dewan perwakilan rakyat republik indonesia rapat...

48
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KERJA RUU TENTANG PROTOKOL Tahun Sidang : 2009 - 2010 Masa Sidang : IV Jenis Rapat : PANITIA KERJA Rapat ke : 11 Dengan : Pemerintah Hari, Tanggal : Senin, 26 Juli 2010 Waktu : Pukul 20.25 – 23.30 WIB A c a r a : 1. Membicarakan perbaikan DIM 2. Lain-lain. T e m p a t : Aryaduta Hotel, Tangerang, Banten Pimpinan Rapat : DRS. TAUFIK HIDAYAT, MS.i Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota A. PIMPINAN : 1. H. TRITAMTOMO, SH. ( KETUA ) ( F – PDI PERJUANGAN ) 2. DR. H. SUBYAKTO, SH., MH ( WAKIL KETUA ) (F – PD) 3. H. TB. SOENMANDJAJA SDi ( WAKIL KETUA ) ( F - PKS) B. ANGGOTA PANJA RUU TENTANG PROTOKOL : I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT : 1. HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH 2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si 3. RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H 4. DRS. UMAR ARSAL ARSIP DPR RI

Upload: others

Post on 05-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT PANITIA KERJA RUU TENTANG PROTOKOL

Tahun Sidang : 2009 - 2010 Masa Sidang : IV Jenis Rapat : PANITIA KERJA Rapat ke : 11 Dengan : Pemerintah Hari, Tanggal : Senin, 26 Juli 2010 Waktu : Pukul 20.25 – 23.30 WIB A c a r a : 1. Membicarakan perbaikan DIM

2. Lain-lain. T e m p a t : Aryaduta Hotel, Tangerang, Banten Pimpinan Rapat : DRS. TAUFIK HIDAYAT, MS.i Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota A. PIMPINAN :

1. H. TRITAMTOMO, SH. ( KETUA ) ( F – PDI PERJUANGAN ) 2. DR. H. SUBYAKTO, SH., MH ( WAKIL KETUA ) (F – PD) 3. H. TB. SOENMANDJAJA SDi ( WAKIL KETUA ) ( F - PKS)

B. ANGGOTA PANJA RUU TENTANG PROTOKOL :

I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT : 1. HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH 2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si 3. RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H 4. DRS. UMAR ARSAL

ARSIP D

PR RI

Page 2: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

2

II. FRAKSI PARTAI GOLKAR :

1. H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, SH., M.Kn 2. DRS. H. MURAD U. NASIR, M.Si 3. ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked

III. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN :

1. ARIF WIBOWO 2. DRS. H. SETIA PERMANA

IV. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA :

1. DRS. AL MUZZAMIL YUSUF

V. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL : 1. DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si

VI. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN :

1. DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si

VII. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA : 1. DRS. H. IBNU MULTAZAM

VIII. FRAKSI PARTAI GERINDRA :

1. DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si IX. FRAKSI PARTAI HANURA :

1. H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH

ARSIP D

PR RI

Page 3: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

3

KETUA RAPAT/F-PG (DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si) Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semuanya. Kita pada hari ini memulai pembahasan daftar inventaris masalah pada Undang-Undang RUU

tentang Protokol. Setelah sebelumnya serangkaian kegiatan sudah dilakukan oleh Pansus maupun Panja ini, kita juga sudah menggali aspirasi dan pendapat dari masyarakat dengan turun berbagai daerah. Ada yang ke Provinsi Bali, ada yang Provinsi Sumatera Selatan, dan ada juga yang Provinsi Jawa Timur. Demikian juga telah dibentuk Panja Kerja dan Panitia Kerja juga berkesempatan untuk melakukan studi banding ke beberapa tempat antara lain ke Kanada dan Perancis. Tentu banyak hal yang sudah diserap oleh nggota Panja maupun Pansus ini untuk bisa dituangkan, guna mencapai hasil yang maksimal di dalam perumusan Undang-Undang Protokol atau Keprotokolan yang kita mulai pada hari ini.

Untuk itu saya ingin memastikan apakah semua kesepakatan sudah mendapatkan bahan yang perlu untuk dimiliki, pada teman-teman di Sekretariat, terima kasih.

Selanjutnya perlu absensi kehadiran dan menjadi ukuran quorum dalam rapat kita pada malam hari ini. Dengan kehadiran Pak Guntur ini rasanya Panja sudah plus satu akhirnya karena anggota adalah 19 orang dan ini sudah mendekati 10 orang Anggota Panja dan Pimpinan. Begitu juga dengan kehadiran fraksi-fraksi, Pak Setia Permana dari PDI P, Pak Rusli dari PAN, Pak Suding dari Hanura dan Pak Andi Rio dari Partai Golkar, Pak Guntur dan Bu Ima dari Partai Demokrat. Mungkin yang belum hadir disini adalah rekan-rekan kita dari PPP, dari Gerindra, saya kira dari dua partai ini. Oleh karena itu dari Pimpinan Sidang saya ingin membuka rapat pada malam hari ini.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 20.25 WIB) Terima kasih. Bapak Ibu sekalian,

Sebagaimana biasanya proses pembahasan RUU, karena RUU ini adalah RUU revisi dari undang-undang yang sebelumnya sudah ada dan oleh karena itu revisi yang sudah diidentifikasi sedemikian rupa oleh Pansus ada kurang lebih 205 inventarisasi masalah yang sudah disodorkan kepada Bapak Ibu sekalian. Tetapi dari 205 ini kurang lebih 92 DIM dinyatakan tetap dan pada saat kita rapat konsultasi dengan Pemeirntah yang dihadiri oleh Bapak Menteri Hukum dan Ham ketika itu kita bersepakat bahwa untuk DIM yang tetap itu telah disahkan sehingga proses pembahasan akan langsung bisa mengarah pada pasal-pasal perubahan yang semuanya sudah bisa diketahui di bahan yang ada pada peserta rapat sekalian. Tetapi mungkin tetap akan kita mulai dalam proses pembahasan ini adalah dari DIM 1 dan seterusnya sampai 205. Untuk bisa menjaga keruntutan dan sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi yang kita bahas. Sebelum mengarah pada pembahasan mungkin ada usulan dari peserta rapat tentang mekanisme maupun tata cara yang diharapkan baik oleh pemerintah maupun teman-teman fraksi,

ARSIP D

PR RI

Page 4: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

4

barangkali ada yang ingin disampaikan untuk menambah efektivitas pembahasan kita ini, kami persilakan. Dari pemerintah barangkali ada.

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Ketua mengambil pengalaman di Komisi III kemarin didalam pembahasan rancangan undang-undang grasi sehingga waktunya sangat efektif tidak memakan waktu yang cukup lama, saya kira perlu barangkali kita bangun kesepahaman diantara fraksi lebih dulu. Diantara fraksi lebih dulu agar hal-hal yang memang tidak disepakati lalu kemudian kita bahas dengan pihak pemerintah, inikan sudah ada usulan dari pihak pemerintah dan juga sudah ada usulan perubahan. Artinya kita tidak membahas lagi pasal per pasal tapi hal-hal mana saja yang sudah kita sepakati supaya waktunya sangat untuk efektif barangkali tidak sampai lusa ini sudah selesai ketika misalnya tidak ada hal-hal yang urgent diantara fraksi terbangun suatu kesepahaman yang bersama sehingga ini bisa kita mintakan persetujuan dengan pihak pemerintah. ini apa suatu terobosan yang kami lakukan kemarin dalam pembahasan undang-undang grasi sehingga waktunya sangat cepat, dan tadi sudah disetujui dalam sidang Paripurna. Artinya kita membahas pasal per pasal menurut saya ini akan memakan waktu yang cukup lama, kita lihat saja dari masing-masing fraksi kita sepakati hal-hal yang mana yang diangap urgent yang masih debatable diantara kita kemudian kita mintakan, kita diskusikan dengan pihak pemerintah untuk disepakati. Saya kira itu Ketua. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Iya, terima kasih. Ada yang lain, bapak-bapak Ibu sekalian? Kalau tidak ada, menyahuti apa yang disampaikan oleh Pak Suding memang kami berkomitmen untuk menuntaskan undang-undang ini secara cepat dan akan menjadi aneh kalau Undang-Undang Keprotokolan itu menjadi memakan waktu yang berbulan-bulan misalnya. Tidak ada perbedaan politis yang harusnya terjadi antar fraksi jadi memagn ini harus cepat jadi ya memang ini harus cepat dan teknis yang bisa mendukung pencapaian seperti itu memang seperti dikatakan Pak Suding tadi, hal-hal yang sudah disepakati itu bisa langsung disepakati tanpa diutak atik kembali misalnya tetapi saya ingin untuk keruntutan dan untuk menjaga ingatan kita dengan apa yang kita bahas, sekretariat sudah menyiapkan ada sekitar 205 DIM kita tetap akan beranjak pada DIM pertama sampai dengan DIM yang terakhir. Tapi pada hal-hal yang memang masih terdapat beberapa perbedaan diantara kita semua itu kita bisa pending dan di akhir akan kiat tuntaskan. Jadi sebagaimana biasanya kita lakukan ini. Oleh karena itu barangkali sebelum masuk kepada pembahasan mungkin perlu kita sepakatisoal jadwal kita apat pada malam hari ini hingga hari Rabu dan saya tidak tahu apakah kita cukupkan dengan jam berapa kita rapat bapak sekalian. Kalau menurut jadwal disini sampai 22.30 wib setengah sebelas, saya kira masih cukuplah malam ini. kalau Pak Guntur masih segar ini kelihatannya bisa sampai malam, bisa. Pak Lutfi dan kira-kira sampai jam 22.30 Pak tidak sampai jam sebelas Pak, atau terlalu malam Pak itu.

ARSIP D

PR RI

Page 5: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

5

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Saya atas nama kawan-kawan juga mengikuti yang diputuskan oleh Pimpinan rapat,demikian dan terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Baik, kita mulai pembahasan tentang DIM rancangan Undang-undang tentang Protokol. Di ujung sebelah kiri ada urutan nomor terus disebelahnya lagi ada narasi yang menjadi masalah yang bisa berubah dan bisa tetap lantas ada kolom tanggapan pemerintah dan di belakang adalah usul perubahan, itu perumusannya Pak. Jadi kita mulai DIM yang nomor satu Pak. DIM yang nomor 1 adalah ini judul, judul adalah Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia nomor tahun tentang Protokol. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia. Pemerintah mengusulkan Undang-Undang tentang Protokol diganti menjadi Undang-undang tentng Keprotokolan. Jadi rumusannya menjadi Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor…Tahun….tentang Keprotokolan. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia. Mungkin untuk ini kami beri kesempatan pemerintah dulu untuk menjelaskan usul perubahan ini. Terima kasih.

PEMERINTAH/KEMENDEPLU (LUTFI): Pimpinan Rapat, Anggota Dewan yang terhormat, Hadirin sekalian yang saya hormati, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua

Tentunya kami mengucapkan terima kasih atas kesempatan ini dan seharusnya pemerintah akan dipimpin oleh Pak Dirjen Peraturan Perundangan tapi beliau berhalangan, sehingga saya akan mewakili pemerintah dalam hal ini. Baik Bapak untuk mempersingkat waktukami akan memberikan penjelasan sebagaimana yang sudah kami bahas sebelumnya dengan kawan-kawan dari kementerian dan instansi yang terkait bahwa usulan perubahan tersebut adalah keprotokolan karena memiliki makna seluruh hal yang berkaitan dengan protokol. Kalau hanya protokol banyak istilah yang bisa istilahini diterapkan dalam teknologi komunikasi dan informasi dalam hal masalah protokol untuk penggunaan jaringan IT itu memakai istilah-istilah protokol. Kedua, dan untuk menselaraskan dengan istilah-istilah yang sudah ada selama ini yang sudah berlaku umum seperti misalnya Undang-Undang Kepolisian tidak disebut Undang-Undang Polisi, Undang-Undang Perbankan juga tidak disebutkan sebagai Undang-Undang Bank tapi ini lebih kepada masalah-masalah kebiasaan juga Pak. Itu barangkali penjelasan mungkin ada tambahan dari kawan-kawan, dari pihak pemerintah, kami persilakan kalau ada tambahan. Demikian Pak.

KETUA RAPAT: Silakan Pak, kalau ada tambahan.

ARSIP D

PR RI

Page 6: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

6

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Dan untuk mohon ijin pimpinan, kami juga disertai ahli bahasa yang mungkin bisa

memberikan penjelasan lebih akurat lagi. KETUA RAPAT:

Silakan langsung dengan ahli bahasa. AHLI BAHASA: Bapak Pimpinan, Yang terhormat Anggota Dewan,

Jadi istilah keprotokolan dibandingkan dengan protokol itu memang keprotokolan itu lebih luas dibanding dengan protokol. Kalau hanya protokol itu hanya berkaitan dengan yang protokol saja. Tapi kalau keprotokolan itu bisa melalui prosesnya, caranya, itu sudah bisa masuk dalam keprotokolan. Jadi seperti tadi analog misalnya bukan Undang-Undang tentang Listrik tapi Undang-Undang tentang Kelistrikan. Itu karena mencakup tidak hanya masalah listrik tapi semua yang berkaitan dengan listrik itu masuk didalam kelistrikan.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Terima kasih. Saya kira bisa diterima ini teman-teman sekalian perubahan nama ini? memang kalau ini tidak berubah memang ketinggalan jaman, yang lainnya sudah berubah kelistrikan, perbankan, kepramukaan, saya kira bisa disepakati ya?

(RAPAT: SETUJU) Terima kasih. Selanjutnya pada DIM nomor 2, Menimbang, bahwa Negara menghormati kedudukan para pejabat Negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan perwakilan daerah, tokoh masyarakat dan perwakilan Negara asing dengan protokol. Perubahannya, pejabat pemerintah diganti dengan pejabat pemerintahan. Lantas pejabat penyelenggara pemerintahan daerah dihapus, tokoh masyarakat diganti tokoh masyarakat tertentu dengan alasan yang bisa dibaca ini. maka rumusannya, Menimbang, bahwa Negara menghormati kedudukan para pejabat Negara, pejabat pemerintahan, tokoh masyarakat tertentu dan perwakilan Negara asing dengan suatu pengaturan keprotokolan. Bagaimana Bapak Ibu sekalian bisa diterima atau ada pandangan lain? Setuju ya?

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Ketua, ini dalam kaitannya dengan rasa tokoh masyarakat tertentu, saya kira ketika ini bisa memunculkan interprestasi dan pengertiannya sangat luas dan tergantung yang mana dimaksud dengan tokoh masyarakat tertentu. Saya kira ketika kita sepakati usulan ini perlu ada suatu penjelasan menurut saya dari unsur menimbang ini yang mana yang dimaksud tokoh masyarakat tertentu paling tidak nanti didalam penjelasan Undang-undang ini ketika beberapa frasa disebut disebut dalam pasal ini tentang tokoh masyarakat itu perlu diberi penjelasan karena ya itu tadi bisa

ARSIP D

PR RI

Page 7: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

7

saja saat implementasinya itu bisa memunculkan berbagai macam penafsiran yang mana dimaksud dengan tokoh masyarakat tertentu. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Di sini sebenarnya sudah ada di halaman baliknya itu, itu mengarah kepada pemimpin partai politik, pemuka agama, dan pemuka adat. Jadi kan banyak pemuka masyarakat tapi semuanya mendapatkan perlakuan secara protokoler hanya yang tertentu saja dan itu seperti Pak Wiranto, ketua umum Bapak. Iya ketua umum yang tidak pada jabatan eksekutif. kan jangan dibedakan itu, sama-sama ketua partai, dan nanti di DIM 19 itu akan ada. Dan kalau kita baca pedoman keprotokolan Deparlu itu baku disitu ya Pak, tomastu (tokoh masyarakat tertentu). Tapi baik mungkin say beri kesempatan dari pemerintah menjelaskan hal ini. ya, silakan.

