diabetes

25
Diabetes Melitus Welin Wahyudi 102010143 D-2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470 Email : [email protected] Pendahuluan 1-3 Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan keadaan hiperglikemik kronik yang banyak terjadi di daerah indonesia serta berbagai negara berkembang lainnya. 1,2 Penyakit diabetes melitus biasanya disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik yang mengakibatkan gangguan pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes melitus bukan merupakan suatu penyakit tunggal, teratpi merupakan sekelompok kelainan metabolik dengan ciri hiperglikemik. Karakteristik hiperglikemik yang terjadi yakni dikarenakan kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau kedua-duanya. 3 Diabetes melitus merupakan satu dari berbagai jenis penyakit degeneratif lainnya. Sehingga angka prevalensi penyakit ini meningkat pada banyak negara barat dan negara berkembang yang tata cara kehidupannya yang modern. 3 Penyakit ini terbagi dalam beberapa jenis yakni diabetes melitus type 1, diabetes Blok 21 – Metabolik Endokrin 2 1

Upload: welin

Post on 01-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Diabetes Melitus

Welin Wahyudi102010143D-2

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11470

Email : [email protected]

Pendahuluan1-3Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan keadaan hiperglikemik kronik yang banyak terjadi di daerah indonesia serta berbagai negara berkembang lainnya.1,2 Penyakit diabetes melitus biasanya disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik yang mengakibatkan gangguan pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes melitus bukan merupakan suatu penyakit tunggal, teratpi merupakan sekelompok kelainan metabolik dengan ciri hiperglikemik. Karakteristik hiperglikemik yang terjadi yakni dikarenakan kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau kedua-duanya.3Diabetes melitus merupakan satu dari berbagai jenis penyakit degeneratif lainnya. Sehingga angka prevalensi penyakit ini meningkat pada banyak negara barat dan negara berkembang yang tata cara kehidupannya yang modern.3 Penyakit ini terbagi dalam beberapa jenis yakni diabetes melitus type 1, diabetes melitus type 2, serta berbagai jenis diabetes melitus type lain. Penyakit ini memiliki gejala klinis yang khas yakni polifagia, polidipsi, poliuri. Selain ketiga gejala klinis tersebut, masih terdapat berbagai gejala klinis lainnya yang terbagi kedalam masing-masing jenis dari diabetes melitus tersebut.

Anamnesis4Anamnesis merupakan suatu langkah awal yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai gejala, keadaan pasien, serta kemungkinan jenis penyakit yang diderita. Pada anamnesis umumnya dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan yang dapat menyingkirkan differential diagnosis dan mengambil sebuah working diagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya diajukan ke pasien atau keluarga pasien umumnya : Menanyakan identitas pasien secara lengkap Menanyakan keluhan yang membuat pasien datang ke dokter Menanyakan gejala-gejala yang mungkin timbul untuk mendukung penyakit yang diderita (batuk, demam, nyeri kepala, sesak napas, alergi) Menanyakan tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan Menanyakan obat-obatan yang telah dikonsumsi bila ada, efek yang ditimbulkan Menanyakan apakah dulu pernah menderita penyakit serupa, atau menderita penyakit lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung. Menanyakan apakah keluarga ada yang menderita penyakit serupa Menanyakan keadan sosio-ekonomi, lingkungan tempat tinggal Menanyakan pasien merokok atau minum alkohol atau tidakUntuk melakukan pendiagnosaan terhadap suatu jenis penyakit maka dibutuhkan riwayat atau keadaan pasien secara rinci, untuk itu dalam melakukan anamnesis terhadap suatu gejala perlu ditanyakan dari awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor yang memperberat/memperingan serta hubungannya dengan keluhan-keluhan lain.Berdasarkan pada kasus, didapatkan hasil anamnesis berupa : Nama: remaja laki-laki 25 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Keluhan utama pasien : lemas 2 minggu lalu Keluhan tambahan : polifagia dan polidipsia

