dk2p3

7
1. Apa yang dimaksud dengan jejas reversibel dan irreversibel? 2. Apa saja bentuk respon inflamasi? 3. Bagaimana mekanisme terjadinya infeksi? 1. Empat sistem sel yang mudah terkena jejas, integritas membran sel, pembentukan atp, sintesis protein, integritas apparatus genetik. Dalam keterbatasan sel dapat mengkompensasi gangguang tersebut, dan jika rangsang yang membuat jeajas dihilangkan, sel kembali ke keadaan normal, hal ini disebut jejas reversible. Namun begitu, cedera yang persisten atau berlebihan menyebabkan sel melewati ambang batas sehingga masuk ke kondisi jejas irreversible. Keadaan tersebut disertai kerusakan luas pada semua membran, pembengkakan lisosom, vakuolisasi mitokondria, sehingga terjadi penurunan atp. JEJAS REVERSIBEL. Perubahan ultrastruktur jejas sel reversibel, meliputi perubahan membran plasma seperti bula (pembengkakan);penumpulan atau distorsi mikrovilli; dan longgarnya pelekatan intersel; (2) perubahan mitokondrial, seperti pembengkakan dan munculnya densitas amorf kaya fosfolipid; (3) dilatasi retikulum endoplasma dengan kerusakan ribosom dan disosiasi polisom; dan (4) perubahan nuklear, dengan disagregasi unsur granular dan fibrilar.Dua pola perubahan modologik yang berkaitan dengan jejas reversibel dapat dikenali dengan mikroskop cahaya: pembengkakan sel dan degenerasi lemak (perlemakan). Pembengkakan sel adalah manifestasi yang pertama terjadi dari hampir semua bentuk jejas sel; muncul setiap sel tidak mampu mempertahankan homeostasis ionik dan cairan. Pembengkakan sel dapat menjadi perubahan morfologik yang sulit diamati dengan mikroskop cahaya dan mungkin lebih tampak pada tingkat seluruh organ. Bila semua sel pada organ terkena, terdapat warna kepucatan, peningkatan turgor, dan penambahan berat badan. Secara mikroskopik, bisa tampak vakuola kecil, jernih di dalam sitoplasma;

Upload: muhammad-dirga-iswara

Post on 17-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rr

TRANSCRIPT

1. Apa yang dimaksud dengan jejas reversibel dan irreversibel?2. Apa saja bentuk respon inflamasi?3. Bagaimana mekanisme terjadinya infeksi?

1. Empat sistem sel yang mudah terkena jejas, integritas membran sel, pembentukan atp, sintesis protein, integritas apparatus genetik. Dalam keterbatasan sel dapat mengkompensasi gangguang tersebut, dan jika rangsang yang membuat jeajas dihilangkan, sel kembali ke keadaan normal, hal ini disebut jejas reversible. Namun begitu, cedera yang persisten atau berlebihan menyebabkan sel melewati ambang batas sehingga masuk ke kondisi jejas irreversible. Keadaan tersebut disertai kerusakan luas pada semua membran, pembengkakan lisosom, vakuolisasi mitokondria, sehingga terjadi penurunan atp.JEJAS REVERSIBEL. Perubahan ultrastruktur jejas sel reversibel, meliputi perubahan membran plasma seperti bula (pembengkakan);penumpulan atau distorsi mikrovilli; dan longgarnya pelekatan intersel; (2) perubahan mitokondrial, seperti pembengkakan dan munculnya densitas amorf kaya fosfolipid; (3) dilatasi retikulum endoplasma dengan kerusakan ribosom dan disosiasi polisom; dan (4) perubahan nuklear, dengan disagregasi unsur granular dan fibrilar.Dua pola perubahan modologik yang berkaitan dengan jejas reversibel dapat dikenali dengan mikroskop cahaya: pembengkakan sel dan degenerasi lemak (perlemakan). Pembengkakan sel adalah manifestasi yang pertama terjadi dari hampir semua bentuk jejas sel; muncul setiap sel tidak mampu mempertahankan homeostasis ionik dan cairan. Pembengkakan sel dapat menjadi perubahan morfologik yang sulit diamati dengan mikroskop cahaya dan mungkin lebih tampak pada tingkat seluruh organ. Bila semua sel pada organ terkena, terdapat warna kepucatan, peningkatan turgor, dan penambahan berat badan. Secara mikroskopik, bisa tampak vakuola kecil, jernih di dalam sitoplasma; vakuola itu menggambarkan segmen retikulum endoplasma yang berdistensi dan menekuk. Pola jejas nonletal, ireversibel tersebut kadang-kadang disebut perubahan hidropik atau degenerasi vakuolar ; pembengkakan sel bersifat reversibel. Perlemakan, terjadi pada jejas hipoksik dan berbagai bentuk jejas toksik atau metabolik, bermanifestasi dengan munculnya vakuola lipid dalam sitoplasma. Perlemakan merupakan reaksi yang kurang sering terjadi, terutama ditemukan pada sel yang berperan dalam metabolisme Iemak (misalnya, hepatosit dan sel miokardial), dan juga bersifat reversibel.

