dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien...
TRANSCRIPT
1
Hubungan Insomnia Dengan Peningkatan Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes
Mellitus (DM) Di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi
Edy Suratno1 Wahyuningsih Safitri2 Ariyani3
1) Mahasiswa Prodi S-1 STIKes Kusuma Husada Surakarta
2) Program Studi S-1 STIKes Kusuma Husada Surakarta
3) Program Studi S-1 STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK
Gangguan tidur pada pasien diabetes mellitus menyebabkan meningkatnya
aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA) dan sistem saraf simpatis. yang dapat
merangsang pengeluaran hormon seperti ketokolamin dan kortisol yang menyebabkan
gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin yang akhirnya menyebabkan
DM.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur (insomnia)
dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien dengan Diabetes Mellitus di
ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi
Rancangan penelitian yang digunakan ialah korelasi dengan pendekatan case
control. Teknik sampling dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 106 orang.
Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi rank spearman.
Kesimpulan dalam penelitian ini ialah ada hubungan antara insomnia dengan
peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moewardi, dengan tingkat hubungan cukup kuat, dengan p-value sebesar 0,000 dan r hitung
sebesar 0,516. Peningkatan kadar gula darah pada pasien DM yang mengalami insomnia
disebabkan adanya gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin.
Kata Kunci : Pasien DM, kadar gula darah puasa, insomnia
ABSTRACT
Sleep disorders of the diabetes mellitus patients cause the increase of Hipotalamus
Pituitary Adrenal (HPA) activities and sympathetic nervous system. This stimulates
secretion of catecholamine and cortisol, which cause impaired glucose tolerance and
insulin resistance which finally causes DM. The objective of this research is to investigate
the correlation between the insomnia and the fasting blood sugar increase on the diabetes
mellitus patients at the Inpatient Room of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta.
This research used the correlational method with the case control approach. The
samples of the research consisted of 106 patients. They were taken by using the purposive
sampling technique. The data of research were analyzed by using the Spearman’s Rank
Correlation.
The result of the research shows that there was a strong correlation between the
insomnia and the fasting blood sugar increase on the diabetes mellitus patients at the
Inpatient Room of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta as indicated by the p-
value = 0.000 and the value of r count = 0.516. The fasting blood sugar increase on the
DM patients with insomnia was caused by the impaired glucose tolerance and insulin
resistance.
Keywords: DM patients, fasting blood sugar, insomnia
2
1. PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus adalah suatu
kelompok heterogen penyakit yang
gambaran umumnya adalah
hiperglikemia (Robbins, 2004). Tidur
dan istirahat merupakan kebutuhan dasar
yang dibutuhkan oleh setiap manusia
untuk melakukan proses pemulihan
untuk mengembalikan stamina tubuh
hingga berada dalam kondisi yang
optimal. Setiap individu mempunyai
kebutuhan istirahat dan tidur yang
berbeda dan jika dilakukan secara baik
dan teratur akan memberikan efek yang
bagus terhadap kesehatan. Kebutuhan
istirahat dan tidur pada individu yang
sakit sangat diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan
(Asmadi, 2008).
Seseorang dapat mengalami
masalah gangguan tidur misalnya
kesulitan untuk mulai tidur atau
mempertahankan tidurnya, atau terlalu
cepat bangun. Kondisi ini disebut
dengan insomnia. Akibatnya insomnia
adalah tubuh akan mengalami stress
fisik dan dapat berisiko menderita
penyakit degeneratif antara lain
Diabetes Mellitus(Cauter, 1997).
Menurut WHO tahun 2012,
terdapat lebih dari 200 juta orang
dengan diabetes mellitus di dunia.
Angka ini akan bertambah menjadi 333
juta orang di tahun 2025. Negara
berkembang seperti Indonesia
merupakan daerah yang paling banyak
terkena pada abad 21. Indonesia
merupakan negara dengan jumlah
penderita Diabetes Mellitus ke 4
terbanyak di dunia, setelah Cina, India,
dan Amerika Serikat (Soegondo, dan
Sukardji, 2011).
