dina marselina sepsis

9
SEPSIS SKDI : 3B 1. Definisi Sepsis adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh invasi bakteri ke dalam tubuh (Lever, 2007). Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistemik terhadap infeksi. Sepsis juga merupakan salah satu keadaan serius yang harus dihadapi dalam penanggulan infeksi berat dan bila gagal akan terjadi syok sepsis (Bakta, 1999). Sepsis merupakan keadaan klinis yang ditandai oleh sindrom respon inflamais sistemik (SIRS) disertai adanya bakteri patogen yang ditemukan melalui kultur atau pewarnaan gram dari spesimen tubuh. 2. Epidemiologi Studi epidemiologi sepsis pada 6 juta orang lebih diperkirakan bahwa 3 dari 1000 populasi mengalami sepsis setiap tahun atau terdapat 750.000 kasus setiap tahunnya di Amerika Serikat (Lever, 2007). Sepsis adalah penyebab kematian utama pada pasien yang menderita sakit berat dan dirawat dirumah sakit. Insiden sepsis pertahun di Negara maju sekitar 132 per 100.000 jiwa dengan angka kematian mencapai 50%. Sepsis termasuk dalam penyebab 10 kematian tertinggi di Negara maju. (Priyantoro et al., 2010). 3. Gejala Klinis

Upload: ardhuha

Post on 22-Jun-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tulisan

TRANSCRIPT

Page 1: Dina Marselina SEPSIS

SEPSIS

SKDI : 3B

1. Definisi

Sepsis adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh invasi bakteri ke dalam tubuh (Lever,

2007). Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistemik terhadap infeksi.

Sepsis juga merupakan salah satu keadaan serius yang harus dihadapi dalam penanggulan

infeksi berat dan bila gagal akan terjadi syok sepsis (Bakta, 1999). Sepsis merupakan keadaan

klinis yang ditandai oleh sindrom respon inflamais sistemik (SIRS) disertai adanya bakteri

patogen yang ditemukan melalui kultur atau pewarnaan gram dari spesimen tubuh.

2. Epidemiologi

Studi epidemiologi sepsis pada 6 juta orang lebih diperkirakan bahwa 3 dari 1000 populasi

mengalami sepsis setiap tahun atau terdapat 750.000 kasus setiap tahunnya di Amerika Serikat

(Lever, 2007).

Sepsis adalah penyebab kematian utama pada pasien yang menderita sakit berat dan

dirawat dirumah sakit. Insiden sepsis pertahun di Negara maju sekitar 132 per 100.000 jiwa

dengan angka kematian mencapai 50%. Sepsis termasuk dalam penyebab 10 kematian tertinggi

di Negara maju. (Priyantoro et al., 2010).

3. Gejala Klinis

Berikut beberapa gejala klinis yang ditimbulkan akibat sepsis (Vincen, 2008)

a. tanda dan gejala umum

demam (kadang hipotermia), takipneu/ alkalosis respiratory, udem

b. reaksi inflamasi umum

peningkatan jumlah sel darah putih, peningkatan respon-respon inflamasi (CRP,

prokalsitonin, IL-6)

c. perubahan hemodinamik

arterial hypotension, unexplained tachycardia, peningkatan cardiac output, penurunan

pengeluaran urin, hyperlactataemia

d. tanda kegagalan fungsi organ

Page 2: Dina Marselina SEPSIS

hipoksemia, penurunan urine output, perubahan fungsi renal, hiperglikemi,

trombositopenia, hiperbilirubinemia, perubahan motilitas usus

4. Patofisiologi

Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen

dari luar dan merupakan upaya tubuh untuk melakukan eradikasi organisme penyebab penyakit.

Respon tubuh terhadap patogen melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan

berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat proinflamasi dan antiinflamasi (Guntur, 2009).

Sekitar 60-70% kasus sepsis disebabkan oleh bakteri gram (-) yang menghasilkan berbagai

produk yang dapat menstimulasi sistem imun. Produk yang berperan penting terhadap sepsis

adalah lipopolisakarida (LPS). LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan

humoral sehingga merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggungjawab

terhadap sepsis. Selain itu, penyebab sepsis dan syok sepsis juga banyak berasal dari stimulasi

toksin, baik dari endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat secara

langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibodi dalam serum darah penderita

membentuk LPSab (Lipopolisakarida antibodi). LPSab akan bereaksi dengan makrofag melalui

TLRs4 (Toll Like Receptor 4) sebagai transmembran dengan perantaraan reseptor CD14+ dan

makrofag mengekspresikan imuno modulator. Pada bakteri gram (+) eksotoksin dapat

merangsang makrofag secara langsung melalui TLRs2 (Toll Like Receptor 2), tetapi ada juga

eksotoksin yang berperan sebagai superantigen. Superantigen setelah di fagosit oleh monosit

atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Processing Cell dan kemudian ditampilkan

dalam Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa mutan polipeptida spesifik yang

berasal dari Major Histocom-patibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan peptida

MHC II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T

Receptor).

Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan

substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu IFN-ᵧ , IL-2 dan M-CSF

(Macrophage colony stimulating factor). Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-

10. IFN-ᵧ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α yang merupakan sitokin

proinflamasi sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan sitokin ini dalam serum

penderita. IL-2 dan TNF-α juga dapat merusak endotel pembuluh darah yang masih belum jelas

mekanismenya. IL-1β dapat merangsang pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan

Page 3: Dina Marselina SEPSIS

merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). ICAM-1 dapat

menyebabkan neutrofil yang telah tersensitasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating

factor (GM-CSF) akan mudah mengalami adhesi. Neutrofil yang beradhesi dengan endotel

akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel

terbuka. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan

memengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut

endotel menjadi nekrosis yang menyebabkan terjadinya gangguan vaskuler sehingga dapat

menimbulkan kerusakan organ multiple (Guntur, 2009).

