demam typhoid
DESCRIPTION
Kompendium demam typhoidTRANSCRIPT
KOMPENDIUM KASUS DEMAM TIFOID
DIAGNOSIS DEMAM TIFOIDLEVEL KOMPETENSI
4A
DEFINISI • Definisi : Penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonellatyphiatau paratyphiA/ B/ C pada ileumdengan gejala demam > 7 hari dengan gangguan saluran cernadengan/tanpa gangguan kesadaran
ETIOLOGI Bakteri batang gram negatif genus Salmonella.
ANAMNESIS , PEMERIKSAAN FISIK
• Anamnesis• Demam remittent 5 hari yang lalu terutama malam hari.
(step ladder)• Cephalgia bagian frontal, nausea, anorexia, myalgia,
obstipasi sejak 3 hari yang lalu.• Pemeriksaan fisik • Keadaan umum : sakit sedang, apatis, demam • Hepatomegali • Pemeriksaan laboratorium • Leukopenia, limfositosis relatif, LED meningkat.• Proteinuria • IgM S. typhi reaktif.• Widal titer TO : 160
PATOGENESIS 1. Bakteri menggunakan sistem sekresi tipe III untuk memasukkan protein ke dalam sel host à induksi endositosis oleh sel non fagositik
2. Salmonella bereproduksi di dalam vesikel endositik 3. Membunuh sel host4. Memasuki pembuluh darah kapiler àbakteremia 5. Infeksi sistemik
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIK Tipe demam step ladder (meningkat di sore-malam hari tapi turun di pagi hari. Puncak suhu tertinggi meningkat progresif dari hari ke hari)
Trias typhoid : demam, sakit kepala, gangguan pencernaan Masa inkubasi : 8-14 hari Minggu pertama : bacteremia Minggu kedua : splenomegali & fokus nekrosis di hepar Minggu ketiga : ulserasi usus dan ulserasi plaque Peyeri
disertai pendarahan 1-5% penderita à carrier (Salmonella typhi terdapat di
empedu)
Pembagian gejala klinis menurut WHO: Acute non-complicated disease
• Demam • Batuk kering • Gangguan pencernaan • Sakit kepala
• Malaise• Anorexia• 25% àroseolae
Complicated disease• Demam semakin tinggi • 3% melena • 3% perforasi usus • Nyeri abdomen RLQ• ↑ nadi • Hipotensi • Défense musculaire • Free air pada pemeriksaan radiologi abdomen
PEMERIKSAAN PENUNJANG (PP)
• Hematologi
• Gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia
• Leukopenia 4000-6000/mm3 (2mg pertama sakit), turun lagi pada 2 mg berikutnya 3000-5000/mm3
• Jika jumlah leukosit >10.000/mm3, kemungkinan menunjukkan adanya komplikasi perforasi atau proses supuratif.
• Didapatkan anemia pada komplikasi perdarahan.
• Mikrobiologi
• Kultur S.typhi dari bahan pemeriksaan darah yang dilakukan dalam minggu pertama hingga 10 hari pertama demam.
• Bahan pemeriksaan untuk minggu pertama adalah darah, minggu kedua adalah urine, minggu ketiga dan keempat adalah feses
• Relaps tifoid :Kultur S.thphii menjadi positif kembali setelah 1-2minggu penderita dinyatakan sembuh.
• Immunoserologi (Uji Widal)
• Menentukan titer aglutinin penderita terhadap antigen O dan H S. typhi atau S.paratyphi
• Positif jika :
• Pada hasil pemeriksaan kedua menunjukkan kenaikan titer 4x dari bahan pemeriksaan pertama (bahan pemeriksaan diambil dengan interval waktu 1 minggu).
• Pada pemeriksaan pertama baik titer terhadap antigen O dan/atau H ≥ 160
(1/160).
• Antigen yang digunakan pada pemeriksaan Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
• Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
• Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama, kemudian meningkat secara cepat mencapai puncak pada minggu ke-4 dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
• Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H.
• pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
• Pemeriksaan widal tidak dapat digunakan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
• Keuntungan : Praktis dan hasilnya cepat
• Kerugian penegakan diagnosis butuh waktu cukup lama
• Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan Widal, yaitu:
Pengobatan dini dengan antibiotic Gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian
terapi kortikosteroid Waktu pengambilan darah Daerah endemik / non-endemik Riwayat vaksinasi Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer
aglutinin akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
o Kultur Darah
Salmonella positif memastikan diagnosis demam tifoid, tetapi hasil kultur negatif tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagal berikut:
Penderita telah mendapat terapi antibiotik, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat dan hasil mungkin negatlf
Volume bahan pemeriksaan (BP) darah yang kurang (perlu ± 5 cc darah). Bila darah yang dibiak
terlalu sedikit hasil kultur bisa negatif. BP darah sebaiknya diambil secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman.
Riwayat vaksinasi, vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif
Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.
o Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang sensitif untuk deteksi dini infeksi akut Salmonella typhi, yaitu untuk pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM yang timbul paling awal hari ke 3-4 setelah onset demam
mempunyai tingkat sensitivitas > 95% dan spesifisitas > 93%.
Prinsip Pemeriksaan Tubex: mendeteksi antibodi IgM spesifik Salmonella typhi yang terdapat dalam serum penderita dengan metode Inhibition Magnetic Binding Immunoassay (IMBI) in vitro menggunakan V-shape Reaction Well yang diinterpretasi secara semikuantitatif
Tujuan : mendeteksi antibodi terhadap antigen lipopolisakarida yang sangat spesifik terhadap bakteri/ antigen Salmonella typhii
Keuntungan : hasil lebih spesifik drpd widal, diagnosis penyakit tifus lebih cepat dan tepat
o Kimia Klinik
o Peningkatan SGPT dan SGOT , kadang didapatkan adanya peningkatan CK pada beberapa penderita.
o Hasil pemeriksaan darah samar feses dapat menunjukkan hasil positif pada 20% penderita dan adanya darah dalam feses secara gross ditemukan pada 10% penderita. Perdarahan umumnya terjadi pada minggu ke 2 atau 3.
o Hasil pemeriksaan kimia urinalisis dapat ditemukan proteinuria ringan yaitu positif satu ( + ) atau positif dua (++) sebab adanya negative balance nitrogen akibat katabolisme protein karena febris.
o Pada urinalisis juga dapat ditemukan adanya bakteri, leukosit, dan atau eritrosit.
DIAGNOSIS Typhoid fever e.c. Salmonella typhi
BANDING Typhoid fever e.c. Salmonella paratyphi Dengue fever
PENATALAKSANAAN NON
MEDIKAMENTOSA
• Tirah baring• Isolasi memadai • Kebutuhan cairan dan kalori yang adekuat • Diet makanan lunak dan tidak berserat
MEDIKAMENTOSA 1. Antibiotik
Lini 1• Kloramfenikol • Amoksisilin• Kotrimoksazol
Lini 2 ( Multidrug resistant S, thypii )• Seftriakson • Sefiksim• Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan
penurunan kesadaran• Pertimbangan tranfusi darah pada kasus perdarahan
saluran cerna.
2. Tindakan bedah diperlukan bila terjadi perforasi usus.
PENCEGAHAN • Cuci tangan dengan baik dan benar
• Penyuluhan tentang sumber, cara penularan dalam upaya antisipasi penyakit demam tifoid
• Menerapkan pola hidup sehat dan higienis
• Penyediaan sumber air bersih yang cukup
• Menjaga sanitasi dan higiene lingkungan serta sarana MCK yang memadai
• Vaksinasi untuk pencegahan Salmonella typhi
KOMPLIKASI • Intestinal : perforasi usus, ileus peristaltik, pankreatitis
• Ekstra-intestinal :
• Kardiovascular : miokarditis
• Darah : trombositopenia
• Paru : pneumonia, empiema, pleuritis
• Hepatobilier : hepatitis, kolesistitis
• Ginjal : glomerulonefritis
• Neuropsikiatrik : tifoid toxic
DAFTAR PUSTAKAGuyton, A. C., & Hall, J. E. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (12th ed.). Singapore: Elsevier.
http://www.rightdiagnosis.com/t/typhoid_fever/riskfactors.htm
http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview#showall
Bauman, Robert W. 2014. Microbiology: with disease by taxonomy. 4th ed. Glenview: Pearson
Kumar, V., & Robbins, S. 2014. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders/Elsevier
Parija, Subhash C. 2012. Textbook of Microbiology and Immunology. 2nd ed. Manesar: Elsevier
WHO. Background document: The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. http://www.who.int/rpc/TFGuideWHO.pdf