berbahaya (sebagai Pilot Project)

1 2 3 4

21. Jumlah Kab/Kota yang memberikan komitmen dan menerapkan peraturan Kepala Badan POM terkait Industri Rumah Tangga (IRTP)

4 6 8 10

22. Jumlah Perkara dengan tindak 8 8 9 9

103

INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018

lanjut penyidikan23. Menurunnya hama penyakit

ikan dan meningkatkan mutu hasil budidaya serta menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya Kaltim

20 15 10 10 - -

24. Penerapan CCS untuk menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan (orang)

20 Org 10 Org 10 Org 10 Org 10 Org 10 Org

25. Penerapan GMP dan SSOP bagi UKM sektor kelautan dan perikanan (unit)

3 Unit 3 Unit 3 Unit 3 Unit 3 Unit 3 Unit

26. Sosialisasi Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) dan Lomba Masak Serba Ikan

3 Kali 2 Kali 2 Kali 2 Kali 2 Kali 2 Kali

27. Keikutsertaan dalam Promosi/Pameran 1 Kali 1 Kali 1 Kali 1 Kali 1 Kali 1 Kali

28. Jumlah sosialisasi Public Awareness Pangan Asal Hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH)

3 Kali 3 Kali 3 Kali 3 Kali * *

29. Jumlah Auditor Nomor Kontrol Veteriner (NKV) 5 Auditor 1 Auditor 1 Auditor 1 Auditor * *

30. Jumlah usaha peternakan yang bersertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

11 Unit Usaha

5 Unit Usaha

5 Unit Usaha

5 Unit Usaha

* *

31. Jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Peternakan

5 PPNS - - 1 PPNS * *

32. Jumlah peserta pelatihan pengolahan produk olahan hasil peternakan

25 Orang 25 Orang 25 Orang 25 Orang * *

33. Peningkatan usaha yang bersertifikat Nomor Kontrol Veteriner/NKV (%)

** ** ** 2 1

34. Penurunan kasus cemaran mikroba (%) ** ** ** 25 2

PILAR IV : PHBS1. Persentase rumah tangga

melaksanakan PHBS 55,7 20 30 40 50 65

2. Jumlah Kab/Kota melaksanakan survey PHBS 10 10 10 10 10 10

3. Jumlah Kab/Kota yang Melaksanakan Pengembangan Media PHBS 10 10 10 10 10 10

4. Jumlah Kab/Kota yang Melaksanakan Pengembangan SBH 10 10 10 10 10 10

104

INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018

5. Jumlah kab/kota yang membuat rencana operasional peningkatan rumah tangga ber PHBS 10 10 10 10 10 10

PILAR V : KELEMBAGAAN PANGAN DAN GIZI1. Pembinaan kelompok desa

mandiri pangan yang dikembangkan (desa) 1 Kali/ Thn 2 Kali/

Thn2 Kali/Thn 3 Kali/Thn 3 Kali/Thn 3 Kali/Thn

2. Pembinaan kelompok pada daerah rawan pangan (desa) 3 Kali/

Thn3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3. Pembinaan kelompok pada desa lokasi P2KP (desa) 3 Kali/

Thn3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

4. Pembinaan kelompok pendamping P2KP (desa) 6 Kali/

Thn6 Kali/Thn

6 Kali/Thn

6 Kali/Thn

6 Kali/Thn

6 Kali/Thn

5. Pembinaan pada kelompok untuk pemantauan dan pemantapan P2KP (desa)

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

3 Kali/Thn

6. Penguatan Tim Pangan dan Gizi Kecamatan pada setiap Kab/Kota 9 Kec. 9 Kec. 9 Kec. 9 Kec. 9 Kec. 9 Kec.

7. Revitalisasi Dewan Ketahanan Pangan Daerah 1 Prov.

9 KK1 Prov.9 KK

1 Prov.9 KK

1 Prov.9 KK

1 Prov.9 KK

1 Prov.9 KK

8. Penguatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Daerah 1 Prov.

3 KK1 Prov.4 KK

1 Prov.6 KK

1 Prov.7 KK

1 Prov.8 KK

1 Prov.9 KK

9. Penguatan Kapasitas tenaga pembina 1 Prov. 3

KK 1 Prov. 4 KK 1 Prov.6 KK 1 Prov.7 KK 1 Prov. 8

KK 1 Prov. 9 KK

10. Pendataan kerawanan pangan masyarakat 2 KK 3 KK 4 KK 9 KK 10 KK 14 KK

11. Pendataan Pola Pangan Harapan 1 Prov. 1 Prov.8 KK

1 Prov.8 KK

1 Prov.8 KK

1 Prov.8 KK

1 Prov.8 KK

12. Jumlah penelitian tentang pangan olahan - - 1 2 2 3

13. Jumlah penelitian tentang zat gizi mikro - - 1 2 2 3

14. Jumlah penelitian tentang pangan lokal - - 1 2 2 3

Catatan : * (Tidak dilaksakan karena indikator berubah pada tahun 2017-2018 sesuai SOTK baru) ** (Tidak dilaksanakan karena indikator baru)

105

BAB VI PENUTUP

Dokumen RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur 2014 – 2018 ini telah disusun melalui

proses partisipatif dan diskusi yang mendalam bersama Perangkat Daerah terkait, dengan

demikian dokumen ini dapat dikatakan kesepakatan perencanaan di bidang pangan dan gizi.

Permasalahan pangan dan gizi dan pembangunan ketahanan pangan dan gizi bersifat

multisektor, maka dalam rencana dan implementasi RAD-PG diperlukan koordinasi dan

integrasi serta sinergitas antar kegiatan dan pemangku kepentingan.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi berbagai kegiatan diharapkan menghasilkan data

yang valid dan terdokumentasi dengan baik, dengan demikian capaian setiap target yang telah

di tetapkan dapat terukur.

Selanjutnya RAD-PG ini hendaknya diarusutamakan dalam perencanaan anggaran

setiap tahunnya terutama di setiap Perangkat Daerah yang terlibat langsung dalam

penanganan masalah pangan dan gizi.

Perbaikan data dan informasi yang tertuang dalam dokumen RAD-PG ini akan

dilakukan secara berkala dengan memperhatikan perkembangan kondisi yang ada.

Diharapkan dokumen RAD-PG ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi provinsi dalam

perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan untuk mewujudkan tujuan memperkuat

ketahanan pangan dan gizi provinsi Kalimantan Timur. Selain itu juga dokumen ini dapat

menjadi pedoman & acuan bagi Kabupaten/Kota untuk segera menyusun Rencana Aksi

Daerah Pangan & Gizi (RAD-PG).

106