Diabetes Mellitus menduduki peringkat
nomor lima pada 10 besar penyakit
rawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada
tahun 2011. Dari data rekam medis
RSUD Dr. Moewardi pada bulan
Oktober 2014 sampai dengan bulan
Desember 2014 tercatat 512 pasien yang
dirawat dengan Diabetes Mellitus.
Perubahan hormonal yang terjadi
terkait dengan gangguan tidur dapat
disebabkan adanya aktivitas
Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA)
dan sistem saraf simpatis. Aktivitas
Hipotalamus Pituitary Adrenal dan
sistem saraf simpatis dapat merangsang
pengeluaran hormon seperti ketokolamin
dan kortisol yang menyebabkan
gangguan toleransi glukosa dan
resistensi insulin yang akhirnya
menyebabkan DM (Taub & Redeker,
2008). Pasien dengan Diabetes Mellitus
yang mengalami gangguan tidur dapat
beresiko terjadi peningkatan gula darah (
Stuart & Sundeen, 1998 ).
Menurut Parish (2009), ganguan
tidur merupakan masalah umum yang
3
terjadi pada pasien yang mengalami
suatu penyakit seperti DM dan
sebaliknya DM juga dapat menimbulkan
gangguan tidur akibat adanya keluhan
nocturia dan nyeri.
Pada pasien DM dengan kadar gula
yang abnormal dan masih tidak
terkontrol, atau disertai dengan penyakit
atau penyulit yang lain memerlukan
perawatan di Rumah Sakit. Hospitalisasi
dapat mengganggu psikologi seseorang
karena tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan barunya ( Supartini, 2004).
Berdasarkan obsevasi awal pada
tanggal 29 Desember 2014, terhadap 5
pasien DM menunjukkan peningkatan
gula darah 50 mg/dl sampai dengan 100
mg/dl, jika dibandingkan dengan hasil
pemeriksaan malam sebelumnya. Hasil
wawancara dengan pasien tersebut
menyatakan bahwa gula darah
meningkat karena sulit memulai tidur
ataupun terbangun dari tidur lebih awal.
Oleh karena itu peneliti akan meneliti
tentang hubungan insomnia dengan
peningkatan gula darah puasa
(nocturnal) pada pasien Diabetes
Mellitus di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moewardi .
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
oleh peneliti ialah kuantitatif non
eksperimental. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah korelasi dengan
pendekatan case control, yakni suatu
penelitian survey analitik yang
menyangkut bagaimana factor resiko
dipelajari dengan menggunakan
pendekatan retrospective. Rancangan
dalam penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara insomnia dengan
peningkatan gula darah puasa
(nocturnal) pada pasien DM di ruang
rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien DM baik tipe I
ataupun tipe II di ruang rawat inap
RSUD Dr. Moewardi pada bulan
Desember 2014 terdapat 145 pasien,
maka sampel yang digunakan sebanyak
106 orang. Pengambilan sampel
dilakukan dengan non probability
sampling. Teknik yang dipakai
purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono. 2003).
Tempat penelitian dilakukan di
ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
Dan waktu penelitian dimulai pada
bulan 2 Maret 2015 sampai dengan 18
Agustus 2015.
Alat penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Pengukuran terhadap penurunan tingkat
insomnia menggunakan lembar
kuesioner KSPBJ (Kelompok Studi
Psikiatri Biologi Jakarta), Insomnia
4
Rating Scale yang berjumlah 11
pertanyaan. Alat ukur kadar gula darah
dengan memakai Glukometer yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai,
ditambah alat pelengkap seperti kapas
alkohol, stik gula darah, lancet (Perkeni,
2006).
