disinfeksi pdam kel 15
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahaya dan risiko kesehatan yang ditimbulkan dari pencemaran air dapat
diklasifikasikan menjadi dua yakni bahaya langsung dan bahaya tak langsung.
Bahaya langsung terhadap kesehatan manusia dapat terjadi akibat mengkonsumsi air
yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk, baik secara langsung diminum
ataupun melalui makanan serta akibat penggunaan air yang tercemar untuk kegiatan
sehari-hari. Sedangkan bahaya tak langsung, dapat terjadi akibat mengkonsumsi hasil
perikanan dimana berbagai produk tersebut dapat mengakumulasi zat polutan yang
berbahaya.
Pencemaran air minum dapat diakibatkan oleh virus, bakteri patogen, zat
kimia, dan parasit. Untuk itu diperlukan pengolahan air minum yang baik agar dapat
meminimalkan polutan yang terdapat di dalamnya. Desinfeksi merupakan salah satu
metode yang dipakai untuk meningkatkan kualitas air sehingga air layak untuk
digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Ada berbagai macam metode Desinfeksi,
antara lain dengan khlorin, ozon, dan UV yang masing-masing mempunyai kelebihan
dan kelemahan.
Melalui proses Desinfeksi, air yang telah tercemar dapat disterilisasikan dari
bakteri patogen, virus, zat kimia serta dapat menjernihkan warna air, menghilangkan
kekeruhan, bau dan rasa, sehingga air dapat memenuhi syarat untuk air minum. Selain
kegunaan Desinfeksi di atas, proses Desinfeksi juga menghasilkan hasil samping dan
kerugian bagi manusia yang perlu kita pelajari dampaknya bagi kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Desinfeksi?
2. Apa saja metode Desinfeksi?
3. Apa yang dimaksud klorinasi?
1
4. Bagaimana proses klorinasi?
5. Apa yang dimaksud Desinfeksi dengan ozon?
6. Bagaimana proses Desinfeksi dengan ozon?
7. Apa yang dimaksud Desinfeksi dengan ultraviolet?
8. Bagaimana proses Desinfeksi dengan ultraviolet?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Desinfeksi.
2. Untuk mengetahui berbagai metode Desinfeksi.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan khlorinasi.
4. Untuk mengetahui proses klorinasi.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Desinfeksi dengan ozon.
6. Untuk mengetahui proses Desinfeksi dengan ozon.
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Desinfeksi dengan ultraviolet.
8. Untuk mengetahui proses Desinfeksi dengan ultraviolet.
1.4 Manfaat
1. Menyelesaikan tugas mata kuliah pengelolaan air minum dan sanitasi
makanan.
2. Memahami tentang proses pengolahan air minum.
3. Menambah pengetahuan tentang pengelolaan air minum.
4. Menambah pengetahuan tentang upaya preventif dan promotif mengenai
penggunaan air serta dampak kesehatan yang ditimbulkan jikalau terjadi
pencemaran terhadap air.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Desinfeksi
Desinfeksi adalah memusnahkan mikro-organisme yang dapat menimbulkan
penyakit. Desinfeksi merupakan benteng manusia terhadap paparan
mikroorganisme pathogen penyebab penyakit. Termasuk di dalamnya virus,
bakteri dan protozoa parasit (Biton,1994)
Desinfeksi merupakan salah satu proses dalam pengolahan air minum yang
bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat dalam air.
Metode Desinfeksi yang umumnya digunakan selama ini ada lima, yaitu klorin,
kombinasi klorin, ozon, klorin dioksida dan ultraviolet. Secara umum proses
Desinfeksi dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi. Alternatif pada proses
Desinfeksi secara kimiawi biasanya mengunakan klor, ozon dan senyawa halogen.
Sedangkan proses Desinfeksi secara fisik dapat digunakan sinar ultraviolet,
gelombang ultrasonik, ultrafiltrasi, reverse osmosis. Teknologi Desinfeksi secara
fisik tersebut yang sedang dikembangkan dan mendapatkan banyak kemajuan pada
beberapa tahun terakhir ini. Desinfeksi juga dapat diartikan proses pembuangan
semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian
pada endospora bakteri.
2.2 Tujuan Desinfeksi
Adapun tujuan dari sterilisasi dan Desinfeksi tersebut adalah:
a. Mencegah terjadinya infeksi
b. Mencegah kontaminasi mikroorganisme
c. Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yang dipakai.
3
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Desinfeksi
Proses Desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
sebagai berikut:
2.3.1 Jenis Desinfeksi
Efisiensi desinfektan tergantung pada jenis bahan kimia yang
digunakan, beberapa desinfektan seperti ozon dan klorin dioksida merupakan
oksidator yang kuat dibandingkan dengan yang lainnya.
2.3.2 Jenis Mikroorganisme
Di alam terdapat banyak sekali variasi mikroba pathogen yang resisten
terhadap desinfektan. Bakteri pembentuk spora umumnya lebih resisten
terhadap desinfektan dibandingkan bakteri vegetatif. Terdapat juga variasi
dari bakteri vegetative yang resisten terhadap desinfektan dan juga diantara
strain yang termasuk dalam spesies yang sama. Sebagai contoh Legionella
pneumophila lebih resisten terhadap klorin dibandingkan E.coli. secara umum
resistensi terhadap Desinfeksi berurutan sebagai berikut : bakteri vegetatif <
virus enteric < bakteri pembentuk spora (spore-forming bacteria) < kista
protozoa.
