defisiensi besi sebagai faktor risiko kejang demam (1)
DESCRIPTION
jdcjdsvjfv vfvfjvnjfvf vfvfvfjv vnfvdjfvjfd vnfdbv fhverjoev vnfjvjfvnjfdv fdd bdhvfdvfjdnv fd fdvjfdhvfhvfd vhdfvh dfh hdf bvd dvh bhdv hd dfhvdfjTRANSCRIPT
Jurnal Reading
DEFISIENSI BESI SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJANG
DEMAM - STUDI KASUS KONTROL
Oleh:
RizkyMas’ah G99141130 Muhammad Alfian G99141131
Pembimbing :
dr. Pudjiastuti, Sp.A (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
Defisiensi Besi sebagai Faktor Risiko Kejang
Demam - Studi Kasus Kontrol
Abstrak
Kejang demam (KD) adalah penyebab tersering kejang pada anak dan 3-4% terjadi
pada anak dibawah usia 5 tahun. Defisiensi besi merupakan defisiensi mikro nutrisi tersering
di seluruh dunia dan diyakini berhubungan dengan KD. Tujuan penelitian adalah untuk
mengevaluasi peran defisiensi besi sebagai faktor resiko KD. Sebanyak 170 anak (6 bulan – 5
tahun) dipilih sebagai sampel. 70 kasus menderita KD berdasarkan International League
Against Epylepsy dan 100 kasus sisanya memiliki riwayat penyakit demam singkat (<3 hari)
tanpa kejang. Anemia ditentukan dari penurunan Hb<11gm%, dan feritin serum < 12ng/ml.
Variabel - variabel disajikan dalam perhitungan (%) dan dibandingkan menggunakan uji Chi-
square, odd ratio dan signifikansi statistik ditetapkan pada p < 0,05.
Pada penelitian ini, 34,3% kasus masuk dalam kelompok usia 6-16 bulan dan rasio
pria banding wanita sebanyak 1,69:1. 65,7% kasus dan 45% kontrol menderita defisiensi besi.
Hubungan antara defisiensi besi dengan jenis kelamin, kasus laki-laki menunjukkan jumlah
lebih besar pada anak dengan KD. Penelitian ini mengamati 65,7% kasus KD yang menderita
defisiensi besi dibandingkan dengan 5% kelompok kontrol. (OR-2,34; p<0,05). Selain itu
juga terdapat statistik signifikan yang menghubungkan antara KD berulang dan defisiensi
besi. Deteksi dini dan koreksi defisiensi besi tepat waktu mungkin dapat mencegah KD anak
pada kelompok usia ini.
Kata Kunci: kejang demam, defisiensi besi, hemoglobin, feritin serum
Pendahuluan
KD adalah penyebab tersering kejang pada anak, dan mungkin salah satu
kegawatdaruratan tersering bidang pediatri di seluruh dunia, 3-4% terjadi pada anak dibawah
usia 5 tahun. Meskipun KD tidak berbahaya dan jarang menyebabkan kerusakan otak, KD
menyebabkan kerusakan mental, fisik, dan emosional yang cukup mengganggu pasien dan
mempengaruhi kualitas hidup keluarga. Penelitian sebelumnya di India menunjukkan bahwa
10% anak pernah mengalami KD, selain itu data saat ini mengindikasikan tingkat insidensi di
India sama dengan negara barat. Defisiensi besi merupakan defisiensi mikro nutrisi tersering
diseluruh dunia (30%) terutama di negara berkembang dan merupakan kondisi yang dapat
dicegah dan diobati. Defisiensi besi menurunkan metabolisme beberapa neurotransmitter
seperti monoamin dan aldehid oksidase, dengan demikian defisiensi besi mungkin merubah
ambang kejang pada anak. Defisiensi besi ditetapkan sebagai faktor resiko KD pada anak dan
merupakan kondisi yang mudah untuk dikoreksi.
Oleh karena itu, penelitian ini diangkat untuk mengevaluasi hubungan antara status
besi dengan KD.
Metode dan Material
Penelitian ini adalah studi kasus kontrol deskripsi analitik yang dilakukan di
Department of Pediatrics People’s College of Medical Sciences & Research Centre selama
november 2011 sampai April 2013. Perijinan etika penelitian didapat dari institusi komisi
advisi riset dan institusi komite etik. Kasus penelitian adalah anak kelompok usia 6 bulan
sampai 5 tahun dengan kejang demam simplek di departemen kegawatdaruratan pediatri dan
ditempatkan dibangsal selama penelitian. Kriteria diagnosis kejang demam simplek
berdasarkan International League Against Epilepsy (1993) yang mendefinisikan KD sebagai
kejang yang terjadi pada anak usia antara 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan
demam yang bukan disebabkan infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus
sebelumnya atau kejang tanpa sebab dan tidak dijumpai tanda-tanda kejang akut lainnya.
Kasus konsekutif dan kasus kontrol dipilih dengan kriteria yang sama dan termasuk
anak demam kelompok usia 6 bulan sampai 5 tahun dengan gejala demam singkat (<3 hari)
tetapi tanpa kejang.