Analisa bivariat dilakukan untuk
mengetahui hubungan insomnia dengan
peningkatan gula darah puasa pada
pasien DM di ruang rawat inap RSUD
Dr. Moewardi. Analisa data dilakukan
dengan product moment dan apabila
data berdistribusi tidak normal, analisa
data yang dilakukan dengan Rank
Spearman. (Dahlan, 2001). Jika p value
0,05 berarti ada hubungan antara
insomnia dengan peningkatan gula darah
puasa (nocturnal) pada pasien DM di
RSUD Dr. Moewardi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Deskripsi Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan terhadap
106 pasien DM baik tipe I ataupun tipe
II di ruang rawat inap RSUD Dr.
Moewardi. Sebelum dilakukan analisis
data, terlebih dahulu ditampilkan
karakteristik responden sebagai berikut.
1) Karakteristik Responden Menurut
Jenis Kelamin
Tabel. 4.1. Distribusi Frekuensi
Responden Menurut Jenis Kelamin di
RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni
2015 ( n = 106 )
No J.K. Frek (%)
1. Perempuan 73 68,9%
2. Laki-laki 33 31,1%
Jumlah 106 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015
2) Karakteristik Responden Menurut
Umur
Tabel. 4.2. Distribusi Frekuensi
Responden Menurut Umur di RSUD dr.
Moewardi pada Bulan Juni 2015( n =
106 ).
No Umur Frekuensi (%)
1. 40-50 th 29 27,4%
2 51-60th 28 26,4%
3 61-70th 37 34,9%
4 71-80th 12 11,3%
Jumlah 106 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015
3) Karakteristik Responden Menurut
Lama Menderita DM
Tabel. 4.3. Distribusi Frekuensi Responden
Menurut Lama Menderita DM di RSUD dr.
Moewardi pada Bulan Juni 2015 (n = 106 ).
No. LamaDM Frekuensi (%)
1. 1- 2 tahun 39 36,8%
2. 3 - 4 tahun 52 49,1%
3. 5 tahun keatas 15 14,2%
Jumlah 106 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015
b. Distribusi Frekuensi Tingkat
Insomnia
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi
Responden dengan Insomnia di RSUD
dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 (n =
106 ).
Nilai Min Maks Mean SD
Skor 20,00 32,00 21,84 2,74
Sumber: Data diolah, tahun 2015
c. Distribusi Frekuensi Kadar Gula
Darah Puasa
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kadar
Gula Darah Sebelum dan Sesudah Tidur
di RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni
2015 (n =106)
5
Nilai Min Mak Mean SD
sblm tidur 80 500 168,76 73,65
stlh tidur 105 412 175,92 61,16
Sumber: Data diolah, tahun 2015
d. Hasil Uji Korelasi
Selengkapnya hasil analisis
korelasi Rank Spearman adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.7. Hasil Uji Korelasi Rank
Spearman
Variabel r hitung p-value
Ins.dgn ↱KGD 0,516 0,000
Sumber: Data diolah, tahun 2015
e. Karakteristik Responden
1) Distribusi Frekuensi Responden
Menurut Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi responden
menurut jenis kelamin sebagaimana
tabel diatas menunjukkan sebagian besar
adalah perempuan yaitu sebanyak 73
responden (68,9%) dan sisanya laki-laki
sebanyak 33 responden (31,1%).
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden adalah perempuan, hal
ini dapat dinyatakan bahwa perempuan
memiliki resiko diabetes mellitus lebih
tinggi dibandingkan laki-laki.
Penelitian ini sesuai dengan
penelitian Jelantik (2014) menunjukkan
sebagian besar respondennya dengan
DM yang berjenis kelamin perempuan,
yaitu sejumlah 60 orang (60%).
Penelitian lain dilakukan Trisnawati
dan Setyorogo (2012). tentang faktor
risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2,
dimana penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng adalah jenis
kelamin ( perempuan sejumlah 18 atau
62.1% ), umur, riwayat DM, aktifitas
fisik, Indeks Massa Tubuh, tekanan
darah, stress dan kadar kolesterol.
