laporan e-2 kelarutan timbal balik

13
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KI-2242 Semester II 2012/2013 Percobaan E-2 KELARUTAN TIMBAL BALIK Oleh Nama : Bangkit Dana Setiawan NIM / Prodi : 13011089 / Teknik Kimia Kelompok : 3 Shift : Rabu Siang Minggu ke-2 Tanggal Praktikum : 27 Februari 2013 Asisten : Widya Sartika (10509045) Mega Rindu A (10510008) Laboratorium Kimia Fisika Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Upload: bangkitds

Post on 14-Dec-2014

708 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

laporan KImia Analitik

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

KI-2242 Semester II 2012/2013

Percobaan E-2

KELARUTAN TIMBAL BALIK

Oleh

Nama : Bangkit Dana Setiawan

NIM / Prodi : 13011089 / Teknik Kimia

Kelompok : 3

Shift : Rabu Siang Minggu ke-2

Tanggal Praktikum : 27 Februari 2013

Asisten : Widya Sartika (10509045)

Mega Rindu A (10510008)

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Bandung

2012/2013

Page 2: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

1. TUJUAN PERCOBAAN

Menentukan pengaruh suhu terhadap kelarutan

Menentukan suhu saat larutan menjadi jernih dan keruh kembali

Menentukan Diagram fasa Sistem Fenol-Air-Metanol-NaCl

2. TEORI DASAR

Bila dua zat cair dicampur dengan komposisi yang berbeda-beda maka ada tiga kemungkinan

yang dapat terjadi yaitu :

Kedua zat cair dapat bercampur dalam tiap komposisi, seperti campuran alkohol dalam air

Kedua zat cair tidak dapat bercampur sama sekali, seperti antara air dan air raksa

Kedua zat cair hanya dapat bercampur pada komposisi tertentu, misalnya campuran antara air

butanol

Pada percobaan berikut yang akan dilakukan adalah membuat kurva kelarutan air-butanol

atau air-fenol (diagram biner) dan sekaligus menentukan suhu kritisnya. Bila ke dalam sejumlah air

ditambah butanol atau fenol dalam air. Bila penambahan ini diteruskan, pada suatu saat akan

diperoleh larutan jenuh butanol atau fenol dalam air. Tetapi bila penambahan butanol atau fenol

diteruskan lagi akan diperoleh larutan air dalam fenol atau butanol yang memisah sebagai larutan

tersendiri. Pada penambahan selanjutnya akan diperoleh larutan jenuh air dalam butanol atau fenol,

dimana pada saat ini kedua lapisan akan menghilang dan menjadi satu lapisan lagi. Kedua larutan

jenuh air dalam butanol atau air dalam fenol atau sebaliknya dikatakan sebagai larutan konjugat.

Larutan konjugat hanya terjadi pada range suhu tertentu. Misalnya untuk sistem air-butanol terdapat

pada range suhu 0-126 C. Berdasarkan literatur, maka diatas suhu ini air dan butanol dapat saling

melarutkan pada setiap komposisi yang diberikan.Suhu ini disebut suhu kritis air-butanol.

Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian bila

temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur kritis, maka larutan tersebut

dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika temperaturnya telah melewati temperatur kritis maka

sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur sebagian lagi. Salah satu contoh dari

temperatur timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air yang membentuk kurva parabola yang

berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam setiap perubahan temperatur baik di bawah temperatur

kritis. Jika temperatur dari dalam kelarutan fenol aquadest dinaikkan di atas 50°C maka komposisi

larutan dari sistem larutan tersebut akan berubah. Kandungan fenol dalam air untuk lapisan atas akan

bertambah (lebih dari 11,8 %) dan kandungan fenol dari lapisan bawah akan berkurang (kurang dari

62,6 %). Pada saat suhu kelarutan mencapai 66°C maka komposisi sistem larutan tersebut menjadi

seimbang dan keduanya dapat dicampur dengan sempurna.

Page 3: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

Temperatur kritis adalah kenaikan temperatur tertentu dimana akan diperoleh komposisi larutan yang

berada dalam kesetimbangan.