Anak-anak dengan kejang tanpa demam, riwayat penyakit kejang, riwayat kejang
tanpa demam sebelumnya, infeksi susunan saraf pusat, gangguan metabolik, perkembangan
tertunda, defisit neurologis, suplemen besi selama lebih dari 3 hari dalam 6 bulan terakhir,
riwayat penyakit hematologi seperti anemia hemolitik, perdarahan atau gangguan pembekuan
darah, keganasan hematologi adalah kriteria eksklusi pada penelitian ini. Setelah pesetujuan
tindakan didapat, riwayat penyakit yang lebih detail dan pemeriksaan fisik telah dikerjakan.
Anemia dengan sebab lainnya juga dieksklusi seperti kriteria yang disebabkan sebelumnya.
Riwayat penyakit yang detail dan pemeriksaan fisik kemudian dicatat. Sampel darah
hemoglobin (Hb), mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH),
mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), red cell distribution width (RDW),
dan ferritin plasma diperiksa untuk setiap pasien. Uji sampel darah dilakukan menggunakan
alat aanalisis hematologi automatik (Mindray BC-3000 Plus). Level ferritin plasma dideteksi
dengan metode ELISA secara kuantitatif. Anemia ditentukan dari penurunan Hb < 11 gm%
dan serum ferritin < 12 ng/ml (WHO). Data dimasukkan MS Excel, dicek kelengkapannya.
Analisis data dilakukan dengan SPSS versi 13. Variabel-variabel disajikan dalam perhitungan
(%) dan dibandingkan menggunakan uji Chi-square, odd ratio dan signifikansi statistik
ditetapkan pada p < 0,05.
Hasil
Terdapat sebanyak 170 anak (6 bulan - 5 tahun) yang termasuk dalam penelitian. 70 kasus
KD yang didefinisikan berdasarkan International League Against Epilepsy dan Sisanya 100
kasus kontrol dengan riwayat sakit demam (<3 hari) tanpa kejang. Dalam penelitian ini,
terdapat 44 anak laki-laki pada kasus dan 60 anak laki-laki pada kontrol. 26 anak perempuan
pada kasus dengan 40 anak perempuan dalam kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan
keseragaman distribusi antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan jenis
kelamin. Dalam distribusi kelompok usia, 34,3% Kasus berusia antara 6-16 bulan dan secara
bersamaan pada kelompok kontrol presentase tertinggi (35%) berada pada rentang usia
tersebut. Perbandingan antara anak laki – laki dengan anak perempuan pada kelompok kasus
adalah 1.69 : 1 dan pada kelompok kontrol sebanyak 1.5 : 1. Evaluasi terhadap adanya
defisiensi besi terdapat 65,7% pada kelompok kasus dan 45% terdapat pada kelompok
kontrol. Hubungan antara kejadian defisiensi besi dengan jenis kelamin anak,anak laki-laki
leih dominan mengalami defisiensi besi (72,7%) pada kelompok kasus KD dibandingkan
41,6% anak laki – laki pada kelompok kontrol. Sedangkan hubungan antara defisiensi besi
dengan prevalensi kasus KD, kami mengamati adanya 65,7% kasus KD dengan defisiensi
besi dibanding dengan 45% dari kelompok kontrol yang memiliki kekurangan besi (OR-2.34;
p <0,05) (Tabel 1). Hubunan antara defisiensi besi dengan berbagai faktor demografi,
hubungan positif berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki dan status sosial ekonomi yang
rendah. Terdapat hubungan statistik yang signifikan antara kekambuhan KD dan defisiensi
besi (Tabel 2). Namun, tidak ada data statistik yang mengamati antara korelasi jenis kejang
pada kejang demam dengan kejadian defisiensi besi.
Diskusi
Tabel 1: kejadian defisiensi besi pada kelompok kasus dan kontrol
Kelompok Kasus (70) Kelompok Kontrol (100)Jml. % kasus % anak jml % kontrol % anak Odds Nilai
dengan dengan rasio p kekurangan kekurangan zat besi zat besi
kekurangan zat besi 46 65.7 50.5 45 45.0 49.5
2.3426 0.0082Tidak KekuranganZat besi 24 34.3 30.3 55 55.0 69.6
Tabel 2: korelasi antara defisiensi besi dengan riwayat adanya KD pertama kali dan KD sebelumnya
defisiensi besi (%) nilai Z nilai pkejang pertama kali (48) 27(56.2)
2.45 0.0143Kejang sebelumnya (22) 19(86.3)
Dalam penelitian ini, Usia rata-rata anak pada kelompok kasus KD dalam penelitian
kami adalah 28,41 bulan. Insiden kejadian KD di usia <3 tahun lebih tinggi (78,5%)
dibandingkan dengan usia > 3 tahun (21,5%). Hartfield dkk15 melaporkan jumlah maksimal
kasus terjadi di kelompok usia kurang dari 24 bulan dan rata-rata terjadi di usia 17,9 bulan.
