perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id analisis tentang ... fileperpustakaan.uns.ac.id...

72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12 TAHUN 1951 YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI POLRESTA SURAKARTA (Studi Kasus Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/2009/SPK.III) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : SISWANTO E.1104198 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: letu

Post on 25-Apr-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP

PELANGGARAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12

TAHUN 1951 YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

DI POLRESTA SURAKARTA

(Studi Kasus Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/2009/SPK.III)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

SISWANTO E.1104198

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP

PELANGGARAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12

TAHUN 1951 YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

DI POLRESTA SURAKARTA

(Studi Kasus Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/2009/SPK.III)

Disusun oleh :

SISWANTO E.1104198

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing

KRISTIYADI, S.H. M.Hum NIP. 19581225 198601 1 001

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12

TAHUN 1951 YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI POLRESTA SURAKARTA

(Studi Kasus Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/2009/SPK.III)

Disusun oleh :

SISWANTO NIM. E.1104198

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

pada :

Hari : Selasa Tanggal : 18 Januari 2011

TIM PENGUJI 1. Edy Herdyanto, S.H.,M.H (…………………………….) NIP : 19570629 198503 1 002 2. Bambang Santoso, S.H.,M.Hum (…………………………….) NIP : 19620209 198903 1 001 3. Kristiyadi, S.H.,M.Hum (…………………………….) NIP : 19581225 198601 1 001

MENGETAHUI Dekan,

Mohammad Jamin, S.H. M.Hum NIP. 19610930 198601 1 001

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

M O T T O

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah

dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

(Q.S Alam Nasyrah: 6-8)

“Berhenti berusaha adalah tidak lebih baik dari pada seorang pengecut” ( Penulis )

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan sebuah tulisan sederhana ini sebagai wujud syukur, cinta, dan terima kasih kepada :

Allah SWT, Atas segala karunia rahmat dan nikmat yang telah

diberikan-Nya

Ibuku dan Bapakku, Trima kasih atas semua waktu dan semua

kasih sayang yang Kau curahkan padaku.

Keluarga besarku dan saudaraku atas Keceriaan dan Semangat

yang diberikan

Sahabat-sahabatku di civitas akademika FH UNS

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan, pembawa terang di alam nyata dan sumber

dari segala-Nya. Pemilik segala cinta yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

karunia kepada kita. Dengan terselesainya Penulisan Hukum (Skripsi) dengan

judul ”ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP

PELANGGARAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12

TAHUN 1951 YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI POLRESTA

SURAKARTA (Studi Kasus Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/2009/SPK.III)”.

Penulisan hukum ini dimaksudkan untuk melengkapi salah satu

persyaratan untuk menempuh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juga menambah wawasan atau

pengetahuan setiap pembaca karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa,

terselesainya penulisan hukum ini karena bantuan, bimbingan, petunjuk,

dukungan moral dan spiritual dari berbagai pihak yang selalu diberikan

kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syamsulhadi, dr. Sp., KJ. Selaku Rektor Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Mohammad. Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan

kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.Hum, Selaku Dosen Hukum Acara Pidana,

sekaligus sebagai dosen pembimbing penulisan skripsi ini yang telah

menyediakan waktu dan pikiranya untuk memberikan bimbingan dan arahan

bagi tersusunya skripsi ini.

4. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H, Selaku Ketua Bagian Acara, atas nasehat

yang berguna bagi penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret.

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

5. Bapak Bambang Santoso, S.H.,M.Hum, Selaku Dosen Hukum Acara Pidana,

atas nasehat yang berguna bagi penulis selama belajar di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah

memberikan ilmu kepada penulis, sehingga dapat menjadi bekal dalam

penulisan skripsi ini.

7. Kompol Nana Sudjana selaku Kapolresta Surakarta yang telah memberikan

ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Polresta Surakarta.

8. Brigadir Herawan Prasetyo Budi, SH. selaku Penyidik Pembantu yang telah

memberikan bimbingan, bantuan, waktu, tenaga, pikiran dan pelayanan

terbaiknya, dalam memberikan informasi yang penulis butuhkan, sehingga

dapat mempermudah dalam penulisan skripsi ini.

9. AKP Sri Wahyuni selaku Kanit PPA yang telah meluangkan waktu dan

kesempatan kepada penulis untuk membimbing dan memberikan informasi

yang penulis butuhkan demi penyusunan skripsi ini.

10. Kedua orang tuaku yang telah mendidik, mengorbankan semuanya demi anak-

anaknya, doa, cinta, kasih sayang dan ridho kalian menjadi kekuatan dan bekal

dalam menjalankan kehidupan ini.

11. Keluarga besarku, terima kasih atas perhatian, nasehat, dukungan, doa, dan

pengorbanannya selama ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan penulisan

hukum ini, dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini belum sempurna, kritik dan

saran membangun atas penulisan hukum ini senantiasa penulis harapkan demi

perbaikan dan kemajuan penulis di masa datang. Penulis berharap penulisan

hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya.

Surakarta, Januari 2011

Penulis

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

MOTTO .............................................................................................................. iv

PERSEMBAHAN ............................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

ABSTRAK .......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6

E. Metode Penelitian........................................................................ 6

1. Jenis Penelitian .................................................................... 6

2. Sifat Penelitian ..................................................................... 6

3. Lokasi Penelitian ................................................................. 7

4. Data dan Sumber Data ......................................................... 7

5. Metode Pengumpulan Data.................................................. 8

6. Metode Analisis Data .......................................................... 9

F. Sistematika Skripsi...................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori............................................................................ 12

1. Tinjauan tentang Penyelidikan dan Penyidikan ..................... 12

a. Penyelidikan ...................................................................... 12

b. Tinjauan tentang Penyidikan .............................................. 12

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

c. Beberapa Upaya yang Dimiliki Penyidik dalam

Penyidikan .......................................................................... 15

d. Hubungan antara Penyelidikan dan Penyidikan ................ 17

e. Pejabat Penyidik ................................................................ 17

f. Kepangkatan Penyidik ....................................................... 19

g. Alasan-alasan Diadakannya Penyidikan ............................. 19

h. Tindakan Penyidikan .......................................................... 12

i. Tinjauan Tentang Penghentian Penyidikan ........................ 21

2. Tinjauan tentang Anak ........................................................... 25

a. Pengertian Anak ............................................................... 25

b. Pertanggungjawaban Pidana Anak ................................... 29

c. Tersangka Anak ................................................................. 34

3. Tinjauan tentang Undang-undang Darurat Nomor 12Tahun

1951........................................................................................ 36

B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 39

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana yang

Dilakukan Oleh Anak di Polresta Surakarta dalam Perkara No

Pol. A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III .............................................. 41

B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Penghentian Penyidikan

terhadap Pelanggaran Pasal 2 Undang-Undang Darurat No 12

Tahun 1951 yang Dilakukan Anak Kasus Perkara No Pol.

A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III...................................................... 56

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ..................................................................................... 59

B. Saran-saran .................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Hal.

1. Teknik Analisis Data ................................................................................. 9

2. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 39

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

ABSTRAK

SISWANTO. E. 1104198. ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12 TAHUN 1951 YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI POLRESTA SURAKARTA (Studi Kasus Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/2009/SPK.III). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.

Penulisan Hukum ini bertujuan mengetahui pelaksanaan penyidikan dan penghentian penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Polresta Surakarta dalam perkara No Pol. A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III serta faktor-faktor penyebabnya.

Penelitian Hukum ini merupakan penelitian hukum empiris bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Polresta Surakarta. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, internet dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif.

Hasil pengujian terhadap dua permasalahan diketahui bahwa, Pertama, pelaksanaan penyidikan, terlebih dulu dilakukan penyelidikan guna menentukan kebenaran terhadap tindak pidana yang terjadi. Penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana didasarkan pada UU No. 3 Tahun 1997 dan KUHAP. Dalam kasus yang diangkat dalam penelitian ini telah melanggar Pasal 2 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yaitu menyimpan, memiliki dan membawa senjata tajam jenis Pisau pemotong daging. Dengan demikian polisi telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. Kedua, faktor yang menyebabkan penghentian penyidikan yaitu Faktor yang menyebabkan penghentian penyidikan yaitu meskipun tersangka kedapatan bukti yang sah, akan tetapi barang bukti yang berupa senjata tajam jenis pisau pemotong daging tersebut belum pernah dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Menurut penulis, sebenarnya perbuatan membawa senjata tajam jenis pisau pemotong daging tersebut merupakan suatu tindak pidana, akan tetapi dalam hal ini polisi menggunakan diskresi yaitu menyangkut kebijaksanaan untuk pengambilan suatu keputusan pada situasi dan kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seseorang.

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

ABSTRACT SISWANTO. E. 1104198. ANALYSIS OF INVESTIGATION AND TERMINATION OF INVESTIGATION ON VIOLATION OF ARTICLE 2 EMERGENCY ACT NUMBER 12 YEAR 1951 WHICH IS DONE BY CHILDREN IN POLRESTA SURAKARTA (Case study of Pol. Number A/LP/1933/XII/2009/SPL.III). FACULTY OF LAW SEBELAS MARET UNIVERSITY, Law Writing (Thesis). 2011.

This Law Writing has a purpose to know the carrying out of investigation and termination of investigation on crime is which done by children in Polresta Surakarta in case Pol. Number A/LP/1933/XII/2009/SPL.III and the cause of this. This Law Research is an empiric and descriptive law research. The Location of research is in Polresta Surakarta. Data collection technique which is used is by interview and literature research of books, legislation act rules, document, internet and so on. Analysis of data is used qualitative data analysis with interactive model. The results on two problems to be known that, Firstly, the carrying out of investigation, there is investigation conducted to determine the validity of related crime. Investigation on children which is accused in crime is based on UU No.3 Year 1997 and KUHAP. In the case which is taken in this research has been violated article 2 emergency act number 12 year 1951 that is, keeping, having and carrying a kind of blade which is butcher knife.So the police founded the adequate first prove to follow up to investigation. Secondly, the factor causing the termination of investigation is although the suspected have been proven, but the object of evidence which of the sharp knife for cutting meal never used to doing a crime.In my opinion, the act carry on the sharp knife for cutting meal is the crime but in these case the police consider.

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laju pertumbuhan penduduk yang pesat yang tidak sebanding dengan

peningkatan pertumbuhan ekonomi mengakibatkan banyaknya pengangguran.

Sulitnya mencari pekerjaan dan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat

mengakibatkan penurunan kualitas hidup masyarakat, peningkatan jumlah

anak putus sekolah, hal-hal tersebut mendorong munculnya berbagai tindak

kriminalitas.

Terlebih adanya indikasi kurang efektif dan efisiennya

penanggulangan tindak pidana terutama tindak pidana-tindak pidana yang

dilakukan oleh anak-anak. Dari survei awal yang dilakukan penulis di wilayah

Polresta Surakarta bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak

cenderung meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Data sementara

menunjukkan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan berbagai

aktivitasnya menunjukkan perubahan yang cukup berarti pada 2006 jumlah

anak yang melakukan tindak pidana sebanyak 58 orang, 2007 sebanyak 87

orang, tahun 2007 mencapai 117 orang.

Jumlah anak-anak yang melakukan aktivitas di jalan cenderung

meningkat dengan pesat, indikasi tersebut terlihat dengan jelas dengan

meningkatnya aktivitas anak-anak dijalanan dengan bermacam-macam

varian, mengemis, mengamen di “Traffic Light”, meminta-minta, menjual

plastik di pasar dan lain-lain. Data Komisi Perlindungan Anak di Kota

Surakarta sepanjang 2008 terdapat 31 kasus anak yang berarti ada penurunan

dari 2007. Sedangkan di 2009 ada 28 kasus anak berhadapan dengan hukum

dengan ditambah 12 kasus yang belum terselesaikan di 2008 dan 39,9 % di

antaranya berakhir di penjara, sedangkan sisanya dikembalikan kepada orang

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

tua atau walinya untuk dibimbing dan dibina (Data Komisi Perlindungan Anak

di Kota Surakarta, 2010).

Salah satu perkara yang melibatkan anak-anak tersebut adalah yang

akan dikaji dalam penelitian ini yaitu hasil pemeriksaan terhadap seorang laki-

laki WAHYU ARIANTA als KENCHU dalam perkara tindak pidana

Menyimpan, memiliki dan membawa senjata tajam jenis Pisau pemotong

daging, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Darurat No. 12

Tahun 1951 yang dirumuskan:

Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

Hal-hal tersebut dapat memicu terjadinya tindak kriminal karena

kurangnya pembinaan, pengawasan dari orang tua, wali, maupun pengasuh.

