iiirepo.apmd.ac.id/675/1/skripsi deryanto kusuma adi... · 2019. 5. 16. · 1 bab i pendahuluan a....
TRANSCRIPT
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
KARYA TULIS INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK
ALM. BAPAK DANIEL PANDANGA
IBU
KELUARGA
DAN
ALMAMATER TERCINTA
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah dan Yesus Kristus yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun
dapat melaksanakan kewajiban terakhir sebagai mahasiswa umtuk melengkapi
persyaratan sarjana S-1 melalui skripsi yang bertitel: Peran Pendamping Desa
Dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Wonokerto, Kecamatan Turi Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewah Yogyakarta.
Intention is the key to success. Niat adalah kunci kesuksesan, itulah
ungkapan sederhana tetapi mengandung makna yang teramat dalam. Disebut
demikian karena untuk meraih kesuksesan haruslah ada niat yang kuat dengan
demikian apapun tugas kerja kita maka akan berjalan dan sukses. Penyusun
menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini tidaklah gampang atau semudah
yang di pikirkan maka dari itu kita perlu niat yang tinggi sehingga semuanya
dapat berjalan dan sukses.
Dalam kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah dan Yesus Kristus yang telah melimpahkan Rahmat, Berkat dan
Tuntunan-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Sutoro Eko Yunanto, M.si selaku Ketua STPMD “APMD
“Yogyakarta
3. Bapak Drs. YB. Widyo Hari Murdianto, M.Si selaku Ketua Program Studi
Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD “Yogyakarta sekaligus Dosen
Pembimbing saya yang telah memberikan bimbingan skripsi saya.
v
4. Kepala Desa Wonokerto, Perangkat Desa, Pendamping Desa dan seluruh
Lembaga desa serta masyarakat Wonokerto yang telah mengijinkan penulis
untuk melakukan wawancara, menggali informasi dalam penelitian dalam
rangka penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Alm. Daniel Pandanga dan Ibu Carolina Harobu selaku orang tua yang
selalu memberi dukungan baik secara moral dan moril. Elviana Ina Pandanga
S,Hut, Nikson Chen Hary, Calysta Hary, Adriana Ina Pandanga, Agus
Pandanga selaku saudara dan saudari saya yang juga selalu mendukung secara
moral dan selalu mendoakan saya.
6. Istri dan anak tercinta yang selalu menemani, menyemangati, mendoakan saya
dalam membuat skripsi ini.
Yogyakarta, 6 Maret 2019
Deryanto Kusuma Adi Pandanga
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: Deryanto Kusuma Adi Pandanga
NIM: 12520018
Program Studi: Ilmu Pemerintahan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan disuatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang perna
ditulis yang diterbitkan oleh yang lain, kecuali secara tertulis dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 25 Februari2019
Deryanto Kusuma Adi Pandanga
vii
MOTTO
Intention Is The Key To Success
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
SINOPSIS..................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 8
E. Kerangka Konseptual................................................................ 8
1. Pengertian Peranan ............................................................. 8
2. Pengertian Pendamping Desa .............................................. 11
3. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ................................ 15
4. Pengertian Pembangunan .................................................... 24
F. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 37
G. Metode Penelitian ..................................................................... 38
1. Jenis Penelitian ................................................................... 38
2. Unit analisis ........................................................................ 38
3. Metode Pengumpulan Data ................................................. 43
ix
4. Teknik Analisis Data........................................................... 45
BAB II PROFIL DESA WONOKERTO ..................................................... 47
A. Sejarah Desa ............................................................................. 47
B. Geografis Desa.......................................................................... 49
C. Demografis ............................................................................... 51
D. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya ........................................ 57
E. Sarana dan Prasarana................................................................. 65
F. Pemerintahan Desa Wonokerto ................................................. 66
G. Pendamping Desa Kecamatan ................................................... 77
BAB III ANALISIS DATA PERANAN PENDAMPING DESA
KECAMATAN DALAM MENDAMPINGI PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ... 79
A. Analisis Data............................................................................. 79
1. Mendampingi Desa Dalam Proses Perencanaan
Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.... 79
2. Meningkatkan Prakarsa, Kesadaran, dan Partisipasi
Masyarakat Desa Dalam Pembangunan yang partisipatif ..... 86
3. Melakukan Peningkatan Kapasitas Bagi Pemerintah Desa
Dalam Hal Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa .................................................................................... 90
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 95
A. Kesimpulan ............................................................................... 95
B. Saran ......................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Deskripsi informan secara umum ............................................... 39
Tabel I.2 Deskripsi informan menurut usia ............................................... 40
Tabel I.3 Deskripsi informan menurut jenis kelamin ................................. 41
Tabel I.4 Deskripsi informan menurut pekerjaan ...................................... 42
Tabel I.5 Deskripsi informan menurut tingkat pendidikan ......................... 42
Tabel II.1 Penggunaan Lahan Eksisting Desa Wonokerto .......................... 51
Tabel II.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan jenis kelamin ............................. 52
Tabel II.3 Jumlah Penduduk Dan Luas Wilayah Padukuhan....................... 53
Tabel II.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Struktur Umur ........................... 54
Tabel II.5 Jumlah penduduk berdasarkan Struktur Pendidikan ................... 55
Tabel II.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan mata Pencaharian ...................... 56
Tabel II.7 jumlah Organisasi Kemasyarakatan ........................................... 58
Tabel II.8 Sebaran fasilitas Ekonomi Desa Wonokerto............................... 61
Tabel II.9 Potensi Ekonomi Desa Wonokerto............................................. 62
Tabel II.10 Profil Pendamping desa Kecamatan ........................................... 78
xi
SINOPSIS
Adanya suatu aturan atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah
sebagai upaya untuk membagun dan mencapai kesejahteraan. Untuk mencapai
kesejahteraan tersebut maka kebijakan tersebut harus dijalankan dengan sebaik-
baiknya. Untuk itu pemerintah menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Untuk pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat. Kemudian
dituangkan dalam Peraturan Kementerian Desa No 3 Tahun 2015 tentang adanya
Pendamping Desa untuk membantu aparat desa dalam membangun masyarakat
desa yang lebih maju dan mandiri. Pendamping desa bertugas mengawal
pembangunan baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
menciptakan proses pembangunan yang partisipatif serta melakukan
pemberdayaan terhadap masyarakat. Saat ini pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan oleh Pendamping Desa sudah berjalan hampir 4 Tahun lamanya. Dan
untuk itu peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti tentang peran pendamping
desa dalam pemberdayaan masyarakat sebagai bentuk dari implementasi
kebijakan pemerintah yang terdapat dalam Undang-Undang untuk kesejahteraan
masyarakat.
Adapun rumusan masalah yang diambil antara lain: 1) Bagaimana peran
pendamping desa mendampingi desa dalam proses perencanaan pembangunan
desa dan pemberdayaan masyarakat desa di Desa Wonokerto?, 2)Bagaimana
Peran Pendamping Desa dalam meningkatkatkan prakarsa, kesadaran, dan
partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa yang partisipatif di Desa
Wonokerto?, 3) Bagaimana Peran Pendamping Desa melakukan peningkatan
kapasitas bagi pemerintah desa dalam pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa di Desa Wonokerto?. Dalam penelitian ini saya menggunakan
penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data dengan 1). Wawancara,
2). Dokumentasi, 3). Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif adalah
mendeskripsikan peran pendamping desa dalam pemberdayaan masyarakat.
