diare.pdf

45
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diare 2.1.1. Definisi Diare Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair. (Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1998).Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah. (Aziz, 2006).Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah,2002).Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003). Jadi diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer. 2.1.2. Klasifikasi Diare Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari :

Upload: dianintanpandini

Post on 15-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Konsep diare

    2.1.1. Definisi Diare

    Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi

    yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair.

    (Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1998).Diare merupakan suatu keadaan

    pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan

    peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada

    neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah. (Aziz, 2006).Diare

    dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam

    kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih

    perhari. (Ramaiah,2002).Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada

    sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah,

    2003). Jadi diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali

    sehari dengan konsistensi tinja yang encer.

    2.1.2. Klasifikasi Diare

    Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari :

  • a. Diare akut

    Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan

    konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya

    dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.

    Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung

    kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari.

    Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi

    penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1)

    Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan

    yang hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang,

    apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare

    dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%.

    b. Diare persisten

    Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan

    kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

    c. Diare kronik

    Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan

    penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau

    gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30

    hari. Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat

    menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.

  • 2.1.3. Etiologi

    Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

    a. Faktor Infeksi

    1. Infeksi enteral

    Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan

    penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a)

    Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,

    Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus

    (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus,

    Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris,

    Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica,

    Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).

    2. Infeksi parenteral

    Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat

    pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis,

    Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama

    terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

    b. Faktor Malabsorbsi

    1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan

    sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).

    Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi

    laktrosa.

  • 2. Malabsorbsi lemak

    3. Malabsorbsi protein

    c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

    d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat

    menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

    e. Faktor Pendidikan

    Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status

    pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan

    cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok

    ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa

    pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak

    balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat

    kesehatan yang diperoleh si anak.

    f. Faktor pekerjaan

    Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata

    mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang

    bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan

    dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus

    membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko

    lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.

  • g. Faktor umur balita

    Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita

    yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali

    dibanding anak umur 25-59 bulan.

    h. Faktor lingkungan

    Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang

    berbasisi lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih

    dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan

    perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar

    kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak

    sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat

    menimbulkan kejadian penyakit diare.

    i. Faktor Gizi

    Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh

    karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen

    utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang

    sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena

    dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu

    baik = 100-90, kurang =

  • keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk,

    tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan

    kesehatan.

    k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi

    Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air

    minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan

    berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada

    orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan

    kemulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan

    dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri

    Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota

    virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida

    albikan).

    l. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)

    Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama

    kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare

    lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan

    menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini

    memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare.

    Dalam ASI mengandung antibody yang dapat melindungi kita terhadap

    berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.

  • 2.1.4. Patogenesis

    Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

    a. Gangguan osmotik

    Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

    menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga

    terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus

    yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya

    sehingga timbul diare.

    Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan

    elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi

    usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara

    osmotic dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan

    hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan

    lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang

    diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air, dan elektronik akan pindah dari

    cairan ekstraseluler kedalam lumen usus sampai osmolaritas dari usus

    sama dengan cairan ekstraseluler dan darah,sehingga terjadi pula diare.

    b. Gangguan sekresi

    Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan

    terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan

    selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

    Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin,

  • menyebabkan villi gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi

    klorida disel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini

    menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus.

    Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya

    sehingga timbul diare.

    Diare mengakibatkan terjadinya: (1) Kehilangan air dan elektrolit serta

    gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik

    dan hypokalemia. (2) Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan

    hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa

    disertai dengan muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia

    dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak

    cepat diobati penderita dapat meninggal. (3) Gangguan gizi yang terjadi

    akibat keluarnya cairan yang berlebihan karena diare dan muntah.

    Kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan karena

    takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap

    diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan sering terjadi

    pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan

    gagal bertambah berat badan, sehingga akibat hipoglikemia dapat terjadi

    edema otak yang dapat menyebabkan kejang dan koma (Suharyono,

    2008).

  • c. Gangguan motilitas usus

    Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus

    untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila

    peristaltic usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan

    yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

    Patogenesis diare akut adalah: (a) Masuknya jasad renik yang msih

    hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam

    lambung. (b) Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) didalam

    usus halus. (c) Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin Diaregenik).