Diabetes mellitus ditandai oleh kenaikan kadar gula darah dan disebabkan oleh berkurangnya sekresi atau efektivitas kerja insulin. Keadaan ini sering ditemukan dan prevalensi diabetes mellitus tergantung insulin (insulin dependent diabetes mellitus,IDDM) adalah sebesar 0,5%, sedangkan prevalensi diabetes yang tidak tergantung insulin (non-insulin dependent diabetes mellitus, NIDDM) mendekati 2%.4 Pada anamnesis DM maka perlu diperhatikan keadaan pasien secara keseluruhan, pada umumnya pasien diabetes bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetic, koma hiperglikemik, disertai efek osmotic diuretic dari hiperglikemia (poliuria, polidipsia, nokturia), efek samping diabetes pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vascular perifer, neuropati perifer), atau komplikasi akibat meningkatnya kerentanan terhadap infeksi (misalnya ISK,ruam kandida). Keadaan ini juga bisa ditemukan secara tidak sengaja saat melakukan pemeriksaan darah atau urin.4

Ketoasidosis diabetikKeadaan ini bisa terjadi sebagai manifestasi pertama diabetes mellitus atau bisa juga terjadi pada pasien yang sudah diketahui mengidap diabetes mellitus. Onset gejala bisa bertahap mulai dari haus dan poliuria.4 Gejala lain diantaranya adalah sesak napas, nyeri abdomen,mengantuk, bingung atau bahkan koma. Mungkin terdapat gejala atau tanda penyakit yang memicu, seperti infeksi bakteri disertai demam, menggigil, dan sebagainya. Manifestasi serupa bisa timbul pada hiperglikemia non-ketotik tetapi tanpa tanda-tanda asidosis. Asidosis bisa terjadi pada paien diabetes akibat asidosis laktat ; tetapi jarang berhubungan dengan penggunaan metformin.

Hipoglikemia4Hipoglikemia umumnya terjadi pada pengidap diabetes akibat pemberian insulin atau obat-obat yang bersifat hipoglikemik, atau dalam keadaan kekurangan asupan kalori. Bisa juga terjadi pada alkoholik, adanya tumor yang mensekresi glukagon, malnutrisi, dan jarang terjadi, pada sepsis. Gejala hipoglikemia adalah rasa lapar, gelisah, ingin pingsan, takikardia, berkeringat, dan berbagai gejala neurologist mulai dari nyeri kepala, defisit neurologist, sampai koma. Pengenalan hipoglikemia dengan segera sangat penting agar pengobatan (glukosa intravena) bisa diberikan dan menghindarkan kerusakan neurologist yang ireversibel. Pada setiap pasien diabetes yang sakit berat dan pada pasien pasien koma atau mengantuk harus dilakukan pemeriksaan gula darah langsung ditempat tidur. Jika tidak ada fasilitas pemeriksaan gula darah, glukosa harus diberikan untuk menghindari kerusakan neurologist dari hipoglikemia potensial. Sebagian pengidap diabetes sudah akrab dengan gejala hipoglikemia dan bisa mengoreksinya dengan makan.

Pemeriksaan Fisik4Tindakan pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat keadaan awal pasien saat datang.Dalam pemeriksaan fisik terhadap pasien DM maka diperlukan perhatian khusus dalam melakukan pemeriksaan, selain itu juga dibutuhkan ketelitian dalam memeriksa keseluruhan berbagai tubuh pasien, sambil berusaha menanyakan keadaan pasien, agar tampak diketahui respon dari pasien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya :4 Apakah pasien sakit berat akut ? Apakah tercium bau keton ? Adakah tanda-tanda dehidrasi akibat hiperglikemia ,takikardia, hipotensi, hipotensi postural, membran mukosa kering, turgor kulit menurun? Apakah pasien mengantuk, bingung, atau koma ? Bagaiman suhu tubuh pasien?