Tujuan ini juga menetukan bagaimana kita mengelolah hasil penelitian yaitu
dengan membuat analisisnya memakai metode penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti dapat
menarik kesimpulan di antaranya yaitu: 1) Pendampingan yang dilakukan oleh
Pendamping Desa Kecamatan kepada Pemerintah Desa Wonokerto sudah berjalan
dengan lancar dan Pemerintah Desa sudah memberika ruang atau kesempatan
kepada masyarakat untuk mengambil tindakan dalam keputusan melalui
musyawarah dusun (MUSDUS) dan musyawarah desa (MUSDES). 2)
Pendamping Desa Kecamatan dan Pemerintah Desa sudah melakukan pendekatan
dalam meningkatkan kesadaran, partisipasi masyarakat guna pembangunan yang
partisipatif. Tingkat partisipasi karang taruna yang masih jadi maslah dalam
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. 3) Pendamping Desa sudah
jalankan tugasnya dengan baik dalam hal peningkatan kapasitas pemerintah desa
dalam pembangunan dan pemberdayaan dan pemerintah dea pun sudah
melakukan peningkatan kapasitas kepada masyarakat guna pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa atau sebutan lainnya yang sangat beragam di Indonesia pada
awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas
wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk dan mempunyai adat istiadat untuk
mengelola wilayahnya sendiri.
Desa sekarang ini sedang menjadi primadona. Banyak pihak yang dulu
skeptis melihat desa kini mulai melirik desa. Ada yang melihat desa semata
sebagai lokasi pemberdayaan serta pembangunan dengan beragam program
yang diusung, ada pula yang menjadikan desa sebagai basis transformasi nilai-
nilai menuju desa yang mandiri dan berdaulat.
Setelah sekian lama masyarakat desa serta elemen-elemen sosial dari
latar yang beragam antara lain pihak universitas, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), komunitas pemerhati desa yang getol memperjuangkan desa agar desa
memiliki regulasi berupa payung hukum yang jelas dalam pengaturannya
2
akhirnya mendapat kejelasan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa dipenghujung tahun 2013 silam.
Kehadiran undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa)
menendai babak baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional,
dimana Desa menjadi titik tumpuh yang mendapatkan perhatian serius.
UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan menuju kehidupan berdesa
yang lebih maju.Sebagai dasar hukum bagi keberadaan Desa, UU Desa
mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa ( pemerintahan,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ).Desa dikukuhkan sebagai
subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri dalam arti lainnya dapat
dikatakan bahwa saat ini desa membangun yang artinya desa diharapkan
mampu mengatur dirinya sendiri.
Undang-Undang Desa mengandung semangat serta mendorong desa
menemukan kembali identitasnya setelah sekian lama desa dieksploitasi oleh
supra desa. Desa yang dihuni lebih dari 60 persen populasi dari republik ini
dari orde ke orde mengalami involusi, marginalisasi serta krisis multidimensi
berkepanjangan akibat ideologi developmentalisme yang dipraktikkan rejim
pemerintah. Dadang Juliantara (2002) menyebut tiga krisis yang menimpa
desa antara lain krisis keadilan, krisis produktivitas dan krisis demokrasi.
Sutoro Eko (2005), akademisi, peneliti sekaligus aktivis pemerhati
desa menggambarkan, desa terus mengalami involusi meski proyek-proyek
pembangunan dan bantuan dana terus menetes pada desa. Corpus besar
pemerintahan dan pembangunan di Indonesia menempatkan desa dalam posisi
3
marginal. Desa menjadi obyek pengaturan, kebijakan, pembangunan,
eksploitasi kapital, “politik etis” atau tempat membuang bantuan. Keadilan
sosial tidak berpihak pada masyarakat desa. Akibatnya desa menderita
kemiskinan, keterbelakangan, ketidakberdayaan, ketergantungan dan
kedodoran menghadapi pertumbuhan kota.
Dengan demikian UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa mengandung
dua misi utama. Pertama, undang-undang desa berupaya melakukan koreksi
perlakuan terhadap desa pada masa lalu, dimana desa mengalami eksploitasi
dan marginalisasi secara sistematik. Kedua, regulasi tersebut berupaya
memproyeksi ke masa depan, membangkitkan desa dari keterpurukan agar
berdaya, berdaulat dalam mengambil keputusan politik pembangunan.
Substansi undang-undang desa tersebut kemudian diturunkan dalam
Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa.
Konsekuensinya ialah cara pandang, metode, praktik kerja dan SDM dituntut
untuk berubah, bangkit dan mampu meneruskan modalitas yang dimiliki untuk
melakukan pembaharuan desa. Aktor negara (disemua lini pemerintahan) dan
masyarakat sipil serta semua pelaku-pelaku ekonomi berinteraksi
menerjemahkan semangat pembaharuan desa agar lebih bermakna secara
praksis sehingga UU Desa mampu mencapai tujuan ideal.
Disinilah peran krusial pendamping desa sebagaimana tertuang dalam
UU Desa dan Peraturan Menteri Tentang Pendamping Desa. Pengalaman
selama ini menunjukkan, pendamping desa mampu mendinamisasi desa baik
dalam konteks diskursus dan praksis. Aktivis LSM, akademisi serta pekerja
4
sosial paling tidak telah memberikan perspektif baru di level komunitas,
menyemai bibit keberdayaan sebagai pilar warga yang aktif dan kritis.
Berbagai kasus dan agenda lokal untuk beragam sektor terpecahkan dari
kehadiran pendamping desa.
Pendamping desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan
pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan
dan fasilitasi desa. Misi besar pendamping desa adalah pemberdayaan
masyarakat desa menjadi maju, kuat, mandiri dan demokratis. Kegiatan
pendampingan membentang dari pembangunan kapasitas pemerintah,
mengorganisasi dan membangun kesadaran kritis masyarakat. Selain itu juga
memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat
musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal hingga
mengisi kekosongan antara pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan
desa adalah menciptakan suatu frekuensi yang sama antara pendamping
dengan yang didampingi.
Dengan hadirnya kebijakan penempatan pendamping desa sebagai
amanat Undang Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa maka hadirlah
peraturan menteri desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi No.
3 tahun 2015 tentang Pendamping Desa yang membahas mengenai
pendamping desa termasuk di dalamnya mengenai pemberdayaan masyarakat
yang menjadi fokus utama pendamping desa.Oleh karena itu para pendamping
desa harus mampu memahami apa yang menjadi tujuan dari pendampingan
mereka dan harus memahami apa yang menjadi amanat dalam Undang
5
Undang desa agar fungsi pendampingan dapat berjalan secara maksimal dan
memenuhui target yang diharapkan pemerintah serta masyarakat.
Kendati demikian, realitas desa yang berubah dan dinamis dari masa
ke masa menutup kemungkinan menggunakan pendekatan atau pola lama bagi
para pendamping desa dalam mengadvokasi permasalahan desa yang semakin
kompleks.
Berangkat dari argumentasi-argumentasi di atas, penulis tertarik
meneliti peranan pendamping desa kaitannya dengan UU Desa dan Peraturan
Menteri Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa dalam menjawab
tantangan-tantangan atau problematika yang melingkupi desa selama ini, serta
memberi kritik sekaligus membangun perspektif baru dalam diskursus
pendampingan desa demi terselenggaranya desa yang mandiri, otonom dan
berdaulat.
Adanya Pendamping Desa ini terutama yang bertugas dalam
pemberdayaan merupakan wujud dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, terdapat pada Bab 1 Ketentuan Umum yaitu pada
pasal 1 ayat 4 poin pertama berisikan tentang pemberdayaan masyarakat Desa
sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
dengan meningkatkan pengetahuan sikap, keterampilan perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
6
Secara umum, pemerintah desa belum memfasilitasi proses dan
pendekatan yang lebih partisipatif. Proses penetapan prioritas ini berdampak
pada penundaan atau tidak terlaksananya kegiatan pembangunan yang
menurut masyarakat dianggap sangat dibutuhkan. Demikian pula yang terjadi
di Desa Wonokerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Masih minimnya
pemberdayaan masyarakat dan perorganisasian masyarakat dapat di lihat dari
peningkatan usaha dan kemandirian masyarakat yang masih rendah,
pengelolaan aset wisata yang tidak maksimal.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk membangun dan
memberdayakan masyarakat desa agar menjadi desa yang mandiri. Dengan
tingkat pemberdayaan yang tinggi, masyarakat desa akan mampu
menyelesaikan permasalahan dan urusan pemerintahannya sendiri. Dengan
keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pelaksanaan dan pengawasan
terhadap pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa diyakini
mampu meningkatkan kemakmuran dan menciptakan masyarakat yang
sejahtera. Maka pemerintah menugaskan pendamping desa untuk
mendampingi pemerintah desa dalam proses pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa.