F-PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH): Tambahan sedikit Ketua. Sebelum sampai ke pemerintah mungkin juga ditambahkan penjelasan karena dari pasal

awalnya ada pemerintah dan pejabat penyelenggara kemudian pejabat penyelenggaranya dihilangkan karena masuk di dalam pengertian pemerintahan jadi mungkin di dalam penjelasan juga harus dijelaskan isinya pejabat pemerintahan. Karena inikan pejabat penyelenggara pemerintahan dihilangkan dianggap masuk ke dalam pengertian pejabat pemerintahan. Apakah itu masuk didalam penjelasan atau masuk didalam batang tubuhnya.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Iya, kami persilakan Pemerintah. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Memang sudah langsung kami lakukan usulan perubahan setelah berkoordinasi dengan

tentunya kawan-kawan termasuk dari ahli bahasa bahwa pejabat pemerintah diganti dengan pejabat pemerintahan seperti alasan disebutkan disitu bahwa pejabat pemerintahan memiliki makna seluruh pejabat baik di pusat maupun di daerah yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan sehingga penjelasanya cukup menurut hemat kami dijelaskan di tahap awal ini yang dimaksud pejabat pemerintah, dalam ini adalah pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Itu barangkali penjelasan.

KETUA RAPAT: Jadi cakupannya lebih menyeluruh di berbagai tingkatan, mengenai tomastu ada yang

khusus? PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Memang seperti yang disampaikan oleh Bapak kira-kira demikianlah falsafah pemikiran

kenapa perubahan ini dilakukan karena kalau berbicara mengenai tokoh masyarakat tentunya harus ada kriteria-kriteria. Oleh karena itu pada saat kita menekankan disitu tokoh masyarakat tertentu pada saat itu criteria akan berlaku. Oleh karena itu secara gamblang disebutkan tokoh masyarakat tertentu karena hanya tokoh masyarakat tertentu yang berdasarkan kedudukan sosialnya mendapat

ARSIP D

PR RI

Page 8: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

8

pengaturan keprotokolannya seperti pemimpin partai politik, pemuka agama dan pemuka adat. Ini adalah yang disebut tertentu itu Pak, karena kalau hanya pemuka agama saja ini bisa kita subyektif dan itu implikasinya bisa lebih besar lagi terutama nanti untuk masalah tata tempat, tata penghormatan dan lain sebagainya, ini ada konsekuensinya. Demikian barangkali penjelasan dari kami. Kalau ada tambahan mungkin silakan saja nanti Pak.

F-PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH): Itu kalau memang pejabat pemerintahan mungkin ini, oke betul, maaf. KETUA RAPAT: Baik, Pak Suding jadi penjelasannya seperti itu dan sebenarnya itu baku Pak. kalau rumusan

yang di undang-undang yang lama itu sebenarnya ada tokoh masyarakat tertentu dan itu nanti di DIM 19 itu penegasannya.

Kembali ke pada DIM yang kita bahas yaitu DIM nomor 2 kita bisa sepakati ini Ibu Bapak sekalian? Silakan.

F- PDI PERJUANGAN (DRS. H. SETIA PERMANA): Untuk DIM yang kedua ini Pak Ketua yang saya hormati dan pemerintah, minta pertimbangan

pada forum pada sidang tentang bahwa Negara menghormati dan seterusnya disitu ada disebut perwakilan Negara asing. Apa tidak sebaiknya juga apakah dipertegas atau garis miring kemudian ditambahkan misalnya Negara sahabat, tidak Negara asing semata atau saya minta pertimbangan dari forum ini apakah penting ditambahkan atau diberi garis miring Negara sahabat.

KETUA RAPAT: Negara asing/Negara sahabat begitu? Kita tanya Deparlu dulu ini mengenai frasa Negara asing/Negara sahabat.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Mohon ijin Pak mungkin barangkali usulan kami tetap perwakilan Negara asing karena selain

perwakilan Negara juga ada perwakilan organisasi internasional yang diakui secara lazimnya antar bangsa dan diplomasi Pak, jadi bukan hanya Negara tapi juga institusi lembaga atau organisasi internasional. Itu barangkali Pak.

F-PDI PERJUANGAN (DRS. H. SETIA PERMANA): Kemudian terminologi Negara asing itu mencakup tadi lembaga-lembaga itu, yang dimaksud oleh Pak Lutfi itu.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Kalau kita bicara perwakilan Negara asing kita bisa memahami seperti itu termasuk juga

organisasi internasional karena organisasi internasional juga sifatnya ada kumpulan beberapa Negara meskipun anggotanya tidak menonjol secara individu tapi secara institusi sebagai organisasi Pak, mungkin itu barangkali.

ARSIP D

PR RI

Page 9: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

9

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Jadi Negara asing masih cukup menjelaskan dengan apa yang dimaui ini, kalau ditambah dengan Negara sahabat bias. Sahabat karib atau sahabat apa ya. Saya kira Negara asing itu standar ya Pak. oke ya kita sepakati ya?

(RAPAT: SETUJU) DIM yang nomor 3. Bahwa dalam “b”, bahwa dalam usaha mencapai pengaturan protokol yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai sosial dan budaya bangsa dipandang perlu untuk mengatur protokol secara menyeluruh. Perubahan diubah formulasi kalimat untuk lebih fokus pada system ketatanegaraan menjadi bahwa dalam upaya penyesuaian terhadap dinamika yang tumbuh dan berkembang dalam system ketatanegaraan, budaya dan tradisi bangsa bahwa dipandang perlu suatu pengaturan keprotokolan secara menyeluruh. Saya kira tidak ada, atau ada yang melihat ada yang substantif disini, ada yang berbeda? Bisa disepakati ya?

(RAPAT: SETUJU) DIM 4, C. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol sudah tidak sesuai dengan perkembangan system ketatanegaraan dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti. Menjadi; Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol sudah tidak sesuai dengan perkembangan system ketatanegaraan sehingga perlu diganti.

Jadi itu perubahan frasa saja itu Pak dari kebutuhan masyarakat menjadi perkembangan system ketatanegaraan, mungkin ini lebih sopan saja, lebih elegan, betul Pak. jadi bisa diterima kan DIM 4?

(RAPAT: SETUJU) DIM 5, E. Bahwa sebagaimana pertimbangan yang dimaksud dalam huruf A, huruf B dan

huruf C, perlu membentuk Undang-undang tentang Protokol. Saran perubahan menjadi; Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud

dalam huruf A, huruf B, dan huruf C perlu membentuk Undang-undang tentang Keprotokolan. Saya kira ini menyesuaikan dari yang diatas ya? Terima kasih.

(RAPAT: SETUJU) DIM 6. Mengingat Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, ini

tetap jadi bisa langsung disepakati. (RAPAT: SETUJU)

DIM 7, saya kira ini tinggal menyesuaikan redaksinya dari protocol menjadi keprotokolan. Kita sepakati DIM nomor 7?

(RAPAT: SETUJU) DIM 8, tetap.

(RAPAT: SETUJU)

ARSIP D

PR RI

Page 10: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

10

DIM nomor 9 juga tetap. (RAPAT : SETUJU)

DIM nomor 10. Protokol adalah serangkaian peraturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan atau kedudukannya dalam Negara, pemerintahan atau masyarakat.

Usulan perubahan menjadi; Keprotokolan adalah hal yang berkaitan dengan aturan, dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan atau kedudukannya dalam Negara, pemerintahan atau masyarakat.

Hanya menyesuaikan dari protokol menjadi keprotokolan. Saya kira bisa diterima ini ya? Silakan.

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Ketua, ini DIM nomor 10 ya. Saya kira ini yang perlu kita defenisi dari keprotokolan ini di sini

keprotokolan adalah hal yang berkaitan dengan aturan. Kata “hal” ini yang menurut saya perlu ada suatu, tidak menunjukan suatu rangkaian apa yang dimaksud dari defenisi keprotokolan ini sendiri. Ini sangat-sangat dalam rumusan perundang-undangan ini tidak berdiri sendiri. Kalau bisa misalnya kalau redaksinya ini “segala hal”. Kalau misalnya “keprotokolan adalah segala hal yang berkaitan”, tidak hanya “hal”. Kalau dari tata bahasa bagaimana Bu? Kalau saya lebih condong ketika dalam rumusan undang-undang saya tidak pernah menemukan kata “hal” berdiri sendiri. Kadang biasa menggunakan “dalam hal”, “segala hal”, keprotokolan adalah segala hal yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara. Dalam hal yang berkaitan, itu lebih spesifik lagi kalau misalnya “hal” ini diganti dengan “kegiatan”. Kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi, ya tata tempat, tata upacara dan sebagainya, dan itu masuk dalam konteks kegiatan.

Saya kira saya lebih sepakat ketika menggunakan kata kegiatan. Keprotokolan adalah kegiatan yang berkaitan.

KETUA RAPAT: Iya, kami mendukung Pak. Pemerintah setuju ? Jadi “hal”nya dihilangkan, kegiatan ya ? Itu menjadi tolong ya.

F- PDI PERJUANGAN (DRS. H. SETIA PERMANA): Ketua, kalau kita mau konsisten keprotokolan itu adalah segala hal yang berkiatan dengan protoKol, ini pun menurut saya sama akhirnya. Bisa mengikuti usulan dari kita dengan menggunakan “serangkaian kegiatan yang berkaitan”, bukan hanya “kegiatan” karena kita ingin konsisten dengan keprotokolan. KETUA RAPAT: Ini usulan dari Pak Setia Permana, “serangkaian kegiatan”. Bisa diterima? Ahli bahasa ? Ahli bahasa kalau bicara pakai mic Bu biar yang lain dengar juga.

ARSIP D

PR RI

Page 11: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

11

AHLI BAHASA: Bisa.

KETUA RAPAT: Iya, terima kasih. Silakan.

F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH): Ketua, apa bedanya kegiatan dengan serangkaian aturan, kan ini bentuknya dalam undang-undang lebih pas mana serangkaian aturan atau serangkaian kegiatan? Karena kegiatannya itu bermacam-macam jadi itu dianggap sebagai suatu aturannya. Jadi seperti satu system sehingga disebut sebagai sebuah rangkaian, jadi serangkaian kegiatan. Karena didalam sininya adalah mengatur aturan-aturan Pak, aturan tata letak, aturan tata tempat, apa tidak lebih baik serangkaian aturan?

KETUA RAPAT: Yang dijelaskan ini soal protokolnya Bu. Jadi yang dijelaskan defenisi ini tentang protokolnya.

F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH): Maaf Ketua karena didalam yang sebelumnya itu, protokol adalah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan. Walau memang itu adalah rangkaian kegiatan yang diatur kan berarti aturan, sekarang pertanyaannya adalah lebih pas mana untuk didalam undang-undang itu serangkaian kegiatan atau serangkaian aturan.

KETUA RAPAT: Disini inikan rumusan yang baru ya saya bacakan kalau masuk rumusan tadi serangkaian kegiatan; Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi. Jadi aturannya itu ada, tapi penjelasan tentang keprotokolan itu adalah sebuah kegiatan iya masuk disitu. Jadi tidak semata-mata itu aturan, tapi kegiatannya adalah bagian dari protokol itu. Saya kira bisa diterima ini ya ? Tolong tim staf ahli merumuskannya.

(RAPAT : SETUJU) Jadi DIM nomor 10, Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sehubungan dengan penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan atau kedudukannya dalam Negara, pemerintahan atau masyarakat. Cukup ya?

F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.SI): Minta penjelasan untuk perubahan dari kata-kata “sehubungan dengan penghormatan”, kalau yang awal adalah “sebagai bentuk penghormatan”. Kami mohon kepada pemerintah kiranya bisa memberikan penjelasan.

KETUA RAPAT: Kami persilakan Pemerintah.

ARSIP D

PR RI

Page 12: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

12

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Iya, teliti juga ini Pak Guntur ada yang hilang itu tahu. Saya persilakan mungkin dari Ibu dari segi redaksionalnya barangkali.

AHLI BAHASA: Pak lebih tepat “sebagai bentuk” Pak, jadi bukan “sehubungan dengan”. Kalau “sehubungan dengan” itu lebih kepada alasannya tapi “sebagai bentuk” itu memang itulah yang harus dilakukan, seperti itu.

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Setuju Ketua, memang usulan kami memang seperti itu Ketua.

KETUA RAPAT: Iya ternyata menurut kita sempurna tadi, menurut Pak Guntur masih belum sempurna dan ini usulannya. Jadi bentuk ini lebih tepat begitu. Kalau boleh saya ulangi, saya bacakan; Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan atau masyarakat.

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Ketua, memang sedikit agak rancu penyebutan kata aturan, ini sudah berulang kali dalam satu pasal ini, dalam rumusan Undang-undang itu saya, coba kita cermati bunyi DIM 10 ini. Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan, dua-dua double kan “aturan”, mengenai tata tempat, tata upacara, tata penghormatan. Ini coba diformulasikan supaya kata aturan ini, tidak berulang ya.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Saya mohon ijin Ketua. Dari Fraksi PKS mestinya ada Pak Muzzamil beliau di Komisi II belum bisa menempati kursinya, saya mohon ijin. Yang pertama, memang pada dasarnya formula yang tadi relative kita sepakati itu sudah mendekati suatu kesimpulan yang sangat memadai namun demikian ada hal yang cukup menggangu seperti usul Pak Suding tadi, dan Pak Guntur sebelumnya. Saya menawarkan satu permohonan sebagai berikut; satu, Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan dan atau acara resmi yang berkenaan dengan. Jadi meliputi aturan mengenai itu mungkin yang berkenaan dengan sehingga rangkaian itu tidak keluar dari aturan itu. Jadi lengkapnya sebagai berikut; Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang berkenaan dengan tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan dan selanjutnya. Demikian.

KETUA RAPAT: Mungkin ahli bahasa, tadi menangkap yang dari Pak Soenman ya Bu. Kalau belum saya minta Pak Soenman mengulangi. Dan menghilangkan kata “aturan” itu dengan kata “berkenaan”. Makanya ini kita serahkan ahli bahasa sebenarnya.

ARSIP D

PR RI

Page 13: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

13

AHLI BAHASA: Tolong Pak diulang konsepnya tadi itu.

KETUA RAPAT: Pak Soenman silakan.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Iya ini ada tambahan dulu Ketua, nanti diulang.

KETUA RAPAT: Bisa dipertimbangkan kalau soal itu.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ini untuk menghormati permohonan ibunda ini, jadi usul sebagai berikut; satu, Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang berkenaan dengan tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan, dan selanjutnya sampai masyarakat, titik.

KETUA RAPAT: Intinya disitu Bu “meliputi aturan mengenai” diganti dengan “berkenaan”. Aturannya dihilangkan, mengurangi “aturan” tadi itu. Bagaimanapun kita serahkan sama ahlinya. Kalau belum, saya kasih Ibu yang lain. Silakan Bu kalau sudah punya. AHLI BAHASA: Sebenarnya begini Pak, sebenarnya dari segi tata bahasa itu sudah benar. Tapi kalau saya melihat isinya inikan sebenarnya ingin menguraikan bahwa dalam kegiatan itu meliputi, jadi berbeda Pak “meliputi” dengan “berkaitan dengan”. Kalau meliputi itu jelas ini, ini, ini. tapi kalau berkenaan dengan itu sama dengan berkaitan dengan sebenarnya. Jadi itu hanya berhubungan saja, jadi tidak jelas step-stepnya begitu.

KETUA RAPAT: Silakan Pak Tri.

KETUA PANSUS/PDI PERJUANGAN (H. TRITAMTONO, SH): Terima kasih saya coba urun rembug, dari apa yang disampaikan oleh Pak Soen kemudian dapat masukan dari Ibu, coba kita, intinya adalah untuk mengurangi kata aturan yang berurutan sehingga isian pokoknya menjadi keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi dan berkenaan dengan aturan mengenai tata tempat dan seterusnya. meliputi dan berkenaan dengan aturan mengenai tata tempat dan lain sebagainya.

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Atau begini Bu tanpa mengurangi makna dari redaksi ini, saya coba menawarkan begini, Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi tata tempat, menghilangkan aturan mengenai yang meliputi tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan. Jadi satu rangkaian kalimat ini sudah mengatur ada

ARSIP D

PR RI

Page 14: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

14

aturan meliputi disini. Jadi dihilangkan frasa aturan mengenai, atau acara resmi yang meliputi, ini kata “aturan mengenai” dicoret supaya tidak double.

KETUA RAPAT: Iya jadi cuma kelebihan saja ini bagaimana ahli bahasa?

AHLI BAHASA: Jadi aturan mengenai tadi dihapus. Oke, “aturan mengenai” dihapus.