3. DATA PENGAMATAN

Suhu dalam ruangan = 26,5 oC

Densitas air (suhu ruang) = 0.996512 gr/cm3

Berat pikno kosong = 19,39 g

Berat pikno+air = 44,84 g

Berat pikno+NaCl = 45,01 g

Berat pikno+metanol = 43,88 g

Larutan

(ml)T bening

oC

T keruhoC

T rata-rataoC

Air Fenol

4 4 62 55 58,5

5 4 67 64 65,5

6 4 69 66 67,5

8 4 70 67 68,5

10 5 70 66 68

6,5 6 69 66 67,5

Page 4: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

8,5 7 68 65 66,5

10,5 8 68,5 66,5 67,5

Fenol + NaCl 1% 80,5 77,5 79

Fenol+Metanol 1% 65 63,5 64,25

4. PENGOLAHAN DATA

a. Penentuan Volume Piknometer

Vpikno =

Vpikno = = 25,539 ml

b. Penentuan massa jenis NaCl

=

= = 1,003168 g/ml

c. Penentuan massa jenis Metanol

=

= = 1,00317 g/ml

d. Penentuan fraksi mol dalam sistem fenol-air

Mr fenol = 94 g/mol

Mr air = 18 g/mol

Xfenol =

V air gram fenol mol air mol fenol Xfenol

4 4 0,221447111 0,042553191 0,161186147

Page 5: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

5 4 0,276808889 0,042553191 0,133244346

6 4 0,332170667 0,042553191 0,1135588

8 4 0,442894222 0,042553191 0,087657675

10 5 0,553617778 0,053191489 0,087657675

6,5 6 0,359851556 0,063829787 0,150655176

8,5 7 0,470575111 0,074468085 0,136627859

10,5 8 0,581298667 0,085106383 0,127709691

e. Penentuan fraksi mol dalam sistem fenol-air-NaCl

Wlarutan NaCl = NaCl 1% . VNaCl = 1,003168 . 6 = 6,019008 gr

WNaCl = 1 % . 6,019008 = 0,06019008 gr

Wair = Wlarutan – WNaCl = 6,019008 -0,06019008= 5,95882 gr

nNaCl = = 1,02889.10-3 mol

nair = = 0.331 mol

nfenol = = 0.04255 mol

Xfenol = = 0,11359

f. Xfenol dalam sistem fenol - metanol 1 %

nmetanol = = = 1,88094.10-3 mol

nair = = = 0.32885 mol

nfenol = = 0.04255 mol

Page 6: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

Xfenol = = 0.113989

g. Diagram Fasa

Sistem Fenol - Air

Sistem gabungan (fenol-air-NaCl-Metanol)

5. PEMBAHSAN

Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur

sebagian bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur

Page 7: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

kritis, maka larutan tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika

temperaturnya telah melewati temperatur kritis maka sistem larutan tersebut akan

kembali dalam kondisi bercampur sebagian lagi.

Contoh aplikasi kelarutan timbal balik adalah pada proses pembuatan logam besi. Ketika uap

panas dimasukkan ke sebuah besi yang panas, uap panas ini akan bereaksi dengan besi dan

membentuk sebuah besi oksida magnetik berwarna hitam yang disebut magnetit, Fe3O4.

Hidrogen yang terbentuk oleh reaksi ini tersapu oleh aliran uap.

Dalam keadaan lain, hasil-hasil reaksi ini akan saling bereaksi. Hidrogen yang

melewati magnetit panas akan mengubahnya menjadi besi, dan uap panas juga akan

terbentuk. Uap panas yang kali ini terbentuk tersapu oleh aliran hidrogen. Reaksi ini dapat

berbalik, tapi dalam keadaan biasa, reaksi ini menjadi reaksi satu arah. Produk dari reaksi

satu arah ini berada dalam keadaan terpisah dan tidak dapat bereaksi satu sama lain sehingga

reaksi sebaliknya tidak dapat terjadi. Pada saat ferri ferro oksida dan hidrogen mulai terbentuk,

kedua zat ini akan saling bereaksi kembali untuk membentuk besi dan uap panas yang ada pada

mulanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan :

1. Sifat dari solute dan solvent

Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya garam-garam anorganik larut

dalam air. Solute yang nonpolar larut dalam solvent yang nonpoar pula. Misalnya alkaloid basa

(umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform.