5. Pemeriksaan penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi complete blood count

(CBC) dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, glukosa, urea darah, kreatinin,

nitrogen, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, EKG, dan rontgen dada.

Biakan darah, sputum, dan urin juga harus dilakukan. Minimal 2 set biakan darah harus

diperoleh dalam periode 24 jam (Guntur, 2009).

6. Diagnosis

Sistemik inflamasi respon sindrom (SIRS) adalah kumpulan gejala yang dimiliki oleh

pasien sebagai respon normal tubuh terhadap paparan dengan agen asing. SIRS dikatakan

positif apabila terdapat 2 atau lebih kriteria berikut,

suhu > 38oC atau <36oC

denyut jantung > 90 kali/menit

frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg

leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur.

Sepsis adalah keadaan klinis yang diawali oleh timbulnya SIRS disertai dengan bukti adanya

infeksi (biakan positif terhadap organisme dari tempat yang seharusnya tidak ditemukan kuman

patogen). Sepsis berat adalah keadaan klinis yang disertai dengan adanya disfungsi organ dan

hipoperfusi. Keadaan hipoperfusi pada sepsis berat ditandai oleh asidosis laktat, oliguria atau

perubahan akut pada status mental (Priyantoro et al.,2010).

Berdasarkan konferensi internasional tahun 2001 terdapat beberapa kriteria diagnostik

untuk sepsis, yakni adanya tanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive

protein (CRP) sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Dalam manajemen pasien sepsis,

Page 4: Dina Marselina SEPSIS

implementasi sistem tingkatan PIRO (Predisposition, insult infection, respone, and organ

disfucntion) sangat penting untuk diterapkan sebagai acuan dalam menentukan pengobatan dan

mencari penyebab secara komprehensif dan optimal berdasarkan karakteristik pasien dengan

gejala dan resiko yang bervariasi antar indivudu (Priyantoro et al.,2010).

7. Terapi

1. Stabilisasi pasien

Pemberian resusitasi awal (ABC) sangat penting pada penderita sepsis dan stabilkan

hemodinamik pasien. Penderita dengan sepsis berat harus mendapatkan perawatan dalam

ICU dan perlu dilakukan pemantauan tanda vital secara berkala

2. Pemberian antibiotik adekuat

Segera berikan terapi empiris dengan antimikrobial. Setelah hasil kultur dan sensitivitas

didapatkan maka terapi empirik diubah menjadi terapi rasional sesuai dengan hasil yang

didapatkan.

3. Fokus infeksi awal harus di eliminasi

Hilangkan benda asing dengan menyalurkan eksudat purulen, khususnya infeksi

anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan jaringan yang gangren.

4. Pemberian nutrisi yang adekuat

Pemberian nutrisi merupakan terapi tambahan yang sangat penting berupa makro dan

mikronutrien. Makronutrient terdiri dari omega-3 dan golongan nukleotida yaitu glutamin,

sedangkan mikronutrien berupa vitamin dan trace element.

5. Terapi suportif

Penggunaan kortikosteroid masih konroversial, ada yang menggunakan pada awal

terjadinya sepsis, ada yang menggunakan terapi steroid sesuai dengan kebutuhan dan

kekurangan yang ada di dalam darah dengan memeriksa kadar steroid. Penggunaan

kortikosteroid direkomendasikan adalah dengan low doses corticosteroid > 300 mg

hydrocortisone per hari dalam keadaan septik syok. Penggunaan high dose corticosteroid

tidak efektif pada keadaan sepsis maupun septik syok.

Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah dan sebaiknya kadar gula

darah dipertahankan sampai dengan < 150 mg/dL. Dengan melakukan monitoring pada

gula darah setiap 1-2 jam dan dipertahankan minimal sampai 4 hari. Untuk mencegah

Page 5: Dina Marselina SEPSIS

terjadimya stress ulcer dapat diberikan profilaksis menggunakan H2 broker protonpan

inhibitor (Guntur, 2009).

8. Komplikasi

Sindroma distress pernafasan dewasa (ARDS)

Koagulasi intravascular diseminata (DIC)

Gagal ginjal akut

Perdarahan usus

Gagal hati

Disfungsi sistem saraf pusat

Gagal jantung

Kematian

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, M. I dan Suastika, K. I. 1999. Gawat Darurat dalam Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:

EGC

Brashers, V.L.2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen. Jakarta: EGC

Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga

Ginsberg, L. 2008. Neurologi. Jakarta: Erlangga

Guntur, H. 2009. Sepsis. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu

Penyakit Dalam

Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Lever, A dan Mackenzie, I. 2007. Sepsis: Definition, Epidemiology, and Diagnosis. BMJ, 335:

879-83.

Lombardo, M.C. 2005. Gangguan Kejang. Dalam Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC

Page 6: Dina Marselina SEPSIS

Priyantoro, K; Lardo, S dan Yuniadi, Y. 2010. Cardiac dysfunction due to sepsis. J.Kardiol

Indones, 31: 177-86.

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Sunaryo, U. 2006. Diagnosis Epilepsi. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 1(1): 1-68.

Taufiqurrohman, A; Nuradyo, D dan Harsono. 2009. Manajemen Epilepsi pada Kehamilan.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, 1(1).

Vincen, J-L. 2008. Clinical Sepsis and Septic Shock: Definition, Diagnosis and Management

Principles. Langenbeck Arch Surg 393: 817-824

Nama: Dina Marselina

Nim : 0907101010007