Wanita lebih berisiko mengidap diabetes
karena secara fisik wanita memiliki
peluang peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar. Sindroma siklus
bulanan (premenstrual syndrome),
pasca-menopouse yang membuat
distribusi lemak tubuh menjadi mudah
terakumulasi akibat proses hormonal
tersebut sehingga wanita berisiko
menderita diabetes mellitus tipe2
(Irawan, 2010).
2) Distribusi Frekuensi Responden
Menurut Umur
Distribusi frekuensi responden
menurut umur menunjukkan sebagian
besar responden berumur 61-70 tahun
yaitu sebanyak 37 responden (34,9%).
Adib (2011) menyatakan bahwa
DM Tipe 2 bisa terjadi pada anak-anak
dan orang dewasa, tetapi biasanya
terjadi setelah usia 30 tahun. Masyarakat
yang merupakan kelumpok berisiko
tinggi menderita DM salah satunya
adalah mereka yang berusia lebih dari
45 tahun. Prevalensi DM akan semakin
meningkat seiring dengan makin
6
meningkatnya umur, hingga kelompok
usia lanjut (Bustan, 2007).
3) Distribusi Frekuensi Responden
Menurut Lama Menderita DM
Distribusi frekuensi responden
menurut lama menderita DM
menunjukkan sebagian besar mengalami
DM selama 3-4 tahun yaitu sebanyak 52
responden (49,1%), selanjutnya 1 – 2
tahun sebanyak 39 responden (36,8%),
dan 5 tahun keatas sebanyak 15
responden (14,2%).
Penelitian Delang (2006),
menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik antara
lama menderita DM terhadap derajat
komplikasi yang ditimbulkan yaitu
Retino Diabetika dengan tingkat
kemaknaan p = 0,019 (p = 0,05), pada
lama menderita DM 5 – 9 th didapatkan
28 orang (50,91%) dan pada lama
menderita DM ≥ 10 th didapat 27 orang
(49,09%).
f. Tingkat Insomnia
Distribusi frekuensi responden
menurut skor insomnia menunjukkan
skor terendah adalah 20, skor tertinggi
32, rata-rata 21,83. Berdasarkan skor
insomnia menunjukkan semua
responden mengalami insomnia.
Kejadian insomnia responden
menunjukkan sebagian besar mengalami
insomnia. Kondisi ini disebabkan
beberapa faktor antara lain kecemasan
yang dialami oleh pasien selama
hospitalisasi serta adanya penyakit yang
dialami oleh responden. Ida (2011) yang
meneliti faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian insomnia pasien gagal
ginjal di RSUD Daerah Kota
Tasikmalaya dan Garut menunjukkan
bahwa kecemasan merupakan faktor
yang dominan berhubungan dengan
kejadian insomnia. Pasien yang
mengalami kecemasan berat memiliki
risiko 3,3 kali untuk mengalami
insomnia dibandingkan pasien yang
mengalami kecemasan ringan. Lama
waktu hemodialisis juga merupakan
faktor yang berhubungan dengan
insomnia, dimana pasien yang menjalani
hemodialisis dalam waktu lama
memiliki risiko 2,477 kali untuk
mengalami insomnia dibandingkan
pasien yang baru menjalani hemodialisa.