Pemeriksaan bagian tubuh :4 Periksa sistem kardiovaskular : TD ? Adakah tanda-tanda gagal jantung? Periksa vaskularisasi perifer untuk : nadi teraba, bruit? Periksa kaki untuk : ulkus, selulitis, neuropati (sensasi raba halus), tusuk jarum, monofilament, rasa getar, rasa posisi sendi, refleks, dan neuropati otonom (TD postural, respons Valsalva). Periksa mata untuk ketajaman penglihatan dan respons pupil. Periksa setiap perubahan hipertensif. Periksa urin untuk : proteinuria, glukosa, keton.Pemeriksaan Penunjang1Pemeriksaan penunjang merupakan langkah pemriksaan yang dilakukan untuk menegakan suatu penyakit atau suatu langkah dalam pendiagnosaan suatu penyakit. Dalam pendiagnosaan suatu penyakit diabetes melitus harus harus disasarkan pada pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam pemeriksaan glukosa darah perlu diperhatikan berbagai hal, yakni asal bahan darah yang diambil untuk pemeriksaan serta cara pemeriksaan yang dilakukan. Untuk diagnosis penyakit diabetes melitus maka dianjurkan pemeriksaan glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah pemeriksaan adalah plasma vena serta dilakukan dalam laboratorium klinik. Selain dengan bahan pemeriksaan plasma vena, dapat juga digunakan bahan pemeriksaan bahan darah utuh (whole blood), vena, atau kapiler, dengan penyesuaian hasil yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh WHO.1 Dalam pemantauan glukosa darah, dapat dilakukan punksi darah kapiler. Perlu diperhatikan bahwa uji diagnostik diabetes melitus hanya dilakukan pada orang-orang dengan tanda/gejala diabetes melitus. Sedangkan pemeriksaan penyaring dapat dilakukan terhadap siapapun karena tujuan dari pemeriksaan penyaring ini adalah untk mengidentifikasi orang-orang yang tidak bergejala, namun memiliki angka resiko terjadinya diabetes melitus.Prekreni membagi alur diagnosis diabetes melitus menjadi 2 bagian, yakni :1 Positif menderita diabetes melitus hanya dengan sekali hasil pemeriksaan glukosa darah meningkat/abnormal, dengan adanya gejala khas DM yakni poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun tanpa sebab yang jelas Positif menderita diabetes melitus dengan 2 kali hasil pemeriksaan glukosa darah yang meningkat atau abnormal, apabila hanya ditemukan gejala tidak khas DM yakni lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulva.Diagnosis diabetes melitus dapat dilakukan dengan cara lain selain pemeriksaan glukosa darah biasa, pemeriksaan tersebut yakni pemeriksaan TTGO (test toleransi glukosa oral).1 Cara pemeriksaan TTGO ini yakni : 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan dan beraktifitas seperti biasa Puasa 8 jam sebelum pemeriksaan, boleh minum air putih tanpa gula Periksa konsentrasi glukosa darah puasa Pemberian glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), yang dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai waktu pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa Selama proses pemeriksaan subjek tetap beristirahat dan tidak merokok.

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Berdasarkan TTGO1Penilaian diagnostik pada penderita diabetes melitus, dengan gejala khas DM :3,5 Gula Darah Sewaktu Plasma Vena > 200mg/dL Gula Darah Puasa Plasma Vena > 126 mg/dLPasien tanpa gejala DM, terdiagnosa bila : Nilai kadar glukosa abnormal 1 kali, perlu 1 kali lagi nilai abnormal Kadar Glukosa darah 2jam post prandial Test toleransi glukosa >200mg/dL dengan 75 g dalam 250 ml air Working DiagnosisSkenario 7Seorang remaja laki-laki berusia 25 tahun datang ke dokter untuk berkonsultasi karena ia merasa sering lemas sejak 2 minggu yang lalu. Nafsu makannya juga dirasakan meningkat drastis akhir-akhir ini, disertai rasa haus yang berlebihan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU baik, TD = 120/80, HR = 88x/menit, RR = 16x/menit. GDS = 252 mg/dl

Pada kasus diatas dapat diduga bahwa seorang remaja laki-laki berusia 25 tahun tersebut diatas mengalami penyakit diabetes bentuk monogenik yakni MODY maturity onset diabetes of the young. Hal ini ditinjau dari gejala dan pemeriksaan yang menunjukan adanya ciri-ciri dari MODY yakni usia remaja tersebut yang masih tegolong muda, hasil gula darah sewaktu 252 mg/dl, serta keluhan polifagia dan polidipsi.

