skripsi juwita kusuma(1)k

109
i HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT Skripsi Diajukan ke Program Studi Pendidikan Dokter Abdurrab Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: JUWITA KUSUMA WARDANI NIM. 08101016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Upload: juwita-kusuma-wardani

Post on 23-Oct-2015

275 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ll

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

i

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN,

SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES

MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN

MINUM OBAT

Skripsi

Diajukan ke Program Studi Pendidikan Dokter AbdurrabSebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

JUWITA KUSUMA WARDANINIM. 08101016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU

KESEHATANUNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU

Page 2: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

ii

2012HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN

DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT

Skripsi

Oleh:

JUWITA KUSUMA WARDANINIM. 08101016

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Ani Margawati, M.Kes, PhD dr. Dimas Permana Nugraha, MscNIP. 196505251993032001 NIP. 198002182010121005

Page 3: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

iii

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT

Skripsi

Oleh:

JUWITA KUSUMA WARDANINIM. 08101016

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji SkripsiProgram Studi Pendidikan Dokter Abdurrab

pada tanggal 30 – 31 Maret 2012

Tim Penguji SkripsiNama Jabatan Tanda Tangan

Dr. Dra. Ani Margawati, M.Kes, PhD Ketua

Dr. Prof. Dr. dr. Suprihati, Sp.THT-KL(K) Anggota I

Dr. dr. Dimas Pramita Nugraha, Msc Anggota II

Page 4: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

iv

ABSTRAK

OlehJuwita Kusuma Wardani

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua- duanya. Prevalensi diabetes mellitus pada orang dewasa

diseluruh dunia kira- kira sebanyak 4,0% pada tahun 1995, dan diperkirakan akan

naik sampai 5,4% pada tahun 2025. Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan

baik akan mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit

serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai,

penyulit pada mata, ginjal dan saraf. Selama ini belum banyak penelitian untuk

mengetahui keberhasilan penanganan Diabetes Mellitus terutama diabetes mellitus

tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

pengetahuan, sikap dan perilaku pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan kepatuhan

minum obat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan

menggunakan disain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien

diabetes mellitus tipe 2 di RS Tabrani Pekanbaru, dengan jumlah sampel 96.

Pengumpulan data adalah data primer dalam bentuk wawancara dengan kuesioner

dan data sekunder yang diperoleh dari rekam medic RS Tabrani.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dari semua hipotesis, tingkat pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P= 0,036) atau P<0,05, sikap tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P=0,112) atau P>0,05, dan perilaku memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P=0,043) atau P<0,05. Dapat disimpulkan bahwa yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan minum obat adalah tingkat pengetahuan dan perilaku.

Kata kunci: tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, pasien diabetes mellitus tipe 2, kapatuhan minum obat.

Page 5: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

v

ABSTRACT

ByJuwita Kusuma Wardani

Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases with characteristic

hyperglycemia that occurs because of abnormalities of insulin secretion, insulin

action or both. Diabetes Mellitus if not managed properly will result in a variety

of chronic diseases, such as cerebrovascular disease, coronary heart disease, limb

vascular disease, complications of the eyes, kidneys and nerves. So far not much

research to find success in handling especially with Diabetes Mellitus type 2

diabetes mellitus. This study aims to determine the relationship between the level

of knowledge, attitudes and behavior of patients with type 2 diabetes mellitus

medication adherence.

This type of research is analytical descriptive study using cross sectional design. This research population are elementary school students of Rambah Muda village age 6 – 9 years old, with a sample of 148. Collecting data in the form of the primary data obtained directly from respondents through a questionnaire, while secondary data was obtained supporting data from hospital medical records Tabrani Pekanbaru.

The results of this study show that of all the hypotheses, the level of knowledge has a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.036) or P <0.05, the attitude does not have a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.112) or P> 0.05, and behaviors have a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.043) or P <0.05. Can be concluded that a significant relationship to adherence to medication is the level of knowledge and behavior.

Key words: level of knowledge, attitudes, behavior, type 2 diabetes mellitus patients, and medication adherence.

Page 6: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kami memuji dan meminta

ampun. Penulis yakin bahwa ilmu yang paling tinggi hanyalah ilmu Allah.

Manusia hanya diberikan pengetahuan sedikit saja untuk selalu berzikir dan

berfikir, agar dia mengerti tentang ciptaan-Nya.

Skripsi ini berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Pasien Diabetes mellitus Tipe 2 dengan Kepatuhan Minum Obat”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan

bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Dra. Ani Margawati, M.Kes, Ph.D, Prof. Dr. dr.

Suprihati, Sp.THT-KL(K) dan dr. Dimas Permana Nugraha, Msc yang telah

meluangkan waktu guna memberikan bimbingan dan masukkan kepada penulis.

Di samping itu, penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. H. Tabrani Rab, Sp.P selaku Rektor Universitas Abdurrab

Pekanbaru.

2. dr. Hj. Susiana Tabrani, M.PdI selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter Universitas Abdurrab Pekanbaru..

3. dr. Leonardo W. Permana MARS, dr. Yessi Ekawati dan dr. Dona

Liazarti, M.Kes, atas saran, bimbingan serta motivasinya.

Page 7: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

vii

4. Kedua Orang Tua, ayahanda tercinta bapak Wardoyo dan ibunda tercinta

ibu Yelis Suriani serta kakak tersayang Surya Indra Bayu yang telah

memberikan semangat dan do’a agar dapat menyelesaikan pendidikan

sarjana kedokteran.

5. Seluruh staff dan pegawai RS Tabrani yang telah mendukung jalannya

penelitian.

6. Seluruh staff dosen dan tata usaha Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Abdurran Pekanbaru.

7. Kakak tersayang Rahmawati sakni S. Kep yang telah membantu member

dorongan dan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian ini

hingga selesai.

8. Emelia Peredes Tambunan, Dita Wulansari, Tuti Suzarah, Novi Susanti,

Eti Samriani, Desi Purwandasari, Tri Nining Rahmayeni, Arif Heru

Tripana dan semua rekan-rekan sejawat yang tidak bisa disebutkan satu

per satu. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan apa yang terbaik untuk

kehidupan dan cita-cita kita.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Terakhir, penulis mohon ma’af yang sebesar-besarnya, mungkin skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak kekurangannya. Akhirnya,

penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Pekanbaru, 15 Maret 2012

Penulis

Page 8: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

viii

DAFTAR ISI

ABSTRACT iiABSTRAK iiiKATA PENGANTAR ivDAFTAR ISI vDAFTAR TABEL viDAFTAR GAMBAR viiDAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I. PENDAHULUAN 11.1. Lat

arBelakang 11.2. Per

umusanMasalah 41.3. Tuj

uan 41.4. Ma

nfaatPenelitian 51.5. Oris

inalitasPenelitian 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 72.1. Peri

lakuKesehatan 72.1.1.KonsepPerilaku 72.1.2.BentukPerilaku 7

2.2. Pengetahuan 11

2.3. Sikap 13

2.4. Perilaku 13

2.5. Diabetes Mellitus

2.5.1. Pengertian Diabetes Mellitus 152.5.2. KlasifikasiDabetes Mellitus 152.5.3. Patofisiologi Diabetes Mellitus 162.5.4. Diagnosis Diabetes Mellitus 202.5.5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus 232.5.6. Komplikasi Diabetes Mellitus 33

Page 9: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

ix

2.6. KerangkaTeori 34

2.7. KerangkaKonsep 35

2.8. HipotesisiPenelitian 36

BAB III. METODE PENELITIAN 373.1. Ren

canaPenelitian 373.1.1. DesainPenelitian 373.1.2. TempatdanWaktuPenelitian 373.1.3. PopulasiPenelitian 373.1.4. Sampel dan Cara PengambilanSampel 373.1.5. KriteriaInklusidanEkslusi 383.1.6. RencanaPengumpulan DatadanAnalisis Data 38

3.2. VariabeldanDefinisiOperasional 39

3.2.1. Variabel 393.2.2. DefinisiOperasional 40

3.3. MetodePengumpulan Data 42

3.3.1. Instrumen 423.3.2. Cara pengumpulan Data 43

3.4. EtikaPenelitian 44

BAB IV. HASIL 454.1. Analisis Univariat 42 4.1.1. Karakteristik Tingkat Kepatuhan 42 4.1.2. Karakteristik Sikap 42 4.1.3. Karakteristik Perilaku 43 4.1.4. Karakteristik Kepatuhan 434.2. Analisis Bivariat 44 4.2.1. Hubungan Tingkat pengetahuan dengan Kepatuhan 44 4.2.2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan 44

Page 10: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

x

4.2.3. Hubungan perilaku dengan kepatuhan 454.3. Analisis Multivariat 4.3.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Kepatuhan

BAB V PEMBAHASAN 475.1. Analisis Univariat 47 5.1.1. Tingkat Pengetahuan Responden 47 5.1.2. Sikap Responden 47 5.1.3. Perilaku Responden 47 5.1.4. kepatuhan Minum Obat 485.2. Analisis Bivariat 49 5.2.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan 49 5.2.2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan 50 5.2.3. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan 50