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita

perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas

dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa yang

ber-Bhineka Tunggal Ika, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi

kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial

serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan

mereka di masa depan.

Semua jenis kejahatan atau tindak pidana untuk mengungkapnya perlu

dilakukan penyidikan, baik yang pelakunya orang dewasa maupun masih

tergolong anak. Dalam proses penyidikan kemungkinan tidak dapat ditemukan

bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan bahwa tersangka melakukan tindak

pidana, maka demi hukum tersangka, baik itu orang dewasa maupun masih

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

tergolong anak harus dibebaskan. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 109 ayat 2

KUHAP yang menegaskan adanya pemberian wewenang kepada penyidik

untuk menghentikan penyidikan yang sedang berjalan. Undang-undang telah

menyebutkan secara limiatif alasan-alasan yang dapat dipergunakan penyidik

sebagai dasar penghentian penyidikan. Penyebutan atau penggarisan alasan-

alasan tersebut adalah penting, guna menghindari kecenderungan negatif pada

diri penyidik. Dengan penggarisan ini, undang-undang mengharapkan supaya

di dalam mempergunakan wewenang penghentian penyidikan, penyidik

mengujikannya kepada alasan-alasan yang telah ditentukan. Tidak semaunya

akan memberikan landasan perujukan bagi pihak yang merasa keberatan atas

sah tidaknya penghentian penyidikan menurut hukum.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan

pengertian yang tersendiri mengenai penghentian penyidikan. Dalam Pasal

109 ayat (2) KUHAP dijelaskan tentang alasan penghentian penyidikan atau

penuntutan, berikut kutipan pasal tersebut

”Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan penyidik dihentikan demi hukum, maka penyelidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya” (Pasal 109 Ayat 2 KUHAP).

Dengan begitu undang-undang hanya menyebutkan tentang batasan alasan

yang dapat dipergunakan penyidik sebagai dasar penghentian penyidikan.

Menurut M Yahya Harahap (2000: 147-149) dari pasal tersebut dapat

dijelaskan bahwa alasan penghentian penyidikan terdiri dari:

a) Tidak diperoleh bukti yang cukup

Apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan ke depan sidang pengadilan.

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

b) Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana

Apabila hasil dari pemeriksaan dan penyidikan, penyidik berpendapat apa yang disangkakan terhadap tersangka bukan merupakan perbuatan pelanggaran atau kejahatan, dalam hal ini berwenang menghentikan penyidikan. Dan suatu keharusan bagi penyidik untuk menghentikan pemeriksaan penyidikan.

c) Penghentian penyidikan demi hukum

Penghentian atas dasar ini pada pokoknya sesuai dengan alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hapusnya hak menjalankan pidana yang diatur dalam Bab VIII KUHP, sebagaimana dalam dirumuskan dalam ketentuan Pasal 76, 77, 78, dan seterusnya.

Mencermati maraknya tanggapan masyarakat mengenai anak yang

melakukan tindak pidana, sehingga diundangkan undang-undang yang

memberikan proteksi dan perlindungan bagi anak yaitu Undang-Undang

Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perlindungan anak memiliki kaitan dengan permasalahan yang komplek dan

tidak bisa diselesaikan hanya sebatas secara perseorangan, tetapi harus

ditangani oleh semua pihak secara bersama-sama. Di dalam undang-undang

ini diatur tentang hukum pidana anak yang secara umum diatur dalam Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana, dalam undang-undang ini mengatur

pula tentang perlindungan hak-hak anak yang menjadi tersangka dalam tindak

pidana, karena peradilan pidana untuk anak bukanlah semata sebagai

penghukum, tetapi untuk perbaikan kondisi, pemeliharaan dan perlindungan

anak serta mencegah pengulangan tindakan dengan menggunakan pengadilan

yang konstruktif. Dalam hal anak yang melakukan tindak pidana terdapat

kebijakan kepolisian tersendiri dalam menanganinya, karena anak masih

menjadi tanggung jawab orang tua dalam hal bimbingan dan binaan. Sehingga

anak yang melakukan pidana yang diperkirakan tidak berat dan tidak

merugikan negara, maka dapat dilakukan penghentian penyidikan dengan

berbagai alasan dan pertimbangan.

Dalam hubungannya dengan prosedur penyidikan dan penghentian

penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak, maka judul

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

dalam Skripsi ini adalah ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN

PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN PASAL 2 UNDANG-

UNDANG DARURAT NO 12 TAHUN 1951 YANG DILAKUKAN

ANAK (Studi Kasus Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Suatu penelitian diperlukan ketegasan mengenai obyek, materi, metode

dan tujuan penelitian dalam suatu pembatasan masalah untuk membimbing

peneliti mengumpulkan data dan menganalisis data, sehingga diperoleh

kesimpulan yang relevan dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dibatasi pada

penyelesaian penyidikan dan penghentian penyidikan atas perkara tindakan

pidana yang dilakukan oleh anak.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan

pokok-pokok permasalahan penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh anak di Polresta Surakarta dalam perkara No Pol.

A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III?

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan penghentian penyidikan

terhadap pelanggaran Pasal 2 Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951

yang dilakukan anak dalam perkara No Pol. A/LP/1933/XII/

2009/SPK.III?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana

yang dilakukan oleh anak di Polresta Surakarta dalam perkara No Pol.

A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penghentian

penyidikan terhadap pelanggaran Pasal 2 Undang-Undang Darurat No

12 Tahun 1951 yang dilakukan anak dalam perkara No Pol.

A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III.

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

2. Tujuan Subyektif

Sebagai bahan untuk menyusun skripsi guna memenuhi persyaratan

memperoleh gelar sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hasil penelitian ini dimaksudkan

sebagai bahan masukan pemikiran pada Polresta Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Memberikan penjelasan kepada semua pihak tentang penyidikan dan

penghentian penyidikan terhadap pelanggaran Pasal 2 Undang-Undang

Darurat No 12 Tahun 1951 yang dilakukan anak dalam perkara No

Pol. A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III di Polresta Surakarta.

b. Memberikan penjelasan kepada semua pihak tentang alasan mendasar

penghentian penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

anak.

2. Manfaat teoritis

Dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya

kesadaran dan kepatuhan terhadap pentingnya melaksanakan tertib hukum,

kewajiban, kepatuhan dan kesadaran hukum di bidang lalu lintas. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian

berikutnya yang sama atau hampir sama.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum

empiris atau sosiologis. Penelitian hukum sosiologis/empiris

mengungkapkan hukum yang hidup (law in action) dalam masyarakat

melalui perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam memperoleh

data dari data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat

sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, baik yang

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

dilakukan melalui pengamatan, wawancara ataupun penyebaran kuesioner

(Soerjono Soekanto, 1984).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum deskriptif, penelitian

deskriptif adalah ”penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data

yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gajala lainya.

Dalam hal ini yaitu termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas

hipotesa-hipotesa agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori

lama, atau didalam kerangka menyusun teori baru” ( Soerjono Soekanto,

2005 : 10)

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Surakarta tepatnya pada Polresta

Surakarta, Pemilihan lokasi ini dipertimbangkan karena di Polresta

Surakarta terdapat data cukup lengkap termasuk kasus-kasus yang

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Selain itu pula pihak Polresta

Surakarta telah memberikan ijin kepada penulis, untuk mengumpulkan

data guna menyusun skripsi ini.

4. Data dan Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah nara sumber yang diperoleh secara

langsung di lapangan. Dalam hal ini sumber data primernya atau nara

sumber adalah pihak yang terkait secara langsung dengan

permasalahan yang diteliti dan dapat memberikan sejumlah data atau

keterangan. Sumber data penelitian ini adalah anggota penyidik

Polresta Surakarta dan petugas Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA)

Polresta Surakarta.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah sejumlah

data yang meliputi keterangan yang diperoleh melalui studi

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

kepustakaan. Dalam hal ini meliputi buku-buku, berbagai macam

peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat

materi penelitian yang dijadikan pokok pembahasan dan menentukan

identifikasi data. Adapun materi penelitian ini meliputi :

1) Bahan Hukum Primer

Adapun bahan hukum primer penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

c) Undang-undang Darurat No 12 Tahun 1951 tentang Mengubah

Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen (Stbl. 1948

Nomor 17) dan Undang-undang Republik Indonesia Dahulu

Nomor 8 Tahun 1948

d) Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak

e) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI

b. Bahan Hukum Sekunder

Adalah bahan hukum yang berkaitan tentang penyidikan dan

penghentian penyidikan atas perkara tindak pidana yang dilakukan

oleh anak dalam perkara No Pol. A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III

yang ditangani oleh Polresta Surakarta yang dapat berupa berkas

pemeriksaan, Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil

Penyidikan (SP2HP).

c. Bahan Hukum Tertier

Adalah bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, yakni kamus hukum, kamus besar bahasa

Indonesia.

5. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dipergunakan teknik pengumpulan data sebagai

berikut :

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

a. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan digunakan untuk mendapatkan data primer,

yakni dengan mengadakan penelitian langsung dilapangan terhadap

gejala-gejala dan pencatatan secara sistematik. Adapun teknik ini

dengan menggunakan teknik wawancara, yakni teknik pengumpulan

data dimana peneliti mengadakan wawancara yang terarah kepada

pelaku dan saksi perkara tindak pidana yang dilakukan anak dan juga

pada pihak penyidik Polresta Surakarta, kemudian mencatat jawaban

yang diberikan, baik lisan maupun tulisan, berpedoman pada daftar

pertanyaan yang telah dibuat peneliti.

b. Studi Kepustakaan (Library Research)

Disamping itu dalam penelitian ini juga diperlukan data

sekunder yakni data yang didapat dengan cara mempelajari buku-buku

referensi perpustakaan, yakni berupa dokumentasi dan hasil-hasil

penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, namun bahannya

memiliki relevansi kuat dengan masalah yang penulis teliti saat ini.

6. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif. Pengertian analisis kualitatif adalah cara pemilihan yang

menghasilkan data-data deskriptif analisis, yakni “apa yang dinyatakan

responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti

dan dipelajari secara utuh” (Soerjono Soerkanto, 1984: 30).

Penulis memperoleh data-data dari responden secara tertulis

maupun lisan, kemudian dikumpulkan. Untuk selanjutnya dianalisis secara

kualitatif. Langkah berikutnya dicari hubungannya dengan data yang ada

dan disusun secara logis, sistematis dan yuridis.

Hal ini dapat dilihat melalui bagan berikut ini (H.B. Sutopo, 2000: 91-96):

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Gambar 1. Teknik Analisis Data (HB. Sutopo, 2000 : 91-96)

F. Sistematika Skripsi

Dalam penulisan laporan penelitian dalam bentuk skripsi akan digunakan

sistimatika skripsi sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan disajikan latar belakang masalah,

batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II. LANDASAN TEORI

Dalam bab landasan teori ini akan disajikan beberapa teori yang

dijadikan acuan dalam penelitian ini diantaranya pengertian

penyidikan, alasan-alasan diadakannya penyidikan, tindakan

penyidikan, penghentian penyidikan, pengertian anak, tersangka

anak

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian diantaranya

tentang pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh anak di Polresta Surakarta dalam perkara No Pol.

Pengumpulan Data

Kesimpulan atau Verifikasi

Sajian Data Reduksi

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III. Faktor-faktor yang menyebabkan

penghentian penyidikan terhadap pelanggaran Pasal 2 Undang-

Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang dilakukan anak kasus

perkara No Pol. A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III.

BAB IV PENUTUP

Bab terakhir dalam penelitian ini adalah berisi simpulan dan

beberapa saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Penyelidikan dan Penyidikan

a. Penyelidikan

Istilah penyelidikan telah dikenal dalam Undang-undang No

11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi, namun tidak

dijelaskan artinya. Definisi mengenai penyelidikan dijelaskan oleh

Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara

Pidana, Pasal (5): Yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian

tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang

diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya

dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan, penyelidikan

berfungsi untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang

sesungguhnya telah terjadi dan bertugas membuat berita acara serta

laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan. Istilah

penyidikan dipakai sebagai istilah yuridis atau hukum pada tahun 2002

yaitu sejak dimuat dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang

ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara.

b. Tinjauan tentang Penyidikan

Dalam skripsi ini dikemukakan pengertian-pengertian penyidikan

secara gramatikal serta secara yuridis. Secara gramatikal dalam kamus

besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan kedua tahun 1989

halaman 837 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan

adalah serangkaian tindakan penyidik yang diatur oleh undang-undang

untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana. Asal kata

penyidikan adalah sidik yang berarti periksa, menyidik, menyelidik atau

mengamat-amati. Secara yuridis dalam Pasal 1 butir (2) KUHAP

dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

undang ini untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Pengertian penyidikan menurut para ahli hukum menyatakan

bahwa penyidikan adalah suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan

pengertian opsproring (Belanda), investigation (Inggris) atau penyiasatan

atau siasat (Malaysia). Menurut De Pinto sebagaimana dikutip oleh Andi

Hamzah, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh

pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka

dengan jalan apapun mendengat kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada

terjadi sesuatu pelanggaran hukum (Andi Hamzah, 1996).