    (d) Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan

    menimbulkan diare.

    Patogenesis Diare kronis: Lebih kompleks dan faktor-faktor yang

    menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi

    dan lain-lain.

    2.1.5. Patofisiologi

    Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus

    enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia,

    Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada sel-

    sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel,

    atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan

    gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa

  • kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang

    terkontaminasi.

    Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik

    (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam

    rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam

    rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu

    menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi

    air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus

    yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu

    sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan

    gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi

    (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.

    Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan

    air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan

    keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b)

    Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran

    bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.

    2.1.6. Manifestasi Klinis

    Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya

    meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja

    cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah

    menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah

  • sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam

    sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak

    dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau

    sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau

    akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah

    banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak.

    Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar

    menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

    Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi

    ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi

    menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Mansjoer, 2009)

    Table 2.1

    Penentuan Derajat Dehidrasi WHO

    No

    Tanda

    dan

    Gejala

    Dehidrasi

    Ringan

    Dehidrasi

    Sedang Dehidrasi Berat

    1 Keadaan

    Umum

    Sadar,

    gelisah, haus

    Gelisah,

    mengantuk

    Mengantuk, lemas,

    anggota gerak dingin,

    berkeringat, kebiruan,

    mungkin koma, tidak

    sadar.

    2 Denyut

    nadi

    Normal

    kurang dari

    120/menit

    Cepat dan

    lemah 120-

    140/menit

    Cepat, haus, kadang-

    kadang tak teraba,

    kurang dari 140/menit

    3 Pernafasan Normal

    Dalam,

    mungkin cepat Dalam dan cepat

    4 Ubun-

    ubun besar Normal Cekung

    Sangat cekung

  • No Tanda

    dan

    Gejala

    Dehidrasi

    Ringan

    Dehidrasi

    Sedang Dehidrasi Berat

    5 Kelopak

    mata Normal Cekung Sangat cekung

    6 Air mata Ada Tidak ada Sangat kering

    7 Selaput

    lendir Lembab Kering Sangat kering

    8 Elastisitas

    kulit

    Pada

    pencubitan

    kulit secara

    elastis

    kembali

    secara normal

    Lambat Sangat lambat (lebih

    dari 2 detik)

    9 Air seni

    warnanya

    tua

    Normal Berkurang Tidak kencing

    2.1.7. Epidemiologi

    Penyebab diare ditinjau dari host, agent dan environment, yang diuraikan

    sebagai berikut:

    a. Host

    Menurut Widjaja (2004), bahwa host yaitu diare lebih banyak terjadi

    pada balita, dimana daya tahan tubuh yang lemah/menurun system

    pencernaan dalam hal ini adalah lambung tidak dapat menghancurkan

    makanan dengan baik dan kuman tidak dapat dilumpuhkan dan betah

    tinggal di dalam lambung, sehingga mudah bagi kuman untuk

    menginfeksi saluran pencernaan. Jika terjadi hal demikian, akan timbul

    berbagai macam penyakit termasuk diare.

  • b. Agent

    Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas yang

    disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan

    faktor makanan. Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu

    infeksi kuman e.colli, salmonella, vibrio chorela (kolera) dan serangan

    bakteri lain yang jumlahnya berlebih dan patogenik (memanfaatkan

    kesempatan ketika kondisi lemah) pseudomonas. (Widjaja, 2004).

    c. Environment

    Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi

    antara penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat dibagi

    menjadi dua bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora dan fauna

    disekitar manusia) yang bersifat biotik: mikroorganisme penyebab

    penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan), vector

    pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang pembawa sumber bahan

    makanan, obat, dan lainnya. Dan juga lingkungan fisik, yang bersifat

    abiotic: yaitu udara, keadaan tanah, geografi, air dan zat kimia. Keadaaan

    lingkungan yang sehat dapat ditunjang oleh sanitasi lingkungan yang

    memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan masyarakat untuk Perilaku

    Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pencemaran lingkungan sangat

    mempengaruhi perkembangan agent yang berdampak pada host

    (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai macam penyakit,

    termasuk diare.