5.3. Analisis Multivariat 5.3.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Kepatuhan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 526.1. Kesimpulan 526.2. Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54LAMPIRAN

Page 11: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xi

DAFTAR TABEL

HalamanTabel 1.1.Orisinalitas 8Tabel 1.2 Patokan Penyaring Diagnosis Diabetes Mellitus 22Tabel 4.1.Karakteristik Tigkat Pengetahuan Responden 42Tabel 4.2.Karakteristik Sikap Responden 43Tabel4.3. Karakteristik Perilaku Pasien Diabetes Mellitus 43Tabel 4.4.Karakteristik Kepatuhan Responden 44Tabel 4.4.Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum

Obat 44Tabel 4.5. Hubungan Sikap dengan kepatuhan Minum Obat 45Tabel 4.6. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan Minum obat 46Tabel 4.7. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan

Kepatuhan Minum Obat 47

Page 12: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman GAMBAR 2.1. Bagan Kerangka Teori 32GAMBAR 2.2. Bagan Kerangka Konsep 33

Page 13: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN I. Informed Consent 58LAMPIRAN II. Kwisioner 60LAMPIRAN III. Analisis Data 62LAMPIRAN IV. Jadwal Penelitian 66

Page 14: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua- duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan

beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.

Tampaknya terdapat dalam keluarga tertentu, berhubungan dengan arterosklerosis

yang dipercepat, dan merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan

mikrovaskular spesifik seperti retinopati, nefropati dan neuropati.1

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan

terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit

jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal dan

saraf. Jika kadar gula darah dapat selalu dikendalikan dengan baik diharapkan

Page 15: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xv

semua penyulit menahun itu dapat dicegah, paling tidak sedikit dihambat. Untuk

mencapai tujuan tersebut diperlukan keikutsertaan para pengelola kesehatan

ditingkat pelayanan kesehatan primer.1

Pada keadaan normal glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang

diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya didalam darah selalu dalam

batas aman, baik dalam keadaan puasa maupun sesudah makan. Pada keadaan

Diabetes Mellitus, tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar

glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi,

pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa (gluconeogenesis) dihati tidak

dapat dihambat (karena insulin kurang/ relatif kurang) sehingga glukosa darah

dapat semakin meningkat. Akibatnya terjadi gejala- gejala khas yaitu polidipsi,

poliuri, lemas dan berat badan menurun. Kalau hal ini dibiarkan terjadi berlarut-

larut, dapat berakibat terjadinya kegawatan diabetes mellitus, yaitu ketoasidosis

diabetik yang sering mengakibatkan kematian .1

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes mellitus tipe 2,

yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes.1

Biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua (> 40 tahun) dan individu obesitas,

tetapi dapat terjadi pada anak-anak usia 6 tahun. Faktor risiko untuk

pengembangan meliputi gaya hidup, gizi buruk, dan kelebihan berat badan dan

obesitas.3

Prevalensi diabetes mellitus pada orang dewasa diseluruh dunia kira- kira

sebanyak 4,0% pada tahun 1995, dan diperkirakan akan naik sampai 5,4% pada

tahun 2025.2 Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus dibeberapa negara

Page 16: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xvi

berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan akhir- akhir

ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup

terutama dikota- kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit

degeneratif, seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, hyperlipidemia,

diabetes dan lain- lain. Tetapi data epidemiologi dinegara berkembang masih

belum banyak. Hal ini disebabkan penelitian epidemiologik sangat mahal

harganya. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal

dari negara maju .1

Melihat tendensi kenaikan prevalensi diabetes secara global, terutama

disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan

demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu

1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan

meningkat dengan drastis, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gaya hidup,

gizi buruk, dan kelebihan berat badan dan obesitas.1

Dalam Diabetes Atlas 2000 (international Diabetic Federation) tercantum

perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi

prevalensi diabetes mellitus sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000

berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,

diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta penduduk berusia

diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalens diabetes mellitus sebesar 4,6% akan

didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.1 Indonesia menempati peringkat keempat

Negara dengan penderita diabetes melltus didunia.29

Penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) terhadap

penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2, membuktikan bahwa risiko terjadinya

Page 17: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xvii

komplikasi mikrovaskular akan berkurang bila kadar glukosa darah dapat

dikendalikan. Untuk mencapai target pengendalian diabetes tersebut maka selain

mengupayakan perubahan perilaku, juga diperlukan perencanaan makan yang

sesuai dan aktifitas fisik yang memadai.1

Kepatuhan pasien adalah perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan

yang diberikan oleh professional kesehatan. Kecenderungan pasien untuk tidak

mematuhi tujuan atau mungkin melupakan nasehat yang diberikan merupakan

masalah yang serius yang dihadapi oleh professional kesehatan. Dunbar dan

Stuncard mengemukakan bahwa saat ini ketidakpatuhan pasien telah menjadi

masalah serius yang dihadapi tenaga professional kesehatan. Derajat

ketidakpatuhan pasien sangat bervariasi tergantung dari apakah instruksi bersifat

kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek.4

Kesimpulan dari pengertian diatas adalah kepatuhan merupakan perilaku

yang harus dilakukan seorang pasien untuk melaksanakan cara pengobatan atau

nasehat yang ditentukan oleh tenaga kesehatan yang dapat memperbaiki keadaan

sesuai dengan penyakit Diabetes Mellitus yang dideritanya. Dengan terbentuknya

perilaku kepatuhan akan dapat mendukung penderit DM dalam menjalankan

terapi.

Pengetahuan mengenai terapi Diabetes Mellitus dan pendidikan mengenai

Diabetes Mellitus hampir disemua tingkat masih rendah. Hal ini disebabkan

karena belum jelasnya informasi mengenai penyakit Diabetes Mellitus. Dengan

bertambahnya informasi mengenai penyakit Diabetes Mellitus melalui berbagai

media nampaknya masyarakat lebih mengetahui dan makin tanggap terhadap

Page 18: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xviii

penyakit Diabetes Mellitus dan menggunakan pengetahuannya tersebut dalam

praktik kehidupan sehari- hari.5

Berdasarkan alasan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “ Hubungaan Tingkat Pengetahuandan Sikap dan Perilaku

Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Kepatuhan Minum Obat”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah penelitian

sebagai berikut “ Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap

dan perilku pasien DM tipe 2 dengan kepatuhan minum obat di Rumah Sakit

Tabrani Pekanbaru.”

1.3 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku pasien

DM tipe 2 dengan kepatuhan minum obat di Rumah Sakit Tabrani pekanbaru

Tahun 2011.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan penderita Diabetes Mellitus

tentang penyakit Diabetes Mellitus

2. Mengidentifikasi sikap dan perilaku penderita Diabetes Mellitus tipe 2

terhdap terapi Diabetes Mellitus tipe 2

3. Mengidentifikasi kepatuhan penderita Diabetes Mellitus dalam minum

obat

Page 19: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xix

4. Menganalilis hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku

pasien DiabetesMellitus tipe II dengan kepatuhan minum obat.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga kesehatan yang

ada di Rumah Sakit Tabrani Pekanbaru dan masyarakat untuk dijadikan

sebagai kebijakan dalam memberikan pendidikan terutama pada penderita

diabetes mellitus.

2. Penelitian ini juga bermanfaat bagi Institusi Pendidikan sebagai bahan

bacaan di Perpustakaan Universitas Abdurrab Pekanbaru dan sebagai dasar

untuk melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan masalah penyakit

Diabetes Mellitus.

3. Memperoleh pengetahuan dan menambah pengalaman peneliti dalam

penerapan ilmu yang didapat berupa pengetahuan tentang pentingnya

kapatuhan dalam menjalankan pengobatan DM.

4. Sebagai bahan informasi bagi responden khususnya dikalangan penderita

dengan diabetes mellitus agar lebih mengetahui dan lebih mematuhi lagi

pengobatan yang dianjurkan petugas kesehatan.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Hubungan Tingkat

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan

Kepatuhan Minum Obat di RS Tabrani 2011” akan membuktikan bahwa

penelitian ini memiliki orisinalitas yang dapat terjaga dengan menampilkan

beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan dan beberapa berbedaan sebagai

Page 20: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xx

berikut: (1) Variebel bebas: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku yang

dipengaruhi oleh variabel perancu: Karakteristik pasien diabetes mellitus : jenis

kelamin, status pendidikan, status social ekonomi. (2) Variabel terikat: kepatuhan

minum obat diabetes mellitus tipe 2. (3) Sampel: pasien diabetes mellitus tipe 2.

(4) Tempat dan tahun penelitian; di RS Tabrani Pekanbaru tahun 2011.

Tabel 1.1.Penelitian mengenai Kepatuhan

No Nama, Judul Penelitian Desain Variable Hasil

1. Wahyu Bintoro,

Hubungan antara

Pengetahuan, Sikap dan

Dukungan Keluarga

dengan Kepatuhan

Perencanaan Diit pada

Pasien Diabetes Mellitus.