Menurut UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 1 butir

(2) menentukan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan

guna menentukan tersangkanya.

Pekerjaan penyidikan dimaksudkan sebagai suatu persiapan

kearah pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam taraf penyidikan

diharapkan segala kegiatan untuk memperoleh jawaban sementara atas

pertanyaan apakah telah terjadi suatu perbuatan pidana, dan jika demikian

siapa pelakunya, dimana dan dalam keadaan bagaimana perbuatan pidana

itu dilakukan. Apabila dalam penyidikan ini didapat hasil yang diharapkan

dapat memberi jawaban atas pertanyaan tersebut di atas maka tindakan

dapat diteruskan dalam ujud penyidikan lanjutan. Penyidikan yang baik

yang hasilnya telah diuji dengan hukum pembuktian menurut undang-

undang, akan sangat membantu pada berhasilnya pekerjaan penuntutan.

Polisi dengan segala kelengkapannya penyidikan dan pengusutannya

diharapkan dapat memperlancar tugas penyelesaian pengajuan perkara

pidana ke pengadilan yang akan dilakukan oleh kejaksaan.

Tugas penyidikan dan tugas penuntutan dalam suatu proses

penyelesaian perkara pada hakekatnya juga menggambarkan bahwa tugas

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

penyidikan adalah tidak lain daripada tindakan persiapan tugas penuntutan

(Soehardi, 1993).

Penyidikan dapat berupa pemanggilan, pemeriksaan, penyitaan,

maupun penahanan orang, yang kesemuanya erat hubunganya dengan hak

asasi seseorang. Memang tidak dapat disangkal lagi, bahwa penyidikan itu

bersifat inquisiator, dalam pemeriksaan tidak dilakukan di muka umum

sebagaimana dalam sidang pengadilan. Sehubungan dengan sifat

inquisitoir dalam penyidikan ini, perlu adanya aturan-aturan untuk

menjaga agar jangan sampai timbul ekses-ekses selama pemeriksaan

dalam penyidikan.

Penyidikan mencakup penyelidikan tindak pidana atau

pengaduan, memanggil, dan memeriksa saksi-saksi termasuk merubah

status penahanan tersangka, menggeledah, menyita, memeriksa surat yang

dalam keadaan tertentu dapat meminta keterangan dari ahli, membuat

resume hasil penyidikan dan memberitahukan penyidikan kepada penuntut

umum.

Sebelum dilakukan kegiatan penyidikan akan dilakukan

penyelidikan, KUHAP memberi pengertian penyelidikan sebagai

serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menentukan suatu

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau

tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini. Tugas utama dari penyelidik adalah penerimaan laporan dan

pengaturan serta menghentikan orang yang dicurigai untuk dilakukan

pemeriksaan. Bermula dari pengertian penyelidikan sebagaimana

digariskan pada Pasal 1 angka 5 KUHAP tersebut, maka dapat dikatakan

bahwa penyelidikan adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat

penyelidik dalam rangka mempersiapkan suatu penyelidikan terhadap

suatu tindak pidana.(Harun 1991)

Hal ini dilatarbelakangi bahwa tidak setiap peristiwa yang terjadi dan

diduga sebagai tindak pidana menampilkan bentuknya secara jelas sebagai

tindak pidana, maka sebelum melangkah lebih lanjut melakukan

penyidikan dengan konsekuensi menggunakan upaya paksa, perlu

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

ditentukan terlebih dahulu berdasarkan data atau keterangan yang didapat

dari hasil penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi tersebut benar

merupakan suatu tindak pidana dan dapat dilanjutkan dengan tindakan

penyidikan. Oleh karena itu M. Yahya Harahap dalam Harun (1991)

mengatakan bahwa penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama

permulaan penyidikan, akan tetapi penyelidikan bukanlah suatu tindakan

atau fungsi yang berdiri sendiri terpisah dari penyidikan.

Semua tindakan yang dilakukan dalam rangka proses penyidikan

di atas dibuat secara tertulis yang untuk selanjutnya diberkaskan dalam

satu bendel berkas. Selanjutnya apabila penyidikan dianggap sudah selesai

barulah berkas perkara dikirimkan kepada penuntut umum, berikut

tersangka dan barang bukti. Jika oleh penuntut umum dianggap telah

cukup maka tugas dan wewenang penyidik telah selesai, Sedangkan jika

menurut penuntut umum masih terdapat kekurangan, maka penyidik harus

melengkapi kekurangan tersebut.

c. Beberapa Upaya yang Dimiliki Penyidik dalam Penyidikan

Dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai penyidik diberi

kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :

1) Penangkapan

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa

pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa

apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau

penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam KUHAP. Polisi sebagai penyidik berwenang melakukan

penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang

diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat

berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Pelaksanaan tugas

penangkapan sebagaimana dimaksud dilakukan oleh penyidik dengan

memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka surat

perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dengan

menyebutkan alasan penangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta

uraian singkat perkara yang dipersangkakan. Tembusan surat perintah

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan

kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Sedangkan

dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat

perintah dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera

menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada

penyidik. Penangkapan dilakukan untuk paling lama 1 (satu) hari,

setelah habis waktu 1 hari (1x24 Jam) maka tersangka wajib

dilepaskan atau dilakukan penahanan. Masa penangkapan tersebut

nantinya dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan.

2) Penahanan

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di

tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan

penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

KUHAP. Polisi sebagai penyidik berwenang melakukan penahanan

atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan

penuntutan. Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan

terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan

pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan bukti yang

cukup, dalam hal terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran

bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau

menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi pelanggaran hak

asasi manusia yang berat.

Penahanan untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan

paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Jangka waktu sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama

90 (sembilan puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan

daerah hukumnya. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud

habis dan penyidikan belum dapat diselesaikan, maka penahanan dapat

diperpanjang paling lama 60 (enam puluh) hari oleh Ketua Pengadilan

HAM sesuai dengan daerah hukumnya. Sedangkan untuk kepentingan

penuntutan penahanan juga dapat dilakukan paling lama 30 (tiga

puluh) hari. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

untuk waktu paling lama 20 (dua puluh) hari oleh Ketua Pengadilan

Negeri sesuai dengan daerah hukumnya.

3) Pengeledahan

Pengeledahan terdiri dari pengeldahan rumah dan

Pengeledahan Badan. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik

untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya

untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau

penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP,

sedangkan Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk

mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk

mencari benda yang didup keras ada pada badannya atau dibawanya

serta, untuk disita.

4) Penyitaan.

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih

dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau

tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan

pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.

d. Hubungan antara Penyelidikan dan Penyidikan

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa

penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan

suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat

atau tidaknya dilakukan penyelidikan (Pasal 1 butir 5). Dengan demikian

fungsi penyelidikan dilaksanakan sebelum dilakukan penyidikan, yang

bertugas untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang telah

terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporan yang nantinya

merupakan dasar permulaan penyidikan.

e. Pejabat Penyidik

Penyidik menurut UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP pada

Pasal 1 ayat (1) adalah Pejabat Polisi negara Republik Indonesia atau

Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-

undang untuk melakukan penyidikan, maka yang melakukan tugas sebagai

penyidik adalah:

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Penyidik pejabat polisi negara tersebut diangkat oleh Kepala

Kepolisian Republik Indonesia, yang dapat melimpahkan wewenang

tersebut kepada pejabat polisi lain. Sedangkan penyidik yang berasal dari

Pejabat Pegawai Negeri Sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul

Departemen yang membawahi pegawai tersebut. Wewenang tersebut dapat

dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman. Sebelum pengangkatan

Menteri Kehakiman harus terlebih dahulu meminta pertimbangan Jaksa

Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Andi Hamzah, 1996).

Pejabat polisi merupakan penyidik utama di dalam perkara-

perkara Pidana disamping penyidik dari Pejabat Pegawai Negeri Sipil, hal

ini telah diatur pada UU No. 8 Tahun 1981 Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b.

Dalam pada itu, untuk mendukung tugas Kepolisian sebagai penyidik,

maka diatur pula di dalam KUHAP kewajiban dan wewenang Pejabat

Polisi dalam kegiatan penyidikan. Hal ini dijabarkan lebih lanjut dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara.

Dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP, karena kewajibannya penyidik

meiliki wewenang:

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindeak

pidana;

2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka;

4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

9) Mengadakan penghentian penyidikan;

10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

f. Kepangkatan Penyidik

Berdasarkan Bab II Pasal 2 Peraturan Pemerintah No 27 Tahun

1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

yang mengatur tentang Syarat Kepangkatan dan Pengangkatan Penyidik

yang merumuskan bahwa penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan

Dua Polisi atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-

kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan 11/b) atau

yang disamakan dengan itu. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak

ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka

Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu

Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik.

Penyidik pembantu adalah pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua

Polisi. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur

Muda (Golongan 11/a) atau yang disamakan dengan itu.

g. Alasan-Alasan Diadakannya Penyidikan

Bila terjadi peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana,

alat negara atau penegak hukum (penyidik) wajib melakukan penyidikan.

Dalam melakukan tugas tersebut hukum acara pidana memberikan

wewenang kepada mereka untuk melakukan tindakan-tindakan yang pada

hakikatnya merupakan pengurangan terhadp hak azasi tersangka/terdakwa

sebagai manusia. Tujuan penyidikan adalah untuk menemukan siapa yang

telah melakukan tindak pidana dan mencari pembuktian kesalahan yang

telah dilakukannya.

Untuk mencapai maksud tertentu maka penyidik dalam

menghimpun keterangan-keterangan sehubungan dengan fakta-fakta atau

peristiwa tertentu mengenai :

1) Faktor tentang suatu tindak pidana;

2) Identitas suatu tindak pidana;

3) Tempat yang pasti tindak pidana itu dilakukan;

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

4) Waktu terjadinya tindak pidana;

5) Apa yang menjadi motif tujuan serta maksud mengadakan tindak

pidana;

6) Identitas pelaku tindak pidana (Bawengan, 1977 : 54).

Penyidikan dilakukan setelah terjadinya tindak pidana, tujuan

utamanya adalah untuk :

1) Mengetahui tindakan apa yang telah dilakukan.

2) Kapan tindak pidana itu dilakukan

3) Di mana tindak pidana itu dilakukan

4) Dengan apa tindak pidana itu dilakukan

5) Bagaimana tindak pidana itu dilakukan

6) Mengapa tindak pidana itu dilakukan

7) Siapa pelakunya.

h. Tindakan Penyidikan

1) Penanganan dan pengolahan tempat kejadian perkara (TKP)

Penanganan tempat kejadian perkara (TKP) adalah tindakan penyidik

atau penyidik pembantu yang dilakukan di TKP, yang

menyelenggarakan kegiatan dan tindakan kepolisian yang dilakukan di

TKP, terdiri dari: tindakan pertama, dan pengolahan TKP.

2) Pencarian dan pengumpulan barang bukti

Pengumpulan dan pengambilan barang bukti dilakukan dilakukan

dengan cara yang benar disesuaikan dengan bentuk atau macam barang

bukti yang dapat berupa benda padat, cair dan gas.

3) Penindakan

Penindakan setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang

maupun benda yang ada hubunganya dengan tindak pidana yang terjadi.

Beberapa tindakan yang dilakukan proses penyidikan dapat berupa

pemanggilan tersangka dan saksi, penangkapan, penahanan,

penggeledahan dan penyitaan.

4) Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan,

dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau b arang bukti maupun

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga

kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam

tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam berita

acara pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara

interview, intergrasi, konfrontasi, rekonstruksi, dan sebagainya.

5) Penyelesaian dan penyerahan b erkas perkara

Para penyidik yang melaksanakan seluruh rangkaian proses penyidikan

kemudian menuangkan hasil penyidikan tersebut ke dalam berita acara

pemeriksaan (BAP) (Zulkarnaen, 2006:31-45).

i. Tinjauan tentang Penghentian Penyidikan

Untuk menegakkan prinsip penegakan hukum yang cepat, tepat,

biaya ringan dan sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dalam

kehidupan masyarakat. Sebab apabila penyidik sudah berkesimpulan

bahwa berdasar hasil penyelidikan dan penyidikan tidak cukup bukti atau

alasan untuk menuntut tersangka di muka persidangan, untuk apa penyidik

harus berlarut-larut menangani dan memeriksa si tersangka. Lebih banik

penyidik secara resmi menyatakan penghentian pemeriksaan penyidikan,

agar dengan demikian segera tercipta kepastian hukum baik dari bagi

penyidik itu sendiri terutama bagi tersangka dan masyarakat.

Apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut

tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk

membuktikan kesalahan tersangka apabila diajukan ke depan sidang

pengadilan. Atas dasar kesimpulan ketidakcukupan bukti inilah penyidik

berwewenang menghentikan penyidikan. Apabila ditinjau dari satu segi,

pemberian wewenang ini akan membina sikap mental dari penyidik untuk

tidak secara serampangan mengajukan begitu saja segala hasil penyidikan

yang telah dilakukannya. Penyidik diharapkan akan lebih selektif

mengajukan setiap kasus yang diperiksa, apakah cukup bukti atau tidak

sebelum perkara dilimpahkan ke tangan penuntut umum untuk diteruskan

ke pengadilan sekalipun. Ada atau tidak ada bukti, penyidik tidak peduli,

sekali tindak pidana diperiksa, ajukan terus ke pihak penuntut umum untuk

diteruskan ke pengadilan sekalipun sering sekali dijumpai tidak ada bukti

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

yang dapat diperpegangi. Penyidik tidak mungkin untuk menyidik dan

memeriksa suatu tindak pidana yang tidak pernah dihentikan

penyidikannya atas alasan tidak cukup bukti. Penghentian penyidikan atas

alasan tidak cukup bukti, sama sekali tidak membawa akibat hapusnya

wewenang penyidik untuk menyidik dan memeriksa kembali kasus

tersebut. Apabila ternyata di kemudian hari penyidik dapat mengumpulkan

bukti-bukti yang cukup dan memadai untuk menuntut tersangka,

penyidikan dapat dimulai lagi. Penyelidikan dapat dimulai lagi karena

ditinjau dari segi hukum formil, penghentian penyidikan tidak termasuk

kategori “nebis ini idem”. Sebab penghentian penyidikan bukan termasuk

ruang lingkup putusan peradilan, penyidik baru bertarap kebijaksanaan

yang diambil pada tarap penyidikan.

1) Alasan Penghentian Penyidikan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak

memberikan pengertian yang tersendiri mengenai penghentian

penyidikan. Dalam Pasal 109 Ayat 2 KUHAP dijelaskan tentang

alasan penghentian penyidikan atau penuntutan, berikut kutipan pasal

tersebut ”Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak

cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak

pidana atau penyidikan penyidik dihentikan demi hukum, maka

penyelidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka

atau keluarganya”. (Pasal 109 Ayat 2 KUHAP)

Dengan begitu undang-undang hanya menyebutkan tentang

batasan alasan yang dapat dipergunakan penyidik sebagai dasar

penghentian penyidikan. Menurut M Yahya Harahap (2000: 147-149)

dari pasal tersebut dapat dijelaskan bah wa alasan p enghentian

penyidikan terdiri dari:

a. Tidak diperoleh bukti yang cukup

Apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk

menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan ke

depan sidang pengadilan.

Bukti yang tidak cukup berarti barang bukti yang tidak

memenuhi kualitas dan tingkat kepercayaan yang memadai.

Sedangkan bukti cukup yang diperoleh harus memenuhi kwalitas

dan mempunyai tingkat kepercayaan yang memadai, untuk itu

harus selalu memperhatikan empat unsur (Hari Sasangka, 2005:

12):

1) Relevan, Bukti harus mempunyai hubungan dengan

permasalahan yang sedang diperiksa.

2) Kompeten, Bukti diperoleh dari sumber yang independen yang

dapat dipercaya.

3) Cukup, Bukti yang dikumpulkan dinilai cukup memadai

berdasarkan pertimbangan profesional untuk mendukung

kesimpulan pemeriksa.

4) Material, Bukti harus mempunyai nilai yang cukup berarti

dalam mempengarui tingkat pertimbangan informasi yang

bersangkutan.

b. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana

Apabila hasil dari pemeriksaan dan penyidikan, penyidik

berpendapat apa yang disangkakan terhadap tersangka bukan

merupakan perbuatan pelanggaran atau kejahatan, dalam hal ini

berwenang menghentikan penyidikan. Dan suatu keharusan bagi

penyidik untuk menghentikan pemeriksaan penyidikan.

c. Penghentian penyidikan demi hukum

Penghentian atas dasar ini pada pokoknya sesuai dengan alasan-

alasan hapusnya hak menuntut dan hapusnya hak menjalankan

pidana yang diatur dalam Bab VIII KUHP, sebagaimana dalam

dirumuskan dalam ketentuan Pasal 76, 77, 78, dan seterusnya,

antara lain:

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

1) Nebis in idem

Seseorang tidak dapat lagi dituntut untuk kedua kalinya atas

dasar perbuatan yang yan g sama, terhadap mana atas perbuatan

itu orang yang bersangkutan telah pernah diadili dan telah

diputus perkaranya oleh hakim atau pengadilan yang

berwenang untuk itu di Indonesia, serta putusan itu telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

2) Tersangka meninggal dunia

Dengan meninggalnya tersangka, dengan sendirinya penyidikan

harus dihentikan. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum yanng

berlaku universal pada abad modern, yakni kesalahan tindak

pidana yang dilakukan oleh seseorang adalah menjadi tanggung

jawab sepenuhnya dari pelaku yang bersangkutan.

3) Kedaluwarsa

Apabila telah dipenuhi tenggang waktu penuntutan seperti yang

diatur Pasal 78 KUHP, dengan sendirinya menurut hukum

penuntutan terhadap pelaku tindak pidana tidak boleh lagi

dilakukan. Tenggang waktu itu, menurut KUHP:

a) Lewat masa satu tahun terhadap sekalian pelanggaran dan

bagi kejahatan yang dilakukan dengan alat percetakan.

b) Lewat masa 6 tahun bagi tindak pidana yang dapat dihukum

dengan pidana denda, kurungan atau penjara, yang tidak lebih

dari hukuman penjara selama tiga tahun.

c) Lewat tenggang waktu 12 tahun bagi semua kejahatan yang

diancam dengan hukuman penjara lebih dari 3 tahun.

d) Lewat 18 tahun bagi semua kejahatan yang dapat diancam

dengan hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup.

e) Atau bagi orang yang pada waktu melakukan tindak pidana

belum mencapai umur 18 tahun, tenggang waktu kadaluarsa

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

yang disebut pada poin 1 sampai 4, dikurangi sehingga

menjadi sepertiganya.

2) Prosedur penghentian penyidikan

Prosedur penghentian penyidikan adalah dengan mengeluarkan

Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3). Surat tersebut harus

diberitahukan kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya

(Pasal 109 Ayat (3) KUHAP. Prosedur tersebut merupakan senjata

ampuh bagi penyidik untuk membantah penghentian penyidikan di

dalam sidang praperadilan. Penyidik beralasan bahwa belum

mengeluarkan surat penetapan penghentian penyidikan (SP3).

Menurut Hari Sasangka penghentian penyidikan sudah terjadi secara

material (semu) apabila penyidikan telah berlangsung lama, tanpa

jelas kapan akan dilimpahkan ke penuntut umum (Hari Sasangka,

2007: 220)

2. Tinjauan tentang Anak

a. Pengertian Anak

Pengertian anak menurut Hassan (1983: 518) adalah muda-mudi/

remaja yang masih dianggap anak-anak, yang masih memerlukan

bimbingan dari orang tua/keluarga serta masih harus belajar banyak baik

melalui pendidikan orang tua maupun menimba pengalaman-pengalaman

dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian anak-anak/remaja berdasarkan pendapat masyarakat

secara umum adalah mereka yang masih berusia antara 13 (tiga belas)

sampai dengan 15 (lima belas) tahun dan belum kawin, umumnya masih

tinggal bersama orang tua (Ruslan, 2004 : 2354).

Sedangkan pengertian anak yang belum dewasa menurut udang-

undang adalah sebagai berikut :

Menurut KUH Perdata pasal 330, menerangkan bahwa yang

dikategorikan belum dewasa adalah bagi mereka yang belum genap

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

berusia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin (Subekti, 1983

: 93).

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Undang-

Undang Pokok Perkawinan makna dewasa tersirat dalam pasal 7 yakni

“perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan

belas ) tahun dan wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Pengertian Anak menurut Pasal 1 sub 2 UU No. 4 tahun 1979

Tentang Kesejahteraan Anak, Anak adalah Seorang yang belum mencapai

umur 21 (dua puluh ssatu) tahun dan belum kawin. Pengertian Anak

menurut Pasal 1 sub 1 UU No. 2 tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan

Anak Bagi Anak yang Mempunyai Masalah, Anak adalah Anak yang

antara lain tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak

yang tidak mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan, dan anak

cacat.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

memberikan definisi tentang anak sebagai berikut : setiap manusia yang

berusia di bawah 18 tahun dan belum pernah menikah termasuk anak yang

masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Sedangkan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak memberikan batasan mengenai siapa yang dimaksud dengan anak yaitu

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan. Dengan demikian pengertian menurut kedua

peraturan ini luas sekali, karena termasuk anak dalam kandunganpun diakui

sebagai seorang anak. Tentunya jika kepentingan hukum itu menghendaki.

Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan

Anak. Dalam pasal 1 angka (1) merumuskan bahwa anak dalam perkara

anak nakal adalah orang yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun

tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah

kawin.

Pengertian anak dalam Konvensi Hak Anak diartikan sebagai :

“For purpose of present Convention, a child means every human being

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

below the age eighteen years, under the law applicable to the child;

majority is attained earlier”. (Yang dimaksud dalam Konvensi ini, adalah

setiap orang yang berusia di bawah delapan belas tahun, kecuali

berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak, ditentukan bahwa

usia dewasa dicapai lebih awal). Dengan demikian batasan usia dewasa

menurut Konvensi Hak-Hak Anak adalah 18 tahun dengan pengecualian

bahwa kedewasaan tersebut dicapai lebih cepat.

Dari segi lain seperti agama maupun segi adat pada umumnya yang

disebutkan sudah dewasa adalah mereka yang jika wanita sudah pernah

haid dan jika laki-laki sudah pernah mengeluarkan sperma dalam keadaan

tidak sadar. (Hassan, 1983: 519)

Sedemikian banyaknya pendapat-pendapat yang saling berbeda-

beda satu sama lain, adalah suatu bukti bahwa betapa pentingnya untuk

memahami pengertian tentang anak-anak / remaja. Hal ini sangat berkaitan

erat nantinya dengan proses peradilan atau penanggulangan tindak pidana

yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Dari uraian tersebut penulis

dapat menarik suatu pengertian bahwa anak adalah seorang yang belum

mencapai umur delapan belas tahun dan belum pernah kawin jadi

walaupun anak belum mencapai usia delapan belas tahun tetapi sudah

menikah maka sudah dapat dikategorikan dewasa.

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat,

martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak

asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam

Undang-undang dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

entang Hak-hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak

adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga

setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang,

berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan

diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber

daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan

bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat

khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Untuk

melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak

diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun

perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai oleh karena itu

terhadap anak yang melakukan tindak pidana diperlukan pengadilan anak

secara khusus.

Meskipun Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan

kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,

pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih

memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai

landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.

Dengan demikian, pembentukan undang-undang ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya

merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam

memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Orang tua, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk

menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang

dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan

perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab

menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam

menjamin pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan terarah.

Undang-undang ini menegaskan bahwa pertangung jawaban orang

tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian

kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-

hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah

guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental,

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan

kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang

potensial, tungguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai leh akhlak mulia

dan nilai Pancasila, sertaberkemauan keras menjaga kesatuan dan

persatuan bangsa dan negara.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin,

yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun.

Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan

komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan

perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut : non

diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup,

kelangsungan hidup dan perkembangan dan penghargaan terhadap

pendapat anak.

Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi,

mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Indonesia telah

mengesahkan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak. Seharusnya sudah dapat menjadi rujukan dalam pengambilan

kebijakan terhadap perlindungan anak. Indonesia mengesahkan undang-

undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

b. Pertanggungjawaban Pidana Anak

Berbicara mengenai batas usia pertanggungjawaban pidana bagi

anak pelaku tindak pidana, tentunya ini terkait dengan batas usia minimal

seorang anak untuk dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.