Differential DiagnosisDifferential diagnosis atau diagnosis banding untuk penyakit diabetes melitus type mody adalah diabetes melitus type 2 dan diabetes melitus type lain.

Diabetes melitus type 2DM type 2 merupakan penyakit DM yang sering ditemukan pada pasien dengan usia menengah atau manula. Penyebab penyakit ini umumnya diakibatkan oleh resistensi terhadap kerja insulin di jaringan perifer.3,6 Resistensi insulin merupakan keadaan berkurangnya kemampuan jaringan perifer untuk berespon terhadap kerja hormon insulin. DM type 2 merupakan jenis penyakit DM yang paling sering ditemukan karena peranannya dalam kerentanan genetik serta akibat dari sekumpulan cacat genetik. Apapun penyebabnya, semua tipe diabetes terjadi akibat defisiensi relative kerja insulin. Selain itu pada diabetes tipe 1 dan 2, kadar glukagon tampaknya meningkat abnormal. Rasio glukagon-insulin yang tinggi menciptakan keadaan yang dijumpai saat puasa dan menyebabkan terjadinya lingkungan super-puasa.7Gangguan metabolik yang terjadi bergantung pada derajat penurunan insulin. Kadar insulin yang lebih tinggi diperlukan untuk melawan efek glukagon di hati dan menghambat pengeluaran glukosa oleh hati. Penurunan ringan kerja insulin mula-mula bermanifestasi sebagai ketidakmampuan jaringan peka-insulin untuk mengurangi beban glukosa. Hal ini menimbulkan hiperglikemia pasca-makan (postprandial hyperglycemia). Individu ini, yaitu umumnya pengidap diabetes tipe 2 yang masih menghasilkan insulin tetapi mengalami peningkatan resistensi insulin, akan memperlihatkan gangguan uji toleransi glukosa. Namun kadar glukosa puasa tetap normal karena aktivitas insulin masih cukup untuk mengimbangi pengeluaran glukosa. Jika efek insulin semakin menurun, efek glukagon terhadap hati tidak mendapat perlawanan yang berati sehingga terjadi hiperglikemia pasca makan dan hiperglikemia puasa. Selain hiperglikemia puasa dan pasca makan, mereka juga mengalami ketosis karena pengurangan nyata insulin menyebabkan lipolisis simpanan lemak menjadi maksimal untuk menghasilkan substrat bagi ketogenesis di hati yang dipicu oleh glukagon.7Asam-asam lemak yang dibebaskan dari lipolisis, selain dimetabolisme oleh hati menjadi bahan-bahan keton, juga mengalami re-esterifikasi dan dikemas menjadi VLDL. Selain itu, defisiensi insulin menyebabkan penurunan lipoprotein lipase, yaitu enzim yng berperan dalam hidrolisis trigliserida VLDL sebagai persiapan untuk penyimpanan asam lemak di jaringan adipose sehingga pembersihan VLDL melambat. Karena itu, pada diabetes tipe 1 dan 2, dapat terjadi peningkatan produksi VLDL dan penurunan bersihannya.7Obesitas memiliki korelsi yang paling kuat. Korelasi obesitas dengan diabetes tipe 2 dan resistensi insulin menjadi kelainan yang mendasarinya. Risiko terjadinya diabetes meningkat sering indeks massa tubuh meningkat, dan keadaan ini menunjukkan korelasi dosis respon antara lemak tubuh dan resisten insulin. Kadar asam lemak bebas yang tinggi di dalam darah dan sel ini dapat mempengaruhi fungsi insulin (lipotoksisitas) dan sejumlah sitokin yang dilepaskan oleh jaringan adipose (adipokim). PPAR- (peroxisome proliferator-activated receptor gamma) yaitu suatu reseptor nucleus adiposity yang diaktifkan oleh kelas preparat antidiuretik baru dapat memodulasi ekspresi gen dalam adiposity dan hal ini akhirnya akan mengurangi resistensi insulin.3 Disfungsi sel- bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel- bersifat kualitatif (hilangnya pola sekresi insulin normal) maupun kuantitatif (berkurangnya massa sel-, degenarasi pulau Lnagerhans, dan pengendapan amiloid dalam pulau Langerhans).3Gejala klinis yang sering ada pada penderita DM type 2 ini adalah obesitas/kelebihan berat badan atau datang dalam keadaan komplikasi penyakit-penyakit lain yakni penyakit jantung iskemik, penyakit serebro-vaskular, gagal ginjal, ulkus pada kaki, gangguan penglihatan).penanganan terhadap pasien-pasien ini umumnya berupa pengaturan diet, pemberian obat hipoglikemik oral, serta pemberian insulin pada beberapa pasien dengan keadaan tertentu.