2.3.3 Konsentrasi Desinfektan dan Waktu Kontak
Inaktivasi mikroorganisme pathogen oleh senyawa desinfektan
bertambah sesuai dengan waktu kontak.
2.3.4 Pengaruh pH
Dalam proses Desinfeksi dengan khlor harga konsentrasi per waktu
inaktivasi meningkat sejalan dengan kenaikan pH, sebaliknya inaktivasi
bakteria, virus dan kista protozoa umumnya lebih efektif pada pH tinggi.
Pengaruh Ph pada inakvinasi mikroba dengan khloramin tidak di ketahui
4
secara pasti karena adanya hasil yang bertentangan. Pengaruh pH pada
inaktivasi pathogen dengan ozon juga belum banyak di ketahui secara pasti.
2.3.5 Temperatur
Inaktivasi pathogen dan parasit meningkat sejalan dengan
meningkatnya temperatur.
2.3.6 Pengaruh Kimia dan Fisika Pada Desinfeksi
Beberapa senyawa kimia yang dapat mempengaruhi proses Desinfeksi
antara lain adalah senyawa nitrogen anorganik maupun organik, besi,
mangan dan hydrogen sulfida. Senyawa organik terlarut juga menambah
kebutuhan khlor dan keberadaannya menyebabkan penurunan efisiensi proses
Desinfeksi.
Kekeruhan harus di hilangkan karena mikroorganisme yang bergabung
partikel yang ada did lam air akan lebh resisten terhadap desinfektan di
bandingkan dengan mikroorganisme yang bebas. Efek proteksi dari partikel di
dalam air terhadap ketahanan mkroorganisme di dalam proses Desinfeksi
tergantung pada ukuran dan sifat alami dari partikel terebut.
2.3.7 Faktor Lain
Paparan pertama dapat menambah ketahanan mikroba terhadap
desinfektan. Paparan pengulangan mikroorganisme pada khlor menghasilkan
adanya bakteri dan virus tertentu yang tahan terhadap desinfektan.
Penggumpalan/ penggabungan mikroorganisme pathogen umumnya
mengurangi efeisiensi desinfektan. Sel bacterial, partikel viral dan kista
protozoa di dalam gumpalan sangat terlindung dari aksi desinfektan.
(Chen.,1985).
5
2.4 KLORINASI
2.4.1 Definisi Klorinasi
Klorinasi adalah pemberian senyawa klor pada air sebagai desinfektan.
Klorinasi merupakan Desinfeksi yang paling umum digunakan. Klorin yang
digunakan dapat berupa bubuk, cairan atau tablet. Bubuk klorin biasanya
berisi kalsium hipoklorit, sedangkan cairan klorin berisi natrium hipoklorit.
Desinfeksi yang menggunakan gas klorin disebut sebagai klorinasi. Sasaran
klorinasi terhadap air minum adalah penghancuran bakteri melalui germisidal
dari klorin terhadap bakteri. Konsentrasi klorin yang ditambahkan adalah 1
mg/l = 1 ppm.
Bermacam-macam zat kimia seperti ozon (O3), klor (Cl2), klordioksida
(ClO2), dan proses fisik seperti penyinaran sinar ultraviolet, pemanasan dan
lain-lain, digunakan sebagai Desinfeksi air. Klor berasal dari gas klor Cl2,
NaOCl, Ca(OCl2) (kaporit), atau larutan HOCl (asam hipoklorit). Breakpoint
chlorination (klorinasi titik retak) adalah jumlah klor yang dibutuhkan
sehingga semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi , amoniak hilang sebagai
gas N2 , dan masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap
perlu untuk pembasmi kuman-kuman(Alaerts,G, 1984).
Klorin sering digunakan sebagai desinfektan untuk menghilangkan
mikroorganisme yang tidak dibutuhkan, terutama bagi air yang diperuntukkan
bagi kepentingan domestik. Beberapa alasan yang menyebabkan klorin sering
digunakan sebagai desinfektan adalah sebagai berikut:
1. Dapat dikemas dalam bentuk gas, larutan, dan bubuk.
2. Relatif murah.
3. Memiliki daya larut yang tinggi serta dapat larut pada kadar yang tinggi (7000mg/l).
4. Residu klorin dalam bentuk larutan tidak berbahaya bagi manusia, jika
terdapat dalam kadar yang tidak berlebihan.
6
5. Bersifat sangat toksik bagi mikroorganisme, dengan cara menghambat
aktivitas metabolisme mikroorganisme tersebut.
Kelebihan dan kelemahan Desinfeksi dengan klorin:
Berikut ini kelebihan menggunakan metode penambahan klor untuk
Desinfeksi air :
1. Merupakan metode konvensional yang murah sehingga sering digunakan
masyarakat
2. Relatif lebih mudah karena langsung ditambahkan ke air
3. Klor, terutama HOCl umumnya sangat efektif untuk inaktivasi patogen dan
bakteri indikator
4. Keuntungan dari klorin dalam dibandingkan dengan ozon adalah bahwa
residu tetap dalam air untuk jangka waktu. Fitur ini memungkinkan klorin
untuk bepergian melalui sistem pasokan air, efektif mengendalikan
kontaminasi patogen arus balik.