  • 2.1.8. Cara Penularan

    Menurut junadi, purnawan dkk, (2002), bahwa penularan penyakit diare

    pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena: (1) Menelan

    makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air). (2) Beberapa faktor

    yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut : (a) Tidak memadainya

    penyediaan air bersih, (b) kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh

    tinja, (c) penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya.Cara

    penularan penyakit diare adalah Air (water borne disease), makanan (food borne

    disease), dan susu (milk borne disease). Menurut Budiarto (2002) bahwa secara

    umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya

    penyakit diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban keluarga,

    pembuangan sampah, pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih dan sehat,

    kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi, keracunan,

    imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Sedangkan menurut Sutono (2008)

    bahwa pada balita faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsic dan

    ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena

    balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada

    lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita

    tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita

    tidak dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak

    berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai

    faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan,

  • keadaan social ekonomi, keadaan social budaya, serta faktor lainnya. Untuk

    terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap

    air yang tercemar, system pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan

    tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan

    kemiskinan.

    2.1.9. Pencegahan Diare

    Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan

    anak balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti

    (2007), bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000

    kelahiran hidup. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan

    angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk

    dapat membuat vaksin secara baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan

    mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama kekebalan

    saluran pencernaan makanan.

    1. Pemberian ASI

    ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan

    tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap

    secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga

    pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang

    dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa dkk (2002), bahwa ASI

    adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi

    bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu

  • manapun. Tetapi pada pertengahan abad ke-18 berbagai pernyataan

    penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai modifikasi.

    Pada permulaan abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal susu

    kaleng yang berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril

    berbeda dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan

    dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor.

    Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa

    menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan

    organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan ini disebut

    disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009), bahwa bayi-bayi harus

    disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6 bulan

    dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan

    dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat

    preventif secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain

    yang dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.

    Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya

    lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang

    disertai dengan susu botol.

    2. Makanan pendamping ASI

    Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap

    mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk

    (2002) bahwa pda masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi

  • bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat

    menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain

    yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping

    ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana

    makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu menurut Shulman dkk

    (2004) bahwa ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara

    pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu (1)

    perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi

    teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak

    berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari),

    setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak

    dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin. (2)

    Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian

    untuk energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-

    kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam

    makanannya. (3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan

    menyuapi anak, suapi anak dengan sendok yang bersih. (4) Masak atau

    rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin

    dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

    3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

    Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa untuk melakukan

    pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara

  • lain adalah (1) penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya

    adalah apakah sudah ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali

    setahun, (2) Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang, (3) Air

    bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk keperluan

    sehari-hari, (4) Jamban keluarga, keluarga buang air besar dijamban/WC

    yang memenuhi syarat kesehatan, (5) Air yang diminum dimasak terlebih

    dahulu, (6) Mandi menggunakan sabun mandi, (7) Selalu cuci tangan

    sebelum makan dengan menggunakan sabun, (8) Pencucian peralatan

    menggunakan sabun, (9) Limbah, (10) Terhadap faktor bibit penyakit

    yaitu (a) Membrantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati

    penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit, (b)

    Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik ditempat umum maupun

    dilingkungan rumah, (c) Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat

    memperbaiki dan memelihara kesehatan, (d) Terhadap faktor lingkungan,

    mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup sehingga faktor-

    faktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak

    membahayakan kesehatan manusia.

    2.1.10. Penatalaksaan

    Prinsip penatalaksanaan diare menurut RI antara lain dengan rehidrasi,

    nutrisi, medikamentosa, (a) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan

    dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama

    dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah

  • dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan

    ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang

    masih terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat

    masing-masing anak atau golongan umur, (b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan

    bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi.

    Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya,

    serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan

    persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral

    setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup energy dan protein,

    makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang

    mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering.

    Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai

    kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, (c)

    Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin,

    obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein,

    opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk

    prometazin dan kloropomazin.

    Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi

    menjadi tiga yaitu rencana pengobatan A, B, dan C yang diuraikan sebagai

    berikut:

  • a. Rencana pengobatan A

    Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa

    dehidrasi, meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila

    anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti

    oralit, makanan cair, air matang. Gunakanlah larutan untuk anak seperti

    dijelaskan dalam tabel berikut:

    Tabel 2.2

    kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur Umur

    (Tahun)

    3 jam pertama atau tidak haus

    atau sampai tidak gelisah lagi

    Selanjutnya tiap kali

    mencret

    5 6 Gelas 4 Gelas

    b. Rencana pengobatan B

    Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan

    sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB, berat badan

    anak tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:

    Tabel 2.3

    Jumlah Oralit yang diberikan pada 3 jam pertama Umur 5 tahun

    Jumlah oralit 300 600 1200

    Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu

    untuk meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan

    ASI, berikan juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali

  • anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C

    untuk melanjutkan.

    c. Rencana pengobatan C

    Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan

    derajat berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam.

    Jika keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam

    berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.

    2.1.11. Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:

    a. Pemeriksaan tinja

    b. Makroskopis dan mikroskopis

    c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest,

    bila diduga terdapat intoleransi gula.

    d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

    e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan

    menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan

    pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).

    f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

    g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan

    fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).

  • h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau

    parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada

    penderita diare kronik.

    2.1.12. Penanganan Diare

    Hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan diare adalah

    masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak

    segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-anak. Bagi

    penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu

    dibantu dengan cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam

    menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan kembali

    (refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat kurang karena

    akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui

    tinja atau muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008).

    2.1.13. Komplikasi

    Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat

    terjadi berbagai macam komplikasi seperti:

    a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).

    b. Renjatan hipovolemik

    c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

    bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).

    d. Hipoglikemia.

  • e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase

    karena kerusakan vili mukosa usus halus.

    f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

    g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga

    mengalami kelaparan.

    2.2. Konsep Balita

    Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik

    pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan

    BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4x pada

    umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan BB

    kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir.

    (Soetjiningsih, 2001).

    Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah lima

    tahun. Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita merupakan

    kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA (Kesehatan Ibu dan

    Anak) di lingkup Dinas Kesehatan. Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh

    dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode

    tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan

    dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan

    berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan

    sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (supartini,

    2004).

  • Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai balita, merupakan salah

    satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita

    dimulai dari satu sampai dengan lima tahun, atau bisa digunakan perhitungan

    bulan yaitu usia 12-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia

    prasekolah (Wikipedia, 2009). sebagai berikut:

    a. Perkembangan fisik

    Di awal balita, pertambahan berat badan Balita merupakan singkatan

    bawah lima tahun, satu periode usia manusia dengan rentang usia dua

    hingga lima tahun, ada juga yang menyebut dengan periode usia

    prasekolah. Pada fase ini anak berkembang dengan sangat pesat

    (Choirunisa, 2009 : 10). Pada periode ini, balita memiliki ciri khas

    perkembangan menurun disebabkan banyaknya energi untuk bergerak.

    b. Perkembangan Psikologi

    Dari sisi psikomotor, balita mulai terampil dalam pergerakannya

    (lokomotion), seperti berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit,

    menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola keseimbangan

    tubuh dan mempertahankan rentang atensi. Pada akhir periode balita

    kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih seperti meronce,

    menulis, menggambar, menggunakan gerakan pincer yaitu memegang

    benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari seperti

    memegang alat tulis atau mencubit serta memegang sendok dan

    menyuapkan makanan kemulutnya, mengikat tali sepatu. Dari sisi

  • kognitif, pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg. Kemampuan

    bahasa balita tumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita yaitu usia

    dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun

    telah menjadi diatas 1000 kosa kata. Pada usia tiga tahun balita mulai

    berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai

    mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya (Choirunisa, 2009 : 10).

    c. Komunikasi pada balita

    Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia dibawah 3 tahun atau

    todler) sangat egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai perasaan takut

    pada ketidaktahuannya sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang

    akan terjadi pada dirinya.

    Aspek bahasa, anak belum mampu berbicara secara fasih, oleh karena

    itu, saat menjelaskan, gunakan kata yang sederhana, singkat, dan gunakan

    istilah yang dikenalnya. Posisi tubuh yang baik saat berbicara pada anak

    adalah jongkok, duduk di kursi kecil, atau berlutut sehingga pandangan

    mata kita akan sejajar dengannya. Satu hal yang akan mendorong anak

    untuk meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi adalah dengan

    memberikan pujian atas apa yang telah dicapainya atau ditunjukkannya

    terhadap orang tuanya (Supartini, 2004).