Diabetes melitus tipe lain1 Defek genetik kerja insulinResistensi insulin tipe A, I eprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabeteslipoatrofik Penyakit eksokrin pankreasPankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus EndokrinopatiAkromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma Karena obat atau zat kimiaVacor, pentamidin, asam mikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, aldosteronoma InfeksiRubella congenital, CMV Imunologi (jarang)Sindrom Stiffman, antibodi anti reseptor insulin Sindroma genetik lainSindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner, sindrom wolframs, ataksia friedreichs, chorea hungtington, sindrom laurence moon biedl distrofi mitonik, porfiria, sindrom prader willi

Etiologi3MODY (maturity onset diabetic of the young) merupakan suatu jenis penyakit diabetes genetik yang terjadi pada usia muda yang berkaitan dengan gangguan fungsi sel pankreas. Disfungsi sel bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia.3 Disfungsi sel bersifat kualitatif (hilangnya pola sekresi insulin normal yang berayun, dengan peningkatan glukosa plasma) maupun kuantitatif (berkurangnya masa sel , degenerasi pulau langerhans, dan pengendapan amiloid dalam pulau langerhans)

Epidemiologi1,3,5,7Diabetes melitus ini merupakan bagian dari jenis penyakit degeneratif. Penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan diabetes melitus meningkat sehubungan dengan banyaknya kontak dengan negara-negara barat, namun angka prevalensi peningkatan penyakit degeneratif ini dapat berkurang apabila kontak dengan negara barat berkurang serta masing adanya tata cara kehidupan tradisional seperti di daerah pedesaan. Penyakit diabetes melitus ini menurun pada daerah-daerah yang masih melakukan tata cara kehidupan tradisional, dengan pola makan yang baik dan teratur, namun beberapa negara yang memiliki kontak erat dengan negara barat dimana tata cara kehidupan modern dan pola makan yang tidak teratur dan lebih ke arah konsumsi makanan cepat saji maka prevalensi penyakit diabetes melitus ini akan meningkat. Konsumsi makanan tradisional (makanan banyak mengandung karbihidrat dan serat dari sayuran) telah mengalami pergeseran menjadi makanan kebarat-baratan yang banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan hanya mengandung sedikit serat. Serta tata cara hidup masyarakat modern yang hanya duduk di belakang meja dengan setumpuk aktivitas, menbuat kehidupannya kurang rekreasi dan olahraga. Dengan tata cara hidup yang seperti demikian maka prevalensi penyakit-penyakit degeneratif akan sangat meningkat, yakni penyakit jantung koroner, penyakit diabetes melitus, penyakit hipertensi akan dengan mudah diderita oleh masyarakat dengan pola hidup demikian. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular, namun aka prevalensi penyakit ini akan terus meningkat. Dengan keadaan demikian PBB/WHO telah menbuat suatu perkiraan tahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan 25 tahun kemudian yaitu pada tahun 2025, jumlah prevalensi tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang.1 Dalam penelitian diketahui bahwa angka prevalensi tertinggi dalam peningkatan penyakit ini terjadi pada negara-negara berkembang khususnya daerah asia tenggara. Peningkatan ini diakibatkan oleh peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan.

Patofisiologi3,5Maturity-Onset Diabetes of the young (MODY). Dua persen sampai 5% pasien diabetes tidak dapat secara jelas dimasukkan ke dalam denotipe diabetes tipe 1 atau tipe 2 dan dikatakan mengidap Maturity-onset diabetes of the young.3,5 Pada para pasien ini, terjadi defek primer di fungsi sel yang terjadi tanpa kerudakan sel dan produksi insulin.

Glukokinase l, yang diperkirakan berperan dalam MODY 2, mengkatalisis pemindahan fosfat dari ATP ke Glokosa yang merupakan reaksi pertama dan penentu kecepatan dalam metabolism glukosa. Glokokinase yang diekpresikan di sel pancreas mengontrol influx glukosa dengan mengendalikan pemasukannya ke dalam siklus glikolitik, yang akhirnya dapt menimbulkan sekresi insulin. Mutasi inaktifasi pada enzim ini meningkatkan ambang untuk pelepasan insulin sehingga derajat hiperglikemia hanya di sertai sekresi insulin yang rendah dan akhirnya terjadi peningkatan sedang glukosa darah. Pernah di laporkan mutasi aktifasi yang menyebabkan aktivitas enzim bergeser kearah yang berlawanan, berupa peningkatan sekresi insulin pada kadar glukosa yang lebih rendah sehingga terjadi keadaa hipoglikemia kronik dan hiperinsulinisme. Sisa 5 gen lainnya yang dapat menyebabkan munculnya MODY adalah factor transkripsi yang mengontrol ekspresi insulin di sel dan massa sel , IPF-1 juga berperan sentral dalam pembentukan pancreas. Selain heterogenitas klinis. Sebagian bentuk MODY (MODY 1, MODY 3, dan MODY 5) disebabkan adanya defek berat terhadap sekresi insulin selB disertai seluruh penyulit diabetes, sedangkan yang lain (MODY 2) Menyebabkan hipergelikemia kronik ringan yang biasanya tidak memburuk seiring dengan waktu.5

Hampir 50% pembawa mutasi glokokinase akan mengalami diabetes mellitus gestasional, yang didefinisikan sebagai timbulnya intoleransi glukosa yang pertama kali diketahui saat hamil 90. Sebaiknya, sekitar 5% wanita dengan diabetes mellitus gestasional dan anggota keluarga dekat yang dekat yang mengidap diabetes membawa mutasi digen glokokinase. Perlu ditekankan bahwa mutasi atau polimorfisme di 6 gen MODY yang tampaknya tidak berperan dalam timbulnya diabetes tipe 2 awitan lanjut (klasik) pada sebagian besar pasien.3,5

Gejala Klinis3,5MODY atau maturity onset diabetic of the young merupakan suatu defek primer pada fungsi sel yang terjadi tanpa kehilangan sel , mengenai transkripsi insulin atau masa sel .3,5 Dalam MODY terdapat 6 defek genetik yang telah diidentifikasikan.Kelainan-kelainan dari MODY yang terjadi yakni :3 MODY 1Hepatocyte nuclear factor 4 MODY 2Defek glukokinase MODY 3Hepatocyte nuclear factor 1 MODY 4Insulin promoter factor (IPF-1) MODY 5Hepatocyte nuclear factor 1 (HNF-1 ) MODY 6Neurogenic differentiation factor 1 (Neuro D1)Terdapat 2% sampai dengan 5% pengidap diabetes yang dapat tergolong ke dalam salah satu dari 6 kategori MODY tersebut. MODY ditandai oleh adanya pewarisan autosomal dominan sebagai defek monogenik dengan penetrasi tinggi. Penderita MODY umumnya terdapat dalam onset dini yakni sebelum usia 25 tahun sehingga hal ini berbeda dengan onset yang terjadi sesudah usia 40 tahun pada sebagian besar pasien dengan diagnosis diabetes type 2. Serta pada penderita MODY tidak ditemukan adanya obesitas.

Penatalaksanaan1Pengobatan non medika mentosa Terapi gizi medis (pengenalan jenis makanan serta kandungannya) Penghitungan jumlah kalori makan (IMT, kadar glukosa darah, aktifitas fisik) Latihan jasmani (frekuensi, intensitas, durasi, jenis)Pengobatan medikamentosaTerapi medika mentosa merupakan terapi obat-obatan yang diberikan ke pasien berupa obat-obatan hipoglikemik oral, seperti :1 Golongan insulin sensitizing Biguanid Glitazone Golongan sekretagok insulin Sulfonil urea Glinid Golongan penghambat alfa glukosidase Golongan incretin

Gambar 2. Obat Hipoglikemik Oral Yang Tersedia di Indonesia1

PencegahanDalam upaya pencegaha terhadap penyakit diabetes melitus, di perlukan suatu strategi yang efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga pada pencegahan penyakit menular. Ada 2 macam strategi untuk dijalankan antara lain :1 Pendekatan populasi masyarakat (population/community approach)Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah prilaku hidup masyarakat, yang dimaksut dari perubahan ini ialah dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya pencegahan ini sangat luas dan sulit, bukan hanya untuk pencegahan terhadap penyakit DM, namun juga merupakan upaya pencegahan terhadap berbagai jenis penyakit lainnya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama yang baik dari setiap lapisan masyarakat agar upaya ini dapat berjalan dengan baik. Pendekatan individu berisiko tinggiPencegahan ini bertujuan terutama untuk individu-individu yang berisiko untuk menderita diabetes pada suatu saat kelak. Individu-individu yang dimaksud adalah berumur >40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidermia.1 Pencegahan PrimerPencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Motto dari pencegahan ini adalah memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan primer. Pencegahan SekunderSasaran dari jenis pencegahan ini adalah masyarakat yang sudah menderita DM dan sudah berobat. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi prevalensi komplikasi yang akan timbul dari penyakit DM. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun.1 Selain itu kadar tekanan darah dan profil lipid harus dalam batas normal, cara penanganannya adalah dengan diet olah raga, tidak merokok dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin. Dalam pencegahan sekunder juga dibutuhkan pencegahan primer yang ditambahkan dengan tenaga profesional untuk membantu pengecekan berkala profil gula darah. Pencegahan TersierUpaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya termasuk ke dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap : Pencegahan komplikasi diabetes, yang pada consensus dimasukkan sebagai pencegahan sekunder Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringanDalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien dokter, serta dibantu oleh orang yang sudah dididik untuk keperluan itu yaitu penyuluh diabetes (diabetes educator).

KomplikasiPenyakit diabete melitus merupakan penyakit yang memiliki banyak komplikasi terhadap kerja beberapa organ tubuhn lainnya, yakni :3 PankreasTerdapat pengurangan jumlah serta besar pulau-pulau Langerhans (khususnya diabetes mellitus tipe 1), insulitis (infiltrasi limfosit yang berat di dalam serta sekitar pulau-pulau Langerhans) pada diabetes mellitus tipe 1 yang simptomatik, degranulasi sel- serta fibrosis pulau-pulau Langerhans dan pengendapan amiloid ekstrasel (protein amiloid) khususnya pada diabetes mellitus tipe 2 yang sudah berlangsung lama. Penyakit Makrovaskuler DiabetikAterosklerosis dipercepat pula aorta dan pembuluh arteri berukuran besar serta sedang meningkat resiko terjadinya infark miokard, stroke serebri, aneurisma aorta dan gangren pada ekstremitas bawah. Arteriolosklerosis hialin yaitu lesi vaskular yang menyertai hipertensi-lebih prevalen dan lebih berat pada pengidap diabetes. Mikroangiopati DiabetikSalah satu ciri morfologik yang paling konsisten pada diabetes adalah penebalan difus membrane basalis.3 Penebalan ini terlihat paling nyata pada pembuluh kapiler dalam kulit, otot skeletal, retina, glomerulus ginjal , dan medulla ginjal. Keadaan tersebut dapat mengenai struktur nonvaskuler seperti tubulus ginjal, kapsula Bowman, saraf perifer dan plasenta. Perlu diperhatikan sekalipun terjadi peningkatan ketebalan membrane basalis, pembuluh kapiler pada pasien diabetes lebih permeable (lebih mudah bocor) terhadap protein plasma ketimbang pembuluh kapiler orang normal. Mikroangiopati mendasari terjadinya nefropati diabetic dan beberapa bentuk neuropati. Nefropati DiabetikGinjal merupakan organ yang mengalami kerusakan paling berat pada pasien-pasien diabetes dan salah satu penyebab kematian diabetes yang utama adalah gagal ginjal. Kelainan glomerulus: sclerosis mesangial yang difus, glomerulosklerosis noduler (lesi Kimmelstiel-Wilson) atau lesi eksudatif yang mengakibatkan proteinuria progresif dan gagal ginjal kronik. Efek vaskuler: arteriosclerosis yang meliputi nefrosklerosis ringan dengan hipertensi Infeksi : infeksi saluran kemih dengan pielonefritis dan kadang-kadang papilitis nekrotikans Komplikasi Okular DiabetikRetinopati diabetik mengenai sebagian besar pasien diabetes. Retinopati nonproliferatif terdiri dari pendarahan intraretina serta preretina, eksudasi, edema, penebalan kapiler retina dan mikroaneurisma.3 Retinopati proliferatif merupakan proses neovaskularisasi dan fibrosis pada retina dengan kecenderungan yang tinggi untuk menimbulkan kebutaan. Neurotik DiabetikNeuropati perifer simetrik yang mengenai saraf motorik serta sensorik ekstremitas bawah disebabkan oleh jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf. Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual dan disfungsi usus serta kandung kemih. Kelainan neurologik yang bersifat fokal (mononeuropati diabetic) paling besar kemungkinannya disebabkan oleh mikroangiopati.

Prognosis1,3,5Prognosis pengobatan diabetes ini baik dengan penanganan yang baik dan aturan cara hidup sehat yang benar. Dengan dibantu oleh obat-obat hipoglikemik oral ataupun insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah agar tetap berada dalam keadaan seimbang. Namun dalam penanganan terhadap penyakit diabetes melitus dibutuhkan kesabaran dan kedisiplinan karena pengobatan terhadap penyakit ini merupakan pengobatana jangka panjang yang butuh perhatian.

KesimpulanPenyakit diabetes melitus merupakan jenis penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah diatas batas normal. Sedangkan MODY merupakan suatu penyakit diabetes yang umumnya terjadi pada usia muda yang diakibatkan oleh gangguan fungsi sel pankreas.3 Penyakit ini disebabkan oleh genetik, dan merupakan bagian dari penyakit diabetes.

Daftar pustaka1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing, 2009. h.1873-95.2. Davey P. At a glance medicine. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga, 2005. h.266-9.3. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC, 2008. h.670-9.4. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EGC; 2003. h.138-9.5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC, 2009. h.1220-2.6. Rubenstein D, Wayne D, Bradley D. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005. h.177-84.7. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit: pengantar menuju kedokteran klinis. Edisi ke-5. Jakarta: EGC, 2010. h.566-84.

Blok 21 Metabolik Endokrin 2 11

PBL Blok 19 Cardiovascular System 2 17