Tetapi penggunaan dengan klor juga memiliki kelemahan, antara lain:
1. Klor menimbulkan bau yang tajam
2. Menghasilkan THM (trihalometan) yang bersifat karsinogenik
3. Tidak dapat menjernihkan air atau menghilangkan kekeruhan
4. Prosesnya mudah terpengaruh senyawa lain seperti nitrogen anorganik
maupun organik, besi, mangan, dan hidrogen sulfide
5. Tingkat racun yang tinggi dari gas klorin, bahkan pada konsentrasi kecil
sekalipun, oleh karenanya memerlukan pengawasan lingkungan kerja yang
ketat dan penerapan sistem kesehatan-keselamatan kerja yang sangat baik.
2.4.2 Proses Khlorinasi
Proses penambahan klor dikenal dengan istilah klorinasi. Klorin yang
digunakan sebagai desinfektan adalah gas klor yang berupa molekul klor (Cl2)
7
atau kalsium hipoklorit Ca(OCl2)]. Namun, penambahan klor secara kurang
tepat akan menimbulkan bau dan rasa pahit.
Tahap Klorinasi :
1. Tahap Pre Chlorinasi
Yaitu tahap pemberian liquid chlorine yang bertujuan untuk:
- Menghilangkan polutan dalam air seperti rasa dan bau
- Semua zat yang dioksidasi teroksidasi seperti besi, mangan
- Mencegah molekul organic seperti warna
- Mencegah pertumbuhan jamur
- Mencegah pertumbuhan alga (ganggang)
2. Tahap Post Chlorinasi
Yaitu tahap pemberian liquid chlorine yang bertujuan untuk
membunuh mikroba yang masih terikat dalam air terutama mikroba
pathogen. Konsentrasi klor yang ditambahkan adalah 0,5 mg/ml. Sisa
klor yang diinginkan dalam reservoir agar memenuhi syarat kesehatan
sebagai air yang layak diminum berkisar antara 0,2 – 0,5 mg/I
Pada proses klorinasi, sebelum berperan sebagai desinfektan, klorin
yang ditambahkan akan berperan sebagai oksidator, seperti persamaan reaksi :
H2S + 4 Cl2 + 4 H2O → H2SO4 + 8 HCl
Jika kebutuhan klorin untuk mengoksidasi beberapa senyawa kimia
perairan telah terpenuhi, klorin yang ditambahkan akan berperan sebagai
desinfektan. Gas klor bereaksi dengan air menurut persamaan:
Cl2 + H2O HOCl + H+ + Cl-
Reaksi kesetimbangan sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH 2, klor
berada dalam bentuk klorin (Cl2); pada pH 2-7 , klor kebanyakan terdapat
dalam bentuk HOCl; sedangkan pada pH 7,4 klor tidak hanya terdapat dalam
bentuk HOCl tetapi juga dalam bentuk ion OCl-. Pada kadar klor kurang dari
1.000 mg/l, semua klor berada dalam bentuk ion klorida (Cl-) dan hipoklorit
(HOCl) ,atau terdisosiasi menjadi H+ dan OCl- (Effendi, 2003).
8
Residu yang lebih besar dapat menimbulkan bau yang tidak sedap,
sedangkan yang lebih kecil tidak dapat menghilangkan bakteri pada air.
Klorin akan sangat efektif bila pH air rendah, bila persediaan air mengandung
fenol, penambahan klorin ke air akan mengakibatkan rasa yang kurang enak
akibat pembentukan senyawa-senyawa klorofenol. Rasa ini dapat dihilangkan
dengan menambahkan amoniak ke air sebelum klorinasi. Campuran klorin
dan amoniak membentuk kloroamin, yang merupakan desinfektan yang relatif
baik, walaupun tidak seselektif hipoklorit. Kloramin tidak bereaksi dengan
cepat, tetapi bekerja terus untuk waktu yang lama. Karena itu, mutu
Desinfeksinya dapat berlanjut jauh kedalam jaringan distribusi (Linsley,
1991).
Kebutuhan klorin atau chlorine demand untuk proses Desinfeksi
tergantung pada beberapa faktor. Klorin adalah oksidator dan akan bereaksi
dengan beberapa komponen termasuk komponen organik pada air. Faktor
yang mempengaruhi efisiensi Desinfeksi atau kebutuhan akan klorin
dipengaruhi oleh jumlah dan jenis klorin yang digunakan, waktu kontak, suhu
dan jenis serta konsentrasi mikroba.
Kebutuhan klorin untuk air yang relatif jernih dan pada air yang
mengandung suspensi padatan yang tidak terlalu tinggi biasanya relatif kecil.
Klorin akan bereaksi dengan berbagai jenis komponen yang ada pada air dan
komponen-komponen tersebut akan berkompetisi dalam penggunaan klorin
sebagai bahan untuk Desinfeksi. Sehingga pada air yang relatif kotor,
sebagian besar akan bereaksi dengan komponen yang ada dan hanya sebagian
kecil saja yang bertindak sebagai desinfektan.
Residu klorin juga merupakan hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan klorin karena kemampuannya sebagai agen penginaktivasi enzim
mikroba setelah zat tersebut masuk kedalam sel mikroba. Klorin dapat
bertindak sebagai desinfektan baik dalam bentuk klorin bebas maupun klorin
terikat pada suatu larutan dapat dijumpai dalam bentuk asam hipoklorit atau
ion hipoklorit. Klorin dalam bentuk klorin bebas dan asam hipoklorit
9
merupakan bentuk persenyawaan yang baik untuk tujuan Desinfeksi (Jenie,
1993).