Untuk itu penting sekali diatur mengenai batas usia minimum bagi anak

dalam perlindungan anak di bidang hukum pidana. Artinya kapan seorang

anak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut. United

Nation Departemen of Public Information (1984: 4) mengatakan bahwa :

“Usia minimum pertanggungjawaban kriminal berbeda secara luas oleh karena sejarah dan budaya. Pendekatan modem akan mempertimbangkan apakah seorang anak dapat berbuat sesuai dengan komponen-komponen moral dan psikologis dari

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

pertanggungjawaban kriminal; artinya apakah seorang anak berdasarkan atas kejernihan pikiran dan pemahaman individu dapat dianggap bertanggungjawab jawab atas perilaku yang pada dasarnya anti sosial. Jika usia pertanggungjawaban kriminal ditetapkan terlalu rendah atau jika tidak ada batas usia yang lebih rendah sama sekali, pengertian tanggungjawab tidak akan memiliki arti. Pada umumnya terdapat suatu hubungan yang dekat antara pengertian tanggungjawab terhadap perilaku kriminalitas atau yang melanggar hukum pidana dengan hak-hak serta tanggungjawab sosial lainnya. Beijing Rules tidak menyebutkan secara pasti tentang kapan

seorang anak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Pengaturan

mengenai batas usia pertanggungjawaban pidana seorang anak pelaku

tindak pidana diatur dalam Rule 4.1 : in those legal systems recognising

the concept of the age of criminal responsibility for juveniles , the

beginning og the age shall not be fixed at too low an age level, bearing in

mind the facta of emotional, mental and intelectual maturi. (dalam sistem

hukum yang mengakui konsep batas usia pertanggungjawaban pidana

untuk anak pelaku tindak pidana, permulaan batas usia

pertanggungjawaban itu janganlah ditetapkan terlalu rendah, dengan

menyangkut faktor kematangan emosional anak, mental dan intelektualitas

anak. Dengan demikian Beijing Rules ini memberikan kebebasan bagi

tiap-tiap Negara untuk menentukan sendiri mengenai batas usia

pertanggungjawaban seorang anak yang dapat dipertanggungjawabkan,

namun harus melihat kenyataan emosional dari anak, mental dan

pikirannya tersebut. Dalam commentary rule 2.2 Beijing Rules ini

disebutkan bahwa batas usia anak adalah usia 7 sampai 18 tahun, artinya

mulai usia 7 tahun seorang anak itu dapat dipertanggungjawabkan atas

perbuatannya namun tidak lebih dari 18 tahun.

Batas usia pertanggungjawaban pidana bagi anak dalam Undang-

Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah mulai 8 tahun

sampai dengan 18 tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 1,

yang mengatur mengenai batas usia minimum bagi anak pelaku tindak

pidana adalah 8 tahun. Batas usia minimum ini menunjukkan bahwa mulai

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

kapan seorang anak pelaku tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan

atas perbuatannya. Sedangkan usia 18 tahun menunjukkan batas usia

maksimumnya, artinya perkara anak tersebut akan disidangkan pada

Pengadilan anak atau Pengadilan dewasa.

Dalam Peraturan PBB lainnya yaitu United Nations Rules for The

Protection of Juveniles Deprived of Their Liberty disebutkan bahwa : a

juvenile is every person under the age of 18. The age limit below which it

should not be permitted to deprive a child of his or her liberty should be

determined by law; (Seorang anak adalah seseorang yang berusia di bawah

18 tahun.

Batas usia di bawah mana tidak diijinkan untuk menghilangkan

kebebasan seorang anak harus ditentukan oleh Undang-Undang). Jadi

terhadap seorang anak yang umurnya kurang dari 18 tahun sebetulnya

tidak dapat dijatuhi hukuman pidana perampasan kemerdekaan, kecuali

ditentukan lain oleh peraturan. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Indonesia dalam Pasal 45 dikatakan bahwa :

“Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum berumur enam belas tahun, maka Hakim dapat menentukan: Memerintahkan yang bersalah supaya dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa dijatuhi pidana apapun atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada Pemerintah tanpa pidana apapun yaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, 541 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan salah karena kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana”.

Dengan demikian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak

diatur tentang batasan umur seorang anak pelaku tindak pidana mulai

dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Mengenai kepastian

tentang hal ini tidak disebutkan dalam pasal 45 tersebut. Semuanya

diserahkan kepada keyakinan Hakim.

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Terkait dengan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

tersebut menurut pendapat SR. Sianturi (1996: 157): bahwa sistem

pertanggungjawaban pidana anak yang dianut oleh KUHP (yang berlaku

sekarang ini) adalah sistem pertanggungjawaban yang menyatakan bahwa

semua anak (berusia 1 tahun sampai dengan 16 tahun), anak yang jiwanya

sehat, dianggap mampu bertanggungjawab dan dituntut.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak

menyebutkan secara eksplisit mengenai batas usia anak, akan tetapi dalam

Pasal 153 ayat (5) memberi wewenang kepada Hakim untuk melarang

"anak yang belum mencapai usia 17 tahun" untuk menghadiri sidang.

Sedangkan Pasal 171 a menentukan bahwa anak yang belum berusia 15

tahun dan belum pernah kawin dapat memberi keterangan tanpa sumpah.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur juga

mengenai batas usia pertanggungjawaban anak pelaku tindak pidana yaitu,

pada Pasal 113 disebutkan bahwa :

(1) Anak yang belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya berlaku bagi orang yang berumur antara 12 (dua belas) tahun dan 18 (delapan belas) tahun yang melakukan tindak pidana.

Ketentuan ini mengatur tentang batas umur minimum untuk dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana bagi seorang anak yang melakukan

tindak pidana. Penentuan batas usia 12 (dua belas) tahun didasarkan pada

pertimbangan psikologis yaitu kematangan emosional, intelektual dan

mental anak. Seorang anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun tidak

dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan karena itu penyelesaian

kasusnya harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan lainnya.

ini Adanya batasan umur 12 -18 tahun bagi pelaku tindak pidana anak ini,

memberi konsekuensi bahwa untuk seorang anak pelaku tindak pidana

yang berumur kurang dari 12 tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Hal ini memberikan kemajuan tersendiri dalam perkembangan hukum

pidana Indonesia, yaitu dengan tidak menetapkan batas usia yang terlalu

rendah bagi anak pelaku tindak pidana untuk mempertanggungjawabkan

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

perbuatannya. Dengan demikian menurut konsep KUHP, yang menjadi

subjek hukum adalah anak yang berumur 12 tahun sampai 18 tahun, yang

dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya.

Menurut Rupert Cross (1953: 129), yang dimaksud dengan anak

adalah setiap orang yang berumur kurang dari 14 tahun; seorang remaja

adalah setiap orang yang berumur 14 tahun tetapi belum mencapai umur

17 tahun (a child is any person under the age of fourteen years; a young

person is any person who has attained the age of fourteen years but has

not attained the age of seventeen years).

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

dalam pasal 4 menyebutkan bahwa : Batas umur anak nakal yang dapat

diajukan ke sidang anak sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi

belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin. Paulus

Hadisuprapto (2008: 10) mengemukakan : “Batasan usia terhadap seorang

anak yang dapat dipertanggung-jawabkan terhadap perbuatannya tersebut

tidak ada keseragaman. Hal ini juga dijumpai dalam perumusan batasan

tentang pertanggungjawaban pidana anak di berbagai negara. Di Amerika

Serikat, 27 negara bagian menentukan batas umur antara 8 – 18 tahun,

sementara 6 negara bagian menentukan batas umur antara 8 – 17 tahun,

ada pula negara bagian lain yang menentukan batas umur antara 8 – 16

tahun. Sementara itu, Inggris menentukan batas umur antara 12 – 16 tahun.

Sebagian besar negara bagian Australia menentukan batas umur antara 8 –

16 tahun.

Dari apa yang dikemukakan di atas mengenai batas usia

pertanggungjawabkan pidana bagi anak pelaku tindak pidana ini memang

tidak ada keseragaman. Hal ini tergantung dari masing-masing negara

dalam melihat kematangan mental, intelektual dan emosional seorang anak

yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun semuanya sudah mengacu dan

sesuai dengan ketentuan yang diamanatkan oleh The Beijing Rules, bahwa

batasan usia seorang anak yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap

perbuatannya diserahkan kepada masing-masing negara dengan

mempertimbangkan keadaan emosional, mental dan pikirannya. Begitu

juga dengan peraturan di Indonesia yaitu adanya Undang-Undang No. 3

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah mengacu pada The Beijing

Rules dalam menentukan batasan usia seorang anak yang dapat

dipertanggungjawabkan, walaupun masih ada kekurangannya.

c. Tersangka Anak

Anak yang melakukan tindak pidana menurut defenisi hukum

Nasional adalah ”orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai

umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)

tahun dan belum pernah kawin. ”Anak Nakal” Anak yang melakukan

perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan

perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup

dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari

di pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan

hukum, harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan

sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai

dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap

dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa

tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan

dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa.

Untuk menjamin Perlindungan terhadap anak-anak yang

berhadapan dengan hukum ditetapkan sebagai kelompok anak yang

membutuhkan ”Perlindungan Khusus”. Menurut Undang-undang

Perlindungan Anak Pasal 64 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum

dan anak korban tindak pidana. Bentuk perlindungan khusus tersebut

meliputi :

1) perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;

2) penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini; 3) penyediaan sarana dan prasarana khusus; 4) penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak; 5) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak

yang berhadapan dengan hukum; 6) pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua

atau keluarga 7) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk

menghindari labelisasi.

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Persoalan hukum tidak hanya menimpa orang-orang dewasa.

Anak-anak juga seringkali terbentur dengan persoalan hukum. Dan seperti

halnya orang dewasa, anak-anak juga berhak mendapat perlindungan

secara hukum. Perlindungan hukum ini tidak hanya diberikan kepada anak

yang menjadi korban dalam suatu maasalah hukum, tapi juga kepada anak-

anak yang menjadi pelakunya

Berdasarkan penjelasan Pasal 10 undang-undang no 14 tahun 1970

peradilan anak itu berada di bawah peradilan umum, yang diatur secara

istimewa dan undang-undang pengadilan anak hanyalan masalah acara

sidangnya yang berbeda dengan acara siding bagi orang dewasa.

Pengadilan anak ada pada badan peradilan umum (Pasal 2 UU No. 3 tahun

1997).

Undang-undang pengadilan anak dalam Pasal-Pasalnya mengaut

beberapa asas yang membedakannya dengan siding pidana untuk orang

dewasa. Adapun asas-asas itu adalah sebagai berikut :

a. Pembatasan umum (Pasal 1 butir 1 jo Pasal 4 ayat (1))

Adapun orang yang dapat disidangkan dalam acara pengadilan anak

ditentukan secara limitative, yaitu minimum berumur 8 (delapan)

tahun dan maksumum 18 (delapan belas tahun) dan belum pernah

kawin

b. Ruang lingkup masalah di batasi (Pasal 1 ayat 2), masalah yang dapat

diperiksa dalam siding pengadilan anak hanyalah terbatas menyangkur

perkara anak nakal.

c. Ditangani pejbat khusus (Pasal 1 ayat 5, 6, dan 7)

Undang-undang no 3 tahun 1997 menentukan perakra anak nakal

harus ditangani oleh pejbat-pejabat khusus seperti :

1) di tingkat penyidikan oleh penyidik anak

2) di tingkat penuntutan oleh penutut umum

3) di pengadilan oleh hakim anak, hakim banding anak, & hakim

kasasi anak.

d. Peran pembimbing kemasyarakatan (Pasal 1 ayat 11)

Undang-undang pengadilan anak mengakui peranan dari

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

1) pembimbing kemsyrakatan

2) pekerja sosial dan

3) pekerja sosial sukarela

e. Suasana pemeriksaan kekeluargaan

Pemeriksaan perkara di pengadilan dilakkan dalam suasana

kekeluargaan. Oleh karena itu hakim, penuntut umum dan penasihat

hokum tidak memakai toga.

f. Keharusan splitsing (Pasal 7)

Anak tidak boleh diadili bersama dengan orang dewasa baik yang

berstatus sipil maupun militer, kalau terjadi anak melakukan tindak

pidana bersama orang dewasa, maka si anak diadili dalam siding

pengadilan anak, sementara orang dewasa diadilan dalam siding biasa,

atau apabila ia berstatus militer di peradilan militer.

g. Acara pemeriksaan tertutup (Pasal 8 ayat (1))

Acara pemeriksaan di siding pengadilan anak dilakukan secara

tertutup . ini demi kepentingan si anak sendiri. Akan tetapi putusan

harus diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum.

h. Diperiksa hakim tunggal (Pasal 11, 14, dan 18)

Hakim yang memeriksa perkara anak, baik ditingkat pengadilan

negeri, banding atau kasasi dilakukan dengan hakim tunggal.

i. Masa penahanan lebih singkat (Pasal 44 -49)

Masa penahanan terhadap anak lebih singkat disbanding masa

penahanan menurut KUHAP

j. Hukuman lebih ringan (Pasal 22 – 32)

Hukuman yang dijatuhkan terhadap anak nakal lebih ringan daripada

ketentuan yang diatur dalam KUHP. Hukuman maksimal untuk anak

nakal adalah sepuluh tahun.