Sebuah diagnosa pada insomnia
dikonfirmasi jika ada keluhan tidur atau
masalah siang hari terkait penyebab dari
stres atau penurunan fungsional minimal
selama 1 bulan (Roth et al., 2010).
g. Peningkatan Kadar Gula Darah
Data kadar gula darah sebelum
tidur menunjukkan skor terendah adalah
80 mg/dl, skor tertinggi 500 mg/dl, rata-
rata 168 mg/dl, dan standar deviasi
73,65 mg/dl. Selanjutnya sesudah tidur
diperoleh kadar gula darah terendah 105
7
mg/dl, tertinggi 412 mg/dl, rata-rata 175
mg/dl
Diabetes tipe 2 merupakan
kelompok penyakit diabetes dengan
karakteristik peningkatan kadar gula
darah (hiperglikemia) akibat gangguan
sekresi insulin, aktivitas insulin atau
keduanya. Secara normal, glukosa
bersirkulasi di dalam darah. Sumber
utama gula adalah hasil absorpsi
makanan di saluran pencernaan dan dari
pembentukan glukosa oleh hati dari
substansi makanan (Brunner and
Suddarth’s, 2000). Insulin, merupakan
hormone yang dihasilkan oleh pankreas,
mengontrol kadar gula darah dengan
pengaturan produksi dan penyimpanan
glukosa. Pada keadaan diabetes, sel-sel
kemungkinan menghentikan respon
terhadap insulin atau pancreas
menghentikan produksi insulin.
Pasien DM memiliki
kecenderungan untuk mengalami
peningkatan kadar gula darah. Beberapa
faktor yang berhubungan dengan kadar
gula darah pasien DM antara lain olah
raga, asupan makanan, interaksi antara
pituitary, andrenal gland, pancreas dan
liver yang diakibatkan oleh adanya
stress dan pengobatan obat-obatan, serta
pertambahan usia (Arisman, 2011).
h. Hubungan Antara Insomnia Dengan
Peningkatan Gula Darah Puasa
(Nocturnal) Pada Pasien DM di
Ruang Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi
Berdasarkan hasil pemeriksaan
diketahui ada hubungan yang cukup
kuat dan positif antara insomnia dengan
peningkatan gula darah puasa
(nocturnal) pada pasien DM di ruang
rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
Tidur merupakan dasar
pemeliharaan dan adaptasi fungsi tubuh
selain untuk menyediakan energi dan
untuk kegiatan berikutnya dan
pemulihan, tidur juga memungkinkan
terjaganya kebugaran dan pikiran.
Selama periode tidur otak
mempertahankan kemampuan memori
jangka panjang, mengintegrasikan
informasi yang baru dan memperbaiki
jaringan otak melalui memperbaharui
jaringan, sel saraf dan biokimia.
Gangguan tidur juga berhubungan
dengan perubahan fungsi hormonal
akibat adanya aktivitas system syaraf
simpatik dan jalur hipotalamus-pituitari-
andreal yang menyebabkan sekresi
beberapa hormon yang dapat
mempengaruhi toleransi glukosa dan
resistensi insulin (Taub dan Redeker,
2008).
Penurunan toleransi glukosa dapat
terjadi selama periode tidur, dimana
8
pada periode tersebut terjadi
peningkatan kadar glukosa darah dan
peningkatannya berkisar antara 20-30%.
Selama periode tidur otak sangat sedikit
menggunakan glukosa sebagai energi
dan ditandai dengan adanya penurunan
aktivitas syaraf simpatik serta adanya
peningkatan irama vagal (Spiegel,
Tasali, Leprotlt & Cauter, 2009).
Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya peningkatan kadar gula pada
pasien insomnia. Penelitian oleh Arifin
(2011), yang menyatakan ada hubungan
kualitas tidur dengan kadar glukosa
darah pasien DM tipe 2, yaitu dengan
nilai p-value 0,000 dengan arah
hubungan adalah positif, yang berarti
bahwa kualitas tidur yang buruk akan
meningkatkan kadar gula darah pada
pasien DM .
4. SIMPULAN
a. Tingkat insomnia pasien DM di ruang
rawat inap RSUD Dr. Moewardi
sebagian besar adalah insomnia ringan.
b. Kadar gula darah puasa pada pasien
Diabetes Mellitus di ruang rawat inap
RSUD Dr. Moewardi sebagian besar
mengalami peningkatan
(hiperglikemia).
c. Ada hubungan antara insomnia dengan
peningkatan kadar gula darah puasa
(nocturnal) pada pasien DM di ruang
rawat inapRSUD Dr. Moerwardi (r
hitung = 0,516, p-value = 0,000), dengan
tingkat hubungan cukup kuat.