Mekanisme khlorinasi :
Khlorin menyebabkan dua jenis kerusakan pada sel bakteri, jenis
perusakan tersebut adalah :
1. Perusakan kemampuan permeabilitassel (disruption of cell
permeability)
Khlor bebas merusak membrane dari sel bakteri, hal ini menyebabkan
sel kehilangan permeabilitasnya (kemampuan menembus) dan merusak fungsi
sel lainnya. Pemaparan pada khlor menyebabkan kebocoran protein, RNA dan
DNA. Sel mati merupakan hasil pelepasan TOC dan material yang menyerap
sinar UV, Pengurangan pengambilan (uptake) potassium dan pengurangan
sistesis protein dan DNA. Perusakan kemampuan permeabilitas merupakan
juga penyebab perusakan spora bakteri oleh khlor. (khlor, 1994)
2. Perusakan asam nukleat dan enzim (damage to nucleic acids and
enzymes)
Khlorin merusak juga asam nukleat bakteri, demikian pula enzyme.
Salah satu akibat pengurangan aktivitas katalis adalah penghambatan oleh
akumulasi hydrogen peroxide. Cara kerja khlor terhadap virus tergantung
pada jenis virus. Perusakan asam nukleat merupakan cara utama pada
inaktivasi bakteri phage 12 atau poliovirus tipe 1. Pelapis protein merupakan
sasaran untuk virus jenis lain (Bitton, 1994)
2.4.3 Penentuan Kadar Klorin
Untuk setiap unsur klor aktif seperti klor tersedia bebas dan klor
tersedia terikat memiliki analisa-analisa khusus. Namun, untuk analisa di
laboratorium biasanya hanya klor aktif (residu) yang ditentukan melalui suatu
analisa. Klor aktif dapat dianalisa melalui titrasi iodometri ataupun melalui
metode kolorimetri dengan menggunakan DPD (Dietil-p-fenilendiamin).
Analisa iodometris lebih sederhana dan murah tetapi tidak sepeka DPD.
10
Adapun prinsip kerja dari analisa dengan menggunakan DPD adalah;
Bila N,N-dietil-p-fenilendiamin (DPD) sebagai indikator dibubuhkan pada
suatu larutan yang mengandung sisa klor aktif, reaksi terjadi seketika dan
warna larutan menjadi merah. Sebagai pereaksi digunakan iodida (KI) yang
akan memisahkan klor tersedia bebas, monokloramin dan dikloramin,
tergantung dari konsentrasi iodida yang dibubuhkan. Reaksi ini membebaskan
iodin I2 yang mengoksidasi indikator DPD dan memberi warna yang lebih
merah pada larutan bila konsentrasi pereaksi ditambah. Untuk mengetahui
jumlah klor bebas dan klor terikat maka larutan dititrasi dengan larutan FAS
(Ferro Amonium Sulfat) sampai warna merah hilang. pH larutan harus antara
6,2 sampai 6,5 (Alaerts, 1984).
Pemeriksaan klorin dalam air dengan metode DPD dianalisa dengan
menggunakan alat Komparator. Yaitu berdasarkan pembandingan warna yang
dihasilkan oleh zat dalam kuantitas yang tidak diketahui dengan warna yang
sama yang dihasilkan oleh kuantitas yang diketahui dari zat yang akan
ditetapkan, dimana kadar klorin akan dibaca berdasarkan warna yang dibentuk
oleh pereaksi DPD (Vogel, 1994).
2.5 OZON
2.5.1 Pengertian Ozon
Ozon merupakan senyawa yang mampu membunuh bakteri dan
mempunyai daya oksidasi yang sangat kuat. Sejak beberapa dekade terakhir,
beberapa Negara di eropa telah memanfaatkan ozon untuk air minum,
demikian pula amerika dan jepang. Ozon pertama kali diperkenalkan sebagai
zat pengoksidasi kuat untuk menghilangkan rasa, bau, dan warna. Pengolahan
air pertama menggunakan ozon pada tahun 1906 di Bon Voyage Water
Treatment Plant, Nice, Prancis (Bitton,1994). Oksidator ini sekarang
digunakan sebagi Desinfeksi utama untuk membunuh atau menginaktivasi
mikroorganisme pathogen dan untuk mengoksidasi zat besi dan mangan,
senyawa penyebab rasa dan bau, warna, zat organik, deterjen, fenol serta zat
11
organik lain. Sebagi desinfektan, ozon dapat dengan cepat, membunuh virus,
bakteri, dan jamur serta mikroorganisme lainnya. Perbandingan potential
oksidasi relative (relative oxidation potentials) ozon dengan beberapa
senyawa desinfektan lainnya dapat dilihat pada table sebagai berikut :
Dibanding dengan desinfektan konvesional seperti senyawa klor
(klorin) atau kaporit yang umum digunakan untuk pengolahan air minum,
ozon mempunyai beberapa kelebihan. Semisal klorin dapat menimbulkan bau
yang tajam yaitu bau kaporit, selain itu desinfektan dengan klor dapat
menimbulkan dampak sampingan dengan terbentuknya senyawa
trihalomethan (THMs) yang bersifat karsinogen.
Adapun yang termasuk THMs (Trihalometan) adalah chloroform,
dikhlorometan, bromadikhlorometan, dibromo-khlorometan, 1,2 diklhoroetan,
karbon tethrakhlorida, dan masih banyak lagi.
