dfffs

45
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang mengalami peningkatan insidensi dan prevalensi dalam beberapa dekade terakhir 1 . Gagal jantung juga telah menjadi penyebab kesakitan dan kematian paling banyak di seluruh dunia 2 . Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis kompleks yang terjadi akibat gangguan jantung baik secara fungsional maupun secara struktural yang mengganggu kemampuan ventrikel dalam mengisi dan memompakan darah 3 . Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti penyakit jantung koroner, miokard infark, hipertensi, diabetes, penyakit katup, non-iskemik kardiomiopati, miokarditis, remodeling ruang jantung akibat aritmia kronis (seperti atrial fibrilasi), alkohol, obesitas, dan penyakit jantung bawaan 4 . Akan tetapi, penyebab tersering dari gagal jantung adalah penyakit jantung koroner dan hipertensi 5 . Gagal jantung mempengaruhi sekitar 5 ribu orang di Amerika Serikat dan lebih dari 500.000 kasus baru dilaporkan setiap harinya. Jumlah orang yang meninggal akibat gagal jantung sekitar 300.000 setiap harinya. Gagal jantung merupakan penyakit yang menyerang orang

Upload: ana-frasc

Post on 02-Feb-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fadfds

TRANSCRIPT

Page 1: dfffs

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang mengalami

peningkatan insidensi dan prevalensi dalam beberapa dekade terakhir1. Gagal

jantung juga telah menjadi penyebab kesakitan dan kematian paling banyak di

seluruh dunia2. Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis kompleks yang

terjadi akibat gangguan jantung baik secara fungsional maupun secara struktural

yang mengganggu kemampuan ventrikel dalam mengisi dan memompakan darah3.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti penyakit jantung

koroner, miokard infark, hipertensi, diabetes, penyakit katup, non-iskemik

kardiomiopati, miokarditis, remodeling ruang jantung akibat aritmia kronis

(seperti atrial fibrilasi), alkohol, obesitas, dan penyakit jantung bawaan4. Akan

tetapi, penyebab tersering dari gagal jantung adalah penyakit jantung koroner dan

hipertensi5.

Gagal jantung mempengaruhi sekitar 5 ribu orang di Amerika Serikat dan

lebih dari 500.000 kasus baru dilaporkan setiap harinya. Jumlah orang yang

meninggal akibat gagal jantung sekitar 300.000 setiap harinya. Gagal jantung

merupakan penyakit yang menyerang orang yang berusia tua dengan prevalensi

sekita 1% pada orang yang berusia dibawah 50 tahun dan 10% pada orang yang

berusia diatas 80 tahun. Dan sekitar 80% pasien yang dirawat di rumah sakit

dengan gagal jantung berusia diatas 65 tahun5. Di Indonesia, prevalensi gagal

jantung pada tahun 2013 sekitar 229.696 penduduk. Dan di Provinsi Sumatera

Utara, prevalensi gagal jantung pada tahun 2013 sekitar 11.622 penduduk6.

Gagal jantung merupakan penyakit yang bersifat progresif dan memiliki

prognosis yang cukup buruk. Sekitar 30% - 40% pasien yang didiagnosa dengan

gagal jantung akan meninggal dalam waktu satu tahun5. Oleh karena itu

diperlukan pemeriksaan dan deteksi dari manifestasi klinis yang baik sehingga

kualitas hidup penderita gagal jantung dapat ditingkatkan.

Page 2: dfffs

2

1.2. Gagal Jantung

1.2.1. Definisi

Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis kompleks yang terjadi

akibat gangguan jantung baik secara fungsional maupun secara struktural yang

mengganggu kemampuan ventrikel dalam mengisi dan memompakan darah3.

Menurut PERKI 2015, gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks

dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa : gejala gagal jantung

(nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai /

tiak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki);

adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat7.

1.2.2. Epidemiolgi

Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan yang serius. Prevalensi

gagal jantung di Amerika Serikat sebesar 5,8 juta dan prevalensi gagal jantung di

dunia sebesar 23 juta8. Di Amerika Serikat, insidensi gagal jantung tetap berada

pada keadaan yang stabil selama beberapa dekade terakhir dimana >650.000

kasus baru telah didiagnosa setiap tahunnya. Insidensi gagal jantung juga

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, meningkat dari sekitar 20 per 1000

individu dengan usia antara 65 – 69 tahun menjadi >80 per 1000 individu dengan

usia diatas sama dengan 85 tahun. Ras juga mempengaruhi tingkat insidensi gagal

jantung dimana ras kulit hitam memiliki resiko yang paling tinggi untuk

menderita gagal jantung9.