Tesis program pasca

sarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta

(2008).

Cross

section

al

Variabel Bebas

( Tingkat

Pengetahuan,

Sikap dan

Dukungan

Keluarga)

Veriabel

terikat

( Kepatuhan)

Pengetahuan tinggi

sebesar (57,8%),

pengetahuan

sedang (28,8%),

pengetahuan

rendah (13,3%).

Sikap sedang

(51,1%), sikap

tinggi (8,9%),sikap

rendah (40%).

Dukungan keluarga

sedang (46,7%),

tinggi (40%),

rendah (13,3%).

Page 21: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxi

Kepatuhan tinggi

(60%), sedang

(31,1%), rendah

(8,9%). Variabel

pengetahuan

tentang penyakit

diabetes mellitus,

sikap tentang

perencanaan diit

dan dukungan

keluarga

mempunyai

hubungan yang

signifikan terhadap

kepatuhan

perencanaan Diit

pada pasien

diabetes mellitus.

Page 22: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxii

Page 23: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxiii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan

2.1.1 Konsep Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktifitas

organisme yang bersangkutan.Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah

suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh karena itu, perilaku manusia itu

mempunyai tantangan yang sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi,

berpakaian, dan lainnya. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan

bahwa perilku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat

diamati secara langsung atau secara tidak langsung.

2.1.2 Bentuk perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme

atau seseorang terhadap rangsangan dari luar objek tersebut. Respon ini berbentuk

2 macam :

a. Bentuk pasif

Merupakan respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia

dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,

tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya, seorang ibu tahu

bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu

tersebut tidak membawa anaknya ke Puskesmas untuk diimunisasi.

b. Bentuk aktif

Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.

Misalnya, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas

Page 24: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxiv

kesehatan lain untuk imunisasi oleh karena perilaku mereka ini sudah

tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut “overt behavior”.

Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang

terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.

Perilaku kesehatan mencakup :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana

manusia berespons, baik secara pasif ( mengetahui, bersikap, dan

mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar

dirinya), maupun aktif ( tindakan ) yang dilakukan sehubungan dengan

penyakit dan rasa sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit

ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat- tingkat pencegahan

penyakit, yakni:

1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan ( health promotion behavior). Misalnya makan makanan

yang bergizi, olahraga dan sebagainya.

2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah

respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur

memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,

imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak

menularkan penyakit kepada orang lain.

3. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking

behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari

Page 25: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxv

pengobatan, misalnya berusaha mengobati sendiri penyakitnya,

atau mencari pengobatan ke fasilitas- fasilitas kesehatan kesehatan

modern ( puskesmas, mantri, dokter praktik, dan sebagainya ),

maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan

sebagainy).

4. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan

usaha- usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu

penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran dokter

dalam rangka pemulihannya kesehatannya.

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan

kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon

terhadap fasilitas pelyanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan

obat- obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan

penggunaan fasilitas, petugas dan obat- obatannya.

c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon

seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.

Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita

terhadap makanan serta unsur- unsur yang terkandung didalamnya (zat

gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya, sehubungan kebutuhan

tubuh kita.

d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health

behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai

Page 26: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxvi

determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup

kesehatan lingkungan itu sendiri.

Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang

dapat dimati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan

sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan

tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya

tanda- tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut.

Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Klasifikasi perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut :

a. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal- hal yang berkaitan

dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya.

b. Perilaku sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau

kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk

merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.

2.2 Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Page 27: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxvii

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

“tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang lain tahu tentang apa yang dipelajari antara

lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda- tanda kekurangan kalori

dan protein pada anak balita.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasi

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya

dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-

Page 28: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxviii

perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip- prinsip siklus

pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan masalah

kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu onjek kedalam komponen- komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemmpuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. Misalnya: dapat

menyusun, dapat meremcanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat

membandingkan antara anak- anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekurangan gizi, dapat menanggapi terhadap terjadinya wabah diare

Page 29: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxix

disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibu- ibu tidak mau ikut KB, dan

sebagainya.

2.3 Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi uatu respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek.Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya dapat ditafsirka terlebih dahulu dar perilaku yang tertutup.Dalam

kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus social. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap merupakan reaksi terhadap

objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2.4 Kepatuhan

Merupakan perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan

oleh professional kesehatan. Derajat ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan

ketentuan yang diberikan tenaga kesehatan ditentukan oleh beberapa faktor

sebagai berikut :

1. Kompleksitas prosedur pengobatan

2. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

3. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi nasehat terebut

4. Apakah penyakit tersebut benar- benar menyakitkan

5. Apakah pengobatan tersebut terlihat berpotensi menyelamatkan hidup

6. Keparahan penyakit yng dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan

professional kesehatan

Page 30: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxx

Ketidakpatuhan selalu menjadi hambatan untuk tercapainya usaha

pengendalian glukosa daral dalam hal penyakit diabetes mellitus, dan

berakibat diabetes sehingga memerlukan pemeriksaan atau pengobatan

yang sebetulnya tidak diperlukan.18

Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan:

a. Pemahaman tentang instruksi

Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika instruksi yang

diberikan terjdi kesalahpahaman.

b. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien

merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan derajat

kepatuhan. Sensitifitas professional terhadap komunikasi verbal dan non

verbal pasien, empati terhadap pasien akan menghasilkan suatu kepatuhan.

c. Keluarga

Keluarga menentukan kepatuhan pasien dalam melaksanakan

program pengobatan serta menentukan keyakinan terhadap kesehatan.

d. Sikap dan keyakinan

Keyakinan dan sikap yang positif terhadap program pengobatan

akan mendorong kepatuhan pasien.

2.5 Diabetes Mellitus

2.5.1 Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelainan metabolisme bahan bakar

yang ditandai oleh hiperglikemia puasa atau respon glukosa plasma yang melebihi

batas yang ditentukan selama uji toleransi glukosa oral. Diabetes mellitus

Page 31: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxi

digolongkan atas 3 jenis yang secara klinik dan petologik berbeda: (1) diabetes

mellitus yang bergantung insulin (Diabetes Mellitus tipe 1), (2) diabetes mellitus

yang tidak bergantung insulin (Diabetes Mellitus tipe 2), (3) jenis diabetes tipe

lain yang disebabkan oleh keadaan atau sindrom khusus.

2.5.2 Klasifikasi

1. Diabetes mellitus tipe 1

Dengan diabetes mellitus, pasien tidak dapat mengontrol tingkat

glukosa dalam darah mereka. Ada dua tipe diabetes mellitus, tipe 1 dan

tipe 2. dalam tipe 1 diabetes mellitus, kurangnya kontrol glukosa adalah

karena tidak adanya produksi insulin, dan diabetes mellitus tipe 2, itu

adalah karena resistensi jaringan insulin. Meskipun tipe 1 dan tipe 2

diabetes melitus masing-masing memiliki karakteristik fitur, ada beberapa

tumpang tindih antara dua kondisi.

Gambaran pasien pada kategori ini adalah pasien non obesitas yang

biasanya menunjukkan antigen HLA disertai kerentanan terhadap diabetes

tergantung insulin dan mempunyai bukti adannya respon imun terhadap

antigen sel pulau pankreas.16

Epidemiologi

Sekitar 10% dari penyebab, biasanya terjadi pada pasien yang lebih

muda, tetapi dapat terjadi pada semua usia.9

2.5.3 Patogenesis

Pada individu yang rentan (susceptible) terhadap diabetes tipe 1, terdapat

adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang meningkat kadarnnya olehkarena beberapa

factor pencetus seperti infeksi virus, diantaranya virus cocksakie, rubella, CMV,

Page 32: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxii

herpes dan lain- lain hingga timbul peradangan pada sel beta ( insulitis ) yang

akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta, biasanya sel alfa dan delta

tetap utuh. Penghancuran sel B, yang merupakan proses autoimun mungkin

dengan sel-sel islet lymphosytes againts reaktif. beberapa kasus diabetes mellitus

tipe 1 dapat disebabkan oleh infeksi virus. Kelainan patogen primer dalam IDDM

adalah tidak cukupnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas Pasien IDDM

mewarisi kerentanan genetik (95% individu memiliki HLA-DR3 ayau DR4, atau

keduanya) yang menyebabkan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta

pada mereka. Bila masa sel beta telah berkurang sebesar 80-90%, terjadi

intoleransi glukosa yang nyata, dan gejala klasik diabetes mellitus ditemukan.

Pasien biasanya mengalami hiperglikemia yang berat atau ketoasidosis diabetes.

Bila terapi insulin dimulai, periode “bulan madu” yang sigkat dapat terjadi dimana

kebutuhan insulin berkurang, tetapi semua pasien akhirnya menjadi bergantung

pada insulin.

Presentasi klinis tipe 1 diabetes mellitus: poliuria, polidipsia, dan

poyphagia.

a. poliuria adalah karena glukosa menyebabkan hiperglikemia meningkat

dalam urin, yang mengakibatkan poliuria osmotik

b. polidipsia (i. e peningkatan konsumsi air) hasil dari hyperosmolarity dan

kehilangan air karena poliuria. Proses ini merangsang rasa haus.

c. polifagia adalah karena keadaan katabolik yang disebabkan oleh

kurangnya glukosa dalam sel, sehingga dalam pemecahan lemak dan

protein. pasien memiliki sejumlah besar glukosa dalam darah, tapi glukosa

tidak masuk ke dalam sel.

Page 33: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxiii

d. sekitar 25% pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 awalnya hadir dalam

ketoasidosis diabetik.9

2. Diabetes mellitus tpe 2

Epidemiologi

Kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai 80-90% dari semua

populasi diabetes, biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua (> 40 tahun)

dan individu obesitas, tetapi dapat terjadi pada anak-anak usia 6 tahun.

Faktor risiko untuk pengembangan meliputi gaya hidup, gizi buruk, dan

kelebihan berat badan dan obesitas.

Patogenesis DM tipe 2

Faktor genetik memainkan peran yang lebih penting dalam tipe 2

diabetes mellitus tipe 1 daripada di diabetes mellitus (misalnya 50-90%

kesesuaian tingkat tipe 2 diabetes mellitus antara kembar identik).

Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan sekresi insulin dan tidak memadai

terhadap insulin resistensi perifer. Di Amerika Serikat populasi yang

sangat tinggi prevalensinya adalah suku India Pima, keturunan Spanyol

dan Asia.1

Diabetes mellitus yang tidak bergantung insulin adalah suatu

kelainan heterogen yang ditandai oleh resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Resistensi insulin merupakan ciri- ciri umum NIDDM,

tetapi terjadinya diabetes yang nyata membutuhkan keruskan sel beta pada

saat yang bersamaan. Resisensi insulin mempengaruhi semua jaringan

sasaran insulin, termasuk hati ( terlalu banyak produksi glukosa ) dan otot

(penurunan amblan glukosa).

Page 34: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxiv

Diabetes mellitus tipe 2 sering kali tidak dapat dirasakan gejalanya

pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun- tahun

sampai terjadi bermacam- macam komplikasi.17 Pada stadium prediabetes

mula- mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh

peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi resisten insulin itu

agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta akan tidak

sanggup agi mengkompensasi resistensi insulin hingga kadar glukosa

darah meningkat dan fungsi sel beta menurun, saat itulah diagnosis

diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu berlangsung

secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi

insulin, suatu keadaan menyerupai diabetes tipe 1. Gejala klinis berupa

Kelemahan, penurunan berat badan, dan kerentanan terhadap infeksi.

Hemoglobin A1C adalah penentuan jumlah hemoglobin glikosilasi

dan digunakan untuk memantau proses penyakit, tidak digunakan untuk

tujuan diagnostik.

2.5.4 Diagnosis

Diagnosis diabetes harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah

dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk

diagnosis diabetes, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa

dengan cara enzimatik, dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan

diagnosis diabetes, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan

dilaboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan

kendli mutu secar teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat

dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan

Page 35: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxv

memperhatikan angka- angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan

oleh WHO.

Diabetes mellitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik koma

hiperglikemik, disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (polyuria,

polydipsia, nokturia).

Pemeriksaan penyaring dierjakan pada kelompok dengan salah satu risiko

diabetes mellitus sebagai berikut:

1. usia >45 tahun

2. usia lebih muda, terutama dengan indeks masa tubuh (IMT) >23 kg/m2 ,

yang disertai dengan factor risiko:

kebiasaan tidak aktif

turunan pertama dari orang tua dengan diabetes mellitus

riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau

riwayat diabetes mellitus gestasional

hipertensi (> 140/90 mmHg)

kolesterol HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl

menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis

lain yang terkait dengan resistensi insulin

adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa

darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya

memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti

dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Page 36: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxvi

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien Diabetes Mellitus,

TGT dan GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka.

Populasi dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju dabetes

mellitus. Setelah 5- 10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang

menjadi diabetes mellitus, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

Table 1.2.Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan

diagnosis diabetes mellitus (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Kadar

glukosa darah

sewaktu

(mg/dl)

Plasma vena <100 100-199 >200

Darah kapiler <90 90-199 >200

Kadar

glukosa darah

puasa

Plasma vena <100 100-125 >126

Darah kapiler <90 90-99 >100

(konsesus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 diindonesia, PERKENI,2006)

2.5.5 Penatalaksanaan

Pilar utama pengelolaan DM

1. Perencanaan makan

Page 37: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxvii

2. Latihan jasmani

3. Obat berkhasiat hipoglikemik

4. Penyuluhan

a. Perenacanaan Makan

Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang

seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan

kecukupan gizi baik sebagai berikut:

Karbohidrat : 40-60%

Protein : 10-20%

Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,

umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan idaman. Untuk penentukan status gizi,

dipakai Indeks Massa Tubuh (IMT).

Untuk kepentingan klinik, praktis, dan untuk penentuan jumlah

kalori dipakai Rumus Broca, yaitu:

BB idaman = (TB-100)-10%

Berat Badan Kurang : < 90% BB Idaman

Berat Badan Normal : 90-100% BB Idaman

Berat Badan Lebih : 110-120% BB Idaman

Gemuk : > 120% BB Idaman

b. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)

selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE

Page 38: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxviii

(Continuous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance training).

Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi

maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi

penyakit penyerta. Olahraga yang teratur, dengan adanya kontraksi

otot, memiliki sifat seperti insulin (insulin like ffect), permeabilitas

membaran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi.

Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang, sehingga

menyebabkan berkurangnya kebutuhan insulin. Namun respon ini

hanya terjadi sementara setiap kali olahraga tidak menetap. Oleh

karena itu olahraga ini harus dilakukan terus menerus dan teratur.19

Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa

selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20

menit dan olahraga berat biasanya jogging.

c. Pengelolaan Farmakologis

Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa:

a. Obat hipoglikemik insulin:

1) Pemicu Sekresi insulin:

a) Sulfonilurea

Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea:

- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored

insulin)

- Menurunkan ambang sekresi insulin

- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan

glukosa

Page 39: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xxxix

Dosis maksimal obat golongan sulfonilurea tidak sama

diberbagai tempat di dunia. Untuk glipizid ada sekelompok pakar yang

memakai dosis maksimal 40 mg. Sekelompok lain memakai 10 mg

dengan alasan bahwa dosis yang lebih besar dari 10 mg tidak

memberikan efek klinis yang menguntungkan. Pada pemakaian

sulfonilurea, umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

menghindari kemungkinan hipoglikemia.

Kombinasi Sulfonilurea dengan insulin

Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata

kadar glukosa darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar

glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin kerja

sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi

sehingga kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah.

Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan

pemberian sulfonilurea seperti biasanya.

Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik

daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukanpun ternyata

lebih rendah. Selain itu pasien bisa menerima cara pengelolaan

kombinasi ini daripada pengelolaan dengan suntikan yang lebih sering.

b) Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.

Page 40: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xl

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu: repaglinid (derivat

asam benzoat) dan Nateglinid (derifa fenilalanin).

2) Penambah Sensitivitas terhadap insulin:

a) Biguanid

Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah

metformin.Fenfornin dan Buformin tidak dipakai lagi karena efek

samping asidosis laktat. Pada metformin kemungkinan terjadinya

asidosis laktat sangat kecil (0,01-0,08 rerata 0.03 per 1000 pasien

per tahun) dan mungkin terjadi pada pasien dengan predisposisi

asidosis laktat seperti pasien dengan gagal ginjal atau gagal hati.

Kombinasi metformin dan insulin juga dapat

dipertimbangkan pada pasien gemuk yang kadar glukosa darahnya

sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih

baik daripada kombinasi insulin dengan metformin. Peneliti lain

ada yang mendapatkan kombinasi metformin dan insulin lebih baik

dibanding dengan insulin saja. Deksfenfluramin dapat diberikan

pada pasien diabetes gemuk dan berpengaruh baik (aditif) dengan

metformin.

Efek samping gastrointestinal tidak jarang didapatkan pada

pemakaian awal metformin. Dapat dikurangi dengan memberikan

obat mulai dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan

makanan. Di samping berpengaruh pada kadar glukosa darah,

metformin juga berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin

yaitu pada lipid, tekanan darah dan juga pada PAI 1.

Page 41: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xli

b) Tiazolidindion

Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek

farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan

secara oral. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa

disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati.

Golongan obat ini dapat lebih tepat bekerja pada sasaran

kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk

mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan

pada sel beta pankreas.

3) Penghambat glukosa alfa

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim

glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat

menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia

postprandial.

Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan

hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

4) Incretin, mimetic, penghambat Dipeptidyl Peptidase (DPP-4)

Pada pemberian glukosa secara oral, akan didapatkan

kenaikan kadar insulin yang lebih besar daripada pemberian

glukosa secara intravena. Perbedaan respon insulin ini disebut efek

incretin. Sayang efek hormon incretin ini pada keadaan normal

hanya sebentar, karena diinaktifkan oleh Dipeptidyl Peptidase 4

menjadi bentuk inaktif.

Page 42: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xlii

b. Insulin

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2

kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar

glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat

dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi

sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang diberikan adalah

insulin.

Pemberian insulin dapat secara konvensional 3 kali sehari

dengan memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan

dengan dosis terbagi insulin kerja menengah dua kali sehari dan

kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat dimana perlu

sesuai dengan respon kadar glukosa darahnya.1

4. Penyuluhan

Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting

untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah

pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan

bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku

untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang

diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan

penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih

baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan

pasien diabetes.1

Page 43: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xliii

3.5.6 Komplikasi

Diabetes Mellitus adalah nomor satu penyebab stadium akhir penyakit

ginjal, kebutaan, dan non trauma amputasi ekstremitas bawah.

1. Pankreas: Pengurangan jumlah dan ukuran pulau (diabetes mellitus tipe 1),

deposisi amiloid (diabetes mellitus tipe 2).

2. Diabetes Mellitus adalah kontributor untuk aterosklerosis pada pembuluh

besar (yaitu kerusakan makrovaskular). dalam pembuluh darah kecil, dm

menghasilkan hialin arteriosklerosis (kerusakan mikrovaskuler), yang

memiliki tampilan yang mirip dengan yang terlihat pada hipertensi. ada

mekanisme berbeda, namun, dalam hipertensi, arteriosklerosis hialin hasil

dari kerusakan endotelium dengan tekanan darah tinggi, menyebabkan

kebocoran protein plasma ke dalam dinding pembuluh darah dengan

akumulasi. Arteriosklerosis hialin merupakan hasil akumulasi

glycosilation canggih dan produk. kerusakan makrovaskular

(aterosklerosis) menyebabkan infark (misalnya jantung, otak). Penderita

diabetes juga dapat mengembangkan hipertensi akibat hiperglikemia yang

disebabkan disfungsi endotel.

3. Ginjal: mikroalbuminuria (30-300 mg/24 jam), yang berhubungan dengan

10 sampai 20 kali peningkatan risiko terhadap pengembangan nefropati

diabetes. nefropati diabetik meliputi glomerulosklerosis difus dan nodular

glomerulosclerosis. Penderita diabetes juga berisiko pielonefritis dengan

risiko perkembangan nekrosis papiler.

4. Mata: retinopati proliferatif nonproliferatif dan katarak.

Page 44: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xliv

5. Retinopati nonproliferative adalah karena permeabilitas kapiler meningkat,

dilasi dari venula, dan kehadiran mikroaneurisma.

6. Retinopati proliferatif adalah karena iskemia retina dan hipoksia akibat

neovaskularisasi.

7. Sistem saraf perifer: neuropati perifer (sensorik kerugian lebih dari

hilangnya motor), penurunan sensasi diabeitk menyebabkan menjadi lebih

rentan terhadap cedera.

8. Kulit dan jaringan lunak ekstremitas: penderita diabetes sering mengalami

ulkus dan gangren kaki, memerlukan amputasi. sensasi menurun

menyebabkan penderita diabetes akan rentan terhadap cedera. 9

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asep Ahmad Munawar (2001)

dengan judul penelitian “ Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan

Karekteristik Individu dengan Kepatuhan Diet Dibetes Mellitus Rawat Jalan

RSUP DR Hasan Sadikin Bandung” dengan jumlah responden sebanyak 90 orang.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar responden (61,1 %) adalah

lansia, responden laki- laki diketahui lebih banyak daripada wanita, sedangkan

pendidikan responden sebesar (51,1%) termasuk memiliki pendidikan kategori

tinggi. Perilaku diet responden diketahui 52,2 % patuh diet dan 47,8 % tida patuh

diet. Tingkat pengetahuan terhadap pelaksanaan diet menunjukkan 55, 6 %

dengan kategori cukup, 26,7% baik, dan 17,8% kurang. Sementara sikap setuju

yang ditunjukkan sebesar 77,8 % dan tidak setuju 22,2 %. Hasil uji statistik

diketahui tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, dan pendidikan dengan

kepatuhan diet diabetes mellitus, sedangkan untuk pengetahuan dan sikap ada

hubungan dengan kepatuhan diet penderita diabetes mellitus.

Page 45: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xlv

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endang Taat Uji H. (2001)

dengan judul penelitian “ Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku

kepatuhan penderita diabetes mellitus tipe II Rawat Jalan dalam menjalani

pengobatan di RSUP Persahabatan Jakarta” menunjukkan hasil penelitian yang

dilakukan terhadap 120 responden menunjukkan bahwa penderita yang patuh

mengikuti penyuluhan kelompok sebesar (33,3%), penyuluhan individu

( konsultasi gizi ) ( 20,8%), diet (64,2 %), minum obat hipoglikemik (79,2%) dan

olahraga sebesar (40%). Sebagian besar (96,7%) penderita Diabetes Mellitus tipe

II berumur >40 tahun, terutama pada jenis kelamin laki- laki (50,8%), pendidikan

tinggi (73,3%), pengetahuan baik (50,8%), sikap responden positif (75%), tidak

bekerja (61,7%), pendapatan tinggi (50,8%), sikap petugas kesehatan positif

(79,2%), sikap keluarga positif (98,3%). Pada penelitian ini ditemukan adanya

hubungan yang bermakna hanya pada beberapa variable seperti pengetahuan

dengan perilaku kepatuhan menjalankan olahraga, jenis kelain dengan perilaku

menjalankan diet, sikap petugas dengan perilaku kepatuhan mengikuti penyuluhan

kelompok dan sikap petugas dengan perilaku menjalankan diet.

Page 46: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xlvi

2.6 Kerangka teori

Bagan 2.1. Kerangka Teori

Pengetahuan Sikap Perilaku Usia Penghasilan Gaya Hidup

Kepatuhan minum obat

Pemahaman tetang instruksi

Kualitas interaksi

Sikap dan perilaku professional kesehatan

Keluarga

Page 47: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xlvii

2.7 Kerangka Konsep

Bagan 2.2. Kerangka Konsep

2.8 Hipotesis

a. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum

obat

b. Terdapat hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat

c. Terdapat hubungan antara perilaku pasien dengan minum obat

d. Terdapat hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku pasien

dengan kapatuhan minum obat

Pendidikan,

Sosial ekonomi

Variabel Terikat

Kepatuhan minum Obat

Variabel Bebas

Tingkat pengetahuan

Sikap

perilaku

Page 48: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xlviii

Page 49: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

xlix

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rencana Penelitian

3.1.1 Desain Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode observasi dengan

menggunakan desain potong lintang (cross sectional) untuk menganalisis

hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku pasien DM tipe 2 (variabel

bebas) dengan kepatuhan minum obat (varibel terikat) di RS Tabrani Pekanbaru.

3.1.2 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan diunit rawat jalan RS Tabrani berdasarkan data yang

diperoleh dari RS Tabrani. Alasan memilih tempat ini adalah karena jumlah

kunjungan pasien diabetes mellitus yang cukup tinggi, terutama diabetes mellitus

tipe 2. Penelitian dilakukan mulai September- Desember 2011.

3.1.3 Populasi penelitian

Seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 yang berkunjung ke rumah sakit tabrani

pekanbaru.

3.1.4 Sampel penelitian

Untuk mengetahui besar sampel pada penelitian ini, digunakan rumus Taro

Yamane sebagai berikut :

n = N

1 + N ( d )2

n = 2080

1 + 2080 ( 0,1 )2

n = 95

Page 50: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

l

Keterangan :

n = Sampel Penelitian

d = Tingkat Kepercayaan (α = 0,1)

N = Populasi Penelitian

3.1.5 Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi:

a. pasien dengan diagnosis DM tpe 2

b. pernah atau sedang mendapatkan terapi OAD

c. bersedia menjadi responden

Kriteria ekslusi:

a. pasien dengan diagnose DM tipe 1

b. tidak dapat membaca dan menulis

Cara kerja

1. menentukan populasi penelitian

2. menentukan cara pengambilan dan banyaknya sampel penelitian

3. memasukkan data hasil pengumpulan data

4. menganalisis atau mengolah data yang telah didapatkan

5. membuat laporan

3.2 Variabel dan definisi operasional

3.2.1 Veriabel penelitian

Variable independen :

a. Pengetahuan tentang penyakit dibetes mellitus

b. Sikap pasien terhadap terapi OAD diabetes mellitus tipe 2

c. Perilaku pasien dalam menjalani terapi OAD diabetes mellitus

Page 51: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

li

Variable dependen :

Kepatuhan dalm melaksanakan terapi OAD diabetes mellitus

Variable perancu :

a. Karakteristik pasien diabetes mellitus : jenis kelamin, status

pendidikan, status social ekonomi

b. Regimen perencanaan terap OAD

3.2.2 Definisi Operasional

Untuk menyamakan pemahaman variabel dalam penelitian ini, perlu

ditetapkan definisi operasional dari masing- masing varibel penelitian:

No Variable Definisi Operasional Skala

1. Tingkat pengetahuan Kemampuan pasien terhadap prinsip

dan unsur- unsur tentang penyakit

diabetes mellitus dalam hal

pengertian, penyebab dan tanda gejala

serta regimen terapi dan komplikasi

Ordinal

2. Sikap Reaksi atau respon yang ditampilkan

oleh pasien diabetes mellitus tentang

perasaan, keinginan dan keyakinan

terhadap terapi diabetes mellitus

sesuai ordinal dengan nasehat

profesional kesehatan

Ordinal

3. Perilaku Perilaku minum obat pasien yang Ordinal

Page 52: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lii

sesuai dengan nasehat professional

kesehatan.