Ozon selain tidak menimbulkan bau juga dapat membuat air menjadi
lebih segar. Umumnya pengolahan air dengan ozon digabungkan dengan
proses koagulasi-flokulasi, pengendapan dan penyaringan seperti pada
pengolahan air konvensional atau digabungkan dengan pengolahan khusus.
Pre-ozonisasi pada proses pengolahan air minum dapat dapat
menurunkan potensi pembentukan THMs dan pencetus partikel koagulasi
pada saat pengolahan air. Pengelolaan dengan ozon dapat juga digabungkan
bersama-sama dengan proses adsorpsi dengan karbon aktif. Ozon dapat
diterapkan pada beberapa titik pada pegolahan air konvensional.
Efektifitasnya sebagai desinfektan tidak bisa dikontrol oleh pH dan tidak
bereaksi dengan ammonia.
Ditinjau dari biaya konstruksinya maupun biaya operasi dan
pemeliharaannya, Desinfeksi dengan ozon lebih mahal dari pada klorinasi dan
Desinfeksi dengan UV. Penggunaan energi merupakan bagian biaya operasi
paling mahal. Oleh karena ozon tidak meninggalkan residu pada air,
pengolahan dengan ozon kadangkala dikombinasikan dengan post_klorinasi.
Ozon merupakan senyawa kompleks menjadi sederhana, beberapa senyawa
12
kemungkinan sebagai makanan mikroba pada system distribusi air. Ozon
merupakan oksidator yang sangat kuat dibandingkan dengan klor.
Kelebihan dan kelemahan Desinfeksi dengan ozon:
- Kelebihan Desinfeksi dengan ozon:
1. Tidak menimbulkan bau
2. Membuat air lebih segar
3. Pada proses Desinfeksi dengan ozon terdapat tahap pre-ozonisasi yang dapat
menurunkan potensi pembentukan THMs dan pencetus partikel koagulasi
pada saat pengolahan air
4. Efektifitasnya tidak dapat dikontrol oleh pH / tidak terpengaruh pH
5. Pengolahan dengan ozon dapat digabungkan dengan proses adsorbsi dengan
karbon aktif.
6. Ozon lebih efekti daripada khlorin terhadap rotaviru manusia
Meskipun Desinfeksi dengan ozon relatif menguntungkan dan efektif, namun
juga terdapat berbagai kelemahan yaitu:
1. Biaya konstruksi mahal
2. Biaya operasional dan pemeliharaan mahal
3. Ozon merubah senyawa kompleks menjadi sederhana dimana beberapa
senyawa tersebut kemungkinan menjadi makanan mikroba pada sistem
distribusi air.
4. Jika digunakan pada air yang mengandung besi atau mangan, Desinfeksi
dengan ozon dapat mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi sehingga zat besi
atau mangan yang terlarut di dalam air akan bereaksi dengan ozon membentuk
oksida besi atau oksida mangan yang tidak larut dalam air, sehingga warna air
berubah menjadi kecoklatan atau terkadang terbentuk endapan yang berwarna
coklat kehitaman.
13
Berikut ini adalah skema tahap ozonisasi pada pengolahan air minum :
Tahap Ozonisasi
Sistem injeksi ozon untuk pengolahan air minum skala kecil
14
2.5.2 Pengaruh Ozon Pada Mikroorganisme Indikator Dan Patogen
Sebagai oksidan ozon sangat kuat dibandingkan klorin. Inaktivasi
bateri sangat cepat pada konsentrasi yang hanya sebesar 0,1 mg/l. nilai Ct
untuk inaktifasi 99% E.coli sangat rendah antara 0,01 sampai 0,2 dan untuk
virus enteric 0,04 sampai 0,42.
Ozon lebih efektif dari pada klorin, monokloramin atau klorin dioksida
terhadap rotavirus manusia dan simian. Konsentrasi ozon yang diperlukan
untuk mengaktivasi 99,9% enterovirus dalam air (250C, pH=7) dalam waktu
10 menit, bervariasi antara 0,05 dan 0,6 mg/l. Namun demikian beberapa
bakteri pathogen (misalnya Mycobakterium fortuitum) lebih tahan dari pada
virus terhadap ozon. Ketahanan terhadap ozon pada beberapa mikroorganisme
ditemukan berurutan sebagai berikut : mycobacterium fortuitum > poliovirus
tipe 1 > candida parapsilosis > E.coli > salmonella typhymurium. Padatan
tersuspensi (missal tanah liat, padatan lumpur) sangat mengurangi
kemampuan inaktivasi ozon.
Oocysts crytosporidium sangat tahan terhadap klorinasi. Ozon pada
konsentrasi 1 mg/l mengaktivasi oocysts cryptosporidium parvum dalam
waktu 6 menit pada level 104 oocysts per 1 ml. Kista dari Giardia lamblia dan
G.muris juga efektif diinaktivasi oleh ozon. Efektifitas ozon sangat bervariasi
sesuai dengan temperatur. Ketahanan kista G.lamblia terhadap ozon
meningkat apabila temperature diturunkan dari 25o C menjadi 5oC. fenomena
yang sama terjadi pada Crytosporidium oocysts.
Proses peroxone yang menggunakan campuran ozon dan hydrogen
peroxide, telah di coba untuk mengontrol rasa dan bau, hasil samping
diinfeksi dan mikroba pathogen. Diperoleh bahwa efisiensi inaktivasi dari
peroxone (H2O2O3 = 0,3 atau kurang) sama dengan menggunakan ozon saja.