JEJAS IRREVERSIBLE. Sel yang mati memperlihatkan peningkatan eosinofil (yaitu, pulasan merah muda dari pewarnaan eosin; "E" pada "H & E"). Gambaran tersebut sebagian disebabkan oleh meningkatnya pengikatan eosin terhadap protein intrasitoplasmik yang mengalami denaturasi, dan sebagian akibat hilangnya basofil yang normalnya ditanam oleh RNA dalam sitoplasma (basofil terpulas biru dari pewarnaan hematoksisilin: "H" pada "H & E"). Sel dapat memiliki gambaran homogen yang lebih tampak seperti kaca dibandingkan sel yang masih hidup (viabel), terutama akibat hilangnya partikel glikogen. Bila enzim telah mendegradasi organela, sitoplasma menjadi bervakuola dan tampak dimakan ngengat. Akhirnya, bisa terjadi kalsifikasi sel yang mati. Perubahan nuklear memberikan satu dari tiga pola , semuanya disebabkan oleh pemecahan nonspesifik DNA. Basofilia kromatin bisa memudar (kariolisis), agaknya disebabkan oleh aktivitas DNAse. Pola kedua adalah piknosis, ditandai dengan melisutnya inti sel dan peningkatan basofil; DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat. Pada pola ketiga, karioreksis, fragmen inti sel yang piknotik. Dalam 1-2 hari, inti dalam sel yang mati benar-benar menghilang. Saat sel yang mati mengalami perubahan dini tersebut, massa jaringan nekrotik dapat memperlihat kan pola morfologik berbeda, bergantung pada apakah katabolisme enzimatik atau denaturasi protein menonjol. Walaupun agak ketinggalan zaman, istilah yang menguraikan pola nekrosis digunakan secara rutin, dan maknanya dimengerti oleh para ahli patologi dan klinisi. Apabila denaturasi merupakan pola primer, disebut nekrosis koagulatif. Pada keadaan digesti enzimatik yang dominan, hasilnya adalah nekrosis liquefaktif; pada keadaan khusus, dapat terjadi nekrosis kaseosa atau nekrosis lemak.

2. Radang atau inflamasi adalah Radang ialah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Tujuan inflamasi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap infeksi Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor) , dan function laesa.Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan oleh faktor eksternal. Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar.1. Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu inflamasi kronis.1. Inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endothelium vaskuler, dan infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag).Tanda-tanda cardinal inflamsi : 1. RuborRubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine. 2. Kalor Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37C, hyperemia local tidak menimbulkan perubahan.1. Dolor (nyeri)Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamine atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.1. Tumor Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.1. Functio LaesaBerdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang. Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang3. MEKANISME INFEKSI bakteri, virus, protozoa maupun mempunyai mekanisme dalam menyerang sel inangnya. Secara ringkas kuman tersebut bisa menginfeksi melalui 4 tahap yaitu:1. Adhesi (menempel)1. Kolonisasi (berbiak)1. Penetrasi (masuk ke tubuh)1. Invasi (menyebar ke seluruh tubuh sambil berkembang biak)Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan bersifat paling membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid.Simbiosis antara parasit dan inang, di mana satu pihak diuntungkan dan satu pihak dirugikan, digolongkan sebagai parasitisme. Cabang kedokteran yang menitikberatkan infeksi dan patogen adalah cabang penyakit infeksi.Secara umum infeksi terbagi menjadi dua golongan besar: Infeksi yang terjadi karena terpapar oleh antigen dari luar tubuh Infeksi yang terjadi karena difusi cairan tubuh atau jaringan, seperti virus HIV, karena virus tersebut tidak dapat hidup di luar tubuh.