4. Kepatuhan Perilaku pasien dalam melaksanakan

terapi minum obat diabetes mellitus

sesuai ketentauan yang dianjurkan

profesional kesehatan

Nominal

3.3. Alur Penelitian

Pengambilan data untuk sampel

Penetapan sampel

Criteria ekslusiCriteria inklusi

Pemberian kuesioner

Pengumpulan hasil survey

Analisis data

Pengembangan laporan penelitian

Page 53: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

liii

3.3 Metode pengumpulan Data

3.3.1 Instrumen

Instrument penelitian ini berupa alat tulis, kuesioner dan lembar observasi

( check list), sedangkan kuesioner dan lembar observasi yang digunakan untuk

instrument penelitian dibuat oleh peneliti sendiri.

Kuesioner yang dilengkapi dengan lembar informed konsen responden

diserahkan kepada subjek penelitian untuk diisi, setelah kuesioner diisi semua

oleh responden, kuesioner ditarik kembali oleh peneliti. Kuesioner tidak

diperbolehkan dibawa pulang oleh subjek penelitian. Lembar observasi dalam

bentuk check list, digunakan untuk mendapatkan informasi kepatuhan pasien

dalam menjalani terapi OAD.

Instrument penelitian

Instrument penelitian yang berupa kuesioner dan lembar observasi ini,

dibuat oleh peneliti sendiri, oleh karena itu sebelum digunakan sebagai instrument

penelitian, kuesioner dan lembar observasional dilakukan uji validitas dan

reliabilitas untuk mendapatkan kelayakan sebagai instrument penelitian.

Adapun alasan peneliti menggunakan bentuk instrument penelitian

kuesioner danlembar observasional adalah memudahkan menjawab pertanyaan

atau pernyataan yang telah disediakan. Kisi- kisi pertanyaan/ pernyataan yang

digunakan untuk mengumpulkan data- data yang berhubungan dengan

pengetahuan tentang penyakit dibetes mellitus, sikap dan perilaku pasien terhadap

terapi diabetes mellitus dan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi OAD.

Page 54: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

liv

3.3.2. Cara Pengumpulan Data

1. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari responden

melalui kuesioner.

2. Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari rekam medik

RS Tabrani Pekanbaru.

3.4 Etika Penelitian

Untuk menghindari penelitian ini dari permasalahan di bidang etika,

penelitian ini akan melakukan beberapa usaha agar penelitian ini dapat

dilaksanakan dengan etika yang berlaku. Usaha-usaha yang akan peneliti lakukan

antara lain:

1. Proposal penelitian ini akan diajukan kepada Medical Reseach unit FK

UNDIP untuk mendapatkan persetujuan etika. Hal ini bertujuan agar

penelitian mendapatkan legitimasi secara etika sehingga penelitian dapat

dipertanggungjawabkan.

2. Responden akan diberikan informed consent, yaitu lembar pesetujuan

bahwa pasien besedia mengikuti proses penelitian dengan diberikan

gambaran penelitian serta manfaat yang didapat apabila responden mau

berpartisipasi dalam penelitian ini. Pasien baru dapat menjadi subjek

penelitian jika ia setuju berpartisipasi dalam penelitian ini serta telah

menandatangani infermed consent (terlampir).

Page 55: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lv

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Setelah peneliti melakukan penelitian yang dilakukan pada bulan oktober

desember, maka didapatkan hasil sebagai berikut :

4.1 Analisis Univariat

4.1.1 Karakteristik Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 95 responden diperoleh

data tentang tingkat pengetahuan responden. Adapun secara lengkap distribusi

tingkat pengetahuan responden dilihat dalam tabel 4.1 :

Tabel 4.1. Karakteristik Tingkat pengetahuan Responden

Tingkat

pengetahuan

Frekuensi Persentase

(%)

Tinggi 28 29,5

Sedang 30 31,6

Rendah 37 38,9

Total 95 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat

pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 37 orang (38,9%).

4.1.2 Karakteristik Sikap

Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 95 responden diperoleh

data tentang sikap responden. Adapun secara lengkap distribusi sikap responden

dilihat dalam tabel 4.2 :

Page 56: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lvi

Tabel 4.2. Karakteristik Sikap Responden

Sikap Frekuensi Persentase

(%)

Baik 30 31,6

Cukup 25 26,3

Kurang 40 42,1

Total 95 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki sikap

yang kurang yaitu sebanyak 40 orang (42,1%)

4.1.3 Karakteristik Perilaku Kesehatan

Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 95 responden diperoleh

data tentang perilaku kesehatan responden. Adapun secara lengkap distribusi

sikap responden dilihat dalam tabel 4.3 :

Tabel 4.3. Karakteristik Perilaku Responden

Perilaku kesehatan Frekuensi Persen

Sangat baik 27 28,4

Baik 15 15,8

Kurang baik 32 33,7

Buruk 21 22,1

Total 95 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar respondenmemiliki perilaku

kesehatan yang kurang baik yaitu sebanyak 32 orang (33,7%).

Page 57: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lvii

4.1.4 Karakteristik Kepatuhan

Berdasarkan kuesioner yang dikumpulkan dari 95 responden diperoleh

data tentang kepatuhan responden. Adapun secara lengkap distribusi kepatuhan

responden dilihat dari tabel dibawah ini 4.4 :

Tabel 4.4. Karakteristik Kepatuhan Responden

Kapatuhan Frekuensi (%)

Patuh 49 51,1

Tidak patuh 46 48,4

Total 95 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki

karakteristik patuh minum obat yaitu sebanyak 49 orang (51,1%).

4.2 Analisis Bivariat

4.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kepatuhan Minum Obat

Pada penelitian ini dilakukan uji analisa dengan mengunakan uji chi

square. Dalam penelitian ini dilihat hubungan tingkat pengetahuan responden

terhadap kepatuhan minum obat. Adapun secara lengkap hubungan tingkat

pengetahuan responden terhadap kepatuhan minum obat dapat dilihat dalam tabel

dibawah ini 4.5 :

Page 58: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lviii

Tabel 4.5. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan Total (%)

Patuh Tidak patuh

Pengetahuan

Tinggi 18 (64,3%) 10 (35,7%) 28 (100%)

Sedang 18 (60,0%) 12 (40,0%) 30 (100%)

Rendah 13 (35,1%) 24 (64,9%) 37 (100%)

Total 49 (51,6%) 46 (48,4%) 95 (100%)

Dari tabel diatas memperlihatkan hubungan tingkat pengetahuan

responden terhadap kepatuhan minum obat. Terlihat bahwa tingkat pengetahuan

responden yang tinggi lebih cenderung patuh minum obat dibandingkan tingkat

pengetahuan yang sedang dan rendah.

4.2.2 Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Minum Obat

Pada penelitian ini dilakukan uji analisa dengan menggunakan uji chi

square. Dalam penelitian ini dilihat hubungan sikap responden terhadap kepatuhan

minum obat. Adapun secara lengkap hubungan sikap responden terhadap

kepatuhan minum obat dapat dilihat dalam tabel 4.6 :

Page 59: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lix

Tabel 4.6. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Minum Obat

Kapatuhan Total

(%)

Patuh Tidak patuh

Sikap

Baik 15 (50,0%) 15 (50,0%) 30 (100%)

Cukup 9 (36,0%) 16 (64,0%) 25 (100%)

Kurang 25 (62,5%) 15 (37,5%) 40 (100%)

Total 49 (51,6%) 46 (48,4%) 92 (100%)

Dari tabel diatas memperlihatkan hubungan sikap responden terhadap

kepatuhan minum obat. Terlihat bahwa sikap responden yang kurang lebih

cenderung patuh minum obat dibandingkan sikap yang baik dan cukup.

