dengue

44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak 1 . Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan sumber penyebarannya penyakit ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus-menerus, pengasapan (fogging), dan larvasidasi 1 . Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganannya yang terlambat. Demam berdarah dengue 1

Upload: qashdina-sutrisni

Post on 13-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

lapkas

TRANSCRIPT

Page 1: Dengue

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya

semakin meluas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang

anak-anak1.

Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih

banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan sumber

penyebarannya penyakit ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya

dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran

penyakit DBD diperlukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus-

menerus, pengasapan (fogging), dan larvasidasi1.

Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal

karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganannya yang terlambat. Demam

berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever (DHF), dengue fever (DF),

demam dengue (DD), dan dengue shock syndrome (DSS)1.

1

Page 2: Dengue

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Dengue ialah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut, ditularkan oleh

nyamuk spesies Aedes2.

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD dengue haemorragic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik3.

Demam dengue adalah sindrom jinak yang disebabkan oleh beberapa virus yang

dibawa arthropoda, ditandai dengan demam bifasik, mialgia atau artralgia, ruam, leukopenia,

dan limfadenopati4.

Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan,

disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan pada

kasus berat, sindrom syok kehilangan protein4.

B. Epidemiologi

Di banyak negara tropis, virus dengue sangat endemik. Di Asia, penyakit ini sering

menyerang di Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua negara di Asia Tenggara. Sejak 1981,

virus ini ditemukan di Queensland, Australia. Di sepanjang pantai timur Afrika, DBD juga

ditemukan dalam berbagai serotipe. Penyakit ini sering menyebabkan KLB di Amerika

Selatan, Amerika Tengah, bahkan sampai Amerika Serikat sampai akhir tahun 1990-an.

Epidemi dengue di Asia pertama kali terjadi pada tahun 1779, di Eropa pada tahun 1784, di

Amerika Selatan pada tahun 1835-an, dan di Inggris pada tahun 19221.

2

Page 3: Dengue

Di indonesia kasus DBD terjadi di Surabaya 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200

kota di 27 propinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD. Profil kesehatan provinsi Jawa

Tengah tahun 1999 melaporkan bahwa kelompok tertinggi adalah usia 5-14 tahun sebanyak

42% dan kelompok usia 15-44 tahun yang terserang 37%. Data tersebut di dapatkan dari

daftar rawat inap rumah sakit. Rata-rata insidensi penyakit DBD sebesar 6-27 per 100.000

penduduk1.

CFR penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun masih tetap

tinggi. CFR tahun 1968 sebesar 43%, tahun 1971 sebesar 14%, tahun 1980 sebesar 4,8%, dan

tahun 1999 masih di atas 2%1.

Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004 tercatat

17.707 orang terkena DBD di 25 provinsi dengan kematian 322 penderita selama bulan

Januari dan Februari. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali, dan NTB1.

Untuk pertama kalinya, pada bulan maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn

dari Purdue University, Amerika Serikat, melaporkan bahwa struktur virus dengue yang

berbeda dengan struktur virus lainnya telah ditemukan. Permukaan virus ini halus dan

selaputnya ditutupi oleh lapisan protein yang berwarna biru, hijau, dan kuning. Protein

amplop tersebut dinamakan protein E yang berfungsi melindungi bahan genetik di dalamnya1.

C. Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diamaeter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 1063.

Virus dengue termasuk dalam kelompok arbovirus B. Dikenal 4 serotipe virus dengue

yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Sabin adalah orang pertama yang berhasil

mengisolasi virus dengue, yaitu dari darah penderita sewaktu pagi terjadi epidemiologi

3

Page 4: Dengue

demam dengue di Hawaii dengan diberi nama tipe 1, sedangkan jenis virus dari penderita

demam dengue yang berasal dari New Guinea diberi nama tipe 22.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype di

temukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang

antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese enchephphalitis

dan West Nile virus3.