Kumari dkk melaporkan 55,8% kelompok kasus dan 56,5% dari kelompok kontrol berada di
kelompok usia kurang dari 17 bulan. Prevalensi lebih tinggi kasus KD di kelompok usia yang
lebih muda mungkin terjadi karena ketidakmatangan otak akibat dari pertumbuhan maksimal
hippocampus yang terjadi pada periode 15-36 bulan, periode ini merupakan periode
pematangan otak normal yang diduga berfungsi meningkatkan rangsangan saraf. 16
Dalam penelitian ini anak laki-laki lebih dominan, begitu juga dengan penelitian
sebelumnya. Apakah ada dasar biologis untuk jenis kelamin tertentu yang menetukan
perbedaan kerentanan pada kasus KD, atau apakah anak laki-laki hanya lebih sering
mengalami demam dan karena itu lebih berisiko mengalami KD, sampai saat ini dapat
dipastikan.
hubungan antara prevalensi KD status ekonomi menunjukkan mayoritas kejadian
KD pada anak – anak terjadi pada anak dengan status ekonomi yang rendah (65,7%), berbeda
dengan kelompok kontrol di mana berasal status ekonomi menengah. Perbedaan signifikan
secara statistik dengan Odds Rasio 3,16 (p = 0,008). Hal ini dapat menjelaskan bahwa anak-
anak dengan status ekonomi yang rendah lebih rentan terhadap penyakit demam akut, yang
kemungkinan dapat menjadi predisposisi untuk terjadinya KD. Penelitian Kumari dkk juga
menunjukkan hasil yang sama dimana ditemukan 115 dari 154 kasus memiliki status
ekonomi yang rendah. Ini bertepatan dengan hasil penelitian sebelumnya di mana sosial
ekonomi rendah dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya KD.
Defisiensi besi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya KD
sederhana pada anak-anak kelompok usia 6 bulan sampai 5 tahun dalam penelitian ini. Dalam
studi yang telah dilakukan oleh Pisacane dkk17, pada anak-anak dengan kelompok usia yang
sama, didapatkan hasil yang sama dengan odds rasio 3,3 (interval kepercayaan 95% dari 1,7-
6,5).
Dalam penelitian ini defisiensi besi diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk kejadian
KD dengan Odds rasio 2,346 (p = 0,0082). Hal ini sama dengan hasil studi sebelumnya
kaitan defisiensi besi dengan KD sebagai faktor risiko yang dapat dimodifikasi. 15,17
Daoud dkk,18 mengamati kadar feritin yang signifikan lebih rendah terjadi dalam
kelompok KD dibandingkan dengan kelompok kontol, yang membuktikan bahwa kadar
feritin serum merupakan pengukuran yang sensitive, spesifik dan terpercaya untuk
menentukan adaya defisiensi besi pada tahap awal, dan mungkin dapat menjadi indikator
terbaik menentukan status besi total pada tubuh. Vasvani dkk,19 mengamati kadar feritin
serum yang rendah secara signifikan pada anak dengan KD dibandingkan kelompok kontrol.
Sebaliknya, beberapa studi tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kadar feritin
serum pada kedua kelompok.20,21
Pada pengamatan korelasi antara defisiensi besi dengan kejadian KD, kami
mengamati bahwa, ada hubungan statistic yang signifikan antara kejadian kekambuhan KD
jika terjadi defisiensi besi (z = 2,45; p = 0,0143) yang menunjukkan defisiensi besi sebagai
salah satu faktor risiko adanya kekambuhan pada KD. Meskipun korelasi antara defisiensi
besi dengan frekuensi kejadian KD belum sepenuhnya terbukti.
Tipe KD dan kejadian defisiensi besi juga berhubungan meskipun belum ada bukti
statistik. Kami menemukan bahwa, mayoritas kasus adalah KD sederhana, dimana 64,5%
mengalami defisiensi besi dan 75% dari kasus KD kompleks mengalami defisiensi besi.
Dalam sebuah penelitian serupa oleh Aliabad dkk22 dilaporkan 86% kasus KD sederhana dan
14% KD
Kekuatan penelitian ini meliputi kriteria standar untuk mendiagnosis KD, dan
defisiensi besi, pendataan bersamaan mengenai kelompok kontrol dan kasus, dan tidak ada
paparan bias recall. Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian berbasis rumah sakit
sehingga prevalensi paparan dan hasil penelitian mungkin berbeda dari yang terjadi di
masyarakat. Feritin serum, merupakan reaktan pada fase akut yang meningkat dalam kondisi
ketika ada peradangan, meskipun kedua kelompok kasus dan kontrol mengalami demam pada
saat pendataan.
Terdapat korelasi yang kuat antara defisiensi besi dan kasus KD. Deteksi dini dan
lama terapi yang untuk kasus defisiensi besi dapat membantu untuk pencegahan serta
kekambuhan kejadian KD pada anak dari kelompok