4.2.3 Hubungan Perilaku Kesehatan dengan Kepatuhan Minum Obat

Pada penelitian ini dilakukan uji analisa dengan mengunakan uji chi

square. Uji ini dilakukan pada sampel yang sama. Dalam penelitian ini dilihat

hubungan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat. Adapun

secara lengkap hubungan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan

minum obat dapat dilihat dalam tabel 4.7 :

Page 60: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lx

Tabel 4.7. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan Total (%)

Patuh Tidak patuh

Perilaku

kesehatan

Sangat baik 8 (29,6%) 19 (70,4%) 27(100%)

Baik 10 (66,7%) 5 (33,3%) 15 (100%)

Kurang baik 17 (53,1%) 15 (46,9%) 32 (100%)

Buruk 14 (66,7%) 7 (33,3%) 21 (100%)

Total 49 (51,6%) 46 (48,4%) 95 (100%)

Dari tabel diatas memperlihatkan hubungan perilaku kesehatan responden

terhadap kepatuhan minum obat. Terlihat bahwa perilaku kesehatan responden

yang kurang baik lebih cenderung patuh minum obat dibandingkan perilaku

kesehatan yang sangat baik, baik dan buruk.

4.3 Analisis Multivariat

4.3.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kepatuhan Minum Obat

Pada penelitian ini dilakukan uji statistik dengan mengunakan uji Logistic

Regression. Uji ini dilakukan pada sampel yang sama. Dalam penelitian ini dilihat

hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan responden terhadap

kepatuhan minum obat. Adapun secara lengkap hubungan tingkat pengetahuan,

sika dan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat dapat

dilihat dalam tabel 4.8 :

Page 61: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxi

Tabel 4.8. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan

Kepatuhan Minum Obat

Variabel Nilai P RO

Tingkat Pengetahuan 0,017 1,946

Sikap 0,112 0,883

Perilaku 0,036 0,616

Dari tabel diatas memperlihatkan hubungan antara tingkat pengetahuan,

sikap dan perilaku kesehatan responden terhadap kepatuhan minum obat. Terlihat

bahwa kakuatan hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku

kesehatan responden dapat dinilai dari RO. Variabel yang mempunyai nilai RO

paling besar adalah tingkat pengetahuan yaitu 1,946.

Page 62: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxii

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Analisis Univariat

5.1.1. Tingkat Pengetahuan Responden

Berdasarkan hasil penelitian dari 96 sampel yang menjadi responden pada

penelitian ini. Didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat

pengetahuan rendah yaitu sebanyak 37 orang (38,5%).

Namun dalam hasil penelitian Wahyu Bintoro dengan judul “Hubungan antara

Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan kepatuhan perencanaan Diit

padapasien diabetes mellitus dinyatakan bahwa sebagian besar responden

memiliki tingkat pengetahuan tinggi yaitu (57,8%).7

Pada penelitian ini, menurut peneliti responden memiliki tingkat

pengetahuan rendah dikarenakan kurangnya informasi mengenai penyakit diabetes

mellitus dari berbagai media sehingga pengetahuan mengenai terapi diabetes

mellitus hamper disemua tingkat masih rendah. Dengan meningkatnya informasi

mengenai diabetes mellitus nampaknya masyarakat akan lebih mengetahui dan

makin tanggap terhadap penyakit diabetes mellitus dan menggunakan

pengetahuannya tersebut dalam praktik sehari- hari.5

5.1.2.Sikap Responden terhadap Terapi Diabetes Mellitus

Berdasarkan hasil penelitian dari 96 sampel yang menjadi responden pada

penelitian ini. Didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang

kurang yaitu sebanyak 40 orang (42,1%).

Page 63: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxiii

Penelitan ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Wahyu Bintoro dengan

judul “Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan perencanaan Diit padapasien diabetes mellitus dinyatakan bahwa

sebagian besar responden memiliki sikap yang rendah yaitu (51,1%).

Pada penelitian ini, responden memiliki sikap yang kurang menurut

peneliti dikarenakan kurangnya pengetahuan responden tentang penyakit diabetes

mellitus. Sikap merupakan reaksi suatu respon seseorang yang masih tertutup

terhadap stimulus atau objek. Dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.5

5.1.3. Perilaku Kesehatan Responden

Berdasarkan hasil penelitian dari 96 sampel yang menjadi responden pada

penelitian ini, didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku

kesehatan yang kurang baik yaitu sebanyak 32 orang (34,4%).

Hasil penelitian ini tidak seperti penelitian oleh Argi Virona Bangun

dengan judul “faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan menjalankan

terapi Diabetes mellitus” yang memberikan hasil bahwa sebagian besar responden

memiliki perilaku yang baik sehingga mematuhi rekomendasi terapi

penatalaksanaan Diabetes Mellitus.8

Pada penelitian ini, kurang baiknya perilaku kesehatan responden terhadap

terapi diabetes mellitus menurut peneliti dikarenakan rendahnya tingkat

pengetahuan responden sehingga tidak mengerti bahwa dengan pengetahuan yang

tinggi akan mencerminkan perilaku yang baik.

Page 64: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxiv

Perilaku kesehatan merupakan hal- hal yang berkaitan dengan tindakan

atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Dengan terbentuknya perilaku kepatuhan akan dapat mendukung penderita

diabetes mellitus dalam menjalankan terapi.

5.1.4. Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil penelitian dari 96 sampel yang menjadi responden pada

penelitian ini. Didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki karakteristik

patuh minum obat yaitu sebanyak 49 orang (51,1%).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Wahyu Bintoro dengan judul

“Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan kepatuhan

perencanaan Diit pada pasien diabetes mellitus”, dinyatakan bahwa sebagian besar

responden memiliki kepatuhan yang tinggi yaitu (60%). 7

Kepatuhan pasien adalah perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan

yang diberikan oleh profesional kesehatan. Dari hasil penelitian ini pasien

cenderung mematuhi tujuan terapi dan nasehat yang diberikan petugas kesahatan.

Hal ini menurut peneliti dengan adanya edukasi yang komprehensif yang meliputi

pemahaman tentang penyakit diabetes mellitus, makna dan perlunya pengendalian

dan pemantauan diabetes mellitus serta penyulit diabetes mellitus merupakan

factor pengaruh atau mendukung responden untuk patuh minum obat. Selain itu

adapun faktor penguat yang mempengaruhi kepatuhan adalah dukungan keluarga

dan dukungan edukasi dan konseling dari petugas kesehatan.29 La Greca dan Stone

menyatakan bahwa menaati rekomendasi pengobatan yang dianjurkan doker

merupakan masalah yang sangat penting.22

Page 65: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxv

5.2. Analisis Bivariat

5.2.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa proporsi tingkat

pengetahuan responden tinggi patuh minum obat yaitu sebanyak 18 responden

(64,3%). Dari hasil uji statistic dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai

probabilitas hubugan tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat adalah

sebesar 0,036 atau P <0,05. Maka dari hasil penelitian terdapat hubungan yang

signifikan secara statistic antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum

obat.

Penelitan ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Wahyu Bintoro dengan

judul “Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan perencanaan Diit pada pasien diabetes mellitus dinyatakan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan

melaksanakan terapi Diit. Hal ini menurut peneliti dikarenakan bahwa responden

telah mengerti dengan penyakitnya sendiri didukung dengan banyaknya informasi

yang ada sekarang melalui berbagai media serta adanya nasehat dan edukasi yang

baik dari professional kesehatan.

Pengetahuan merupakan resultan dari akibat penginderaan terhadap suatu

objek. Dalam penelitian ini objek dari peginderaan seseorang adalah prinsip-

prinsip dan unsure- unsure tentang penyakit diabetes yang meliputi pengertian,

penyebab, tanda dan gejalan, dan komplikasi dari penyakit diabetes. Pengetahuan

ini dimaksudkan untku meningkatkan pemahaman dan kemampuan indivisu

dalam melaksanakan terapi diabetes mellitus.

Page 66: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxvi

5.2.2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi sikap responden

kurang patuh minum obat yaitu sebanyak 25 responden (62,5%). Sedangkan

responden yang memiliki sikap yang baik patuh sebanyak 15 responden (50,0%)

dan tidak patuh sebanyak 15 responden (50,0%). Dari hasil uji statistic dengan

menggunakan chi-square didapatkan nilai probabilitas hubugan sikap terhadap

kepatuhan minum obat adalah sebesar 0,112 atau P >0,05. Maka dari hasil

penelitian tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistic antara tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wahyu Bintoro

dengan judul “Hubungan antara Pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga

dengan kepatuhan perencanaan Diit pada pasien diabetes mellitus dinyatakan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan kepatuhan

melaksanakan terapi Diit. Hal ini menurut peneliti dikarenakan bahwa responden

yang mempunyai sikap kurang belum tentu tidak patuh dalam menjalankan terapi

diabetes karena mereka masih mendapatkan edukasi tentang pentingnya terapi

diabetes mellitus dari professional kesehatan. Sesuai dengan definif sikap dalam

konteks ini bahwa merupakan reaksi suatu respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek.

5.2.3. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi perilaku

responden kurang baik patuh minum obat yaitu sebanyak 18 responden (54,5%).

Sedangkan responden yang memiliki perilaku yang sangat baik patuh sebanyak 8

Page 67: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxvii

responden (29,6%) dan tidak patuh sebanyak 19 responden. Dari hasil uji statistic

dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai probabilitas hubugan perilaku

terhadap kepatuhan minum obat adalah sebesar 0,036 atau P <0,05. Maka dari

hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan secara statistic antara tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat.

Perilaku kesehatan merupkan hal- hal yang berkaitan dengan tindakan atau

kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Oleh

karena itu perilaku kesehatan akan mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam

minum obat.

Hasil penelitian ini, bahwa terdapat hubungan antara perilaku dengan

kepatuhan minum obat menurut peneliti oleh karena responden memahami

istruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan mengenai terapi diabetes yang

sudah diberikan dan dapat pula karena petugas kesehatan yang dapat memberi

penjelasan dengan baik mengenai terapi diabetes mellitus kepada responden. Hasil

penelitian ini seperti penelitian oleh Argi Virona Bangun dengan judul “factor-

factor yang berpengaruh terhadap kepatuhan menjalankan terapi Dibetes

mellitus”yang memberikan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki

perilaku yang baik sehingga mematuhi rekomendasi terapi penatalaksanaan

Diabetes Mellitus.

Page 68: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxviii

5.3. Analisis Multivariat

5.3.1.Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Responden dengan Kepatuhan Minum Obat

Analisis multivariate dilakukan untuk mengetahui apaka ada hubungan

antara 3 veriabel yaitu tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kapatuhan

minum obat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa variabel yang

mempunyai nilai RO paling besar adalah tingkat pengetahuan yaitu 1,946.

Sedangkan variable sikap memiliki nilai RO yaitu 0,883 dan perilaku memiliki

nilai RO yaitu 0,616. Nilai ini didapatkan dari hasil uji statistic dengan

menggunakan uji Logistic Regression.

Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif

pasien. Untuk mencapai keberhasilan, dibutuhkan edukasi yang komprehensif

yang meliputi pemahaman tentang penyakit diabetes mellitus, makna dan

perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes mellitus serta penyulit diabetes

mellitus.20 Oleh karena itulah menurut peneliti didapatkan hubungan yang sangat

berpengaruh dengan kapatuhan adalah tingkat pengetahuan.

Page 69: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxix

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Dari hasil penelitian didapatkan karakteristik responden yaitu memiliki

tingkat pengetahuan yang rendah yaitu 37 responden (38,5%), sikap yang

kurang sebanyak 40 responden (42,1%), perilaku kurang baik sebanyak

33 responden (34,4%) dan patuh minum obat sebanyak 49 responden

(51,1%).

2. Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji chi

square yang menganalisa hubungan tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat didapatkan nilai P= 0,036 atau P<0,05. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistic

antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat.

3. Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji chi

square yang menganalisa hubungan sikap dengan kepatuhan minum obat

didapatkan nilai P= 0,112 atau P>0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat.

4. Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji chi

square yang menganalisa hubungan perilaku dengan kepatuhan minum

obat didapatkan nilai P= 0,036 atau P=<0,05 dapat disimpulkan bahwa

Page 70: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxx

ada hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat.

5. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji regression logistic

didapatkan nilai OR yang paling besar adalah tingkat pengetahuan yaitu

1,946 artinya tingkat pengetahuan memiliki hubungan yang paling kuat

dengan kepatuhan minum obat.

6.2. Saran

1. Bagi responden

Diharapkan responden dapat mematuhi dan mengikuti anjuran yang

sudah ditentukan oleh professional kesehatan agar patuh dalam

menjalankan terapi minum obat diabetes mellitus karena dengan

terwujudnya kepatuhan penderita diabetes dalam minum obat maka akan

memberikan kebaikan pesien sendiri untuk dapat memiliki hidup yang

bermakna dan mengurangi komplikasi dari penyakit diabetes.

2. Bagi pihak rumah sakit

Bagi pemberi pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit tabrani agar

dapat menjadikan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan

terutama penyuluhan kesehatan, dibuat majalah ataupun brosur tentang

DM.

3. Bagi peneliti lain

Page 71: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxxi

Agar dapat melakukan enelitian yag lebih baik lagi dalam bidang yang

sama yaitu hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan

kepatuhan minum obat.

4. Bagi institusi pendidikan

Kepada institusi pendidikan diharapkan dapat menerbitkan buku tentang

manajemen DM sehingga dapat berguna sebagai bahan bacaan yang

bermanfaat terutama untuk penderita DM.

Page 72: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxxii

DAFTAR PUSTAKA

1. Soegondo. S, dkk, Penatalaksanaan diabetes terpadu.2002. Jakarta: balai

penerbit FKUI

2. Rubenstein, D. dkk. Kedokteran Klnis.2005.jakarta: Erlangga

3. Kemp, W, dkk. Pathology: the big picture.2008.America: the McGraw-Hill

4. Niven. N, Psikologi Kesehatan, AlihBahasa, Agung W; editor Monica E,

edisikedua, Jakarta EGC: 2002

5. Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rineka

Cipta

6. Sastroasmoro, S, Ismael. S, Dasar- dasar metodologi penelitian klinis. penerbit

sagung seto edsi ke-3. Jakarta, 2008.

7. Wahyu Bintoro, Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Dukungan

Keluarga dengan Kepatuhan Perencanaan DIIT PadaPasien Diabetes Mellitus

di Unit RawatJalan RSU Pandanarang di wilayahKabupatenBoyolali. [Tesis]

Program PascaSarjanaUniversitasSebelasMaret Surakarta. 2008.

8. Argi Virona Bangun, faktor- faktor yang berkontribusi terhadap kepatuhan

pasien DM Tipe 2 dalam konteks asuhan keperawatan di poliklinik endokrin

RSHS Bandung. Tesis program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta,

2009.

9. Gleadle J.2005.At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik,

Jakarta:Erlangga

10. Walter L, Dennis K. The Big Picture. Pathology. America Serikat

11. . Degresi . Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta : Rineka Cipta ; 2005.

12. Cakroprawiro, 2000.Diabetes Mellitus.Penerbit PT EGC. Jakarta

Page 73: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxxiii

13. Fadilah, 2006.KendalikanFaktorResiko. http://www. Keluarga Sehat.com

14. Siswono, 2005.Anemia dan Gizi, PenerbitRineka Cipta. Jakarta

15. Brunner ,suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Jakarta:

EGC

16. Soedojo, Peter. 2004. Pengantar Sejarah dan Filsafat Ilmu Pengethuan Alam,

Yogyakarta: UGM Press

17. Isselbacher K, Braundwald E.harrison Prinsip- prinsip ilmu penyakit dalam

volume 5,jakarta:EGC,2000

18. Norros SL and Engelgau. Effectiveness of Self-Management Training in Type

2 Diabetes; a systematic review of rando, Vol 31, Supplement 2, February

2008 mized control trials. Diabetes Care, Vol. 24, No. 3, pp 561-587, March

2001.

19. American Diabetes Association (ADA). American Diabetes Assosiation’s

Clinical Practise Recommendations 2008. Diabetes Care. Vol 31, No.1. 2008

20. Slamet Suyono, Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku Ajar IIlmu Peyakit

Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.

21. P.B PERKENI. Konsesus Pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia,

2002.

22. Achmad Yoga. Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Mellitus dengn

Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. Karya Tulis Imiah

Program Sarjana Kedokteran Umum Universitas Diponegoro. Semarang,

2001.

Page 74: Skripsi Juwita Kusuma(1)k

lxxiv

23. Dinar Pramilih Rachmawati. Pola Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral

(OHO) Pada Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan

RSUD dr. Moewardi Surakarta. Tesis Program Sarjana Universitas

Muhammadiyah. Surakarta, 2008.

24. Tjokoprawiro Askandar DKK, Diabetes Mellitus, Buku Ajar Penyakit Dalam

Fakultas kedokteran Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo

Surabaya, Cetakan 1, Airlangga University Press, Surabaya, 2007, p. 32-38,

46-70

25. Brown, JB, Harris, SB, Bogaert-Webster, S., Wetmore S, Faulds, C, Stuaart,

M, (2002), The Role Of Patient, Phisician and Systemic Factor in the

Management of Type 2 Diabetes Mellitus,

http://Fampra.oxfordjournals.org/cgi/content/full/19/4/344. (21-6-2008)

26. Budi Santoso, P., Ashari, (2005), Analisis Statistic dengan Microsoft Excel

dan SPSS, Edisi 1,Yogyakarta.

27. Ghozali, 1, (2007), Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS,

Cetakan IV, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro

28. Usman, H dan Akbar, P.S. (2003), Pengantar Statistik, Cetakan ke-3, Jakarta,

Bumi Aksara

29. Banu Hanifah Al Tera, Determinan Ketidakpatuhan Penderita Diabetes

Mellitus Tipe 2 diwilayah Kerja Puskesmas Srondol Kota Semarang, tesis

program studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,

Semarang, 2001.