Namun demikian peroxone lebih baik dari ozon dalam hal mengoksidasi
senyawa penyebab rasa dan bau.
15
2.5.3 Mekanisme Cara Kerja Ozon
Dalam media cair ozon menghasilkan radikal bebas yang
menginaktivasi mikroorganisme. Ozon mempengaruhi permeabelitas,
aktivitas enzim dan DNA dari sel bakteri. Residu guanine dan atau thymine
merupakan sasaran dari ozon. Pengolahan ozon menyebabkan konversi
circular plasmid DNA tertutup (ccDNA). E.coli menjadi circular DNA
terbuka (ocDNA).
Ozon inaktivasi virus dengan cara merusak inti asam nukleat. Pelapis
protein terpengaruh juga, namun perusakan pelapis protein kecil dan mungkin
tidak ada pengaruhnya pada adsorpsi poliovirus kedalam sel host (VP4, capsid
polypeptide penyebab penempelan pada sel host, tidak terpengaruh oleh
ozon). Terhadap rotavirus, ozon merubah capsid dan inti RNA.
Jenis mikroba yang dapat dibunuh dengan khlorinasi :
1. Eschericia coli dapat diinaktivasi dengan konsentrasi khlor 0,1 mg/l
2. Polivirus 1 dapat diinaktivasi dengan konsentrasi khlor 1,0 mg/l
3. Entamoeba histolytica dapat diinaktivasi dengan konsentrasi khlor 5,0 mg/l
4. Giardia lamblia dan Giardia muris dapat diinaktivasi dengan konsentrasi
khlor sebesar 2,5 mg/l (Hoof dan Akin dalam Biton,1994).
2.5.4 Hasil Samping Ozonisasi
Telah diketahui terbentuknya senyawa mutagenic atau karsinogen
akibat proses klorinasi air dan air buangan. Namun sedikit diketahui mengenai
hasil samping ozonisasi. Aldehid merupakan hasil samping, namun
pengaruhnya terhadap kesehatan belum diketahui. Penelitian terahir
menunjukkan bahwa air yang diolah dengan ozon dengan dosis 1 mg/l
memperlihatkan kenaikan mutagenesitas. Namun mutagenesitas bberkurang
pada level ozon tinggi (>3 mg/l). senyawa mutagenic dapat dihilangkan
dengan butiran karbon aktif (GAC).
Jika air mengandung zat besi atau mangan, maka Desinfeksi dengan
menggunakan ozon dapat mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi sehingga
zat besi atau mangan yang terlarut didalam air akan bereaksi dengan ozon
16
membentuk oksidasi besi atau oksida mangan yang tidak terlarut dalam air,
sehingga warna air berubah menjadi kecoklatan atau kadang-kadang terbentuk
endapan yang berwarna coklat kehitaman.
2.6 ULTRAVIOLET
2.6.1 Pengertian Ultraviolet
Desinfeksi dengan ultraviolet pertama dilakukan pada permulaan abad
ini, namun terabaikan karena khlorinasi lebih disukai. Namun akhir-akhir ini
popular kembali karena ditemukan teknologi yang lebih baik. Sinar ultraviolet
mempunyai kemampuan dalam menonaktifkan bakteri, virus dan protozoa
tanpa mempengaruhi komposisi kimia air. Absorpsi terhadap radiasi
ultraviolet oleh protein, RNA dan DNA dapat menyebabkan kematian dan
mutasi sel. Oleh karena itu, sinar ultraviolet dapat digunakan sebagai
desinfektan.
Ultraviolet merupakan suatu bagian dari spektrum elektromagnetik
dan tidak membutuhkan medium untuk merambat. Ultraviolet mempunyai
rentang panjang gelombang antara 100-400 nm yang berada di antara
spektrum sinar X dan cahaya tampak (EPA, 1999). Sistem UV menggunakan
lampu merkuri tekanan rendah yang tertutup dalam tabung quartz. Tabung
dicelupkan dalam air yang mengalir dalam tangki sehingga tersinari oleh
radiasi UV dengan panjang gelombang sebesar 253,7 A yang bersifat
germicidal. Namun tranmisi UV dengan quartz berkurang sejalan dengan
penggunaan yang terus-menerus. Oleh karena itu lampu quartz harus
dibersihkan secara teratur dengan cara pembersihan mekanik, kimiawi dan
ultrasonic. Diusulkan bahan Teflon sebagai pengganti quartz, namun transmisi
radiasi UV nya rendah dibandingkan quartz.
Secara umum sumber ultraviolet dapat diperoleh secara alamiah dan
buatan, dengan sinar matahari merupakan sumber utama ultraviolet di alam.
Sumber ultraviolet buatan umumnya berasal dari lampu fluorescent khusus,
seperti lampu merkuri tekanan rendah (low pressure) dan lampu merkuri
17
tekanan sedang (medium pressure). Lampu merkuri medium pressure mampu
menghasilkan output radiasi ultraviolet yang lebih besar daripada lampu
merkuri low pressure. Namun lampu merkuri low pressure lebih efisien dalam
pemakaian listrik dibandingkan lampu merkuri medium pressure. Lampu
merkuri low pressure menghasilkan radiasi maksimum pada panjang
gelombang 253,7 nm yang lethal bagi mikroorganisme, protozoa, virus dan
algae. Sedangkan radiasi lampu merkuri medium pressure diemisikan pada
panjang gelombang 180 – 1370 nm.