Di Indonesia, prevalensi gagal jantung berdasarkan hasil diagnosis dokter

sebesar 0,13% atau sekitar 229.696 orang, sedangkan prevalensi gagal jantung

berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 0,3% atau sekitar 530.068 orang. Di

Sumatera Utara, prevalensi gagal jantung berdasarkan hasil diagnosis dokter

sebesar 0,13% atau sekitar 11.621 orang, sedangkan prevalensi gagal jantung

berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 0,3% atau sekitar 26.819 orang6.

Page 3: dfffs

3

1.2.3. Etiologi

Etiologi dari gagal jantung dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu gangguan

kontraktilitas jantung, peningtkatan afterload dan gangguan pada pengisian

ventrikel. Terdapat dua mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal jantung

yaitu disfungsi sitolik dan disfungsi diastolik. Disfungsi sistolik adalah gagal

jantung yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam proses pengosongan

ventrikel baik yang disebabkan oleh gangguan kontraktilitas ataupun peningkatan

afterload. Sementara itu, disfungsi diastolik adalah gagal jantung yang

diakibatkan oleh gangguan relaksasi atau pengisian ventrikel10.

Disfungsi sistolik biasanya disebabkan oleh gangguan kontraktilitas dan

peningkatan afterload. Gangguan kontraktilitas dapat disebabkan oleh penyakit

jantung koroner berupa infark pada miokard, penyakit jantung katup seperti mitral

dan aorta regurgiutasi dan juga kardiomiopati (dilated cardiomyopathy).

Peningkatan afterload biasanya disebabkan oleh hipertensi yang tidak terkontrol

dan juga penyakit jantung katup yaitu aorta stenosis. Disfungsi diastolik biasanya

disebabkan oleh hipertrofi ventrikel kiri, restrictive cardiomyopathy, fibrosis pada

miokardium dan pericard tamponade10.

1.2.4. Klasifikasi

Gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi ACCF/AHA

dan klasifikasi fungsional New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi

ACCF/AHA menggambarkan perkembangan dan progresifitas penyakit dan dapat

digunakan untuk menggambarkan kejadian pada individu dan populasi.

Sedangkan klasifikasi NYHA berfokus pada kemampuan dalam beraktivitas dan

simptom penyakit9.

Tabel 1 . Klasifikasi berdasarkan kelainan struktural jantung7

Stadium Keterangan

Stadium A Memiliki resiko tinggi untuk

berkembang menjadi gagal jantung.

Tidak terdapat gangguan struktural atau

Page 4: dfffs

4

fungsional jantung, tidak terdapat tanda

atau gejala

Stadium B Telah terbentuk penyakit struktur

jantung yang berhubungan dengan

perkembangan gagal jantung, tidak

terdapat tanda atau gejala

Stadium C gagal jantung yang simtomatik

berhubungan dengan penyakit

struktural jantung yang mendasari

Stadium D penyakit jantung struktural lanjut serta

gejala gagal jantung yang sangat

bermakna saat istirahat walaupun sudah

mendapat terapi medis maksimal

(refrakter)2zxrrfvc

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan kapasitas fungsional (NYHA)7

Kelas Keterangan

Kelas I Tidak terdapat batasan dalam

melakukan aktifitas fisik. Aktivitas fisik

sehari – hari tidak menimbulkan

kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas

Kelas II Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak

terdapat keluhan saat istirahat, namun

aktivitas fisik sehari – hari

menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau

sesak nafas.

Kelas III Terdapat batasan aktivitas bermakna.

Tidak terdapat keluhan saat istirahat,

tetapi aktivitas fisik ringan

menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau

Page 5: dfffs

5

sesak nafas

Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas fisik

tanpa keluhan. Terdapat gejala saat

istirahat. Keluhan meningkat saat

melakukan aktivitas

1.2.5. Patofisiologi

Beberapa mekanisme kompensasi tubuh terhadap CO yang berkurang adalah

(1) mekanisme Frank-Starling, (2) perubahan neurohormonal, dan (3) hipertrofi

ventrikel dan remodeling11.

Pada gagal jantung yang disebabkan oleh gangguan kontraktilitas ventrikel

kiri, terjadi pengosongan ventrikel yang tidak sempurna. Sisa volume darah yang

terakumulasi ini memicu peningkatan kontraksi, seperti hukum Frank-Starling.

Walaupun begitu, mekanisme kompensasi ini mempunyai batas tertentu. Pada

gagal jantung yang sudah berat, terjadi peningkatan EDV dan tekanan balik ke

atrium kiri, dan dapat menyebabkan kongesti pulmoner dan edema11.

Tiga respon neurohormonal yang paling penting diantaranya (1) sistem

adrenergik, (2) sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan (3) peningkatan produksi

ADH. Ketiga mekanisme ini membantu mempertahankan resistensi perifer dan

tetap menstabilkan perfusi arteri ke organ vital. Aktivasi dari sistem saraf simpatis

memperkuat kontraktilitas jantung, meningkatkan HR serta vasokonstriksi yang

disebabkan oleh reseptor α. Vasokontriksi arterial yang disebabkan oleh sistem ini

meningkatkan resistensi pembuluh perifer dan mempertahankan tekanan darah

(BP = CO x TPR) 11.

Sistem renin-angiotensin-aldosteron dimediasi dengan pengeluaran renin.

Renin adalah enzim yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan volume

intravaskular melalui dua mekanisme: (1) dari hipotalamus merangsang rasa haus

dan (2) dari korteks adrenal meningkatkan sekresi aldosteron. Aldosteron

menyebabkan reabsorpsi sodium dari ginjal menuju ke sirkulasi11.

Page 6: dfffs

6

Sekresi ADH dari pituitari posterior disebabkan oleh peningkatan angiotensin

II. ADH meningkatkan volume intravaskular dengan retensi cairan di nefron

distal. Peningkatan volume ini meningkatkan preload dan CO. ADH juga

menyebabkan vasokonstriksi sistemik11.

Stress pada jantung dapat menyebabkan hipertofi ventrikel kiri dan

peningkatan tekanan sistolik jantung untuk mengkompensasi kelebihan afterload.

Pola dari hipertrofi dan remodeling juga berbeda-beda berdasarkan overload

volume atau tekanan kronik. Dilatasi ruang jantung yang disebabkan oleh

kelebihan volum (mitral atau aorta regurgitasi) merangsang miosit memanjang.

Oleh karena itu, radius dari ruang jantung membesar disertai dengan penebalan

dinding, yang disebut hipertrofi eksentrik.Sedangkan dilatasi jantung yang

disebabkan oleh kelebihan tekanan (hipertensi atau aorta stenosis) merangsang

miosit membesar, yang disebut dengan hipertrofi konsentrik11.

1.2.6. Manifestasi Klinis

Tabel 3. Manifestasi Klinis Gagal Jantung7

Gejala Tanda

Tipikal

- Sesak nafas

- Ortopneu

- Paroxysmal nocturnal dyspnoe

- Tolerasnsi aktifitas yang

berkurang

- Cepat lelah

- Bengkak di pergelangan kaki

Spesifik

- Peningkatan JVP

- Refluks hepatojugular

- Suara jantung S3 (gallop)

- Apex jantung bergeser ke lateral

- Bising jantung

Kurang tipikal

- Batuk di malam/ dini hari

- Mengi

- Berat badan bertambah > 2

kg/minggu

- Berat badan turun (gagal

Kurang tipikal

- Edema perifer

- Krepitasi pulmonal

- Suara pekak di basal paru pada

perkusi

- Takikardia

Page 7: dfffs

7

jantung stadium lanjut)

- Perasaan kembung/begah

- Nafsu makan menurun

- Perasaan bingung (terutama

pasien usia lanjut)

- Depresi

- Berdebar

- Pingsan

- Nadi ireguler

- Nafas cepat

- Hepatomegali

- Asites

- Kaheksia

1.2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding7,12

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian klinis,

serta pemeriksaan penunjang seperti ekokardiografi, EKG, foto thoraks, dan

laboratorium.

Berdasarkan gejala dan penemuan klinis, diagnosis gagal jantung dapat

ditegakkan bila pada pasien didapatkan paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2

kriteria minor dari kriteria Framingham.Tabel 4. Kriteria Framingham

Kriteria mayor Kriteria minor

Paroksismal nokturnal dispnea

(PND)

Distensi vena-vena leher

Peningkatan tekanan vena jugularis

Ronki basah basal

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop bunyi jantung III

Refluks hepatojugular positif

Edema ekstremitas

Batuk malam

Sesak pada aktivitas

Hepatomegali

Efusi pleura

Kapasitas vital berkurang 1/3 dari

normal

Takikardia (>120 denyut/menit)

Mayor atau minor

Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Page 8: dfffs

8

Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan

pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada

pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk

membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik

/normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45-50%).

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi mengenai denyut, irama,

dan konduksi jantung, serta seringkali etiologi, misalnya perubahan segmen ST

iskemik untuk kemungkinan STEMI atau non-STEMI.

Pemeriksaan foto thoraks harus dikerjakan secepatnya untuk menilai

derajat kongesti paru dan untuk menilai kondisi paru dan jantung yang lain.

Kardiomegali merupakan temuan yang penting. Pada paru, adanya dilatasi relatif

vena lobus atas, edema vaskular, edema interstisial, dan cairan alveolar

membuktikan adanya hipertensi pulmonal.

Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:

Anemia

Prerenal azotemia

Hipokalemia dan hiperkalemia, yang dapat menimbulkan risiko aritmia

Hiponatremia, akibat penekanan sistem RAA (renin angiotensin aldosterone)

Peningkatan kadar tiroid, pada tirotoksikosis atau miksedema

Peningkatan produksi Brain Natriuretic Peptide (BNP), akibat peningkatan

tekanan intraventrikular, seperti gagal jantung

Selain itu kadar kratinin, glukosa, albumin, enzim hati, dan INR dalam

darah juga perlu dievaluasi. Sedikit peningkatan troponin jantung dapat terjadi

pada pasien gagal jantung.

Analisis gas darah memungkinkan penilaian oksigen (pO2), fungsi

respirasi (pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH), terutama pada semua pasien

dengan distres pernafasan.

Page 9: dfffs

9

Gambar 1. Algoritma Diagnosis Gagal Jantung

*kondisi akut, MR-pro ANP dapat digunakan (batas nilai 120 pmol/L, i.e < 120 pmol/L = gagal

jantung unlikely

BNP = B-type natriuretic pepetide, EKG = elektrokardiografi, MR-pro ANP = mid regional pro

atrial natriuretic peptide, NT-pro BNP = N-terminal pro B-type natriuretic peptide

a. Eksklusi batas nilai natriuretic peptid dipilih untuk meminimalkan laju negatif palsu

b. Penyebab lain peningkatan level natriuretic peptide pada kondisi akut adalah ACS, atrial atau

ventricular aritmia, emboli paru, sepsis. Kondisi non-akut adalah usia tua ( > 75 tahun),

aritmia atrial, LVH

Diagnosis banding gagal jantung, antara lain:

Keadaan dimana terjadi gangguan retensi air dan garam, tanpa disertai

kelainan fungsi ataupun struktur jantung, contoh : Gagal Ginjal

Oedem paru non-cardiac, contoh: Acute Respiratory Distress Syndrome

Page 10: dfffs

10

1.2.8. Penatalaksanaan7

1.2.8.1 Penatalaksanaan Farmakologi

Beberapa pilihan obat-obatan pada pasien dengan gagal jantung, antara

lain:

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)

Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal

jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40 %. ACEI memperbaiki

fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena

perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas

rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan

perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan

angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan

fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.

Indikasi pemberian ACEI

Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI

Riwayat angioedema

Stenosis renal bilateral

Kadar kalium serum >5,0 mmol/L

Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

Stenosis aorta berat

PENYEKAT β

Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal

jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β

memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah

sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup

Page 11: dfffs

11

Indikasi pemberian penyekat β

Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)

ACEI/ ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan

Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada

kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

Kontraindikasi pemberian penyekat β

Asma

Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu

jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

ANTAGONIS ALDOSTERON

Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil

harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal

jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia

dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan

rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan

hidup.

Indikasi pemberian antagonis aldosteron

Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)

Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)

Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron

Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L

Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

Bersamaan dengan diuretic hemat kalium atau suplemen kalium

Kombinasi ACEIdan ARB

Page 12: dfffs

12

ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)

Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung

dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah

diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis

aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,

mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB

direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini,

ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.

Indikasi pemberian ARB

Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat

(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI

ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan

hipotensi simtomatik sama seperti ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan

batuk

Kontraindikasi pemberian ARB

Sama seperti ACEI, kecuali angioedema

Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan

Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan

bersama ACEI

HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)

Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,

kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap

ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)

Page 13: dfffs

13

Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN

Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi

Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak

dapat ditoleransi

Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat

β dan ARB atau antagonis aldosteron

Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN

Hipotensi simtomatik

Sindroma lupus

Gagal ginjal berat

DIGOKSIN

Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan

untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti

penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi

ejeksi ventrikel kiri ≤ 40% dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala,

menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi

tidak mempunyai efek terhadap angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa,

tingkatan bukti B).

Indikasi pemberian digoksin

Fibrilasi atrial

dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat aktifitas > 110 -

120x/menit

Irama sinus

Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)

Dosis optimal ACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis aldosteron jika

ada indikasi.

Page 14: dfffs

14

Kontraindikasi pemberian digoksin

Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hati -hati jika pasien

diduga sindroma sinus sakit

Sindroma pre-eksitasi

Riwayat intoleransi digoksin

DIURETIK

Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis

atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari

pemberian diuretic adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat)

dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,

untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

Tabel 5. Terapi pada gagal jantung menurut derajat gagal jantung13

Derajat Untuk survival/ morbiditas Untuk gejala

NYHA I Lanjutkan ACE inhibitor / ARB jika

intoleran ACE inhibitor, lanjutkan

antagonis aldosteron jika pasca-MI.

Tambah penyekat beta jika pasca MI.

Pengurangan/ hentikan diuretik

NYHA II ACE inhibitor sebagai terapi lini

pertama, ARB jika intoleran ACE

inhibitor. Tambah penyekat beta dan

antagonis aldosteron jika pasca MI.

+/- diuretik tergantung pada retensi

cairan

NYHA III ACE inhibitor + ARB atau ARB.

Jika intoleran ACE sendiri

Penyekat beta

Tambah antagonis aldosteron

+ diuretik + digitalis jika masih

simptomatik

NYHA IV Lanjutkan ACE inhibitor/ ARB

Penyekat beta

Antagonis aldosteron

+ diuretik + digitalis + consider

support inotrope sementara

Page 15: dfffs

15

1.2.8.2 Tatalaksana Non-Farmakologi

1. Manajemen Perawatan Mandiri

Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan

gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal

jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis.

Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang

bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat

memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung

2. Ketaatan pasien berobat

Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup

pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi

farmakologi maupun non-farmakologi

3. Pemantauan berat badan mandiri

Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikanberat

badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik ataspertmbangan

dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)

4. Asupan cairan

Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasiendengan

gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin padasemua pasien

dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikankeuntungan klinis (kelas

rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)

5. Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagaljantung

dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,mengurangi gejala

dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasiIIa, tingkatan bukti C)

Page 16: dfffs

16

6. Kehilangan berat badan tanpa rencana

Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantungberat.Kaheksia

jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunanangka kelangsungan

hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil

sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasiendidefinisikan sebagai kaheksia.

Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I,

tingkatan bukti C)

7. Latihan fisik

Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronikstabil.

Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit

atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A)

8. Aktivitas seksual

Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi

tekananpulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut

dantidak boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas rekomendasi III,

tingkatan bukti B)

1.2.9. Prognosis

Secara umum, mortality rate untuk pasien gagal jantung yang dirawat inap

adalah 5-20% sementara penderita yang di luar rumah sakit adalah 20%

pada akhir tahun pertama setelah diagnosa ditegakkan dan setinggi 50%

pada 5 tahun pertama post diagnosis. Walaupun terdapat perbaikan

pengobatan.Setiap pasien yang rehospitalization mempunyai peningkatan

mortality rate sebanyak 20-30%. Cardiopulmonal stress testing merupakan

cara yang efektif untuk menilai survival rate pasien untuk tahun ke depan

dan indikasi transplantasi jantung. Pasien dengan NYHA IV, ACC/AHA

stage D mempunyai mortality yang melebihi 50% mortality pada tahun

pertama post diagnose. Gagal jantung yang disebabkan oleh myocard infark

Page 17: dfffs

17

akut mempunyai inpatient mortality rate 20-40%; mortality rate mendekati

80% pada pasien yang menderita hipotensi (contoh: cardiogenic shock)14.

1.3. Penyakit Jantung Koroner

1.3.1. Definisi

Coronary arterial disease atau yang biasa dikenal dengan penyakit

jantung koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan arteri

koroner akibat proses arterosklerosis atau spasme atau kombinasi

keduanya15.Penyakit jantung koroner dapat tidak menimbulkan manifestasi klinis,

namun dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya angina, gagal jantung ataupun

aritmia16.

1.3.2. Epidemiologi

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu penyakit yang sangat

menakutkan dan masih menjadi masalah, baik di negara maju maupun

berkembang. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 478000 orang meninggal

karena penyakit jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung,

407000 orang mengalami operasi peralihan, 300000 orang menjalani angioplasti.

Di Eropa diperhitungkan 20.000-40.-000 orang dari 1 juta penduduk menderita

PJK. Penyakit jantung, stroke, dan aterosklerosis merupakan penyakit yang

mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah.

Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang

banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup17.

Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu

didunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30,0 % kematian

diseluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan Kesehatan

Dunia (WHO), 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah

penyakit jantung koroner (PJK)17.

PJK tidak hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga berisiko terkena

PJK kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang berumur 65 tahun ke

atas, ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada wanita. Pada tahun 2002,

Page 18: dfffs

18

WHO memperkirakan bahwa sekitar 17 juta orang meninggal akibat penyakit

kardiovaskuler, terutama PJK (7,2 juta) dan stroke (5,5 juta)17.

1.3.3. Faktor Resiko

Faktor resiko yang dapat domodifikasi:

Usia

Jenis kelamin laki-laki

Riwayat keluarga penderita PJK

Etnis

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

Merokok

Hipertensi

Dislipidemia: - Hipertrigliseridemia: 150 mg / dL

Low high-density lipoprotein (HDL) kolesterol: <40 mg / dL pada pria dan <50

mg / dL pada wanita

Diabetes melitus

Obesitas: lingkar pinggang> 102 cm pada pria dan> 88 cm di wanita

Stress

Diet lemak yang tinggi

Inaktifitas fisik

1.3.4. Patofisiologi

CAD biasanya disebabkan oleh penumpukan kolesterol yang tinggi atau

plak yang terdapat di dalam arteri.Plak tersebut kita kenal dengan plak atheroma

dan plak tersebut menyebabkan penebalan dinding arteri dan penyempitan lebar

dari arteri di mana arteri merupakan aliran darah untuk mencapai jantung. Jumlah

dari darah yang sampai dan mensuplai dari pada otot jantung ( myocardium )

dengan oksigen dan nutrisi dapat berkurang akibat adanya atheroma18.

Atheroma ini kemudian akan menyebabkan kerusakan serta cedera dari

dinding pembuluh darah arteri yang disebut endothelium. Saat endothelium

Page 19: dfffs

19

mengalami kerusakan, kolesterol, lemak, lipoprotein dan lain-lain akan mulai

mengakumulasi dari sisi dinding atau intima dari arteri yang cedera18.

Konsentrasi yang tinggi dari LDL akan menembus endothelium yang

rusak dan menjalani proses kimia yang disebut oksidasi. LDL tersebut bertindak

sebagai sinyal yang menarik sel darah putih atau leukosit untuk bermigrasi kea rah

dinding pembuluh darah, seperti makrofag. Ketika makrofag muncul mereka akan

memakan lipoprotein dan membentuk sel-sel busa.Sel-sel busa ini akan

memberikan perkembangan dari pada bentuk lesi atheroma menjadi tumpukan

lemak18.

Saat tumpukan lemak terbentuk, ia akan menarik sisi dari sel otot polos, di

mana mereka bermultiplikasi dan mulai memproduksi matriks ekstraselular yang

terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Inilah yang akan membentuk plak

atherosclerosis yang besar. Ia akan mengubah tumpukan lemak menjadi plak

fibrosa. Lesinya kemudian mulai menonjol kearah dalam dinding dari pembuluh

darah yang menyebabkan terjadinya penyempitan lebar dari pada lumen18.

Kemudian, plak fibrosa mulai bekerja sendiri dan plak tersebut akan

masuk ke pembuluh kecil untuk menyediakan suplai darah baginya yang disebut

angiogenesis. Setelah itu, plak akan memulai pengapuran kalsium untuk dideposit.

Bentuk plak akhir terdiri dari jaringan fibrosa yang ditutupi oleh inti ang kaya

akan lipid serta sel-sel nekrosis atau mati. Inilah yang menjadi kunci dalam

CAD.Wilayah ini gampang pecah dimana hal ini dapat menyebabkan agregasi

trombosit yang membentuk gumpalan plak dan lebih mempersempit arteri18.

Arteri yang menyempit karena adanya plak dapat menyebabkan angina

atau nyeri dada akibat dari otot jantung yang kurang oksigen. Deposit plak yang

berkepanjangan akan menyebabkan pembuluh darah menjadi makin sempit dan

mungkin bisa menyebabkan obstruksi yang akan mengarah pada serangan jantung

dan infark miokard18.

1.3.5. Manifestasi Klinis

Page 20: dfffs

20

Manifestasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi tergantung

pada derajat aliran darah arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi

kebutuhan jaringan, tidak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam

keadaan normal, dimana arteri koroner tidak mengalami penyempitan atau

spasme, peningkatan kebutuhan jaringan otot miokard dipenuhi oleh peningkatan

aliran darah sebab aliran darah koroner dapat ditingkatkan sampai 5 kali

dibandingkan saat istirahat, yaitu dengan cara meningkatkan frekuensi denyut

jantung dan isi sekuncup seperti pada saat melakukan aktifitas fisik bekerja atau

olahraga. Mekanisme pengaturan aliran koroner mengusahakan agar pasok

maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang agar oksigenasi jaringan terpenuhi,

sehingga setiap jaringan mampu melakukan fungsi secara optimal19.

Proses terjadinya aterosklerosis dapat sejak masa kanak-kanak, dapat

berlangsung bertahun-tahun tanpa ada gejala. Kadang-kadang gejala timbul saat

usia 30-an. Banyak juga gejala baru timbul saat usia 50-60 tahun. Jika sumbatan

makin bertambah besar, maka aliran darah yang menuju jantung makin berkurang

sehingga menyebabkan angina pektoris atau nyeri dada. Angina ini timbul karena

ketidakseimbangan antara kebutuhan otot jantung akan dan oksigen dan suplai

darah oleh pembuluh koroner20.

Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang

berbeda-beda. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan

penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada,

pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK. Manifestasi

klinis PJK meliputi :

1. Asimptomatik ( Silent Myocardial Ischemia )

2. Angina Pektoris.

a.Angina Pektoris Stabil

b. Angina Pektoris Tidak Stabil

c. Variant Angina ( Prinzmetal Angina )

3. Infark Miokard Akut

4. Dekompensasi Kordis

5. Aritmia Jantung

Page 21: dfffs

21

6. Mati Mendadak

7. Syncope

Pada penderita asimptomatik, Kadang penderita penyakit jantung koroner

diketahui secara kebetulan misalnya saat dilakukan check up kesehatan.

Kelompok penderita ini tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik

pada saat istirahat maupun saat aktifitas. Secara kebetulan penderita menunjukkan

iskemia saat dilakukan uji beban latihan. Ketika EKG menunjukkan depresi

segmen ST. Pemeriksaan fisik, foto dada dan lain-lain dalam batas-batas normal.

Pada penderita Angina Pektoris Stabil, Nyeri dada yang timbul saat melakukan

aktifitas, bersifat kronis (> 2 bulan). Nyeri precordial terutama di daerah

retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa panas, seperti di remas

ataupun seperti tercekik. Rasa nyeri sering menjalar ke lengan kiri atas / bawah

bagian medial, ke leher, daerah maksila hingga ke dagu atau ke punggung, tetapi

jarang menjalar ke lengan kanan. Nyeri biasanya berlangsung singkat (1-5) menit

dan rasa nyeri hilang bila penderita istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada

dapat diprovokasi oleh stress / emosi, anemia, udara dingin dan tirotoksikosis.

Pada saat nyeri, sering disertai keringat dingin. Rasa nyeri juga cepat hilang

dengan pemberian obat golongan nitrat.

Pada penderita yang mengalami Angina Pektoris tak stabil, kualitas,

lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama dengan penderita angina stabil. Tetapi

nyerinya bersifat progresif dengan frekuensi timbulnya nyeri yang bertambah

serta pencetus timbulnya keluhan juga berubah. Sering timbul saat istirahat.

Pemberian nitrat tidak segera menghilangkan keluhan. Keadaan ini didasari oleh

patogenesis yang berbeda dengan angina stabil. Pada angina tidak stabil, plak

aterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque rupture (fissuring), di

samping itu diduga juga terjadi spasme namun belum terjadi oklusi total atau

oklusi bersifat intermitten. Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan

adanya depresi segmen ST, kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan.

Penyakit jantung koroner dapat juga bermanifestasi sebagai infark miokard akut

yang Pre- Infarction. Penderita infark miokard akut sering didahului oleh keluhan

dada terasa tidak enak (chest discomfort). Keluhan ini menyerupai gambaran

Page 22: dfffs

22

angina yang klasik pada saat istirahat sehingga dianggap terjadi angina tidak

stabil. 30% penderita mengeluh gejala tersebut 1 – 4 minggu sebelum penderita

mengeluh gejala tersebut dirasakan kurang dari 1 minggu. Selain itu penderita

sering mengeluh rasa lemah dan kelelahan. Nyeri dada berlangsung > 30 menit

bahkan sampai berjam-jam. Lokasi nyeri biasanya retrosternal, menjalar ke kedua

dinding dada terutama dada kiri, ke bawah ke bagian medial lengan menimbulkan

rasa pegal pada pergelangan, tangan dan jari. Kadang-kadang nyeri dapat

dirasakan pada daerah epigastrium hingga merasa perut tidak enak (abdominal

discomfort). Gejala lain yang sering menyertai adalah mual, muntah, badan lemah,

pusing, berdebar dan keringat dingin.

1.3.6. Diagnosis7,18

Pendekatan diagnostic awal untuk CAD meliputi riwayat pasien secara

rinci termasuk menyusun daftar lengkap faktor risiko CAD, pemeriksaan fisik

secara menyeluruh mencakup penilaian dari semua denyut perifer di mana ketika

abnormal mungkin menandakan adanya penyakit arteri perifer yang mendasar dan

elektrokardiogram. Setelah evaluasi awal, kemudian dilakukan tes darah

laboratorium, stress testing dan kateterisasi jantung mungkin diperlukan untuk

membantu dalam penegakan diganosa pasti.

Anamnesis

Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang

tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen).Keluhan angina tipikal

berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,

rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.Keluhan ini dapat berlangsung

intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit).Keluhan angina tipikal

sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri

abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering

dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan

pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa

lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai

Page 23: dfffs

23

pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita,

penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan

angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai

angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan

riwayat penyakit jantung koroner (PJK).Hilangnya keluhan angina setelah terapi

nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus

iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis

banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus

dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi

iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,

diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan

terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak

seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri

pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam

memikirkan diagnosis banding SKA

Elektrokardiografi

Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah

kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin

sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,

serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang

mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga

harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal

nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak

kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang

setiap keluhan angina timbul kembali5.

Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup

bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block)

Page 24: dfffs

24

baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun

tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.

Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang

bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria

dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3

nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin.

Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun adalah

≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan

nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah

≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R

dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV

dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi

segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh

segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI

terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST

dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru

mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien

dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi

reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia5.

Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG

pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen

ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1

mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan

konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk

diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan

dengan kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat

rendah.

Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan

elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan

nonelevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/

UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05

Page 25: dfffs

25

mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan

depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten

(<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T

yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut.

Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik

dikategorikan sebagai perubahan EKG yang nondiagnostik.

Pemeriksaan Marka Jantung

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka

nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.

Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan

spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya

menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk

menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).

Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainankardiak nonkoroner seperti

takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,

miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar

troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,

emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada

dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang

terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada

keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.

Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T

menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan

hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat

ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah

pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada

seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah)

dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,

CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang)

maupun infark periprosedural.

Page 26: dfffs

26

Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral.

Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care

testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-

20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing sebagai alat diagnostik rutin

SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral

memerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara point of care testing

menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium

sentral.

Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:

1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak

seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.

2. EKG normal atau nondiagnostik, dan

3. Marka jantung normal

Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:

1. Angina tipikal.

2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi

ST atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard,

atau LBBB baru/persangkaan baru.

3. Peningkatan marka jantung

Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka

jantung normal perlu menjalani observasi di ruang gawat-darurat. Definitif SKA

dan angina tipikal dengan gambaran EKG yang nondiagnostik sebaiknya dirawat

di rumah sakit dalam ruang intensive cardiovascular care (ICVCU/ICCU).

Foto Thoraks

Mediastinum yang melebar mungkin menandakan aneurisma aorta dan

menjadi petunjuk pertama pada penyakit aorta yang tidak stabil sebagai akibat

dari ketidaknyamanan pada daerah dada.

Echocardiography

Page 27: dfffs

27

Echocardiography direkomendasikan untuk pasien dengan angina stabil

dan temuan fisik menunjukkan adanya penyakit katup jantung yang terjadi

bersamaan.Hal ini bisa untuk menilai pasien dengan dugaan hypertrophic

cardiomyopathy.Selain itu berfungsi juga untuk penilaian fungsi sistolik ventrikel

kiri kepada pasien yang telah didiagnosis dengan gagal jantung kongestif, aritmia

ventrikel yang kompleks, atau riwayat MI.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan sebagai bagian dari evaluasi awal

pasien dengan CAD mencakup KGD puasa, penilaian lipid (kolesterol total, HDL,

trigliserida, dan LDL. Penanda lain seperti lipoprotein A dan sensitivitas tinggi C-

reaktif protein, mungkin bisa menjagi penanda dalam menilai risiko jantung.

Peningkatan C-reaktif protein dapat menjadi penilaian dalam peningkatan

inflamasi penyakit pembuluh darah dan memprediksi resiko kejadian vascular ke

depannya, seperti MI dan kelainan serebrovaskular.

Coronary Arteriography

Kateterisasi jantung tetap menjadi Gold Standard untuk menentukan

adanya obstruktif CAD. Untuk membantu menghindari keterbatasan gambaran 2

dimensi anatomi 3 dimensi, beberapa pandangan dari berbagai sudut yang

diperoleh dapat mengetahui tingkat keparahan CAD yang biasanya berasal dari

angulasi dengan keparahan stenosis terbesar dalam segmen arteri koroner tertentu.

1.3.7. Penatalaksanaan

Berdasarkan langkah diagnostik yang dilakukan, maka perlu dengan segera

menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penganganan

selanjutnya. Terapi awal dapat diberikan pada pasien dengan diagnosis

kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat

sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang

dimaksud adalah morfin, oksigen, nitrat, aspirin (MONA) yang tidak harus

diberikan semua atau bersamaan7.

Page 28: dfffs

28

1. Tirah baring

2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2

arteri < 95% atau yang mengalami distres respirasi.

3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam

pertama tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.

4. Aspirin 160 – 320 mg diberikan segera kepada semua pasien yang tidak

diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih dipilih

mengingat absorbsi sublingual yang lebih cepat.

5. Penghambat reseptor ADP

a) Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan

dosis pemeliharaan 2x90 mg perhari kecuali pada pasien STEMI yang

direnccanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.

b) Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg yang dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 75 mg per hari (pada pasien yang direncanakan untuk

terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor

ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel).

6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada

yang masih berlangsung saat tiba di ruang rawat darurat. Jika nyeri dada tidak

hilang dengan satu kali pemberian dapat diulang setiap lima menit sampai

maksimal tiga kali. NTG intravena diberikan kepada pasien yang tidak

responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak

tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti.

7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena dapat diulang setiap 10 – 30 menit bagi pasien

yang tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.