(RAPAT: SETUJU) Nanti tenaga ahli membuat rumusan yang sudah. Sekarang DIM 11. Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan dilakukan oleh lembaga Negara yang diatur dan dilaksanakan secara teratur dan terpusat, dihadiri oleh presiden dan atau wakil presiden. Menjadi, perubahan frase “dilakukan oleh lembaga Negara” diganti dengan “diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan oleh panitia Negara”. Jadi menjadi; Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diatur dan dilaksanakan oleh secara terpusat yang diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan oleh panitia Negara, dihadiri oleh presiden dan atau wakil presiden serta pejabat Negara dan undangan lainnya dalam melaksanakan acara tertentu.

Jadi bagaimana usulan perubahan dari pemerintah ini teman-teman sekalian? Bisa diterima Bapak Ibu DIM 11?

F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH): Belum Pak, kalau ini kelihatannya seperti mengulang-ulang ya, dilaksanakan secara, yang diselenggarakan oleh, apa tidak bisa lebih disederhanakan tapi maksudnya adalah pelaksanaan itu. Ini pengertiannya dilaksanakan dengan diselenggarakan kalau secara tata bahasa bagaimana itu? KETUA RAPAT: Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diatur dan dilaksanakan oleh secara terpusat yang diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan oleh panitia Negara, dihadiri oleh presiden dan atau wakil presiden serta pejabat Negara dan undangan lainnya dalam melaksanakan acara tertentu. Ini penjelasan tentang kenegaraan itu. Jadi kalau tidak dihadiri oleh presiden bukan kenegaraan, kayak misalnya acara malam hari ini bukan acara kenegaraan ini, tidak presiden dan wail presidennya. Malah masuk undangan sekarang juga, pejabat Negara dan undangan lainnya dalam pelaksanaan, ya kan? Silakan Pak.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, terima kasih. Tentukan pemerintah menyampaikan saran dan pandangannya memiliki landasan, baik itu landasan formil maupun juga tradisi atau hal-hal yang sudah biasa dilaksanakan. Namun demikian ada satu pertanyaan apakah mungkin disatukan pemerintah ini mohon maaf antara kata diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan oleh panitia Negara. Ini misalnya panitia Negara itu kan pasti menyelenggarakan ditingkat Negara. Mungkin ini bisa hilang salah satu, diselenggarakan

ARSIP D

PR RI

Page 15: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

15

oleh Negara itu mungkin bisa hilang. Tapi panitia Negara itu otomatis merupakan pengejewantahan dari kewenangan Negara dalam menyelenggarakan acara tersebut, mungkin begitu. Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT: Mungkin pemerintah bisa memberi penjelasan yang elaboratif sedikit.

F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH): Kalau boleh sebelum ke Pemerintah. Saya ada usulan seperti ini; Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diselenggarakan oleh negara dan dilaksanakan oleh panitia Negara. Jadi yang diaturnya lagi dihilangkan, jadi tidak kelihatan seperti mengulang-ulang. Kalau seperti itu kalimatnya mungkin.

KETUA RAPAT: Sudah Bu?

F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH): Jadi acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diaturnya hilang, langsung masuk yang diselenggarakan karena untuk menjelaskan acara kenegaraan itu apa, yang diselenggarakan oleh Negara dan siapa pelaksananya, dan dilaksanakan oleh panitia Negara sehingga apa yang diatur dan dilaksanakan secara terpusat itu seperti mengulang kalau dibawah ada keterangan itu lagi. Kalau seperti itu kira-kira Ketua.

KETUA RAPAT: Iya kita tawarkan ke Pemerintah ini silakan.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Terima kasih Bapak Pimpinan. Usul bahwa beberapa frasa, kata-kata dan frasa bisa dihilangkan dalam DIM 11. Jadi Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang dilaksanakan secara terpusat oleh panitia Negara. Jadi “yang diatur dan” itu dibuang, jadi “yang dilaksanakan secara terpusat oleh panitia Negara. Frasa “yang diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan” itu dibuang semua, jadi logikanya adalah kalau dilaksanakan oleh panitia Negara pasti SKnya dari Negara juga dan oleh karena itu pelaksananya atau penyelenggaranya pasti Negara, “dihadiri oleh presiden dan atau wakil presiden serta pejabat Negara dan undangan lainnya dalam melaksanakan acara tertentu”. Jadi frasa atau kata-kata yang dihilangkan adalah “diatur dan” kemudian “yang diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan” itu dibuang.

KETUA RAPAT: Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang dilaksanakan secara terpusat

oleh panitia Negara, dihadiri oleh presiden dan atau wakil presiden, serta pejabat Negara dan undangan lain dalam melaksanakan acara tertentu.

?…………………: Dalam melaksanakan acara tertentu itu masih.

ARSIP D

PR RI

Page 16: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

16

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Itu bersifat obtional sebetulnya karena tidak diberikan kalimat itu pun sudah jelas acara kenegaraan itu adalah sepanjang unsur-unsurnya adalah dilaksanakan secara terpusat oleh panitia Negara, dihadiri oleh presiden, ini sudah memenuhi unsur-unsurnya Pak.

Jadi kalimat “dalam melaksanakan acara tertentu” dapat dihapus. Itu ya rumusannya. F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH):

Pak Ketua, ada yang mengganggu sedikit ini dari teman saya sebelah. Yang dilaksanakan secara terpusat oleh panitia Negara. Pertanyaannya untuk acara kenegaraan yang ada di daerah itu masuk ke dalam ininya dimana, ke dalam aturannya disini dimana? Kalau terpusatkan artinya, kalau acara resmi yang ada dilakukan di daerah itu bagaimana masuk tidak didalam aturan ini.

?…………………… : Mungkin sebelum ke Pemerintah, kalau acara kenegaraan itukan intinya dihadiri presiden atau wakil presiden. Jadi sungguhpun ini dilaksanakan di daerah, presiden hadir, wakil presiden hadir dan itu terpusat pengelolaan kegiatan itu. Jadi maksudnya oleh protokcol Negara yang melakukan itu, kan begitu.

KETUA RAPAT: Pak Suding kami serahkan pemerintah dulu untuk menjelaskan itu, terima kasih. Saya bukan pemerintah.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Jadi pemahaman kita ini adalah pusat dan di pusat itu hal yang berbeda. Penyelenggaraannya terpusat itu bisa saja, bisa saja upacara resmi atau kenegaraan yang dihadiri oleh presiden diadakan di daerah dan itu sering misalnya ada konferensi internasional dimana bukan hanya selalu di adakan di Jakarta tapi juga di daerah tapi tidak berarti tidak dilaksanakan secara terpusat, tentu oleh Negara. Itu barangkali ide dan penjelasannya, terima kasih.

KETUA RAPAT: Silakan Pak Suding.

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Pak Ketua, pertanyaan sederhananya barangkali menurut Ibu ini ketika misalnya walaupun saya memahami ini misalnya ketika ada acara di daerah misalnya di provinsi atau kabupaten yang dihadiri oleh presiden atau wakil presiden, apakah panitianya itu dari Negara atau dari pemerintah setempat? Saya kira pertanyaan sederhananya seperti itu. Ketika misalnya itu tetap dari Negara saya kira rumusan ini pas itu, tapi kalau Pemerintah daerah yang melaksanakan ini tidak pas.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Itu Negara, oleh karena itu disebutkan panitia Negara, bisa saja unsur itu berbagai elemen Pak. bisa dari pusat, bisa dari daerah, kan ini hanya penyelenggaraan.

KETUA RAPAT: Panitia Negara dan nanti.

ARSIP D

PR RI

Page 17: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

17

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Ini mengikut dari sifat acara itu.

KETUA RAPAT : Nanti kita ketemu dengan DIM 38 yang membahas soal lembaga Negara yang disebutkan oleh undang-undang itulah yang menyelenggarakan kegiatan atau acara kenegaraan itu. Jadi bukan panitia yang biasa di partai politik.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Mohon ijin Pimpinan, ada tambahan sedikit. Mungkin unsur atau frase yang menyebutkan bersifat yang diatur itu frase diatur itu karena kita berbicara mengenai tata aturan, jadi kalau bisa tetap ada aturan itu kalimat atau kata aturan didalam jadi tidak dihapus sama sekali Pak.

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Kalau misalnya redaksi yang bisa….supaya menjadi focus, ini usulan saya, ini masuk tidak;

Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang dilaksanakan oleh panitia Negara secara terpusat, jadi dibalik. Inikan yang dilaksanakan oleh panitia Negara secara terpusat. Jadi bukan dilaksanakan secara terpusat oleh panitia Negara. Tapi dilaksanakan oleh panitia Negara secara terpusat. Jadi agak nyambung redaksinya itu. Dilaksanakan itu harus ada yang melaksanakan, begitu. Yang melaksanakan adalah panitia, jadi terpusatnya dibelakang. Dilaksanakan oleh panitia Negara secara terpusat, dihadiri oleh presiden dan atau wakil presiden. Pas tidak?

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Jadi mohon ijin Pimpinan, kembali lagi saya tetap mengusulkan agar frase yang diatur itu karena kita menyangkut masalah aturan.

KETUA RAPAT: Jadi ada kata “diatur” itu jangan hilang itu. Jadi Acara kenegaraan adalah acara yang diatur

dan dilaksanakan oleh panitia Negara secara terpusat. Ini biar tahu kan nanti Pemda juga tahu bahwa kalau sudah ada presiden datang itu yang

mengatur itu dari Setneg atau dari protokol negaralah maksudnya, supaya tidak ada tumpang tindih lagi, yang satu ke utara, yang satu ke selatan. Itu bisa merepotkan. Jadi jangan terus ditafsirkan ini sentralisasi, itu tidak ada, ini pengaturan yang biasa ini. kira-kira begitu ya Pak.

Oke, jadi saya coba bacakan kembali. Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia Negara secara terpusat, dihadiri oleh presiden dan atau wakil presiden, serta pejabat Negara dan undangan lain. Cukup menjelaskan tentang acara kenegaraan? Sepakat ya?

F-PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Coba ahli bahasa kata terpusat dengan dihadiri itu jangan pakai kata yang atau bagaimana?

KETUA RAPAT: Koma itu, sudah ada komanya itu. Itu sudah kata sambung itu, padahal pimpinan saya ini sudah ngomong betul tapi masih belum bisa menyakinkan anda ya. Begitu ahlinya yang ngomong terus patuh. Itu menandakan Pak Suding itu.

ARSIP D

PR RI

Page 18: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

18

WAKIL KETUA/F-PKS(H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, mungkin ada kata sandang, ada kata pangan.

KETUA RAPAT: Saya kira disepakati ya DIM 11 ini?

(RAPAT: SETUJU) DIM 12. Tiga, Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau lembaga Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh pejabat Negara dan oleh pejabat pemerintah serta undangan lainnya. Ditambah frasa kata “atau organisasi lainnya” menjadi; Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau lembaga Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu atau organisasi lainnya dan dihadiri oleh pejabat Negara dan atau oleh pejabat pemerintah serta undangan lainnya. Bagaimana bisa diterima Ibu?

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD) : Ada sedikit Pimpinan. Kalau didalam rancangan usul perubahan Pak Ketua, melalui pimpinan kepada pemerintah, disitu menggunakan kata Pemerintah dengan menggunakan huruf “p” kecil Pak, sebab di sana mungkin akan lebih leluasa memaknai apakah itu Pemerintah pusat atau Pemerintah provinsi kabupaten kota, misalnya seperti itu. Apabila pada usul perubahan Pemerintah ini huruf “p” menjadi besar, apakah ini memberikan suatu terminology bahwa ini adalah hanya di pusat saja? Kemudian bagaimana kalau acara resmi ditingkat provinsi dan kabupaten atau kota. Itu yang pertama. Yang kedua, juga penulisan lembaga Negara dengan huruf besar dalam konsep awalnya dengan huruf kecil. Ini juga mohon penjelasan melalui Pak Ketua kepada Pemerintah. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Mengenai huruf kecil huruf besar tadi.

WAKIL KETUA/F-PKS (H.TB. SOENMANDJAJA, SD): Saya coba mengulang ya Pak supaya lebih lengkap Pak Ketua untuk Pemerintah mohon ijin. Jadi tadi memang ada penulisan huruf Pemerintah dengan “p” kecil dan besar, itu yang pertama. Yang kedua, apabila ditarik terminologi apakah bisa menjamin ada tersedia perbedaan manakala itu Pemerintah pusat, mananya dengan Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Demikian juga dengan penulisan lembaga negara dengan huruf besar tersebut. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Ini pertanyaan untuk Pemerintah telah dibahas Pak Soenman.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Ijin Bapak Pimpinan.

ARSIP D

PR RI

Page 19: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

19

Sependapat apa yang disampaikan Pak Soenman bahwa pengertian Pemerintah dengan “p” besar itu cenderung diartikan sebagai Pemerintah pusat. Jadi kalau Pemerintah dengan “p” kecil itu pengertiaannya bisa Pemerintah pusat, Pemerintah daerah. Kemudian lembaga negara, kalau dia disebut dengan huruf besar itu menunjuk pada lembaga negara tertentu saja. kalau dia dengan huruf kecil itu pengertiannya pada berbagai lembaga negara. Jadi artinya apa yang disampaikan Pak Soenman itu bisa diterima Pak. Sedangkan kami masih ada satu lagi Pak ingin mungkin kita koreksi bersama kata “organisasi

lainnya” itu cenderung bisa menimbulkan multi interprestasi lainnya kalau kita tidak tetapkan sekarang apakah itu akan kita hapus atau harus kita berikan penekanan pengertian tersendiri mengenai organisasi lainnya. Kalau kita lihat pada rangkaian kalimat awalnya acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau lembaga negara maka pengertian organisasi lainnya itu tidak diperlukan lagi. Demikian Pak.

KETUA RAPAT: Mungkin sebelum diberi pendapat oleh teman-teman lain. Acara resmi kalau acara itu diselenggarakan oleh Pemerintah atau lembaga negara. Bagaimana dengan acara yang tidak diselenggarakan oleh mereka tetapi dihadiri oleh pejabat-pejabat negara katakanlah acara partai politik atau organisasi kemasyarakatan misalnya, apakah ini yang dimaksudkan dalam perubahan di dalam usulan ini bahwa itu bagian dari acara resmi yang dimaksud karena memang kehadiran menteri atau siap aitu diatur secara resmi. Mungkin begitu Pak. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ketua, sebelum ke Pemerintah. Memang pada konsep awal RUU perubahan dari DPR ini tidak ada kata atau organisasi lainnnya itu jadi kalau kita cermati kembali usul perubahan pada DIM ke 12 memang tidak ada kata-kata itu, hanya Pemerintah mengusulkan menginsert kata atau frasa “atau organisasi lainnya”. Memang kalau untuk organisasi seperti Korpri mungkin mohon maaf, tapi ketika ada organisasi-organisasi yang tidak jelas makna dan bentukannya menurut undang-undang ini akan menjadi terlalu multi interprestasi. Saya ingin membuat analogi, Pemerintah tadi mengajukan tokoh masyarakat tertentu ini suatu kemajuan, tokoh masyarakat tertentu tadi defenitif. Tokoh masyarakat dia sangat terbuka. Ini pun demikian karena DIM 12 ini tidak lazim memerlukan penjelasan itu akan mengaburkan, pertama dan yang kedua juga memang akan menjadi liar. Kalau kami cenderung kembali pada rumusan awal Pak Ketua dalam konteks ini yakni memang tidak ada kata-kata tambahan dengan kalimat maaf dengan kata-kata atau organisasi lainnya, seperti itu. Teirma kasih.

KETUA RAPAT: Jadi organisasi lainnya dicoret, sebentar kita dengar dulu dari Pemerintah kalau begitu.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Jadi kembali lagi seperti yang juga disampaikan oleh pimpinan tadi kenapa frase atau organisasi lainnya dengan pertimbangan perkembangan dinamika masyarakat dilapangan sehingga peranan organisasi dalam melaksanakan acara-acara resmi ini tidak bisa dipungkiri faktanya

ARSIP D

PR RI

Page 20: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

20

demikian juga. dan kita melihat organisasi-organisasi masa yang katakanlah yang juga menyelenggarakan tugas-tugas atau fungsi-fungsi yang bantu dalam hal misi-misi pemerintahan itu juga yang dihadiri oleh presiden dan wakil presiden atau barangkali pejabat Negara itu barangkali dijadikan sebagai acara resmi. Itu kira-kira dari factor perkembangan saja, namun demikian tentunya kita perlu mendengarkan Bapak-Bapak yang ada di rapat ini. Demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT: Iya silakan.