  • 2.3. Tinjauan Umum Tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan

    Kejadian Diare Akut Pada Balita

    Faktor-faktor yang berhubungan yaitu

    a. Faktor lingkungan

    Sejak pertengahan abad ke-15 para ahli kedokteran telah menyebutkan

    bahwa tingkat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

    Menurut model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat

    beroperasinya faktor agen, host dan lingkungan. Menurut model roda

    timbulnya penyakit sangat tergantung dari lingkungan (Mukono, 1995).

    Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat penting terhadap

    timbulnya berbagai penyakit tertentu, sehingga untuk memberantas

    penyakit menular diperlukan upaya perbaikan lingkungan (Trisnanta,

    1995). Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya

    tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit

    (Slamet, 1994). Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, kholera, campak,

    demam berdarah dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis,

    tifus dan lain-lain yang dapat ditelusuri determinan-determinan

    lingkungannya (Noerolandra, 1999).

    Salah satu penyebab diare adalah faktor lingkungan dimana

    terdapatnya air dan makanan yang tidak sehat sehingga menimbulkan

    diare. Sumber dari pencemaran air biasanya kotoran dalam air bekas

    cucian atau bekas mandi atau kurangnya kakus yang baik. Air yang

  • diperoleh dari perusahaan air minum negara maupun air bersih karena

    diawasi terus menerus. Tetapi jika sumber air milik kita sendiri misalnya

    sumur dilingkungan rumah atau aliran air yang lewat didekat rumah

    biasanya mudah tercemar. Penyebab melalui air atau makanan dari orang

    keorang atau kontak langsung dari tinja dapat menyebabkan timbulnya

    diare selain faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi penularan

    diantaranya air bersih, fasilitas sanitasi dan kebiasaan yang tidak sehat.

    Pada faktor lingkungan ini meliputi:

    a. Sumber air

    Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan

    hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk

    keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang

    lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan

    per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air

    sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam

    penularan beberapa penyakit menular termasuk diare.

    Sumber air yang digunakan masyarakat adalah air permukaaan

    yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung

    kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam.

    Syarat air minum ditentukan oleh syarat fisik, kimia dan

    bakteriologis. Syarat fisik yakni, air tidak berwarna, tidak berasa,

    tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara

  • sehingga terasa nyaman. Syarat kimia yakni, air tidak mengandung

    zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan misalnya

    CO2, H2S, NH4. Syarat bakteriologis yakni, air tidak mengandung

    bakteri E. coli yang melampaui batas yang ditentukan, kurang dari

    setiap 100 cc air. Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi

    air minum. Sumber-sumber air ini antara lain : air hujan, mata air,

    air sumur dangkal, air sumur dalam, air sungai & danau.

    Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil

    dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air

    bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit 10

    meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang

    bersih dan untuk minum harus dimasak. Masyarakat yang

    terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita

    diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak

    mendapatkan air bersih.

    b. Tempat pembuangan kotoran manusia (tinja)

    Kotoran manusia / tinja adalah semua benda atau zat yang tidak

    dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh

    seperti tinja, air seni dan CO2. Pembuangan tinja merupakan bagian

    penting dari kesehatan lingkungan. pembuangan tinja yang tidak

    tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu

    yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Masalah

  • pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok karena

    kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang

    multikompleks. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja

    manusia antara lain : tipus, diare, disentri, kolera, bermacam-

    macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang, pita,

    schistosomiasis.

    Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat jamban

    dan keluarga harus membuang air besar dijamban. Jamban harus

    dijaga dengan mencucinya dengan teratur, jika tidak ada jamban

    maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah,

    jalan, dan daerah anak bermain dan paling kurang 10 meter dari air

    bersih. Untuk menjaga kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka

    pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu

    jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat

    kesehatan tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air

    permukaan, tidak mengotori air tanah, kotoran tidak boleh terbuka

    sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur atau

    berkembang biak, kakus harus terlindung atau tertutup,

    pembuatannya mudah dan murah (Notoatmodjo, 2003). Tempat

    pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

    meningkatkan resiko terjadinya diare berdarah pada anak balita

    sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai

  • kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi

    (Wibowo, 2003). Menurut hasil penelitian Irianto, bahwa anak

    balita berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kasus)

    yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi

    dikota dan 7,2% didesa. Sedangkan keluarga yang menggunakan

    kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi dikota dan 8,9%

    didesa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang

    mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu

    17,0% dikota dan 12,7% didesa. Bangunan kakus yang memenuhi

    syarat kesehatan terdiri dari : rumah kakus, lantai kakus, sebaiknya

    semen, slab, closet tempat feses masuk, pit sumur penampungan

    feses atau cubluk, bidang resapan, bangunan jamban ditempatkan

    pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan

    bau, disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.

    Jenis kakus antara lain (Notoatmodjo, 2003) : (a) Pit privy

    (cubluk), Lubang dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 m.

    Dinding diperkuat dengan batu-bata, hanya dapat dibuat di tanah

    atau dengan air tanah dalam. (b) Angsatrine, Closetnya berbentuk

    leher angsa sehingga selalu terisi air. Fungsinya sebagai sumbat

    sehingga bau busuk tidak keluar. (c) Bored hole latrine, Seperti

    cubluk, hanya ukurannya kecil, karena untuk sementara. Jika penuh

    dapat meluap sehingga mengotori air permukaan. (d) Overhung

  • latrine, Rumah kakusnya dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa

    dan lain-lain. Feses dapat mengotori air permukaan. (e) Jamban

    cempung, kakus ( Pit Latrine ), Jamban cemplung kurang sempurna

    karena tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Sehingga serangga

    mudah masuk dan berbau, dan jika musim hujan tiba maka jamban

    akan penuh oleh air. Dalamnya kakus 1,5-3 meter, jarak dari

    sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter. (f) Jamban

    empang ikan (fishpond latrine), Jamban ini dibangun di atas

    empang ikan. Di dalam sistem ini terjadi daur ulang, yakni tinja

    dapat dimakan ikan, ikan dimakan orang dan selanjutnya orang

    mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya.

    c. Pembuangan sampah

    Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai

    baik yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri.

    Jenis- jenis sampah antara lain, yakni sampah an-organik, adalah

    sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya:

    logam/besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah sampah

    yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa makanan,

    daun-daunan, buah-buahan. Cara pengolahan sampah antara lain

    sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2003).

  • 1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

    Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang

    terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak mudah

    rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar rumah.

    Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke

    tempat pembuangan akhir (TPA).

    2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah

    Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill),

    dibakar (Inceneration), dijadikan pupuk (Composting).

    d. Lingkungan Perumahan

    Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan

    keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat

    rumah yang sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya, luas bangunan

    rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut :

    (Notoatmodjo, 2003). (1) Ventilasi, Fungsi ventilasi adalah untuk

    menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar dan

    untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama

    bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari luas

    lantai rumah. (2) Cahaya, Rumah yang sehat memerlukan cahaya

    yang cukup, kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan

    rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga

    merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan

  • berkembangnya bibit penyakit. Penerangan yang cukup baik siang

    maupun malam 100-200 lux. (3) Luas bangun rumah, Luas

    bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3

    m2 untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan

    jumlah penghuni maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2,

    sehingga jika salah satu penghuni menderita penyakit infeksi maka

    akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lain. (4)

    Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat, Rumah yang sehat harus

    memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang cukup,

    pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah,

    fasilitas dapur, ruang berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak.

    e. Air Limbah

    Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah

    tangga, industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat

    yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam

    air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan

    menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan

    hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai

    penyakit terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya

    mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk,

    menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak

    sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan

  • lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia,

    karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).

    Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut

    diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah

    tersebut tidak mengkontaminasi sumber air minum, tidak

    mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air

    sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat

    berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena

    udara luar sehingga baunya tidak mengganggu.

    b. Faktor pengetahuan ibu

    Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seorang ibu merupakan

    faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan suatu rangsangan

    yang diperoleh. Pengalaman masa lalu akan menyebabkan terjadinya

    perbedaan dalam interpretasi, sebelum seseorang mengadobsi perilaku

    baru, harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut

    bagi dirinya atau keluarganya (Notoatmodjo, 2005).