2.6.2 Mekanisme Desinfeksi Menggunakan Ultraviolet
Radiasi ultraviolet merupakan suatu sumber energi yang mempunyai
kemampuan untuk melakukan penetrasi ke dinding sel mikroorganisme dan
mengubah komposisi asam nukleatnya. Absorbsi ultraviolet oleh DNA ( atau
RNA pada beberapa virus) dapat menyebabkan mikroorganisme tersebut tidak
mampu melakukan replikasi akibat pembentukan ikatan rangkap dua pada
molekul-molekul pirimidin (Snider et al, 1991). Sel yang tidak mampu
melakukan replikasi akan kehilangan sifat patogenitasnya. Radiasi ultraviolet
yang diabsorbsi oleh protein pada membran sel akan menyebabkan kerusakan
membran sel dan kematian sel. Penelitian terhadap virus menunjukkan bahwa
pada awalnya UV merusak viral genome, selanjutnya merusak structural
pelindung virus. Radiasi UV merusak DNA mikroba pada panjang gelombang
hampir 260 nm. Menyebabkan dimerisasi thymine, yang menghalangi
replikasi DNA dan efektif menginaktivasi mekroorganisme.
Namun perlu diperhatikan bahwa beberapa mikroba khususnya bakteri
memang mempunyai suatu sistem metabolik fungsional yang bervariasi dalam
mekanisme untuk memperbaiki kerusakan asam nukleatnya (Jogger, 1967).
Adanya kemampuan mikroba untuk memperbaiki kerusakan selnya akan
dapat mempengaruhi efisiensi prose Desinfeksi. Namun, mekanisme reaktifasi
mikroorganisme tersebut dapat diatasi dengan penggunaan dosis UV yang
sesuai.
18
Tingkat inaktifasi mikroorganisme sangat tergantung pada dosis UV
yang digunakan. Kinetika inaktifasi mikroorganisme pada Desinfeksi
menggunakan ultraviolet mengikuti Hukum Chick, pada persamaan berikut :
N = No . e –k . I . t(1)
Dengan,
N = jumlah mikroorganisme setelah dipapari UV pada waktu pemaparan (t)
No = jumlah mikroorganisme awal (t = 0)
k = koef. tingkat inaktifasi mikroorganisme selama waktu tertentu (tergantung
pada faktor kualitas air)
I = intensitas ultraviolet
Bryan et al. (1992) memodifikasi persamaan tersebut menjadi persamaan 2.2
sebagai berikut :
ln N/No = - k . I . t (2)
Tanda negatif pada persamaan tersebut mengindikasikan adanya penurunan
dari jumlah mikroorganisme setelah waktu tertentu (Bryan et al., 1992).
Berdasarkan pada persamaan Hukum Chick, maka jumlah mikroorganisme
yang tersisa dapat dihitung sebagai fungsi dosis dan waktu pemaparan (White,
19925; USEPA, 1996).
2.6.3 Variabel yang Mempengaruhi Kerja UV
Beberapa variabel (seperti partikel tersuspensi, COD, warna) dalam
effluent air limbah dapat mempengaruhi transmisi UV dalam air yang
akhirnya mempengaruhi kebutuhan untuk Desinfeksi. Beberapa senyawa
organic (seperti zat humus,senyawa phenol, lignin sulfonat dari industri pulp
dan kertas, besi feri) dapat juga mempengaruhi transmisi UV dalam air.
Bakteri indikator sebagian terlindungi dari radiasi UV apabila bersatu
dengan partikel. Padatan tersuspensi hanya melindungi sebagian
19
mikroorganisme dari efek bahaya radiasi UV. Hal ini disebabkan partikel
suspense dalam air hanya mengabsorbsi sebagian dari sinar UV.
Berikut ini adalah gambar alat Desinfeksi dengan UV :
2.6.4 Keuntungan Desinfeksi Dengan UV
Berikut keuntungan Desinfeksi air atauair limbah dengan radiasi UV
antara lain :
1. Efisiensi untuk menginaktivasi bakteri dan virus pada air minum
(diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk kista protozoa)
2. Tidak menimbulkan hasil samping senyawa karsinogen atau hasil
samping yang bersifat beracun.
3. Tidak menimbulkan masalah rasa atau bau
4. Tidak diperlukan penyimpanan dan penanganan bahan kimia
beracun.
5. Unit UV hanya memerlukan ruang yang kecil
20
2.6.5 Kerugian Desinfeksi Dengan UV
Beberapa kerugian Desinfeksi dengan UV antara lain adalah :
1. Tidak ada residu desinfektan pada air yang telah diolah (oleh karena
itu diperlukan penambahan khlorin atau ozon setelah proses UV)
2. Relatif sulit menentukan dosis UV
3. Pembentukan biofilm pada permukaan lampu
4. Masalah dalam hal pemeliharaan dan pembersihan lampu UV
5. Masih ada potensi terjadi fotoaktivasi pada mikroba pathogen yang
telah diproses dengan UV.
21
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Desinfeksi merupakan salah satu proses dalam pengolahan air minum
yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat
dalam air. Metode Desinfeksi yang umumnya digunakan selama ini ada lima,
yaitu klorin, kombinasi klorin, ozon, klorin dioksida dan ultraviolet.
Klorinasi adalah pemberian senyawa klor pada air sebagai desinfektan.