F- PDI PERJUANGAN (DRS. H. SETIA PERMANA): Saya cenderung berpikir sama dengan Pak Soenman tadi ketimbang kemudian nanti pada untuk tafsir tentang organisasi-organisasi tersebut bisa berbagai hal ditafsirkan atau terbuka untuk ditafsirkan cenderung untuk ditiadakan karena toh kemudian dalam hal tertentu organisasi yang melaksanakan misalnya ormas keagamaan yang melaksanakan acara tertentu mengundang presiden dan wakil presiden juga mengikuti aturan-aturan yang sudah baku misalnya dilaksanakan, ketimbang nanti beresiko ditafsirkan bermacam-macam oleh organisasi tersebut.

KETUA RAPAT: Silakan Pak.

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH): Pimpinan mohon ijin. Kami dari kebetulan kami ini ikut membidangi juga mengenai organisasi kemasyarakatan di Kementerian dalam negeri, ini kita dalam proses untuk menyempurnakan Undang-Undang Nomor 8 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Jadi sepanjang ini kita masih belum menemukan format yang jelas tentang organisasi kemasyarakatan yang masih akan dirumuskan bersama dengan Komisi II DPR, saya kira kata organisasi lainnya kita cenderung dikeluarkan saja Pak karena bisa cenderung timbul multi interprestasi.

KETUA RAPAT: Iya sepertinya begitu, organisasi lainnya kita hilangkan karena juga belum tentu itu memang menjadi kebutuhan organisasi itu dengan pengaturan-pengaturan yang sangat protokoler ketika dia misalnya dia mengundang seorang pejabat tinggi atau pejabat Negara, belum tentu mereka bisa merasa itu sesuatu yang bisa dilakukan bahkan bisa menjadi suatu beban juga, maaf, kepada mereka itu.

F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si): Pak Ketua menterinya Pak Soeman ini mungkin bisa formal di luar, begitu masuk PKS kembali lagi ke Jamia, tidak bisa diatur lagi secara formal-formalan, kira-kira begitu Pak. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Jadi memang di era reformasi dan demokrasi kita khawatir waktu itu mengcopetasi saja Pemerintah, mohon maaf, kita khawatir apakah sementara tidak diformat saja ada istilah invisible hand lebih-lebih kita sediakan satu slot yang besar yang luar biasa ini disaat memberdayakan kemandirian masyarakat tiba-tiba muncul lagi yang seperti ini. jadi itikad baik kita yang semula ingin

ARSIP D

PR RI

Page 21: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

21

meresmikan acara ini maaf ingin mewadahi acara menjadi resmi disisi lain masyarakat merasa tercooptasi.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Mohon ijin Pemerintah. Ini hanya contoh kasus saja kata-kata kooptasi misalnya katakanlah presiden atau wakil presiden menghadiri katakanlah mukthamar organisasi tertentu Naidhatul’ulama, Muhammadiyah dan juga organisasi-organisasi lainnya. Ini kita harus apakah itu sifatnya tidak resmi atau resmi, ini pertanyaan saya saja. Malah

KETUA RAPAT: Malah pertanyaan saya Pak apakah itu acara kenegaraan atau bukan?

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Oleh karena itu Pak barangkali seperti yang saya sebutkan dengan adanya unsur organisasi

lainnya karena kita bicara mengenai acara resmi kami menganggap itu sebagai acara resmi yang diselenggarakan oleh organisasi lain. Karena kalau tidak dicantumkan seperti itu akhirnya tata pengaturan keprotokolerannya nanti ada konsekuensi yang barangkali yang tidak kita inginkan.

KETUA RAPAT: Tetapi kalau contohnya adalah kehadiran presiden sebenarnya itukan di DIM yang kita bahas tadi itu adalah yang menjadi ciri dari acara kenegaraan itu. Kalau memang penjelasannya untuk presiden dan wakil presiden barangkali perlu penegasan. Tapi yang kita khawatirkan kata “pejabat

negara, pejabat pemerintah” ini bisa sangat luas, bisa untuk menteri, bisa untuk kepala badan dan juga yang lain-lain, ini akan merepotkan. Tapi untuk presiden dan wakil presiden saya kira kita sepakat ini bagian dari acara kenegaraan itu dan semua tunduk dengan tata aturan yang akan kita tentukan disini. Oleh karena itu sebenarnya ada penambahan kalimat “organisasi lainnya” ini saya menilainya ini lebih cenderung bisa membingungkan. Jadi dibuang saja tetapi berkaitan dengan acara presiden dan wakil presiden di berbagai organisasi itu bagian dari acara kenegaraan. Kira-kira begitu Pak. Pak Rusli silakan.

F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si): Saya bertanya saja Pemerintah menurut ini yang berkaitan dengan batasan dulu, ada yang acara resmi, ada yang kenegaraan. Kalau acara kenegaraan itu, itu cirri-cirinya apa? yang pertama kita lihat itu dihadiri oleh presiden dan wakil presiden, itu disebut acara kenegaraan. Kemudian yang kedua, kalau dilaksanakan oleh pemerintah atau negara, oleh panitia negara, dia terpusat, itu artinya di ibukota. Sekarang pertanyaannya itu ada acara resmi. Acara resmi ini adanya di daerah, dihadiri oleh presiden. Itu acara negara atau acara resmi kalau presiden hadir dalam acara peresmian proyek misalkan begitu? Itu acara apa? acara resmi? Dilaksanakanya oleh perusahaan panitianya. Jadi saya pikir ini perlu, bukan saja organisasi lainnya perusahaan-perusahaan juga ini menyelenggarakan dengan proyek PLTU, ini banyak. Jadi barangkali ini perlu penjelasan sehingga organisasi lainnya ini

ARSIP D

PR RI

Page 22: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

22

saya pikir masih sangat penting, tapi karena tadi Muhammadiyah, NU, bahkan perusahaan-perusahaan swasta belum terakomodir disini, itu barangkali. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Pak Rusli menganggap organisasi lainnya perlu begitu?

F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si): Bukan tapi harus ditambah, yang nambah swasta bagaimana itu proyek, proyek ini, proyek itu, panitianya juga perusahaan.

KETUA RAPAT: Biasanya kalau kepanitiaan itu kan macam-macam levelnya muncul lingkungan perusahaan itu, tetapi yang menjadi lingkup dari undang-undang kita inikan yang menjadi panitia resmi itu yang ditunjuk oleh negara. mungkin nanti teman-teman dari protokol ini bisa menjelaskan lebih detail soal hal-hal yang seperti ini.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Artinya kalau acara kenegaraan dihadiri oleh presiden itu jelas dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat. Tapi kalau acara resmi itu selain artinya dilaksanakan meskipun secara tidak terpusat itu bisa saja, artinya katakanlah pemerintah daerah mengundang bapak presiden itu resmi tanpa dilakukan secara terpusat bisa saja dilaksanakan dari segi penyelenggaraannya. Demikian juga organisasi-organisasi lain, artinya tidak perlu diselenggarakan oleh panitia pusat, bisa diselenggarakan oleh organisasi-organisasi atau bisa termasuk itu tapi itu dalam penjelasan tidak perlu secara spesifik disebutkan organisasi lain itu bisa dikategorikan dalam hal itu Pak, itu barangkali yang pemikiran kita. Demikian.

F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si): Jadi saya setuju Pak, jadi jangan dihapus kalau bisa ditambah.

KETUA RAPAT: Ya, Ibu dari tadi Pak Soeman. Bapak ini jangan dituduh, mendominasi nanti, silakan.

F- PD (HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH): Saya mendukung yang disampaikan oleh Pak Rusli, karena organisasi lain masih butuhkan karena disini ada perbedaan antara acara kenegaraan maupun acara resmi dari pemerintah. jadi mungkin malah saya ada usulan. Usulannya adalah langsung ke kalimatnya, pengaturan kalimat, jadi acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga negara atau organisasi lainnya masuk ke atas, berarti penyelenggaranya bisa saja organisasi lain seperti tadi maksud dari pemerintah supaya dia jadi subyek atau organisasi lainnya baru masuk ke kalimat yang berikutnya, itu kelihatannya lebih menjawab kalau organisasi masuk karena acara resmi itu bisa terjadi di daerah-daerah dimana dihadiri oleh pimpinan negara tetapi tetap dilakukan secara aturan keprotokolan. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silakan Pak Soenman.

ARSIP D

PR RI

Page 23: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

23

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih Ketua. Jadi saya menghormati usul dan saran yang berkembang dari pemerintah maupun dari rekan-rekan Ibu Bapak Anggota Panja. Namun demikian seperti saya dengar tadi bahwa kita sedang mengerjakan satu proyek yang berkenaan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang tentu saja ini memerlukan perubahan karena memang ruhnya TAP MPR Nomor 2/MPR/1978 tanggal 23 Maret itu sudah dinyatakan tidak berlaku dan dicabut oleh TAP MPR Nomor 19/MPR/1999. Karena itu Bapak Ibu sekalian yang terhormat di dalam terminology yang berkenaan dengan pengertian-pengertian lantas tidak ada pasal, tidak ada angka yang menerangkan, yang mendefenisikan apa itu organisasi lainnya ini akan kabur. Bayangkan saja organisasi arisan ibu-ibu misalnya sebuah satu RT mengundang pejabat negara, jadi acara resmi padahal itu acara mereka sesungguhnya. Jadi dalam beberapa hal saya kira itu bisa dinegoisasikan dibicarakan antara panitia di tingkat RT dengan panitia di tingkat pusat misalnya atau dengan pejabat yang bersangkutan. Tapi ini akan kita breakdown pada DIM-DIM berikutnya, misalnya ini akan terbuka pada DIM 35 misalnya. Ada bab romawi tiga, acara kenegaraan, acara resmi, disitu mungkin bisa kita dalami.

Tetapi memang untuk di pengertian umum ini atau defenisi yang diberikan pada pasal ini sejauh kita tidak mendefenisikan apa itu organisasi lainnya saya cenderung jangan dibuka. Kalau pun kita akan membukanya nanti pada DIM berikutnya, misalnya dikecualikan itu Pak. dalam hal tertentu misalnya kita bisa buka pasal itu, daripada kita membuka induknya yang tidak pernah digunakan atau memberikan multi interprestasi lebih baik kita close saja nanti kita buka pada DIM yang berikutnya yang memungkinkan disana diselenggarakan untuk kegiatan di tingkat organisasi tertentu. Saya kira demikian Pak Ketua. KETUA RAPAT: Jadi usul konkritnya ini di drop. Silakan Pak Guntur.

F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si): Usul Ketua. Kami ingin mendapatkan penjelasan dari Pemerintah, kira-kira Pemerintah bisa tidak memberikan penjelasan tentang bagaimana defenisi organisasi lainnya ini. saya sebetulnya sependapat bahwa ini perlu diwadahi karena memang dinamikanya seperti itu banyak yang memerlukan tetapi penjelasan ini kiranya sangat perlu untuk tidak menimbulkan salah tafsir. Yang kedua, saya juga ingin tadi memperjelas acara resmi adalah acara yang bersifat resmi, pengulangan kata ini menurut kami bisa dapat dihindari sehingga problematik yang ada ini juga mungkin akan lebih jelas. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Iya, kami persilakan Pemerintah.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Baik Pimpinan yang saya hormati, kami ingin memberikan pandangan mengenai hal ini tentang organisasi lainnya itu memang saya baru berkonsultasi dengan kawan-kawan, memang ini

ARSIP D

PR RI

Page 24: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

24

perlu diwadahi karena perkembangan dinamika. Cuma memang tadinya kita berpikir bahwa mungkin bisa dijelaskan dengan penjelasan untuk dikategori mana yang dimaksud organisasi lain ini, cuma saya dapat informasi dari kawan-kawan di Kementerian bahwa biasanya penjelasan tidak boleh dimasukan dalam defenisi. Ini mungkin barangkali akan kita cari rumusan yang lebih baik bapak-bapak sehingga barangkali tidak sama sekali di anulir karena adanya dinamika yang berkembang tinggal bagaimana kelaziman dalam hal penulisan atau redaksional dalam perumusan undang-undang atau peraturan. Mengenai defenisi acara resmi seperti tadi yang disebutkan oleh Pak Guntur adanya pengulangan, acara resmi adalah acara yang bersifat resmi. Memang kita ada kesulitan untuk mendefenisikan secara detail mengenai apa itu acara resmi. Oleh karena itu disebutkan acara resmi itu disebut acara bersifat resmi jika diatur dan dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu yang dihadiri oleh pejabat negara atau pejabat pemerintah serta undangan lainnya. Mungkin itu Pak kategorisasi dalam hal menentukan sebuah acara apakah itu resmi atau tidak resmi. Kecuali kalau ada barangkali masukan yang bisa memberikan rumusan secara exact apa yang dimaksud dengan acara resmi atau acara yang bersifat resmi. Ini memang terus terang kita ada kesulitan untuk secara jelas, lugas dan tegas mendefenisikan itu. Oleh karena itu criteria yang dipakai dalam menentukan acara yang bersifat resmi jika diatur dan dilaksanakan pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu yang dihadiri oleh pejabat negara dan pejabat pemerintah serta undangan lainnya, itu barangkali criteria-kriteria yang bisa kecuali ada pemikiran lain, tentunya kita ingin mendengarkan. Terima kasih Pak Pimpinan.

KETUA RAPAT: Silakan Pak Guntur. F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.SI): Kalau criteria itu yang disampaikan Pemerintah kami justru tepat kalau acara resmi adalah acara yang diatur dan dilaksanakan tanpa menunjuk kata-kata “resmi” lagi karena itu sudah mendukung apa yang dimaksud oleh pemerintah sehingga tidak menimbulkan duplikasi. Jadi langsung saja. KETUA RAPAT: Mungkin ada tambahan dari Ibu dari lembaga bahasa mungkin bisa mengomentari.

F- PDI PERJUANGAN (DRS.H. SETIA PERMANA): Sebelum ke bahasa Pak, kita ingin bicara substansinya dulu. Hal yang sama juga terjadi dengan DIM yang sebelumnya sebenarnya Pak Guntur, Kenegaraan. Jadi kalau kemudian kita ilustrasikan dengan pandangan seperti ini Pak Ketua, kemuliaan adalah hati yang bersifat mulia lagi, itu tidak menjelaskan kan? Bagaimana kemudian yang tadi disebutkan oleh Pak Guntur tersebut itu tidak diulang bukan dalam pengertian tidak penting, tapi resmi itu cukup dipresentasikan oleh “yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah” tidak lagi bersifat resmi. Karena yang sebelumnya juga

ARSIP D

PR RI

Page 25: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

25

sama acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan mestinya tadi saya lupa, mestinya acara kenegaraan adalah acara yang diatur dan dilaksanakan secara dan seterusnya tadi. Jangan sampai kemudian mendefenisikan sesuatu dengan menjawab menjawab oleh sesuatu yang didefenisikan tersebut. Kemudian adalah hal-hal yang bersifat mulia lagi, orang tidak dapat lagi, kira-kira begitu Pak Ketua.

KETUA RAPAT: Silakan Pemerintah atau ahli bahasa tadi yang diminta.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Mungkin dari segi bahasa dulu sebentar. Silakan Bu.

AHLI BAHASA: Iya terima kasih.

Bapak Dirjen dan Anggota Dewan yang terhormat, Kalau memang tadi yang disebutkan bahwa yang bersifat resmi itu dicirikan dengan diatur dan dilaksanakan dan itu sudah tercantum didalam defenisi ini jadi yang bersifat resmi ini bisa saja dihilangkan karena memang itu sudah dinyatakan disini Pak jadi ditandai dengan yang diatur dan dilaksanakan. Tadi disebutkan oleh Bapak seperti itu, jadi kalau memang hal itu sifatnya seperti itu tidak perlu dimunculkan karena memang defenisi kalau dalam bahasa Indonesia ada pendefenisian itu memang kalau yang tidak ada genusnya itu memang kita harus menunjukan ciri-cirinya. Jadi kalau misalnya anggrek itu kan ada genusnya bunga, jadi kalau kita mendefenisikan anggrek adalah bunga yang berwarna ungu misalnya dan sebagainya tapi kalau ini kelihatannya genusnya susah. Kalau yang seperti ini bisa kita munculkan sifat-sifatnya. Jadi tidak perlu diulang lagi tapi tunjukan sifat-sifatnya. Tadi sudah sudah disebutkan bahwa kalau memang acara resmi itu bersifat diatur dan dilaksanakan berarti yang bersifat resmi boleh saja tidak dimunculkan, jadi tidak perlu muncul kata resmi lagi. Langsung, “yang diatur dan dilaksanakan”. Terima kasih.

PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Ya. Baik dari pandangan ahli tentunya juga selama ini tidak merubah substansi dan kriteria serta sifat-sifat dari acara itu tetap tersurat secara jelas di sini kalau hanya sifatnya menghindari pengulangan seperti disebutkan tadi mulia adalah sifat kemuliaan dan lain sebagainya, menurut kami mungkin yang bisa diterima untuk dihilangkan tumpang tindih dari segi mengistilah …(terpotong

interupsi). KETUA RAPAT :

Iya, bersifat resmi, termasuk ini organisasi lainnya setelah saya cek di belakang itu ada DIM 41 sampai 45 tentang penyelenggara acara resmi ini dan itu tidak ada satupun organisasi di luar pemerintahan gitu loh, sementara itu adalah DIM yang dinyatakan tetap, tidak berubah, Pak. Jadi ini mengkonfirmasi tentang status kata organisasi lainnya ini gitu ya. Ini memang harus dihapus juga ini, karena kita harus konsisten dengan 4 DIM di belakang yang dinyatakan tetap, 41 sampai 45. Saya bacakan DIM 41 sampai 45 ya, Pak?

ARSIP D

PR RI

Page 26: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

26

Itu DIM 41 itu tentang penyelenggaraan acara resmi dilakukan oleh: DIM 42-nya itu a) lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, b) Lembaga Negara yang dibentuk dengan/atau dalam undang-undang dan juga c) Kementerian/Lembaga Pemerintah non Kementerian, d) instansi pemerintah pusat dan daerah. Jadi sama sekali tidak menunjuk organisasi di luar pemerintah sebagai penyelenggara resmi acara itu. Pak, bagaimana, Pak?

PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Terima kasih Pimpinan. Namun demikian di DIM 46 ini syarat penambahan dengan mencantumkan organisasi lainnya dengan alasan penyelenggara acara resmi ditambah organisasi lainnya mengingat adalah praktek penyelenggara acara resmi tidak hanya oleh instansi Pemerintah namun juga oleh pihak non Pemerintah. Ini barangkali penjelasan. Terima kasih.

KETUA RAPAT : Jadi kembali ke ini dulu berarti masalah DIM yang tetap dan tetapi bagaimana itu dinyatakan tetap terus ada saran penambahan. Silahkan.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih Ketua. Jadi memang seperti yang saya sampaikan tadi bahwa hal ini yang di luar ini secara kontekstual ada pada DIM sesudah ini dan kami melihat di situ ada DIM 46 dan masih dinyatakan berubah gitu, Pak, ya, belum disepakati. Saya kira itu bisa nanti diskusikan Pak ketua, tetapi kalau dibuka lebar di sini, ya dibuka spotnya, sementara definisinya tidak disediakan, ini menurut hemat kami ini akan liar. Dan kita tidak bisa menghindari organisasi manapun juga kita minta hak yang sama, demikian. Nah, mencegah itu kita batasi saja, nanti kita simpan di DIM 46, Insya Allah, dan diberi penjelasan, Pak, jadi ada kriteria tertentu yang dimaksudkan organisasi itu apa di situ. Nah, mungkin kita sementara merujuk ke undang-undang atau bagaimana gitu, Pak ya. Demikian, Pak ya.

PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Mohon Pimpinan, izin.

KETUA RAPAT : Silahkan Pak.

PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Saya Seperti yang tadi saya sampaikan bahwa sebenarnya jiwa dan falsafatnya sudah kita sepakati, Pak, tinggal formulasinya saja tentunya nanti bisa kita lebih carikan dimana yang lazim atau yang pantas atau yang cocok untuk dicantumkan. Itu karena memang saya sangat setuju dengan Pak Soeman bahwa ini mengantisipasi sesuatu yang bisa berkembang di luar dari kontrol kita semua sehingga akhirnya yang mau diatur untuk kelancaran, ketertiban dan lain sebagainya kontraproduktif.

ARSIP D

PR RI

Page 27: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

27

Jadi dalam perspektif itu kami semua memahami, Pak. Tetapi di sisi lain juga ada kebutuhan untuk itu, oleh karena itu perlu dicarikan jalan tengah mana yang bisa kita terima secara bersama, Pak. Demikian barangkali.

F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Pimpinan, sebagai tambahan saja.

KETUA RAPAT : Ya, Pak Rusli silahkan. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Begini, sebagai urun rembuk saja ini. Jadi acara resmi itu adalah acara yang diatur oleh Pemerintah, saran, Pak, yang kedua dilaksanakan oleh Pemerintah atau lembaga negara atau oleh BUMN, BUMS, BUMD atau organisasi ya bagaimana diatur dalam Undang-Undang Keormasan. Jadi sudah jelas, nanti kan ada undang-undang Keormasan. Jadi organisasi lainnya itu adalah jelas, batasnya adalah yang diatur dalam Undang-Undang Organisasi tentang Keormasan. Begitu. Barangkali sebagai usulan, urun rembuk saja. Terima kasih.

KETUA RAPAT : Iya. Pak, tetapi kita membuat undang-undang di sini mengatur organisasi kemasyarakatan tentang protokol begini apakah ini jangan-jangan mereka merasa dengan begini juga beban, itu Pak. Iya kan? Belum tentu mereka misalnya mengundang pejabat menjadi beban dengan adanya protokol yang sedemikian rupa. Kan kalau yang berlangsung sekarang ini kan mereka tidak dimasukan dalam kategori acara resmi, undang-undang yang lama maksud saya gitu loh yang ada diusulan DPR ini.

Jadi acara resmi itu acara yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Kantor Kementerian, Lembaga, Badan dan lain sebagainya itu, di luar itu tidak, dari organisasi lainnya tidak masuk. Maka muncul usulan dari Pemerintah tentang organisasi lainnya. Nah, masalahnya apakah ini ada urgensi organisasi lainnya menghendaki yang seperti ini atau ? Berarti apa ini Kita pending dulu atau kita ? Iya, kita pending sampai 46 ya ? Nanti kita buka lagi, Pak, pembicaraan masalah ini. F- PARTAI HANURA (H.SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Ketua, ini apa barangkali kita kembali ke filosofi dulu ya, filosofi tentang lahirnya Rancangan Undang-Undang Keprotokoleran ini kalau saya menangkap bahwa semangat lahirnya undang-undang ini memang disemangati khusus untuk mengatur tentang acara-acara kenegaraan dan acara-acara resmi dimana di dalam konteks itu, itu mengatur tentang pejabat negara dan pejabat pemerintahan, kan gitu? Artinya kita jangan lari dari situ. Ketika misalnya kita masukan lagi ke organisasi berarti di luar dari konteks tentang filosofi tentang lahirnya Undang-Undang Keprotokoleran ini.

Karena memang dari awal saya kira juga ini sudah masuk dalam bahan perdebatan, masih dalam tahap harmonisasi kemarin di Badan Legislasi itu juga sudah jadi bahan perdebatan ini, sehingga ini kita drop tentang organisasi lainnya, karena itu tadi, semangat lahirnya Undang-Undang Keprotokoleran ini bahwa ini didasari khusus untuk mengatur tentang acara-acara kenegaraan dan acara-acara resmi yang diadakan oleh negara dan Pemerintah, gitu. Kalau menyangkut masalah

ARSIP D

PR RI

Page 28: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

28

organisasi kemasyarakatan ini juga sudah dibahas kemarin dalam Baleg sehingga kita drop karena semangatnya beda. Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT : Iya, karena ini menjadi usulan Pemerintah dan sudah cukup panjang membahas ini kita pending nanti kita buka nanti, kita teruskan dengan DIM yang lain, Pak Suding dan kawan-kawan.

F- PARTAI GERINDRA (DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si): Sedikit, Pak.

KETUA RAPAT : Oh ya, ini senior saya yang baru datang, saya tidak ngeliat.

F- PARTAI GERINDRA (DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si): Saya kadang-kadang berpikir begini, Pak, semua kegiatan yang mengundang orang entah organisasi kecuali organisasi terlarang lah, itu resmi, Pak, walaupun tidak bersifat kenegaraan karena mengundang yang perlu dijaga security-nya. Karena masalah ini, apalagi zaman sekarang terus terang saja sangat rawan dalam segala hal, kita melihat bukan hanya sekedar datangnya tetapi pengaturan secara protokoler itu pengalaman saya entah waktu saya jadi Gubernur entah jadi lurah, ya, organisasi sampai kepada RT/RW itu kadang-kadang diatur secara resmi karena kehadiran pejabat itu terutama di Jakarta, maaf, tanda petik, saya pernah yang namanya waktu di Tebet itu pembongkaran jalan Casablanca saya langsung waktu saya turun seorang kapten yang tanpa identitas pegang saya, “Bapak naik ke mobil”, saya bilang “ada apa Saudara”, terus berikan identitas. Katakanlah, maaf dari sebangsa intelejen/BIN, Bapak kenapa turun, tunggu saja di sini ini persoalan negara khusus untuk ibu kota, walaupun itu sebagai lurah.

Kalau di daerah lain tidak penting bagi kami, saking pengamatan perangkat pemerintahan itu Presiden sampai kepada lurah di Jakarta ini itu diamati karena resikonya, efeknya seorang lurah misalnya kena batu di Jakarta dalam rangka ini dia cara mereka memberikan penjelasan masalah soal kebetulan mau bongkar saja, padahal resmi diatur, ini adalah resiko, Bapak jangan turun, saya marah, naik di atas mobil ya terpaksa, tahu-tahu kemudian Kamtib saya langsung kena batu lempar. Nah, untung Kamtib, kalau saya yang kena saya beri kepalan, oh jadi persoalan. Dan di sinilah barangkali saya lihat memang sangat peka karena lembaga kenegaraan itu walaupun terpencil itu soal kewibawaan gitu loh. Soal kewibawaan.

Sehingga dengan demikian, yang kami lihat adalah segi pengamanan bentuknya dalam soal protokoler karena mereka sebelum kita masuk mereka sudah bergerak, apalagi yang lebih besar lagi. Itu yang namanya itu bukan acara secara luas acara kenegaraan, padahal itu mungkin RT/RW yang meminta tidak hanya menjelaskan mengenai akan ada rencana suatu resmi pembongkan dan sebagainya kepada masyarakat, tidak perlu turun tangan itu. Ini sekedar istilah saking organisasi apa saja kalau sudah bicara masalah perangkat dan aparat yang perlu dihadirkan itu perlu ada pengamatan dan pengaturan yang mungkin ya itu mungkin protap-nya dari atas yang demikian barangkali.

ARSIP D

PR RI

Page 29: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

29

Sementara itu gambaran saya. Terima kasih. PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM :

Mohon izin Pimpinan. Kalau bisa kami menambahkan ya dari pandangan kami mengenai organisasi selain dilaksanakan Pemerintah atau lembaga negara juga oleh organisasi lainnya, karena dihadiri oleh pejabat negara atau pejabat pemerintahan, ini berkaitan dengan sebagai esensi dari protokol itu yang kita sebutkan tadi itu tata tempat, tata penghormatan, dan tata upacara. Karena dihadiri oleh pejabat negara pengaturan keprotokolan ini yang diselenggarakan oleh di luar dari pemerintah dan lembaga itu juga perlu tetap memberikan tata penghormatan itu atau tata tempat itu kepada pejabat yang hadir itu. Ini seperti yang disebutkan ini adalah bentuk penghormatan terhadap pejabat yang hadir di sini. Karena kita membayangkan, Pak, kalau misalnya tidak diatur atau tidak dicantumkan secara jelas, jika satu acara yang dilakukan oleh organisasi sementara dihadiri oleh pejabat yang tadi memiliki hak untuk diberikan penghormatan baik dalam tata tempat, ini jadi akan jadi masalah juga nanti. Ini pemikiran dari perspektif itu, Pak. Karena protokol itu kan tiga unsur tata tempat, tata penghormatan dan tata upacara.

Nah, kalau misalnya dihadiri oleh pejabat kita dilaksanakan oleh organisasi tidak diatur seperti ini dignity seorang pejabat itu bisa terganggu, tata penghormatan itu harusnya kita reduksi, bukan artinya semata-mata untuk menonjol-nonjolkan kedudukan seseorang, tidak, ini untuk dignity dalam konteks tentang pengaturan tata tempat dan tata penghormatan. Jadi seperti disebutkan tadi bentuk penghormatan apakah itu organisasi melaksanakan atau pemerintah dalam pengaturan keprotokolan hak-hak penghormatan itu yang perlu diberikan, Pak. Itu barangkali kami punya pemikiran seperti itu. Mengenai nanti seperti yang disampaikan oleh Pak Soeman itu bisa dipahami juga biar tidak seperti bola liar. Oleh karena itu, tetap tidak dianulir sama sekali, pada sisi yang lain diatur batasan-batasannya mana yang bisa dikategorikan atau dimasukan dalam tata aturan ini organisasi-organisasi tertentu. Itu mungkin barangkali, Pak. Terima kasih atas perhatiannya.

KETUA RAPAT : Oke, jadi mungkin tetap itu kita pending gitu loh, karena mencari rumusan yang bisa

disepakati itu agak perlu waktu juga. Kita mengarah ke DIM berikutnya, tetapi semangat yang disampaikan terakhir oleh Pemerintah kita tangkap walaupun masih mengandung perbedaan ini dengan beberapa fraksi yang ada.

Jadi kalau di luar masalah itu kita, karena masalah itu nanti kita lanjutkan lagi, kalau di luar masalah itu kita akan masuk ke DIM berikutnya, Pak.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, masih dalam itu. KETUA RAPAT : Kenapa tidak nanti saja?

ARSIP D

PR RI

Page 30: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

30

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Tidak, kalau saya melihat kok sudah dekat, sudah bertemu, Pak Ketua. Jadi hampir-hampir

tidak ada permasalahan. Semua kita sudah sepakat itu, Ketua, jadi tidak usah pending. Justru kalau ini kita sahkan itu akan menjadi ruh pengantar bagi DIM 46 itu. Demikian. Karena di DIM sebelumnya juga kan sudah ada.

Maaf, Pak Ketua, di DIM sebelumnya sudah ada juga kata-kata “bentuk penghormatan kepada …”, kan begitu Pak. Jadi saya kira DIM berikutnya di 46 nanti itu bisa kita buka DIM tambahan itu tadi, Pak. Saya kira ini DIM yang barusan kita diskusikan cukup lama, cukup panjang lebar, cukup luas begitu sudah sampai titik temu, entah kalau ada yang lain. Saya memahami sudah bertemu semua.

Terima kasih Ketua. KETUA RAPAT : Kalau begitu, apa usulan konkritnya dengan rumusan ini. Sementara dari Pemerintah justru belum bisa menerima itu, gitu Pak. Kalau itu ditempatkan di

tempat yang lain oke gitu, tetapi tidak Menteri-drop-nya dengan serta merta gitu. Itu maksudnya kira-kira.

F- PARTAI HANURA (H.SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Ya, seperti yang saya sampaikan tadi artinya ini kan kita melihat di acara resmi, satu

dilaksanakan oleh Pemerintah atau Lembaga Negara, itu dalam usulan sebelumnya, tetapi dalam prakteknya ada acara-acara yang dihadiri atau mengundang pejabat negara yang dilakukan oleh di luar dari Pemerintah yang disebutkan organisasi, nah tentu dalam konteks organisasi menyelenggarakan, melaksanakan acara itu tentu tata penghormatan atau tata tempat terhadap pejabat yang diundang itu perlu ada, kalau tidak, dignity atau apa namanya itu, wibawa dari seorang pejabat negara pemerintahan akan terganggu nantinya kalau tidak ada pengaturan, Pak, karena bisa saja ada seseorang, misalnya, mengambil atau didudukan, ditempatkan pada suatu posisi yang tidak semestinya. Karena kembali lagi ini kepada masalah esensi dari protokol ini, Pak, tata penghormatan, ini bentuk penghormatan bukan untuk mengkultus individukan.