Menurut Permendes No 3 Tahun 2015 ada tujuh tugas dari
Pendamping Desa yang ada di kecamatan, dari ketujuh tugas itu ada beberapa
tugas Pendamping Desa yang tidak sepenuh nya berjalan dengan lancar di
Desa Wonokerto yaitu dalam mendapinigi Desa dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan terhadap pembangunan dan pemberdayaan
7
masyarakat Desa yang ada di Desa Wonokerto tersebut, kurangnya pantauan
dari Pendamping Desa dan partipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui sejauhmana peran dari pendamping
Desa dalam Mendampingi Desa Wonokerto dalam hal perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan terhadap pembangunan yang parsipatif dan
peningkatan kapasitas bagi pemerintah desa dalam hal pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa di Desa Wonokerto Kecamatan Turi
Kabupaten Sleman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penulis
merumuskan masalah yaitu sebagai berikut: “Bagaimana peranan Pendamping
Desa dalam mendampingi perencanaan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk menggambarkan peranan dari Pendamping Desa dalam
perencanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
2. Untuk menggambarkan bagaimana peranan dari Pendamping Desa itu
sendiri dalam pembangunan desa yang partisipatif
3. Untuk menggambarkan sejauhmana peranan dari Pendamping Desa dalam
melakukan peningkatan kapasitas bagi pemerintah desa..
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya
mengenai peranan Pendamping Desa mendampingi desa dalam
pembangunan desa yang partisipatif dan peningkatan kapasitas bagi
pemerintah desa, lembaga kemasyarakatan desa dalam hal pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa yang ada di Desa Wonokerto,
Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman.
2. Manfaat Praktis
Memberikan tambahan pengetahuan kepada peneliti maupun
pembaca mengenai tugas dan fungsi dari Pendamping Desa dalam
melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat.
E. Kerangka Konseptual
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, perlu mengemukakan
teori-teori sebagai kerangka berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana
penelitian menyoroti masalah yang dipilih. Sugiyono (2005: 55) menyatakan
bahwa landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar
yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Dalam penelitian ini
yang menjadi kerangka teorinya adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Peranan
Dalam pengertian umum, peranan dapat diartikan sebagai
perbuatan seseorang atas sesuatu pekerjaan. Menurut Kamus Umum
9
Bahasa Indonesia, Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang
dalam suatu peristiwa. Peran merupakan suatu aspek yang dinamis dari
suatu kedudukan (status). Peranan merupakan sebuah landasan persepsi
yang digunakan setiap orang yang berinteraksi dalam suatu kelompok atau
organisasi untuk melakukan suatu kegiatan mengenai tugas dan
kewajibannya. Dalam kenyataannya, mungkin jelas dan mungkin juga
tidak begitu jelas. Tingkat kejelasan ini akan menentukan pula tingkat
kejelasan peranan seseorang (Sedarmayanti, 2007: 33).
Menurut Sarwono (2014:215) teori peran (Role Theory) adalah
teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin
ilmu. Selain dari psikologi, teori peranan berawal dari dan masih tetap
digunakan dalam sosiologi dan antropologi. Dalam ketiga bidang ilmu
tersebut, istilah peranan dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor
harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dalam posisinya sebagai
tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.
Menurut Linton dalam Syam (2014:71) menggambarkan teori
peranan sebagai interaksi sosial di dalam lingkungan tertentu yang sudah
ditetapkan oleh 12 budaya. Sesuai dengan teori ini, peranan menuntun kita
untuk berperilaku di kehidupan sehari-hari. Maksudnya perilaku
ditentukan oleh peranan. Horoepoetri dkk (2003:79) menyebutkan
beberapa dimensi peranan sebagai berikut:
1. Peranan sebagai suatu kebijakan, penganut paham ini berpendapat
bahwa peranan merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik
10
untuk dilaksanakan.
2. Peranan sebagai strategi, penganut paham ini mengatakan bahwa peran
merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat
(public support).
3. Peranan sebagai alat komunikasi. Peranan didayagunakan sebagai
instrument atau alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi
dalam proses pengambilan keputusan.
4. Peranan sebagai alat penyelesaian sengketa, peranan didayagunakan
sebagai suatu cara utuk mengurangi atau meredam konflik melalui
usaha pencapaian consensus dari pendapat-pendapat yang ada.
5. Peranan sebagai terapi. Peranan dilakukan sebagai upaya masalah-
masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan
ketidakberdayaan, tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka
bukan komponen penting dalam masyarakat.
Menurut Soekanto (2003: 243) peranan adalah aspek dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu
peranan. Setiap orang memiliki macam-macam peranan yang berasal dari
pola-pola pergaulan hidup. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-
kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat dalam menjalankan suatu
peranan. Peranan mencakup tiga hal yaitu:
a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
11
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan masyarakat.
b) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat dalam organisasi.
c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
2. Pengertian Pendamping Desa
Tenaga Pendamping Desa ialah sebuah jabatan dibawah naungan
kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi
Indonesia, yang ditugaskan untuk mendampingi pemerintah dalam
pemberdayaan masyarakat Desa dalam rangka mengimplementasikan
Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Yang dimaksud dengan
tenaga pendamping profesional ialah pendamping Desa sebagai mana yang
dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 47 Tahun
2015 perubahan atas peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang
peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Dalam pasal 129 sebagai penjelasan dari pasal 128 ayat (2) yang dimaksud
tenaga pendamping profesional adalah:
a) Tenaga pendamping lokal Desa yang bertugas di Desa untuk
mendampingi Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja
sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang
berskala lokal Desa;
12
b) Tenaga pendamping Desa yang bertugas di kecamatan untuk
mendampingi Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja
sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang
berskala lokal Desa;
c) Tenaga pendamping teknis yang bertugas di kecamatan untuk
mendampingi Desa dalam pelaksanaan program dan kegiatan sektoral;
dan
d) Tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan
kapasitas tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, , pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Pendamping Desa yang dibantu oleh tenaga ahli infrastruktur dan
pemberdayaan menjalankan tugasnya mendampingi pemerintah Desa
dalam melaksanakan pembangunan Desa sesuai dengan tuntunan Undang-
Undang dan peraturan pemerintah Negara Republik Indonesia. Status
Pendamping Desa Pendamping Desa adalah tenaga pembantu, yaitu untuk
membantu pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dalam pembangunan
Desa. Penyelenggaraan pemberdayaan dan pendampingan terhadap
masyarakat sejatinya adalah tugas pemerintah sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang yakni 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
47 Tahun 2015. Pendamping Desa bukan pegawai negeri ataupun pejabat
publik, namun hanya sebagai tenaga kontrak yang ahli dan berkompeten
dalam bidang pendampingan dan pemberdayaan yang direkrut oleh
13
Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
republik Indonesia untuk ditugaskan membantu pemerintah mendampingi
Desa dalam mengimplementasikan Undang-Undang No 6 Tahun 2014
yakni tentang penyelenggaraan dan pembangunan Desa. Status
pendamping Desa ialah tenaga kontrak, yaitu pendamping Desa bekerja
dengan pemerintah dengan ikatan kontrak kerja yang memiliki jangka
waktu yang telah ditentukan. Pendamping Desa yang direkrut oleh
Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia melakukan kontrak kerja dengan pihak pemberi kerja
(pemerintah) melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Artinya, apabila
sudah habis masa kontraknya maka tugas seorang pendamping Desa
dinyatakan selesai dan telah gugur kewajibanya untuk membantu Desa
dampinganya sesuai dengan ketentuan kontrak kerja yang dibuat dan
disepakati.
Terbentuknya pendampingan desa merupakan implementasi dari
UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Permendes No 3 Tahun 2015.
Dalam Permendes No 3 Tahun 2015 pendampingan desa ialah kegiatan
untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi,
pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi desa.