2. Cosolvensi

Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan pelarut lain atau

modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan

gliserin atau solutio petit.

3. Kelarutan

Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut memerlukan banyak

pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah :

a. Dapat larut dalam air

Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam nitrat larut kecuali nitrat

base. Semua garam sulfat larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.

b. Tidak larut dalam air

Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3. Semua oksida dan hidroksida tidak larut

kecuali KOH, NaOH, BaO, Ba(OH)2. semua garam phosfat tidak larut kecuali K3PO4, Na3PO3.

Page 8: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

4. Temperatur

Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan bersifat

endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.

Zat terlarut + pelarut + panas → larutan.

Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat tersebut dikatakan

bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya menghasilkan panas.

Zat terlarut + pelarut → larutan + panas

Contoh : KOH dan K2SO4

Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan, misalnya :

a. Zat-zat yang atsiri, Contohnya : Etanol dan minyak atsiri.

b. Zat yang terurai, misalnya : natrium karbonas.

c. Saturatio

d. Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : Aqua calsis.

5. Salting Out

Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar

dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan

karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air

tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.

6. Salting In

Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent

menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang

mengandung Nicotinamida.

7. Pembentukan Kompleks

Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut dengan zat yang

larut dengan membentuk garam kompleks. Contohnya : Iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.

Efek penambahan NaCl disebut efek Salting out karena fenol mengalami penurunan

kelarutan, akibatnya untuk melarutkan fenol dibutuhkan suhu yang lebih tinggi dibandingkan

dengan air biasa.

Efek penambahan Metanol disebut efek Salting in, karena fenol mengalami peningkatan

kelarutam, hal ini dibuktikan dengan penurunan suhu untuk melarutkan(membeningkan)

fenol, yakni sekitar 65 C. Suhu ini lebih kecil dibandingkan menggunakan air yang

membutuhkan suhu sekitar 68 C.

Page 9: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

Piknometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau densitas

dari fluida. Berbagai macam fluida yang diukur massa jenisnya, biasanya dalam praktikum

yang diukur adalah massa jenis oli, minyak goreng, dan lain-lain. Piknometer itu terdiri dari 3

bagian, yaitu tutup pikno, lubang, gelas atau tabung ukur. Cara menghitung massa fluida yaitu

dengan mengurangkan massa pikno berisi fluida dengan massa pikno kosong. Kemudian di

dapat data massa dan volume fluida, sehingga tinggal menentukan nilai cho/massa jenis (ρ)

fluida dengan persamaan = cho (ρ) = m/v (Whille, 1988).

Berdasarkan grafik yang diperoleh dari hasil percobaan, jika grafik diperlengkap (fraksi mol

fenol dibuat antara 0-1), akan diperoleh gambar grafik yang cekung ke bawah, ini berarti sistem

fenol-air hanya memiliki titik konsolut atas.

6. KESIMPULAN

Pengaruh suhu terhadap kelarutan :

o Makin tinggi suhunya, maka proses kelarutan akan semakin cepat

o Makin rendah suhunya, proses kelarutan akan semakin lambat

Suhu bening dan suhu keruh

Larutan

(ml)T bening

oC

T keruhoC

T rata-rataoC

Air Fenol

4 4 62 55 58,5

5 4 67 64 65,5

6 4 69 66 67,5

8 4 70 67 68,5

10 5 70 66 68

6,5 6 69 66 67,5

8,5 7 68 65 66,5

10,5 8 68,5 66,5 67,5

Fenol + NaCl 1% 80,5 77,5 79

Fenol+Metanol 1% 65 63,5 64,25

Diagram fasa sistem fenol-air-metanol-NaCl

Page 10: Laporan E-2 Kelarutan Timbal Balik

7. DAFTAR PUSTAKA

Atkins F.W. Kimia Fisika. 4th Ed. 210-211.Erlangga, Jakarta

http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-fisika-viskositas-zat-cair.html diakses

pada 10 Mar. 13 pukul 14.43 WIB

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/asam_dan_basa/faktor-faktor-

yang-mempengaruhi-kelarutan/ diakses pada 10 Mar. 13 pukul 14.43 WIB

J.M. Wilson et al. Experiments in Physical Chemistry, ed.2. Pergamon.1968, hal 47-48.