    Pengetahuan dan sikap ibu sangat berpengaruh dalam terjadinya diare

    pada anak balita. Bila pengetahuan ibu baik, ibu akan mengetahui cara

    merawat anak yang menderita diare dirumah dan berobat atau merujuk

    kesarana kesehatan. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

    mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan berpengaruh terhadap

    praktik, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui perantara

  • sikap. Praktik seseorang dibentuk oleh interaksi individu dengan

    lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap

    objek. Dengan demikian, ibu yang kurang baik sikapnya dalam

    penatalaksanaan diare tidak mendukung praktik ibu dalam

    penatalaksanaan diare.

    Pada faktor Pengetahuan ibu ini meliputi:

    a. Umur

    Semakin lanjut usia seseorang semakin meningkat pula

    kedewasaan tehnisnya, demikian pula psikologis serta menunjukan

    kematangan jiwa. Usia yang semakin meningkat akan meningkat

    pula kebijaksanaan kemampuan seseorang dalam mengambil

    keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi, dan bertoleransi

    terhadap pandangan orang lain, sehingga berpengaruh terhadap

    peningkatan motivasinya.

    b. Pendidikan

    Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan

    kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya didalam

    masyarakat dimana ia hidup, proses sosial dimana orang

    dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol

    (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat

    memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan

    kemampuan individu yang optimum (Ihsan, 1997). Tingginya angka

  • kesakitan dan kematian karena diare di Indonesia disebabkan oleh

    faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi,

    kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku

    masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung

    mempengaruhi keadaan penyakit diare (Depkes RI, 1995).

    Hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok ibu dengan tingkat

    pendidikan SLTP keatas, mempunyai kemungkinan 1,6 kali lebih

    baik dalam memberikan cairan rehidrasi pada balita, bila

    dibandingkan dengan kelompok ibu yang tingkat pendidikannya SD

    kebawah. Penelitian Wibowo dkk (2002), menunjukan bahwa

    23,8% kejadian diare pada anak balita yang ibunya memiliki tingkat

    pengetahuan tentang diare dengan kategori kurang. Berdasarkan

    tingkat pendidikan ibu, balita yang memiliki ibu dengan pendidikan

    rendah (SLTA bawah) lebih berisiko menderita diare daripada

    balita dengan ibu berpendidikan tinggi.

    c. Kebiasaan ibu mencuci tangan

    Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya

    berkaitan dengan penerapan peilaku hidup bersih dan sehat.

    Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui

    jalur oral . kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air

    atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme

    patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini,

  • tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak

    bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk

    ketubuh manusia.

    Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat

    berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi

    pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi

    masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut.

    Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku sangat

    penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan

    diterapakan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak,

    sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum

    menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang

    berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu,

    cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja

    anak. Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare

    dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) diturki, orang tua yang tidak

    mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak

    mempunyai risiko lebih besar terkena diare dan juga mendapatkan

    adanya hubungan antara kebiasaan mencuci tangan ibu dengan

    kejadian diare pada balita dan anak.

  • c. Faktor sosial ekonomi masyarakat

    Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu tingkat kekurangan materi

    pada sejumlah orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum

    berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan bukan semata-

    mata kekurangan dalam ukuran ekonomi, tapi juga melibatkan

    kekurangan dalam ukuran kebudayaan dan kejiwaan (Suburratno, 2004).

    Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak.

    Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua untuk

    mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung

    memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga

    anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih

    tinggi untuk hampir semua penyakit. Frekuensi relatif anak dari orang tua

    yang berpenghasilan rendah 2 kali lebih besar menyebabkan berat badan

    lahir rendah (BBLR), 3 kali lebih tinggi resiko imunisasi terlambat dan 4

    kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak karena penyakit dibanding

    anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup. (Behrman, 1999). Untuk

    mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah harus memiliki informasi

    atau peta kemiskinan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan yang tepat

    dalam pengentasan kemiskinan ini, menentukan target penduduk miskin

    sehingga dapat memperbaiki posisi mereka, dan dapat mengevaluasi

    program-program yang berkenan dengan penanggulangan kemiskinan.

  • Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor

    penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari

    keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk,

    tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan

    kesehatan.

    Faktor sosial ekonomi masyarakat pada kejadian diare ini di pengaruhi

    oleh:

    a. Pekerjaan

    Menurut Khomsan (2004), permasalahan penyakit diawali

    masalah kesehatan berakar dari kemiskinan yang disebabkan oleh

    krisis ekonomi yang belum membaik. Permasalahan kesehatan

    dapat dikendalikan apabila angka kemiskinan dikurangi serta

    perlakuan yang adil pada perempuan bisa menjadi salah satu kunci

    pemecahan masalah kesehatan. Status sosial perempuan akan

    meningkat apabila mereka mempunyai posisi ekonomi yang baik.

    Hal ini juga disertai dengan mendapatkan pendidikan, dan

    kesehatan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Pekerjaan ayah dan

    ibu dapat dikategorikan sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta

    memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan ayah

    dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Kondisi ini

    mempengaruhi ibu dalam mengasuh anaknya, ibu yang bekerja

  • harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga

    mempunyai resiko lebih besar untuk terjadi diare (Giyantini, 2000).

    d. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi

    Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air

    minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan

    berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada

    orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke

    mulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan

    dan dapur.

    Faktor susunan makanan berpengaruh terhadap terjadinya diare

    disebabkan karena kemampuan usus untuk menghadapi kendala yang

    berupa:

    a. Antigen

    Susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog,

    sehingga dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi

    dimana kondisi kesehatan local usus belum sempurna sehingga

    terjadi molekul makro.

    b. Osmolaritas

    Susunan makanan baik berupa formula susu maupun makanan

    padat yang memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat

    menimbulkan diare.

  • c. Malabsorbsi

    Kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat, lemak,

    maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorbsi,

    maupun alergi sehingga terjadi diare pada balita maupun pada anak.

    d. Mekanik

    Kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara

    mekanik dapat merusak fungsi mukosa usus sehingga timbul diare.

    (Notoatmodjo, 2003)

  • 2.4. Kerangka Berfikir

    2.4.1. Kerangka Toeritis

    Faktor Infeksi :

    - Infeksi enteral

    (bakteri, virus,

    parasite).

    - Infeksi parenteral

    - Malabsorbsi

    (karbohidrat,

    lemak, dan

    protein).

    Faktor makanan :

    - Makanan

    basi.

    - Makanan

    beracun.

    - Alergi

    terhadap

    makanan.

    Faktor lingkungan :

    - Sumber air.

    - Tempat

    pembuangan

    tinja.

    - Pembuangan

    sampah.

    - Lingkungan

    perumahan.

    - Air limbah.

    Faktor

    pengetahuan ibu :

    - Umur

    - Pendidikan

    - Kebiasaan

    ibu

    mencuci

    tangan

    Faktor social

    ekonomi

    masyarakat :

    - Pekerjaan

    Faktor makanan dan

    minuman yang

    dikonsumsi :

    - Antigen

    - Osmolaritas

    - Malabsorbsi

    - Mekanik

    Diare balita

  • 2.4.2. Kerangka Konsep

    Bagan Kerangka konsep

    VARIEBEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

    Keterangan :

    = Variabel Independen

    = Variabel Dependen

    = Yang diteliti

    = Tidak diteliti

    LINGKUNGAN

    UMUR BALITA

    LAKTOSA (SUSU KALENG)

    PENGETAHUAN IBU

    STATUZ GIZI

    MAKANAN DAN

    MINUMAN YANG

    DIKONSUMSI

    SOSIAL EKONOMI

    MASYARAKAT

    KEJADIAN

    DIARE

  • 2.5. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ha:

    a. Lingkungan berhubungan dengan kejadian diare akut pada balita.

    b. Tingkat Pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian diare akut pada

    balita.

    c. Sosial ekonomi masyarakat berhubungan dengan kejadian diare akut pada

    balita.

    d. Makanan dan minuman yang dikonsumsi berhubungan dengan kejadian

    diare akut pada balita.