Secara defenisi operasional pendampingan adalah membantu
masyarakat baik individu maupun kelompok untuk menemukan
kemampuan yang ada pada diri mereka. Agar masyarakat mendapatkan
kecakapan untuk mengembangkan kemampuan hingga mencapai tujuan-
14
tujuannya. Dalam hal ini pendampingan dilakukan demi untuk
kepentingan pihak yang didampingi bukan kepentingan orang yang
mendampingi atau mencari keuntungan demi kepentingan sendiri (Abdul
Katar, 2015).
Dalam Permendes No 3 Tahun 2015 tugas pendamping desa ialah
mendampingi desa dalam penyelenggaraan pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa. Adapun tugas-tugasnya meliputi antara
lain:
a) Mendampingi desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan
terhadap pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
b) Mendampingi desa dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan social
dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber
daya alam dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana prasarana
desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
c) Melakukan peningkatan kapasitas bagi pemerintahan desa, lembaga
kemasyarakatan desa dalam hal pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa.
d) Melakukan pengorganisasian di dalam kelompok-kelompok
masyarakat desa.
e) Melakukan peningkatan kapasitas bagi kader pemberdayaan
masyarakat desa dan mendorong kader-kader pembangunan desa yang
baru.
f) Mendampingi desa dalam pembangunan kawasan perdesaan secara
15
partisipatif.
g) Melakukan koordinasi pendampingan di tingkat kecamatan dan
memfasilitasi laporan pelaksanaan pendampingan oleh Camat kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota.
Tugas-tugas pendampingan tersebut kemudian diarahkan pada
tercapainya tujuan sebagaimana terkandung pada substansi UU Desa serta
Permendes No 3 Tahun 2015 berikut ini:
a) Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan
desa dan pembangunan desa.
b) Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa
dalam pembangunan desa yang partisipatif.
c) Meingkatkan sinergi program pembangunan desa antarsektor.
d) Mengoptimalkan aset lokal desa secara emansipatoris.
3. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya”
yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut
maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya,
atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan, dan atau
proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki
daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.
Pengertian “proses” menunjukan pada serangkaian tindakan atau
langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sitematis yang
mencerminkan pertahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau
16
belum berdaya menuju keberdayaan. Proses akan merujuk pada suatu
tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap untuk mengubah kondisi
masyarakat yang lemah, baik knowledge, attitude, maupun practice (KAP)
menuju pada penguasaan pengetahuan, sikap-perilaku sadar dan
kecakapan-keterampilan yang baik.
Makna “memperoleh” daya/ kekuatan/ kemampuan menunjuk pada
sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya,
kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. Kata
“memperoleh” mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif
untuk berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian
masyarakat yang mencari, mengusahakan, melakukan, menciptakan situasi
atau meminta pada pihak lain untuk memberikan daya/ kekuatan/
kemampuan.
Iklim seperti ini hanya akan tercipta jika masyarakat tersebut
menyadari ketidakmampuan/ ketidakberdayaan/ tidak adanya kekuatan,
dan sekaligus disertai dengan kesadaran akan perlunya memperoleh daya/
kemampuan/ kekuatan.
Makna kata “pemberian” menunjukkan bahwa sumber inisiatif
bukan dari masyarakat. Insisatif untuk mengalihkan daya/ kemampuan/
kekuatan, adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan
kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen lainnya. Senada dengan
pengertian ini Prijono, dkk (1996: 77) menyatakan bahwa: pemberdayaan
mengandung dua arti.
17
Pengertian yang pertama adalah to give power or authority,
pengertian kedua to give ability to or enable. Pemaknaan pengertian
pertama meliputi memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau
mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang/ belum berdaya. Di sisi
lain pemaknaan pengertian kedua adalah memberikan kemampuan atau
keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untuk
melakukan sesuatu.
Berbeda dengan pendapat Pranarka, Sumodiningrat
(Sumodiningrat, 2000 dalam Ambar Teguh, 2004: 78-79) menyampaikan:
pemberdayaan sebenarnya merupakan istilah yang khas Indonesia
daripada Barat. Di barat istilah tersebut diterjemahkan sebagai
empowerment, dan istilah itu benar tapi tidak tepat. Pemberdayaan yang
kita maksud adalah memberi “daya” bukan “kekuasaan” daripada
“pemberdayaan” itu sendiri. Barangkali istilah yang paling tepat adalah
“energize” atau katakan memberi “energi” pemberdayaan adalah
pemberian energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara
mandiri.
Bertolak pada kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa untuk
konteks barat apa yang disebut dengan empowerment lebih merupakan
pemberian kekuasaan daripada pemberian daya. Pengertian tersebut sangat
wajar terbentuk, mengingat lahirnya konsep pemberdayaan di barat
merupakan suatau reaksi atau pergulatan kekuasaan, sedangkan dalam
konteks Indonesia apa yang disebut dengan pemberdayaan merupakan
18
suatu usaha untuk memberikan daya, atau meningkatkan daya (Tri
Winarni, 1998: 75-76).
Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat,
Winarni mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi
tiga hal yaitu pengembangan, (enabling), memperkuat potensi atau daya
(empowering), terciptanya kemandirian (Tri Winarni, 1998: 75).
Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana
atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
(enabling). Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada
masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya. Setiap masyarakat pasti
memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari atau
daya tersebut masih belum diketahui secara eksplisit.
Oleh karena itu daya harus digali dan kemudian dikembangkan.
Jika asumsi ini berkembang maka pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya
untuk mengembangkannya.
Di samping itu hendaknya pemberdayaan jangan menjebak
masyarakat dalam perangkap ketergantungan Pemberdayaan merupakan
suatu proses bertahap yang harus dilakukan dalam rangka memperoleh
serta meningkatkan daya sehingga masyarakat mampu mandiri (Tri
Winarni, 1998: 76).
19
Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya,
kesempatan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka (Suparjan,
dkk 2003: 43).
Konsep utama yang terkandung dalam pemberdayaan adalah
bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk
menentukan sendiri arah kehidupan dalam komunitasnya.
Pemberdayaan memberikan tekanan pada otonom pengambilan
keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi
dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan
bagi upaya penguatan potensi lokal.
Pada aras ini pemberdayaan masyarakat juga difokuskan pada
penguatan individu anggota masyarakat beserta pranata-pranatanya.
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah menempatkan
masyarakat tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek.
Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi
yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan
hak untuk menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan
adanya pengakuan subyek akan (charity), pemberdayaan sebaliknya harus
mengantarkan pada proses kemandirian. (Tri Winari, 1998: 76).
Akar pemahaman yang diperoleh dalam diskursus ini adalah:
a) Daya dipahami sebagai suatu kemampuan yang seharusnya dimiliki
oleh masyarakat, supaya mereka dapat melakukan sesuatu
20
(pembangunan) secara mandiri.
b) Pemberdayaan merupakan suatu proses bertahap yang harus dilakukan
dalam rangka memperoleh serta meningkatkan daya sehingga
masyarakat mampu mandiri (Tri Winarni, 1998: 76).
Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya,
kesempatan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka (Suparjan,
dkk, 2003: 43).
Konsep utama yang terkandung dalam pemberdayaan adalah
bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk
menentukan sendiri arah kehidupan dalam komunitasnya.
Pemberdayaan memberikan tekanan pada otonom pengambilan
keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi
dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan
bagi upaya penguatan potensi lokal. Pada aras ini pemberdayaan
masyarakat juga difokuskan pada penguatan individu anggota masyarakat
beserta pranata-pranatanya.
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah
menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga
sebagai subyek.
Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi
yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan
hak untuk menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan
21
adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang
dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya
mengalihfungsikan individu yang tadinya obyek menjadi subyek
(Suparjan, dkk, 2003: 44).
Menurut Djohani dalam Kusnadi, dkk (2005: 220), menyebutkan
pemberdayaan masyarakat dimaksudkan mengembangkan kemampuan
masyarakat agar secara berdiri sendiri memiliki keterampilan untuk
mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat
adalah upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat,
baik secara individu maupun berkelompok dalam memecahkan berbagai
persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan
kesejahteraannya.
Menurut Sunartiningsih (2004: 140), menyebutkan proses
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan diharapkan mampu:
1) Menganalisis situasi yang ada dilingkungannya.