3. Tinjauan tentang Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 merupakan undang

undang yang mengubah ordonansi sementara ketentuan pidana yang berlaku

di Indonesia, hal ini dilakukan berhubungan dengan keadaan yang mendesak

dan untuk kepentingan pemerintah. Undang-undang ini berisi 6 pasal yang

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

disahkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 1 September 1951 bersama

perdana mentri RI Sukiman Wirjosandjojo, dengan lembaran negara RI No 78

tahun 1951.

Pasal 1

(1) Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.

(2) Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Senjata Api (Vuurwapenregeling : in-, uit-, doorvoer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No. 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.

(3) Yang dimaksudkan dengan pengertian bahan-bahan peledak termasuk semua barang yang dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 18 September 1893 (Stbl. 234), yang telah diubah terkemudian sekali dengan Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl. No. 168), semua jenis mesin, bom-bom, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (mijnen), granat-granat tangan dan pada umumnya semua bahan peledak baik yang merupakan luluhan kimia tunggal (enkelvoudige chemischeverbindingen) maupun yang merupakan adukan bahan-bahan peledak (explosievemengsels) atau bahan-bahan peledak pemasuk (inleidende explosieven), yang dipergunakan untuk meledakkan lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam pengertian amunisi.

Pasal 2

(1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

(2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).

Pasal 3

Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum Undang-undang Darurat ini dipandang sebagai kejahatan. Pasal 4

(1) Bilamana sesuatu perbuatan yang dapat dihukum menurut Undang-undang Darurat ini dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan hukum, maka penuntutan dapat dilakukan dan hukuman dapat dijatuhkan kepada pengurus atau kepada wakilnya setempat.

(2) Ketentuan pada ayat 1 di muka berlaku juga terhadap badan-badan hukum, yang bertindak selaku pengurus atau wakil dari suatu badan hukum lain.

Pasal 5

(1) Barang-barang atau bahan-bahan dengan mana terhadap mana sesuatu perbuatan yang terancam hukuman pada pasal 1 atau 2, dapat dirampas, juga bilamana barang-barang itu tidak kepunyaan si-tertuduh.

(2) Barang-barang atau bahan-bahan yang dirampas menurut ketentuan ayat 1, harus di rusak, kecuali apabila terhadap barang-barang itu oleh atau dari pihak Menteri Pertahanan untuk kepentingan Negara diberikan suatu tujuan lain.

Pasal 6

(1) Yang diserahi untuk mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum berdasarkan pasal 1 dan 2 selain dari orang-orang yang pada umumnya telah ditunjuk untuk mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, juga orang-orang, yang dengan peraturan Undang-undang telah atau akan ditunjuk untuk mengusut kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang bersangkutan dengan senjata api, amunisi dan bahan-bahan peledak.

(2) Pegawai-pegawai pengusut serta orang-orang yang mengikutinya senantiasa berhak memasuki tempat-tempat, yang mereka anggap perlu dimasukinya, untuk kepentingan menjalankan dengan saksama tugas mereka Apabila mereka dihalangi memasuknya, mereka jika perlu dapat meminta bantuan dari alat kekuasaan.

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Undang-undang No 23 Th 2002, Undang-undang Darurat

No 12 Th 1951, undang-undang kepolisian, kewenangan kepolisian

menyangkut kebijaksanaan untuk pengambilan suatu keputusan pada situasi

dan kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seseorang

dalam hal ini polisi sering disebut diskresi. Kewenangan polisi pada saat

penyidikan pada hakekatnya bertentangan dengan negara yang berdasarkan

atas hukum, karena ini menghilangkan kepastian terhadap apa yang akan

terjadi, salah satunya adalah penghentian penyidikan. Dalam penghentian

penyidikan dapat dikarenakan oleh tidak cukup bukti, perkara yang dilaporkan

apabila diteruskan akan berakibat tidak baik bagi perkembangan anak,

penghentian penyidikan juga dapat dilakukan demi hukum.

Pelaksanaan penyidikan pada pelaku pidana anak sama halnya dengan

penyidikan pada orang dewasa, yang membedakan adalah sifat pemeriksaanya

tertutup, terdapat tim penyidik khusus yang menangani anak, dilakukan secara

kekeluargaan, dengan melakukan pendekatan psikologis. Dan penyelesaian

- Undang-undang No 23 Th 2002 - Undang-undang Darurat No 12 Th

1951

Penyidikan

Tersangka Anak

Kewenangan Penyidik Menghentikan Penyidikan (Ps. 109 KUHAP)

SP2HP

Pelaksanaan Penyidikan

Penyelesaian Penyidikan dan Penghentian Penyidikan Hambatan

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

penyidikan dapat dilakukan dengan menghentikan penyidikan karena alasan

alasan yang kuat yang sebelumnya diterbitkan surat pemberitahan

perkembangan hasil penyidikan. Berdasarkan SP2HP tersebut pihak penyidik

dapat menggunakan kewenangannya untuk menghentikan penyidikan. Akan

tetapi dalam pelaksanaanya penyidikan pasti terdapat kendala atau hambatan

yang dapat memperlambat penyelesaian perkara. Seperti kurangnya

partisipatif tersangka anak dalam memberikan keterangan, orangtua anak tidak

mempercayai kalau anaknya melakukan tindak pidana, sehingga tidak mau

mendampingi anak tersebut selama penyidikan. Hal ini akan menjadi

penghambat dalam proses penyidikan.

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan Oleh

Anak di Polresta Surakarta dalam Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/

2009/SPK.III

Dalam sub bab ini penulis akan memberikan gambaran-gambaran

mengenai salah satu kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang

terjadi dalam ruang lingkup Polresta Surakarta. Penulis hanya akan melakukan

pembahasan-pembahasan terhadap kasus yang terjadi pada wilayah tersebut,

dilihat dari proses pelaksanaan penyidikannya dan upaya penyelesaiannya

dengan mempertimbangkan tersangka yang masih kategori anak. Berdasarkan

penelitian yang peneliti lakukan dapat dikemukakan hasil penelitian sebagai

berikut:

1. Identitas Tersangka

Nama : WAHYU ARIANTA als KENCHU

Tempat/tgl lahir : Klaten/26 Februari 1993

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Pajang Rt. 02/03, Pajang, Laweyan, Surakarta atau

Dsn. Sayangan, Ds. Melikan, Kec. Wedi, Kab. Klaten.

2. Kasus Posisi

Pada hari ini Rabu tanggal 23 bulan Desember tahun 2009 sekira

jam 22.20 Wib, telah tertangkap tangan Sdr. WAHYU ARIANTA als

KENCHU, ketika sedang minum-minuman keras jenis ciu di depan pintu

masuk dekat air mancur Stadion Manahan Jl. Adi Sucipto Surakarta

bersama kurang lebih 15 orang temannya sedang duduk-duduk sambil

minum-minuman keras jenis ciu tidak lama kemudian datang Polisi dan

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

teman-temannya semua melarikan diri, tinggal dirinya yang masih disitu

karena mabuk kebanyakan minuman dan tidak bisa ikut lari, lalu

diamankan ke Kantor Polresta Surakarta karena kedapatan mabuk dan

membawa senjata tajam pemotong daging yang saya simpan di dalam tas.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan didengar sebagai saksi dalam

perkara tindak pidana menyimpan, memiliki dan membawa senjata tajam

jenis Pisau pemotong daging, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1951, sehubungan dengan Laporan

Polisi No. Pol: A/LP/1933/XII/SPK.III, tanggal 23 Desember 2009. Dan

menerangkan bahwa senjata tajam jenis pisau pemotong daging dan rantai

besi sepanjang kurang lebih 1,5 m tersebut adalah milik temannya

bernama BIMO dan dipergunakan untuk keamanan dirinya sendiri dan

belum pernah menggunakan untuk kejahatan. Pada waktu membawa

senjata tajam jenis pisau pemotong daging tersebut tidak dilengkapi

dengan surat ijin membawa senjata tajam.

3. Pelaksanaan Penyidikan

Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.

Secara umum berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor 3 tahun 1997

bahwa penyidikan terhadap pelaku tindak pidana anak hanya dapat

dilakukan apabila pelaku tindak pidana telah berusia 8 (delapan) tahun

tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, tarhadap anak

dibawah umur delapan tahun yang melakukan tindak pidana akan

mendapat pembinaan dan dikembalikan pada orang tua/wali. Untuk

mengetahui bahwa telah terjadi tindak pidana polisi dapat memperoleh

informasi melalui beberapa hal diantaranya : adanya laporan, pengaduan,

tertangkap tangan dan diketahui langsung oleh petugas Polisi Republik

Indonesia.

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

a. Dalam hal adanya laporan atau pengaduan yang diajukan baik secara

tertulis maupun tidak tertulis (lisan) dalam penelitian ini dalam perkara

No Pol. A/LP/1933/XII/2009/SPK.III, dicatat terlebih dahulu oleh

penyidik atau oleh penyidik pembantu. Kemudian kepada pelapor atau

pengadu diberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan.

Setelah itu petugas Polisi Republik Indonesia yang dalam hal ini

adalah penyidik segera melakukan penyelidikan untuk mengetahui

bahwa benar-benar telah terjadi suatu peristiwa tindak pidana dan agar

tidak salah. Apabila suatu tindak pidana diketahui oleh kepolisian

berdasarkan hasil pelaporan, hal ini akan mempermudah pihak

berwajib dalam melakukan penyidikan dalam hal pelaku tindak pidana

masih anak-anak maka penyelidikan dilakukan berdasarkan ketentuan

perundangan yang berlaku yaitu Undang-undang No. 3 Tahun 1997

dan KUHAP.

b. Dalam hal tertangkap tangan petugas kepolisian atau penyelidik dapat

segera melakukan tindakan penangkapan, penggeledahan, penyitaan

dan melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

c. Dalam hal suatu tindak pidana diketahui langsung oleh petugas

kepolisian, maka wajib segera melakukan tindakan-tindakan sesuai

dengan kewenangan masing-masing, kemudian polisi membuat berita

acara penangkapan atas tindakan-tindakan yang dilakukannya, guna

penyelesaian selanjutnya.

Setelah memperoleh informasi tentang adanya suatu tindak pidana maka

Pejabat Kepolisian Negera Republik Indonesia segera melakukan

penyelidikan. Adapun yang berwenang melakukan penyelidikan adalah

setiap Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang khusus

ditugaskan untuk itu (Pasal 4 KUHAP), yang karena kewajibannya

mempunyai wewenang :

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Mencari keterangan dan barang bukti;

c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;

d. Melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Dan atas perintah penyidik dapat melakukan :

a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahaan dan

penyitaan;

b. Pemeriksaan dan penyitaan surat.

c. Mengambil sidik jari dan memotret seorang ;

d. Membawa dan menghadapkan seorang kepada penyidik.

Setelah penyelidik selesai melakukan penyelidikan, maka penyelidik

segera membuat dan menyampaikan laporan hasil penyelidikan kepada

penyidik.

Dengan diketahuinya bahwa telah terjadi suatu peristiwa tindak

pidana berdasarkan laporan dari penyelidik, maka penyidik segera

melakukan penyidikan guna mencari serta mengumpulkan barang bukti,

yang dengan barang bukti itu membuat terang tentang suatu tindak pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam hal melakukan

penyidikan terhadap tindak pidana anak Polresta Surakarta berpedoman

pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 dan KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981) bahwa ketentuan dalam

UU No. 3 Tahun 1997 dalam hal tertentu juga menunjuk KUHAP

misalnya dalam hal penangkapan dalam ketentuan Pasal 43 angka (1) UU

No. 3 Tahun 1997 menyebutkan “Penangkapan anak nakal dilakukan

sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana“.

Bagi tersangka mempunyai hak-hak sejak ia mulai diperiksa oleh

penyidik, meskipun seorang tersangka diduga telah melakukan suatu

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

perbuatan yang cenderung sebagai perbuatan negatif dan bahkan suatu

tindak pidana yang melanggar hukum bukan berarti seorang tersangka

dapat dilakukan semena-mena dan di langgar hak-haknya baik itu hak-hak

hukumnya,sehingga hak-hak tesebut harus dipenuhi oleh penyidik.

Tersangka diberikan seperangkat hak-hak oleh KUHAP dari mulai Pasal

50 sampai dengan Pasal 68, hak-hak tersebut antara lain meliputi:

a. Hak untuk segera diperiksa , diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal

50 ayat (1), (2), (3).

b. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti

olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan

(Pasal 51 butir a dan b).

c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan

hakim (Pasal 52)

d. Hak untuk dapat mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat

pemeriksaan (Pasal 54)

e. Hak untuk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang

ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat

pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati

dengan biaya cuma-cuma

f. Hak tersangka atau terdakwa mengajukan saksi atau ahli yang

memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang

menguntungkan bagi dirinya. (Pasal 65)

Selain terdapat hak-hak tersangka tersebut, bila tersangkanya atau

terdakwanya adalah anak-anak maka berlakulah hak-hak tersangka khusus

untuk anak di bawah umur.Pengaturan mengenai hak-hak tersangka atau

terdakwa anak terdapat dalam Undang-undang Pengadilan Anak Pasal 45

ayat (4), Pasal 51 ayat (1) dan ayat (3). Adapun hak-hak tersangka atau

terdakwa anak adalah sebagai berikut:

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

a. Setiap anak nakal sejak saat tertangkap atau ditahan berhak mendapat

bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasehat hukum selama

dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.

b. Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan

langsung dengan penasehat hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh

pejabat yang berwenang.

c. Tersangka anak berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik

dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.

d. Tersangka anak berhak segera di adili oleh pengadilan.

e. Untuk mempersiapkan pembelaan tersangka anak berhak untuk

diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya

tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan

dimulai.

f. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka

anak berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik

atau hakim.

g. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan

mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlihan khusus

guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.Dll.

Dengan diaturnya hak-hak diatas walaupun tersangka masih anak-anak,

petugas pemeriksa tidak boleh menghalang-halangi penggunaannya, dan

sebaiknya sejak awal pemeriksaan hak-hak tersebut diberitahukan (Gatot

Supramono, 2000 :27).

Pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan

oleh anak di Polresta Surakarta dalam Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/

2009/SPK.III secara terperinci berupa tindakan hukum yang dilakukan

yang berhubungan dengan tindak pidana yang dilakukan anak. Tindakan

hukum tersebut berupa pemanggilan tersangka dan saksi, penangkapan,

penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

a. Pemanggilan Tersangka dan Saksi

Setelah penyidik memperoleh keterangan-keterangan yang

jelas tentang tindak pidana yang terjadi dan siapa tersangkanya, maka

penyidik segera melakukan pemanggilan terhadap tersangka dan saksi

untuk didengar keterangannya. Penyidik mendengarkan keterangan

tersangka dan saksi dengan bertimbangan :

1) Bahwa seorang mempunyai peranan sebagai tersangka atau saksi

dalam suatu tindak pidana yang telah terjadi;

2) Untuk melengkapi keterangan-keterangan, petunjuk-petunjuk dan

bukti-bukti yang sudah didapat, akan tetapi dalam beberapa hal

masih terdapat kekurangan.

Untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya penulis

melakukan wawancara singkat dengan anak yang pernah melakukan

tindak pidana, kenyataan tersebut dapat kita lihat dalam pemanggilan

berdasarkan Surat Keputusan Kapolda Jateng No. Pol.:

Skep/813X/2006 tanggal 05 Oktober 2006, telah melakukan

pemeriksaan terhadap seorang laki-laki yang sudah saya kenal

bernama: WAHYU ARIANTA als KENCHU tempat/tgl lahir : Klaten/

26 Februari 1993, Agama: Islam, Kewarganegaraan: Indonesia,

Pekerjaan: Swasta, Alamat: Pajang Rt. 02/03, Pajang, Laweyan,

Surakarta atau Dsn. Sayangan, Ds. Melikan, Kec. Wedi, Kab. Klaten.

b. Penangkapan

Yang dimaksud dengan penangkapan adalah pengekangan

sementara waktu kebebasan tersangka apabila terdapat cukup bukti

guna kepentingan penyidikan. Dalam hal melakukan penangkapan

terhadap tindak pidana yang dilakukan anak perlu diperhatikan hal-hal

yang berkaitan dengan kondisi kemasyarakatan (UU No. 3 Tahun

1997). Akan tetapi penyidik juga mempertimbangkan jenis tindak

pidana yang dilakukan oleh anak sehingga dalam melakukan

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

penangkapan penyidik tetap memperhatikan dan berpedoman pada

ketentuan Undang-Undang yang berlaku baik KUHAP maupun

peraturan yang mengatur secara khusus yaitu Undang-Undang nomer 3

tahun 1997. Pada dasarnya dalam melakukan penangkapan terhadap

anak yang melakukan tindak pidana, petugas polisi dalam hal ini

penyidik tidak mengalami banyak kesulitan, terlebih-lebih terhadap

anak yang baru pertama kali melakukan tindak pidana, karena

kebanyakan dari mereka masih polos dan jujur.

Setelah tersangka (anak yang melakukan tindak pidana) maka

terhadapnya dilakukan pemeriksaan, berdasarkan ketentuan Pasal 42

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 pemeriksaan dapat dilakukan

dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan;

2) Dalam melakukan penyidikan terhadap anak yang melakukan

tindak pidana penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran

dari pembimbing masyarakat, dan apabila perlu juga dapat

meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli

kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.

3) Proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan.

Pemeriksaan dimaksudkan untuk dapat menentukan perlu

tidaknya diadakan penahanan, mengingat jangka waktu

Penangkapan yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana hanya 1 x 24 jam.

Kasus penangkapan WAHYU ARIANTA als KENCHU

dilakukan saat anak tersebut beserta anak-anak lain sedang melakukan

pesta miras di depan pintu air mancur Stadion Manahan, karena

kondisi tersangka saat itu sedang mabuk berat sehingga tidak bisa

melarikan diri seperti yang dilakukan teman-teman. Dalam keadaan

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

mabuk WAHYU ARIANTA als KENCHU digelandang ke Polresta

Surakarta untuk di mintai keterangan.

c. Penahanan.

Kemudian apabila dipandang perlu untuk dilakukan penahanan,

maka penyidik dapat menahan anak yang melakukan tindak pidana

tersebut guna kepentingan penyidikan. Maksud dari penahanan itu

adalah agar supaya anak tersebut tidak melarikan diri (alasan subjek),

tidak akan merusak dan menghilangkan barang bukti, dan atau akan

mengulangi tindak pidana lagi. Oleh karena itu pihak orang tua/wali

harus diberi tahu dan diberi pengertian tentang sebab-sebab kenapa

anaknya ditahan.

Penahanan dilaksanakan menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku untuk paling lama 20 (dua puluh) hari

berdasarkan ketentuan Pasal 44 angka (2) UU No. 3 tahun 1997.

Mengenai rumah tahanan sedapat mungkin merupakan panti

pengawasan (Observation/Remand-Home). Dalam melakukan

penahanan anak yang melakukan tindak pidana Polresta Surakarta

tidak memiliki fasilitas yang begitu memadai tetapi tetap diusahakan

dalam suatu ruangan yang terpisah dengan tahanan orang dewasa, dan

diberikan perhatian baik dari segi kesehatan jiwa dan mentalnya

maupun dari segi kerohanian. Pada keadaan tertentu didatangkan

seorang ahli dengan tujuan untuk dapat menggali dan mengetahui

sebab-sebab atau alasan-alasan anak melakukan tindak pidana

sekaligus melakukan pembinaan terhadap anak tersebut.

Di samping itu anak diberi pelatihan ketrampilan yang berguna

dan mudah dilaksanakan, jika anak tersebut masih sekolah pada

kesempatan tertentu diberikan pelajaran dengan harapan anak tersebut

masih memiliki minat dan kemauan untuk tetap belajar. Pada

kenyataan anak yang pernah ditahan di Polresta Surakarta memang

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

dipisahkan dari tahanan orang dewasa tetapi jarang atau bahkan tidak

pernah mendapatkan pendidikan dari tenaga ahli, pendidikan yang

diberikan hanya berupa pendisiplinan diri misalnya membantu

mengepel, membersihkan taman dan lain-lain.

Dalam kasus WAHYU ARIANTA als KENCHU ini tidak

dilakukan penahanan, karena tersangka setelah selesai pemeriksaan

dan terbukti tidak cukup bukti, maka dikembalikan kepada orang

tuanya untuk mendapatkan bimbingan dan arahan agar menjadi anak

yang lebih baik.

d. Penggeledahan.

Penggeledahan dilakukan berdasarkan hasil laporan

penyelidikan yang dibuat oleh petugas penyidik/penyidik pembantu.

Untuk penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan

penyidikan. Guna menjamin hak azasi manusia atau seorang atas

rumah kediamannya, maka dalam melakukan penggeledahan harus

dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri dan surat perintah

penggeledahan. Dalam melakukan penggeledahan harus disaksikan

oleh Ketua Lingkungan/Kepala Desa bersama 2 (dua) orang saksi bila

penghuni rumah tidak memberikan izin untuk digeledah (Pasal 33

angka (4) KUHAP) dan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi bila

pemilik rumah memberikan izin untuk digeledah (Pasal 33 angka 3

KUHAP).

Jikalau dalam melakukan penggeledahan terdapat atau

ditemukan barang bukti, maka barang bukti tersebut dapat disita untuk

kepentingan penyidikan lebih lanjut dan anak yang melakukan tindak

pidana tersebut dapat ditahan untuk kepentingan pengusutan, kalau

memang terbukti anak tersebut dapat diajukan sebagai terdakwa.

Dalam hal ini penggeledahan terhadap tersangka WAHYU

ARIANTA als KENCHU dilakukan ditempat kejadian dan ditemukan

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

telah menyimpan, memiliki dan membawa senjata tajam jenis pisau

pemotong daging dan rantai besi sepanjang kurang lebih 1,5 m yang

menyatakan bahwa milik temannya dan dipergunakan untuk keamanan

diri saya. Dan tersangka menerangkan bahwa waktu membawa senjata

tajam jenis pisau pemotong daging tersebut tidak dilengkapi dengan

surat ijin membawa senjata tajam. Dan diterangkan bahwa tersangka

belum pernah menggunakan senjara tajam tersebut.

e. Penyitaan

Penyitaan adalah serangakaian tindakan penyidik untuk

mengambil alih atau menyimpan untuk kepentingan pembuktian dalam

penyidikan, penuntutan dan peradilan. Dalam hal tertangkap tangan

oleh petugas polisi maka barang bukti langsung dapat disita, misalnya

alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana. Dalam hal

penggeledahan rumah penyitaan harus dilakukan dengan izin Ketua

Pengadilan Negeri. Disamping itu menurut Pasal 39 KUHAP

ditentukan bahwa yang dapat dikenakan penyitaan :

1) Benda atau tagihan tersangka yang seluruh atau sebagian diduga

diperoleh dari hasil tindak pidana;

2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan

tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

3) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan

tindak pidana;

4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak

pidana;

5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak

pidana yang dilakukan;

6) Benda yang berada dalam sitaan perkara perdata atau pailit

sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada point

sebelumnya

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Sedangkan menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997, dalam perkara anak melakukan tindak pidana barang

yang dapat disita adalah sebagai berikut :

1) Barang-barang yang didapat karena pidana yang dilakukan;

2) Barang-barang yang dengan sengaja digunakan dalam melakukan

tindak pidana.

Dalam kasus tersangka WAHYU ARIANTA als KENCHU telah disita

senjata tajam jenis pisau pemotong daging dan rantai besi sepanjang

kurang lebih 1,5 m.

Berdasarkan pada berita acara pemeriksaan penulis juga telah

melakukan wawancara dengan penyidik yang memeriksa perkara tersebut.

Dari hasil wawancara tersebut penyidik mengatakan telah melakukan

prosedur berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23

Tahun 2002 dan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 dalam melakukan

penyidikan karena tersangkanya termasuk anak di bawah umur. Dari

wawancara dengan Kanit PPA AKP Sri Wahyuni yang menjelaskan

bahwa langkah-langkah penyidik yang diambil dalam penyidikan yang

berbeda dengan penyidikan orang dewasa. Langkah-langkah itu antara

lain:

a. Diberitahukan terlebih dahulu tentang apa yang disangkakan

kepadanya.

b. Penyidik menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak

tersebut dan melakukan pemeriksaannya dilakukan dengan

mengajaknya sembari bermain dengan suasana kekeluargaan.

c. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang khusus dan berbeda dengan

ruangan tempat pemeriksaan tersangka dewasa pada umumnya.

d. Pada saat melakukan penyidikan penyidik menggunakan seragam

bebas, tidak menggunakan seragam polisi pada umumnya agar

tersangka lebih nyaman dan tidak merasa tertekan.

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

e. Penyidik mempersilahkan keluarganya untuk mendampinginya pada

saat dilakukan penyidikan karena tersangka menolak didampingi oleh

penasehat hukum dalam penyidikan tersebut.

f. Penyidik telah merahasiakan proses penyidikan terhadap perkara ini

agar tidak diketahui oleh media massa.

g. Penyidik juga menghadirkan anggota Balai Pemasyarakatan (BAPAS)

untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka karena tersangka

merupakan anak dibawah umur.

Brigradir Herawan Prasetyo Budi, SH selaku penyidik yang

menangani perkara anak No. Pol. A/LP/1933/XII/SPK.III, yang

memeriksa perkara tersebut dengan di dampingi oleh Kepala Unit bidang

perempuan dan anak. Penyidik mengatakan bahwa tersangka dalam

memberi keterangan secara lancar, kooperatif dan tidak berbelit-belit dan

tanpa didampingi siapapun baik keluarga, atau penasehat hukum dan

pelaku mengakui segala perbuatannya tanpa adanya unsur paksaan dan

intimidasi dari pihak penyidik.

Pada umumnya setelah selesai diperiksa oleh penyidik maka

dilakukan pemberkasan perkara atau berkas perkara, yang kemudian

berkas perkara tersebut diserahkan ke Polres dimana tersangka berdomisili

diwilayahnya. Setelah diperiksa di Reskrim Polres, apabila sudah benar

kemudian diberi cap label POLRI dan apabila belum lengkap maka

dikembalikan untuk diperbaiki. Akan tetapi dalan kasus tersangka

WAHYU ARIANTA als KENCHU tidak sampai dalam pemberkasan

perkara, karena dalam kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan dengan

pertimbangan tidak cukup bukti, faktor usia tersangka yang masih

memerlukan bimbing dan arahan dari orang tua. Pihak kepolisian Polresta

Surakarta kemudian menerbitkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara

(SP3) terhadap kasus tersangka WAHYU ARIANTA als KENCHU.

Dengan diterbitkannya surat tersebut maka kasus ini otomatis tidak dapat

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

dilanjutkan ke pengadilan karena perkaranya tersebut tidak cukup bukti

dan tersangka masih termasuk kategori anak yang masih memerlukan

binaan orang tua, maka untuk memberikan kepastian hukum dihentikan

penyidikannya. Hal ini diterangkan oleh Kanit PPA AKP Sri Wahyuni,

selain SP3 pihaknya juga akan memberikan Surat pemberitahuan

perkembangan hasil penyidikan (SP2HP). Surat ini disampaikan kepada

pihak korban bersamaan dengan SP3 tersebut. Hal itu memang mekanisme

dalam penanganan sebuah perkara, dan wajib bagi polisi untuk

melaksanakannya.

Disinggung soal SP2HP, Kanit PPA Polresta Surakarta AKP Sri

Wahyuni menjelaskan bahwa dengan diterbitkannya SP2HP, bukan berarti

korban belum diberi informasi mengenai perkembangan kasusnnya. Ia

juga sudah menginformasikannya kepada keluarganya.

Bila seorang anak dilaporkan melakukan pelanggaran pidana atau

tertangkap telah melakukan pelanggaran pidanan, yang perlu dilakukan

adalah mengupayakan penelaahan yang baik oleh beberapa pihak dan

profesi agar anak mendapatkan diversi (pengalihan cara penanganan

kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses

formal dengan atau tanpa syarat kepada suatu proses informal) dengan

maksud memberikan perlindungan hukum.

Dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak dalam Pasal 64 Ayat 1 yang menyatakan bahwa anak yang

berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana merupakan

kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Pada Pasal 64

Ayat 2 disebutkan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan

dengan hukum dilaksanakan melalui:

a. Perlakuan atas anak secara manusiawi dengan martabat dan hak-hak

anak

Dalam penanganan kasus perkara No Pol. A/LP/1933/XII/

2009/SPK.III ini tersangka mendapatkan perlakukan yang baik dan

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

manusia, sesuai dengan kondisinya yang masih tergolong anak.

Walaupun kondisi pelaku saat di tanggkap masih dalam keadaan

mabuk berat, tetapi penyidik tetap memberikan perlakukan yang baik

dan manusiawi, tanpa ada tekanan dan paksaan. Tersangka anak

ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat martabat

diri harus dinilai sebagai subyek, bukan sebagai obyek. Yang diperiksa

bukan pelaku tetapi perbuatan yang dilakukannyalah yang menjadi

obyek pemeriksaan.

b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini

Dalam penanganan kasus perkara No Pol. A/LP/1933/XII/

2009/SPK.III ini tersangka juga ditawarkan jasa penasehat hukum,

tetapi tersangka tidak memakai jasa penasehat hukum tersebut.

c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus

Dalam pelaksanaan penyidikan pada umumnya dilakukan di

tempat penyidikan umum, tetapi khusus penanganan anak atau

perempuan baik korban atau tersangka dilakukan di Ruang Pelayanan

Khusus. Ruang pemeriksaan ini dipergunakan untuk pemeriksaan baik

pelaku maupun korban pidana adalah perempuan maupun anak.

Demikian halnya dalam penanganan perkara No Pol. A/LP/1933/XII/

2009/SPK.III juga dilakukan pemeriksaan atau penyidikan di RPK

Polresta Surakarta.

d. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua

atau keluarga, dan

Dalam hal pemberian jaminan untuk mempertahankan

hubungan dengan orang tua atau keluarga, di Polrestas Surakarta

khususnya dalam penanganan kasus anak, selalu melibatkan keluarga

atau orang tua pelaku. Hal ini dilakukan guna membantu

mempermudah memperjalas duduk perkara sehingga dapat cepat

segera teratasi.

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

e. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan

untuk menghindari labelisasi.

Meskipun Undang-undang Perlindungan Anak belum

tersosialisasi ke seluruh kalangan, kesadaran masyarakat untuk

memenuhi hak-hak anak cukup tinggi. Masyarakat tidak rela jika

identitas anaknya yang berhadapan dengan hukum diungkap di media

massa, karena sadar akan menimbulkan dampak negatif bagi anak-

anak. Demikian halnya Polresta Surakarta juga memberikan

perlindungan terhadap persangka anak dari pemberitaan identitas

media massa ataupun labelisasi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hal

perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, pihak

Polresta Surakarta telah memenuhi ketentuan Undang-undang nomor 23

tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 64 Ayat (1) dan (2)

yang menyatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum dan anak

korban tindak pidana merupakan kewajiban dan tanggung jawab

pemerintah dan masyarakat.

B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Penghentian Penyidikan terhadap

Pelanggaran Pasal 2 Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang

Dilakukan Anak Kasus Perkara No Pol. A/LP/1933/XII/ 2009/SPK.III

Menurut undang-undang, penyidikan oleh kepolisian dapat dihentikan.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab penghentian penyidikan secara umum

antara lain:

1. Tidak diperoleh bukti yang cukup.

Artinya penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka

atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan

kesalahan tersangka jika diajukan ke depan pengadilan. Atas dasar inilah

kemudian penyidik berwenang menghentikan penyidikan.

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

2. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana.

Apabila dari hasil penyidikan dan pemeriksaan, penyidik berkesimpulan

bahwa apa yang disangkakan terhadap tersangka bukan merupakan

perbuatan yang melanggar hukum atau tindak kejahatan maka penyidik

berwenang menghentikan penyidikan.

3. Penghentian penyidikan demi hukum.

Penghentian atas dasar alasan demi hukum pada pokoknya sesuai dengan

alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana.

a. Asas nebis in idem. Yaitu seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua

kalinya atas dasar perbuatan yang sama, dimana atas perbuatan itu

telah diputus oleh pengadilan yang berwenang untuk itu dan

memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Apabila tersangkanya meninggal dunia.

c. Karena kadaluarsa. Tenggang waktu itu, menurut KUHP:

1) Lewat masa satu tahun terhadap sekalian pelanggaran dan bagi

kejahatan yang dilakukan dengan alat percetakan.

2) Lewat masa 6 tahun bagi tindak pidana yang dapat dihukum

dengan pidana denda, kurungan atau penjara, yang tidak lebih dari

hukuman penjara selama tiga tahun.

3) Lewat tenggang waktu 12 tahun bagi semua kejahatan yang

diancam dengan hukuman penjara lebih dari 3 tahun.

4) Lewat 18 tahun bagi semua kejahatan yang dapat diancam dengan

hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup.

5) Atau bagi orang yang pada waktu melakukan tindak pidana belum

mencapai umur 18 tahun, tenggang waktu kadaluarsa yang disebut

pada poin 1 sampai 4, dikurangi sehingga menjadi sepertiganya.

Adapun dalam kasus Sdr. WAHYU ARIANTA als KENCHU yang

telah dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan hasil pemeriksaan

kedapatan menyimpan, memiliki dan membawa senjata tajam jenis Pisau

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

pemotong daging, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang

Darurat No. 12 Tahun 1951, sehubungan dengan Laporan Polisi No. Pol:

A/LP/1933/XII/SPK.III, tanggal 23 Desember 2009. Dan tersangka

menerangkan bahwa senjata tajam jenis pisau pemotong daging dan rantai besi

sepanjang kurang lebih 1,5 m tersebut adalah milik temannya bernama BIMO

dan dipergunakan untuk keamanan dirinya sendiri dan belum pernah

menggunakan untuk kejahatan. Pada waktu membawa senjata tajam jenis

pisau pemotong daging tersebut tidak dilengkapi dengan surat ijin membawa

senjata tajam.

Berdasarkan keterangan di atas dengan berbagai pertimbangan dan

faktor, melihat kondisi tersangka masih tergolong anak yang masih

memerlukan bimbingan dan pengawasan orang tua. Berdasar kesepakatan dan

pernyataan dari pihak tersangka dan keluarga, maka penyidik menyatakan

menghentikan penyidikan karena tidak cukup bukti dan masih kategori anak.

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan atas beberapa uraian yang telah penulisan berikan pada

bab terdahulu, maka dapatlah ditarik suatu simpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan penyidikan, terlebih dulu dilakukan penyelidikan, untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.

Dengan diketahuinya bahwa telah terjadi suatu peristiwa tindak pidana

berdasarkan laporan dari penyelidik, maka penyidik segera melakukan

penyidikan guna mencari serta mengumpulkan barang bukti, yang dengan

barang bukti itu membuat terang tentang suatu tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan terhadap anak yang

melakukan tindak pidana didasarkan pada UU No. 3 Tahun 1997 dan

KUHAP. Dalam kasus yang diangkat dalam penelitian ini telah melanggar

Pasal 2 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yaitu menyimpan,

memiliki dan membawa senjata tajam jenis Pisau pemotong daging.

Dengan demikian polisi telah menemukan bukti permulaan yang cukup

untuk dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.

2. Faktor yang menyebabkan penghentian penyidikan yaitu meskipun

tersangka kedapatan bukti yang sah, akan tetapi barang bukti yang berupa

senjata tajam jenis pisau pemotong daging tersebut belum pernah

dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Menurut penulis, sebenarnya

perbuatan membawa senjata tajam jenis pisau pemotong daging tersebut

merupakan suatu tindak pidana, akan tetapi dalam hal ini polisi

menggunakan diskresi yaitu menyangkut kebijaksanaan untuk

pengambilan suatu keputusan pada situasi dan kondisi tertentu atas dasar

pertimbangan dan keyakinan pribadi seseorang.

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS TENTANG ... fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

B. Saran

1. Bagi Polisi melakukan pemeriksaan terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh anak dibawah umur, hendaknya Polisi sebagai penegak

hukum melakukan pendekatan secara kekeluargaan dan anak selama

dalam tahanan diberikan pengarahan dan bimbingan yang bermanfaat bagi

anak dikemudian hari.

2. Bagi orang tua, setelah mengetahui anaknya berperkara dengan hukum

hendaknya jangan langsung menyalahkan anak semata, akan tetapi

mengintropeksi diri berkenaan dengan pembinaan keluarga sehingga

nantinya menghasilkan jalan keluar yang terbaik bagi anak.

3. Masyarakat hendaknya turut berpartisipasi secara aktif untuk mendidik

generasi muda, misalnya dengan jalan turut serta membantu

pengembangan organisasi kepemudaan di daerah tempat tinggalnya.

4. Kepada anak yang telah atau sedang berperkara dengan hukum hendaknya

hal tersebut dijadikan pengalaman untuk melangkah dan menatap masa

depan yang lebih baik dan hendaknya jangan malu-malu untuk tetap

berpartisipasi dalam organisasi kepemudaan di daerah tempat tinggalnya.