Oleh karena itu, tentu yang kita perlu pikirkan di sini adalah tidak perlu menganulir atau menghilangkan unsur penyelenggara atau pelaksana organisasi lainnya, tetapi mungkin pada saat yang bersamaan, Pak, kita juga perlu membatasi organisasi lain untuk mencegah tanda kutip bola liar itu, Pak. Oleh karena itu, saya nanti menyarankan pihak Pemerintah ini dicarikan tempat yang bisa mengakomodasikan pandangan dan kebutuhan-kebutuhan itu dari dalam ketentuan ini, Pak, demikian.

KETUA RAPAT : Ya, inilah saya itu masih melihat usulan ini sebenarnya ada dua poin ya bukan soal ini akan

menjadi liar dengan tanpa ada batasan dari organisasi-organisasi apa yang dia maksudkan gitu, tetapi yang lebih dari itu adalah kalau simbol-simbol kenegaraan ini begitu masuk kepada unsur kemasyarakatan apakah ini justru menjadi sesuatu yang baik, bukan kehidupan kemasyarakatan kita,

ARSIP D

PR RI

Page 31: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

31

dan belum tentu itu yang dimaui oleh masyarakat itu sendiri gitu, katakanlah kita bisa belajar dari kondisi organisasi kemasyarakatan seperti halnya PBNU, Muhammadiyah dan juga banyak sekali organisasi kemasyarakatan yang tumbuh bersama dengan sejarah kebangsaan kita yang memang dengan karakter yang kita ketahui ya memang jauh dari protokoler negara gitu. Kalau ini kita coba menjadi negarakan dalam bentuk acara-acara yang sebenarnya itu rutin mereka lakukan belum tentu ini mereka yang maui gitu loh, jadi ya sesuatu yang kita bikin sekarang dengan ketentuan seperti ini jangan-jangan ini menjadi sesuatu yang beban bagi mereka. Perlu direnungkan soal ini gitu loh.

PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Baik, Bapak, saya sekali lagi pada prinsipnya ini tidak ada perbedaan yang prinsip gitu. Saya

sependapat dengan Pak Suding yang sudah mulai mengarah kepada kesamaan pandangan menilai. Ya mungkin barangkali definisi ini tidak perlu secara tegas mencantumkan, tetapi mungkin di dalam bagian-bagian dalam pasal ada dicantumkan dengan catatan nantinya ada pembatasan-pembatasan, Pak.

Itu barangkali yang saya usulkan. Terima kasih. PEMERINTAH/KEMENDAGRI: Pimpinan. KETUA RAPAT : Yang mana ini? Oh, silahkan Pak. Depdagri Pak ya. PEMERINTAH/KEMENDAGRI : Betul, Pak. Sebagaimana disampaikan oleh Pimpinan dari barisan Pemerintah, Pak Dirjen tadi, andaikata

kita tidak masukan kata-kata ‘organisasi lain’ dalam definisi kita dapat menempatkannya pada prosedur nanti, Pak, prosedur penyelenggaraan acara resmi pada penetapan suatu acara yang disebut sebagai suatu acara resmi. Itu adanya di bab berikutnya. Jadi biarlah ini tanpa kata-kata ‘organisasi lainnya’ tetapi pada saat kita menetapkan di dalam bab berikutnya pada prosedur penetapan suatu acara itu mungkin bisa kita. Kalau dimasukan di dalam suatu definisi ini konsekwensinya akan sangat luas setiap acara akan menjadi acara resmi dan ini akan mengkhawatirkan.

Saya kira di definisi ini kita seperti ini, nanti di dalam prosedur saja, Pak. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT : Iya, jadi konkritnya organisasi lain kita drop, tetapi spirit yang tadi dikatakanlah oleh pihak

Pemerintah tadi itu tetap kita mengerti dengan tetap menghormati otonomi ya? jadi ini bukan sesuatu yang nantinya mutlak menjadi kewajiban dari setiap kegiatan melibatkan pejabat pemerintah itu bersifat sebagai acara resmi begitu, jadi ada klasifikasi dan lain sebagainya yang bisa diartikan begitu. Kira-kira begitulah.

ARSIP D

PR RI

Page 32: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

32

PEMERINTAH/KEMENDAGRI : Jadi, saya ingin tambahkan saja ya, bukan sebenarnya hanya pejabat pemerintah, tetapi di

sini juga pejabat negara yang tentunya bukan hanya Pemerintah, Pak. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT : Ya, sebentar lagi kita memang masuk ke situ soal pejabat negara ini. Pak Arif sudah siap-siap

sebagai pejabat negara. Saya kira itu ya, jadi tolong nanti Tim Ahli/tenaga ahli menyesuaikan rumusannya, “organisasi

lainnya” itu dihilangkan. F- PARTAI GERINDRA (DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si): Tetapi yang jelas, Pak, organisasi apapun juga di Indonesia ini termasuk Muhammadiyah,

NU, dia sudah tahu bahwa walaupun tidak tertulis setiap dia undang dia tahu bahwa ada acara protokolernya sendiri, walaupun tidak tercantum. Jadi, sudah tahu bahwa kalau dalam ini bahwa kita harus mengerti bahwa Pemerintah itu sudah ada pengaturan protokolernya walaupun tidak tercantum, sebenarnya mengerti semua orang yang ada itu. sebenarnya begitu, Pak.

KETUA RAPAT : Iya, justru itu, Pak, kalau di normahukumkan itu terus berlaku bagi yang lain, yang lain dalam

kondisi yang berbeda, ini juga persoalan juga, Pak Harun. Iya, saya ulangi mungkin untuk DIM 12 ya, “acara resmi adalah acara yang diatur dan

dilaksanakan oleh Pemerintah atau Lembaga Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah serta undangan lainnya”. Begitu Pak ya.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pejabat Pemerintahan, Pak. KETUA RAPAT : Oh ya, maaf, “pejabat pemerintahan serta undangan lain”. Setuju?

(RAPAT : SETUJU) F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Hanya kata-kata “dan” di sini kok kurang pas, Pak. KETUA RAPAT : Kalau soal itu nanti biar disesuaikan saja, Pak, hasil susunan nanti di sini. Terima kasih Pak Guntur. F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Bapak Ketua, sebelum beralih ke DIM berikutnya tadi saya ada melontarkan tentang kapital

ya Pak ya, huruf besar itu, saya belum, mudah-mudah sudah disepakati, yang mana tetapi saya belum dengar, Pak Ketua. Mohon diulangi pada tahapan ini, terima kasih.

KETUA RAPAT : Ini ahli bahasalah nanti untuk mencarikan, terakhirkan kita cek lagi. Terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 33: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

33

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Ketua, karena di DIM 12 ini kita hilangkan frase yang double, acara resmi tadi, saya kira juga

bisa kita tinjau ulang di DIM 11 itu masalah kenegaraan. KETUA RAPAT : Tetapi sebaiknya kita jalan terus saja dulu, diakhir kan kita akan sisir kembali itu, kita lihat itu.

Itu bisa panjang nanti kalau kita buka perdebatannya itu. F- PDI PERJUANGAN (ARIF WIBOWO): Nanti Ketua, ada Tim Sinkronisasi dan Timus biasanya. Terima kasih. KETUA RAPAT : Jadi kita masuk dulu dengan substansi, DIM 13, “tata tempat adalah aturan mengenai urutan

tempat bagi pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintah daerah, tokoh

masyarakat dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi”. Jadi saran perubahan dari Pemerintah menjadi “tata tempat adalah pengaturan tempat bagi pejabat negara, pejabat pemerintahan, perwakilan negara asing dan tokoh masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi”. Bisa disepakati?

Substansi disepakati ya DIM 13. (RAPAT : SETUJU)

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Ketua, istilah tertentu ini bagaimana maksudnya? Sebelum Bapak datang tadi, Pak. Sebelum

Pak Harun datang. F- PARTAI GERINDRA (DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si): Oh, termasuk saya dong, Ketua. KETUA RAPAT : DIM 14, “tata upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara kenegaraan

atau acara resmi”, tetap. Setuju ya? (RAPAT : SETUJU)

DIM 15, tata penghormatan adalah aturan untuk pemberian hormat bagi pejabat negara, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi”. Ini perubahannya hanya ada di tokoh masyarakat saja.

F- PDI PERJUANGAN (ARIF WIBOWO): Sebentar-sebentar. Saya melihat dari dua tadi, DIM 13 dan DIM 14 sudah mulai nampak kita

menggunakan istilah pejabat pemerintahan atau pejabat pemerintah saja. Tetapi kalau tidak salah dari Pemerintah kan yang pejabat pemerintahan termasuk di dalamnya adalah pejabat Pemerintah Daerah. Saya kira mesti konsisten.

KETUA RAPAT : Pemerintahan, terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 34: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

34

Ya, DIM 15, ini perubahannya di tomas menjadi tomastu atau tokoh masyarakat diganti tokoh masyarkat tertentu, dan ini konkordan dengan yang sudah disepakati diawal. Bisa diterima ya?

(RAPAT : SETUJU) DIM 16, “pejabat negara adalah Pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana

dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pejabat negara

yang ditentukan dengan/atau dalam undang-undang”. Saran perubahan kosong, tetapi kok tidak tetap ini.

Tujuh, menjadi pejabat negara adalah Pimpinan dan anggota lembaga negara yang secara tegas ditentukan dalam undang-undang.

Bagaimana? F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): …(tidak menggunakan microphone)…artinya begini, saya berikan sedikit filosofi tentang

masalah pejabat negara ini. KETUA RAPAT : Ya, silahkan. F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Jadi perdebatannya kemarin di Badan Legislasi kenapa ini rumusan seperti dalam Pasal 16

ini karena mengadopsi tentang lembaga-lembaga negara. Lembaga-lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu. Di situ kan ada Mahkamah Konstitusi, ada Mahkamah Agung masih dalam level lembaga-lembaga negara, sementara yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor: 32, lalu kemudian juga dalam undang-undang …(tidak dilanjutkan)… ada beberapa undang-undang yang mengatur masalah apa yang dimaksud dengan pejabat negara sehingga disamping mengadopsi tentang lembaganya juga mengadopsi tentang sebagai pejabat yang dimaksud dalam undang-undang.

Nah, tetapi kalau rumusan yang diusulkan oleh Pemerintah lebih simple dan tegas dan saya sepakat tentang ini, “pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara yang secara tegas ditentukan dalam undang-undang”. Lembaga negara sudah mencakup apa yang dimaksud dalam Undang Undang Dasar 1945, pejabatnya juga diatur dalam undang-undang, jadi terakomodir kedua-duanya dan simple pengertiannya gitu loh. Saya sepakat dengan usulan ini. Sekarang dari fraksi yang lain.

KETUA RAPAT : Jadi DIM 16 sesuai dengan undang-undang, setuju ya? WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Sedikit Ketua ya. Pada dasarnya memang kita dapat memaklumi usulan perubahan tersebut,

tetapi kalau kita mengambil analogi misalnya dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diperbaiki dengan Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999 itu ada huruf “k” yang menyatakan pejabat ini dinyatakan dalam undang-undang gitu ya. Jadi memang sesungguhnya kalau kami memandang dari aspek konstitusionalitas itu ada perbedaan, jabatan-jabatan mana atau pejabat

ARSIP D

PR RI

Page 35: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

35

mana yang disebut oleh Undang Undang Dasar 1945 dan mana yang didelegasikan kepada undang-undang. Tinggal sekarang kemauan politik kita, kalau usul pertama ya rancangan undang-undang ini, itu membedakan walaupun dalam satu kelompok yang sama tetapi dibedakan, tetapi kalau misalnya seperti yang terhormat, Pak Sudding sampaikan tadi kita cenderung pada usulan perubahan kami bisa memaklumi, Pak Ketua, tetapi pada prinsipnya kami lebih cenderung kepada pendekatan konstitusional tegasnya itu, demikian.

KETUA RAPAT : Ya, jadi undang-undang atau Undang Undang Dasar 1945 basisnya, sekitar itu. Padahal dua-

duanya ini juga Baleg, ini Pak Soenman dan Pak Sudding ini, masih beda terus di sini. Ya, silahkan Pak Arif , coba ditengahi Pak Arif, silahkan. F- PDI PERJUANGAN (ARIF WIBOWO): Saya tidak menengahi, tetapi sebenarnya saya berbeda sama sekali, tetapi kan sudah

kompromi, Pak. Begini, saya mengikuti apa yang disampaikan Pak Ustad saja. Jadi meskipun barangkali dalam konteks teknis upacara dan sebagainya tidak begitu membedakan tetapi perlu sebenarnya ada penegasan karena perdebatan kita, kita mulai dari soal siapakah yang disebut dengan pejabat negara yang itu nomenklaturnya ada di dalam konstitusi dan siapa yang sesungguhnya tidak bisa dikategorikan pejabat negara apalagi terkait dengan banyaknya undang-undang yang mengatur tentang pejabat yang sebenarnya tidak saja menjadi rumit tetapi banyak panjang dan banyak konsekwensinya mulai dari soal keuangan, kemudian mungkin ada privilege yang lain, perlakukan yang lain dan lain sebagainya, justru karena itu sesungguhnya kalau dulu disepakati sih mau ringkas yang disebut pejabat negara yang nomenklaturnya ada di konstitusi, di luar itu hanya bisa dibilang sebagai pejabat pemerintahan, begitu. Tentu saja itu nanti terkait dengan, tetapi ya sudah, sudah terlanjur ya, sebenarnya dipisah, ada kaitannya dengan soal security dan soal hak keuangannya.

Nah, saya kira karena undang-undang ini bersifat dinamis kemungkinan ke depan juga akan terjadi perubahan saya kira tetap menggunakan usul dari DPR bahwa dibedakan, maksud saya membedakannya adalah untuk menegaskan tentang beragam pejabat negara yang ditentukan dalam Undang Undang Dasar 1945 dan sesungguhnya di luar itu saya tidak tahu apakah masih bisa dikategorisasikan sebagai pejabat negara sementara posisinya hanyalah ada di dalam lembaga-lembaga negara bantu atau lembaga negara yang sifatnya adhoc, sifatnya tidak akan permanen begitu. Nah, ini saya kira penting untuk apakah dimungkinkan begitu, maksud saya Pemerintah saya kira juga harus memberikan pandangan secara kritis tentang keberadaan ini, para pejabat negara ini. Kalau misalnya suatu waktu komisi-komisi itu yang sifatnya adhoc dibubarkan bagaimana, begitu. Jadi kan tetap harus kita cermati juga ke depan.

Jadi kalau dari rumusan saja saya kembali kepada usul dari DPR. Terima kasih. KETUA RAPAT : Terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 36: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

36

Jadi untuk menengahi saya kira supaya juga kita tidak berbeda dengan definisi undang-undang yang sudah disahkan tentang kepegawaian, pokok-pokok kepegawaian. Di sana disebutkan dalam undang-undang ini, Pasal 1 ya Ketentuan Umum, saya bacakan saja, “dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan pejabat negara adalah Pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 dan pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang”. Ini dua-duanya dimaksudkan ini sebenarnya.

Saya kira penegasan dan ini Undang-undang Kepegawaian, tidak mungkin kita membuat definisi yang bertentangan dengan undang-undang yang sudah disahkan itu, kecuali kita memang ingin mengkoreksi.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Undang-undang Kepegawaian dalam Prolegnas adalah salah satu undang-undang yang mau

dilakukan perubahan. KETUA RAPAT : Tetapi setidaknya hari ini masih. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Justru karena itu, masalahnya adalah ketika kita memberikan pengertian definisi terhadap

pejabat negara yang dikategorisasikan sebagai pegawai itu, itu menurut saya tidak tepat. KETUA RAPAT : Iya, artinya pembahasan tentang itu kan nanti pada saat memang Undang-undang

Kepegawaian ini memang dibahas. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Maksud saya kalau kemudian tidak kita mulai nanti seperti anu ayam sama telur, kita

menggunakan Undang-undang Kepegawaian, sementara dasar kita adalah adanya perubahan konstitusi, nah kita mau pakai yang mana ? Tentu yang paling tinggi itu kan konstitusi.