2) Mencari pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan
keterbatasan yang mereka miliki.
3) Meningkatkan kualitas hidup anggota.
4) Meningkatkan penghasilan dan perbaikan penghidupan di masyarakat.
5) Mengembangkan sistem untuk mengakses sumber daya yang
diperlukan.
Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk suksesnya
program pemberdayaan yaitu prinsip kesetaraan, pasrtisipasi, keswadayaan
22
atau kemandirian dan berkelanjutan ajiati dkk, 2005:54, adapun penjelasan
terhadap prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat tersebut ialah sebagai
berikut:
1) Prinsip Kesetaraan
Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses
pemberdayaan masyarakat ialah adanya kesetaraan atau kesejajaran
kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan
program-program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan. Dinamika yang dibangun ialah hubungan kesetaraan
dengan mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan,
pengalaman, serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling
mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses saling
belajar.
2) Partisipasi
Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian
masyarakat ialah program yang sifatnya partisipatif, direncanakan,
dilaksanakan, diawasi dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun untuk
sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses pendampingan
yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap
pemberdayaan masyarakat.
3) Keswadayaan
Prinsip keswadayaan ialah menghargai dan mengedepankan
kemampuan masyarakat dari pada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak
23
memandang orang miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan
melainkan sebagai subjek yang memiliki kemampuan sedikit.
Mereka memiliki kemampuan untuk menabung pengetahuan
yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui
kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan serta
memiliki norma-norma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi.
Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi proses
pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus
dipandang sebagai penunjang sehingga pemberian bantuan tidak justru
melemahkan tingkat keswadayaannya.
4) Berkelanjutan
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan,
sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding
masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping
akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat
sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri.
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk
membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian
tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan
apa yang mereka lakukan tersebut. Lebih lanjut perlu ditelusuri apa
yang sesungguhnya dimaknai sebagai suatu masyarakat yang mandiri.
Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang
dialami masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan,
24
memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi
mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan
mempergunakan daya dan kemampuan yang terdiri atas kemampuan
kognitif, konatif, psikomotorik, dengan pengerahan sumber daya yang
dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut, dengan
demikian untuk menuju mandiri perlu dukungan kemampuan berupa
sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif,
psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat fisik-
material.
4. Pengertian Pembangunan
Teori pembangunan (community development teory) adalah
merupakan suatu proses perencanaan sosial (sosial paln) yang dilakukan
oleh birokrat perencanaan pembangunan, untuk membuat suatu perubahan
yang dapat mendatangkan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat,
sebagaiman dijelaskan oleh Arief Budiman dalam bukunya Agus Salim
yang berjudul perubahan sosial: sketsa teori dan metodologi kasus di
Indonesia adalah ukuran pencapaian hasil pembangunan paling tidak harus
mencapai lima unsur yang dapat dilihat secara objektif yaitu:
1) Pembangunan pada awalnya dilihat dalam kerangka pertumbuhan
ekonomi masyarakat disuatu negara. Pembangunan akan berhasil
dengan indikator bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat cukup
tinggi diukur dari produktivitas masyarakat disetiap tahun.
25
2) Dicapainya pemerataan disuatu masyarakat dalam suatu negara,
ukuran yang dilakukan adalah memakai perhitungan indeks gini, yang
dapat mengukur adanya ketimpangan pembangian pendapat
masyarakat. Negara yang berhasil pembangunannya dengan demikian
adalah negara yang produktivitasnya tinggi, penduduk makmur, dan
sejahtera.
3) Kualitas kehidupan yang diukur dari tingkat kesejahteraan penduduk
disuatu negara dengan menggunakan tolak ukur PQLI (physical quality
of life indeks) yang berasal dari tiga indikator meliputi angka rerat
harapan hidup bayi setelah satu tahun, angka rerat jumlah kematian
bayi dan prosentasi buta huruf.
4) Kerusakan lingkungan harus pula diperhitungkan. Negara yang tinggi
produktivitasnya dapat berada pada sebuah proses kemiskinan
penduduknya. Hal itu bisa terjadi karena produktivitasnya yang tinggi
tidak memperdulikan dampak terhadap lingkungan. Lingkungan
semakin rusak, sumberdaya terkuras hebat padahal kecepatan alam
untuk merehabilitsi dirinya lebih lambat dibandingkan dengan proses
pengrusakan alam.
5) Pembangunan harus dapat menciptakan keadilan sosial dan
kesinambungan. Pembangunan yang sedang berlangsung sering kali
menghasilkan kondisi ketimpangan yang sangat mencolok bagi
masyarakatnya. Pembangunan yang membuat orang kaya semakin
kaya sementara orang miskin semakin terpuruk, kondisi ini jelas akan
26
mendatangkan kerawanan bagi sebuah negara. Oleh karena itu
konfigurasi kekuatan sosial disuatu masyarakat akan mengarah kepada
kemungkinan pertentangan yang semakin menajam.
Pada hakekatnya, pengertian pembangunan secara umum pada
hakekatnya adalah proses perubahan yang terus menerus untuk menuju
keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu. Mengenai
pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-
macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja
diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu
dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara
umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses
untuk melakukan perubahan (Tjokrowinoto, Moejiarto. 2007:15), untuk
lebih jelasnya berikut ini disajikan pengertian pembangunan menurut
beberapa ahli.
Siagian (2008:21) memberikan pengertian tentang pembangunan
sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan
yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building), sedangkan Beratha (1991:36) memberikan pengertian yang
lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih
baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Pembangunan
(development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system
sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan
27
teknologi, kelembagaan, dan budaya (Affandi, 1996:49). Portes (dalam
Affandi, 1996:50) mendefinisiskan pembangunan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya. Sama halnya dengan Portes, menurut Deddy
T. Tikson (dalam Affandi 1996:50) bahwa pembangunan nasional dapat
pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara
sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Sedangkan dalam pengertian ekonomi murni, pembangunan adalah
suatu usaha proses yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat
meningkat dalam jangka panjang (Bintoro, 1978:13), dengan demikian,
proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat,
ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro
(nasional) dan mikro. Makna penting dari pembangunan adalah adanya
kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan
adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya
secara sadar dan terencana (Trijono Lambang, 2007:73).
Pembangunan yang langsung tertuju kepada masyarakat telah
dimulai pada tahun 1950-an dan 1960-an, dimana di seluruh dunia muncul
dua macam pendekatan dalam pembangunan perdesaan, yaitu pendidikan
penyuluhan (extention education) dan pembangunan masyarakat
(community development). Di tahun 1966 Joseph Di Franco
membandingkan kedua macam pendekatan tersebut secara menyekuruh
berdasarkan tujuan, proses, bentuk organisasi dan prinsip–prinsipnya.
28
Kesimpulannya adalah terdapat lebih banyak persamaannya dibandingkan
perbedaannya. Hal tersebut disebabkan karena kedua pendekatan
menginginkan perubahan perilaku dalam perilaku individu, pengembangan
masyarakat secara langsung berkewajiban memajukan pelayanan
pemerintah lokal (daerah) juga berkewajiban memajukan organisasi sosial
atau kelompok masyarakat (Daldjoeni, 2004:119).
Pada dekade tujuh puluhan timbul perubahan pendekatan terhadap
pembangunan. Siagian (2008:127), mendefiniskan pembangunan sebagai
upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam mempengaruhi
masa depannya. Ada empat implikasi dari definisi tersebut, yaitu:
1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia,
baik individu maupun kelompok.
2. Pembangunan berarti mendorong timbulnya kebersamaan, kemerataan
dan kesejahteraan.
3. Pembangunan berarti mendorong dan menaruh kepercayaan untuk
membimbing dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada
padanya kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang
sama, kebebasan memilih dan kekuasaan memutuskan.
4. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan Negara yang satu
dengan Negara lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan
dan dihormati.