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegepty (di daerah perkotaan) dan

Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah

nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia

(terdapat virus dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan secara

transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya1.

Virus dengue ditularkan oleh nyamuk famili stegomyia. Aedes aegepti, nyamuk

penggigit siang hari, adalah vektor utama, dan semua empat tipe virus telah ditemukan

darinya. Pada kebanyakan daerah tropis Aeded aegypti adalah sangat urbanisasi, berkembang

biak pada penyimpanan air minum atau air mandi atau pada air hujan yang terkumpul pada

berbagai wadah. Virus dengue telah juga ditemukan dari Aedes albopictus, dan wabah di

daerah pasifik telah dianggap berasal dari beberapa spesies Aedes lain.

D. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih di perdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme terjadinya demam

berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue3.

Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang

hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan

4

Page 5: Dengue

menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ

sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang

serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai

peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel

dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur

virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini

menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada

cross protective terhadap serotipe virus lainnya5.

Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu

netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC)

dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody

yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non

netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi

yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS5.

Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih

kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody

dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila

seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses

kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama.

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya,

maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk

pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru

yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang

infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi

IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF);

5

Page 6: Dengue

akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan

menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan

tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat

ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk

akan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif

dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan

perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan

terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies

akibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak

tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah

terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF5.

Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus

tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi

sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan

penyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita

DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG35.

Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, di

antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus

dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada

kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori

antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi penurunan

aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu,

pada 48- 72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue

yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan

mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator

6

Page 7: Dengue

yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai

mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin

bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler5.

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan ( tissue destruction)

yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian

yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolic5.

E. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi

dengue, yaitu:

1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi

2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma

dengan derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites

3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma mendadak

berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.

7

Page 8: Dengue

Gambar 1. Perjalanan penyakit Dengue

F. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue

SSD).

Gambar 2. Manifestasi infeksi virus dengue

8

Page 9: Dengue

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase

kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai

resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.

1. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)

Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan

dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular,

timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering

dijumpai.

2. Demam dengue (DD)

Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &

sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed,

lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.

Pemeriksaan fisik:

Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari

Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher, dan

dada

Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform

Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal,

lengan atas, dan tangan

Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit

yg normal, dapat disertai rasa gatal

Manifestasi perdarahan:

o Uji bendung positif dan/atau petekie

9

Page 10: Dengue

o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna

(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)

3. Demam berdarah dengue

Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan

masa penyembuhan (convalescence, recovery):

a. Fase demam:

Anamnesis: Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang

demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri

tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri

perut.

Pemeriksaan fisik:

o Manifestasi perdarahan

Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi

perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.

Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.

Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.

Epistaksis, perdarahan gusi

Perdarahan saluran cerna

Hematuria (jarang)

Menorrhagia

o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi

10

Page 11: Dengue

hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.

Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,

perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),

hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan

plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga

peritoneal terjadi selama 24-48 jam.

b. Fase kritis:

Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa

transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence)

ditandai dengan:

Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar

Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada

dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus =

RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.

Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g%

yang merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma

Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis,

nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi

≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary

refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat

badan/jam), sampai anuria.

Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan

elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak

dapat segera diatasi.

c. Fase penyembuhan (convalescence, recovery):

11

Page 12: Dengue

Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan

kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum

dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial

rash seperti pada DD.

4. Expanded dengue syndrome

Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati,

ginjal, otak,dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi

penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.

G. Diagnosis

Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO, 2011).

Kriteria klinis

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari

Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena

Pembesaran hati

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg),

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

12

Page 13: Dengue

Kriteria laboratorium

Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)

Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ³ 20% dari nilai dasar /

menurut standar umur dan jenis kelamin

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan:

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/

peningkatan hematokrit³20%.

Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma

Dijumpai tanda perembesan plasma

o Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)

o Hipoalbuminemia

Perhatian

o Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,

mendukung diagnosis DSS.

o Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui

klasifikaasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel berikut:

13

Page 14: Dengue

Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD:

Derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji

torniket + (positif)

Derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain

Derajat III yang ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan

lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik

menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit

lembab dan pasen tampak gelisah.

Derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi

tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

H. Komplikasi

1. Demam Dengue

Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan

trauma.

2. Demam Berdarah Dengue

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.

14

Page 15: Dengue

Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.

Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian

cairan pada masa perembesan plasma.

Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat

(DIC, kegagalan organ multipel).

Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok

berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai.

H. Diagnosis banding

Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam dengue dan

penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan dengan

campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam tifoid, perlu ditanyakan

gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan laboratorium diperlukan

sesuai indikasi.

Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik (ITP), leukemia, atau

anemia aplastik, dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium darah tepi lengkap

disertai pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan.

Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu difikirkan apabila anak

mengalami demam disertai syok.

I. Pemeriksaan penunjang

1. Rumplee Leed Test

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita

DHF. Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk

15

Page 16: Dengue

mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dengan cara membuat

lingkaran pada volar lengan bawah diameter 2,5-2,8 cm kemudian menentukan

tekanan darah sistolik dan diastolik . Jumlahkan sistolik dan diastolik kemudian

hasil penjumlahan dibagi 2. Pertahankan tekanan pada hasil pembagian selama 5-

10 menit. Hasil positif bila ditemukan petekie >10.

2. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menepis pasien tersangka

demam dengue. Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

Leukosit: dapat normal atau menurun.

Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai

pada hari ke-3 demam.

Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan

transfusi darah atau komponen darah.

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,

menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi

pada hari ke-14, pada infeksi sekunder mulai terdeteksi hari ke-2.

Uji serologi IgM dan IgG anti dengue

o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5

sakit, mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan

menurun/ menghilang pada akhir minggu keempat sakit.

16

Page 17: Dengue

o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi

pada hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4

tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan

terdeteksi pada hari sakit ke-2.

o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer

dari infeksi sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2

menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG rasio <1,2

menunjukkan infeksi sekunder.

3. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas

indikasi:

Distres pernafasan/ sesak

Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat

kelainan radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai

20%-40%

Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai

edema paru karena overload pemberian cairan.

Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama

daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri,

17

Page 18: Dengue

kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.

Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding

vesika felea, dan dinding buli-buli.

J. Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan

plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.

Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa,

tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini terhadap tanda – tanda

syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian (IDAI, 2012).

Tanda kegawatan

Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi

dengue, seperti berikut.

18

Page 19: Dengue

Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke

fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit

Muntah yg menetap, tidak mau minum

Nyeri perut hebat

Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak

Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang

hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria

Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)

Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab

Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam

Monitor perjalanan penyakit DD/DBD

Parameter yang harus dimonitor mencakup,

Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain

Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta

mudah dan cepat utk dilakukan

Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4

jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.

Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering

pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.

Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien

dengan syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.

Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)

Indikasi pemberian cairan intravena

19

Page 20: Dengue

Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah

Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral

Ancaman syok atau dalam keadaan syok

Prinsip umum terapi cairan pada DBD

Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.

Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada

respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.

Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan

cairan intravaskular yang adekuat.

Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk

menghitung volume cairan.

Tabel 3. Cairan yang dibutuhkan berdasarkan berat badan

Berat badan CairanCairan rumatan Berat badan Cairan Cairan rumatan

ideal (kg) rumatan+ 5% defisit (ml) ideal (kg) rumatan

+ 5% defisit (ml)

(ml) (ml)5 500 750 35 1800 3550

10 1000 1500 40 1900 390015 1250 2000 45 2000 425020 1500 2500 50 2100 460025 1600 2850 55 2200 495030 1700 3200 60 2300 5300

Sumber: Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid therapy. Pediatrics 1957;19:823

Tabel 4. Kecepatan cairan intravena

Keterangan Kecepatan cairan (ml/kg/jam)

Setengah rumatan /2 1.5Rumatan (R) 3Rumatan + 5% defisit 5Rumatan+ 7% defisit 7Rumatan+ 10% defisit 10

20

Page 21: Dengue

Sumber:World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.

Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.

Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak dianjurkan

Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada

perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS

yang terdiri dari, A – Acidosis: gas darah, B – Bleeding: hematokrit, C – Calsium:

elektrolit, Ca++ dan S – Sugar: gula darah (dekstrostik)

Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit

Fase Demam

Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral

apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam

Medikamentosa

o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.

o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya

antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.

o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan

saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.

o Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

Supportif

o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit

21

Page 22: Dengue

o Diberikan untuk 48 jam atau lebih

o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai

keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit

Fase Kritis

Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +

deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.

Gambar 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II

22

Page 23: Dengue

Gambar 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokons entrasi = 20%.

23

Page 24: Dengue

DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)

Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat

cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III

Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan

bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil

laboratorium yang tidak normal

Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review

hematokrit sebelum resusitasi)

Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat /

jalur arteri)

Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah

24

Page 25: Dengue

Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila

pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau

setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian

cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit.

Perdarahan hebat

Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah

segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila

darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg

darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi.

Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat

digunakan.

Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense

trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat

menyebabkan kelebihan cairan.

DBD ensefalopati

DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak.

Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian

ensefalopati harus diulang setelah syok teratasi.

Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran menurun atau

kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok

Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat dengan terapi oksigen.

25

Page 26: Dengue

Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati maka,

Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,

Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume

intravaskular, total cairan intravena tidak boleh >80% cairan rumatan

Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit terus

meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus dengan

perembesan plasma yang hebat.

Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan cairan

Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat.

Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan melindungi jalan napas.

Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intrakranial,

dengan pemberian deksametasone 0,15mg/kg berat badan/dosis

intravena setiap 6-8 jam.

Menurunkan produksi amonia

Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare

osmotik.

Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan

pemberian

Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang

dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.

Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit

Vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5 tahun: 5mg, >5

tahun:10mg. o Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau diazepam IV sesuai

indikasi.

26

Page 27: Dengue

Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah lain

seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan karena

kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Terapi antibiotik empirik apabila disertai infeksi bakterial.

Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa proton untuk mencegah

perdarahan saluran cerna.

Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat dimetabolisme

di hati.

Hemodialisis pada kasus perburukan klinis dapat dipertimbangkan.

Fase Recovery

Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap

12-24 jam.

I. Pencegahan

Kegiatan ini meliputi:

1. Pembersihan jentik

a. Penggerakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan 3M (menutup dan

menguras tempat penampungan air bersih, mengubur barang bekas, dan

membersihkan tempat yang berpotensi bagi perkembangbiakan nyamuk).

b. Larvasidasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau menguburkan

larvasidasi ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik Aedes.

c. Menggunakan ikan ( ikan kepala timah, cupang, sepat).

27

Page 28: Dengue

2. Pencegahan gigitan nyamuk

a. Menggunakan kelambu.

b. Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles).

c. Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju).

d. Penyemprotan (fogging focus), yaitu kegiatan menyemprot dengan insektisida

(malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW per

400 rumah per 1 dukuh.

Indikasi untuk pulang

Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut:

Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik

Nafsu makan telah kembali

Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur

Diuresis baik

Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok

Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites

Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah

trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

28

Page 29: Dengue

DAFTAR PUSTAKA

Karyati, M R. Diagnosa dan tatalaksana terkini dengue. Divisi Infeksi dan Pediatri

Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUPN Cipto Mangun Kusumo. FKUI

World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive

Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.

India: WHO; 2011

Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi penularan, pencegahan & pemberantasan.

Edisi kedua. 2011

Suhendro dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue. Jilid III.

Edisi V. 2009

29