Klorin yang digunakan dapat berupa bubuk, cairan atau tablet. Bubuk klorin
biasanya berisi kalsium hipoklorit, sedangkan cairan klorin berisi natrium
hipoklorit. Desinfeksi yang menggunakan gas klorin disebut sebagai klorinasi.
Sasaran klorinasi terhadap air minum adalah penghancuran bakteri melalui
germisidal dari klorin terhadap bekteri.
Ozon merupakan senyawa yang mampu membunuh bakteri dan
mempunyai daya oksidasi yang sangat kuat. Dibanding dengan desinfektan
konvesional seperti senyawa klor (klorin) atau kaporit yang umum digunakan
untuk pengolahan air minum, ozon mempunyai beberapa kelebihan. ozon
selain tidak menimbulkan bau juga dapat membuat air menjadi lebih segar.
Umumnya pengolahan air dengan ozon digabungkan dengan proses
koagulasi-flokulasi, pengendapan dan penyaringan seperti pada pengolahan
air konvensional atau digabungkan dengan pengolahan khusus.
Sinar ultraviolet mempunyai kemampuan dalam menonaktifkan
bakteri, virus dan protozoa tanpa mempengaruhi komposisi kimia air.
Absorpsi terhadap radiasi ultraviolet oleh protein, RNA dan DNA dapat
menyebabkan kematian dan mutasi sel. Oleh karena itu, sinar ultraviolet dapat
digunakan sebagai desinfektan.
22
Komparasi antara Desinfeksi dengan Khlorin, Ozon dan UV
Khlorinasi Ozon UVKelemahan3. Khlor
menimbulkan bau yang tajam.
a) Menghasilkan THM (trihalometan) yang bersifat karsinogenik
b)c) Tidak dapat
menjernihkan air atau menghilangkan kekeruhan
d)e) Prosesnya
mudah terpengaruh senyawa lain seperti nitrogen anorganik maupun organik, besi, mangan, dan hidrogen sulfide
f)g) Tingkat
racun yang tinggi dari gas klorin, bahkan
Biaya konstruksi mahal
Biaya operasional dan pemeliharaan mahal
Ozon merubah senyawa kompleks menjadi sederhana dimana beberapa senyawa tersebut kemungkinan menjadi makanan mikroba pada sistem distribusi air.
Jika digunakan pada air yang mengandung besi atau mangan, Desinfeksi dengan ozon dapat mengakibatkan air berubah menjadi kecoklatan atau terkadang terbentuk endapan yang berwarna coklat kehitaman.
Tidak ada residu desinfektan pada air yang telah diolah
Relatif sulit menentukan dosis UV
Pembentukan biofilm pada permukaan lampu
Masalah dalam hal pemeliharaan dan pembersihan lampu UV
Ada potensi terjadi fotoaktivasi pada mikroba pathogen yang telah diproses dengan UV.
23
pada konsentrasi kecil sekalipun.
Kelebihan Merupakan metode konvensional yang murah sehingga sering digunakan masyarakat
Relatif lebih mudah karena langsung ditambahkan ke air
Khlor, terutama HOCl umumnya sangat efektif untuk inaktivasi patogen dan bakteri indikator
Keuntungan dari klorin dalam dibandingkan dengan ozon adalah bahwa residu tetap dalam air untuk
Tidak menimbulkan bau
Membuat air lebih segar
Pada proses Desinfeksi dengan ozon terdapat tahap pre-ozonisasi yang dapat menurunkan potensi pembentukan THMs dan pencetus partikel koagulasi pada saat pengolahan air
Efektifitasnya tidak dapat dikontrol oleh pH / tidak terpengaruh pH
Pengolahan dengan ozon dapat digabungkan dengan proses adsorbsi dengan karbon aktif.
Ozon lebih efektif daripada khlorin terhadap rotavirus manusia
Efisiensi untuk menginaktivasi bakteri dan virus pada air minum (diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk kista protozoa)
Tidak menimbulkan hasil samping senyawa karsinogen atau beracun.
Tidak menimbulkan masalah rasa atau bau
Tidak diperlukan penyimpanan dan penanganan bahan kimia beracun.
Unit UV hanya memerlukan ruang yang kecil
24
jangka waktu. Fitur ini memungkinkan klorin untuk bepergian melalui sistem pasokan air, efektif mengendalikan kontaminasi patogen arus balik.
3.2 Saran
Pemerintah harus bekerjasama dengan pihak penyediaan air minum
dan tenaga kesehatan agar dapat mengolah air dengan metode yang tepat
sehingga kualitas air minum meningkat dan layak konsumsi tanpa
menimbulkan efek kesehatan bagi konsumen.
25
DAFTAR PUSTAKA
Chen, Y.S.R.,O.J.Sproul, and A.Rubin,1985.Inactivation of Naegleria gruberi cyst by
chlorine dioxide.Water Research 19: 783-789.
Craun, G.F.1988.Surface Water Supplies and Health. Journal American Water Works
Association.80: 40-52
http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirMinum/BAB12DESINFEKSI.pdf (di
akses pada tanggal 18 Oktober pukul 07.42 WIB )
Moris.J.C.1975.Aspect of The Quantitative Assessment og germicidal efficiency.In:
Disinfection of water and waste water. J.D Johnson, Ed. Ann Arbor Science.,
Ann Arbor, Ml.
Rice, R.G.1989.Ozone Oxidation products-Implications for drinking water treatment,
pp.153-170: Biohazards of Drinking Water Treatment. R.A. Larson, Ed.Lewis
Publishing. Chelsea. Ml.
26