Menurut Undang Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 1 ayat 3, Sistem Perencanaan
29
Pembangunan Nasional adalah kesatuan tata cara perencanaan
pembanunan untuk menghasilkan rencana–rencana pembangunan dalam
jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
Perencanaan Pembangunan dapat dilihat perbedanya dari segi jangka
waktu rencana (Tjokrowinoto, 2007:75), yaitu:
1. Rencana Jangka Panjang. Perencanaan ini meliputi jangka waktu 10
tahun keatas.
2. Rencana Jangka Menengah. Perencanaan ini meliputi jangka waktu
antara 3 sampai dengan 8 tahun.
3. Rencana Jangka Pendek. Perencanaan dengan jangka waktu setengah
sampai dengan 2 tahun.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya–
sumberdaya yang ada dan bersama sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah beserta
partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya–
sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya–
sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah. Pembangunan daerah adalah seluruh pembangunan
yang dilaksanakan di daerah dan meliputi aspek kehidupan masyarakat,
dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong
royong serta partisipasi masyarakat secara aktif. Dalam hubungan ini
30
pembangunan daerah diarahkan untuk memanfaatkan secara maksimal
potensi sumber daya alam dan mengembangkan sumber daya manusia
dengan meningkatkan kualitas hidup, keterampilan, prakarsa dengan
bimbingan dan bantuan dari pemerintah. Dengan demikian ciri pokok
pembangunan daerah adalah:
a. Meliputi seluruh aspek kehidupan
b. Dilaksanakan secara terpadu
c. Meningkatkan swadaya masyarakat
Pembangunan daerah dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Tujuan
pembangunan jangka pendek adalah menunjang atau mendukung
keberhasilan pembangunan proyek–proyek penunjang daerah. Tujuan
pembangunan jangka panjang adalah mengembangkan seluruh desa di
Indonesia menjadi desa swasembada melalui tahap–tahap desa swadaya
dan swakarya dan memperhatikan keserasian pembangunan daerah
pedesaan dan daerah perkotaan, imbangan kewajiban antara pemerintah
dan masyarakat serta keterpaduan yang harmonis antara program sektoral
atau regional dengan partisipasi masyarakat yang disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat setempat dalam rangka pemerataan pembangunan
di seluruh Indonesia (Hikmat, 2001:64)
Secara umum pembangunan desa berbentuk pembangunan fisik
dan pembangunan non fisik atau mental spiritual. Pembangunan fisik
dapat berupa pembangunan sarana dan prasarana, misalnya: jembatan,
31
gorong–gorong, kebun percontohan, MCK, sarana ibadah, dan lain–lain.
Sedangkan pembangunan non fisik berupa pemberian kursus, penyuluhan
tentang kesehatan, kewirausahaan, penyuluhan tentang hidup sehat dan
lain–lain.
Oleh sebab itu dapat diketahui bahwa suatu perencanaan
pembangunan, khususnya perencanaan pembangunan desa sangat
membutuhkan pendekatan yang menyeluruh.Perencanaan pembangunan
desa merupakan perencanaan pembangunan yang dilakukan masyarakat
sendiri, dari dan untuk masyarakat sendiri, dengan pengarahan, bimbingan,
bantuan, dan pembinaan serta pengawasannya dilakukan oleh pemerintah.
Jadi, dengan proses pembangunan yang seperti ini apa yang menjadi
harapan dan keinginan masyarakat desa dapat terpenuhi dan diwujudkan
dalam bentuk nyata berlandaskan musyawarah. Musyawarah merupakan
salah satu asas dasar negara Indonesia. Musyarawah pembangunan yang
diadakan oleh Pemerintah Desa disebut Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) Desa
Musrenbang Desa dalam penjelasannya pada Buku 1 tentang
Panduan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/
Kelurahan tahun 2008 adalah forum musyawarah tahunan para pemangku
kepentingan (stakeholder) menyepakati rencana kegiatan untuk tahun
anggaran berikutnya. Musrenbang desa/ kelurahan dilakukan setiap bulan
Januari untuk menyusun rencana kegiatan tahunan desa dengan mengacu/
memperhatikan kepada rencana pembangunan jangka menengah desa
32
(RPJM Desa) yang sudah disusun. Musrenbang yang bermakna, akan
membangun kesepahaman tentang kepentingan dan kemajuan desa,
dengan memotret potensi dan sumber-sumberpembangunan yang tersedia
baik dari dalam desa sendiri maupun dari luar desa.Musrembang adalah
forum publik perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh lembaga
publik yaitu pemerintah desa/ kelurahan bekerjasama dengan warga dan
para pemangku kepentingan.Penyelenggaraan musrenbang merupakan
salah satu tugas pemerintah desa/ kelurahan untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa disusun secara
berjangka yang meliputi:
a) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu
6(enam) tahun, dan
b) Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut rencana kerja
pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari rencana pembangunan
jangka menengah Desa untuk jangka waktu 1(satu) tahun.
Menurut Hanafiah (1892), pengertian pembangunan mengalami
perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an
menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada kenaikan
pendapatan nasional tidak bisa memecahkan masalah pembangunan. Hal
ini terlihat dari taraf hidup sebagian besar masyarakat tidak mengalami
perbaikan kendatipun target kenaikan pendapatan nasional pertahun
33
meningkat. Dengan kata lain, ada tanda-tanda kesalahan besar dalam
mengartikan istilah pembangunan secara sempit.
Akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas
bukan hanya sekadar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja.
Pembangunan ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf
hidup masyarakatnya.
Berbagai sudut pandang dapat digunakan untuk menelaah
pembangunan pedesaan. Menurut Haeruman ( 1997 ), ada tiga sisi
pandang untuk menelaah pedesaan, yaitu:
a) Pembangunan pedesaan dipandang sebagai suatu proses alamiah yang
bertumpu pada potensi yang dimiliki dan kemampuan masyarakat
Desa itu sendiri. Pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari
luar sehingga perubahan yang diharapkan berlangsung dalam rentang
waktu yang panjang.
b) Sisi yang lain, memandang bahwa pembangunan pedesaan sebagai
suatu interaksi antar potensi yang dimiliki oleh masyarakt Desa dan
dorongan dari luar untuk mempercepat pemabangunan pedesaan.
c) Pembangunan Desa adalah proses kegiatan pembangunan yang
berlangsung diDesa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan
penghidupan masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomer: 72 tahun 2005 Tentang Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan Desa disusun secara
34
partisipatif oleh pemerintahan Desa sesuai dengan kewenangannya dan
menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun perencanaan pembangunan
Desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan Desa.
Dalam merealisasikan pembangunan desa agar sesuai dengan apa
yang diharapkan perlu memperhatikan beberapa pendekatan dengan ciri-
ciri khusus yang sekaligus merupakan identitas pembangunan desa itu
sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Kansil (dalam Todaro dan Smith,
2006:251) yaitu:
1) Komprehensif multi sektoral yang meliputi berbagai aspek, baik
kesejahteraan maupun aspek keamanan dengan mekanisme dan sistem
pelaksanaan yang terpadu antar berbagai kegiatan pemerintah dan
masyarakat.
2) Perpaduan sasaran sektoral dengan regional dengan kebutuhan
essensial kegiatan masyarakat.
3) Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan keseluruhan pedesaan
termasuk desa-desa di wilayah kelurahan.
4) Satu kesatuan pola dengan pembangunan nasional dan regional dan
daerah pedesaan dan daerah perkotaan serta antara daerah
pengembangan wilayah sedang dan kecil.
5) Menggerakkan partisipasi, prakarsa dan swadaya gotong royong
masyarakat serta mendinamisir unsur-unsur kepribadian dengan
teknologi tepat waktu.
35
Ciri Ciri Dan Prinsip Pembangunan Desa Menurut Pedoman
peningkatan kapasitas pemerintahan desa (2004:157) Perencanan
Pembangunan Desa Bersama Masyarakat (PPDBM) adalah model
perencanaan pembangunan skala lingkungan dari, oleh, dan untuk
masyarakat yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Perencanaan
Perencanan adalah serangkaian kegiatan mulai dari
indentifikasi kebutuhan masyarakat sampai dengan penetapan program
pembangunan.