5. SARAN
a. Bagi Rumah Sakit dan Masyarakat
Rumah sakit diharapkan untuk
melakukan upaya-upaya penurunan
insomnia pasien, misalnya dengan
melakukan support information dan
meningkatkan kenyamanan ruang
perawatan.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian tentang hubungan
insomnia dengan peningkatan gula darah
puasa pada pasien DM pada ruang rawat
inap ini dapat digunakan sebagai acuan
dalam proses belajar mengajar,
khususnya saat praktik di rumah sakit.
c. Bagi Peneliti Lain
Peneliti selanjutnya hendaknya
meneliti terkait faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan peningkatan kadar
gula darah pasien DM, misalnya pola
makan, pola istirahat dan pengobatan,
sehingga diketahui faktor manakah yang
paling dominan berhubungan dengan
peningkatan kadar gula darah pasien
DM.
d. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui bahwa
ada hubungan antara insomnia dengan
peningkatan gula darah puasa pada
pasien DM yang dirawat di ruang rawat
inap RSUD dr. Moewardi, sehingga
9
dapat menjadi acuan bagi peneliti untuk
memberikan asuhan keperawatan pada
pasien DM yang mengalami insomnia,
dengan memberikan support
information terkait pola tidur yang baik,
meningkakan hygiene tidur, dan lainnya.
REFERENSI
Adib, M. (2011). Pengetahuan Praktis
Ragam Penyakit Mematikan Yang
Paling Sering Menyerang Kita.
Buku Biru. Yogyakarta.
Arifin, Z. (2011). Analisis Hubungan
Kualitas Tidur Dengan Kadar
Glukosa Darah Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit
Umum Propinsi Nusa Tenggara
Barat. Thesis Pasca Sarjana.
Universitas Indonesia. Depok.
Arisman, S. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta
: Rineka Cipta.
Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural
Keperawatan: Konsep Dan
Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.
Bunner & Suddarth. (2001).
Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Bustan, M. N., (2007). Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular. Jakarta :
Rineka Cipta.
Cauter, Eve Van. (1997). Sleep Quality
And Endocrine Markers Of Sleep
Quality. Dari :
Http://Www.Masces.Ucsf.Edu/All
ostatic/Notebook/Sleep.Htm.
Dahlan, Sopiyudin M. (2013). Statistik
Untuk Kedokteran Dan Kesehatan
Diskriptif, Bivariat Dan
Multivariat Dilengkapi Aplikasi
Dengan Menggunakan Spss.
Jakarta: Salemba Medika.
Delang, Santy Flora D. (2006).
Hubungan Kadar Gula Darah
Dan Lama Menderita Diabetes
Dengan Derajat Retinopati
Diabetika Di RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Artikel Karya Ilmiah.
FK UNDIP. Semarang.
Jelantik, I.G., (2014). Hubungan Faktor
Risiko Umur, Jenis Kelamin,
Kegemukan Dan Hipertensi
Dengan Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mataram. Media Bina
Ilmiah. Vol. 8. No. 1.
Perkeni, (2006). Konsensus Pengelolaan
Dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Indonesia.
Jakarta: Penerbit Perkeni.
Soegondo, Dan Sukardji, (2011).
Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu. Jakarta: FKUI.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. (1998).
Buku Saku: Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2004). Statistik Untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Taub, M.L., Redeker, S.N. (2008). Sleep
Disorder, Glucose Regulation
And Type 2 Diabetes. Biology
Research Nursing. Volume 9.
Trisnawati, S.K.,Setyorogo,S. (2012).
Faktor Resiko Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng Jakarta
Barat Tahun 2012. Jakarta Barat.