dicari pemimpin berkarakter qur_ani.doc
TRANSCRIPT
Dicari! Pemimpin Berkarakter Qur’ani; Sosok Amanat, Idaman Umat
(Meneladani Kepemimpinan Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin sebagai Sosok Pemimpin Berkarakter Qur’ani)
Segala macam cara mulai dilakukan sejumlah partai politik untuk menggaet
massa di ajang pemilihan legislatif musim ini. Salah satunya yang dilakukan Partai
Hanura. Bermodal lagu yang bakal dijadikan ringtone, partai ini pun optimis dapat
meraih kemenangan di Pilpres 2014 mendatang. Peserta pemilu yang lain pun tidak
tinggal diam untuk menghadapi para pesaingnya.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie mengatakan untuk merespons
tajamnya persaingan politik, Golkar mengubah manajeman dan gaya kampanye partai.
Golkar akan meninggalkan gaya manajemen dan kampanye konvensional yang dinilai
sudah tidak pas lagi. Politisi yang akrab disapa Ical ini menjelaskan, dalam manajemen
gaya barunya, Golkar memakai panduan ideologi dan basis akademik. Bahkan,
pendekatan politik telah direvitalisasi dengan merubah gaya kampanye konvensional
menjadi kampanye permanen. (VIVAnews.com)
Berbagai upaya, bermacam cara serta gaya kampanye dilakukan masing-masing
partai untuk bisa mendapatkan kursi kekuasaan di Pemerintahan. Misalnya, belajar
kepada sosok yang dinilai berhasil mengambil hati rakyat, seperti Joko Widodo.
Cara berkampanye pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta,
Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama, dianggap telah memberikan warga contoh
baru dalam menjaring suara calon pemilih. Cara jitu ini layak diikuti oleh kalangan elite
partai politik atau calon presiden dalam Pemilihan Umum 2014. Koordinator Nasional
Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow mengatakan, cara kampanye dari Jokowi
dan Basuki atau Ahok itu telah menjadi kunci kemenangan kandidat yang diajukkan
oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya
tersebut. Cara kampanye itu berbeda dari cara-cara dari figur ataupun elite partai politik
sebelumnya. (Kompas.com)
Sementara itu, ketika cara sehat dinilai tetap kurang memberikan hasil yang
signifikan, para peserta pemilu tidak segan menggunakan cara kampanye yang tidak
sehat, yang dikenal dengan istilah kampanye hitam (black campaign) dan kampanye
negatif. Kampanye hitam yaitu menggunakan argumentasi yang tidak didasari pada
fakta dan realitas. Sedangkan kampanye negatif politisi menggunakan strategi
menyerang dengan didasari fakta dan realitas.
Kampanye hitam akan menghiasai kampanye Pilpres dan Pileg 2014. Isu SARA
dan korupsi akan menjadi bahan utama kampanye hitam. Direktur Eksekutif Lingkar
Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti memperkirakan, intensitas kampanye
hitam semakin tinggi setahun menjelang pemilu. Mulai tahun ini, kata dia, politisi dan
tim sukses mulai menerapkan kampanye hitam sebagai strategi menjatuhkan lawan
politik di Pemilu 2014. Ray membeberkan, kampanye hitam akan semakin intens terjadi
secara terbuka setelah partai politik menggumumkan Daftar Caleg Sementara (DCS)
bulan April mendatang. Setelah keluar DCS, para politisi yang menjadi caleg parpol
untuk kursi DPR dan DPRD akan mempersiapkan diri bersaing secara langsung di
daerah pemilihan (dapil). (http://www.rmol.co)
Itulah fakta calon pemimpin umat saat ini. Berlomba-lomba mempromosikan
diri untuk menduduki jabatan penguasa, mengumbar janji-janji manis merayu rakyat,
memberi uang suap untuk memperbanyak massa, saling serang dan menjatuhkan demi
memperebutkan kursi kekuasaan. Mereka ingin menjadi pemimpin di lembaga
pemerintahan bukan karena keinginan menjalankan amanah memberikan pelayanan
terhadap umat, namun ingin mengejar harta berlimpah, kedudukan, prestice, sebagai
asset dan mempermudah akses untuk mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya.
Uang, uang dan uang adalah tujuan mereka. Sehingga meskipun terpampang tulisan-
tulisan besar jargon mereka di baliho, spanduk atau papan kampanye yang menjanjikan
kesejahteraan umat, namun faktanya umat masih berada dalam kubangan problem yang
tak kunjung usai.
Kemiskinan, kemaksiatan, korupsi dan segala bentuk kejahatan masih merajalela
mewarnai kehidupan umat saat ini. Kondisi keterpurukan ini tentu saja sangat
berlawanan dengan kondisi pada masa kehidupan Rasulullah SAW dan para Khulafaur
Rasyidin. Kehidupan yang aman, nyaman serta teduh dengan naungan Islam.
Bagaimana sosok kepemimpinan beliau-beliau dalam urusan politik pemerintahan
sehingga menciptakan kondisi umat yang benar-benar tercukupi kebutuhannya dan
terselesaikan segala problematikanya? Karena makna politik itu sendiri adalah
pelayanan terhadap umat, sebuah amanat besar yang akan dimintai pertanggungjawaban
di akhirat kelak, dan bukan sekedar kekuasaan yang banyak diperebutkan orang
sekarang, maka seorang pemimpin umat harus memenuhi syarat agar bisa menjalankan
amanat, memberikan pelayanan maksimal terhadap umat dan
mempertanggungjawabkannya kepada Allah SWT.
Mencari Sosok Pemimpin Qur’ani
Pemimpin umat adalah orang yang mewakili umat dalam urusan pemerintahan
(kekuasaan) serta dalam menerapkan hukum-hukum syara’. Islam telah menjadikan
kekuasaan tersebut menjadi milik umat. Dalam hal ini berarti umat mewakilkan kepada
seseorang untuk melaksanakan urusan tersebut sebagai wakilnya. Bahkan, Allah juga
telah mewajibkan kepada umat untuk menerapkan hukum Islam secara keseluruhan.
Pemimpin berkarakter Qur’ani berarti memberikan pelayanan kepada umat serta
menjalankan amanatnya tersebut berdasarkan tuntunan Al Qur’an.
Seorang pemimpin umat yang berkarakter Qur’ani harus memenuhi tujuh syarat
agar dapat melaksanakan kewajibannya dalam melayani umat. Tujuh syarat tersebut
adalah syarat sahnya pengangkatan seorang pemimpin umat (syurutul in’iqad). Apabila
salah satu dari ketujuh syarat tersebut tidak terpenuhi, maka jabatan pemimpin umat
tidak dapat diberikan.
Pertama, muslim. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah, “Dan Allah
sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-
orang mukmin.” (QS. An Nisa’:141). Kedua, laki-laki. Hal ini berdasarkan pada hadist
yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah, “ Sungguh Allah SWT telah memberiku manfaat
dari kata-kata yang pernah kudengar dari Rasulullah SAW, pada saat perang Jamal,
setelah semula hampir saja aku mengikuti tentara Jamal (yang dipimpin Aisyah dengan
mengendarai unta) dan berperang di pihak mereka.” Lalu ia melanjutkan: “ketika
sampai berita kepada Rasulullah SAW, bahwa bangsa Persia telah mengangkat putri
Kisra sebagai ratu, maka beliau bersabda: “ Tidak akan pernah beruntung suatu kaum
yang menyerahkan kekuasaan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita.”
Ketiga, baligh. Berdasarkan riwayat dari Imam Abu Dawud dari Ali bin Abi
Thalib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Telah diangkat pena (tidak dibebankan
hukum) atas tiga orang : Anak kecil hingga mencapai akil baligh. Orang yang tidur
hingga bangun. Dan orang gila sampai akalnya kembali”.
Keempat, berakal. Berdasarkan sabda tersebut, tidak sah pula orang gila menjadi
pemimpin umat. Kelima, adil, yaitu orang yang konsisten dalam menjalankan agamanya
(bertakwa kepada Allah SWT). Sebagaimana firmannya, “ Hendaknya menjadi saksi
dua orang yang adil dari kamu sekalian.” (QS. At Thalaq: 2). Kedudukan pemimpin
umat tentu lebih tinggi dari seorang saksi. Karena itu, tentu lebih utama dia memiliki
syarat adil.
Keenam, merdeka. Seorang hamba sahaya tidak sah menjadi pemimpin umat,
karena dia adalah milik tuannya sehingga tidak berhak untuk mengatur umat, bahkan
terhadap dirinya sendiri. Ketujuh, mampu melaksanakan amanat mengemban urusan
umat berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah. Di samping ketujuh syarat ini, seorang
pemimpin umat hendaknya mengikuti sifat-sifat yang dimiliki oleh Sang teladan para
pemimpin umat, Rasulullah SAW, yaitu tabligh (menyampaikan), amanah (dapat
dipercaya), fathanah (cerdas) dan shiddiq (benar).
Sosok Teladan Pemimpin Qur’ani; Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin..
Telah kita ketahui bersama betapa luar biasa sosok kepemimpinan Rasulullah
SAW dalam melayani dan membimbing umatnya untuk senantiasa berjalan dalam
koridor syariat-Nya. Menyelesaikan segala problematika umat dengan solusi Islam.
Bahkan menjelang wafatnya, beliau masih memikirkan nasib umatnya. “Ummati,
ummati, ummati..” Sepeninggal beliau, kepemimpinan dilanjutkan oleh para Khulafaur
Rasyidin.
Khulafaur Rasyidin terdiri dari kata Khulafa’ dan Al Rasyidin, kata Khulafa’
mengandung pengertian: cerdik, pandai dan pengganti. Sedangkan kata, Al Rasyidin
mengandung pengertian: lurus, benar dan mendapat petunjuk. Pengertian Khulafaur
Rasyidin adalah “Pengganti yang cerdik dan benar serta para pemimpin pengganti
Rasulullah dalam urusan kehidupan kaum muslimin, yang sangat adil dan bijaksana,
pandai dan cerdik, dan dalam menjalankan tugasnya senantiasa pada jalur yang benar
serta mendapatkan hidayah dari Allah SWT.”
Para Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat orang sahabat Rasulullah yaitu Abu
Bakar ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dalam
pemerintahannya mereka berjuang untuk agama Islam. Mereka tidak pernah
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadinya atau untuk mengeruk harta.
Mereka adalah pemimpin yang amanat dalam melayani urusan umat. Mereka mau
menerima dan mengemban kekuasaan, bukan untuk mengharapkan sesuatu yang akan
menguntungkan pribadinya, namun semata-mata karena pengabdiannya terhadap Islam
dan mencari keridhaan Allah SWT.
Kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq
Abu Bakar Ash Shiddiq dibaiat oleh umat untuk menjadi pemimpin pengganti
Rasulullah yang pertama. Pada awalnya Abu bakar sendiri merasa keberatan, kemudian
Umar ibn Khattab memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti
oleh sahabat Abu Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh seluruh
sahabat baik kaum Muhajirin maupun Anshor.
Kemudian beliau berpidato, “Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk
mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu, maka
jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat
salah, maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah,
sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah
aku pandang kuat, sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah
kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan RasulNya., tetapi bilamana aku
tidak mentaati Allah dan rasulNya, kamu tidak perlu mentaatiku.” (H.Munawir
Sjadzali, M.A.1993:25 )
Umar bin Khattab
Beliau seorang yang adil dan jujur. Pada masa pemerintahannya negara menjadi
aman. Beliau mengangkat dewan hakim dan badan permusyawaratan para sahabat.
Beliau mengadakan perbaikan jalan umum, memberi santunan anak yatim, orang tua
dan wanita menyusui. Khalifah Umar bahkan menggendong gandum sendiri untuk
diberikan kepada keluarga miskin yang tengah kelaparan. Beliau juga berhasil
menaklukkan beberapa Negara ke dalam Islam seperti Damaskus, Persia dan Mesir,
juga membebaskan Baitul Maqdis.
Ustman bin Affan
Mengetahui visi dan misi Ustman bin Affan dalam melanjutkan
kepemimpinannya, dapat dilihat dari isi pidato beliau setelah dilantik atau dibai’at
menjadi pemimpin ketiga negara Madinah, sebagai berikut. “Sesungguhnya kamu
sekalian berada dalam negeri yang tidak kekal dan dalam pemerintahan yang selalu
berganti. Maka bergegaslah kamu berbuat baik menurut kemampuan kamu untuk
menyongsong waktu akhir kamu. Maka sampailah waktunya untuk saya berkhidmat
kepada kamu setiap saat. Ingatlah sesungguhnya dunia ini diliputi kepalsuan maka
janganlah kamu dipermainkan kehidupan dunia dan janganlah kepalsuan
mempermainkan kamu terhadap Allah. Beriktibarlah kamu dengan orang yang telah
lalu, kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan melupakannya, karena
sesungguhnya masa ini tidak akan melupakan kamu. Dimanakah di dunia ini terdapat
pemerintahan yang bertahan lama? Jauhkanlah dunia sebagaimana Allah
memerintahkannya, tuntutlah akhirat. Sesungguhnya Allah telah memberikannya
sebagai tempat yang lebih baik bagi kamu. Allah berfirman, ‘Dan berilah
perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan
yang kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di
muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh
angin. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S AL-Kahfi : 45)”
Khatimah
Menjadi seorang pemimpin umat berkarakter Qur’ani merupakan sebuah amanah besar
dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Berkecimpung dalam urusan pemerintahan
atau berpolitik hakikatnya adalah memberikan pelayanan kepada umat. Bukan sekedar kontrak
sosial dengan masyarakat, apalagi kedudukan atau jabatan prestice. Sosok pemimpin
berkarakter Qur’ani yang amanat telah dicontohkan Rasulullah serta Khulafaur Rasyidin dalam
mengemban tugas sebagai pelayan umat. Mereka juga tidak pernah meminta jabatan tersebut,
namun memang diminta atau dibaiat oleh umat.
Rasulullah berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau
menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan
menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu
akan ditolong mengatasinya”. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Semoga suatu saat kita benar-benar memiliki seorang pemimpin berkarakter
Qur’ani yang amanat, yang menjabat untuk melayani umat, mengajak mereka untuk taat
pada syariat agar selamat dunia akhirat. Wallahu a’lam bisshowab