2) Pembangunan skala lingkungan
Pembangunan skala lingkungan adalah semua program
peningkatan kemakmuran, kesejahteraan, ketentraman, dan kedamaian
masyarakat dilingkungan pemukiman tingkat Rt, Rw, dusun atau desa.
3) Dari masyarakat
Dari masyarakat artinya adalah adalah bertumpu pada masalah,
kebutuhan, aspirasi, usulan, dan sumber daya masyarakat setempat.
4) Oleh masyarakat
Oleh masyarakat artinya adalah mengikut sertakan warga dan
kelembagaan masyarakat setempat.
5) Untuk masyarakat
Untuk masyarakat artinya adalah menghasilkan program
pembangunan yang berdampak peningkatan kemakmuran,
kesejahteraan, ketentraman, dan kedamaian masyarakat.
36
Sedangkan menurut Sojogyo dan Sagojo (1996:136) pembangunan
desa harus dilakukan secara menyeluruh terpadu dan terkoordinasi.
Berdasarkan hal tersebut maka terdapat pokok-pokok rumusan dalam
pembangunan desa yaitu:
1. Prinsip-prinsip pembangunan desa meliputi:
a) Imbangan kewajiban yang serasi antara pemerintah dengan
masyarakat.
b) Dinamis dan berkelanjutan.
c) Menyeluruh, terpadu dan terkoordinasikan.
2. Pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan Desa antara lain:
a) Pemanfaatan Sumber Daya Manusia dan potensi alam.
b) Pemenuhan kebutuhan esensial masyarakat.
c) Peningkatan prakarsa dan swadaya gotong-royong masyarakat.
d) Peningkatan kehidupan ekonomi yang koorperatif.
3. Sasaran Pembangunan Desa
Menjadikan semua desa-desa diseluruh wilayah Indonesia
memiliki tingkat klasifikasi desa swasembada yaitu desa yang
berkembang dimana taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya
menunjukkan kenyataan yang makin meningkat.
4. Obyek dan Subyek Pembangunan
Yang menjadi objek pembangunan adalah desa secara
keseluruhan yang meliputi segala potensi manusia, alam dan
teknologinya, serta yang mencakup segala aspek kehidupan dan
37
penghidupan yang ada di desa. Usaha pembangunan desa juga
diarahkan kepada menjadikan desa itu bukan saja sebagai obyek tetapi
juga sebagai subyek pembangunan yang mantap.
Tujuan perencanaan pembangunan sebagai berikut:
1) Mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan.
2) Menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan pelaksanaan pembangunan
daerah.
3) Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
4) Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
5) Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya Desa secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dapat mempertegas fokus kajian dan
subyek penelitian. Fokus penelitian yang di maksud dalam hal ini adalah
terkait dengan peran pendamping desa dalam pemberdayaan masyarakat desa
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Desa dan Permendes No 3 Tahun
2015 di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY sebagai
berikut:
a) Mendapingi desa dalam proses perencanaan pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
b) Meningkatkan prakarsa,kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam
38
pembangunan desa yang partisipatif.
c) Melakukan peningkatan kapasitas bagi pemerintah desa dalam hal
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat
diamati. Penelitian kualitatif juga merupakan suatu pendekatan induktif
untuk penyusunan pengetahuan yang menggunakan riset dan menekankan
subjektifitas serta arti pengalaman bagi individu (Brockopp, Marie T,
Hastings-Tolsma, 2000).
2. Unit analisis
1) Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang diambil untuk melakukan
penelitian adalah Desa Wonokerto,Kecamatan Turi, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2) Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah Peranan Pendamping Desa
Kecamatan Dalam Perencanaan Pembangunan dan Pemberdayaan
39
Masyarakat Desa di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3) Subyek Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat atau lokasi di Desa
Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Turi, DIY. Teknik
pengambilan informan atau narasumber tidak di batasai, tetapi
diisesuaikan dengan kebutuhan dan kelengkapan data. Teknik
penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive yakni
mengambil informan berdasarkan pihak-pihak yang terkait untuk
menjadikan sumber data yang akan diperlukan. Adapun identitas
informan dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Distribusi Informen secara umum
Tabel I.1
Deskripsi informan secara umum
No Nama Umur Jenis
Kelamin Pekerjaan Pendidikan
1 Tomon 49 tahun Laki-laki Kepala Desa D3
2 Widodo 47 tahun Laki-laki Perangkat Desa SLTA
3 Bambang 46 tahun Laki-laki Perangkat Desa SLTA
4 Eko wahyudi 51 tahun Laki-laki Perangkat Desa S.1
5 Ariyanto 37 tahun Laki-laki Pendampig Desa S.1
6 Sariyo 66 tahun Laki-laki Tokoh Masyarakat SLTA
7 Marjuni 47 tahun Laki-laki Tokoh Masyarakat SLTA
8 Sulastri 36 tahun Perempuan Tokoh Masyarakat S.1
9 Jumingin 52 tahun Laki-laki Masyarakat SLTA
10 Sari 48 tahun Perempuan Masyarakat SLTP
Sumber data primer 2018
40
Berdasarkan deskripsi informan dari tabel I.1 yang
diperoleh langsung dari informan saat di wawancarai maka dapat
diketahui bahwa jumlah keseluruhan informan adalah 10 orang
dengan varian umur dari 30 sampai 60 tahun dan mayoritas bekerja
sebagai perangkat desa dan tokoh masyarakat serta berpendidikan
SLTP hingga S1.
b. Deskripsi Informan Menurut Umur dan Jenis kelamin
Berdasarkan data yang diperoleh dari informan maka
peneliti memperoleh identitas informan. Maka data yang didapat
dari informan dapat dilihat pad tabel berikut ini:
Tabel I.2
Deskripsi informan menurut usia
No Kelompok Umur Jumlah Persentase ( % )
1 30-40 2 orang 20 %
2 41-50 5 orang 50 %
3 51-60 2 orang 20%
4 61 keatas 1 orang 10%
Sumber data primer 2018
Berdasarkan dari tabel I.2 tersebut maka dapat dilihat
deskripsi informan berdasarkan golongan usia, di dominasi oleh
golongan informan berusia 41 tahun ke atas dengan presentase 50
%. Hal ini karena saat melakukan penelitian melakukan wawancara
tanpa disengaja sudah berumur 41 tahun ke atas.
41
Melihat usis informan yang di dominasi oleh golongan usia
41 tahun ke atas, diharapakan mereka dapat memberikan informasi,
data ataupun pengalaman tentang pendamping desa dalam
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa di Desa
Wonokerto.
Tabel I.3
Deskripsi informan menurut jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase ( % )
1 Laki-laki 8 80 %
2 Perempuan 2 20%
Jumlah 10 100 %
Sumber data primer 2018
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel I.3 mengenai
deskripsi informan berdasarkan jenis kelamin, maka dapat
disimpulkan mayoritas di dominasi oleh kelompok berjenis
kelamin laki-laki didasarkan keseluruhan informan yang
diwawancarai sebagai informan saat melaksanakan penelitian di
Dsa Wonokerto yang secara kebetulan di dominasi oleh laki-laki.
Walaupun di dominasi oleh kelompok laki-laki diharapkan dapat
memberikan informasi, data dan gambaran tentang permasalahan
yang menjadi tujuan penelitian.