KETUA RAPAT : Ya, tetapi kan memang kepegawaian adalah undang-undang yang memang secara khusus

mengatur tentang pejabat negara itu, sedangkan Undang-Undang Keprotokolan itu kan tidak khusus mengatur tentang pejabat negara itu, tetapi aktivitas keprotokolerannya. Jadi saya kira acuannya adalah acuan kepada undang-undang yang memang secara khusus mengatur suatu masalah.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, saya mohon maaf tidak maksud berdebat ya, tetapi kalau kita kembali membaca

naskah akademik kita mengapa Undang-Undang Nomor: 8 itu kita ubah, karena memang ini konsekwensi perubahan dari konstitusi, Pak Ketua. Kalau kita lihat Undang-Undang Nomor: 8 tahun 1974, ini kan sudah diperbaharui diubah dengan Undang-Undang Nomor: 43 Tahum 1999, tetapi ketika perubahan Undang-Undang Dasar dia belum diubah lagi, sehingga masih mengenal istilah lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, masih ada kata DPA di situ misalnya ya, padahal sudah tidak ada. Jadi saya mengajak justru sedikit melupakan itu, Ketua. Sedikit melupakan itu.

ARSIP D

PR RI

Page 37: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

37

Jadi saya dengan tetap memahami maksud baik dari Pak Ketua, juga mencoba meng-combine dengan pandangannya yang terhormat Bapak Arif Wibowo memang sebaiknya menurut hemat kami, ini saya suka berhemat, Pak, karena penghasilan pas-pasan Pak. Jadi kita hormati itu dan prinsip-prinsip konstitusional semua ini dan pesan-pesan perubahan dalam konstitusi baru kemudian kita dengan undang-undang, tidak semuanya di …(tidak dilanjutkan)… sekali lagi saya dengan Pemerintah tidak maksud berbeda pendapat, mohon maaf ini, kalau kami tetap memang pada rumusan awal karena dulu ketika merumuskan pasal ini ya kita juga sudah membahas tentang undang-undang tersebut.

Demikian, Pak. Terima kasih F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Ya, Ketua, saya kira memang dirumusan awal ini itu yang saya sampaikan tadi bahwa dalam

beberapa rapat ya katakanlah dengan Adeksi ya, Asosiasi Dewan Perwakilan dia tetap menganggap bahwa posisi Dewan itu adalah pejabat negara di daerah gitu kan, sehingga dia meminta bahwa pejabat negara juga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang karena Undang-Undang MD3 ya juga memang disebut di situ tentang posisi DPRD kabupaten/kota, provinsi, di situ memang disebut sebagai pejabat negara di daerah. Nah itulah yang coba kami merumuskan kemarin di Badan Legislasi disamping yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga pejabat negara sebagaimana diatur dalam undang-undang, karena untuk mengakomodir itu. mengakomodir kepentingan-kepentingan pejabat negara yang diatur dalam undang-undang seperti Undang-Undang MD3 dalam Pasal 1, Pasal 3 huruf “b” ada kalimat seperti itu.

Saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Pak Arif tadi, kalau memang kita mau lebih ekstrim ya kita gunakan konstitusi kita tetapi kan juga ada undang-undang yang mengatur tentang pejabat negara di daerah gitu loh, di daerah. Itu ada di undang-undang kita diatur hal seperti itu, pejabat negara di daerah. Itu ada diatur dalam MD3 disitu, di Pasal 3 hurufnya ada.

KETUA RAPAT : Oke, jadi dimana kita berpijak ini ? Ya, kalau disebutkan berdasarkan Undang-Undang Dasar

1945 saja gitu loh, ini tidak mewadai yang … (tidak dilanjutkan).

“…yang ditentukan dengan/atau dalam undang-undang”. Ya, ya, ya. Tetap ya? Kita minta tanggapan Pemerintah dulu ya. Silahkan Pak. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Pimpinan, saya untuk memberi tanggapan, kami didampingi oleh pejabat dari Kementerian

Aparatur Negara, mohon izin kami memberi kesempatan untuk beliau memberikan penjelasan. Demikian. KETUA RAPAT : Silahkan Pak. PEMERINTAH/KEMENPAN : Mohon izin, Pimpinan.

ARSIP D

PR RI

Page 38: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

38

Terkait dengan apa yang telah dikemukakan Anggota Dewan yang terhormat tadi memang seyogyanya penentuan pejabat negara tetap hanya untuk lembaga-lembaga negara pemegang cabang-cabang kekuasaan negara dan pejabat yang telah ditentukan secara tegas dalam undang-undang.

Demikian Pak. KETUA RAPAT : Ada secara tegasnya itu, Pak ya? PEMERINTAH/KEMENPAN : Ya, seyogyanya dicantumkan secara tegas dalam undang-undang, Pak. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Saya sangat memahami yang disampaikan barusan oleh yang terhormat dari Pemerintah ya,

tetapi sekali lagi sandaran kalau kita pergunakan bisa kita diskusikan agak lebih panjang, Pak, lebih jauh ya, karena mengelompokan pejabat-pejabat tertentu dengan kepegawaian begitu, Pak, seperti Pak Arif sampaikan tadi ya, jadi makanya ada semangat, perubahan konstitusi ini ada semangat perubahan undang-undang tersebut, Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999.

Kemudian kalau Ibu/bapak sekalian memperhatikan rumusan DPR ya pada DIM 15 tersebut memang dia itu, DIM 16 mohon maaf, itu kalau mau disimpulkan secara sederhana itu akan tetap sampai pada rumusan Pemerintah, itu Pak, sederhananya. Tetapi kalau kita mengambil rezim mengapa undang-undang ini hadir begitu karena ada perubahan konstitusi, perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Nah, di situlah kemudian menjadi guidence ya bagi lahirnya DIM 16 ini. Jadi kalaupun nanti misalnya Pak Ketua mohon dengan hormat ini disederhanakan kami sepakat saja gitu disederhanakan. Tetapi karena tadi itu inspirasinya memang bukan penyederhanaan ya tetapi lahirnya dari perintah Undang Undang Dasar 1945 dan ada juga pejabat yang diangkat oleh undang-undang, kecenderungan kami seperti yang terhormat Bapak Arif Wibowo sampaikan tadi tetap pada rumusan pertama.

Demikian, terima kasih. KETUA RAPAT : Sebenarnya kan dari penjelasan terakhir dari Pemerintah, Kumham. Dari Menpan, Pak, ya?

Maaf,saya kira dari Kumham. Iya, tidak jauh berbeda dengan usulan dari rumusan dari DPR, Pak, terutama mengacu/berbasis pada konstitusi ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan pejabat negara ditentukan dengan atau dalam undang-undang. Ya, kan kurang lebih itu, Pak. Malah tadi Bapak mengatakan secara tegas, ada stressing.

PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM: Silahkan Pak. Mohon izin Pimpinan. KETUA RAPAT : Silahkan-silahkan.

ARSIP D

PR RI

Page 39: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

39

PEMERINTAH/KEMENPAN : Terkait dengan apa yang telah kami kemukakan tadi hal ini juga untuk menghindari

penambahan jumlah pejabat negara yang tidak terkendali dan berpotensi akan muncul tuntutan dan fasilitas yang membebani anggara negara.

KETUA RAPAT : Bapak dari Menpan, Pak? PEMERINTAH/KEMENPAN : Betul, Pak. KETUA RAPAT : Bagaimana bisa tidak terkendali munculnya lembaga-lembaga yang sudah lahir ini, terus

tetapi tidak terkendali. PEMERINTAH/KEMENKEU : Pimpinan, mohon izin, Pimpinan. KETUA RAPAT : Silahkan Pak. PEMERINTAH/KEMENKEU : Interupsi, mohon izin, kami dari Kementerian Keuangan, Pak. Saya beberapa kali membuat

Pemerintah Menteri Keuangan masalah hak Keuangan pejabat negara, sampai saat ini kami mendefinisikan pejabat negara sesuai yang ada di dalam Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1974 persis seperti Pak Soenman tadi, tidak lepas dari itu konteksnya karena memang itu yang masih kita pegang. Kemudian Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1974 kita revisi dengan Undang-Undang Nomor: 43 tahun 1999 dan rumusan pejabat negara yang ada itu sampai saat ini, itu yang paling lengkap dan saat ini yang berkembang hanya Yudisial dan Mahkamah Konstitusi, dan selain itu tidak.

Kemudian masalah kalau misalnya kita masih berkembang, DPD itu sebenarnya bukan pejabat negara, Pak, tidak ada undang-undang yang menyebutkan bahwa DPD itu adalah pejabat negara walaupun memposisikan sebagai pejabat negara. Ombudsman itu lembaga negara, tetapi komisionernya itu bukan pejabat negara. Kalau dia memposisikan sebagai pejabat negara silahkan, tetapi hak keuangannya kami tidak memberikan sama dengan pejabat negara. Jadi kita masih referingnya Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999. Kalau ini yang disepakati sampai saat ini on track seperti itu, Pak, belum ada yang mencabut itu. Dan pengertian pejabat negara yang paling lengkap ada di situ. Menurut pendapat saya me-refer kesitu saja supaya tidak ke sana ke mari.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Yang terakhir ini kan mengenai keuangan ya. Silahkan. F- PD (RUSMINIATI, S.H.): Mungkin waktunya ditambah atau bagaimana.

ARSIP D

PR RI

Page 40: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

40

KETUA RAPAT : Setelah satu menit Ibu Rus. Jadi belum perlu ditambah, nanti kalau sudah rehat kita tambah. Pak Guntur masih melek ini. Silahkan Pak. F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Jadi kalau menurut kami di DIM 16 ini dari Pemerintah pun memberikan arti tidak tegas, kalau

kita ulangi “pejabat negara adalah Pimpinan dan anggota badan negara yang secara tegas ditentukan dalam undang-undang”, berarti ada sesuatu yang memang tidak tegas seperti apa yang disampaikan oleh Keuangan tadi. Lah ini artinya kita kembali seperti mengacu kepada yang awal. Kami sebetulnya lebih sepakat, walaupun kami juga dari Pemerintah, Pak, tetapi tidak menimbulkan suatu pengertian-pengertian yang macam-macam dengan partai pemerintah, sama dengan yang awal usulan dari DPR RI. Jadi tetap sama seperti usulan dari DPR RI.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, kalau saya tengah, Pak, tidak sisi, tengah. Jadi secara tegas ini agak mencurigakan gitu,

Pak. Berarti ada anomali yang berkembang diprakteknya itu. PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Pimpinan, mohon izin kesempatan untuk kami berikan kepada rekan dari Kementerian Hukum

untuk memberikan tanggapan terhadap Pak Guntur. Demikian Pak. Terima kasih. KETUA RAPAT : Silahkan Pak, kita tunggu memang. PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Baik, terima kasih. Bapak Pimpinan serta Anggota DPR yang terhormat, Apa yang disampaikan oleh yang terhormat Pak Soenman tadi, saya kira ini untuk melihat

landasan apa dalam nanti menentukan pejabat negara. Ini juga tidak kita pungkiri bahwa sepanjang yang dalam praktek sekarang berkembang penentuan pejabat negara itu bahkan tadi teman dari Keuangan tidak saja di undang-undang tetapi di bawah lagi yang jenis peraturan perundang-undangan lainnya. Nah, oleh sebab itu yang ke depan ini diharapkan bahwa bentuk pejabat negara itu harus memang tegas dinyatakan dalam undang-undang. Saya kira ini semangatnya. Bahwa itu nanti bahwa itu mereka yang tadi Pimpinan lembaga negara yang ada di Undang Undang Dasar itu saya kira nanti unsurnya, tetapi yang jelas ke depan apa yang disebut pejabat negara itu harus dinyatakan tegas dalam undang-undang, karena ini undang-undang dasar memang tidak disebutkan bahwa itu pejabat negara, bahwa lembaga negaranya ada di Undang-Undang Dasar, tetapi ketika di undang-undang nanti akan ditegaskan bahwa pejabat negara itu Pimpinan lembaga negara yang ada di Undang Undang Dasar dan yang nanti tegas-tegas dinyatakan di dalam undang-undang.

ARSIP D

PR RI

Page 41: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

41

Saya kira tadi untuk mengeliminir hal-hal yang selama ini terjadi dan tidak menimbulkan keraguan-keraguan. Nah, ini saya kira ke depan …(tidak jelas)… akan ditata lagi saya kira, Pak, termasuk nanti undang-undang tentang Kedudukan Protokol itu merupakan …(tidak dilanjutkan)… DPRD saya kira ada. Jadi kalau unsurnya saya kira seperti Pak Soenman tadi akan masuk nanti, Pak. jadi ini untuk menyatakan bahwa pejabat negara itu nanti harus tegas dinyatakan dalam undang-undang.

Betul, Pak, selama ini tidak tegas menjadi pejabat negara, nah ke depan harus tegas undang-undang menyatakan dia sebagai pejabat negara. Saya kira itu saja tambahan, Pak.

Terima kasih Pak. KETUA RAPAT : Ya, ini memang definisinya, nanti kan di DIM 61 itu ada rinciannya itu yang disebut dengan

pejabat negara itu. Nah, sebenarnya usulan DPR dengan rumusan di Undang-undang Kepegawaian itu tidak jauh berbeda sebenarnya, semangatnya, apalagi kalau dibandingkan dengan usulan Pemerintah sekarang ini kan. Ini kan menghilangkan teks Undang-Undang Dasar 1945 buat tes, menghilangkan, karena Undang-undang Dasar 1945 ini yang tidak dikendaki oleh kelompok sayap ini sebenarnya, sayap kanan. Sayap kiri ini yang ujung sana itu sama dengan Pemerintah, undang-undang itu cukup. Iya, ya menggabungkan antara kesederhanan dengan romantisme ini yang sudah memang.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, interupsi sedikit Pak Ketua. KETUA RAPAT : Oke silahkan. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Saya bukan aliran yang …(tidak jelas)… atau mempersatukan, Pak, tetapi tampaknya ada

rentet gitu ya, ada garis benang hijau lah atau bahasa Balinya benang merah, ya mungkin sejak saya tawarkan, ini apabila kami bertahan pada DIM 16 ini kemudian dari Pemerintah juga ada pilihan cerdas supaya ada kepastian dalam definisi, Pak, untuk difine, membatasi ya, mungkin saja kata secara tegas itu, Pak, bisa kita masukan ke DIM 16 ini, DIM 16 awal maksud saya, kalimatnya jadi tujuh “pejabat negara adalah Pimpinan dan anggota lembaga negara yang dimaksud dalam Undang Undang Dasar 1945 dan pejabat negara yang secara tegas ditentukan dengan aturan undang-undang”. Mungkin begitu, Pak, yang secara tegas.

Tidak, memang ada penegasan di situ, Pak, jadi ada kepastian itu. Yang secara tegas ini tidak samar-samar atau tadi istilah teman dari Keuangan misalnya, lembaganya memang lembaga negara, tetapi pejabatnya tidak dan sebagainya. Mungkin seperti itu kompromistisnya.

Terima kasih Ketua. KETUA RAPAT: Bisa diceritakan kenapa ada kata “tegas” ini kenapa ini? Sebenarnya apa ini? Untuk mengatur

apa ini sebenarnya? Bisa dijelaskan tolong, Pak.

ARSIP D

PR RI

Page 42: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

42

PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Ya, kata “tegas” ini artinya undang-undang menyatakan bahwa pejabat ini adalah pejabat

negara, jadi eksplisit begitu, Pak. Jadi tidak dapat ditafsirkan lain dan hanya undang-undang yang harus bisa menyatakan itu, di bawah undang-undang tidak dapat menyatakan bahwa seseorang itu pejabat negara, Pak. Jadi hirarkinya undang-undang dan di dalam perumusannya harus tegas, Ketua adalah pejabat negara begitu dan harus dimuat di undang-undang begitu, Pak.

KETUA RAPAT : Ya, mungkin ada lembaga atau apapun itu yang diatur oleh undang-undang atas personil

yang tidak disebut sebagai pejabat negara tetapi minta perlakukan seperti pejabat negara begitu Pak. PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Ya, saya kira banyak bicara mengenai hal-hal yang selama ini ada di dalam peraturan-

peraturan kita, Pak. KETUA RAPAT : Silahkan Pak, dari Menpan. PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Kami serahkan ke kawan dari Kementerian PAN Pak, untuk menjelaskan. PEMERINTAH/KEMENPAN : Kalau lembaganya ditetapkan dengan undang-undang, apakah pejabatnya otomatis menjadi

pejabat negara kan belum tentu, Pak. Nah, sebagai contoh misalkan seperti Komisi Penyiaran Indonesia, itu lembaganya ditetapkan undang-undang, tetapi pejabatnya tidak disebutkan, itu kan juga sebagai contoh mungkin yang kami bisa contohkan, Pak. Komisi Penyiaran Indonesia itu ditetapkan oleh undang-undang sebagai lembaga negara, tetapi pejabatnya tidak pejabat negara.

PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Boleh kami tambahkan, Pak? Untuk teman-teman kita di DPRD, jadi memang tidak ada kata menyebutkan mereka pejabat

negara, nah hanya disebutkan ini keraguannya Pak Sudding bahwa Anggota DPRD dilarang merangkap pejabat negara lainnya. Nah, ini kan pengertiannya bahwa dia pejabat negara tetapi karena undang-undang tidak pernah mereka menyebut pejabat negara hak-hak keuangannya tidak pernah selama ini sama dengan pejabat negara, sehingga tidak pernah dapat gaji ke-13, tidak dapat pensiun. Andaikata suatu saat akan kita tentukan mereka pejabat negara harus undang-undang, tegas menyatakan itu.

Nah, ini saya kira ke depan untuk menjadi perhatian kita bahwa kalau kita akan menjadikan pejabat negara harus levelnya undang-undang dan harus tegas dinyatakan bahwa itu dia pejabat negara. Bahwa nanti dari lembaga negara, Undang Undang Dasar 1945 atau hal lainnya saya kira itu menjadi muatan nanti dalam kita penyusunannya, Pak.

KETUA RAPAT: Jadi ya rasanya memang undang-undang yang mengatur tentang pejabat negara ini banyak

membuat GR juga gitu, jadi maka terus Pemerintah bilang ini harus tegas katanya, kira-kira itu. Nah,

ARSIP D

PR RI

Page 43: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

43

masalahnya adalah dengan rumusan tentang definisi pejabat negara di Undang-undang Kepegawaian itu, Pak, ya pokok-pokok kepegawaian, ini kan tidak sinkron, kalau kita ambil/adopt usulan Pemerintah yang di undang-undang kita ini, protokol ini.

Nah, masalahnya ini kemana kita mengacu? Kan tidak mungkin satu definisi yang sama memberi penjelasan yang berbeda itu, pejabat negara menurut versi Undang-undang Kepegawaian dengan pejabat negara menurut versi Undang-Undang Protokoler, tidak mungkin itu kita membuat seperti itu gitu loh. Dan rumusan definisi di kepegawaian ini mirip dengan usulan dari DPR ini, mungkin hilang dengan kata tegasnya tadi, mirip ya.

Silahkan. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, saya tadi melontarkan, Pak, insert Pak, melontarkan, menggabungkan,

membubuhkan tepatnya secara tegas itu. Mungkin Bapak dari PAN tadi kurang menangkap saran saya Pemerintah, jadi setelah dari atas itu, Pak, sampai dengan Undang Undang Dasar Negara 1945 dan pejabat negara yang secara tegas begitu, Pak. Jadi bukan hanya lembaga. Mohon maaf dari Menpan, Kementerian PAN, tadi Bapak tidak menangkap yang saya sampaikan tampaknya. Usul saya, tadi insert dari saya, Pak, jadi mohon diperhatikan pada DIM 16, Pak, jadi setelah “… tahun 1945 dan pejabat negara yang secara tegas ditentukan atau dinyatakan dengan/atau dengan undang-undang”, begitu Pak, jadi aspirasi atau tepatnya usul dari Pemerintah sebetulnya kalau kita masukan ke sana itu ada kepastian hukum, Pak, gitu. Dan dia sangat yang pertama eksplisit dan sangat definitif.

Terima kasih Ketua. PEMERINTAH/KEMENPAN : Mohon izin Pimpinan. KETUA RAPAT : Silahkan Pak. PEMERINTAH/KEMENPAN : Ingin menanyakan juga kalau memang demikian apakah Undang-Undang Dasar 1945 ini kan

sudah beberapa kali diamandemen, Pak. Kalau sebelumnya kan ada pejabat negara itu dari lembaga yang tertinggi dan tinggi negara, Pak. Nah, itu kami mohon bagaimana, Pak, dengan terkait dengan pasal itu, Pak.

KETUA RAPAT : Silahkan. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Jadi sebetulnya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 itu hanya satu kali, Pak, cuman 4

periode gitu, 4 tahun. Jadi yang satu paket, karena saya ikut dalam sejarah itu sedikit periode 1999- 2004 walaupun saya dipandu waktu itu …(tidak jelas) … jadi dengan adanya perubahan Undang Undang Dasar lah itu, Pak, maka kita tidak lagi mengenal lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, dengan demikian tidak juga mengenal misalnya jabatannya itu tertinggi, itu semua disebut

ARSIP D

PR RI

Page 44: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

44

dengan lembaga negara, demikian, yang membedakan kewenangannya saja kalau posisinya sudah sama.

Demikian saya kira. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT : Mungkin juga pertanyaan dari Pemerintah tadi, Pak Soeman, dengan amandemen itu

kedudukan pejabat negara itu seperti apa, mengacu yang awal atau yang sudah perubahan itu. Itu poinnya.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih Ketua. Jadi konsitusi kita tetap menghormati konvensi, Pak, jadi tradisi itu tidak dihilangkan kalau

dalam upacara-upacara itu, karena itu latar belakang perubahan ini kan sesungguhnya kan merespons struktur organisasi kenegaraan semula yang mau dinyatakan semua sama, maka kita menundukan bagaimana mestinya. Nah, sementara konvensi yang ada tetap dihormati, Pak, posisi-posisi itu. Demikian Pak Ketua. Tetapi istilah lembaga tertinggi dan lembaga tinggi sudah tidak lagi dikenal dalam konstitusi kita.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, baik, ini sudah menjelang pukul 23.00 Wib ini, Pak. F- PG (H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, S.H., M.Kn.): Di luar dari itu, Pak, saya tanya DPD itu jabatannya tidak ada hak pensiunnya, Pak? Tetapi

menarik, Pak, yang DPD ya. Jadi DPD kan bukan pejabat negara tetapi dia anggota MPR, jadi satu segi juga dia pejabat negara. Begitu loh, Pak, maksudnya sedikit.

PEMERINTAH/KEMENKEU : Di undang-undang kita lihat nanti apakah state secara eksplisit bahwa dia sebagai pejabat

negara. Tolong nanti kita lihat di sini, DPD. DPD ini. Oleh sebab itu, tetapi itu tadi kita akan kembali kepada secara tegas dia dikatakan sebagai pejabat negara, tidak ada sama sekali. Makanya kita lihat nanti. Kami belum lama ini membuat PMK tentang tunjangan hari tua (THT) untuk pejabat negara, kami rumuskan, Pak, pengertian pejabat negara ini. Tatkala pertanyaan yang DPD tadi, karena DPD bukan pejabat negara maka PMK-nya tersendiri, Pak. Peraturan Menteri Keuangannya kita sendirikan, walaupun hak keuangannya sama, tetapi secara definisi dia bukan pejabat negara.

Jadi begini, Pak, banyak sekarang lembaga-lembaga yang memposisikan sebagai lembaga negara, kayak saya tadi menyampaikan Ombudsman, dulunya Komisi Ombudsman, sekarang menjadi Ombudsman, itu bukan pejabat negara walaupun dia sebagai pejabat negara. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, tadi ada Komisi Penyiaran Indonesia, KIP sama KPI, itu diamanahkan semua dalam undang-undang, Undang-Undang Penyiaran, tetapi di dalam undang-undang tidak sama sekali menyebutkan bahwa dia sebagai pejabat negara. Jadi kata kuncinya secara eksplisit sebagai pejabat negara, kira-kira seperti itu, Pak.

ARSIP D

PR RI

Page 45: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

45

KETUA RAPAT : Ya, yang terakhir ini penjelasan tentang hak-hak keuangan dari pejabat negara ini, Pak ya.

Jadi memang harus rigid itu, siapa, walaupun sama gitu ya itu, kita mengerti kalau dari Departemen Keuangan bersikukuh gitu, semakin sedikit pejabat negara semakin baik, karena banyak pejabat negara banyak pengeluaran.

Baik, mungkin saya tawarkan sedikit lagi, ini sudah lebih 15 menit dari yang semula apakah kita akhiri cukup terus besok pagi kita lanjutkan. Besok jam berapa kita mulai? Belum, belum terakhir, besok dilanjutkan Pemerintah.

WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Begini, Ketua, mohon izin. Ini sebelum clossing kita saya ingin mendengar ada statement

terakhir dari Pemerintah, misalnya dilanjutkan atau pending kan begitu, apa ini diterima usul tadi atau pending, biar ada kepastian.

KETUA RAPAT : Keputusan itu dipimpinan bukan di Pemerintah. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Dari pernyataan beliau, Pak. Pemerintah misalnya setuju atau misalnya …(tidak jelas)…

terserahlah. KETUA RAPAT : Ini kalau Pimpinan duduk dianggota itu kayak begini ini. Baik, supaya tidak jadi mimpi buruk bagi Pak Soenman, apa yang diminta saya penuhi.

Bagaimana, Pak, dengan DIM 16. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Mohon izin, Pimpinan, untuk DIM 16 konsultasi kembali dengan kawan-kawan, pada

prinsipnya kita bisa meng-endorse usulan dari Anggota Dewan yang terhormat dengan catatan ada penambahan seperti yang beliau sampaikan secara tegas karena itu untuk menghidari adanya multitafsir atau barangkali ketidakpastian. Jadi prinsipnya kita bisa mendukung usulan ini, demikian Pimpinan.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Oh, jadi diterima ini usulan DPR ya, mengikuti itu ya. Ya, cuman nanti ya menempatkan kata

“tegas” ini bagaimana itu? Jadi begini saja, coba nanti dicari bahasa ini ya, kalau “tegas” ini mengindikasikan banyak hal

begitu loh. Maksudnya kita mengerti seperti tadi. Kami minta penjelasan supaya lebih mengacu kepada person maupun lembaga yang seperti dikehendaki oleh undang-undang gitu, tetapi ya mencantumkan itu penjelasannya bisa panjang itu loh.

Tetapi baik, bahwa substansi sudah bisa diterima bahwa mengacu pada konsep DPR ya, usulan DPR tentang pejabat negara. Dan saya kira ini salah satu kunci penting dalam undang-undang ini. Kalau satu ini sudah ada titik temu barangkali yang lain-lain akan lebih mudah gitu.

ARSIP D

PR RI

Page 46: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

46

Tentang rumusannya nanti mungkin besok ya. Jadi DIM 16 ya “pejabat negara adalah Pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana

dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pejabat negara yang secara tegas ditentukan dengan/atau dalam undang-undang”. Bagaimana Pemerintah?

Secara “tegas ditentukan dalam undang-undang”. Bagaimana ini? Tidak, ini biasanya Pak Sudding ini punya ketajaman dalam menilai kata-kata itu, kayak hal tadi itu kan. Oke, ini diterima?

Dari Pemerintah? (RAPAT : SETUJU)

F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Saya Substansinya setuju, tetapi rumusan katanya ini saya agak menggelikan Pak. Mungkin

dari 1.443 undang-undang yang pernah diproduk oleh republik ini, baru sekali ini saya dengar ada kata “tegas”.

KETUA RAPAT : Ada Legal Drafter ada tidak ini? Ya, boleh bicara kasih pandangan dulu soal ini. Silahkan Pak

Rony pendapatnya. P3DI SETJEN DPR RI (DR. RONY SH BAQO, SH., M.Hum) : Seperti dalam Undang-Undang MD3 itu tidak apa-apa, Pak. Ya, seperti dalam undang-

undang sebelumnya seperti MD3 tidak apa-apa, Pak. KETUA RAPAT : Di MD3 dikemukakan apa secara tegas juga? P3DI SETJEN DPR RI (DR. RONY SH BAQO, SH., M.Hum) : Definisi itu … (tidak jelas). KETUA RAPAT : Oke, ya sudah, kalau urusan dunia harus diserahkan ahlinya kalau ahlinya sudah mengatan

begini ya sudahlah kita terima ya DIM 16 ya. PEMERINTAH/KEMENKEU : Pimpinan, mohon maaf, Pimpinan. Secara tegas itu sebenarnya bukan bahasa ini, itu bahasa lisan, secara tegas, secara pedas,

secara apa lagi, lugas dan lain sebagainya. Kalau menurut pendapat kami kalau sudah dinyatakan dalam undang-undang itu sudah mau bilang apa gitu kan, itu sudah yakin itu, apakah harus dibilangin

hakul yakin itu dalam undang-undang gitu. Kan tidak perlu juga? Itu kan bahasa lisan, Pak. Kalau bahasa hukumnya sudah dinyatakan dalam undang-undang itu sebetulnya menurut pendapat kami itu sudah tegas. Kira-kira seperti itu, Pak.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya itu yang pertanyaan tadi itu gitu apa yang menjelaskan secara tegas tadi itu, karena ya itu

juga saya merasakan hal yang ya kalau ya itu menjadi … (tidak dilanjutkan)… mungkin ini rumusan yang sementara kita terima, kan substansinya kita mengerti bahwa ini supaya benar mengacu kepada

ARSIP D

PR RI

Page 47: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

47

person dan lembaga yang tepat sesuai dengan undang-undang, kan begitu, jangan lembaganya saja personnya tidak dan sebaliknya itu. Kira-kira begitu, sambil nanti jalan kita menemukan, kalau tidak menemukan ya ini kita pakai gitu. Bahwa banyak yang menganggap ini sesuatu yang janggal, Legal Drafter kita mengatakan tidak apa-apa gitu, kita terima saja.

Jadi sementara ini ya kita sepakati. (RAPAT : SETUJU)

Hampir pukul 23.00 Wib ini. Kita lanjutkan dulu satu DIM, Pak. DIM 17 ini tetap, DIM 17 tetap. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, izin sedikit, Terima kasih. Memang kalau tradisi di Panja itu kan melanjutkan amanat Pansus, Pak Ketua ya, karena itu

DIM-DIM yang sudah tetap tidak usah, tetapi diingatkan saja, bahwa ini DIM sudah tetap gitu, jadi pengesahan sudah selesai di Pansus, itu yang pertama, Ketua.

KETUA RAPAT : Ya ini secara tegas tadi itu loh, saya langsung praktek. WAKIL KETUA/F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Baik, itu yang pertama, kalau DIM sudah tetap itu ya sudahlah gitu ya karena amanatnya

amanat pansus gitu. Yang kedua tadi saya terkesan dengan nasihat yang terhormat Bapak Jenderal Guntur ini beliau mengatakan saya setuju sesuai dengan tatib begitu, Ketua. Ini sudah melampaui waktu tatib, berarti kita seluruh hari, Pak, di sini, karena itu saya kira cukup pukul 23.00 Wib maksimum, Ketua.

KETUA RAPAT : Inilah DPR zaman sekarang ini, menambah pekerjaan sedikit saja tidak mau gitu. Ya, oke kita

mungkin skorsing pertemuan pada malam hari ini, kita lanjutkan besok pagi pukul? Kita mulai pagi saja. Pukul 10.00 wib kesiangan itu. Pukul 09.00 wib ya? Bagaimana Pak

Rusli, pukul 09.00 atau 09.30 wib? PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Mohon izin, Pimpinan, atas nama kawan-kawan kami mengusulkan pukul 09.00 pagi. Terima

kasih. KETUA RAPAT : Baik, sama kalau begitu, Pak Arif juga pukul 09.00 pagi, Pak Guntur ya, jadi jadwal di sini kita

ubah, besok kita mulai pukul 09.00 pagi. Insya Allah besok akan lebih smooth lagi karena sudah yang berat-berat ini agak mulai terlewati.

Ya, jadi kita skorsing. F- PARTAI HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH.): Untuk besok saya mohon izin karena ada Rapat Pimpinan, Konsultasi antara DPR dan

Pimpinan Fraksi dalam kaitannya dengan Pidato Kenegaraan Presiden. Kita maklumi satu orang dibagi beberapa event, ini kita maklumi. Ini fenomena partai kecil soalnya.

ARSIP D

PR RI

Page 48: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RAPAT …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-071843-9244.pdf · sistematika sekaligus memperkuat ingatan kita dengan materi-materi

48

KETUA RAPAT : Saya nyatakan skorsing pertemuan kita pada malam hari ini, sampai besok pukul 09.00 pagi. Terima kasih.

(RAPAT DITUTUP PADA PUKUL : 23.05 WIB)

Jakarta, 26 JuLi 2010 A.n. KETUA PANSUS

RUU TENTANG PROTOKOL SEKRETARIS RAPAT,

ttd DRS. BUDI KUNTARYO

NIP. 19630122 199103 1 001

ARSIP D

PR RI