42
c. Deskripsi informan menurut pekerjaan
Tabel I.4
Deskripsi informan menurut pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Kepala Desa 1 10 %
2 Perangkat Desa 3 30 %
3 Pendamping Desa 1 10 %
4 Tokoh Masyarakat 3 30 %
5 Masyarakat ( Petani ) 2 20 %
Jumlah 10 100 %
Sumber data primer 2018
Berdasarkan dari apa yang telah disajikan di dalam tabel I.4
tersebut, mengenai deskripsi informan berdasarkan pekerjaan
masing-masing informan. Maka dapat disimpulkan keseluruhan
informan di dominasi oleh informan yang bekerja sebagai
perangkat desa dan tokoh masyarakat.
d. Deskripsi informan menurut tingkat pendidikan
Tabel I.5
Deskripsi informan menurut tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 SLTP 1 10 %
2 SLTA 5 50 %
3 D3 1 10 %
4 S1 3 30 %
Jumlah 10 100 %
Sumber data primer 2018
Kemudian selanjutnya distribusi informan berdasarkan
tabel I.5 tersebut, mengenai deskripsi informan berdasarkan
43
golongan pendidikan. Maka dapat disimpulkan bahwa hampir
semua informan yang di wawancarai dalam penelitian ini di
dominasi oleh orang-orang yang berpendidikan terakhir SLTA
/SMA dengan jumlah total 5 orang kalau di presentase 50 % dari
total keseluruhan informan. Berdasarkan kesimpulan dari tabel
III.5 mayoritas informan yang di dominasi oleh kelompok
pendidikan SMA dikarenakan saat wawancara, mayoritas informan
secara kebetulan berdasarkan jawaban yang diberikan para
informan berpendidikan akhir SMA. Dengan pendidikan akhir
yang di kenyam oleh informan diharapkan para informan dapat
memberikan informasi, data atau gambaran tentang hal yang
diteliti yaitu peran pendamping desa kecamatan dalam
pemberdayaan masyarakat di Desa Wonokerto.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik:
a. Observasi
Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan
langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku.
Pengumpulan data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala/fenomena yang
diteliti.Observasi dilakukan bila belum banyak keterangan yang
dimiliki tentang masalah yang diselidiki.Dari hasil observasi, dapat
44
diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalahnya dan mungkin
petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkan. Penggunaan metode
observasi dalam penelitian ini, sesuai yang dikemukakan oleh Blak dan
Champion (1999: 286-287), antara lain: pertama, untuk mengamati
fenomena sosial-keagamaan sebagai peristiwa aktual yang
memungkinkan peneliti memandang fenomena tersebut sebagai proses;
kedua, untuk menyajikan kembali gambaran dari fenomena sosial-
keagamaan dalam laporan penelitian dan penyajiannya; dan ketiga,
untuk melakukan eksplorasi atas setting sosial di mana fenomena itu
terjadi.Sementara H.B. Sutopo (1997:10-11). Mengemukakan bahwa
teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang
berupa peristiwa, tempat, lokasi dan benda serta rekaman gambar.
Observasi dapat dilakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Observasi langsung dapat mengambil peran maupun tidak
berperan. Spradley (1980), menjelaskan bahwa peran peneliti dalam
metode observasi dapat dibagi menjadi: (1). Tak berperan sama sekali,
(2). Berperan aktif, (3). Berperan pasif, dan (4). Berperan penuh,
dalam arti peneliti benar-benar menjadi warga atau anggota kelompok
yang sedang diamati.
b. Wawancara
Sedangkan penggunaan wawancara mendalam (dept interview)
dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data primer dari
45
subyek penelitian dengan cara wawancara mendalam yang tidak
berstruktur, dengan pertimbangan supaya dapat berkembang sesuai
dengan kepentingan penelitian.Menurut Hadawi Nawawi. Interview
adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan.(Hanawi,1983:63)
c. Dokumentasi
Dokumen menurut bahasa inggris berasal dari kata document
yang memiliki arti suatu yang tertulis atau tercetak dan segala benda
yang mempunyai keterangan-keterangan dipilih untuk di kumpulkan,
disusun, di sediakan atau untuk disebarkan.Pengertian dokumen
menurut Louis Gottschalk (1986;38)Dokumen merupakan sumber
tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian
lisan,artefak,peninggalan-peninggalan terlukis dan petilasan-petilasan
arkeologis.Dokumen diperuntukan untuk surat-surat resmi dan surat-
surat Negara seperti surat perjanjian,undang-undang,hibah dan
konsesi.Dokumen dalam ari luas merupakan proses pembuktian yang
didasarkan atas sumber jenis apapun,baik yang bersifat tulisan, lisan,
gambaran atau arkeologis.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif
yang dilakukan secara induktif dan interpretatif yaitu, sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Bondan dan
46
Taylor, Ibid hal 3).
Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
holistic (utuh).
Analisis data dilakukan secara induktif dengan alasan:
a. Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda
sebagaimana yang terdapat dalam data.
b. Analisis induktif akan lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan
informan menjadi eksplisit dan dapat dikenal.
c. Dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat tidaknya menemukan
pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan dan yang
terakhir dapat menghitung niali-nilaisecara eksplisit sebagai bagian
dari struktur analistik. (Lexy J.Moleong, Ibid. Hal.5).
47
BAB II
PROFIL DESA WONOKERTO
A. Sejarah Desa
Desa Wonokerto berdiri pada tahu 1947 yang merupakan pengabungan
dari 4 Kalurahan yaitu, Kalurahan Tunggularum, Kalurahan Ledok Lempong
dan Kalurahan Dadapan . Sejarah Desa Wonokerto dibagai menjadi 5
kategori:
1. Tahun 1947 - 1954
Pada tahun tersebut dipimpin oleh Bapak Niti Pawiro, pusat
pemerintaan desa berada di Padukuhan Dadapan menempati Rumah Bapak
Lurah Niti Pawiro. Pada masa tersebut pembangunan desa belum dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya dikarenakan terbatasnya dana dan
situasi masih dalam gejolak kemananan.
2. Tahun 1954-1961
Pada tahun tersebut Desa Wonokerto dipimpin oleh Wiro
Sudarmo, Kantor Pemerintahan Desa berada di Padukuhan Sangurejo.
Pada masa tersebut telah dirintis pembangunan jalan, jembatan saluran air
dan pembuatan lapangan Punthuk
3. Tahun 1962-1996
Pada masa tersebut Desa Wonokerto dipimpin oleh Bapak Sastro
Diharjo, awal kepemimpinannya Kantor Kepala Desa Wonokerto masih di
Rumah Bapak Lurah Desa yaitu di Nganggrung Lor Wonokerto Turi
48
Sleman dan sedangkan mulai tahun 1968 Kantor Desa Wonokerto pindah
di Dusun Imorejo, Wonokerto, Turi. Hasil-hasil Pembangunan:
a. Pembangunan Saluan air Bedhog Krasak, Sempu Baru, Sempu I dan
Pandan Arum
b. Pembangunan jalan Tembus Imorejo – Kiringan
c. Pembangunan jalan Sempu- Kaliurang
d. Pembangunan jalan Nganggrung – Garongan
e. Pembangunan SD Banyuurip I dan II, SD Ngangrung I dan II, SD Muh
Balerante,
f. Pembangunan Gedung Kantor Desa dan Barak pengungsian
g. Pembangunan Puskesmas Pembantu
4. Tahun1996 – 2004
Kepala Desa Dijabat Oleh Bapak Suhartono. Hasil-hasil
pembangunan antara lain:
a. Rehab Pasar Desa
b. Pembangunan Kios Desa
c. Pembangunan Pasar Ikan
5. Tahun 2005 -2015
Kepala Desa Dipimpin oleh Bapak Kasidi. Hasil-hasil
pembangunan antara lain:
a. Pembangunan Gedung Kantor Desa
b. Pembuatan Pendopo Kantor Desa Wonokerto
49
6. Tahun 2016- sampai sekarang
Kepala Desa dipimpin oleh Bapak Tomon . hasil-hasil
pembangunan antara lain:
a. Desa wisata
b. Rehab pasar ikan
B. Geografis Desa
Secara administratif Desa Wonokerto merupakan salah satu desa yang
berada di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Wilayah Desa Wonokerto memiliki batas-batas dengan wilayah
sebagai berikut:
1. Sebelah Utara: Desa Girikerto Kecamatan Turi
2. Sebelah Timur: Desa Girikerto Kecamatan Turi
3. Sebelah Selatan: Desa Wonokerto Kecamatan Turi
4. Sebelah Barat: Desa Srumbung Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
Luas wilayah Desa Wonokerto 1.002,9 Ha, yang terdiri dari wilayah
untuk sawah/pertanian, ladang/tegalan, perkebunan, permukiman, industri,
perdagangan dan jasa, hutan rakyat dan lain-lain. Adapun perinciannya dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut: